HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA SMA...
Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA SMA...
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA SMA
KELAS XI MENGENAI INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 5
SURAKARTA
SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat Ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan “
Oleh :
JAROT HERMAWAN
NIM. S1.0020
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA SMA
KELAS XI MENGENAI INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 5
SURAKARTA
TAHUN 2014
Oleh :
JAROT HERMAWAN
NIM. S1.0020
Telah disetujui untuk dapat dipertahankan dihadapan Tim Penguji.
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
(SUNARDI. SKM.M.Kes) (RUFAIDA NUR F. S.Kep., Ns)
NIK. NIK.
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi Keperawatan yang berjudul :
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA SMA KELAS XI
MENGENAI INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DENGAN PERILAKU
SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA
TAHUN 2013
Oleh :
JAROT HERMAWAN
NIM. S1.0020
Telah diuji pada tanggal 7 Januari dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Penguji Utama, Penguji Pendamping
(SUNARDI, SKM, M. Kes) (RUFAIDA NUR F, S.Kep.,Ns)
NIK. NIK.
Penguji,
(Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns, M.kep)
NIK
Surakarta,7 Januari 2014
Ketua Program Studi,
(WAHYU RIMA A.S.Kep.,Ns.M.Kep)
NIK.
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi
yang berjudul ” Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI Mengenai
Infeksi Menular Seksual (IMS) Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 5
Surakarta”. Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir
sebagai salah satu syarat kelulusan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Proposal
Skripsi ini tidak diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.M.Kep, selaku Ka. Prodi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
3. Bapak Sunardi.S.KM.M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Ibu Rufaida Nur Fitriana S.Kep.,Ns, Selaku Dosen Pembimbing Pendamping
yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan
kepada penulis.
5. Seluruh Dosen dan Staff STIKes Kusuma Husada Surakarta terima kasih atas
segala bantuan yang telah diberikan.
vi
6. Bagian perpustakaan yang telah membantu penulis dalam memperoleh
referensi dalam penulisan Proposal Skripsi.
7. Teman-teman yang telah membantu dalam penulisan Proposal skripsi ini.
8. Seluruh siswa yang telah bersedia diambil datanya guna penyusunan Proposal
Skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan Proposal Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proposal Skripsi ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis membuka kritik dan saran demi
kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Proposal Skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Surakarta, Januari 2013
Penulis,
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ............................................................................. 9
1. Pengetahuan ........................................................................... 9
2. Remaja ................................................................................... 17
3. Infeksi Menular Seksual (IMS) .............................................. 20
4. Perilaku …………………………………………………….. 32
B. Kerangka Teori............................................................................. 35
C. Kerangka Konsep ........................................................................ 36
D. Hipotesis ....................................................................................... 37
viii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. 38
B. Populasi dan Sampel ................................................................ 38
C. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 40
D. Variabel, Definisi Operaional, dan Skala pengukuran ............ 41
E. Alat Penelitian dan Pengumpulan Data .................................. 44
F. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ..................................... 45
G. Etika Penelitian ........................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori .......................................................................... 35
Gambar 2.2 Kerangka Konsep ....................................................................... 36
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .................................................................... 7
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................41
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penggunaan Lahan
Lampiran 3. Surat Balasan dari Lahan
Lampiran 4. Lembar Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 5. Koesioner Penelitian
Lampiran 6. Lembar Konsultasi Proposal Skripsi
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014
Jarot Hermawan
Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI Mengenai Infeksi
Menular Seksual (IMS) Dengan Perilaku Seksual Remaja
Di SMA N 5 Surakarta
ABSTRAK
Pengetahuan merupakan hasil "tahu" pengindraan manusia terhadap suatu
obyek tertentu. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari
manusia itu sendiri. Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah sekelompok infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan remaja kelas XI dengan perilaku
seksual remaja di SMA N 5 Surakarta.
. Desain penelitian descriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional
pada 156 siswa di SMA N 5 Surakarta dengan dua variable yaitu tingkat
pengetahuan dan perilaku seksual.
Tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual (IMS)
termasuk kategori baik yaitu 93 responden(69,6%). Perilaku seksual remaja
mayoritas dalam perilaku baik yaitu 119 responden (76,3%). Analisis data
menggunakan chi square dengan nilai χ2 hitung sebesar 63,168 dengan nilai
signifikansi (p value) 0,000 <0,05. Penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya
hubungan tingkat pengetahuan remaja SMA kelas XI mengenai infeksi menular
seksual (IMS) dengan perilaku seksual remaja di SMA N 5 Surakarta.
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, IMS, Perilaku Seksual
Daftar pustaka: 34 (2003-2013)
xiii
BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA
2014
Jarot Hermawan
The Correlation between Knowledge Level on Sexually Transmitted Infection
and Sexual Behavior of the Students in Grade XI of State Senior Secondary
School of Surakarta
ABSTRACT
Knowledge is the “know” result of human five senses on a certain object.
Human behavior essentially is an activity arising from the man himself. Sexually
transmitted infection is a group of infection, which is transmitted through sexual
intercourse. The objective of this research is to investigate the knowledge level on
sexually transmitted disease and sexual behavior of the students in Grade XI of
State Senior Secondary School 5 of Surakarta.
. This research used the descriptive quantitative method with the cross-
sectional design to 156 students of State Senior Secondary School 5 of Surakarta
with two variables, namely: knowledge level and sexual behavior.
The result of the research shows that 93 students (69.6%) of the students
have a good knowledge level on sexually transmitted infection, and 119 students
(76.3%) have a good sexual behavior. The result of the analysis with the chi square
test shows that the value of χ2 count is 63.168 with the significance value of p =
0.000, which is smaller than 0.05. Thus, it can be concluded that there is a
correlation between the knowledge level on sexually transmitted disease and
sexual behavior of the students in Grade XI of State Senior Secondary School 5 of
Surakarta.
Keywords: Knowledge level, sexually transmitted infection, and sexual behavior
References: 34 (2003-2013)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelompok remaja yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun di
Indonesia memiliki proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk.
Sesuai dengan proporsi remaja dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2
milyar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk dunia. Masa remaja merupakan
masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis dan sosial. Masuknya
berbagai yang bebas tidak melalui saringan yang benar menurut etika dan
moral menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh yang merugikan
(Depkes RI 2007).
Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup
manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ
reproduksi manusia yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari
kata pubercere yang berarti menjadi matang, sedangkan remaja atau
adolescence berasal dari kata adolescere yang berarti dewasa. Masa remaja
juga merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa bukan hanya dalam
artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang
terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja
(Sarlito 2010).
2
Hasil beberapa survey menyimpulkan bahwa pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Salah satu contoh 46,2% remaja
masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali
melakukan hubungan seks. Tingginya infeksi HIV dan AIDS di kalangan
remaja dilaporkan sebanyak 5701 kasus dimana presentase tertinggi AIDS
51,7% diderita oleh sekelompok umur 20 - 29 tahun (Depkes RI 2007).
Perubahan psikososial pada remaja merupakan manifestasi perubahan
faktor-faktor emosi, sosial dan intelektual akan berakibat cemas terhadap
penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya kesadaran diri
(self consciousness), perubahan hormonalnya berdampak sebagai individu
yang mudah berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah
tersinggung atau menjadi agresif (Depkes RI 2007).
Antara remaja putra dan remaja putri kematangan seksual terjadi
dalam usia yang agak berbeda. Kematangan seksual pada remaja pria
biasanya terjadi pada usia 10 - 13,5 tahun. Sedangkan pada remaja putri
terjadi pada usia 9 -15 tahun. Bagi anak laki-laki perubahan itu ditandai oleh
perkembangan pada organ seksual, mulai tumbunya rambut kemaluan,
perubahan suara dan juga ejakulasi pertama melalui wet dream atau mimpi
basah. Sedangkan pada remaja putri pubertas ditandai dengan menarche (haid
pertama), perubahan pada dada (mammae), tumbuhnya rambut kemaluan dan
juga pembesaran panggul (Notoatmodjo 2007).
3
Pola perilaku seksual yang kerap dilakukan remaja adalah perilaku
seksual secara berpasangan. Pasangan dalam hal perilaku seksual adalah
pacar, sebagai wujud kasih sayang. Kontrol internal remaja perempuan dalam
mengatasi dorongan seksualnya tergolong minim. Kemudian, peran peer
group terhadap perilaku seksual remaja perempuan adalah sebagai media
sosialisasi dalam upaya memperkaya informasi mengenai seks. Peer Group di
sini merupakan tipe normatif yang membentuk nilai pada individu, termasuk
mengenai seks. Data terhadap 10.833 remaja laki-laki berusia 15-19 tahun
didapatkan sekitar 72 persen sudah berpacaran, sekitar 92 persen sudah
pernah berciuman, sekitar 62 persen sudah pernah meraba-raba pasangan,
sekitar 10,2 persen sudah pernah melakukan hubungan seksual. Sedangkan
hasil survei dari 9.344 remaja putri yang berusia 15-19 tahun didapatkan data
sekitar 77 persen sudah berpacaran, sekitar 92 persen sudah pernah
berciuman, sekitar 62 persen sudah pernah meraba-raba pasangan, sekitar 6,3
persen sudah pernah melakukan hubungan seksual (Rachmat2007)
Infeksi Menular Seksual (IMS) disebut juga dengan Penyakit Menular
Seksual (PMS) adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Kebanyakan PMS dapat ditularkan melalui hubungan seksual antara
penis, vagina, anus dan atau mulut (Zakaria2012). Saat ini di dunia terjadi
peningkatan jumlah penderita IMS dari 36,6 juta orang pada tahun 2002
menjadi 3,4 juta orang per tahun 2004, sedangkan di Asia diperkirakan
mencapai 8,2 juta orang (UNAIDS 2004)
4
Penderita IMS di Jawa Tengahterdapat 1454 jiwa pada tahun 2003 dan
mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi 232 jiwa, untuk semua
jenis kasus IMS dan semua jenis golongan umur (Dinkes Jateng 2004). IMS
terjadi pada umur 12-20 tahun pada tahun 2003 sebanyak 163 kasus terdiri
dari 70 kasus pada pria dan 3 kasus pada wanita di semarang (DinKes Kab
Semarang 2004).
Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) yang ditandai dengan keluarnya
cairan berupa nanah dari alat kelamin, yaitu gonore, uretritis atau sevisitis
non spesifik, kandidiasis dan trikomonas dan IMS yang ditandai dengan
adanya luka atau koreng di alat kelamin yaitu sifilis, ulkus molle,
limpogranuloma venerium, granuloma inguinale dan herpes genitalis
(Depkes RI 2007).
Dampak IMS bagi remaja perempuan dan laki-laki, yaitu infeksi alat
reproduksi akan menurunkan kualitas ovulasi sehingga akan mengganggu
siklus dan banyaknya haid serta menurunan kesuburan, peradangan alat
reproduksi ke organ yang lebih tinggi yang dapat meningkatkan
kecenderungan terjadi kehamilan di luar rahim, melahirkan anak dengan cacat
bawaan seperti katarak, gangguan pendengaran, kelainan jantung dan cacat
lainnya. Secara psikologis dampak IMS bagi remaja yaitu rendah diri, malu
dan takut sehingga tidak mau berobat yang akan memperberat penyakit atau
bahkan akan mengobati jenis dan dosis tidak tepat yang justru akan
memperberat penyakitnya disamping terjadi resistensi obat. (Depkes RI2007).
5
Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik,
kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk
memahami serta mengatasi kematangan seksual yang membingungkan.
Informasi tentang Infeksi Menular Seksual perlu diperoleh setiap remaja.
Remaja memerlukan informasi tersebut agar waspada dan berperilaku seksual
sehat serta bergaul untuk pembekalan mempertahankan diri sendiri secara
fisik maupun psikis serta mental dalam menghadapi godaan. Dari uraian di
atas penulis tertarik mengambil judul penelitian "Hubungan Tingkat
Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI Mengenai Infeksi Menular Seksual
(IMS) Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 5 Surakarta".
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis dapat merumuskan
masalah "Adakah hubungan tingkat pengetahuan remaja SMA Kelas XI
mengenai infeksi menular seksual (IMS) dengan perilaku seksual remaja di
SMA Negeri 5 Surakarta?".
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan Remaja kelas XI
dengan perilaku seksual Remaja di SMA N 5 Surakarta.
6
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja mengenai
IMS di SMA N 5 Surakarta.
1.3.2.2 Untuk mengidentifikasi perilaku seksual di SMA N 5
Surakarta.
1.3.2.3 Untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dan
perilaku seksual remaja di SMA N 5 Surakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat mengembangkan pengetahuan disiplin ilmu
khususnya kesehatan reproduksi remaja dan dapat menambah wacana
kepustakaan mengenai pengetahuan remaja tentang Infeksi Menular
Seksual (IMS).
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber bacaan untuk penelitian
selanjutnya atau dijadikan referensi untuk peningkatan kualitas
pendidikan kebidanan khususnya tentang kesehatan reproduksi
remaja.
1.4.2.2 SMA Negeri 5 Surakarta
Dapat digunakan sebagai masukan pada SMA Negeri 5 Surakarta
dalam upaya meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan
7
reproduksi dan dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran.
1.4.2.3 Bagi Siswa
Dari penelitian ini dapat memberikan masukan khususnya siswa
untuk berperilaku seksual sehat serta bergaul dengan baik dan
terhindar dari penyakit IMS.
1.4.2.4 BagiPeneliti
Menambah wawasan dan mempunyai pengalaman nyata dalam
melakukan penelitian tentang pengetahuan remaja tentang Infeksi
Menular Seksual (IMS).
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
No. Nama
Peneliti
Judul
Penelitian
Metode Hasil Penelitian
1. Yuyun
Wahyu
Indah
Indriyani,
(2009)
Tingkat
Pengetahuan
Kesehatan
Reproduksi pada
Remaja Putri
SMK Gajah
Mungkur 2
Deskriptif
analitikden
gan
pendekatan
cross
sectional
Pengetahuan remaja
putri tentang
kesehatan
reproduksi termasuk
tinggi (87%),
Sedang (9%),
rendah (4%).
8
Giritontro.
2. Sisik Susanti
Sulistiyawati
, (2011)
Gambaran
Pengetahuan
dan Sikap
Remaja Tentang
Infeksi Menular
Seksual di SMK
Muhammadiyah
2 Surakarta.
Deskripsi Kategori baik
sebanyak 10
responden (33,3%),
cukup sebanyak 17
responden (56,7%)
dan kurang
sebanyak 3
responden (10%).
Sedangkan untuk
sikap, deskripsi
frekuensinya dalam
kategori baik
sebanyak 26
responden (86,7%)
dan yang tidak baik
sebanyak 4 orang
(13,3%)
38
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Pengetahuan
2.1.1.1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil "tahu" pengindraan manusia
terhadap suatu obyek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo 2010).
2.1.1.2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), ada enam tingkat pengetahuan
yang dicapai dalam domain kognitif yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang, tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
39
mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya,
aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan,
membedakan, mengelompokkan dan seperti sebagainya.
Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,
memisahkan dan sebagainya.
40
5. Sintesa (Syntesis)
Sintesa dalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baik dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-
informasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat
menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
2.1.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu:
1. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang
lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba
dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga
gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai
41
masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara
ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau
metode coba-salah coba-coba.
2. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali
kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh
orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut
baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan
turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya, dengan kata
lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas
atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas
pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan. Prinsip
ini adalah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan
oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu
menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan
fakta empiris atau pun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini
disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut
menganggap bahwa yang dikemukakannya adalah benar.
3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi
pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman
itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.
42
4. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
5. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut "metode
penelitian ilmiah", atau lebih popular disebut metodologi
penelitian (research methodology).
2.1.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Erfandi (2009), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
43
luas pula pengetahuannya. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat
diperoleh pada pendidikan non formal.
2. Media masa atau informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek (immediateimpact) sebingga menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi,
berbagai bentuk media masa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan Iain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media masa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang.
3. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
44
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh
setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik
yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan
45
yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu
orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak
waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada
penurunan pada usia ini.
2.1.1.5 Pengukuran Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau
responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau kita
ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya.
Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran
pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu:
1. Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay.
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subyektif karena
penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subyektif dari
penilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seseorang penilai
satu dibandingkan dengan yang lain dari satu waktu ke waktu
yang lainnya.
46
2. Pertanyaan obyektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda
(multiple choise), bentul salah, dan pertanyaan menjodohkan.
Pertanyaan pilihan ganda, betul salah, menjodohkan disebut
pertanyaan obyektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat
dinilai secara pasti oleh penilai.
Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif
khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai untuk
dijadikan sebagai alat ukur dalam pengukuran pengetahuan
karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang
akan diukur dan penilaiannya akan lebih cepat (Arikunto
2006).
2.1.2. Remaja
2.1.2.1. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan
yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi
terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental
maupun peran sosial (Ardhyantoro dan Kumalasari 2010).
Masa remaja merupakan salah periode dari perkembangan
manusia, Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologik, perubahan psikologi, dan perubahan sosial
(Notoatmodjo, 2007).
47
2.1.2.2. Batasan Remaja
Menurut Ardhyantoro dan Kumalasari (2010), batasan remaja
berdasarkan umur yaitu:
1. Masa remaja awal yaitu 10-12 tahun
a. Lebih dekat dengan teman sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya
d. Mulai berpikir abstrak
2. Masa remaja tengah yaitu 13-15 tahun
a. Mencari identitas diri
b. Timbul keinginan untuk berkencan
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
e. Berkhayal tentang aktivitas seks
3. Masa remaja akhir yaitu 16 - 21 tahun
a. Pengungkapan kebebasan diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
c. Mempunyai ciri tubuh (body image) terhadap dirinya
sendiri
2.1.2.3. Aspek perkembangan pada masa remaja
Menurut Handoyo (2010), aspek perkembangan remaja
meliputi:
48
1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik pada remaja adalah perubahan-
perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan
keterampilan motorik. Perubahan pada tubuh diatandai dengan
pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan
otot, serta kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.
Menurut Notoatmodjo (2007), antara remaja putra dan putri
kematangan seksual terjadi dalam usia yang agak berbeda.
Kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi pada
usia 10 - 13,5 tahun sedangkan pada remaja putri terjadi apda
usia 9-15 tahun. Bagi remaja laki-laki perubahan itu ditandai
oleh perkembangan pada organ seksual, mulai tumbuhnya
rambut kemaluan, perubahan suara, dan juga ejakulasi pertama
melalui wer drem atau mimpi basah.Sedang pada remaja putri
pubertas ditandai dengan menarche (haid pertama), perubahan
pada dada (mammae).
2. Perkembangan kognitif
Seorang remaja termotivasi memahami dunia kaena
perilaku adaptasi secara biologis mereka. Remaja secara aktif
membangun dunia kognitif mereka dimana informasi yang
didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema
kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara
hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya.
49
Menurut Notoatmodjo (2007), labilnya emosi erat kaitannya
dengan perubahan hormon dalam tubuh. Sering terjadi letusan
emosi dalam bentuk amarah, sensitif bahkan perbuatan nekat.
Ketidakstabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa
ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan
kemampuan intelektual pada remaja cenderung membuat
mereka bersikap kritis, tersadar melalui perbuatan-perbuatan
yang sifatnya eksperimen dan eksploratif.
3. Perkembangan kepribadian dan sosial
Perkembangan kepribadian adaiah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik,
sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam
berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian
yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri.
Pencarian identitas diri adaiah proses menjadi seorang yang
unik dengan peran yang penting dalam hidup.
2.1.3. Infeksi Menular Seksual (IMS)
2.1.3.1. Pengertian
Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga Infeksi Menular
Seksual (IMS) adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Kebanyakan PMS dapat ditularkan melalui
hubungan seksual antara penis, vagina, anus dan/atau mulut
(Zakaria2012).
50
Menurut DepkesRI (2007), Infeksi Menular Seksual (IMS)
adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Infeksi
menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral
maupun anal.
2.1.3.2. Tanda dan gejala
Menurut Handoyo (2009), gejala Infeksi Menular Seksual
(IMS) dibedakan menjadi:
1. Perempuan
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin,
anus mulut atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil-
kecil, diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin.
b. Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal,
kekuningan, kehijauan, berbau atau berlendir.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita
biasanya tidak menyebab sakit atau burning urination.
d. Perubahan warna kulit yaitu terutama di bagian telapak
tangan atau kaki, perubahan bisa menyebar ke seluruh
bagian tubuh
e. Tonjolan seperti jengger ayam yaitu tumbuh tonjolan sepert
jengger ayam di sekitar alat kelamin.
f. Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang muncul
dan bilang yang tidak berkaitan dengan menstruasi bisa
51
menjadi tanda infeksi saluran reproduksi (infeksi yang telah
berpindah kebagian dalam sistem reproduksi, termasuk tuba
falopi dan ovarium).
g. Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin atau antara kaki.
2. Laki-laki
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin,
anus mulut atau bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil-
kecil, diikuti luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin
b. Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau berwarna
berasal dari pembukaan kepala penis atau anus.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa
sakit selama atau setelah urination.
d. Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit
di kantong zakar.
2.1.3.3. Jenis IMS berdasarkan kuman penyebab
Menurut Depkes RI (2007), jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
berdasarkan penyebab, antara lain:
1. Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan bakteri
a. Gonorhoe
1) Penyebab : Neisseria gonorhoe
2) Masa inkubasi : selama 2-10 hari.
3) Gejala
Infeksi yang menyerang selaput lendir uretra pada
52
laki-laki serta leher rahim dan uretra pada wanita.
Pada laki-laki : Berupa rasa gatal dan panas pada saat
BAK, keluar cairan atau nanah kental berwarna kuning
kehijauan secara spontan dari uretra ujung penis tampak
merah, bengkak dan menonjol keluar.
Pada perempuan : Sebagian besar tidak menimbulkan
keluhan atau keluar cairan keputihan berwarna kuning
kehijauan dan kental, kadang-kadang disertai rasa nyeri
saat BAK.
4) Komplikasi
Yang sering terjadi pada laki-laki adalah infeksi pada
testis atau buah zakar, saluran sperma sehingga bisa
menimbulkan penyempitan. Pada wanita bisa terjadi
penjalaran infeksi ke rahim dan saluran telur sehingga
dapat menyebabkan kemandulan. Bila mengenai ibu hamil
dapat menularkan ke bayi saat melahirkan sehingga
menyebabkan infeksi pada mata yang dapat menyebabkan
kebutaan (Depkes RI 2007)
b. Sifilis (Raja Singa)
Menurut Ardiyantoro dan Kumalasan (2010), sifilis
disebut juga raja singa, Mai de Naples, morbus gallicus, lues
venerea.
1) Penyebab: Troponema Pallidum
53
2) Macam sifilis
Menurut Depkes RI (2007), macam sifilis yaitu:
a) Sifilis stadium I (sifilis primer)
Sifilis ini timbul antara 2 -4 minggu setelah kuman
masuk, ditandai dengan adanya benjolan kecil merah
biasanya 1 buah kemudian menjadi luka atau koreng
yang tidak disertai rasa nyeri. Lokasi pada laki-laki
biasanya pada alat kelamin sedangkan pada wanita selain
pada alat kelamin luar bisa juga pada vagina maupun
leher rahim. Tempat lain yang bisa terkena adalah pada
bibir, lidah, sekitar dubur.
b) Stadium II (sifilis sekunder)
Stadium ini terjadi setelah 6-8 minggu dan bisa
berlangsung sampai 9 bulan. Kelainan dimulai dengan
adanya gejala nafsu makan yang menurun, demam, sakit
kepala, nyeri sendi. Stadium ini disebut the great
imitator of the skin deseases karena mempunyai tanda
dan gejala menyerupai penyakit kuht lain berupa bercak
bercak merah, benjolah kecil-kecil seluruh tubuh, tidak
gatal, kebotakan rambut dan sebagainya.
c) Stadium HI (sifilis tersier)
Umumnya timbul antara 3-10 tahun setelah
infeksi.Ditandai dengan 2 macam kelainan yaitu berupa
54
kelainan yang bersifat destruktif pada kulit, selaput
lendir, tulang sendi dan adanya radang yang terjadi
secara perlahan-lahan pada jantung, sistem pembuluh
darah dan syaraf.
3) Komplikasi
Menurut Ardhiyantoro dan Kumalasari (2010),
komplikasi sifilis, yaitu:
a) Dapat menimbulkan kerusakan berat pada otak dan
jantung jika tidak diobati.
b) Selama kebamilan dapat ditularkan pada bayi dalam
kandungan dan dapat menyebabkan keguguran atau
lahir cacat.
c) Memudahkan penularan HIV
c. Ulkus molle
Menurut Ardhiyantoro dan Kumalasari (2010), ulkus
molle,yaituUlkus molle disebabkan oleh infeksi bakteri
haemophillusducreyi yang menular karena hubungan seksual
Gejala: :
1) Luka-luka dan nyeri tanpa radang jelas.
2) Benjolan mudah pecah dilipatan paha disertai sakit.
Komplikasi:
1) Luka dan infeksi hingga mematikan jaringan di
sekitarya.
55
2) Tertular HIV
d. Granuloma inguinale
1) Penyebab
Menurut Handoyo (2010), sebuah luka kecil di bagian
kemaluan akan menyebar lama-kelamaan membentuk
sebuah masa granulomatous (benjolan-benjolan kecil)
yang bisa menyebabkan kerusakan berat organ-organ
kemaluan.
2) Gejala
Menurut Depkes RI (2007), pada stadium awal dimulai
dengan adanya plenting kecil yang akan pecah dalam
waktu singkat kemudian mejadi luka, tidak nyeri dan
sembuh sendiri dalam waktu singkat Dalam waktu antara
1 - 4 minggu setelah luka tersebut sembuh akan timbul
pembengkakan kelenjar lipat paha yang disertai rasa nyeri,
keras, berbentuk seperti sosis.
3) Komplikasi:
Stadium lanjut pada laki-laki dapat menyebabkan
pembengkaka pada peni dan scrotum (elefantiasis
scrotum) sedang pada wanita menyebabkan
pembengkakan bibir kemaluan (elephantiasis
labiae/esthiomene).
56
2. Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan Virus
a. Herpes Genitalis
Menurut Adhiyantoro dan Kumalasari (2010), herpes
genitalis disebabkan virus herpes simplex tipe 1 dan 2 dengan
masainfkubasi antara 4 — 7 hari setelah virus berada dalam
tubuh, dimulai dengan rasa terbakar atau kesemutan pada
tempat masuknya virus. Bagian tubuh yang paling banyak
terinfeksi adalah kepala penis dan preputium (bagian yang
disunat) serta bagian luar alat kelamin, vagina dan serviks.
Gejala :
1) Bintil-bintil berkelompok seperti anggur berair dan nyeri
pada kemaluan, kemudian pecah dan meninggalkan luka
yang kering berkerak, lalu hilang dengan sendirinya.
2) Dapat muncul lagi seperti gejala awal biasana hilang dan
timbul, kambuh apabla ada faktor pencetus, misalnya
karena stres, menstruasi, makan/minum beralkohol,
hubungan seks berlebihan, dan menetap seumur hidup.
3) Membesarnya kelenjar getah bening di selangkangan.
4) Susah buang air kecil.
Komplikasi:
1) Rasa nyeri berasal dari syaraf
2) Tertular pada bayi dan menyebabkan lahir muda, cacat
bayi, lahir mati.
57
3) Radang tenggorokan (faringitis)
4) Infeksi selaput otak (meningitis)
5) Tertular HIV
6) Kanker leher rahim.
b. Kondiloma akuiminata
1) Penyebab
Menurut Ardhiyantoro dan Kumalasari (2010),
kondiloma akuiminata disebabkan oleh virus human
papilloma tipe 6 dan 11 dengan masa inkubasi 2-3 bulan
setelah kuman masuk ke dalam tubuh.
2) Gejala
Menurut Ardhiyantoro dan Kumalasari (2010),
gejalanya yaitu terlihat adanya satu atau beberapa kutil
(lesi) di daerah kemaluan dan lesi ini dapat membesar.
Menurut Depkes RI (2007), gejala pada wanita hamil
dapat membesar sampai dubur dan mirip jengger ayam
atau bunga kol. Pada laki-laki mengenai alat kelamin dan
saluran BAK bagian dalam. Kadang-kadang kutil tidak
terlihat sehingga tidak disadari biasanya laki-laki baru
menyadari setelah dia menulari pasangannya.
3) Komplikasi:
Menurut Depkes RI (2007), komplikasi kondiloma
akuminata yaitu : kanker leher rahim atau kanker kulit
58
disekitar kulit kelamin.
3. Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan jamur
Menurut Ardhiyantoro dan Kumalasari (2010), Infeksi
Menular Seksual (IMS) yang disebabkan jamur yaitu:
Kandidiasis
a. Penyebab
Infeksi kandidiasis disebabkan oleh jamur Candida albican
yang pada umumnya terdapat di susu dan vagina.
b. Gejala:
Menurut Ardhiyantoro dan Kumalasari (2010), gejalanya
yaitu berupa keputihan menyerupai keju disertai lecet serta
rasa gatal dan iritasi di daerah bibir kemaluan dan berbau kas.
Menurut Depkes RI (2007), gejala kandidiasisyaitu : pada
keadaan mormal jamur ini terdapat dikulit maupun di dalam
hang kemaluan perempuan. Tetapi pada keadaan tertentu
jamur ini meluas sedemikian rupa hingga menimbulkan
keputihan. Gejalanya berupa keputihan berwarna putih
seperti susu, bergumpal, disertai rasa gatal panas dan
kemerahan pada kelamin dan di sekitarnya.
4. Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan parasit
Menurut Nugroho (2011), Infeksi Menular Seksual (IMS)
yangdisebabkan parasit, yaitu :
59
1) Trikomonas Vaginalis
Trikomonas adalah infeksi saluran urogenitalia yang dapat
bersifat akut atau kronik dan disebabkan oleh tricomonas
vaginalis.
a) Penyebab
Tricomonas vaginalis merupakan yang berflagela
dengan masa inkubasi sekitar 1 minggu, tapi dapat
berkisar 4-28 hari.
b) Gejala:
Wanita gatal-gatal dan rasa panas, vagina sekret
vagina yang banyak, berbau dan berbusa (sekret yang
berbusa merupakan bentuk klasik dari trikomonas
sebanyak 12%, disuria dengan pruritusedema vulva,
perdarahan kecil-kecil pada permukaan serviks (serviks
strawberry).
2.1.4. Dampak Infeksi Menular Seksual (IMS) bagi remaja
Menurut Depkes RI (2007), dampak Infeksi Menular Seksual
(IMS)bagi remaja perempuan dan laki-laki, yaitu :
1. Infeksi alat reproduksi akan menurunkan kualitas ovulasi sehingga
akan mengganggu siklus dan banyaknya haid serta menurunan
kesuburan.
2. Peradangan alat reproduksi ke organ yang lebih tinggi yang dapat
meningkatkan kecenderungan terjadi kehamilan di luar rahim.
60
3. Melahirkan anak dengan cacat bawaan seperti katarak, gangguan
pendengaran, kelainan jantung dan cacat lainnya.
Menurut Depkes RI (2007), secara psikologis dan fisik dampak
Infeksi Menular Seksual (IMS) bagi remaja, sebagai berikut:
1. Dampak secara psikologis
a. Rendah diri
b. Malu dan takut sehingga tidak mau berobat yang akan
memperberat penyakit atau bahkan akan mengobati jenis dan dosis
tidak tepat yang justru akan memperberat penyakitnya disamping
terjadi resistensi obat.
c. Gangguan hubungan seks setelah menikah karena takut tertular lagi
atau takut menularkan penyakit pada pasangannya.
2. Dampak secara fisik
a. Bekas bisul atau nanah di daerah alat kelamin dapat mengganggu
kualitas hubungan seksual di kemudian hari karena menimbulkan
rasa nyeri dan tidak nyaman waktu berhubungan seks.
b. Nyeri waktu BAK (disuria) karena peradangan mengenai saluran
kemih
c. Gejala neurologi/gangguan syaraf (stadium lanjut sifilis)
d. Lebih mudah terinfeksi HIV
e. Kemandulan dikarenakan perlengketan saluran reproduksi dan
gangguan produksi sperma.
61
2.1.5 Perilaku
2.1.5.1 Pengertian
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari
manusia itu sendiri baik dapat diamati secara langsung maupun
tidak
langsung. Menurut Robert Kwick, perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dapat dipelajari.
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.5.2 Cara pembentukan
Bentuk perubahan perilaku menurut WHO yang disadur oleh
Notoatmodjo (2007) meliputi :
1. Perubahan Alamiah (Natural Change )
Bentuk perubahan perilaku yang terjadi karena perubahan
alamiah tanpa pengaruh faktor- faktor lain. Apabila dalam
masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau
sosial, budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat
didalamnya yang akan mengalami perubahan.
2. Perubahan Rencana (Planned Change)
Bentuk perubahan perilaku yang terjadi karena memang
direncanakan sendiri oleh subyek.
3. Kesediaan Untuk Berubah ( Readiness to Change )
Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.
62
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program
pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau
perubahan tersebut, namun sebagian lagi sangat lamban.
2.1.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Loawrence Green yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2007) bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor-
faktor yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan
keyakinan, nilai-nilai dan motivasi.
2. Faktor Enabling / pendukung
Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
Misalnya : rumah sakit, obat-obatan
3. Faktor Reenforcing / pendorong
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
2.1.5.4 Proses Perubahan Perilaku
Dalam penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadaptasi perilaku baru di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yaitu:
63
1. Awareness(kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2. Interest (merasa senang), yaitu orang mulai tertarik terhadap
stimulus atau obyek tersebut.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden
baik.
4.Trial (mencoba), yaitu orang telah mulai mencoba melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
5. Adaptation (menerima), yaitu subyek telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus. (Notoatmodjo 2007)
64
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Notoatmodjo (2007), Depkes RI (2007)
Infeksi Menular Seksual (IMS)
1. Pengertian
2. Tanda dan Gejala
3. Jenis IMS berdasarkan kuman
penyebab
4. Dampak Infeksi Menular Seksual
(IMS) bagi remaja
Remaja
Pengetahuan Faktor yang
mempengaruhi
perilaku:
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor Enabling /
pendukung
3. Faktor Reenforcing /
pendorong
Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Media masa / informasi
3. Sosial budaya dan
ekonomi
4. Lingkungan
5. Pengalaman
6. Usia
65
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat
praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. (Arikunto 2010)
HA : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan remaja SMA Kelas XI
mengenai infeksi menular seksual (IMS) dengan perilaku seksual
remaja di SMA Negeri 5 Surakarta.
H1 : Ada hubungan tingkat pengetahuan remaja SMA Kelas XI mengenai
infeksi menular seksual (IMS) dengan perilaku seksual remaja di SMA
Negeri 5 Surakarta.
Pengetahuan remaja
tentang Infeksi Menular
Seksual (IMS)
Perilaku Seksual Remaja
66
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif.
Menurut Nursalam (2008), penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa yang penting yang terjadi
pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih
menekankan pada data faktual dari pada penyimpulan. Penelitian kuantitatif
adalah data yang berwujud angka-angka. (Ridwan2012)
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh penelitian dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Hidayat2007).Populasi dalam penelitian ini adalah
semua siswa di kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta yang berjumlah 257
siswa yaitu siswa tahun ajaran 2013-2014.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan
obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
67
(Notoatmodjo2010).Sampel dalam penelitia ini adalah siswa kelas XI
SMA N 5 Surakarta.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah
sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla 1960), sebagai
berikut:
n = 257 / 1+257(0.05)2
= 257 / 1 + 0,06425
= 257 / 1,6425
= 156,46
= 156 sampel
Dimana :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
e : Batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas
toleransi kesalahan.Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan
persentase.Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel
menggambarkan populasi. Misalnya, penelitian dengan batas kesalahan
5% berarti memiliki tingkat akurasi 95%.
68
3.2.3 Teknik sampling
Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam2008).
Pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Menurut Nursalam
(2008), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan
cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi
yang telah dikenal sebelumnya.
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008).
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini yaitu:
1) Siswa-siswi yang masuk saat dilakukan pengambilan data
2) Bersedia menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan subyek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008).
Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini yaitu:
1) Siswa-siswi yang tidak masuk saat dilakukan pengambilan data
2) Tidak bersedia menjadi responden
69
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Lokasi
Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data
selama penelitian berlangsung (Budiarto 2003).Penelitian ini dilakukan
di SMA Negeri 5 Surakarta.
3.3.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis
untuk memperoleh data penelitian yang dilaksanakan (Budiarto2003).
Penelitian ini dilakukanakan pada bulan Oktober – januari 2013.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono2010). Dalam
penelitian hanya menggunakan dua variabel yaitu pengetahuan remaja tentang
Infeksi Menular Seksual (IMS) di SMA Negeri 5 Surakarta Dan perilaku
seksual remaja.Dengan variabel dependen yaitu pengetahuan remaja mengenai
IMS dan variabel independennya yaitu perilaku seksual remaja.
Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruanglingkup
atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau
diteliti(Notoatmodjo2010).
70
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Nama Variabel Pengertian Indikator Alat Ukur Skala
Tingkat
Pengetahuan
Remaja
Pengetahuan merupakan
hasil "tahu" pengindraan
manusia terhadap suatu
obyek tertentu
1. Baik : Menjawab benar
76%-100% dari
pertanyaan yang
diajukan
2. Cukup : Menjawab benar
56%-75% dari
pertanyaan yang
diajukan
3. Kurang :Menjawab benar
<56% dari
pertanyaan yang
diajukan
Kuesioner Ordinal
Perilaku seksual
Remaja
Perilaku manusia pada
hakekatnya adalah suatu
aktifitas dari manusia itu
sendiri baik dapat diamati
secara langsung maupun
tidak langsung.
1. Selalu : diberi nilai 2
2. Kadang : diberi nilai 1
3. Tidak pernah: di beri nilai 0
Kuesioner Nominal
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang dia ketahui
(Arikunto2010).
Kuisioner yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku
seksual siswa adalah kuesioner tertutup dimana sudah disediakan jawabannya
sehingga responden tinggal memilih (Arikunto2010). Pernyataan disusun
berdasarkan kisi-kisi yang diambil dari sumber teori tentang Infeksi Menular
Seksual (IMS). Pernyataan terdiri pemyataan positif (favorable) dan
71
pemyataan negatif (unfavorable) dengan pilihan jawaban benar dan
salah.Penilaian pemyataan positif (favorable) jika benar dengan skor 1 dan
jika salah dengan skor 0. Pemyataan negatif (unfavorable) jika benar dengan
skor 0 dan jika salahdengan skor 1. Pengisian kuisioner tersebut dengan
memberi tanda centang (Ö) pada jawaban yang dianggap benar. Pernyataan
terdiri pemyataan positif (favorable) dan pemyataan negatif (unfavorable)
dengan pilihan jawaban selalu diberi nilai 2, kadang-kadang 1, dan tidak
pernah 0.
Untuk mengetahui kuesioner berkualitas terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi
penelitian.Uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan di SMA Muhammadiyah
2 Gemolong Sragen.
3.4.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto2010). Sebuah
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya
hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus
product moment, yaitu:
Keterangan :
N : Jumlah responden
rxy : Koefisien korelasi product moment
x : Skor pertanyaan
72
y : Skor total
xy : Skor pertanyaan dikalikan skor total
Instrument dikatakan valid jika nilai rhitung>rtabel (0,361)
(Riwidikdo2010).
3.4.2 Uji Reliability
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan
bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban
tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya.
Maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto2006).
Untuk menguji reliabilitas instrumen. Peneliti menggunakan
Alpha Chronbach dengan bantuan proaram komputer. Rumus Alpha
Chronbach adalah sebagai berikut:
Keterangan
r11 = Reliabilitas Instrument
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= Jumlah varian butir
= Varians total
Hasil uji instrumen didapatkan nilai alpha cronbach 's> rkriteria
(0,60), (Ghozali 2005).
73
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan lembar
pertanyaan persetujuan dan membagikan kuesioner pada siswa, kemudian
menjelaskan tentang cara pengisiannya. Responden disuruh mengisi kuesioner
dengan selesai dan kuesioner diambil pada saat itu juga oleh peneliti. Data
yang diperoleh terdiri dari:
3.5.1 Data Primer
Data primer diperoleh secara langsung dari sumbernya atau objek
penelitian oleh peneliti perorangan atau organisasi (Riwidikdo 2006).
Dalam penelitian ini data primer didapatkan dari pengisian kuesioner
tentang pengetahuan remaja mengenai IMS dan perilaku seksual remaja.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak seeara langsung dari
objek penelitian (Riwidikdo 2006). Data sekunder didapatkan dari
SMA Negeri 5 Surakarta yaitu berupajumlah siswa kelas XI.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1 Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010), setelah data terkumpul, maka langkah
yang dilakukan berikutna adalah pengolahan data. Sebelum
melaksanakananalisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih
dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data
tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu:
3.6.1.1Editing (Penyuntingan Data)
74
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau
dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting (edit) terlebih
dahulu.Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.
3.6.1.2Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting selanjutnya
dilakukan pengkodean atau coding yaitu mengubah data berbentuk
kalimat atau atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3.6.1.3Tabulating
Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari
jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian
dimasukkan ke dalam tabel.
3.6.1.4 Memasukkan Data (Data Entri) atau processing
Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden
dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau software komputer.
3.6.1.5 Pembersihan data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden
selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan
dan sebagainya,kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).
75
3.6.2 Analisis Data
3.6.2.1 Analisis Univariat
Menurut Notoatmodjo (2005), analisa univariat yaitu
menganalisa terhadap tiap variabel dari hasil tiap penelitian untuk
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel.
3.6.2.2 Analisis Bivariat
Pengertian analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih
dari dua variable ( Notoadmojo2005)
Analisa ini digunakan untuk mengujihubungan tingkat
pengetahuan remaja SMA Kelas XI mengenai infeksi menular
seksual (IMS) dengan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 5
Surakarta. Pengujian data dilakukan dengan pengujian statistic chi
square dalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara
frekuensi observasi atau yang benar-benar terjadi atau aktual dengan
frekuensi harapan. Yang dimaksud dengan frekuensi harapan adalah
frekuensi yang nilainya dapat di hitung secara teoritis, sedangkan
dengan frekuensi observasi adalah frekuensi yang nilainya di dapat
dari hasil percobaan,untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan remaja SMA Kelas XI mengenai infeksi menular
seksual (IMS) dengan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 5
Surakarta dengan tingkat kepercayaan 95%/α : 0,05 % dengan
ketentuan sebagai berikut :
76
1. Jika P value >α(0,05)maka Ho diterima dan Ha ditolak yang
berarti tidak ada hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja SMA
Kelas XI Mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) Dengan
Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 5 Surakarta.
2. Jika P value<α (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang
berarti ada hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja SMA Kelas
XI Mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) Dengan Perilaku
Seksual Remaja di SMA Negeri 5 Surakarta.
3.7 Etika Penelitian
Setelah mendapat persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian
dengan memperhatikan masalah etika menurut Hidayat (2007), meliputi:
3.7.1 Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian
peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan
serta manfaat yang dilakukannya penelitian. Setelah diberikan
penjelasan,lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika
subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika
subyek penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati haknya.
77
3.7.2 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan
inisial dan memberi nomor pada masing-masing lembar tersebut.
3.7.3Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian
dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan
disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.
78
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 5
Surakarta yang terdiri dari 8 kelas antara lain kelas XI IPA 1 sampai dengan
kelas XI IPA 4 dan kelas XI IPS 1 sampai dengan kelas XI IPS 4 sebanyak
156 responden. Dalam hal ini karakteristik responden meliputi umur, jenis
kelamin, dan pendidikan. Berikut akan dijelaskan satu per satu karakteristik
responden.
4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik responden
berdasarkan jenis kelaminnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 94 60.3
Laki-laki 62 39.7
Total 156 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 94 orang (60,3%) dan
sisanya adalah responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 62 orang
(39,7%).
79
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan umurnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase (%)
16 tahun 13 8.3
17 tahun 141 90.4
18 tahun 2 1.3
Total 156 100
Karakteristik responden berdasarkan umur diketahui bahwa
mayoritas responden berusia 17 tahun yaitu sebanyak 141 siswa
(90,4%).
4.2 Hasil Analisis Univariat
4.2.1 Tingkat Pengetahuan Remaja Mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS)
pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta
Hasil distribusi responden tentang tingkat pengetahuan siswa
kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta mengenai Infeksi Menular Seksual
(IMS) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.3. Tingkat Pengetahuan Siswa Mengenai Infeksi Menular
Seksual (IMS)
Tingkat Pengetahuan Siswa
Mengenai Infeksi Menular
Seksual (IMS)
Frekuensi Persentase (%)
Baik 48 30.8
Cukup 93 59.6
Kurang 15 9.6
Jumlah 156 100
80
Tingkat pengetahuan siswa mengenai infeksi menular seksual
(IMS) diketahui mayoritas responden mempunyai tingkat
pengetahuan mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) yang cukup
yaitu sebanyak 93 responden (59,6%).
4.2.2 Perilaku Seksual Remaja pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 5
Surakarta
Hasil distribusi tentang perilaku seksual remaja pada siswa
kelas XI di SMA Negeri 5 Surakarta dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Perilaku Seksual Remaja pada Siswa Kelas XI di
SMA Negeri 5 Surakarta
Perilaku Seksual Remaja Frekuensi Persentase (%)
Perilaku Baik 119 76.3
Perilaku Buruk 37 23.7
Jumlah 156 100
Perilaku seksual remaja pada siswa kelas XI SMA Negeri 5
Surakarta diketahui bahwa mayoritas responden termasuk ke dalam
kategori perilaku remaja baik yaitu sebanyak 119 responden (76,3%).
4.3 Hasil Analisis Bivariat
Pengujian hubungan antara tingkat pengetahuan remaja SMA kelas XI
di SMA Negeri 5 Surakarta mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan
perilaku seksual remaja menggunakan uji statistik chi square (χ2) dapat dilihat
hasilnya sebagai berikut:
81
Tabel 4.5. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Remaja SMA kelas XI di
SMA Negeri 5 Surakarta Mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS)
dengan Perilaku Seksual Remaja
Tingkat
Pengetahuan
Siswa
tentang IMS
Perilaku Seksual Remaja
c2
hitung
c2
tabel
p
value
Perilaku Baik Perilaku
Buruk Jumlah
n % n % n %
Kurang 0 0% 15 9.6% 15 9.6%
63,168
5,99
0,000
Cukup 71 45.5% 22 14.1% 93 59.6%
Baik 48 30.8% 0 0% 48 30.8%
Jumlah 119 76.3% 37 23.7% 156 100
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai chi square (χ2) sebesar
63,168 > chi square (χ2) tabel (5,99) dengan signifikansi (p value) sebesar
0,000 < 0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
remaja kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta mengenai Infeksi Menular Seksual
(IMS) dengan perilaku seksual remaja.
82
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Demografi
5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 94 responden (60,3%).
Menurut pendapat Wahyuni (2012) setiap remaja yang berjenis
kelamin berbeda memiliki pengetahuan yang berbeda tentang Infeksi
Menular Seksual.
Insidensi aktivitas seksual pada remaja tinggi dan meningkat
sesuai dengan pertambahan usia. Delapan dari sepuluh remaja putri
dan tujuh dari sepuluh remaja putra sudah pernah melakukan hubungan
seksual pada usia 15 tahun (Juariah, 2013).
5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden
berdasarkan umur diketahui mayoritas responden berumur 17 tahun
yaitu sebanyak 24 orang (80%). Menurut Mubarak (2011), semakin
dewasa usia seseorang maka tingkat berfikirnya akan semakin matang.
Semakin matang seseorang maka semakin banyak pula pengalaman
dalam hidup, sehingga semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya.
Hasil serupa dikemukakan oleh Cindra (2013), responden yang
berada pada tahap remaja madya mengalami masa formal-operasional,
sehingga pada tahap ini remaja telah mampu mengambil sikap sesuai
norma dan standar masyarakat dilingkungannya jika dihadapkan pada
suatu hal, misalnya perilaku seksual yang terjadi dikalangannya.
83
5.2 Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas XI di SMA Negeri 5 Surakarta
mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden
tingkat pengetahuan cukup mengenai infeksi menular seksual (IMS) yaitu
sebanyak 17 orang (56,7%). Hal ini berarti responden dapat menjawab
pertanyaan dengan benar sebanyak 9-11 pertanyaan. Hal ini berarti dapat
diasumsikan bahwa siswa kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta sudah cukup
memahami tentang IMS.
Pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual (IMS) di SMA
Negeri 5 Surakarta cukup baik disebabkan siswa disekolah sudah mendapat
pengetahuan tentang IMS dari segi pengertian, macam-macamnya dan sebab
dan akibat dari munculnya IMS melalui pelajaran di sekolah yang disisipkan
melalui pelajaran biologi, maupun melalui penyuluhan yang dilakukan oleh
pihak sekolah. Selain pelajaran di sekolah siswa juga sangat mudah
mendapatkan informasi melalui internet, ataupun media massa. Menurut
Notoatmodjo (2012), pendidikan dan informasi yang cukup sangat berperan
dalam peningkatan pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan
psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan
seseorang.
Hal ini sejalan dengan pendapat dari Kurniawan (2007), bahwa
pengetahuan mengenai permasalahan seksual membantu para remaja memiliki
alternatif positif dalam berperilaku seksual, seperti memilih aktivitas olahraga
untuk menyalurkan hasrat seksual daripada melakukan aktivitas berduaan
dengan pacar yang dapat merangsang timbulnya aktivitas seksual pranikah.
Pengetahuan mengenai positif atau negatifnya suatu perbuatan akan
84
mendorong individu memilih untuk melakukan perilaku yang lebih banyak
memberikan dampak positif daripada negatif.
5.3 Perilaku Seksual Remaja pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 5 Surakarta
diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai perilaku seksual remaja
yang termasuk kategori perilaku baik yaitu sebanyak 119 responden (76,3%).
Hal ini sejalan dengan pemikiran Widyastuti (2005) bahwa pengetahuan
tentang IMS akan mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk di
dalamnya perilaku seksual. Adanya pengetahuan akan menyebabkan individu
memiliki sikap positif dan negatif. Apabila pengetahuan tentang IMS baik
maka perilaku seksual remaja akan menjadi baik pula.
Menurut Cindra (2013), adanya perubahan pola pergaulan yang telah
mengabaikan norma budaya dan agama disebabkan karena perkembangan
globalisasi. Perkembangan globalisasi khususnya globalisasi media tidak
hanya memberikan dampak positif tapi juga memberikan dampak yang negatif
salah satunya yaitu begitu mudahnya mengakses situs-situs porno. Dengan
mengakses situs-situs porno, menimbulkan hasrat seksual remaja menjadi
semakin tinggi yang pada akhirnya mereka cenderung berperilaku buruk jika
tidak tahu tentang dampak dan bahaya dari perilaku seksual bebas tersebut.
5.4 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas XI di SMA Negeri 5
Surakarta mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan Perilaku
Seksual Remaja
85
Hasil penelitian menunjukkan nilai chi square (χ2) hitung sebesar 63,168
> χ2 tabel (5,99) dengan signifikansi (p value) sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini
berarti terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan remaja mengenai Infeksi
Menular Seksual (IMS) dengan Perilaku Seksual Remaja pada siswa kelas XI
SMA Negeri 5 Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
kecenderungan semakin baik pengetahuan remaja tentang IMS semakin baik
pula perilaku seksualnya. Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan yang
merupakan faktor pendorong perilaku seseorang, pengetahuan yang baik akan
mendorong perilaku yang baik pula.
Hasil ini sesuai dengan pendapat dari Wardani (2013) bahwa
pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya
tindakan seseorang. Perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Pengetahuan
diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku
setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi
terhadap tindakan seseorang, terutama dalam hal pengetahuan tentang IMS.
Hasil penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Rohmatika (2013),
yang mendapatkan penelitian pada siswa-siswi di SMA Batik 1 Surakarta
menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara tingkat pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja. Hasil
penelitian dari Juariah, dkk (2013), bahwa terdapat hubungan antara
mekanisme koping yang maladaptif dengan yang melakukan perilaku seks
bebas (Free sex) pada remaja di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara
Bandung dengan p value 0,000. Kedua hasil penelitian ini semakin
86
menguatkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, bahwa pengetahuan
mempunyai pengaruh terhadap perilaku.
87
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan serta paparan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan beberapa
simpulan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan remaja mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS)
pada siswa kelas XI di SMA Negeri 5 Surakarta mayoritas termasuk ke
dalam kategori cukup yaitu sebanyak 93 responden (59,6%).
2. Perilaku seksual remaja pada siswa kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta
mayoritas termasuk dalam perilaku baik yaitu sebanyak 119 responden
(76,3%).
3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan remaja mengenai Infeksi
Menular Seksual (IMS) dengan perilaku remaja dalam pencegahan
HIV/AIDS pada siswa kelas XI SMA Negeri 5 Surakarta dengan nilai χ2
sebesar 63,168 dengan signifikansi (p value) sebesar 0,000 < 0,05.
B. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Bagi SMA Negeri 5 Surakarta
a. Hendaknya pengetahuan seksualitas khususnya mengenai Infeksi
Menular Seksual (IMS) dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah
88
baik dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, sebagai mata
pelajaran Pendidikan Seksualitas. Materi pengetahuan seksualitas
disesuaikan dengan perkembangan anak-anak, serta menekankan
pada semua aspek (kognitif, afektif, konatif, moral dan sosial)
sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat diaplikasikan oleh anak-
anak dari usia SD sampai perguruan tinggi.
b. Diharapkan dapat meningkatkan bimbingan/konseling dari guru
mengenai pendidikan seksualitas khususnya tentang IMS.
2. Bagi Siswa dan Orangtua
a. Siswa harus terus menggali informasi tentang pengetahuan seksual
terutama tentang IMS agar mengetahui lebih dalam tentang apa
maksud IMS, jenisnya, bagaimana cara terinfeksi dan cara
pencegahannya agar tidak terjangkit IMS tersebut baik dari media
massa, pemberi pelayanan kesehatan, keluarga, maupun masyarakat
sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi dasar
pembentukan perilaku seksual paa remaja.
b. Siswa harus dapat mulai berfikir dan bertindak lebih positif dalam
mengambil keputusan dengan lebih mampu menjaga diri atau
melakukan penyaringan terhadap pencegahan IMS dengan
melakukan perilaku-perilaku positif seperti menghindari seks bebas.
c. Siswa dapat mengalihkan pikiran-pikiran tentang perilaku negatif
seperti seks bebas, melihat situs-situs porno atau film porno dengan
melakukan kegiatan-kegiatan positif yang ada di SMA Negeri 5
Surakarta, seperti mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, kerohanian dan
89
lain sebagainya sehingga dapat membantu memperkuat koping
adaptif siswa.
d. Siswa lebih komunikatif dengan guru BK maupun kepada orangtua
dalam memenuhi keingintahuan remaja mengenai pengetahuan
tentang IMS dan perilaku seksual positif serta bagaimana cara hidup
sehat pada remaja, sehingga informasi yang diperoleh remaja sesuai
dengan kebutuhan keingintahuan remaja dengan menyertakan nilai-
nilai norma,agama,sosial yang berlaku di masyarakat.
e. Orang tua sangat berperan penting dan berpengaruh besar dalam
pembentukan mekanisme koping remaja, sehingga orang tua
seharusnya dapat lebih arif dan bijaksana dalam memberikan
informasi secara terbuka dan benar mengenai masalah seksualitas
khususnya tentang IMS. Dengan begitu, mereka tanpa segan dan
malu membicarakan semua persoalan yang dihadapinya. Apabila
mengalami kesulitan dalam memberikan informasi tentang
seksualitas kepada anak, konsultasikanlah pada lembaga atau ahli
yang dapat membantu mengatasi permasalahan seksualitas khususnya
tentang IMS.
3. Bagi Profesi Keperawatan
a. Perawat dapat bekerjasama dengan pihak sekolah melalui program
UKS melalui Puskesmas daerah binaan sekolah tersebut untuk
memberikan pendidikan kesehatan seksualitas khususnya tentang
Infeksi Menular Seksual (IMS) kepada para remaja.
90
b. Tenaga kesehatan diharapkan dapat menyusun strategi promosi
kesehatan yang lebih informatif dan komunikatif mengenai IMS
khususnya pada remaja.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menggali secara lebih luas baik secara kualitatif
maupun kuantitatif mengenai tingkat pengetahuan mengenai Infeksi
Menular Seksual (IMS), perilaku dan sikap yang dimiliki remaja
terhadap seksualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiyantoro dan Kumalasari. 2010. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Depkes RI, 2007. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
Jakarta: Depkes RI
Budiarto, E. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC
Depkes RI, 2007. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Erfandi. 2009. Pengetahuan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi,
http://wwww.forbetterhealth.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Oktober
2012
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Handoyo, A. 2010. Remaja dan Kesehatan: Permasalahan dan Solusi Praktisnya.
Jakarta: PT Perca
Hidayat A. A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medik
Hidayat A. A. 2005. Metodologi Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta
Nototatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta
Nototatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni, Jakarta : Rineka
Cipta
Nugroho, 2011. Mengupas Tuntas 9 PMS (Penyakit Menular Seksual).
Yogyakarta: Nuha Medika
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Riwidikdo, H. 2009. Statistik Kesehatan. Yoyakarta: Mitra Cendikia Press
Riduwan, 2012. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Riduwan, 2009. Statistik Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program R dan
SPSS. Yoyakarta: Pustaka Rihana
Sarlito, W S. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Silalahi, U, 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Sevilla, Consuelo G. et. Al. 2007. Research Methods. Rex Printing Company.
Quezon City. http://wwww.forbetterhealth.wordpress.com. Diakses
tanggal 23 Desember 2013