HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

52
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN PERAWAT RUANG INTENSIVE DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG SKRIPSI Diajukan Oleh: Endah Rundiyati NIM. 13.11308230832 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH SAMARINDA 2015

Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Page 1: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU

CUCI TANGAN PERAWAT RUANG INTENSIVE

DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Endah Rundiyati

NIM. 13.11308230832

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

SAMARINDA

2015

Page 2: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Endah Rundiyati

Nim : 1311308230832

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku

Cuci Tangan Perawat Ruang Intensive Di RSUD

Taman Husada Bontang.

Menyatakan bahwa penelitian yang saya tulis ini benar-benar hasil karya

saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa terdapat plagiat dalam

penelitian ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan

perundang-undangan (Permendiknas No. 17, tahun 2010).

Samarinda, 12 Februari 2015

Endah Rundiyati

NIM 13.11308230832

Page 3: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU

CUCI TANGAN PERAWAT RUANG INTENSIVE

DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

SKRIPSI

Disusun Oleh :

ENDAH RUNDIYATI

NIM. 13. 11308230832

Disetujui untuk diujikan

Pada tanggal, 13 FEBRUARI 2015

Page 4: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU

CUCI TANGAN PERAWAT RUANG INTENSIVE

DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

SKRIPSI

Disusun Oleh :

ENDAH RUNDIYATI

NIM. 13. 11308230832

Disetujui untuk diujikan

Pada tanggal, 13 FEBRUARI 2015

Page 5: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Cuci Tangan Perawat Ruang Intensive

di RSUD Taman Husada Bontang

Endah Rundiyati1, Siti Khoiroh Muflihatin2, Faried Rahman Hidayat2

INTISARI

Latar belakang: Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit cukup tinggi tanpa terkecuali RSUD Taman Husada Bontang. Program pencegahan dan pengendalian infeksi serta sarana kesehatan di RSUD Taman Husada Bontang selain sebagai tolak ukur untuk menilai mutu pelayanan juga digunakan sebagai pelindung pasien, petugas rumah sakit dan keluarga pasien dari resiko infeksi nosokomial. Salah satu usaha pencegahan infeksi nosokomial yakni dengan melakukan cuci tangan yang baik dan benar. Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku cuci tangan perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada Bontang. Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan total sampel 54 responden. Instrumen yang digaunakan adalah instrumen pengetahuan dan perilaku yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku dalam bentuk kuesioner. Hasil: Didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada dalam kategori cukup (53,7%) dan memiliki perilaku mencuci tangan kategori baik (87,0%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku cuci tangan perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada Bontang (p value = 0,001). Kesimpulan: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku cuci tangan perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada Bontang Kata Kunci: Infeksi nosokomial, pengetahuan, perilaku

1 Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Samarinda 2 Dosen STIKES Muhammadiyah Samarinda

Page 6: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Relationship of Knowledge with The Behavior Of Hand Wash Room Nurses Intensiveo in the Taman Husada Hospital

Bontang

Endah Rundiyati1, Siti Khoiroh Muflihatin2, Faried Rahman Hidayat2

ABSTRACT Background: Currently attention to nosocomial infections in hospitals is high enough without exception Hospital Taman Husada Bontang. Infection prevention and control programs as well as health facilities in hospitals Taman Husada Bontang than as a benchmark for assessing the quality of service is also used as a protector of patients, hospital staff and relatives of patients from the risk of nosocomial infections. One of the nosocomial infection prevention efforts to do good hand washing and correct. Objective: To determine the correlation between knowledge with handwashing nurse in the intensive care hospitals Taman Husada Bontang. Methods: The study was a descriptive correlation with cross-sectional design. Sampling using total sampling with a total sample of 54 people. Digaunakan instrument is an instrument of knowledge and behavior that aims to determine the level of knowledge and behavior in the form of a questionnaire. Results: It was found that the level of knowledge of the intensive care nurses in hospitals Taman Husada Bontang in enough categories (53.7%) and had a good handwashing behavior category (87.0%). Statistical analysis showed that there is a level of knowledge with handwashing nurse in the intensive care hospitals Taman Husada Bontang (p value = 0.001). Conclusion: There is a relationship between the level of knowledge with handwashing nurse in the intensive care hospitals Taman Husada Bontang Keywords: Nosocomial infections, knowledge, behavior ___________________________________________________________________ Students STIKES Muhammadiyah 1 Samarinda 2 Lecturer STIKES Muhammadiyah Samarind

Page 7: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 42

A. Rancangan Penelitian ................................................................. 42

B. Populasi dan Sampel .................................................................. 42

C. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 44

D. Definisi Operasional ..................................................................... 45

E. Instrumen Penelitian..................................................................... 46

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 48

G. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 54

H. Teknik Analisa Data ..................................................................... 55

I. Jalannya Penelitian ...................................................................... 59

J. Etika Penelitian ............................................................................ 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 64

A. Hasil penelitian ......................................................................... 64

B.Pembahasan............................................................................... 72

KUNJUNGI PERPUSTAKAAN UMKT SAMARINDA

Page 8: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik

untuk mencuci tangan, cuci tangan dengan antiseptik, maupun

handrub antiseptik. Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman mencuci

tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh Association for

Professionals in Infection Controls (APIC). Pada tahun 2009, WHO

mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is

safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand

hygiene untuk petugas kesehatan dengan my five moments for

hand hygiene.

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum

harus diwujudkan melalui upaya kesehatan dalam rangkaian

pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang

didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Pemerintah telah

menyusun kebijakan nasional dengan menerbitkan Keputusan

Menteri Kesehatan (Kepmenkes RI) nomor 270 tahun 2007 tentang

pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain. Pemerintah

juga telah menerbitkan Kepmenkes 382 tahun 2007 tentang

pedoman pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di

rumah sakit.

Page 9: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah

rumah sakit cukup tinggi. Program pencegahan dan pengendalian

infeksi di rumah sakit dan sarana kesehatan sebagai tempat

pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu

pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas rumah sakit,

pengunjung dan keluarga pasien dari resiko tertularnya infeksi

karena dirawat, bertugas atau berkunjung ke suatu rumah sakit

atau sarana kesehatan yang lain. Rumah sakit merupakan tempat

merawat pasien dengan berbagai kondisi. keadaan ini

memungkinkan terjadinya infeksi nasokomial, salah satu usaha

pencegahan infeksi nosokomial adalah dengan cara cuci tangan.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,

dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan

tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Rata-

rata pendidikan perawat di RSUD Taman Husada Bontang minimal

Diploma III dan Sarjana Keperawatan, sehingga bisa dikatakan

tingkat pendidikannya tinggi. Pengetahuan cuci tangan dapat

diperoleh dari poster-poster ataupun petunjuk cuci tangan sesuai

standar pada tiap unit perawatan. Adanya pengetahuan akan cuci

tangan yang benar bisa memberikan perlindungan terhadap

Page 10: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

penularan atau kontaminasi silang penyakit dari satu pasien ke

pasien lainnya.

Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam

pengendalian infeksi nasokomial adalah peningkatan kemampuan

petugas kesehatan dalam metode universal precautions

(kewaspadaan universal), yaitu suatu cara penanganan baru untuk

meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien,

tanpa memperdulikan status infeksi.

Setiap tahun, ratusan juta pasien di seluruh dunia

dipengaruhi oleh infeksi terkait perawatan kesehatan. Lebih dari

setengah dari infeksi dapat dicegah dengan membersihkan tangan

saat melakukan perawatan pasien. Infeksi yang terjadi akibat

perawatan kesehatan ini biasanya terjadi ketika kuman yang

ditransfer oleh tangan penyedia layanan kesehatan menyentuh

pasien. Dari 100 pasien rawat inap, setidaknya 7 di Negara maju

dan 10 di Negara-negara berkembang akan memperoleh infeksi

terkait perawatan kesehatan. Diantara pasien sakit kritis dan rentan

di unit perawatan intensive, angka itu meningkat menjadi sekitar

30/100 (WHO, 2013).

Prosedur perawatan pasien memungkinkan terkolonisasinya

kuman di tangan petugas kesehatan, sehingga timbul indikasi cuci

tangan. Kebiasaan pelaksanaan prosedur cuci tangan sesudah

kontak, karena banyaknya petugas kesehatan yang kurang

Page 11: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

menyadari pentingnya cuci tangan sebelum memulai pekerjaannya.

Padahal, jika melakukan praktek cuci tangan, pasien mungkin

terlindungi dari organisme pathogen yang dibawa petugas

kesehatan. Kebersihan tangan merupakan salah satu tindakan

penting dalam tata laksana pasien kritis yang dirawat di unit

perawatan intensif (intensive care unit / ICU). Pasien kritis yang

dirawat di ICU umumnya rentan terhadap infeksi nasokomial akibat

daya tahan tubuh rendah dan pemasangan kateter invasive

multiple. Salah satu tolok ukur keberhasilan pencegahan dan

pengendalian infeksi di ICU adalah ada tidaknya transmisi oleh

kuman Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

dengan melakukan salah satu tindakan yaitu kebersihan tangan.

Menjaga kebersihan tangan yang baik selama perawatan

kesehatan dengan menggunakan antiseptik berbasis alkohol

tangan atau mencuci tangan dengan sabun dan air jika terlihat

kotor mengurangi resiko infeksi tersebut. Kebersihan tangan adalah

solusi sederhana dan efektif untuk mengurangi penyebaran infeksi

dan kuman multiresisten, dan untuk melindungi pasien dari infeksi

terkait perawatan kesehatan.

Program pencegahan dan pengendalian infeksi di ICU tidak

akan berhasil bila tidak memperhatikan kebersihan tangan.

Meskipun kebersihan tangan merupakan suatu tindakan yang

mudah, tapi dalam praktik sehari-hari masih jauh dari memuaskan

Page 12: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

apalagi jika dikaitkan dengan patient safety. Perilaku cuci tangan

perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh

besar terhadap kesehatan perawat dalam pencegahan terjadinya

infeksi nasokomial. Perawat mempunyai andil yang sangat besar

terhadap terjadinya infeksi nasokomial, karena perawat berinteraksi

secara langsung dengan pasien selama 24 jam (RSPI Sulianti

Saroso, 2005).

Data yang ada di RSUD Taman Husada Bontang pada

tahun 2013, sesuai rekapan hasil audit hand hygiene scoring yang

didapatkan adalah terendah 0 % dan tertinggi 16 % pada tiap-tiap

ruangan rawat inap. Resistensi kuman yang ada pada kultur pasien

di ICU, seperti acinobacter baumannii, enterobacter cloacae,

staphylococcus haemolyticus, staphylococcus hominis,

streptococcus viridians, Escherichia coli, pseudomonas aeruginosa,

anterobacter cloacae, aeromonas hydrophilia, klebsiella

pneumonia.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan

kepada 10 orang tenaga kesehatan dengan tekhnik wawancara, 7

orang mengatakan mereka mengetahui tentang pentingnya

mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan

pasien, 2 orang mengatakan cuci tangan hanya dilakukan sesudah

kontak dengan pasien, dan 1 orang mengatakan tidak perlu

mencuci tangan bila tidak bersentuhan dengan cairan tubuh pasien.

Page 13: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Selain itu, berdasarkan pengamatan langsung ditemukan perilaku

cuci tangan petugas kesehatan yang belum sesuai standar yaitu

tidak menggunakan prinsip Five Moments of Hand Hygiene,

padahal pengetahuan tentang cuci tangan sangat bermanfaat baik

untuk petugas kesehatan dan untuk pasien juga. Berdasarkan hal

tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku cuci tangan

perawat ruang intensive RSUD Taman Husada Bontang.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku cuci tangan

perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada Bontang?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan

perilaku cuci tangan perawat ruang intensive di RSUD Taman

Husada Bontang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden perawat ruang

intensive di RSUD Taman Husada Bontang.

Page 14: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

b. Untuk menggambarkan tingkat pengetahuan cuci tangan

perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada Bontang.

c. Untuk mengetahui perilaku perawat ruang intensive dalam

melakukan cuci tangan di RSUD Taman Husada Bontang.

d. Untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dengan

perilaku cuci tangan perawat di ruang intensive di RSUD

Taman Husada Bontang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pihak rumah sakit

Sebagai masukan dalam rangka upaya pelaksanaan universal

precaution khususnya cuci tangan lebih diperhatikan lagi.

2. Bagi perawat

Sebagai masukan dalam menerapkan prosedur cuci tangan

untuk mencegah terjadinya infeksi nasokomial dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

3. Bagi pasien

Dapat menurunkan resiko kejadian infeksi nasokomial, sehingga

dapat memperpendek hari rawat inap dan biaya perawatan

rumah sakit.

Page 15: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

4. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pedoman

dalam upaya mencegah infeksi nasokomial yang berhubungan

dengan perilaku cuci tangan.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Hasilnya dapat digunakan sebagai pedoman atau gambaran

untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. Keaslian penelitian

Penelitian serupa dengan penelitian yang sedang dilakukan peneliti

adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin (2012) yang berjudul,

“Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif”.

Penelitian dilakukan dengan cara observasi menggunakan

desain pretest dan posttest dengan menggunakan sosialisasi

mencuci tangan 5 momen dalam bentuk kuliah dan diskusi

sebagai bentuk intervensi. Pengukuran tingkat pengetahuan

dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu sebelum kuliah sosialisasi

mencuci tangan 5 momen dan sesudah kuliah sosialisasi

mencuci tangan 5 momen. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah pada desain penelitian.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin, desain

penelitian menggunakan komparatif, yaitu untuk

Page 16: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

membandingkan pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi, sedangkan pada penelitian yang dilakukan

menggunakan desain penelitian korelasi, yaitu untuk melihat

hubungan antara variabel independen (tingkat pengetahuan

cuci tangan) dengan variabel dependen (perilaku cuci tangan).

Selain itu, perbedaan terletak pada variabel yang diteliti. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin, variabel yang diteliti

adalah 5 momen cuci tangan, sedangkan pada penelitian yang

dilakukan, variabel yang diteliti hanya melihat perilaku cuci

tangan pada satu waktu saja. Selain itu, perbedaan terletak

pada analisa data yang dilakukan. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Jamaludin, analisa bivariat menggunakan Uji-t

berpasangan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan,

analisa bivariat menggunakan Kolmogorov-Smirnov.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rabbani (2013) dengan judul,

“Hubungan Pengetahuan Terhadap Perilaku Cuci Tangan

Petugas Kesehatan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak BLU RSUP

Prof DR RD Kandau Manado”. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan desain observasi dengan studi korelasi. Analisa

bivariat dilakukan dengan menggunakan Chi Square.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan

adalah subjek penelitian dan metode penelitiannya

menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Pada penelitian yang

Page 17: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

dilakukan oleh Rabbani, subjek penelitian adalah petugas

kesehatan di ruang perawatam biasa, sedangkan pada

penelitian yang dilakukan, subjek penelitian adalah petugas

kesehatan di ruang intensive.

3. Penelitian yang dilakukan Endang (2013) dengan judul

“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Mencuci

Tangan Siswa Sekolah Dasar”. Penelitian Menggunakan

Metode penelitian quasi eksperiment dengan desain yang

digunakan adalah pretest-posttest control group design, analisis

data menggunakan uji pairet t-test uji independent t-test.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah menggunakan

rancangan deskriptif korelasi, dengan analisis bivariatnya

menggunakan Kolmogorov-Smirnov.

Page 18: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Pengetahuan

a. Definisi pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu , dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan

manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmojo,2011).

Pengetahuan (knowledge) juga diartikan sebagai hasil

penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap

obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, dan

sebagainya), dengan sendirinya pada waktu penginderaan

sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap

obyek (Notoatmojo, 2007).Pengetahuan adalah kesan

didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca

inderanya dan berbeda dengan kepercayaan (believes),

takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang

keliru (mis information) (Soekanto, 2003).

Page 19: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

b. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(ovent behavior).Pengetahuan seseorang terhadap obyek

mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda.

Pengatahuan yang cukup di dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkat, yaitu: (Notoatmojo, 2010)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)

memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati

sesuatu. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap

obyek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi

orang tersebut harus dapat mengintepretasikan secara

benar tentang obyek yang diketahui tersebut.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah

memahami obyek yang dimaksud dapat menggunakan

Page 20: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui

tersebut pada situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan memisahkan dan mencari hubungan

antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau obyek yang diketahui.Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat

analisis adalah apabila seseorang tersebut telah dapat

membedakan, atau mengelompokkan, membuat diagram

(bagan) terhadap pengetahuan atas obyek tersebut.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan

seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam

satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis

adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

obyek tertentu.Penilaian ini dengan sendirinya

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

Page 21: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada 7 faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar

mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa

makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula

mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin

banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Begitupun

sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikanya rendah,

akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan informasi.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur sesorang akan terjadi

perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental).

Pertumbuhan fisik secara garis besar ada 4 kategori

perubahan, yaitu: perubahan ukuran, perubahan

Page 22: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

proporsi, hilangnya cirri-ciri lama dan timbulnya cirri-ciri

baru.

Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.Pada aspek

psikologis dan mental taraf berpikir seseorang semakin

matang dan dewasa.

4. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang

tinggi terhadap sesuatu minat menjadikan seseorang

untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada

akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5. Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami

seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang

akan berusaha untuk melupakan, namun jika

pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan

maka secara psikologis akan timbul kesan yang

membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap

positif.

6. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu

wilayah memiliki budaya untuk menjaga kebersihan

Page 23: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

lingkungan, maka masyarakat sekitarnya mempunyai

sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

7. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.

d. Cara-cara memperoleh pengetahuan:

1) Cara kuno

a) Cara coba salah

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban.Cara

coba salah ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba.

Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut

dapat dipecahkan

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapatberupa pemimpin-

pemimpin masyarakat baik formal atau informal, ahli

agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip

orang lain yang menerima yang dikemukakan oleh

orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji

Page 24: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi masa lalu.

2) Cara modern

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih

popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-

mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626),

kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven.

Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang

dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

e. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan (Notoatmojo, 2003) dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian

atau responden. Menurut Aswar (2010), pengkategorian

tingkat pengetahuan digolongkan menjadi, yaitu:

1) Baik : jika skor 20-23

Page 25: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

2) Cukup : jika skor 12-19

3) Kurang : jika skor 0-11

2. Perilaku

a. Konsep perilaku

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu tindakan

dari manusia itu sendiri. Perilaku manusia mempunyai

bentangan sangat luas, mencakup berjalan, berbicara,

bereaksi, berpakaian dan sebagainya.Jadi dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar.

Skiner, seorang ahli psikologi seperti yang dikutip

Notoatmojo (2003), menyatakan bahwa perilaku merupakan

respon terhadap stimulus yang diterima dari luar. Oleh

karena ada stimulus tersebut, maka akan terjadi perilaku

pada organisme tersebut yang merupakan respon.

Sehingga teori ini dinamakan “S-O-R” atau “Stimulus-

Organism-Respon”. Dilihat dari bentuk respon terhadap

stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2:

Page 26: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Seseorang dalam memberikan respon terhadap suatu

stimulus masih terselubung atau tertutup (covert).

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan /

kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

tindakan nyata atau terbuka. Respon tersebut sudah

jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga

manusia berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori

tentang perilaku (Machfoedz dan Suryani, 2007):

1) Teori naluri (instinc theory)

Menurut Mc Dougall perilaku ini disebabkan oleh

naluri, dan Mc Dougall mengajukan suatu daftar naluri.

Naluri merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan,

dan naluri akan mengalami perubahan karena

pengalaman. Pendapat Mc Dougall ini mendapat

tanggapan yang cukup tajam dari F. Allport yang

Page 27: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

menerbitkan buku psikologi sosial pada tahun 1924, yang

berpendapat bahwa perilaku manusia itu disebabkan

oleh banyak faktor, termasuk orang-orang yang ada

disekitarnya dengan perilakunya.

2) Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa

organisme ini mempunyai dorongan-dorongan atau drive

tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan

kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong

organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai

kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi

kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri

organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat

memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi

pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan

tersebut. Oleh karena itu menurut Hull disebut juga teori

drive-reduction.

3) Teori insentif (incentive theory)

Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat

dan berperilaku. Insentif atau disebut juga reinforcement

ada yang positif dan negatif.Reinforcement positif adalah

yang berkaitan dengan hadiah atau award, sedangkan

reinforcement negatif adalah yang berkaitan dengan

Page 28: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

sanksi sehingga dapat menghambat organisme dalam

berperilaku.ini berarti bahwa perilaku tumbuh karena

adanya insentif atau reinforcement.

4) Teori atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku

orang.Apakah perilaku tersebut disebabkan oleh

disposisi internal (misal motif, sikap dan lain-lain) ataukah

oleh keadaan eksternal.Teori ini dikemukakan oleh Fritz

Heider dan teori ini menyangkut lapangan psikologi

sosial.Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi

internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.

b. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner pada

pembahasan sebelumnya, maka perilaku kesehatan

adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman serta lingkungan (Notoatmojo, 2005). Dari

batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan

menjadi 3 kelompok, yaitu :

Page 29: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah tindakan

atau usaha-usaha seseorang untuk menjaga serta

meningkatkan kesehatannya agar terhindar dari

penyakit.

2. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan

penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bila

telah sembuh dari sakit.

3. Perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang

dalam keadaan sehat

4. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau

fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku

pencarian pengobatan (Health seeking behavior)

5. Perilaku kesehatan lingkungan.

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana

seseorang (organisme) merespon lingkungan

terhadap stimulus yang diterima, baik lingkungan

fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan

tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dapat

disimpulkan bahwa perilaku kesehatan lingkungan

adalah upaya-upaya yang dilakukan seseorang

dalam mengelola lingkungannya sehingga tidak

Page 30: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

menyebabkan sakit baik bagi dirinya sendiri maupun

anggota keluarga yang lain serta masyarakat sekitar.

c. Faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku :

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo

(2007), faktor perilaku dibentuk oleh 3 faktor utama:

1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu

faktor yang mempermudah atau mempredisposisi

terjadinya perilaku seseorang, antara lain :

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,

nilai-nilai dan tradisi.

2) Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor

yang memungkinkan atau yang memfasilitasi

perilaku atau tindakan antara lain sarana dan

prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku

kesehatan.

3) Faktor penguat (reinforcing factor), faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku,

misalnya meskipun seseorang tahu dan mampu

untuk berperilaku sehat, tetapi tidak

melakukannya.

Page 31: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

3. Cuci tangan

a. Pengertian Cuci Tangan

Menurut Purohito (1995), mencuci tangan merupakan

syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan

tindakan keperawatan. Mencuci tangan adalah membasahi

tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit,

agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar

hilang.Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan

mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yang berada pada kuku, tangan, dan

lengan (Schaffer, et. al., 2000).

Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan

debu secara mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan

memakai sabun dan air (Tietjen, 2004).

Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis

melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan

menggunakan sabun biasa dan air (Depkes, 2007).

Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan

sesudahmelakukan tindakan keperawatan walaupun

memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain.

Tindakan ini penting untuk mengurangi mikroorganisme

yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat

Page 32: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi

(Nursalam dan Ninuk, 2007).

Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila

tangan terlihat kotor atau terkontaminasi dengan bahan-

bahan protein.Gunakan handrub berbasis alkohol secara

rutin untuk dekontaminasi tangan, jika tangan tidak

terlihat ternoda.Jangan gunakan produk berbasis alkohol

setelah menyentuh kulit yang tidak utuh, darah atau

cairan tubuh, pada kondisi ini cuci tangan dengan

menggunakan sabun dan air mengalir dan keringkan

dengan lap / handuk tisu sekali pakai.

b. Tujuan cuci tangan

Tujuan mencuci tangan menurut Depkes (2007)

adalah merupakan salah satu unsur pencegahan

penularan infeksi.

c. Indikasi cuci tangan

Menurut Pedoman Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan lainnya:

1) Segera: setelah tiba di tempat kerja.

2) Sebelum:

a) kontak langsung dengan pasien.

Page 33: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

b) memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan

klinis dan tindakan invasive (pemberian suntikan

intra vaskuler).

c) menyediakan / mempersiapkan obat-obatan.

d) mempersiapkan makanan.

e) memberi makan pasien.

f) meninggalkan rumah sakit.

3) Diantara: prosedur tertentu pada pasien yang sama

dimana tangan terkontaminasi, untuk menghindari

kontaminasi silang.

4) Setelah:

a) kontak dengan pasian.

b) melepas sarung tangan.

c) melepas alat pelindung diri

d) kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi,

ekskresi, eksudat luka dan peralatan yang

diketahui atau kemungkinan terkontaminasi

dengan darah, cairan tubuh, ekskresi (bedpen,

urinal), apakah menggunakan atau tidak

menggunakan sarung tangan.

e) menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung

dengan tangan.

Page 34: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Menurut WHO 5 momen penting cuci tangan:

1) Sebelum bersentuhan dengan pasien

2) Sebelum melakukan prosedur bersih / steril

3) Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien

resiko tinggi

4) Setelah bersentuhan dengan pasien

5) Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar

pasien

Gambar 2.1 The Five Moment For Hand Hygiene (WHO, 2009)

d. Cara mencuci tangan

Menurut Nursalam dan Ninuk (2007), ada 3 cara cuci

tangan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan, yaitu :

1) Cuci tangan higienik atau rutin

Yaitu mengurangi kotoran dan flora yang ada

ditangan dengan menggunakan sabun atau detergen

Page 35: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

2) Cuci tangan aseptic

Yaitu cuci tangan sebelum tindakan aseptik pada

pasien dengan menggunakan antiseptic

3) Cuci tangan bedah

Yaitu sebelum melakukan tindakan bedah, cara

aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.

Disamping cara diatas ada alternative cuci tangan

yaitu cuci berbasis alkohol, menurut Depkes, cuci

tangan alternatif hanya menggantikan cuci tagan

hygienis/rutin, tidak dapat menggantikan cuci tangan

bedah.

e. Persiapan membersihkan tangan

1) Air mengalir

Sarana utama untuk cuci tangan adalah air

mengalir dengan saluran pembuangan atau bak

penampung yang memadai. Dengan guyuran air

mengalir tersebut maka mikroorganisme yang

terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat

cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di

permukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa

kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung,

namun cara mengguyur dengan gayung memiliki

risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik

Page 36: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

melalui gagang gayung ataupun percikan air bekas

cucian kembali ke bak penampungan air bersih. Air

kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat

diupayakan secara sederhana dengan tangki berkran

di ruang pelayanan / perawatan kesehatan agar

mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang

memerlukannya. Selain air mengalir ada, ada dua

jenis bahan pencuci tangan yang dibutuhkan, yaitu:

sabun atau detergen dan larutan antiseptik.

2) Sabun

Bahan tersebut tidak membunuh

mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi

jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi

tegangan permukaan sehingga mikroorganisme

terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa

oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang

dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun

dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun

atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang

dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.

3) Larutan antiseptik

Larutan antiseptik atau disebut juga

antimikroba topical, dipakai pada kulit atau jaringan

Page 37: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau

membunuh mikroorganisme pada kulit.Antiseptik

memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk

digunakan pada kulit dan selaput mukosa.Antiseptik

memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktifitas,

akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai

dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan

reaksi kulit masing-masing individu.

Kulit manusia tidak dapat disterilkan.Tujuan yang

ingin dicapai adalah penurunan jumlah

mikroorganisme pada kulit secara maksimal erutama

kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah

sebagai berikut :

a) Memiliki efek yang luas, menghambat atau

merusak mikroorganisme secara luas (gram positif

dan gram negatif, virus lipofilik, bacillus dan

tuberculosis, fungi endospora).

b) Efektifitas.

c) Kecepatan aktifitas awal.

d) Efek residu,aksi yang lama setelah pemakaian

untuk meredam pertumbuhan.

e) Tidak mengakibatkan iritasi kulit.

f) Tidak menyebabkan alergi.

Page 38: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

g) Efektif sekali pakai, tiadak perlu diulang-ulang.

h) Dapat diterima secara visual maupun estetik.

4) Lap tangan yang bersih dan kering atau tissue.

f. Prosedur mencuci tangan

1) Menggunakan sabun dan air

Tehnik cuci tangan dengan sabun dan air harus dilakukan

seperti dibawah ini :

a) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih

b) Tuangkan 3-5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh

permukaan tangan

c) Ratakan dengan kedus telapak tangan

d) Gosok punggung dan sela-sela jari

e) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

f) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan

kanan dan lakukan sebaliknya

g) Bilas kedua tangan dengan air mengalir

h) Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue

towel sampai benar-benar kering

i) Gunakan handuk sekali pakai atau tisu towel untuk

menutup kran.

2) Menurut WHO cara cuci tangan 7 langkah pakai sabun

yang baik dan benar, adalah sebagai berikut :

Page 39: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

a) Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan

lengan memalai air yang mengalir, ambil sabun

kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara

lembut.

b) Usap dan juga gosok kedua punggung tangan secara

bergantian.

c) Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga

bersih.

Page 40: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

d) Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan

mengatupkan.

e) Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.

Page 41: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

f) Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok

perlahan.

g) Bersihkan kedua pergelangan tangan secara

bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri

dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air

bersih yang mengalir, lalu keringkan memakai handuk

atau tisu.

Gambar 2.2 langkah cuci tangan, WHO

Cara cuci tangan 7 langkah diatas umumnya

membutuhkan waktu 15-20 detik.

Page 42: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

2) Menggunakan handrub

Penggunaan handrubantiseptic untuk tangan

yang bersih lebih efektif membunuh flora residen dan

flora transien dari pada mencuci tangan dengan

sabun antiseptik atau dengan sabun biasa dan

air.Antiseptik ini mudah dan cepat digunakan serta

menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal

yang lebih besar (Girou et al. 2002).Handrub

antiseptic juga berisi emolien seperti gliserin, glisol

propelin, atau sorbitol yang melindungi dan

melembutkan kulit.Tehnik untuk menggosok tangan

dengan antiseptic pada prinsipnya sama tehniknya

dengan mencuci pakai sabun dengan 7 langkah.

Handrub antiseptic tidak menhilangkan kotoran

atau zat organik, sehingga jika tangan sangat kotor

atau terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus

mencuci tangan dengan sabun air terlebih

dahulu.Selain itu, untuk mengurangi penumpukan

emolien pada tangan setelah pemakaian handrub

antiseptic berulang, tetap diperlukan mencuci tangan

dengan sabun dan air setiap kali setelah 5-10 kali

aplikasi handrub.Terakhir, handrub yang berisi alcohol

sebagai bahan aktifnya, memiliki efek residual yang

Page 43: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

terbatas dibandingkan dengan handrub yang berisi

campuran alkohol dan antiseptik seperti

khlorheksidine.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga

kebersihan tangan:

1) Jari tangan

Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah

kuku mengandung jumlah mikroba tertinggi (Mc

Ginley, Larson dan leydon 1988). Beberapa

penelitan baru-baru ini telah memperlihatkan kuku

yang panjang dapat berperan sebagai reservoir

untuk bakteri gram negative (P. aeruginosa), jamur

dan pathogen lain (Hedderwick et al, 2000). Kuku

panjang baik yang alami maupun buatan, lebih

mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al,

1993).Oleh karena itu kuku harus dijaga tetap

pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.

2) Kuku buatan

Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku,

pemanjang akrilik) yang dipakai oleh petugas

kesehatan dapat berperan dalam infeksi

nasokomial (Heddewick et. al,2000).

Page 44: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

3) Cat kuku

Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak

diperkenankan.Cat kuku dapat terlepas dari kuku

dan berpindah saat melakukan kontak dengan

pasien, hal ini sangat berbahaya.

4) Perhiasan

Penggunaan perhiasan tidak diperkenankan pada

area tangan, seperti cincin, karena adanya resiko

akumulasi bakteri pathogen pada perhiasan yang

dipakai.

B. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin (2012) yang berjudul,

“Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif”

dengan hasil terdapat perbedaan kepatuhan mencuci tangan

sebelum dan sesudah intevensi (48,14% vs 60,74%), sehingga

dapat ditarik kesimpulan program sosialisasi dapat meningkatkan

pengetahuan dan kepatuhan cuci tangan 5 momen.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rabbani (2013) dengan judul,

“Hubungan Pengetahuan Terhadap Perilaku Cuci Tangan Petugas

Kesehatan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak BLU RSUP Prof DR RD

Kandau Manado” dengan hasil terdapat hubungan antara

Page 45: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

pengetahuan dengan perilaku cuci tangan petugas kesehatan (p

value=0,037)

3. Penelitian yang dilakukan oleh Endang Z (2013) dengan judul

“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Mencuci

Tangan Siswa Sekolah Dasar” dengan hasil adanya pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan pada

siswa, untuk pengetahuan diperoleh nilai p = 0,001, sedangkan

perilaku diperoleh nilai p = 0,039.

Page 46: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

C. Kerangka Teori Penelitian

Gambar 2.3 : Kerangka Teori Penelitian

Faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku:

(Lawrence Green, 1980 dalam

Notoatmojo, 2007)

1. Faktor predisposisi

(pengetahuan, sikap,

keyakinan, kepercayaan,

nilai-nilai dan tradisi)

2. Faktor pemungkin (umur,

status sosial ekonomi,

pendidikan, sumber daya,

prasarana, dan sarana

3. Faktor pendorong (contoh

dari tokoh masyarakat yang

menjadi panutan

Faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan

1. Pendidikan

2. Pekerjaan

3. Umur

4. Minat

5. Pengalaman

6. Kebudayan

7. Informasi

Pengetahuan yang cukup di

dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

(Notoatmojo, 2003)

1. Tahu (know)

2. Memahami

(comprehention)

3. Aplikasi (application)

4. Analisis (analysis)

5. Sintesis (synthesis)

6. Evaluation (evaluation)

Perilaku cuci tangan:

1. Baik

2. Kurang baik

Page 47: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

D. Kerangka Konsep Penelitian

V. Independen V. Dependen

Gambar 2.4 : Kerangka konsep penelitian

Keterangan :

: menunjukkan arah hubungan

E. Hipotesis/Pertanyaan Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang perlu diuji

kebenarannya.Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis

digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis. Pengujian

hipotesis ada 2, yaitu :

1. Hipotesis nol (H0)

Adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan

sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang

Tingkat pengetahuan

tentang cuci tangan :

- Baik

- Cukup

- Kurang

Perilaku cuci tangan:

- Baik

- Kurang baik

Page 48: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

menyatakan tidak ada hubungan antara variabel satu dengan

yang lain.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H0 : tidak ada hubungan antara pengetahuan dan perilaku cuci

tangan perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada

Bontang.

2. Hipotesis alternative (Ha)

Adalah Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan suatu

kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang

menyatakan ada hubungan variabel satu dengan variabel yang

lain.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku cuci

tangan perawat ruang intensive di RSUD Taman Husada

Bontang.

Page 49: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian “Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan

Perilaku Cuci Tangan Perawat Ruang Intensive di RSUD Taman

Husada Bontang” dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1) Mayoritas perawat di ruang intensive RSUD Taman Husada

Bontang berjenis kelamin perempuan, rata-rata berusia 30-35

tahun dengan masa kerja antara 1-5 tahun dan berpendidikan D3

keperawatan.

2) Mayoritas tingkat pengetahuan perawat di ruang intensive RSUD

Taman Husada Bontang mempunyai tingkat pengetahuan yang

cukup baik.

3) Mayoritas perawat di ruang intensive RSUD Taman Husada

Bontang mempunyai perilaku cuci tangan yang baik.

4) Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku

cuci tangan perawat ruang intensive RSUD Taman Husada

Bontang.

Page 50: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

B. Saran

Berdasarkan hasil studi dan kesimpulan di atas, peneliti mencoba

memberikan saran sebagai berikut:

1) Bagi Perawat

Dapat dijadikan masukan kepada perawat khususnya perawat

ruang intensive RSUD Taman Husada Bontang agar selalu

menerapkan prosedur cuci tangan dengan baik dan benar untuk

mencegah terjadinya infeksi nasokomial.

2) Bagi Pihak Rumah Sakit

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka

peningkatan universal precaution khususnya cuci tangan untuk

semua perawat yang bekerja di RSUD Taman Husada Bontang

dengan tujuan peningkatan mutu pelayanan keperawatan.

3) Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah wawasan dan

pedoman dalam upaya mencegah infeksi nasokomial yang

berhubungan dengan perilaku cuci tangan dan mengajarkan anak

didik bagaimana cara melakukan cuci tangan yang baik dan benar.

4) Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pedoman untuk

melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan perilaku

cuci tangan.

Page 51: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto (2006). Prosedur Penelitian; suatu pendekatan praktek. Jakarta; Rineka Cipta.

Arikunto (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin.( 2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dahlan M.S (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:nSalemba Medika, cetakan ketiga.

Darma (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta : Trans Info Medika.

Depkes RI (2003). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU.

Endang (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Cuci Tangan Siswa Sekolah Dasar. portalgaruda.org/article.php?article=98526&val=426.

Fajar (2011). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun pada Masyarakat DI Desa Senuro Timur. Palembang: Jurnal Pembanguan Manusia vol 5 No 2

Handhygiene. https://www.scrib.com/doc/226085989/Handhygiene.

Innayatur (2014). Hubungan pengetahuan terhadap perilaku cuci tangan petugas kesehatan. ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/3661/3187.

IPC Technical Guideline, 2008

Jamaluddin (2012). Kepatuhan cuci tangan 5 momen di unit perawatan intensif. Majalah Kedokteran Volume 2 Nomor 3 juli 2012.

Notoatmojo (2003). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Jakarta; Rineka Cipta.

Notoatmojo (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta.

Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya (2011). cetakan ketiga

Prasenohadi. (2012). Indonesian Journal of Intensive Care Medicine, Kebersihan Tangan di Unit Intensif.

Priyo Dan Sabri (2013). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Page 52: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU CUCI …

Purwanti. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan dengan Penerapan Teknik Mencuci Tangan Secara Benar. Skripsi. Universitas Riau.

Rikayanti (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Mencuci Tangan Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Bndung tahun 2013. Bali: Community Health vol. II No. 1

Robbani, S. (2013). Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Cuci Tangan Petugas Kesehatan di Bagian Ilmu Kesehatan ANak BLU RSUP Prof RD Kandou Manado. Manado: Universitas Sam Ratulangi Manado.

Rumapia, N. (2011). Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Medan. Medan: Universitas Darma Agung Medan.

Sugiyono (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta

Tim Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) (2013). Audit Hand Hygiene RSUD Taman Husada Bontang.

Tjietjen, Linda (2004). Panduan pencegahan infeksi untuk pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Wawan dan Dewi (2010). Teori Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

WHO. Five Moments For Hand Hygiene. www.who.int/9psc/tools/five moment/en/ . Diperoleh pada 12 Juni 2014.

WHO. Good Hand Hygiene By Health workers Protects Patient From Drug Resistant Infection. www.who.int/mediacentre/news/release/2014/hand-hygiene/en/. Diperoleh pada 12 Juni 2014.

World Health Organization (2009). WHO Guideline on Hand Hygiene in Health Care. First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care. Diperoleh pada 15 Juni 2014.

Yulianti (2011). Hunungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Penerapan Universal Precaution pada Perawat di Bangsal Rawat Inap RS PKU Muhammadiayah Yogyakarta. SKripsi. Universitas Ahmad Dahlan.

Zuraidah (2013). Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku mencuci tangan dengan benar. Poltekkespalembang.ac.id/userfiles/files/hubungan_pengetahuan_dan sikap_dengan perilaku.pdf. Diperoleh pada 26 Juli 2014.