HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN...
Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN...
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN
PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN
PADA SAAT KEHAMILAN DI PUSKESMAS
PEUNARON ACEH TIMUR
TAHUN 2010
Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran
OLEH
SYAMSUDDIN
107103000599
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
v
RIWAYAT PENULIS
Nama : Syamsuddin
Tempat, Tanggal, Lahir : Langsa, 1 September 1989
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : jl. Ahmad Yani. No.107. Langsa Barat. Kota
Langsa.NAD
No hp : 085296971110
Riwayat Pendidikan :
Tahun 1994-1995 : TK al-azhar langsa
Tahun 1995-2001 : MIN langsa
Tahun 2001-2004 : Mts Bustanul ‘ulum langsa
Tahun 2004-2007 : MA Darul Arafah Deli Serdang
Tahun 2007- sekarang : Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
vi
Lembar Persembahan
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Ibunda tercinta (Rabi’ah), abah (Syama’un Ali) yang telah membimbing ku dari
kecil sampai dewasa. Kaka-kaka ku (liawati, ratna wati, afriyanti), abang ku
(zainal abidin), dan adik ku (ainun mardhiah) yang telah mendo’akan dan
memberi semangat kepada ku. Dan keluarga besar yang tidak mungkin disebut
satu persatu.
vii
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan
melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Shalawat
dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,yang telah
mambawa ummatnya dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN
DENGAN PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN PADA
SAAT KAHAMILAN DI PUSKESMAS PEUNARON ACEH TIMUR
TAHUN 2010
Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari budi baik dan bimbingan orang
lain. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan,
dukungan moril dan bantuan penyusunan skripsi ini. Hingga akhirnya penulisan
skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan
penghargaan, peneliti sampaikan kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM selaku Kepala Program Studi
Kedokteran
3. Prof. DR. Dr. H. Sardjana Sp. OG, (K). SH. selaku pembimbing riset
4. Para dosen yang telah memberikan bimbingannya
5. Keluarga yang telah memberikan dukungannya
6. Teman-teman sejawat yang telah memberi semangat kepada saya .
Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama untuk proses
kemajuan pendidikan selanjutnya.
و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Jakarta, 8 Oktober 2010
Penulis
viii
Abstrak
Syamsuddin. pendidikan dokter. Hubungan tingkat pendidikan dengan
pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di puskesmas
peunaron aceh timur tahun 2010
Di indonesia terdapat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP)
Masalah gizi pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi. Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. Secara
garis besar guna protein bagi manusia adalah untuk membangun sel jaringan
tubuh seorang bayi yang lahir dengan berat badan normal. Penelitian ini telah
dilakukan terhadap 100 orang ibu yang menikah dan memiliki anak penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap
pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di Wilayah Peunaron
mengguanakan rancangan deskriptif dengan studi cross sectional pada bulan
September 2010. Sampel sebanyak 100 orang yang diambil secara Random
Sampling variabel yang diteliti meliputi tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan
ibu. Hasil yang diperoleh menunjukkan ibu yang tingkat pendidikan tinggi sebesar
67% dan ibu yang berpengetahuan baik adalah sebesar 80% berdasarkan uji chi
square terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara tingkat pendidikan ibu
dan pengetahuan
ix
ABSTRACT
Syamsuddin, Medical Student. Relationship Between Levels Of Education
With Knowledge About Protein Need At Pregnancy On Clinic Of Peunaron,
East Of Aceh, 2010.
In Indonesia, there is main nutrient problem; it is a lack of protein energy. In
general, nutrient problem is caused by lack of people’s information. Protein has
important role for human’s growth. Useful of protein for human is to building
infant body’s tissue cells that was born with normal weight. This research had
been done with 100 of housewife and has child. The research intents on
understand relationship between levels of education with knowledge about protein
need at pregnancy on region of Peunaron and by using of descriptive design with
cross sectional study on September, 2010. The sample is as many as 100 people
that were taken with random sampling. The variable that was examined included
the level of mother’s education and knowledge. The result that was found shows
mother who has high level of education is 67%, and mother who has good
knowledge is 80%. Based on chi square test, there is significant relationship (p >
0, 05) between level of mother’s education and knowledge.
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ...............................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iv
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................v
LEMBAR PERSEMBAHAN ...........................................................................vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................vii
ABSTRAK .........................................................................................................vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian ............................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3.Hipotesis ....................................................................................................... 2
1.4.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
1.4.1.Tujuan Umum ................................................................................ 2
1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................ 2
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori ............................................................................................ 4
2.1.1. Kebutuhab Guzi Selama kehamilan ............................................. 4
2.1.2. Potein ........................................................................................... 6
2.1.2.1 Pengertian Protein............................................................. 6
2.1.2.2 Protein Berdasarkan Komponen dan Sumbernya ............. 7
2.1.2.3 Klasifikasi Protein ............................................................ 8
2.1.2.4 Sumber Makanan Yang Kaya Akan Protein ..................... 8
2.1.2.5 Komposisi Kimia Protein ................................................. 10
xi
2.1.2.6 Ciri-ciri Molekul Protein .................................................. 11
2.1.2.7 Fungsi Protein ................................................................... 11
2.1.2.8 Kegunaan Protein Bagi Manusia ...................................... 11
2.1.2.9 Kebutuhan Protein Bagi Manusia ..................................... 12
2.1.2.10 Kebutuhan Protein untuk Ibu Hamil ............................... 13
2.1.3. Fisiologi Penyerapan Protein ........................................................ 13
2.1.4. Akibat Kekurangan Protein .......................................................... 14
2.1.5. Pengaruh KKP Terhadap Beberapa Organ ................................... 16
2.1.6. Klasifikasi Kurang Kalori Protein ................................................ 19
2.2. Kerangka Konsep ........................................................................................ 24
2.3. Definisi Operasional .................................................................................... 24
BAB III METODOLOGI ...............................................................................25
3.1. Desain Penelitian .....................................................................................25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................25
3.3. Populasi dan Sampel ...............................................................................25
3.3.1. Populasi .......................................................................................25
3.3.2. Populasi Terjangkau ....................................................................25
3.3.3. Sampel ..........................................................................................25
3.3.3. Kriteria Sampel .........................................................................26
3.4. Cara Kerja Penelitian ...............................................................................26
3.4.1. Pengumpulan Data ....................................................................26
3.4.2. Instrumen Penelitian .................................................................26
3.4.3. Pengolahan dan Penyajian Data ...............................................26
3.4.4. Interpretasi Data .......................................................................26
3.4.5. Pelaporan Hasil .........................................................................26
BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
4.1. Hasil Analisis Univariat ...................................................................... 27
4.1.1. Pendidikan Ibu .......................................................................... 27
4.1.2. Pengetahuan Ibu ........................................................................ 28
4.2. Hasil Analisis Bivariat ........................................................................ 28
4.3. Pembahasan ......................................................................................... 29
4.3.1. Keterbatasan Peneliti ................................................................. 29
xii
4.3.2. Pembahasan Penelitian .............................................................. 30
4.3.2.1. Tingkat Pendidikan ............................................................ 30
4.3.2.2. Tingkat Pengetahua ............................................................ 30
4.3.2.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan
tentang kebutuhan protein ................................................................................... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 32
5.2. Saran .................................................................................................... 32
5.2.1 ..................................................................................................... 32
5.2.2 ..................................................................................................... 32
Daftar Pustaka .................................................................................................... 33
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan Persentase
Peningkatan Asupan Gizi diatas Kebutuhan Wanita Tidak Hamil . ....................................... 5
Tabel 2.2 Sumber Protein Nabati. .......................................................................................... 9
Tabel 2.3. Sumber Protein Hewani ........................................................................................ 10
Tabel 2.4. Klasifikasi KKP Menurut Gomez ......................................................................... 20
Tabel 2.5. Klasifikasi KKP Menurut Jellife ........................................................................... 20
Tabel 2.6 Klasifikasi KKP Menurut Bengoa ......................................................................... 21
Tabel 2.7. Klasifikasi KKP Menurut Wellcome .................................................................... 21
Tabel 2.8. Klasifikasi KKP Menurut Waterlow ..................................................................... 22
Tabel 2.9. Klasifikasi KKP Menurut Depkes 2000................................................................ 24
Tabel 2.10. Klasifikasi KKP Dewas Menurut BMI .............................................................. 23
Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan .............................................................................. 27
Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan ............................................................................. 28
Tabel 4.3 Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Protein Saat
kehamilan ................................................................................................................................ 28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner ............................................................................................................ 34
Lampiran 2. Output SPSS ....................................................................................................... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di indonesia terdapat 4 masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein
(KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). (Almatsier, 2006)
Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
persedian pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi, sebaliknya gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi
pada lapisan masyarkat tertentu disertai dengan pengetahuan tentang gizi, menu
seimbang dan kesehatan. (Almatsier, 2006)
Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di
pengaruhi oleh makanan yang di konsumsi. Penilaian status gizi secara klinis
sangat penting sebagai langkah pertama dalam mengatasi keadaan gizi penduduk,
karena penilaian dapat memberikan gambaran masalah gizi yang tampak nyata.
(Almatsier, 2006)
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah status gizi baik yang
langsung maupun tidak langsung, faktor langsung antara lain karena asupan gizi
yang kurang maupun penyakit, sedangkan faktor yang tidak langsung antara lain
kurangnya ketersedian pangan di tingkat rumah tangga, kurangnya pendidikan dan
pengetahuan ibu tentang gizi dan kurangnya pelayanan kesehatan. (Suharjo, 1996)
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku
dan gaya dupan sehari-hari, khususnya dalam hal kesehaan dan gizi. Tingkat
pendidikan ibu sangat mempengaruhi derajat kesehatan keluarga. (Suharjo, 1996)
Status gizi yang baik penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tiap orang.
Seseorang hanya akan cukup gizi jika jika makanan yang di makan mampu
menyediakan zat penting yang dibutuhkan tubuh. Pengetahuan gizi memengang
perananan penting di dalam mengguanakan pangan yang baik sehingga mencapai
keadaan gizi yang cukup (Suharjo, 1996).
2
Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat
pengetahuan. Jika pengetahuan gizi ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan
balitanya juga baik, dengan pengetahuan baik, ibu hamil akan lebih mampu
mengatur pola makannya agar bayi lahir dengan berat badan yang normal.
(Suharjo, 1996)
Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. penting yang
terdapat dalam semua makhluk hidup. Jadi tanpa adanya protein tidaklah dapat
dibentuk sel makhluk hidup. Secara garis besar guna protein bagi manusia adalah
sebagai berikut :Untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir
dengan berat badan 3 kg. Untuk mengganti sel tubuh yang rusak. Untuk membuat
air susu, enzim dan hormon air susu yang diberikan ibu kepada bayinya dan
makanan ibu itu sendiri. Membuat protein darah, untuk mempertahankan tekanan
osmose darah. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh.
Sebagai pemberi kalori. (Arisman, 2009)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang
protein pada saat kehamilan?”.
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang
kebutuhan protein pada saat kehamilan.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan
ibu terhadap kebutuhan protein pada saat kehamilan
1.4.2 Tujuan khusus
a. Untuk memperoleh informasi tentang gambaran tingkat
pendidikan ibu
b. Untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan ibu mengenai
kebutuhan protein pada saat kehamilan.
3
1.5 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi
pengelola KIA untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil yang datang ke
Puskesmas Peunaron tentang pengetahuan kebutuhan protein saat hamil.
2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi tambahan bagi peneliti
selanjutnya.
3. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah
wawasan pengetahuan serta pengembangan diri, khususnya dalam bidang
penelitian lapangan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kebutuhan Gizi Selama Hamil
Tujuan penataan gizi pada ibu hamil adalah menyiapkan: (1) cukup kalori
protein yang bernilai biologi tinggi. Vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi ibu janin serta plasenta: (2) makanan padat kalori dapat
membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak: (3) cukup kalori dan zat
gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku selama hamil:(4) perencanaan
perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan
mempertahankan status gizi optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan
aman dan berhasil. melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik.
dan memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak; (5)
perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak
diinginkan seperti mual dan muntah: (6) perawatan gizi yang dapat membantu
pengobatan penyulit yang terjadi selama kehamilan (diabetes kehamilan); dan (7)
mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan
yang baik yang dapat diajarkan kepada anaknya selama hidup. (Arisman, 2009)
Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada RDA.
Dibandingkan ibu yang tidak hamil. kebutuhan ibu hamil akan protein meningkat
sampai 68%. asam folat 100%. kalsium 50%. dan zat besi 200-300%. Bahan
pangan yang digunakan harus meliputi enam kelompok. Yaitu (1) makanan yang
mengandung protein (hewani dan nabati), (2) susu dan olahannya. (3) roti dan
bebijian. (4) buah dan sayur yang kaya akan vitaminC (5) sayuran berwarna hijau
tua. (6) buah dan sayur lain. Jika keenam bahan makanan ini digunakan seluruh
zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil akan terpenuhi. kecuali zat besi dan asam
folat. Itulah sebabnya mengapa suplementasi kedua zat ini tetap diperlukan
meskipun status gizi ibu yang hamil itu terposisi pada "jalur hijau" KMS ibu
hamil. (Arisman, 2009)
5
Tabel 2.1
Kebutuhan Zat Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan Persentase
Peningkatan Asupan Gizi di atas Kebutuhan Wanita Tidak Hamil
Zat Gizi %
Kalori
Protein
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
VitominC
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Vitamin B6
Folate
Vitamin B12
Kalsium
Foslor
Magnesium
Besi
Seng
Yodium
Selenium
14%
68 %
100%
25%
8%
17%
36%
23%
13%
27%
122%
10%
50%
50%
14%
100%
25%
17%
18%
Sumber: (Arisman, 2009)
6
2.1.2 Protein
2.1.2.1 Pengertian Protein
Protein berasal dari kata yunani yaitu proteos, yang berarti yang utama
atau yang didahulukan. Kata ini diperkenal oleh ahli kimia Belanda, Gerardus
Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting
dalam setiap organisme. Protein adalah komponen dasar sel dan dibutuhkan untuk
pertumbuhan, penggantian dan perbaikan sel. (Ellya, 2010)
Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, protein yang
berarti pertama atau utama yang merupakan mikromoleko yang paling melimpah
dalam sel hidup. Fungsinya terutama sebagai unsur pembentuk struktur sel, dapat
pula sebagai protein aktif, seperti misalnya enzim. Enzim yaitu zat yang
bertanggung jawab mengendalikan proses yang menjaga tubuh manusia, terdiri
dari protein, hormon, hemoglobin, dan antibodi juga sebagian atau
keseluruhannya terdiri dari protein. Protein terdiri dari campuran senyawa organik
yang di kenal sebagai asam amino. Asam amnino adalah organisme sederhana
bersel satu, dan diperkirakan mempunyai 5.000 senyawa organik, dimana 3.000
diantaranya berupa protein. Tubuh manusia sendiri mempunyai 5.000.000 macam
protein yang satu dengan yang lainnya berbeda. Susunan yang berbeda dari asam
amino yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme tubuh manusia. Tubuh
mampu memproduksi sebagian besar asam amino yang diperlukan, namun terdapa
lebih kurang sembilan asam amino yang harus di sediakan oleh makanan. (Ellya,
2010)
Asam amino ini dikenal dengan sebagai asam amino esensial. Makanan
dari binatang atau protein hewani seperti danging, ikan, telur, produk susu
menyediakan asam-asam amino esensial ini disebut protein komplit. Protein yang
berasal dari tumbuhan atau protein nabai seperti kacang-kacangan, polong-
polongan, biji-bijian dikenal dengan protein inkomplit karena kurang
mengandung asam amino esensial tertentu, namun mungkin saja di dapatkan asam
amino dengan mengkombinasikan beberapa makanan nabati untuk diet seorang
vegetarian. Kita meperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan dan
tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani sedangkan
7
protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Tumbuhan mepunyai
protein dari CO2,H2O dan senyawa nitrogen. (Ellya, 2010)
Hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi
protein hewani. Di samping itu digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh,
proten juga digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan
karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam
protein ialah: Karbon 50%, Hidrogen 7%, Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang
0-3%, Fosfor 0-3%. (Ellya, 2010)
Protein tidak dapat di simpan dalam tubuh dan harus dikonsumsi setiap
hari untuk menghindari pemecahan jaringan no-esensialseperti otot untuk
menyuplai protein vital untuk bertahan hidup. Sementara defesiensi protein
banyak terjadi di negara berkembang.
Ada dua cara untuk memperkirakan asupan protein yang disajikan wanita
dewasa sehat, yaitu (1)lebih kurang dari 10% dari kalori total sebaiknya berasal
dari protein dan (2)wanita sebaiknya mengkonsumsi 0,8 gr per kilogram berat
badan ideal. (Ellya, 2010)
2.1.2.2 Protein Berdasarkan Komponen dan Sumbernya
Karena fungsinya yang demikian banyak dan penting, membuat orang
berusaha makan sebanyak-banyaknya protein. Selain protein merupakan semua
komponen utama dari sel hidup, fungsi utama ialah sebagai pembentukan struktur
sel, misalnya dalam rambut, wol, kolagen, jaringan penghubung, membran sel dan
lain-lain. Protein dapat dibedakan menjadi dua : (Ellya, 2010)
1. Berdasarkan komponen.
a. Protein bersahaja (simple protein)
Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang hanya
terdiri atas asam-asam amino.
b. Protein kompleks (complekx protein, coniugated protein)
Protein kompleks terdiri atas asam amino yang juga terdapat pada
komponen lain yaitu pada unsur logam, gugus posfat, dan lain-lain.
c. Protein derivat (protein derivative)
8
Merupakan ikatan antara intermediet produk sebagai hasil hidrolisa parsial
dari protein native.
2. Berdasarkan sumber.
a. Protein hewani.
Protein hewani adalah protein yang berasal dari binatang, contoh: daging
sapi, daging ayam atau unggas, susu, udang, telur, belut, ikan gabus dan
lain-lain.
b. Protein nabati.
Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contoh:
jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan jenis kacang-kacangan lainnya
yang mengandung protein tinggi dan lain-lain.
2.1.2.3 Klasifikasi Protein
Klasifikasi protein dapat pula dilakukan berdasarkan fungsi fisiologiknya,
berhubungan dengan daya dukung bagi pertumbuhan badan bagi pemeliharaan
jaringan : (Ellya, 2010)
1. Protein sempurna
Bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan
pemeliharaan jaringan.
2. Protein setengah sempurna
Bila sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat
mendukung pertumbuhan badan.
3. Protein tidak sempurna
Bila sarna sekali tidak sanggup menyongkong pertubuhan badan, mampu
memelihara jaringan.
2.1.2.4 Sumber Makanan Yang Kaya Akan Protein
Dalam kualifikasinya protein berdasarkan sumbernya telah kita ketahui
protein hewani dan nabati berikut ini adalah makanan-makanan yang kaya akan
mengandung protein. (1) Protein komplit: daging sapi, kalkun, ayam, ikan laut,
9
keju, telor, udang, yogurt, susu dan (2)Protein inkomplit: tahu, tempe, kacang
hijau, mentega, mi telor, beras merah, beras putih, terigu/ gandum. (Ellya, 2010)
Angka kecukupan protein tiap orang berbeda, tergantung dari usia, berat
badan, tinggi badan serta jenis kelamin. Pada usia pertumbuhan dan kehamilan
kebutuhan protein bertambah. Protein bisa diperoleh dari sumber makanan nabati
dan hewani. Ada perbedaan diantara keduanya. Berasal dari hewan mengandung
semua asam amino yang dibutuhkan tubuh bisa terpenuhi terutama serealiad an
metheonin yang kurang dalam makanan yang berasal dari nabati. Hanya saja
makanan hewani tidak memiliki kadar serat yang tinggi seperti makanan nabati
yang berbaik menyeimbangkan makanan hewani dan nabati. (Ellya, 2010)
Kadar Protein Pada Beberapa Bahan Makanan:
Tabel 2.2
Sumber Protein Hewani
Bahan makanan Protein g %
Daging
Hati
Babat
Jeroan, Iso
Oaging kelinci
Ikan segar
Kerang
Udang segar
Ayam
Telur
Susu sapi
18,8
19.7
17,6
14,0
16,6
17,0
16,4
21,0
18,2
12,8
3,2
(Ellya, 2010)
10
Tabel 2.3
Sumber Protein Nabati
Bahan Makanan Protein g %
Kacang kedelai, kering
Kacang ijo
Beras
Kacang Tanah
Jagung panen lama
Terigu, tepung
Jampang
Kenari
Kelapa
Daun singkong
Singkong, tapioka
34,9
22,2
7,4
25,3
9,2
8,9
6,2
15,0
3,4
6,8
1,1
(Ellya, 2010)
2.1.2.5 Komposisi Kimia Protein
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino,
yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Molekul protein lebih kompleks
dari pada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman
unit-unit asam amino yang membentuknya. Asam amino terdiri atas atom karbon
yang terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH2 ), satu
atom hidrogen (-H) dan satu gugus radikal (-R) atau rantai cabang. (Ellya, 2010)
Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hididroksilat alfa-
asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom karbon yang
sama. Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah rantai cabang atau
gugus-R nya. (Ellya, 2010)
11
2.1.2.6 Ciri-Ciri Molekul Protein
Beberapa ciri utama molekul protein adalah : (Ellya, 2010)
1. Berat molekulnya besar, ribuan sampai jutaan sehingga merupakan suatu
makromolekul.
2. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino.
3. Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-
Iengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein.
4. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi,
temperatur, medium pelarut organik dan detejen.
5. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugusan
samping yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekulnya.
2.1.2.7 Fungsi Protein
Semua orgamisme menggunakan protein untuk melakukan sejumlah
fungsi penting untuk kehidupan. Protein berfungsi dan berguna sekali bagi
makhluk hidup khususnya manusia semua sumber-sumber protein dalam tubuh
kita sangat baik untuk kesehatan manusia. Disini dapat kita lihat fungsi protein,
antara lain sebagai berikut: (Ellya, 2010)
1. Untuk pertumbuhan dan pemeliharaan.
2. Untuk pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh.
3. Untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
4. Untuk memelihara netralitas tubuh.
5. Untuk pembentukan antibodi.
6. Untuk mengangkat zat-zat gizi.
7. Sebagai sumber energi.
Oleh karena itu, protein sangat berperan penting dalam tubuh manusia,
karena bila manusia tidak cukup protein, maka mereka akan dapat menderita gizi
kurang.
12
2.1.2.8 Kegunaan Protein Bagi Tubuh Manusia
Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. penting yang
terdapat dalam semua makhluk hidup. Jadi tanpa adanya protein tidaklah dapat
dibentuk sel makhluk hidup. Secara garis besarnya guna protein bagi manusia
adalah sebagai berikut : (Ellya, 2010)
1. Untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir dengan
berat badan 3 kg.
2. Untuk mengganti sel tubuh yang rusak.
3. Untuk membuat air susu, enzim dan hormon air susu yang diberikan ibu
kepada bayinya dibuat dan makanan ibu itu sendiri.
4. Membuat protein darah, untuk mempertahankan tekanan osmose darah.
5. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh.
6. Sebagai pemberi kalori.
2.1.2.9 Kebutuhan Protein Bagi Manusia
Kebutuhan protein bagi manusia dapat ditentukan dengan cara menghitung
jumlah protein yang diganti dalam tubuh. Ini bisa dilakukan dengan menghitung
jumlah unsur nitrogen (zat lemas) yang ada dalam protein makanan dan
menghitung pula jumlah unsur nitrogen yang dikeluarkan tubuh melalui air seni
dan tinja.Penggunaan protein dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga
dalam praktiknya jumlah protein itu belum dapat memenuhi kebutuhan.
Sebabnya antara lain: (Ellya, 2010)
a. Kadar protein 18,75 gram dalam tubuh akan menyebabkan beberapa reaksi
kimia yang tidak bisa berlangsung dengan baik.
b. Kecernaan protein itu sendiri. Tidak semua bahan makanan yang
mengandung serat-serat proteinnya bisa diambil tubuh. Karena adanya
serat-serat ini, enzim-enzim tidak bisa masuk untuk memecah protein.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka ditetapkan bahwa kebutuhan
protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram untuk setiap kilogram berat badannya
setiap hari. Untuk anak-anak yang sedang tumbuh, diperlukan protein yang lebih
banyak, yaitu 3 gram tiap satu kilogram berat badannya.
13
Disamping itu, mengingat adanya protein sempurna dan tidak sempurna
berdasarkan jumlah dan macam-macam asam amino yang ada dalam makanan,
maka untuk menjamin agar tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam
jumlah dan macam yang cukup, sebaiknya untuk orang dewasa seperlima dari
protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari hewan, sedangkan
untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein yang mereka perlukan.
(Ellya, 2010)
2.1.2.10 Kebutuhan Protein untuk Ibu Hamil
Sama seperti energi. kebutuhan wanita akan protein membubung sampai
68%. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan
sebanyak 925 gr yang tertimbun clalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi. Jika
PER dianggap 70%, rata-rata pertambahan protein ialah 8.5 gr/hari. Jika koefisien
variabilitas sebesar 15%, tambahan ini meningkat menjaeli 100 gr/ sehari.
National Academy of Seciences mematok angka sekitar 30 gr. (Ellya, 2010)
Bagi wanita normal. pada trimester pertama angka ini terlalu tinggi, Di
Kanada, tambahan yang dianjurkan ialah 5 gr pada trimester I, 15 gr pada
trimester II, dan 24 gr selama trimester III. Sementara Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi V 1993 menganjurkan penambahan 12 gr/hari Dengan demikian,
dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100gr (sekitar 12% dari jumlah
total kalori); atau sekitar 1,3 gr/kg/hari (gravida mature), 1,5 gr/kg/hari (usia 15-
18 tahun), dan 1,7 gr/kg/hari (di bawah 15 tahun). Bahan pangan yang dijadikan
sumber sebaiknya (2/3 bagian) merupakan bahan pangan yang bernilai biologi
tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur. susu dan hasil olahannya. Protein
yang berasal dari tumbuhan (bernilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.
( Ellya, 2010)
2.1.3 Fisiologi Penyerapan Protein
Penyerapan Protein Yang dicerna dan diserap tidak saja protein dari
makanan, tetapi protein endogen ("dari dalam tubuh") yang masuk ke lumen
14
saluran pencernaan dari tiga sumber berikut juga dicerna dan diserap: (Sherwood,
2001)
a. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang telah
disekresikan ke dalam lumen.
b. Protein di dalam sel yang lepas dari vilus ke dalam lumen selama proses
pertukaran mukosa
c. Sejumlah kecil protein plasma yang dalam keadaan normal bocor dari
kapiler ke dalam lumen saluran pencernaan
Setiap hari, dari ketiga sumber ini sekitar 20-40 g protein endogen masuk
ke lumen. jumlah ini dapat mencapai lebih dari separuh dari protein yang
disajikan ke usus halus untuk dicerna dan diserap. Semua protein endogen harus
dicerna dan diserap bersama protein makanan untuk mencegah pengurangan
simpanan protein tubuh. Asam amino yang diserap dari makanan dan protein
endogen digunakan untuk mensintesis protein baru di tubuh. (Sherwood, 2001)
Protein yang disajikan ke usus halus untuk diserap terutama berada dalam
bentuk asam amino dan beberapa fragmen peptida kecil . Asam-asam amino
diserap menembus sel usus melalui transportasi aktif sekunder. serupa dengan
penyerapan glukosa dan galaktosa. Dengan demikian Glukosa, galaktosa, dan
asam amino semuanya memperoleh "tumpangan gratis" dari transportasi Na+
yang menggunakan energi. Peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan
pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen-konstituen asam aminonya oleh
aminopeptidase di brush border atau oleh peptidase intrasel. Seperti
monosakarida. asam amino masuk ke jaringan kapiler.yang ada di dalam vilus.
Dengan demikian, proses penyerapan produk akhir pencernaan karbohidrat dan
protein melibatkan sistem transportasi khusus yang diperantarai oleh pembawa
dan memerlukan pengeluaran energi serta kotransportasi Na+ dan kedua jenis
produk akhir tersebut kemudian diserap ke dalam darah. (SHerwood, 2001)
2.1.4 Akibat Kekurangan protein
Kurang Kalori Protein (KKP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori, protein, atau keduanya, tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi
15
ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang
yang lain. Sindrom kwasiorkor terjelma manakala defisiensi lebih menampakkan
dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energi
yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-kwasiorkor. juga tidak
sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang lebih dominan.
(Arisman, 2009)
Kurang energi protein dikelompokkan menjadi KKP primer dan sekunder.
Ketiadaan pangan melatarbelakangi KKP primer yang mengakibatkan
berkurangnya asupan, Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan,
gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan atau
kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KKP sekunder. Keparahan KKP
berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat tumbuh, sampai ke
sindrom klinis yang nyata. dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin,
serta mineral. (Arisman, 2009)
Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP, yaitu: masalah
sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan
sosial-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang
berjejalan, kumuh, dan tidak sehat serta ketidak mampuan mengakses fasilitas
kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan
dengan kemiskinan. Menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan
anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan
tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain
yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KKP di kalangan bayi dan anak adalah
penurunan minat dalam memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan
salah persepsi tentang cara menyapih. Selain itu, distribusi pangan dalam keluarga
terkesan masih timpang. (Arisman, 2009)
Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi
sering terjadi. Prosedur penyimpanan hasil produksi pascapanen yang buruk
mengakibatkan bahan pangan cepat rusak. Bencana alam, perang, atau migrasi
paksa telah terbukti mengganggu distribusi pangan.
16
Penyalahgunaan anak, ketidakberdayaan kaum ibu, penelantaran lansia,
kecanduan alkohol dan obat. pada akhirnya berujung pula sebagai KKP. Selain itu
budaya yang menabukan makanan tertentu (terutama terhadap balita serta ibu
hamil dan menyusui) dan mengonsumsi bahan bukan pangan akan memicu
sekaligus melestarikan KKP. (Arisman, 2009)
Komponen biologi yang menjadi latar belakang KKP, antara lain,
malnutrisi ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet
rendah energi dan protein. Seorang ibu yang mengalami KKP selama kurun waktu
tersebut pada gilirannya akan melahirkan bayi berberat badan rendah. Tanpa
ketersediaan pangan yang cukup, bayi KKP tersebut tidak akan mampu mengejar
ketertinggalannya, baik kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun
setelah lahir. (Arisman, 2009)
Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit KKP.
Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan napsu
makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah
dan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat gizi dalam jumlah besar.
Percepatan proses katabolisme meningkatkan kebutuhan sekaligus menambah
kehilangan zat-zat gizi. (Arisman, 2009)
Kurang kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerang siapa saja.
terutama bayi dan anak yang tengah bertumbuh-kembang. Marasmus sering
menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun. Sementara kwasiorkor
cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Jika dialami oleh anak
yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena mereka pada
umumnya telah pandai "mencari makan" sendiri. Remaja, dewasa muda
(utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidakmenyusui, memiliki angka
prevalensi paling rendah. (Arisman, 2009)
17
2.1.5 Pengaruh KKP Terhadap Beberapa Organ
a. Saluran Pencernaan
Malnutrisi berat menurunkan sekresi asam dan melambatkan gerak
lambung. Mukosa usus halus mengalami atrofi. Vili pada mukosa usus lenyap,
permukaannya berubah menjadi datar dan diinfiltrasi oleh sel-sel limfosit.
Pembaruan sel-sel epitel, indeks mitosis, kegiatan disakarida berkurang. Pada
hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal mucin
dalam mukosa terganggu dan laju penyerapan asam amino serta lemak berkurang.
(Arisman, 2009)
b. pankreas
Malnutrisi menyebabkan atrofi dan fibrosis sel-sel asinar yang akan
mengganggu fungsi pankreas sebagai kelenjar eksokrin. Gangguan fungsi
pankreas bersama dengan intoleransi disakarida akan menimbulkan sindrom
malabsorpsi, yang selanjutnya berlanjut sebagai diare. (Arisman, 2009)
c. Hati
Pengaruh malnutrisi pada hati bergantung pada lama, serta jenis zat gizi
yang berkurang. Glikogen pada penderita marasmus cepat sekali terkuras
sehingga zat lemak kemudian tertumpuk dalam sel-sel hati. Manakala kelaparan
terus berlanjut, hati mengerut sementara kandungan lemak menyusut dan protein
habis meskipun jumlah hepatosit relatif tidak berubah. Ukuran hati penderita
kwasiorkor membesar serta banyak mengandung g1ikogen. Infiltrasi lemak
merupakan gambaran menonjol yang terutama disebabkan oleh penumpukan
trigliserida. Dengan mikroskop elektron akan terlihat proliferasi “retikulum
endoplasma halus”, sementara jumlah "retikulum endoplasma kasar" menurun.
Mekanisme bagaimana kedua hal ini terjadi belum diketahui. (Arisman, 2009)
18
d. Ginjal
Meskipun fungsi (agak) normal ginjal masih dapat dipertahankan. GFR
(glomerular filtration rate) dan RPF (renal plasma flow) telah terbukti menurun.
Penelitian di Minnesota membuktikan bahwa keadaan semikelaparan dapat
mengakibatkan poliuri (tampak jelas setelah 6 minggu kelaparan) dan nokturia.
Gangguan kemampuan untuk pemekatan urine diperkirakan sebagai akibat dari
penurunan jumlah urea dalam medula yang disertai penyusutan medullary
osmolar gradient. Pemeriksaan laboratorium urine berupa: berat jenis (BJ)
rendah, ada sedikit sedimen, RBC, WBC, dan toraks sementara protein tidak ada.
Secara histologis, tidak ada perubahan yang bermakna. (Arisman, 2009)
e. Sistem Hematologik
Perubahan pada sistem hematologik meliputi anemia, leukopenia,
trombositopenia, pembentukan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang
yang berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering
terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya kekurangan
kalori berlangsung. Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat
normokromik dan tidak disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi
cukup adekuat. Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat
ialah menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang
sama sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang
tidak berkembang. di samping sintesis eritropoietin juga menurun. (Arisman,
2009)
Malnutrisi berat berkaitan dengan leukopenia dan hitung jenis yang
normal. Morfologi neutrofil juga kelihatan normal. Namun, jika infeksi terjadi,
jumlah neutrofil biasanya (namun tidak selalu) meningkat. Simpanan neutrofil
yang dinyatakan sebagai hitung neutrofil tertinggi setelah 3-5 jam pemberian
hidrokortison pada malnutrisi juga berkurang; dan fungsinya tidak normal.
Sebagai tambahan, jumlah trombosit turut pula menurun. (Arisman, 2009)
19
f. Sistem Kardiovaskular
Kondisi semikelaparan akan menyusutkan berat badan sebanyak 24%.
mengerutkan volume jantung hingga 17% di samping menyebabkan bradikardia.
hipotensi arterial ringan, penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen, stroke
volume, dan penurunan curah jantung. Dampaknya adalah kerja jantung menurun,
penjenuhan (saturasi) oksigen vena dan kandungan oksigen arterial berkurang.
(Arisman, 2009)
g. Sistem Pernapasan
Hasil otopsi penderita malnutrisi menunjukkan tanda-tanda yang
menyiratkan bahwa selama hidup mereka pernah terserang bronkitis, tuberkulosis,
serta pneumonia. Kematian akibat malnutrisi biasanya terjadi berkaitan dengan
pneumonia. Penyulit ini terutama disebabkan oleh lenyapnya kekuatan otot perut,
sela iga, bahu, dan diafragma. Akibatnya. fungsi ventilasi terganggu, kemampuan
untuk mengeluarkan dahak menjadi rusak sehingga eksudat menumpuk dalam
bronkus. Keberadaan hipoproteinemia secara bersamaan mengakibatkan edema
interstitial dan sekresi bronkus. Kondisi demikian memperberat fungsi ventilasi
yang telah terganggu. (Arisman, 2009)
h. Penyembuhan luka
Irvin (1975) telah meneliti proses penyembuhan luka pada tikus yang
menjalani operasi kolon dan diberi makanan yang tidak mengandung protein.
Gangguan penyembuhan luka baru akan timbul manakala berat badan menyusut
lebih dari sepertiga berat badan normal karena kekuatan mekanis otot serta kulit
perut telah berkurang. Pada kolon, pengurangan kekuatan seperti ini tidak terjadi.
Kesimpulan Irvin ialah bahwa penyusutan jaringan kolagen viseral jauh lebih
sedikit ketimbang jaringan parietal. Namun, pengaruh buruk ini masih dapat
diatasi jika nutrisi pascaoperasi terselenggara dengan baik. (Arisman, 2009)
2.1.6 Klasifikasi Kurang Kalori Protein (KKP)
Gomez (1956) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara
pengelompokan kasus kurang kalori protein. Klasifikasi KKP menurut Gomez
20
didasarkan pada berat badan terhadap usia (BB/U). Berat anak yang diperiksa
dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku
acuan dengan menggunakan persentil ke-50 baku acuan Harvard. Berdasarkan
sistem ini. KKP diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat I, II, dan III
(lihat Tabel 2.4: "KIasifikasi KKP menurut Gomez"). Sayang sekali, dengan cara
ini marasmus tidak dapat dibedakan dengan kwasiorkor. Akibatnya, anak yang
rasio berat badan terhadap usia sangat rendah tidak termasuk sebagai penderita
KKP karena anak yang kurus ini memiliki ukuran tinggi badan yang rendah pula.
(Arisman, 2009)
Tabel 2.4
Klasifikasi KKP Menurut Gomez
Derajat KKP Berat Badan/usia (%)
I (Ringan) 90-76
II (Sedang) 75-61
III (Berat) <60
Sumber: Arisman, 2009
Penggunaan nilai defisit berdasarkan berat terhadap usia tidak
membedakan anak yang memang mempunyai berat badan kurang (KKP kini)
dengan mereka yang berat dan tingginya seimbang (KKP lampau). Di samping
data tentang kronologis usia tidak selalu tersedia dan, kalaupun ada, data tersebut
biasanya tidak valid (terandal). Namun demikian, pengelompokkan KKP sebagai
derajat I (75-90% dari acuan berat terhadap usia), II (60- 75%), dan III (<60%)
sangat berfaedah dalam penelitian epidemiologis dan kesehatan masyarakat
karena proporsi anak di masyarakat yang pada suatu ketika dalam hidupnya
pernah mengalami KKP dapat ditentukan. (Arisman, 2009)
Sama seperti Gomez, Jellife (1966) juga menyusun klasifikasi berdasarkan
berat terhadap usia, termasuk penggunaan baku acuan Harvard dengan persentil
ke-50. Bedanya, Jellife membagi KKP menjadi 4 tingkatan: I sampai dengan IV .
(Arisman, 2009)
21
Tabel 2.5
Klasifikasi KKP Menurut Jellife
Kategori Berat bada/usia (%)
KKP I 90-80
KKP II 80-70
KKP III 70-60
KKP IV <60
Sumber: Arisman, 2009
Dengan klasifikasi Jellife, kwasiorkor dan marasmus masih belum
dibedakan. Karena itu, Bengoa (1970) mencoba menengahi kedua pengelompokan
ini dengan memasukkan tanda edema, tanpa memandang defisit berat badan.
Menurut Bengoa, KKP cukup dikelompokkan menjadi 3 kategori dan seluruh
penderita yang menampakkan tanda edema dinilai sebagai KKP derajat III.
Klasifikasi Bengoa masih menggunakan baku Harvard sebagai acuan. (Arisman,
2009)
Tabel 2.6
Klasifikasi KKP Menurut Bengoa
Kategori Berat badan/usia (%)
KKP I 90-76
KKP II 74-61
KKP III Semua penderita dengan edema
Sumber: Arisman, 2009
Hampir sama seperti Gomez, Jellife, dan Bengoa, klasifikasi Wellcome
(1970) juga mengacu pada baku Harvard. Bedanya, Wellcome memasukkan
parameter edema ke dalam penilaian. Jika defisit berat badan pada klasifikasi
Bengoa tidak diperhatikan, Wellcome memasukkan indikator ini kedalam
komponen yang harus dinilai. Dengan demikian, perbedaan berbagai tahapan
kelainan status gizi tergambar jelas . (Arisman, 2009)
22
Tabel 2.7
Klasifikasi KKP Menurut Wellcome
Tanda yang ada % berat baku Edema Defisit BB/TB
Kurus 80-60 0 Minimal
Pendek <60 0 Minimal
Marasmus <60 0 ++
Kwasiorkor 80-60 + ++
Marasmik Kwasiorkor <60 + ++
Sumber: Arisman, 2009
Klasifikasi Waterlow (1973) telah lebih baik, menggunakan indikator berat
badan terhadap usia dan berat terhadap tinggi badan meskipun masih mengacu
pada baku Harvard. Waterlow mengelompokkan KKP menjadi 4 kelas, yaitu:
normal. kurus, kurus dan pendek, serta pendek. Data seperti ini penting karena
pendekatan serta antisipasi lamanya terapi keduanya tidak sama. Sebagai contoh.
untuk menormalkan mereka yang kurus tidak memakan waktu lama, sementara
sebaliknya: mengejar ketertinggalan pertumbuhan linier (kalau masih dapat)
memerlukan waktu cukup panjang. (Arisman, 2009)
Tabel 2.8
Klasifikasi KKP Menurut Waterlow
Derajat kependekan Derajat kekurusan (BB/TB)
Persen (derajat) BB/U >90% (0) 80-90%(1) 70-80%(2) <70%(3)
>90% (derajat 0)
95-90%(derajat 1)
Normal
Kurus
85-90% (derajat 2)
<80% (derajat 3)
Pendek
Kurus-pendek
Sumber: Arisman, 2009
Terakhir, Departemen Kesehatan RI (2000), berdasarkan Temu Pakar Gizi
di Bogor tanggal19-21 Januari dan di Semarang tanggal 24-26 Mei tahun 2000,
merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan sebagai baku
23
antropometris di Indonesia. Dari sini klasifikasi KKP kemudian disusun. Indikator
yang dipakai ialah tinggi dan berat, sementara penyajian indeks digunakan
simpangan baku. (Arisman, 2009)
Tabel 2.9
Klasifikasi KKP menurut Depkes 2000
Indeks Simpangan baku Status gizi
Berat badan terhadap usia (BB/U) ≥2 SD
-2 SD sampai + 2 SD
<-2 SD sampai -3 SD
<-3 SD
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Tinggi badan terhadap usia (TB/U) Normal
Pendek
-2SD sampai +2SD
<- 2 SD
Berat badan terhadap tinggi badan
(BB/TB)
≥2 SD
-2 SD sampai + 2 SD
<-2 SD sampai -3 SD
<-3 SD
Gemuk
Normal
Kurus
Sangat kurus
Sumber: Arisman, 2009
Berlainan dengan metode yang digunakan untuk menilai keadaan gizi
anak, status gizi remaja dan dewasa ditentukan dengan Plcnggunakan indikator
indeks masa tubuh (body mass indeks /BMI). Indeks masa tubuh, yaitu pembagian
berat dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, dianjurkan untuk
mengukur status gizi remaja dan dewasa, Kriteria yang dianjurkan oleh
"International Worhing Party" terpapar dalam table. Berdasarkan data
pengukuran orang kulit putih dan berwarna di Amerika Serikat, diagnosis KKP
bagi kaum remaja dibatasi <15, dan <16,5 untuk usia masin g-masing 11-13 dan
14-17 tahun. (Arisman, 2009)
24
Tabel 2.10
Klasifikasi KKP Dewasa menurut BMI
BMI2
Derajat KKP
>18,5 Normal
17,0-18,4 Ringan
16,0-16,9 Sedang
<16,0 Berat
Sumber: Arisman, 2009
2.1.7 Kerangka Konsep
2.1.8 Definisi Operasional
Pendidikan yaitu Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan,
kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi
warga negara yang baik”. “Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah
kognisi, afeksi dan konasi seseorang”.
Pengetahuan yaitu kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan tentang
kebutuhan protein diukur dengan memberi skor pada kuesioner. Bila jawaban
benar diberi skor 1, dan 0 bila salah. Makan nilai yang akan didapat antara 0-10.
Selanjutnya dilakukan penjumlahan skor dibagi jumlah pertanya dikali 100%
Menurut Undang-Undang
UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang";
Tingkat pendidikan Pengetahuan tentang
kebutuhan protein
saat kehamilan
25
BAB III
Metode Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan desain potong lintang
(cross sectional).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas peunaron pada tanggal 1-30
September 2010.
3.3. Populasi dan Sapel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang menikah di daerah
Peunaron Aceh Timur.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang menikah dan telah
memiliki anak di puskesmas Peunaron Aceh Timur.
Karena proporsi agresi tidak diketahui dan peneliti menganggap
proporsi agresi adalah 50%, dengan derajat kepercayaan 95% dan peneliti
mengiginkan presisi mutlak sebesar 10%. Maka rumus penentuan jumlah
sampel adalah:
n = P(1-P)(Z2/d
2)
Jawab d= 0,1
Z= 1,96
n = P(1-P)(Z2/d
2)
= 0,5(1-0,5).(1,962/0,1
2)
= 96,04 responden
Akan tetapi peneliti mengambil sampel penelitan sebesar 100 responden.
26
3.3.2.1 Kriteria Sampel
Kriteria Inklusi
1. Wanita yang sudah menikah dan memiliki anak di wilayah
kerja puskesma peunaron
2. Ibu yang memeriksa kehamilannya di puskesmas peunaron
Kreteria Eksklusi
1. Wanita yang sudah menikah tapi belum memiliki anak
3.4. Cara Kerja Penelitian
3.4.1. Pengumpulan data
Data diperoleh dari penyebaran kuesioner pada responden
diwilayah kerja puskesmas Peunaron Aceh Timur.
3.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan
oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian ini
pengumpulan data dengan menggunakan: Kuesioner yang dibagikan
langsung kepada ibu yang telah memiliki anak.
3.4.3. Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for
Windows. Data disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.
3.4.4. Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan secara diskriptif.
3.4.5. Pelaporan Hasil
Pelaporan hasil penelitian disusun dalam bentuk makalah ilmiah.
27
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Analisi Univariat
Setelah dilakukan analisi unuvariat dari hasil karakteristik tigkat
pendidikan ibu di wilayah peunaron sebagai berikut:
4.1.1 Pendidikan Ibu
Berdasarkan pendidikan didapatkan denngan penyebaran kuesioner
terhadap ibu di daerah peunaron.
Tabel 4.1
Distribusi tingkat pendidikan
Tingkat pendidika Jumlah Persentasi
Tinggi 67 67%
Rendah 33 33%
Total 100 100%
Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas didapatkan hasil ibu yang
berpendidikan tinggi adalah sebesar 67% sedangkan ibu dengan pendidikan
rendah berjumlah adalah sebesar 33%
4.1.2 Pengetahuan Ibu
Tabel 4.2
Distribusi tingkat pengetahua
Pengetahuan Jumlah Persentase
Baik 80 80%
Buruk 20 20%
Total 100 100%
28
Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas didapatkan hasil ibu yang baik
adalah sebesar 80% sedangkan ibu dengan pengetahuan buruk berjumlah adalah
sebesar 20%
4.2 Hasil Analisis Bivariat
Tabel 4.3
Disribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Protein
Saat Kehamilan
Tingkat
pendidikan
Status pengetahuan Total OR (95% CL) Pvelue
Baik Buruk
N % N % N %
Tinggi 60 89,6% 7 10,4% 67 100% 5,571 (1,952-
15,905)
0,01
Rendah 20 60,6% 13 39,4% 33 100%
Total 80 80% 20 20% 100 100%
Dari hasil analisa hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan
protein diperoleh bahwa responden yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai
peluang untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang protein 89,6% sedangkan
responden yang tingkat pendidikannya rendah memiliki pengetahuan yang baik
tentang protein sebanyak 60,6% dengan demikian secara persentase responden
yang tingkat pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan tentang protein yang
baik pula dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Hasil uji statistik
diperoleh nilai P Value= 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan status pengetahuan. Adapun besar bedanya
dapat dilihat dari nilai OR=5,571, artinya ibu yang berpendidikan tinggi
mempunyai peluang berpengetahuan baik tentang protein 5,571 kali dibandingkan
ibu yang berpendidikan rendah.
29
4.3 Pembahasan
4.3.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain potong
lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti pada waktu yang
sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.
2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya
menghubungkan variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan
variabel dependen, sehingga masih ada variabel-variabel lain yang ada di
dalam kerangka teori yang belum masuk dalam kerangka konsep yang
diduga berhubungan dengan variabel dependen.
3. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
membagikan kuesioner kepada responden.
4.3.2 Pembahasan Penelitian
3.3.2.1.1 Tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian pada 100 ibu yang menikah dan
mempunyai anak di wilayah Peunaron, didapatkan gambaran mengenai
tingkat pendidikan ibu yaitu 67% dengan status pendidikan tinggi,
33% dengan status pendidikan rendah.
3.3.2.2 Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian pada 100 ibu yang menikah dan
mempunyai anak di wilayah Peunaron, didapatkan gambaran tingkat
pengetahuan ibu tentang kebutuhan protein yaitu 80% ibu berpengetahuan
baik dan 20% ibu berpengetahuan buruk
30
4.2.2.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan
tentang kebutuhan protein
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan dari hasil analisa
hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan protein diperoleh bahwa
responden yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai peluang untuk
memiliki pengetahuan yang baik tentang protein 89,6% sedangkan
responden yang tingkat pendidikannya rendah memiliki pengetahuan yang baik
tentang protein sebanyak 60,6% dengan demikian secara persentase responden
yang tingkat pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan tentang protein yang
baik pula dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Hasil uji statistic
diperoleh nilai P Value= 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan status pengetahuan. Adapun besar
bedanya dapat dilihat dari nilai OR=5,571, artinya ibu yang berpendidikan tinggi
mempunyai peluang berpengetahuan baik tentang protein 5,571 kali dibandingkan
ibu yang berpendidikan rendah.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pengetahuan tentang kebutuhan protein, karena daari hasil uji statistik di
peroleh P value sebesar 0,01.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Responden
Lebih memperhatian asupan protein yang dikonsumsi agar memperoleh
bayi dengar berat badan yang cukup.
5.2.2 Untuk Puskesmas
Mempromosikan tentang pentingnya protein pada saat kehamilan
5.2.3 Untuk Peneliti Selanjutnya
Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk meneliti variabel lain yang bisa
mempegaruhi pengetahuan tentang kebutuhan gizi saat kehamilan
32
Daftar Pustaka
Almatsier,S, 2006, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta : EGC.
Budiarto, E,2002, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,
Jakarta: EGC.
Ellya, E, 2010, Gizi dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta : Trans Info Media.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka
Sarwono Prawirohardja
Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Jakarta : EGC
Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi).
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Suharjo, 1996, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Jakarta : Bumi Aksara.
33
Daftar Lampiran
Lampiran I. Koesioner
A. Identitas responden
1. Nama: 1A [ ]
2. Umur: 2A [ ]
3. Pendidikan
a. Tidak sekolah
b. SD
c. SLTP
d. SMA
e. Perguruan tinggi
f. Lain-lain
3A [ ]
4. Pekerjaan
a. Ibu rumah tangga
b. Guru
c. Petani
d. Lain-lain ( )
4A [ ]
B. Pengetahuan kebutuhan tentang protein
1. Apakah anda tahu tentang protein?
a. Ya
b. Tidak
1B [ a ]
2. Apa fungsi protein menurut anda ?
a. Membangun tibuh
b. Sumber energi
c.
2B [ a ]
3. Makanan dibawah ini yang mengandung protein
a. Nasi
b. Telur
c. Susu
3B [ b ]
34
4. Menurut anda pentingkah protein itu?
a. Ya
b. Tidak
4B [a ]
5. Apa saja jenis protein yang anda ketahui?
a. Protein nabati
b. Protein laut
c. Protein sayur
5B [a ]
6. Penyakit yang diderita bila kekurangan protein?
a. Busung lapar
b. Kegemukan
c. Bisulan
6B [ a ]
7. Apakah anda mengkonsumsi makan berprotein setiap
hari?
a. Ya
b. Tidak
7B [ a]
8. Apakah kebutuhan protein ibu hamil lebih banyak dari
pada wanita biasa?
a. Ya
b. Tidak
8B [a ]
9. Apa akibat dari kekurangan protein pada ibu hamil
a. Keguguran
b. Pendarahan
c. Kurang darah (anemia)
9B [ a ]
10. Apa fungsi protein bagi janin
a. Untuk Pembentuk organ tubuh
b. Untuk pertumbuhan tulang dan gigi
c. Untuk perkambangan otak
10B [ a ]
35
Lampiran 2. Output SPSS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pendidikan * pengetahuan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid tinggi 67 67.0 67.0 67.0
rendah 33 33.0 33.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid baik 80 80.0 80.0 80.0
buruk 20 20.0 20.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
36
pendidikan * pengetahuan Crosstabulation
pengetahuan
Total baik buruk
pendidikan tinggi Count 60 7 67
% within
pendidikan
89.6% 10.4% 100.0%
rendah Count 20 13 33
% within
pendidikan
60.6% 39.4% 100.0%
Total Count 80 20 100
% within
pendidikan
80.0% 20.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.578a 1 .001
Continuity Correctionb 9.840 1 .002
Likelihood Ratio 10.964 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
Association
11.463 1 .001
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.60.
b. Computed only for a 2x2 table
37
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pendidikan
(tinggi / rendah)
5.571 1.952 15.905
For cohort pengetahuan = baik 1.478 1.109 1.969
For cohort pengetahuan = buruk .265 .117 .601
N of Valid Cases 100