hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja ...
Transcript of hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau . Hak akan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar
dari warga negara Indonesia, sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan untuk
masyarakat yang disediakan adalah puskesmas.
Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat pembangunan kesehatan
masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang menjadi ujung tombak pembangunan bidang kesehatan
(Muninjaya, 2004).
Tuntutan masyarakat saat ini akan pelayanan kesehatan yang bermutu
semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya pendapatan dan
tingkat pendidikan masyarakat. Puskesmas diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Persaingan yang semakin ketat dengan fasilitas pelayanan primer lainnya juga
1
2
menuntut peningkatan mutu pelayanan di puskesmas. Upaya dalam meningkatkan
mutu puskesmas harus dilakukan dari segala aspek seperti meningkatkan
profesionalisme dari para pegawainya dan meningkatkan fasilitas kesehatannya.
(Muninjaya, 2004).
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik (tangible)
kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan
empati (emphaty) (Parasuraman dkk. dalam Muninjaya, 2014). Pelayanan
kesehatan yang bermutu diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan kepuasan
kepada setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian
Safrudin dkk. (2010) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan berhubungan
dengan kepuasan pasien. Masalah mutu pelayanan kesehatan di puskesmas
semakin berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Rendahnya mutu pelayanan di puskesmas sering menjadi keluhan dari
masyarakat.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas terdiri dari upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu dari enam
program wajib puskesmas adalah program pengobatan. Upaya pengobatan ini
perlu mendapat perhatian, karena masyarakat cenderung melihat puskesmas pada
mutu pelayanan upaya kuratif daripada program lain seperti upaya promotif, dan
preventif. Masyarakat berpandangan bahwa puskesmas merupakan tempat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, sehingga masyarakat sering
3
membanding-bandingkan kualitas pelayanan di puskesmas dengan rumah sakit.
Program pengobatan dasar di puskesmas saat ini juga mendapat perhatian dari
pengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Puskesmas merupakan gate keeper
dalam penerapan pelayanan rujukan berjenjang pada program JKN. Ada beberapa
diagnosa pasien peserta JKN yang tidak dapat dirujuk langsung, namun harus
ditangani di puskesmas sebagai pemberi layanan tingkat pertama. Berdasarkan
situasi tersebut, puskesmas dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan pada
upaya pengobatan dasar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan
kesehatan termasuk pada pelayanan pengobatan di puskesmas adalah faktor input,
lingkungan dan proses (Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012). Untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu ditunjang oleh
manajemen puskesmas yang baik dan tenaga yang profesional (Kemenkes, 2012).
Penerapan manajemen puskesmas merupakan proses dalam rangkaian
kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas
(Kemenkes, 2012). Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ramsar dkk. (2012) tentang penerapan fungsi
manajemen puskesmas di Puskesmas Minasa Upa Makasar, dinyatakan bahwa
sebelum melakukan kegiatan dan strategi, terlebih dahulu dilakukan perencanaan
dan penetapan tujuan kegiatan, pembagian tugas dan wewenang, koordinasi dan
pengarahan serta penilaian. Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai tujuan.
4
Tenaga profesional merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan
pelayanan kesehatan yang bermutu. Berkenaan dengan hal ini, maka sumber daya
manusia yang berkualitas mutlak diperlukan. Makna dari yang berkualitas
merupakan tidak hanya terbatas pada pekerja yang mempunyai pendidikan dan
keahlian saja, melainkan juga yang memiliki motivasi dan komitmen pada
pekerjaan dan organisasi (Muninjaya, 2004).
Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai
dan tujuan untuk memilih keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan
(Robbins, 2006). Suatu puskesmas akan efektif bila memiliki pegawai yang
mempunyai komitmen kerja yang kuat. Petugas dengan komitmen yang kuat akan
rela mencurahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan
puskesmas dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dari beberapa
penelitian tentang komitmen kerja, diketahui bahwa komitmen kerja dapat
mengurangi adanya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Aziza,
2010). Komitmen kerja juga berpengaruh terhadap prestasi kerja (Sudiro, 2011).
Penelitian lain tentang komitmen perawat terhadap perilaku caring oleh
Noyumala (2013) diketahui bahwa ada hubungan komitmen perawat dengan
perilaku caring profesional. Karyawan yang memiliki komitmen kerja akan lebih
bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan (Ping dalam Puspitawati, 2012).
Komitmen kerja harus dimiliki oleh seluruh petugas puskesmas terutama
oleh petugas yang memiliki waktu kontak lebih lama dengan pasien seperti dokter
dan perawat. Petugas ini sangat berpotensi untuk pengembangan mutu dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Oleh
5
karena itu komitmen kerja dokter dan perawat harus ditingkatkan. Dalam upaya
peningkatan komitmen tersebut, terlebih dahulu harus diketahui bagaimana
komitmen kerja petugas dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas.
Jumlah puskesmas saat ini di Indonesia adalah sebanyak 9.510 buah
(Kemenkes, 2012), di Propinsi Bali sebanyak 120 buah (Dinkes Propinsi Bali,
2013). Dari seluruh jumlah puskesmas tersebut, 12 puskesmas terdapat di
Kabupaten Karangasem yang terletak diujung timur Pulau Bali. Upaya program
pengobatan telah berjalan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Jumlah
kunjungan pasien di puskesmas Kabupaten Karangasem adalah tahun 2011
sebanyak 281.676 kunjungan (63,0%) , tahun 2012 sebanyak 243.916 kunjungan
(53,5%) dan tahun 2013 sebesar 238.018 kunjungan (52,1%). Pencapaian
cakupan kunjungan pasien di puskesmas rata-rata sebesar 56,2 % (Dinkes
Karangasem, 2014).
Mengingat jumlah kunjungan pasien ke puskesmas mengalami penurunan
dalam tiga tahun terakhir, maka perlu diketahui bagaimana mutu pelayanan
pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Berdasarkan hasil survei
pendahuluan melalui wawancara dan observasi, diketahui bahwa masih ada
beberapa permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan, komitmen petugas
dan penerapan manajemen puskesmas.
Hasil wawancara dengan pasien yang pernah berobat ke puskesmas, terdapat
beberapa keluhan seperti 1) jam pelayanan belum tepat waktu sehingga pasien
sering menunggu petugas, 2) petugas kurang ramah, 3) ketelitian dan kecepatan
petugas dalam memberikan pelayanan masih kurang. Hasil wawancara dengan
6
petugas pelayanan pengobatan, diketahui bahwa petugas pada pelayanan
pengobatan memiliki beban ganda, yaitu sebagai pelaksana program pengobatan
dan bertanggungjawab terhadap program promotif dan preventif. Ketersediaan
alat kesehatan yang sering digunakan seperti tensimeter masih kurang. Beberapa
obat-obat yang diperlukan tidak tersedia di puskesmas. Kegiatan pelatihan-
pelatihan terkait dengan program pengobatan hampir tidak pernah diadakan.
Pasien peserta jaminan /asuransi kesehatan banyak yang tidak mengetahui
prosedur pelayanan sehingga banyak pasien yang datang ke puskesmas hanya
mencari surat rujukan untuk ke rumah sakit. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena kurangnya sosialisasi prosedur pelayanan pengobatan kepada masyarakat
atau ketidak puasan pasien terhadap pengobatan di puskesmas. Kondisi tersebut
mengakibatkan angka rujukan di puskesmas melebihi dari target yang ditetapkan
yaitu sebesar 15%. Angka rujukan khususnya untuk puskesmas yang lokasinya
dekat dengan rumah sakit umum daerah, rata-rata sebesar 20% (Dinkes
Karangasem, 2014).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala puskesmas diketahui bahwa
terdapat beberapa permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pelayanan di
puskemas. Permasalahan tersebut seperti masih adanya keluhan dari masyarakat
terkait dengan mutu pegobatan di puskesmas, keluhan ini disampaikan secara
langsung maupun dipublikasikan melalui media massa.
Permasalahan lain yang disampaikan kepala puskesmas adalah kurangnya
komitmen kerja dari pegawai di puskesmas. Hal ini dilihat dari beberapa hal
seperti 1) terjadi kesulitan dalam membagi pekerjaan karena petugas sering
7
menolak tugas yang diberikan, 2) tempat pengobatan sering terlihat kosong
terutama pada siang hari, 3) petugas tidak memiliki inisiatif dalam pengembangan
program, 4) inovasi petugas di puskesmas masih kurang dimana petugas terlihat
bekerja hanya melanjutkan yang sudah berjalan dan menjadi rutinitas. Beberapa
petugas juga mempunyai keinginan pindah tugas dari puskesmas terutama yang
berasal dari luar Kabupaten Karangasem. Kedisiplinan petugas juga masih
menjadi masalah di puskesmas Kabupaten Karagasem.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala puskesmas
diketahui bahwa penerapan manajemen puskesmas di puskesmas Kabupaten
Karangasem belum berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dalam pembuatan
perencanaan tingkat puskesmas (PTP) belum dilakukan dengan baik. Pembuatan
rencana kegiatan dari masing-masing program tidak dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan namun lebih banyak bersifat melaksanakan apa yang diinstruksikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Penyampaian rencana usulan
kegiatan (RUK) yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem juga
tidak tepat waktu, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem mengalami
kesulitan dalam mengajukan anggaran ke Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem. Hal ini mengakibatkan banyaknya kegiatan yang semestinya
dibutuhkan di puskesmas tidak mendapatkan anggaran biaya.
Terkait dengan penerapan manajemen puskesmas di Kabupaten Karangasem
yaitu dalam hal pengawasan dan pertanggungjawaban juga belum berjalan
optimal, hal ini terlihat dari 12 puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem
hanya tiga puskemas yang menyusun laporan kinerja secara rutin. Pembinaan dan
8
pengawasan dari dinas kesehatan terkait pelaksanaan program pengobatan dan
manajemen puskesmas dirasakan masih kurang oleh puskesmas. Hal ini
mengakibatkan puskesmas mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan
seperti dalam menyusun perencanaan kegiatan termasuk program pengobatan,
penyusunan Standar Operational Prosedure (SOP), dan penyusunan laporan
pengukuran kinerja puskesmas. Kepala puskesmas saat ini sebagian besar belum
mendapatkan pelatihan terkait dengan manajemen puskesmas, yaitu dari 12 kepala
puskesmas hanya tiga orang yang pernah mendapatkan pelatihan tentang
manajemen puskesmas.
Dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
menunjukkan hasil yang beragam yaitu diantaranya ada yang menunjukkan
hubungan dan ada pula penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan
antara pelaksanaan fungsi manajemen dengan pencapaian program di puskesmas.
Hasil penelitian tersebut adalah penelitian dari Kustiawan tahun 2014
menyatakan bahwa adanya hubungan fungsi manajemen dengan cakupan kegiatan
pada program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas
Kabupaten Gerobogan. Terdapat pula hasil penelitian lain oleh Ningrum, S.F
(2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan fungsi manajemen dengan
keberhasilan program PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan
mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas yang ada di
Kabupaten Karangasem.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu
pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten
Karangasem?
2. Bagaimanakah hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
3. Variabel manakah yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas
dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten
Karangasem.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem
2. hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada
Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem
10
3. variabel yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran untuk peneliti lain serta sebagai dokumen
ilmiah untuk bahan penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sebagai masukan untuk
puskesmas dan dinas kesehatan terkait dengan intervensi pada penerapan
manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas sebagai upaya peningkatan
mutu pelayanan di puskesmas.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan merupakan tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan
yang ditetapkan, sehingga menimbulkan kepuasan bagi setiap pasien (Kemenkes
dalam Muninjaya 2014). Pelayanan yang bermutu sangat diperlukan karena
merupakan hak setiap pelanggan, dan dapat memberi peluang untuk
memenangkan persaingan dengan pemberi layanan kesehatan lainnya. Kualitas
pelayanan dan nilai berdampak langsung terhadap pelanggan. Kepuasan
pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dirasakan (Kui Son Cui et al,
2002). Pelanggan insitusi pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pelanggan internal (internal customer) yaitu mereka yang bekerja di dalam
institusi kesehatan seperti staf medis, paramedis, teknisi, administrasi,
pengelola dan lain sebagainya.
2. Pelanggan eksternal (external customer) yaitu pasien, keluarga pasien,
pengunjung, pemerintah, perusahaan asuransi kesehatan, masyarakat umum,
rekanan, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya (Muninjaya,
2014).
Supardi (2008) berpendapat hampir sama dengan teori tersebut yaitu bahwa
mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan,
penyandang dana pelayanan, dan penyelenggara pelayanan.
11
12
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut
Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan
proses.
1. Unsur Masukan
Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber
daya manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka
pelayanan kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu
puskesmas diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan
peningkatan fasilitas kesehatan (Muninjaya, 2004). SDM yang profesional
harus mempunyai pendidikan dan keahlian serta memiliki motivasi,
kompetensi dan komitmen kerja yang baik (Muninjaya, 2004).
2. Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.
3. Unsur Proses
Yang termasuk dalam unsur proses meliputi proses pelayanan baik tindakan
medis maupun tindakan non-medis. Tindakan non medis salah satunya
adalah penerapan manajemen puskesmas yang merupakan proses dalam
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai
tujuan puskesmas (Kemenkes, 2012).
Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Muninjaya (2014) bahwa
mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji berdasarkan output sistem pelayanan
13
kesehatan. Output sistem pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga komponen
yaitu masukan/input, proses dan lingkungan.
Menurut Donabedian dalam Alwi, A. (2011) ada tiga pendekatan penilaian
mutu yaitu :
1. Input
Aspek struktur meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan kegiatan berupa sumber daya manusia, dana dan sarana. Input
fokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi, termasuk komitmen,
prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan
diberikan.
2. Proses
Merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan
pasien, meliputi metode atau tata cara pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
fungsi manajemen.
3. Output
Aspek keluaran adalah mutu pelayanan yang diberikan melalui tindakan
dokter, perawat yang dapat dirasakan oleh pasien dan memberikan perubahan
ke arah tingkat kesehatan dan kepuasan yang diharapkan pasien.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Melinda (2011) diketahui bahwa faktor
lingkungan yaitu iklim kerja organisasi dan komitmen organisasi dapat menjadi
prediktor mutu pelayanan kesehatan. Penelitian lain oleh Hardianti dkk.(2013)
menyatakan bahwa kenyamanan lingkungan kerja dan hubungan antar manusia
14
berhubungan dengan mutu pelayanan antenatal di Puskesmas Pattingallloang Kota
Makasar dengan nilai p=0,001.
2.1.2 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Muninjaya (2014), menganalisis
dimensi mutu jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Lima aspek
komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama Servqual (Service Quality).
Servqual mempunyai kontribusi dalam mengidentifikasi masalah dan menentukan
langkah awal pemberi layanan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan (Emin
Babakus, 1992). Dimensi mutu menurut Parasuraman dkk. terdiri dari lima
dimensi.
1. Bukti fisik (tangibles), mutu pelayanan dapat dirasakan langsung terhadap
penampilan fasilitas fisik serta pendukung pendukung dalam pelayanan.
2. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditetapkan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesediaan petugas untuk memberikan
pelayanan yang cepat sesuai prosedur dan mampu memenuhi harapan
pelanggan.
4. Jaminan (assurance), yaitu berhubungan dengan rasa aman dan kenyamanan
pasien karena adanya kepercayaan terhadap petugas yang memiliki
kompetensi, kredibilitas dan ketrampilan yang tepat dalam memberikan
pelayanan dan pasien memperoleh jaminan pelayanan yang aman dan
nyaman.
15
5. Empati (emphaty), yaitu berhubungan dengan kepedulian dan perhatian
petugas kepada setiap pelanggan dengan mendengarkan keluhan dan
memahami kebutuhan serta memberikan kemudahan bagi seluruh pelanggan
dalam menghubungi petugas.
Terkait dengan dimensi mutu pelayanan, terdapat beberapa pendapat dari
hasil penelitian. Melinda (2011) menyatakan bahwa kunci keberhasilan dari
pelayanan kesehatan adalah kecepatan pelayanan, keramahan, efektifitas tindakan
serta kenyamanan bagi pasien dan pengunjung lainya. Dukungan dan komitmen
petugas menjadi faktor pendorong yang sangat efektif dalam tahap-tahap menuju
kemajuan puskesmas. Noor, A. (2013) menyatakan bahwa mutu pelayanan
kesehatan lebih terfokus pada dimensi daya tanggap petugas. Pasien lebih
membutuhkan keramahan petugas dan komunikasi petugas dengan pasien.
Sedangkan pendapat Rosita
dkk.(2011) adalah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, empati atau
perhatian tenaga kesehatan sangat diharapkan oleh pemakai jasa atau pasien.
2.1.3 Pengembangan Mutu Pelayanan Kesehatan
Langkah-langkah pengembangan mutu pelayanan harus dimulai dari
perencanaan, pengembangan jaminan mutu, penentuan standar hingga monitoring
dan evaluasi hasil. Menurut Amchan dalam Muninjaya (2014) langkah-langkah
pengembangan jaminan mutu terdiri dari tiga tahap.
1. Tahap pengembangan strategi dimulai dengan membangkitkan kesadaran
(awareness) akan perlunya pengembangan jaminan mutu pelayanan yang
diikuti dengan berbagai upaya pelaksanaan, peningkatan, komitmen dan
16
pimpinan, merumuskan visi dan misi institusi diikuti dengan penyusunan
rencana strategis, kebijakan dan rencana operasional, perbaikan infrastruktur
agar kondusif dengan upaya pengembangan mutu.
2. Tahap tranformasi yaitu membuat model-model percontohan di dalam
institusi untuk peningkatan mutu secara berkesinambungan yang mencakup
perbaikan proses perbaikan standar prosedur, dan pengukuran tingkat
kepatuhan terhadap standar prosedur tersebut, pembentukan kelompok kerja
(pokja) mutu yang trampil melakukan perbaikan mutu, pelatihan pemantauan,
pemecahan masalah untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar peningkatan
mutu, monitoring dan evaluasinya. Rangkaian ini disingkat PDCA (Plan, Do,
Check and Action).
3. Tahap integrasi yaitu pengembangan pelaksanaan jaminan mutu diterapkan di
seluruh jaringan (unit) institusi, tetapi tetap memperthanakan komitmen yang
sudah tumbuh, optimalisasi proses pengembangan jaminan mutu secara
berkesinambungan.
Berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan, Josep Juran dalam PKMK
(2000) menyebutkan trilogi dalam perbaikan mutu yaitu perencanaan mutu,
pengendalian mutu, dan peningkatan mutu. Perencanaan mutu menjamin bahwa
tujuan mutu dapat dicapai melalui kegiatan operasional. Perencanaan mutu
meliputi identifikasi pelanggan eksternal dan internal, pengembangan gambaran
atau ciri produk, merumuskan tujuan mutu, dan merancang bangun proses untuk
memproduksi produk atau jasa pelayanan sesuai dengan spesifikasi yang
17
ditentukan serta menunjukkan bahwa proses tersebut secara operasional mampu
untuk mencapai tujuan mutu yang telah ditetapkan.
Perbaikan atau peningkatan mutu bertujuan untuk mencapai kinerja yang
optimal, proses operasional juga harus optimal. Kegiatan peningkatan mutu
meliputi mengidentifikasi proses, membentuk tim untuk melakukan perbaikan
proses tersebut, melakukan diagnosis dan analisis untuk mencari penyebab dan
mengidentifikasi penyebab masalah yang utama dan mengembangkan kegiatan-
kegiatan korektif dan preventif serta melakukan uji coba dan berikan rekomendasi
untuk perbaikan yang efektif.
Pengendalian mutu bertujuan untuk dokumentasi dan sertifikasi bahwa tujuan
mutu tercapai. Dalam memilih metode dan menyusun instumen pengukuran yaitu
melakukan pengukuran secara nyata, memahami dan menganalisis serta
melakukan interpertasi antara kenyataan dibandingkan standar serta melakukan
tindakan koreksi terhadap adanya kesenjangan antara kenyataan dan standar.
Hasil penelitian tentang peningkatan mutu pelayanan disebutkan bahwa
karyawan selalu memberikan layanan andal, konsisten, dan karyawan bersedia
dan mampu memberikan layanan secara tepat waktu, karyawan mudah didekati
dan mudah untuk dihubungi, sopan, hormat dapat dipercaya, dan jujur. Dalam
peningkatan mutu pelayanan, fasilitas kesehatan pada umumnya menyediakan
lingkungan yang bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan (Joseph, C. 2000).
Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, mutu pelayanan kesehatan
dalam penelitian ini terdiri atas lima sub variabel yaitu bukti fisik (tangible)
18
kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan
empati (emphaty).
2.2 Komitmen Kerja
Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai
dan tujuan untuk memelihara keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan
(Robbins, 2006). Komitmen kerja juga didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan,
keterikatan, individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan untuk tetap
berada dalam organisasinya (Mathis dan Jakson, 2001 dalam Wijaya, 2012).
Komitmen petugas terhadap puskesmas ditunjukkan dengan prestasi yang lebih
baik dengan terlibat aktif melakukan asuhan pelayanan kesehatan (Luthans,
2006).
Kesuksesan sebuah karir, dituntut adanya suatu komitmen, dimana komitmen
seseorang terhadap karirnya terlihat dari kesabaran membangun karir yang
dipilihnya. Seseorang yang berkomitmen terhadap karir tidak akan mudah kalah
dengan tantangan yang menghadangnya di depan (Noordin et al, dalam Siswanto,
2012). Berdasarkan pandangan tersebut, faktor sumber daya manusia menjadi
faktor yang penting untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas.
Penelitian tentang komitmen kerja dilaksanakan oleh Nursyahfitri (2011)
pada karyawan Divisi Produksi PT. Marumitsu Indonesia, diketahui bahwa
komitmen berpengaruh terhadap kinerja karyawan (t = 3,037 dan p = 0,001).
Penelitian tentang pengaruh komitmen anggota dan budaya kerja terhadap kinerja
Tim Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi Nasional yang dilakukan oleh Rois
19
(2010) menemukan pengaruh yang signifikan komitmen anggota dengan kinerja
Tim Kormonev Nasional dengan nilai uji t 2,3 dan uji f 0,637. Penelitian lain
tentang komitmen oleh Suparman (2007) menyatakan bahwa komitmen kerja
secara nyata berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain oleh Karsh et
al (2005) yang dilakukan pada perawat di panti jompo, menyatakan bahwa
komitmen dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh pekerjaan dan faktor
organisasinya dan dengan kurangnya komitmen dan kepuasan kerja sehingga
berimplikasi dengan adanya keinginan untuk pindah.
Penelitian tentang komitmen juga dilakukan oleh Malhotra dan Mukherjee
(2004) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen akan memberikan
layanan yang optimal. Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi selalu akan
berpihak dan memberikan yang terbaik kepada organisasi (Robbins dan Judge,
2008 dalam Sopiah, 2008). Komitmen kerja dapat ditingkatkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan dengan cara sebagai berikut (Djati dalam Wijaya,
2012) .
1. Menciptakan rasa aman, suasana kerja yang kondusif serta lakukan promosi
secara reguler.
2. Menempatkan petugas sesuai dengan kapasitas, minat dan motivasi kerjanya
agar memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
3. Meningkatkan keterampilan, kesempatan pengembangan diri, dan bimbingan
perencanaan karier agar perawat dan bidan merasa mantap dalam pencapaian
kariernya.
20
4. Mengembangkan fleksibilitas dan otonomi pelaksanaan tugas tetapi tetap
memegang teguh tanggung jawab.
5. Mengembangkan sistem monitoring, peningkatan kinerja dan pemahaman
terhadap nilai dan tujuan rumah sakit untuk menjaga kesesuaian visi dan misi.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja
Komitmen merupakan kekuatan secara menyeluruh terhadap tugas dalam
pelayanan dan kondisi lingkungan puskesmas. Faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen kerja adalah keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi,
kemauan berusaha dan bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi, keyakinan
dan kepercayaan terhadap nilai dan tujuan organisasi (Spector, 2000).
Komitmen kerja ini sangat dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang
disebutkan dalam penelitian Siswanto (2012) yaitu komitmen kerja dipengaruhi
oleh iklim kerja dan pengembangan karir. Kiesler dalam Siswanto (2012)
berpendapat bahwa adanya komitmen akan memotivasi serta memaksa seseorang
untuk bertindak lebih jauh, karena sifat ikatannya akan berpengaruh terhadap
respon individu pada kekuatan yang memaksa mereka melakukan sesuatu.
Menurut (Lokce et all, 1988 dalam Wijaya, 2012) tiga kategori utama penentu
komitmen adalah faktor eksternal (otoritas, pengaruh teman sebaya, penghargaan
eksternal), faktor interaktif (partisipasi dan kompetisi), dan faktor internal
(harapan, penghargaan internal).
Komitmen kerja petugas pelayanan dapat dilihat inisiatif, penghayatan
terhadap visi misi puskesmas, dan peraturan-peraturan (Wijaya, 2012).
21
1. Inisiatif
Inisiatif merupakan kemampuan petugas pemberi pelayanan yaitu dokter,
perawat dan bidan dalam melakukan tugas tanpa menunggu perintah. Hal ini
terkait dengan hasil pekerjaan, menciptakan peluang untuk menghindari
timbulnya masalah (Ubaydilah, 2009 dalam Wijaya, 2012). Inisiatif juga
menyangkut kreativitas petugas untuk mengembangkan potensi diri dalam
melaksanakan asuhan pelayanan dan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
2. Penghayatan terhadap visi misi puskesmas
Visi merupakan suatu pernyataan yang berisi tentang cita-cita dari organisasi,
sedangkan misi mencakup kegiatan jangka panjang dan jangka pendek yang
akan dilaksanakan dalam mencapai visi (Mangkuprawira, 2009 dalam
Wijaya, 2012). Pernyataan visi dan misi harus sesuai dengan kebutuhan
puskemas dan kebutuhan pasien. Keduanya harus dapat mengantarkan
puskesmas mencapai tujuan dengan menumbuhkan semangat kerja,
keharmonisan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai Standar
Prosedur Operasional (SPO). Peningkatan komitmen kerja memerlukan
penghayatan visi dan misi puskesmas.
3. Peraturan-peraturan
Peraturan dapat mengatur segala kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas.
Mereka harus mematuhi karena ada sanksi yang melanggar. Peraturan dapat
berupa tata tertib yang mengikat petugas melaksanakan kegiatan pelayanan
sehingga tidak menyimpang dari tujuan puskesmas. Ketaatan terhadap
22
peraturan puskesmas oleh petugas diperlukan untuk meningkatkan kinerja di
puskesmas.
Berdasarkan teori dan penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya.
variabel komitmen kerja dalam penelitian ini, terdiri dari tiga sub variabel yaitu
inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.
2.3 Manajemen Puskesmas
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/ Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dinyatakan bahwa puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis kegiatan yang bertanggungjawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk dapat melaksanakan pembangunan
kesehatan di puskesmas perlu ditunjang oleh manajemen yang baik. Manajemen
puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk
menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efesien (Kemenkes, 2012).
Manajemen diselenggarakan sebagai proses pencapaian tujuan, menselaraskan
tujuan organisasi dan tujuan pegawai puskesmas, mengelola dan memberdayakan
sumber daya dalam rangka efisiensi dan efektifitas puskesmas, sebagai proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, proses kerjasama dan kemitraan
dalam pencapaian tujuan puskesmas (Alamsyah, 2011).
Penelitian tentang penerapan fungsi manajemen dilakukan oleh Dewi (2011)
pada 77 perawat RSUP Dr. Sardjito, diketahui bahwa penerapan lima fungsi
manajemen oleh kepala ruangan berhubungan dengan penerapan keselamatan
pasien (p=0,000-0,032). Faktor yang paling berpengaruh dalam penerapan
23
keselamatan pasien adalah fungsi pengendalian. Sedangkan fungsi perencanaan,
pengaturan staf, pengarahan dan pengendalian berhubungan dengan penerapan
keselamatan perawat (p=0,005-0,032) dan faktor yang paling berpengaruh adalah
fungsi pengarahan.
Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Semua fungsi
manajemen tersebut berkaitan dan dilaksanakan secara berkesinambungan
(Kemenkes, 2012).
2.3.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan langkah awal sebelum kegiatan dilaksanakan yang
meliputi kegiatan merumuskan tujuan puskesmas sampai dengan menetapkan
alternatif kegiatan. Tanpa ada perencanaan puskesmas, tidak akan ada kejelasan
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan puskesmas
(Alamsyah, 2011). Perencanaan program wajib puskesmas salah satunya program
pengobatan dilakukan sebagai berikut.
1. Menyusun usulan kegiatan pada program pengobatan sesuai kondisi yang ada
mulai dari perencanaan target capaian kegiatan seperti target kunjungan,
tenaga, dana, obat-obatan, bahan habis pakai dan sarana dan prasarana
lainnya terkait dengan pengembangan layanan pengobatan di puskesmas.
2. Mengajukan usulan kegiatan yang direncanakan ke dinas kesehatan untuk
mendapatkan persetujuan.
3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan (RPK).
24
Hasil penelitian oleh Ulfayani dkk. (2012) menunjukkan bahwa dalam
perencanaan pada delapan bagian unit di puskesmas Minasa Upa Kota Makasar,
selalu diawali dengan penentuan program kegiatan yang mencakup penyusunan
rencana kegiatan, rencana tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan, jadwal
kegiatan, biaya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (2006) bahwa
perencanaan selalu menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan.
2.3.2. Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan dan pengendalian merupakan proses penyelenggaraan,
pemantauan serta penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan di puskesmas (Depkes
R.I, 2004). Langkah-langkah pelaksanaan dan pengendalian pada upaya
pengobatan di puskesmas adalah sebagai berikut.
1. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan serangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber daya yang ada di puskesmas dan dimanfaatkan
secara efesien untuk program pengobatan. Pada program pengobatan
ditetapkan penanggungjawab dan petugas pelaksana yang saling bekerjasama.
2. Penyelenggaraan
Langkah berikutnya adalah menyelenggarakan rencana kegiatan program
pengobatan di puskesmas dan menunjuk penanggungjawab serta pelaksana
program dan pelaksanaan lokakarya mini puskesmas, baik lintas program
maupun lintas sektor.
25
3. Pemantauan
Pemantauan terhadap kegiatan dilakukan secara berkala seperti melakukan
telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai serta melakukan
telaahan eksternal terkait hasil yang dicapai oleh fasilitas dan sektor lain yang
terlibat di wilayah puskesmas.
4. Penilaian
Penilaian kegiatan bisa dilakukan oleh pihak eksternal dan internal
puskesmas.
Kegiatan penilaian pada program pengobatan dilakukan setiap bulan,
triwiulan maupun tahunan. Kegiatan penilaian mencakup penilaian terhadap
cakupan jumlah kunjungan, survei kepuasan dan evaluasi dari dinas
kesehatan.
Hasil penelitian di Puskesmas Minasa Upa Kota Makasar oleh Ramsar dkk.
(2012) diketahui bahwa pengelompokan kelompok kerja sebelum pembagian
tugas dilakukan agar rencana kegiatan akan lebih terarah pada tujuan. Dalam
pergerakan dan pelaksanaan ada tiga komponen yang saling berhubungan yaitu
komponen koordinasi, pengarahan dan pimpinan (Ramsar dkk, 2012). Pendapat
ini sejalan dengan hasil penelitian Ridwan (2010) dalam Ramsar dkk. (2012),
yang menyatakan pimpinan selaku administrator memiliki tugas untuk melakukan
koordinasi dan mengarahkan seluruh komponen untuk mencapai tujuan.
26
2.3.3 Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Pengawasan dan pertanggungjawaban merupakan proses untuk mendapatkan
kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dalam mencapai tujuan puskesmas
(Depkes R.I, 2004).
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan kegiatan mengamati secara terus menerus terhadap
pelaksanaan kegiatan puskesmas. Pengawasan dapat dilakukan oleh pihak
internal (kepala puskesmas) dan eksternal (masyarakat, dinas kesehatan, serta
institusi lainnya).
2. Pertanggungjawaban
Untuk pertanggungjawaban kegiatan kepala puskesmas harus membuat
laporan kinerja hasil dari pelaksanaan kegiatan.
Bedasarkan hasil penelitian pada Puskesmas Batua Makassar oleh Mu’rifah
(2012 menyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan menyusun langkah perbaikan
untuk mencapai tujuan.
2.4 Program Pengobatan di Puskesmas
Puskesmas bertanggungjawab untuk melaksanakan upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat untuk mencapai visi pembangunan
kesehatan. Upaya kesehatan puskesmas terdiri dari upaya wajib dan
pengembangan. Salah satu upaya program wajib puskesmas dalam upaya
kesehatan perorangan adalah program pengobatan. Program pengobatan
27
merupakan kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan pada masyarakat dalam
rangka menghentikan proses perjalanan suatu penyakit untuk dapat
menghilangkan penderitaan yang dirasakan (Depkes RI, 1990).
Program pengobatan di puskesmas dilaksanakan dengan melakukan diagnosa,
melaksanakan tindakan dan melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu
(Subekti, 2009). Tujuan dari pelayanan pengobatan di puskesmas adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat. Dalam upaya
pengobatan pasien, kegiatan yang dilakukan adalah mencari riwayat penyakit,
mengadakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, membuat diagnosa,
memberikan pengobatan yang tepat dan melakukan rujukan bila diperlukan.
Penelitian tentang upaya pengobatan di puskesmas dilakukan oleh Subekti
tahun 2009 pada balai pengobatan umum puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi mutu pelayanan administrasi, dokter,
perawat dan obat berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Sedangkan sarana
dan fasilitas penunjang tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien.
2.4.1 Gambaran Umum Pengobatan di Puskesmas Kabupaten Karangasem
Upaya pengobatan di puskesmas dapat dilakukan di luar gedung dan di dalam
gedung dan rawat jalan maupun rawat inap. Adapun unit-unit pelayanan
pengobatan yang ada di puskesmas seperti pelayanan poli umum, Unit Gawat
Darurat (UGD), poli gigi dan mulut, pelayanan rawat inap maupun puskesmas
keliling.
28
Poli umum merupakan salah satu unit program pengobatan di puskesmas
yang melayani pasien rawat jalan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
pelayanan di poli umum adalah melakukan anamnesa terhadap keluhan dan
riwayat penyakit pasien, melakukan pemeriksaan fisik, melakukan pemeriksaan
laboratorium, mendiagnosa penyakit pasien, melakukan tindakan pengobatan dan
melakukan upaya rujukan bila dianggap perlu.
Petugas yang bertugas pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem adalah dokter dan perawat. Petugas tersebut selain bertugas pada
poli umum juga bertugas di unit-unit pengobatan lain di puskesmas. Petugas
tersebut juga mempunyai tugas sebagai pengelola program promotif dan preventif,
sehingga diatur jadwal petugas yang mendapatkan tugas memberikan pelayanan
pengobatan pada poli umum.
2.5 Hubungan Penerapan Manajemen dan Komitmen Kerja terhadap
Mutu Pelayanan di Puskesmas
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa
ada beberapa penelitian yang menyatakan hubungan antara penerapan fungsi
manajemen di puskesmas dengan pencapaian kinerja di puskesmas. Beberapa
penelitian sebelumnya juga menunjukkan hubungan antara komitmen kerja
dengan kualitas pelayanan.
Hubungan karakteristik petugas juga ditunjukkan dari hasil penelitian
sebelumnya yang berhubungan dengan kinerja dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas. Umur diatas 30 tahun mempunyai motivasi kerja lebih tinggi daripada
petugas lebih dari 30 tahun, dan masa kerja yang lebih lama menggambarkan
29
kinerja organisasi yang baik. Makin tinggi pendidikan maka produktivitas
kerjanya juga tinggi, serta jika berdasarkan jenis kelamin jenis petugas juga
berpengaruh terhadap motivasi kerjanya (Naya, 2013).
2.5.1 Hubungan Penerapan Manajemen terhadap Mutu Pelayanan di
Puskesmas
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa fungsi
manajemen yang diterapkan di puskesmas memiliki hubungan dengan pencapaian
program di puskesmas. Hasil penelitian oleh Kustiawan R.B (2004) menyatakan
bahwa ada hubungan antara pelaksanaan fungsi manajemen perencanaan
((p=0,042), pelaksanaan (p=0,001) dan penilaian (p=0,001) dengan program
pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue ( P2DBD) di puskesmas
Kabupaten Grobogan.
Penelitian lain yang dilakukan pada program Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) pada balita gizi buruk di Puskesmas Kabupaten Tegal yang dilakukan oleh
Ningrum (2006). Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa penerapan fungsi
perencanaan, pergerakkan dan pengawasan penilaian serta pencatatan
berhubungan dengan cakupan PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal.
Hasil yang sama terkait hubungan penerapan manajemen terhadap mutu
pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kota Semarang. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Novianingrum (2007) bahwa perencanaan, pengorganisasian,
pergerakkan dan pengawasan mempunyai hubungan dengan cakupan imunisasi di
puskesmas Kota Semarang. Pada program lain di puskesmas juga dilakukan
penelitian oleh Irmawati (2007) yaitu pada kegiatan Stimulasi Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) balita dan anak prasekolah di
30
Puskesmas Kota Semarang disebutkan bahwa ada hubungan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan cakupan SDIDTK.
2.5.2 Hubungan Komitmen Kerja terhadap Mutu Pelayanan di Puskesmas
Komitmen kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang harus
ditumbuhkan pada petugas pemberi layanan kesehatan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hidayat (2000) menyatakan bahwa komitmen kerja berhubungan
dengan kualitas pelayanan. Dengan komitmen kerja yang tinggi, petugas
pelayanan diantaranya dokter, perawat menjadi lebih giat bekerja dan mempunyai
motivasi kuat untuk berprestasi (Wijaya, 2012). Karyawan yang memiliki
komitmen akan memberikan layanan yang optimal (Malhotra dan Mukherjee,
2004). Penelitian lain tentang pengaruh komitmen dengan prestasi kerja dilakukan
oleh Arisanty (2007), diketahui bahwa komitmen kerja berpengaruh terhadap
prestasi kerja karyawan.
Komitmen kerja juga dapat menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap
puskesmas karena ingin bertahan menjadi anggota dalam organisasinya yaitu
puskesmas (Wijaya, 2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Fawzy
(2010) bahwa komitmen karyawan memberikan pengaruh negatif terhadap
keinginan meninggalkan organisasi. Adanya pengaruh tersebut menunjukkan
bahwa sikap karyawan yang merasa memiliki dan menjadi bagian organisasi,
merasa bahwa organisasi memiliki arti tersendiri bagi pribadi karyawan, sikap
bangga terhadap organisasi dan loyalitas yang dimiliki karyawan membuat
karyawan mau memberikan semua kemampuan yang dimiliki bagi kemajuan
organisasi.
31
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Kesehatan merupakan hak asasi sekaligus investasi bagi setiap manusia.
Untuk itu pemerintah Indonesia terus berupaya melaksanakan pembangunan di
bidang kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Puskesmas merupakan salah satu unit pemberi layanan kesehatan yang
disiapkan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat. Upaya kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat adalah upaya kesehatan wajib dan pengembangan.
Program pengobatan merupakan salah satu upaya program wajib puskesmas yang
cukup mendapatkan sorotan dari masyarakat terkait dengan mutu pelayanananya.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan pelanggan baik internal maupun eksternal. Faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan meliputi unsur masukan (input) dan proses atau
aktivitas. Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan dalam
pengembangan mutu pelayanan. Baik buruknya pelayanan pengobatan tergantung
dari komitmen kerja petugas dalam hal ini dokter dan perawat. Komitmen kerja
merupakan kekuatan dokter dan perawat secara menyeluruh terhadap tugas dan
kondisi lingkungan puskesmas. Komitmen kerja merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi sumber daya manusia disamping kompetensi, motivasi,
penghargaan yang diterima baik finansial maupun non finansial maupun status
31
32
dari kepegawaian. Masing-masing individu dalam melaksanakan pekerjaan juga
terdapat beberapa faktor yang kemungkinan berpengaruh seperti umur, jenis
kelamin, pendidikan maupun masa kerja.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan pengobatan di
puskesmas adalah penerapan manajemen puskesmas. Penerapan manajemen
puskesmas merupakan faktor penting dalam proses pelaksanaan pelayanan
pengobatan di puskesmas. Manajemen puskesmas dalam upaya pengobatan terdiri
dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban yang diberkaitan kegiatan pengobatan dasar di puskesmas.
Perencanaan pada upaya pengobatan adalah proses penyusunan kegiatan
pada program pengobatan di puskesmas yang dimulai dengan menyusun usulan
kegiatan dalam bentuk RUK dan RPK. Usulan ini dituangkan dalam perencanaan
tingkat puskesmas (PTP). Pelaksanaan dan pengendalian upaya program
pengobatan merupakan proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian
terhadap penyelenggaraan rencana kegiatan pengobatan puskesmas. Kegiatan
yang dilakukan adalah menyusun penanggung jawab dan pelaksana di setiap unit
pengobatan. Permasalahan yang ada pada program pengobatan disampaikan dan
dibahas pada lokakarya mini puskesmas. Pengawasan dan pertanggungjawaban
merupakan proses dalam penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas yang
dapat berupa pengawasan internal dan eksternal. Laporan pertanggungjawaban
kegiatan dibuat dalam laporan kinerja puskesmas.
Kedua faktor tersebut dalam penelitian ini dihubungkan melalui komponen
penilaian mutu yaitu dari komponen input, proses dan output.
33
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir dapat disusun konsep penelitian ini sebagai
berikut :
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
INPUT
PROSES
OUTPUT
SDM
DANA
SARANA
Karakteristik (Umur Jenis
Kelamin, Profesi, Masa
Kerja
Komitmen Kerja (Inisiatif,
Penghayatan Visi Misi,
Ketaatan terhadap
Peraturan Puskesmas)
Motivasi, Kompetensi,
Penhargaan, Status
Kepegawaian
PELAYANAN MEDIS
PENERAPAN MANAJEMEN
PUSKESMAS
(Perencanaan, Pelaksanaan dan
Pengendalian, Pengawasan
dan Pertanggungjawaban)
MUTU PELAYANAN
PENGOBATAN
(Bukti Fisik, Kehandalan,
Daya Tanggap, Jaminan,
Empati)
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
34
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian dapat disusun hipotesis sebagai berikut
ini.
1. Ada hubungan yang signifikan antara penerapan manajemen puskesmas
dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas
Kabupaten Karangasem.
2. Ada hubungan yang signifikan antara komitmen kerja petugas dengan mutu
pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas Kabupaten
Karangasem.
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain survei analitik kuantitatif dengan
pendekatan cross-sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran variabel pada
waktu yang sama dan hanya dilakukan satu kali saja (Sudigdo, 2011). Penelitian
ini tujuan untuk melihat hubungan penerapan manajemen puskesmas dan
komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan di puskesmas.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Tempat yang diambil sebagai lokasi penelitian ini adalah salah satu unit
pengobatan yaitu poli umum yang terdapat pada 12 puskesmas di Kabupaten
Karangasem. Alasan diambilnya seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten
Karangasem adalah karena 12 puskesmas tersebut merupakan wilayah penelitian
dan untuk representatif data yang diperoleh.
4.2.2 Waktu Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret
2015.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian kesehatan masyarakat di
bidang ilmu manajemen dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan
35
36
terhadap masyarakat. Penelitian ini terbatas pada upaya program pengobatan yang
ada di puskesmas sebagai salah satu program wajib di puskesmas.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi
Populasi target penelitian ini adalah seluruh dokter dan perawat yang
bertugas di puskesmas Kabupaten Karangasem. Sedangkan populasi terjangkau
adalah dokter dan perawat yang terlibat dalam pelayanan pengobatan pada Poli
Umum di Puskesmas yang berjumlah 191 orang.
4.4.2 Sampel
Sampel diambil dari suatu populasi untuk menjadi subjek dalam penelitian.
Berikut ini merupakan beberapa tahapan dalam menentukan sampel penelitian.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yang digunakan adalah seperti diuraikan di bawah ini.
a. Dokter dan perawat yang bertugas pada Poli Umum di Puskesmas se-
Kabupaten Karangasem pada saat pengumpulan data.
b. Dokter dan perawat di poli umum yang berstatus Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
2. Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi yang digunakan dapat diuraikan seperti dibawah ini.
a. Dokter dan perawat di poli umum yang sedang mengikuti tugas belajar
b. Dokter dan perawat di poli umum yang sedang cuti.
37
4.4.3 Besar Sampel
Besar sampel digunakan rumus perhitungan sampel dengan besar
sampel untuk proporsi tunggal karena N sudah diketahui, maka perhitungan besar
sampelnya dihitung dengan rumus Lameshow, 1997 (Adiputri, 2014).
Rumus : 𝑛 =Z²1−
α
2. P.(1−P).N
d2(N−1)+Z² 1−α
2.P(1−P)
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
Z1-α /2 = Standar deviasi dengan confidence level 95 % adalah 1,96
P = Proporsi mutu pelayanan di puskesmas baik (65%)
(Naya, 2014)
d = Degree of precision yaitu sebesar 10 %
N = Jumlah populasi dokter dan perawat di puskesmas Kabupaten
Karangasem
Berdasarkan rumus tersebut didapat perhitungan sampel sebagai berikut :
n = Z²1−
α
2. P.(1−P).N
d2(N−1)+Z² 1−α
2.P(1−P)
n = 1,96².0,5.0,5.191
(0,1². (191-1))+ 1,96². 0,65.0,35
n = 60,17
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 61 orang.
Untuk jumlah sampel pada masing-masing puskesmas dan jumlah setiap
profesi dokter dan perawat dihitung dengan teknik Proportional Stratified
Random Sampling. Jumlah sampel setiap profesi dokter dan perawat dihitung pula
secara proporsional berdasarkan jumlah tenaga yang ada pada masing-masing
38
puskesmas. Adapun jumlah populasi dan sampel pada masing-masing puskesmas
di Kabupaten Karangasem adalah seperti tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Jumlah Populasi dan Sampel Berdasarkan Puskesmas dan Jenis Petugas
di Kabupaten Karangasem
Puskesmas
Populasi Jumlah
Dokter Perawat
P S P S P S
Manggis I 6 2 12 4 18 6
Manggis II 3 1 9 3 12 4
Sidemen 3 1 11 3 14 4
Selat 4 1 16 5 20 6
Rendang 5 1 10 3 15 5
Bebandem 2 1 15 5 17 6
Karangasem I 3 1 11 3 14 4
Karangasem II 4 1 14 4 18 5
Abang I 4 1 14 5 18 6
Abang II 2 1 12 4 14 4
Kubu I 7 2 14 5 21 7
Kubu II 2 1 8 3 10 4
Jumlah 45 14 146 47 191 61
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pada masing-
masing profesi di puskesmas adalah dengan teknik consecutive sampling,
sehingga dokter dan perawat yang sedang bertugas pada saat waktu pengumpulan
data akan dijadikan sampel penelitian. Waktu pengumpulan data dilakukan secara
bervariasi yaitu pada pagi dan siang hari.
39
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah penerapan manajemen puskesmas
dan komitmen kerja petugas. Variabel penerapan manajemen puskesmas terdiri
dari tiga sub variabel yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban. Variabel komitmen kerja petugas terdiri
dari tiga sub variabel yaitu inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap
peraturan puskesmas.
4.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah mutu pelayanan kesehatan pada
program pengobatan di poli umum yang terdiri dari lima sub variabel yaitu bukti
fisik (tangible) kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan
(assurance) dan empati (emphaty).
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah seperti berikut ini.
40
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel dan Skala Data
Variabel Sub Variabel Definisi Operasional Skala
Penguku
ran
Cara dan
Alat
Ukur
Catatan tentang rencana analisis
1 2 3 4 5 6
Karakteris
tik
Umur Umur dalam tahun responden saat wawancara mengenai
usia
Interval
(dalam
tahun)
Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dalam analisis dikelompokkan
dalam dua kategori yaitu:
1=Umur 20 -39 tahun
2=Umur ≥ 39 tahun
Jenis Kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-
laki dan jenis kelamin perempuan.
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Diberikan skor 1 = laki-laki
2 = perempuan
Profesi Profesi sesuai dengan ijazah dan jabatan fungsional di
puskesmas Kabupaten Karangasem.
Ordinal
Wawanca
ra dengan
kuesioner
Diberikan skor
1= Perawat
2= Dokter
Masa Kerja Lamanya bekerja di puskesmas diukur dalam tahun
Interval Wawanca
ra dengan kuesioner
Dalam analisis dikelompokkan ke
dalam dua kategori yaitu: 1= Masa Kerja <15tahun
2= Masa Kerja ≥15 tahun
41
1 2 3 4 5 6
Penerapan Manajemen
Puskesmas
Pelaksanaan manajemen puskesmas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan
dan pertanggungjawaban yang dipersepsikan oleh petugas
pada poli umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan 2 kategori:
1= Baik (jika terdapat 2 atau 3 sub
variabel penerapan manajemen puskesmas dalam kategori baik.
2 = Kurang (jika terdapat 0 atau 1
subvariabel penerapan manajemen puskesmas dalam
kategori baik.
Perencanaan
Rencana kegiatan yang disusun oleh penanggungjawab
program pengobatan pada puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi perencanaan dalam hal target
kunjungan, kebutuhan dana, tenaga, obat dan alat
kesehatan, pembuatan rencana usulan kegiatan dan rencana pelaksanaan kegiatan.
Penilaian menggunakan 7 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian 1= Baik (≥55% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 55% dari skor
total)
Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan kegiatan program pengobatan di puskesmas
Kabupaten Karangasem dengan pelaksanaan kegiatan loka
karya mini, penyusunan tim pelaksana, dan penyusunan
jadwal jaga. Penilaian menggunakan 6 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan
tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥55% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 55% dari skor total)
Pengawasan dan Pertanggung
jawaban
Kegiatan evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh
pihak internal dan eksternal puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi pengawasan kepala puskesmas, dinas kesehatan, pembuatan laporan kinerja.
Penilaian menggunakan 5 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥55% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 55% dari skor
total)
42
1 2 3 4 5 6
Komitmen Kerja
Komitmen dari petugas poli umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem dalam memberikan pelayanan
pengobatan yang meliputi subvariabel inisiatif,
penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :
1= Baik (jika terdapat 2 atau 3 sub
variabel komitmen kerja petugas dalam kategori baik).
2 = Kurang (jika terdapat 0 atau 1
subvariabel komitmen kerja petugas dalam kategori baik).
Insiatif
Kreatifitas dokter dan perawat untuk mengembangkan
potensinya dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi inovasi
untuk mengembangkan pelayanan, pengembangan
kompetensi dan semangat dalam dalam memberi kepuasan pasien.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya, dan tidak , skor dilakukan
sebagai berikut: pertanyaan positif : Ya (skor 1) dan tidak (skor 0).
pertanyaan negatif: Ya (skor 0) dan tidak (skor 1).
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Penghayatan Visi Misi
Pemahaman dan pelaksanaan cita-cita bersama untuk
pengembangan program pengobatan di puskesmas
Kabupaten Karangasem yang meliputi pengetahuan visi
misi, sosialisasi visi misi, dan melakukan pelayanan sesuai visi misi.
Penilaian menggunakan 3 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0)
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)
43
1 2 3 4 5 6
Ketaatan
terhadap Peraturan
Puskesmas
Ketaatan terhadap pelaksanaan dari peraturan yang dibuat
di puskesmas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan
program pengobatan dan untuk kepentingan petugas di
puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi kepatuhan terhadap jam pelayanan, tata tertib pembagian
tugas dan pembagian jasa pelayanan. Penilaian
menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian sub
variabel :
1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Mutu
Pelayanan Pengobatan
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik,
kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan menjadi 2 kategori
yaitu : 1=Baik (jika terdapat 4 atau 5
subvariabel mutu pelayanan
pengobatan dalam kategori baik.
2 =Kurang (jika terdapat 0 sampai 3 subvariabel mutu pelayanan
pengobatan dalam kategori baik.
Bukti Fisik/
Tangible
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi kesediaan dokumen
perencanaan kegiatan, uraian tugas dan jadwal jaga
petugas, ketersediaan SOP dan tempat cuci tangan, ketersediaan alat kesehatan dan obat, ruang tunggu pasien
dan parkir yang cukup. Penilaian menggunakan 9 item
pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Kehandalan/
Reliability
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi ketepatan waktu pelayanan, tanggung jawab, pemberian informasi dan pelatihan
terkait program pengobatan.Penilaian menggunakan 4
item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
44
1 2 3 4 5 6
DayaTanggap/
Responsiveness
Persepsi dokter dan perawat dalam melayani pasien pada
Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang
meliputi pelayanan sesuai prosedur, kecepatan pelayanan.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya, dan tidak , skor dilakukan
sebagai berikut:
pertanyaan positif : Ya (skor 1) dan tidak (skor 0). pertanyaan negatif: Ya (skor 0) dan tidak (skor 1).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)
Jaminan/
Assurance
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi bekerja berpedoman pada
SOP, kesopanan, keramahan, dan keselamatan yang
meliputi informed consent dan penggunaan alat pelindung diri.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Empati/
Empathy
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi waktu untuk mendengarkan keluhan, pemahaman terhadap kebutuhan, kemudahan
untuk dihubungi dan fokus dalam memberikan pelayanan.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
45
4.6 Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data mengenai variabel bebas dan variabel tergantung,
instrumen yang digunakan penelitian ini menggunakan kuesioner yang berkaitan dengan
penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja petugas dan lima dimensi mutu
pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Sebelum digunakan kepada
responden, kuesioner ini telah dilakukan uji coba kepada perawat dan bidan yang
bekerja pada puskesmas pembantu di Kabupaten Karangasem.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer
yang dikumpulkan meliputi hasil wawancara terhadap responden mengenai penerapan
manajemen puskesmas, komitmen kerja petugas dan mutu pelayanan pengobatan.
4.7.2 Cara Pengumpulan Data
Cara pengambilan dan pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah dengan
wawancara menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan langsung oleh
peneliti sendiri. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti di bawah ini.
1. Peneliti meminta izin kepada kepala puskesmas dan responden agar dapat melakukan
penelitian dengan cara menjelaskan tujuan penelitian.
2. Peneliti memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian
kepada calon responden.
3. Peneliti melakukan wawancara kepada responden berdasarkan keusioner.
4. Peneliti melakukan pengecekan kembali pada semua item pertanyaan sebelum
mengakhiri pengumpulan data.
46
4.7.3 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi penelitian di Badan
Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali dengan nomor 070/24764/IV/BPMP
dan surat ijin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan
Masyarakat (Kesbang Pol dan Linmas) Kabupaten Karangasem dengan nomor
070/198/KBPPM/2015. Penelitian ini juga dilaksanakan setelah mendapatkan Ethical
Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor
183/UN.14.2/Litbang/2015. Sebelum responden bersedia menjadi responden, responden
diberikan lembar persetujuan dan mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan
manfaat penelitian serta informasi yang diperoleh hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian. Dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan
data namun hanya berisi kode-kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan responden.
4.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1 Teknik Pengolahan Data
Sebelum analisis data, dilakukan tahapan-tahapan kegiatan pengecekan ulang
setelah selesai pengumpulan data tentang kelengkapan dan kebenaran data. Tahapan-
tahapan kegiatan berikutnya adalah seperti diuraikan di bawah ini.
1. Editing Data
Data yang dilakukan editing adalah data berdasarkan jawaban responden tentang
karakteristik dokter dan perawat.
2. Coding Data
Data yang dilakukan koding adalah data berdasarkan jawaban responden tentang
penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja dan mutu pelayanan puskesmas.
47
3. Entry Data
Entry data yaitu memasukan data dalam variabel sheet dengan menggunakan
computer.
4. Cleaning Data
Cleaning data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin
terjadi.
5. Scoring
Hasil pengisian kuesioner oleh responden dilakukan scoring untuk keperluan
analisis. Penilaian pada penelitian ini menggunakan 2 tingkatan jawaban yaitu Ya dan
Tidak. Pemberian skor untuk masing-masing pertanyaan adalah sama untuk semua
pertanyaan pada masing-masing sub variabel yaitu untuk pertanyaan positif jawaban
“Ya” diberi skor 1, dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 0. Sedangkan untuk
pertanyaan negatif jawaban “Ya” diberi skor 0, dan untuk jawaban “Tidak”diberi skor 1.
4.8.2 Analisis data
4.8.2.1 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan
proporsi dari karakteristik responden, variabel bebas yaitu penerapan manajemen
puskesmas dan komitmen kerja petugas, serta variabel terikat yaitu mutu pelayanan
kesehatan.
4.8.2.2 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara variabel manajemen
puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan dan komitmen kerja dengan mutu
pelayanan pengobatan dengan menggunakan uji chi-square.
48
4.8.2.3 Analisa Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan secara independen
antara beberapa variabel bebas dengan variabel terikat serta mencari manakah variabel
independen yang mempunyai hubungan paling besar dengan variabel dependen dengan
uji analisis regresi logistik. Analisa multivariat dapat dilihat dari nilai p dimana
dikatakan signifikan jika nilai p < 0.05.
49
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Karangasem merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau
Bali. Batas wilayah Kabupaten Karangasem adalah di sebelah timur adalah Selat
Lombok, di sebelah selatan adalah Samudra Indonesia dan sebelah barat adalah
Kabupaten Klungkung, Bangli dan Buleleng. Ibukota Kabupaten Karangasem adalah
Amlapura yang terletak ± 84 km dari ibu kota Provinsi Bali (Denpasar). Secara
administratif Kabupaten Karangasem terdiri atas delapan kecamatan, 78
desa/kelurahan yang terdiri dari 75 desa dan tiga kelurahan. Luas wilayah Kabupaten
Karangasem adalah 839,54 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 406.600 jiwa
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Karangasem, 2015).
Kabupaten Karangasem mempunyai 12 puskesmas yang tersebar di delapan
kecamatan. Puskesmas tersebut enam diantaranya adalah puskesmas dengan fasilitas
rawat inap. Selain puskesmas induk terdapat juga puskesmas pembantu sebanyak 70
buah, polindes/poskesdes sebanyak 80 buah dan posyandu sebanyak 673 buah.
Pencapaian visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Kedua upaya tersebut jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Salah satu upaya program wajib puskesmas adalah Program
Pengobatan.
49
50
Program pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem dilaksanakan dengan
melakukan diagnosa, melaksanakan tindakan dan melakukan upaya rujukan bila
dipandang perlu. Upaya pengobatan pasien meliputi seperti menggali riwayat penyakit,
mengadakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, membuat diagnosa,
memberikan pengobatan yang tepat dan melakukan rujukan bila diperlukan. Upaya
pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem dilakukan di luar gedung dan di
dalam gedung, terdiri dari rawat jalan maupun rawat inap. Adapun unit-unit pelayanan
pengobatan yang ada di puskesmas seperti Poli Umum, Unit Gawat Darurat (UGD),
Poli Gigi dan Mulut, Poli KIA, Pelayanan Rawat Inap maupun Puskesmas Keliling.
Penelitian ini dilakukan pada salah satu unit pelayanan dalam gedung yaitu pada
Poli Umum. Poli Umum puskesmas di Kabupaten Karangasem di koordinir oleh salah
satu penanggungjawab yang dipegang oleh seorang dokter. Dokter penanggungjawab
bertugas mengkoordinir pelaksanaan pelayanan. Pelayanan di poli umum dilaksanakan
oleh dokter dan perawat, namun ada juga sebagian puskesmas yang melibatkan bidan.
Pasien yang berkunjung ke puskemas terdiri dari pasien umum, maupun pasien sebagai
peserta jaminan kesehatan seperti JKBM maupun JKN. Kunjungan pasien baru ke
puskesmas pada tahun 2014 sebesar 20,14% dari jumlah penduduk, dengan diagnosa
penyakit ISPA yang memiliki peringkat tertinggi. (Dinas Kesehatan, 2015).
5.2 Karakteristik Responden dan Distribusi Variabel Penelitian
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari dokter dan
perawat yang bertugas di Poli Umum pada 12 puskesmas di Kabupaten Karangasem.
Karakteristik responden adalah seperti tabel di bawah ini.
51
Tabel 5.1
Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Karakteristik n=61 %
Umur, Median (IQR) 39 (31-45)
20 - 39 tahun 26 42,6
≥ 39 tahun 35 57,4
Jenis Kelamin
Laki-laki 29 47,5
Perempuan 32 52,5
Profesi
Perawat 47 77,1
Dokter 14 22,9
Masa Kerja, Median (IQR) 15 (5-18)
<15 tahun 26 42,6
≥15 tahun 35 57,4
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan kelompok umur
terlihat bahwa sebagian besar berada pada kelompok umur ≥39 tahun yaitu sebanyak 35
orang (57,4%), berdasarkan distribusi jenis kelamin terdapat lebih banyak perempuan
(52,5%). Dilihat dari jenis profesi responden sebagian besar berprofesi sebagai perawat
(77,1%), dan dilihat dari masa kerja, responden lebih banyak berada pada kelompok
masa kerja ≥15 tahun yaitu sebanyak 35 orang (57,4%).
Distribusi dari variabel penelitian ini yang terdiri dari penerapan manajemen
puskesmas, komitmen kerja petugas dan mutu pelayanan pengobatan diketahui bahwa
penerapan manajemen puskesmas kurang sebesar 52,8 %, komitmen kerja petugas
kurang sebesar 50,8 % dan mutu pelayanan pengobatan kategori kurang sebesar 75,4%.
Lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
52
Tabel 5.2
Distribusi Frekwensi Variabel Penelitian
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Variabel n=61 %
Penerapan Manajemen Puskesmas
Kurang 32 52,5
Baik 29 47,5
Komitmen Kerja Petugas
Kurang 31 50,8
Baik 30 49,2
Mutu Pelayanan Pengobatan
Kurang 46 75,4
Baik 15 24,6
5.3 Penerapan Manajemen Puskesmas di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem
Variabel penerapan manajemen puskesmas pada penelitian ini terdiri dari tiga sub
variabel yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan
pertanggungjawaban. Distribusi penerapan manajemen puskesmas di puskesmas se-
Kabupaten Karangasem adalah seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.3
Distribusi Frekwensi Penerapan Manajemen Puskesmas
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Sub variabel f %
Perencanaan
Kurang 31 50,8
Baik 30 49,2
Pelaksanaan dan Pengendalian
Kurang 33 54,1
Baik 28 45,9
Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Kurang 33 54,1
Baik 28 45,9
53
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari tiga sub variabel dari penerapan manajemen
puskesmas terlihat dominan termasuk dalam kategori kurang yaitu perencanaan kurang
sebesar 50,8%, pelaksanaan dan pengendalian kurang sebesar 54,1% dan pengawasan
dan pertanggungjawaban kurang sebesar 54,1%.
5.3.1 Penerapan Manajemen Puskesmas (Perencanaan) pada Poli Umum di
Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Perencanaan dalam penelitian ini diukur menggunakan tujuh pertanyaan yang
berkaitan dengan penyusunan rencana target kunjungan, kebutuhan dana, tenaga, obat
habis pakai, alat kesehatan maupun penyusunan RUK dan RPK. Hasil penilaian
terhadap perencanaan secara rinci diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.4
Distribusi Penerapan Manajemen Puskesmas (Perencanaan)
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Penilaian Perencanaan f %
1 Menyusun rencana target kunjungan 0 0
2 Menyusun rencana kebutuhan dana 0 0
3 Menyusun rencana tenaga 61 100
4 Menyusun rencana obat dan bahan habis
pakai 61 100
5 Menyusun rencana alat kesehatan 61 100
6 Yang direncanakan dimasukkan dalam
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) 25 40,9
7 Rencana usulan kegiatan dimasukkan dalam
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) 28 45,9
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perencanaan mengenai target kunjungan
dan kebutuan dana tidak ada (0%). Perencanaan tenaga, obat dan bahan habis pakai
serta alat kesehatan 100%. Rencana usulan kegiatan program pengobatan di puskesmas
54
Kabupaten Karangasem dimasukkan ke dalam RUK 40,9%, serta pembuatan RPK
untuk program pengobatan sebesar 45,9%.
5.3.2 Penerapan Manajemen Puskesmas (Pelaksanaan dan Pengendalian) pada
Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Penilaian terhadap sub variabel pelaksanaan dan pengendalian diukur dengan enam
pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan lokakarya mini puskesmas, maupun
pelaksanaan survei kepuasan baik oleh pihak internal maupun eksternal. Secara rinci
diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.5
Distribusi Manajemen Puskesmas (Pelaksanaan dan Pengendalian)
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Penilaian Pelaksanaan dan Pengendalian f %
1 Dilakukan lokakarya mini (Lokmin)
lintas program 61 100
2 Dalam lokmin tersebut membahas
program pengobatan 61 100
3 Dilakukan lokakarya mini lintas sektor
membahas program pengobatan 35 57,4
4 Dibuat jadwal petugas di Poli Umum 46 75,4
5
Dilakukan survei kepuasan oleh pihak
internal 12 19,7
6
Dilakukan survei kepuasan oleh pihak
eksternal
2 3,3
Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil bahwa untuk pelaksanaan dan
pengendalian sebagian besar termasuk kategori kurang yaitu sebesar 54,1 % (33 orang),
sedangkan pelaksanaan dan pengendalian baik sebesar 45,9% (28 orang). Berdasarkan
jawaban responden terhadap enam pertanyaan terkait pelaksanaan dan pengendalian,
diketahui bahwa semua responden menjawab bahwa dilakukan lokakarya mini lintas
55
program di puskesmas dan membahas kegiatan program pengobatan. Lokakarya mini
lintas sektor yang dilaksanakan telah membahas program pengobatan sebesar 57,4%.
Jadwal petugas jaga lebih banyak dibuat yaitu sebesar 75,4%. Hampir semua puskesmas
kurang melakukan survei kepuasan yaitu dilakukan survei kepuasan oleh pihak internal
sebesar 19,7% dan oleh pihak eksternal sebesar 3,3%.
5.3.3 Penerapan Manajemen Puskesmas (Pengawasan dan Pertanggungjawaban)
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Penilaian pengawasan dan pertanggungjawaban diukur dengan lima pertanyaan
yang berkaitan dengan pengawasan oleh kepala puskesmas dan pihak dinas kesehatan.
Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.6
Distribusi Penerapan Manajemen Puskesmas (Pengawasan dan
Pertanggungjawaban) pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Tahun 2015
Penilaian Pengawasan dan Pertanggungjawaban f %
1 Kepala puskesmas selalu memantau
keberadaan petugas 35 57,4
2 Selalu ada pengawasan kepala puskesmas
terkait ketepatan waktu pelayanan 37 60,7
3 Selalu ada pengawasan kepala puskesmas
terkait pencatatan dan pelaporan 34 55,7
4 Ada monitoring dinas kesehatan terkait
penggunaan obat-obatan 60 98,4
5 Ada monitoring dinas kesehatan terkait
ketersediaan SOP di Poli Umum 6 9,8
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebesar 57,4% telah dilakukan
pengawasan terhadap keberadaan petugas, sebesar 60,7% ada pengawasan kepala
puskesmas terkait ketepatan waktu pelayanan, sebesar 98,4% ada monitoring dinas
56
kesehatan terkait penggunaan obat-obatan, dan sebesar 9,8% monitoring ketersediaan
SOP di Poli Umum.
5.4 Komitmen Kerja Petugas pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten
Karangasem
Variabel komitmen kerja terdiri dari tiga sub variabel yaitu inisiatif, penghayatan
visi misi dan peraturan puskesmas. Distribusi komitmen kerja petugas di puskesmas se-
Kabupaten Karangasem adalah seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.7
Distribusi Komitmen Kerja Petugas
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Komitmen Kerja Petugas f %
Inisiatif
Kurang 33 54,1
Baik 28 45,9
Penghayatan Visi Misi
Kurang 41 67,2
Baik 20 32,8
Ketaatan terhadap Peraturan Puskesmas
Kurang 21 34,4
Baik 40 65,6
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sub variabel inisiatif dan penghayatan
visi misi puskesmas lebih besar termasuk kategori kurang. Inisiatif kurang sebesar
54,1% sedangkan inisiatif baik 45,9%. Penghayatan visi misi kurang sebesar 67,2% dan
penghayatan visi misi baik sebesar 32,8%. Ketaatan terhadap peraturan puskesmas
sebagian besar termasuk kategori baik yaitu 65,6% sedangkan ketaatan terhadap
peraturan puskesmas kurang sebanyak 21 orang (34,4%).
57
5.4.1 Komitmen Kerja Petugas (Inisiatif) pada Poli Umum di Puskesmas se-
Kabupaten Karangasem
Penilaian inisiatif menggunakan empat pertanyaan berkaitan dengan keinginan ber
inovasi, keinginan meningkatkan ikompetensi, adanya kerjasama dan keinginan pindah
tugas. Hasil penilaian inisiatif dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Tabel 5.8
Distribusi Komitmen Kerja Petugas (Inisiatif)
pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Pertanyaan Penilaian Inisiatif f %
1 Adanya keinginan berinovasi 28 54,1
2 Adanya upaya meningkatkan kompetensi 39 63,9
3 Terjalinnya kerjasama tim di Poli Umum 59 96,7
4 Adanya keinginan pindah tempat tugas 30 49,2
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui responden yang memiliki keinginan berinovasi
sebanyak 28 orang (54,1%). Sebagian besar dari responden memiliki keinginan untuk
meningkatkan kompetensi yaitu sebanyak 39 orang (63,9%). Sebesar 96,7% ada
kerjasama yang baik di Poli Umum dalam melaksanakan tugas. Responden yang
memiliki keinginan untuk pindah tugas yaitu sebesar 30 orang (49,2%).
5.4.2 Komitmen Kerja Petugas (Penghayatan Visi Misi) (pada Poli Umum di
Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Hasil penilaian untuk penghayatan visi misi diketahui dari hasil jawaban responden
terhadap tiga pertanyaan yang meliputi pengetahuan terhadap visi misi, sosialisasi visi
misi dan pelayanan berdasarkan visi misi seperti pada tabel di bawah ini.
58
Tabel 5.9
Distribusi Komitmen Kerja Petugas (Penghayatan Visi Misi) pada Poli Umum di
Puskesmas se-Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Penilaian Penghayatan Visi Misi f %
1 Mengetahui visi misi puskesmas 19 31,2
2 Visi misi disosialisasikan kepada
seluruh staf 21 34,5
3 Melaksanakan pelayanan pengobatan
berdasarkan visi misi 18 29,5
Berdasarkan tabel diatas, hanya 31,2% yang mengetahui visi misi puskesmasnya
masing-masing. Menurut jawaban responden yaitu sebesar 21 responden (34,5%)
menyatakan bahwa visi misi puskemas disosialisasikan ke seluruh staf. Hanya 18 orang
atau 29,5% responden yang melaksanakan pelayanan pengobatan berdasarkan visi misi.
5.4.3 Komitmen Kerja Petugas (Ketaatan terhadap Peraturan Puskesmas) pada
Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Hasil penilaian untuk ketaatan terhadap peraturan puskesmas diukur dengan empat
pertanyaan seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 5.10
Distribusi Komitmen Kerja Petugas (Ketaatan terhadap Peraturan Puskesmas)
pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Penilaian Peraturan Puskesmas f %
1 Selalu mengikuti aturan jam
pelayanan 51 83,6
2 Selalu mengikuti tata tertib
puskesmass 57 93,4
3 Puas terhadap aturan tata tertib 47 77,1
4 Puas terhadap aturan pembagian
tugas 44 72,1
59
Berdasarkan tabel diatas, hampir sebagian besar dari jumlah responden mengikuti
aturan jam pelayanan yaitu sebesar 51 orang (83,6%). Menurut jawaban responden
yaitu sebesar 47 responden (77,1%) menyatakan bahwa puas dengan aturan tata tertib
di puskesmas dan 72,1% puas dengan aturan pembagian tugas.
5.5 Mutu Pelayanan Pengobatan di Puskesmas Kabupaten Karangasem
Mutu pelayanan pengobatan pada poli umum puskesmas di Kabupaten Karangasem
diperoleh dari hasil penilaian terhadap lima dimensi mutu pelayanan. Mutu pelayanan
pengobatan secara umum termasuk kategori kurang yaitu sebesar 75,4% dan mutu
pelayanan pengobatan baik sebesar 24,6%. Kategori mutu berdasarkan masing-masing
dimensi dari mutu pelayanan yang meliputi bukti fisik, kehandalan, daya tanggap,
jaminan dan empati dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Mutu Pelayanan Pengobatan
di Puskesmas Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Gambaran Mutu Pelayanan Pengobatan f %
Bukti Fisik
Kurang 46 75,4
Baik 15 24,6
Kehandalan
Kurang 12 19,7
Baik 49 80,3
Daya Tanggap
Kurang 40 65,6
Baik 21 34,4
Jaminan
Kurang 31 50,8
Baik 30 49,2
Empati
Kurang 12 19,7
Baik 49 80,3
60
Tabel 5.11 dari masing-masing dimensi, bukti fisik kurang sebesar 75,4 %, bukti
fisik baik sebesar 24,6 %. Dimensi kehandalan lebih besar termasuk dalam katagori baik
yaitu 80,3%, dan sisanya kategori kurang yaitu sebesar 21,3%. Penilaian dimensi daya
tanggap yang termasuk kategori kurang lebih besar dari daya tanggap baik, yaitu daya
tanggap kurang sebesar 65,6%, dan daya tanggap baik 34,4%. Dimensi yang keempat
yaitu jaminan, pada penelitian ini diperoleh hasil untuk kategori kurang sebesar 50,8%
dan baik sebesar 49,2%, sedangkan dimensi empati lebih besar kategori baik yaitu
80,3% dan kategori kurang sebesar 19,7%.
5.6 Hubungan Karakteristik Responden dengan Mutu Pelayanan Pengobatan
pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem
Hasil uji bivariat pada penelitian hubungan karakteristik responden dengan mutu
pelayanan dapat dilihat pada tabel 5.12
Tabel 5.12
Hubungan Karakteristik Responden dengan Mutu Pelayanan Pengobatan
pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Karakteristik
Mutu Pelayanan Pengobatan
OR 95% CI Nilai p Kurang
f (%)
Baik
f (%)
Umur
0,8 0,24-2,59 0,72 20- 39 tahun 19 (41,3) 7 (46,7)
≥ 39 tahun 27 (58,7) 8 (53,3)
Jenis Kelamin
1,5 0,46-4,89 0,50 Laki-laki 23 (50,0) 6 (40,0)
Perempuan 23 (50,0) 9 (60,0)
Profesi
1,3 0,29-5,28 0,76 Dokter 11 (23,9) 3 (20,0)
Perawat 35 (76,1) 12 (80,0)
Masa kerja
0,39 0,12-1,29 0,12 < 15 tahun 17 (36,9) 9 (60,0)
≥15 tahun 29 (63,1) 6 (40,0)
61
Tabel 5.12 menunjukan bahwa karakteristik reponden yang meliputi kelompok
umur, jenis kelamin, profesi dan masa kerja dengan mutu pelayanan pengobatan secara
statistik tidak berhubungan secara bermakna dengan mutu pelayanan pengobatan pada
poli umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem. Hal tersebut terlihat dari nilai p
seluruhnya lebih dari 0,05 dan 95%CI dari masing-masing variabel mencakup angka 1
di dalamnya.
5.7 Hubungan Penerapan Manajemen Puskesmas dengan Mutu Pelayanan
Pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Hasil analisis untuk mengetahui hubungan penerapan manajemen puskesmas
dengan mutu pelayanan pengobatan dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.13
Hubungan Penerapan Manajemen Puskesmas dengan Mutu Pelayanan Pengobatan
pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Variabel Kategori
Mutu Pelayanan
Pengobatan OR 95%CI Nilai p
Baik
f (%)
Kurang
f (%)
Penerapan
Manajemen
Puskesmas
Baik 11
(73,3)) 18
(39,1)
4,3 1,03-20,81 0,02
Kurang
4
(26,7)
28
(60,9)
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa pada mutu pelayanan pengobatan baik
73,3% memiliki penerapan manajemen yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan
pengobatan yang kurang hanya 39,1% memiliki penerapan manajemen puskesmas yang
baik. Perbedaan tersebut menghasilkan OR sebesar 4,3 yang artinya peluang
memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada penerapan manajemen baik 4,3 kali
62
dibandingkan penerapan manajemen puskesmas yang kurang. Setelah diuji statistik
hubungan tersebut bermakna dengan 95% CI dari OR: 1,03-20,81 dan nilai p =0,02.
Hubungan masing-masing sub variabel penerapan manajemen puskesmas dengan
mutu pelayanan pengobatan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.14
Hubungan Sub Variabel Penerapan Manajemen Puskesmas dengan Mutu Pelayanan
Pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Sub Variabel Penerapan
Manajemen Puskesmas
Mutu Pelayanan
Pengobatan OR 95% CI
Nilai
p Baik f (%) Kurang f (%)
Perencanaan
3,9 0,94-19,0 0,03 Baik 11 (73,3) 19 (41,3)
Kurang 4 (26,7) 27 (58,7)
Pelaksanaan dan Pengendalian
2,1
0,55-8,51
0,20 Baik 9 (60,0) 19 (41,3)
Kurang 6 (40,0) 27 (58,7)
Pengawasan dan
Pertanggungjawaban
4,7
1,13-22,86
0,01 Baik 11 (73,3) 17 (36,9)
Kurang 4 (26,7) 29 (63,0)
Tabel 5.14 menunjukkan bahwa pada mutu pelayanan pengobatan baik 73,3%
memiliki perencanaan yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang
kurang hanya 41,3% memiliki perencanaan yang baik. Perbedaan tersebut menghasilkan
OR sebesar 3,9 yang artinya peluang memberikan mutu pelayanan pengobatan baik
pada perencanaan baik 3,9 kali dibandingkan perencanaan yang kurang. Setelah diuji
statistik hubungan tersebut tidak bermakna karena ada angka 1 dalam nilai 95% CI dari
OR yaitu 0,94-19,0 dan walaupun nilai p lebih kecil dari 0,05 (p = 0,03).
Dilihat dari pelaksanaan dan pengendalian, diketahui bahwa pada mutu pelayanan
pengobatan baik 60,0% memiliki pelaksanaan dan pengendalian yang baik, sedangkan
pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 41,3% memiliki pelaksanaan dan
63
pengendalian yang baik. Perbedaan tersebut menghasilkan OR sebesar 2,1 yang artinya
peluang memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada pelaksanaan dan
pengendalian baik 2,1 kali dibandingkan pelaksanaan dan pengendalian yang kurang.
Setelah diuji statistik hubungan tersebut tidak bermakna dengan 95% CI dari OR:
00,55-8,51 dan nilai p = 0,20.
Dilihat dari pengawasan dan pertanggungjawaban, terlihat bahwa pada mutu
pelayanan pengobatan baik 73,3% memiliki pengawasan dan pertanggungjawaban yang
baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 36,9% memiliki
pengawasan dan pertanggungjawaban yang baik. Perbedaan tersebut menghasilkan OR
sebesar 4,7 yang artinya peluang memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada
pengawasan dan pertanggungjawaban baik 4,7 kali dibandingkan pengawasan dan
pertanggungjawaban yang kurang. Setelah diuji statistik hubungan tersebut bermakna
dengan 95% CI dari OR: 1,13-22,86 dan nilai p = 0,01.
5.8 Hubungan Komitmen Kerja Petugas dengan Mutu Pelayanan Pengobatan
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Hasil analisis untuk mengetahui hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu
pelayanan pengobatan dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.15 Hubungan Komitmen Kerja Petugas dengan Mutu Pelayanan Pengobatan
pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Variabel Kategori
Mutu Pelayanan Pengobatan
OR 95%CI Nilai p Baik
f (%)
Kurang
f (%)
Komitmen Kerja
Petugas
Baik 13
(86,7)
17
(36,9)
11,1 2,04-108,5 0,001
Kurang
2
(13,3)
29
(63,0)
64
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa pada mutu pelayanan pengobatan baik
86,7% memiliki komitmen kerja petugas yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan
pengobatan yang kurang hanya 36,9% memiliki komitmen kerja petugas yang baik.
Perbedaan tersebut menghasilkan OR sebesar 11,1 yang artinya peluang memberikan
mutu pelayanan pengobatan baik pada komitmen kerja petugas baik 11,1 kali
dibandingkan komitmen kerja yang kurang. Setelah diuji statistik hubungan tersebut
bermakna dengan 95% CI dari OR: 2,04-108,5 dan nilai p = 0,001.
Hubungan masing-masing sub variabel komitmen kerja petugas yang terdiri dari
inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas dengan
mutu pelayanan pengobatan adalah seperti tabel berikut ini :
Tabel 5.16 Hubungan Sub Variabel Komitmen Kerja Petugas
dengan Mutu Pelayanan Pengobatan pada Poli Umum
di Puskesmas Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Sub Variabel Komitmen
Kerja Petugas
Mutu Pelayanan Pengobatan
OR 95% CI Nilai
p Baik
f (%)
Kurang
f (%)
Inisiatif
4,7 1,13-22,86 0,01 Baik 11 (73,3) 17 (36,9)
Kurang 4 (26,7) 29 (63,0)
Penghayatan Visi Misi
3,2
0,81-12,89
0,05 Baik 8 (53,3) 12 (26,1)
Kurang 7 (46,7) 34 (73,9)
Ketaatan terhadap
Peraturan Puskesmas
4,5
0,85-45,3
0,05 Baik 13 (86,7) 27 (58,7)
Kurang 2 (13,3) 19 (41,3)
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa pada mutu pelayanan pengobatan baik
73,3% memiliki inisiatif yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang
kurang hanya 36,9% memiliki inisiatif yang baik. Perbedaan tersebut menghasilkan OR
sebesar 4,7 yang artinya peluang memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada
65
inisiatif baik 4,7 kali dibandingkan inisiatif yang kurang. Setelah diuji statistik
hubungan tersebut bermakna dengan 95% CI dari OR: 1,13-22,86 dan nilai p= 0,01.
Dilihat dari penghayatan visi misi, menunjukkan bahwa pada mutu pelayanan
pengobatan baik 53,3% memiliki penghayatan visi misi yang baik, sedangkan pada
mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 26,1% memiliki penghayatan visi misi
yang baik. Perbedaan tersebut menghasilkan OR sebesar 3,2 yang artinya peluang
memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada penghayatan visi misi baik 3,2 kali
dibandingkan penghayatan visi misi yang kurang. Setelah diuji statistik hubungan
tersebut tidak bermakna dengan nilai 95% CI dari OR: 0,81-12,89 dan nilai p= 0,05.
Dilihat dari ketaatan terhadap peraturan puskesmas menunjukkan bahwa pada mutu
pelayanan pengobatan baik 86,7% memiliki ketaatan terhadap peraturan puskesmas
yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 58,7%
memiliki ketaatan terhadap peraturan puskesmas yang baik. Perbedaan tersebut
menghasilkan OR sebesar 4,5 yang artinya peluang memberikan mutu pelayanan
pengobatan baik pada ketaatan terhadap peraturan puskesmas baik 4,5 kali
dibandingkan ketaatan terhadap peraturan puskesmas yang kurang. Namun setelah diuji
statistik hubungan tersebut tidak bermakna dengan 95% CI: 0,85-45,3 dan nilai p= 0,05.
5.9 Hasil Analisis Multivariat
Analisis mutivariat yang di gunakan pada penelitian ini adalah regresi logistik yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan secara independen dari variabel dependen
dengan variabel terikat. Metode eleminasi yang digunakan dalam analisis ini adalah
66
Enter yaitu memasukkan semua variabel sekaligus ke dalam model. Variabel yang
dimasukkan adalah variabel yang mempunyai pengaruh yang bermakna secara statitik
dan variabel karakteristik responden yang mempunyai nilai p hasil uji Chi square <
0,25. Hasil analisis multivariat tersebut seperti tabel di bawah ini.
Tabel 5.17
Hasil Analisis Multivariat Variabel Penerapan Manajemen Puskesmas
Komitmen Kerja Petugas dan Karakteristik Responden
di Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Variabel OR
95% Confident Interval
Nilai p batas bawah batas atas
Penerapan
Manajemen
Puskesmas
0,9 0,18 5,24 0,98
Komitmen Kerja 11,3 1,75 73,06 0,01
Masa Kerja 0,3 0,09 1,59 0,19
Berdasarkan model tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa variabel yang secara
mandiri (independent) berhubungan dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli
Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem adalah variabel komitmen kerja
petugas. Komitmen kerja petugas yang baik akan meningkatkan peluang memberikan
mutu pelayanan pengobatan baik sebesar 11,3 kali dibandingkan komitmen kerja
petugas yang kurang dan secara statistik hubungan tersebut bermakna dengan 95% CI
dari OR 1,75-73,06 dan nilai p=0,01.
5.10 Analisis Lanjutan Hubungan Komitmen Kerja dan Penerapan Manajemen
Puskesmas
Analisis lanjutan pasca analisis multivariat dilakukan untuk lebih memperdalam
hasil penelitian dengan mengidentifikasi apakah ada hubungan antar variabel yang
67
membentuk suatu mekanisme tertentu. Analisis lanjutan ini bertujuan untuk mencoba
mengidentifikasi apakah ada hubungan variabel komitmen kerja terhadap penerapan
manajemen puskesmas . Hasil analisis lanjutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.18
Hubungan Komitmen Kerja Petugas dengan Penerapan Manajemen Puskesmas pada
Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Variabel Kategori
Penerapan
Manajemen
Puskesmas OR 95%CI Nilai p
Baik
f (%)
Kurang
f (%)
Komitmen
Kerja
Petugas
Baik 23
(79,31)
7
(21,88)
13,7 3,5-56,6 <0,001
Kurang
6
(20,69)
25
(78,13)
Tabel 5.18 merupakan hasil analisis hubungan variabel komitmen kerja petugas
dengan penerapan manajemen puskesmas. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan adanya
hubungan komitmen kerja dengan penerapan manajemen puskemas dengan nilai OR
13,7 dan secara statistik dinyatakan bermakna dengan 95% CI dari OR 3,5-56,6 dan
nilai p<0,001.
68
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Mutu Pelayanan Pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten
Karangasem
Mutu pelayanan memegang peranan penting untuk meningkatkan daya saing dari
organisasi dalam merebut pasar. Mutu pelayanan merupakan kesesuaian antara
pelayanan yang diberikan dengan kebutuhan yang diharapkan. Mutu pelayanan juga
mengandung arti kesesuaian dengan standar pelayanan yang dapat dilihat dari dimensi
bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati.
Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana petugas pada poli umum di
puskesmas Kabupaten Karangasem dalam memberikan mutu pelayanan pengobatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutu pelayanan pengobatan pada poli umum
puskesmas di Kabupaten Karangasem masih kurang yaitu sebesar 75,41 % dan sudah
baik sebesar 24,59%. Mutu pelayanan pengobatan diperoleh dari penilaian terhadap
lima dimensi mutu yaitu bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan kepastian dan
empati. Dimensi mutu yang dominan masih kurang pada hasil penelitian ini adalah
bukti fisik, daya tanggap, jaminan kepastian dan empati.
Bukti fisik yang terlihat masih kurang berdasarkan jawaban responden adalah
mengenai keterbatasan ruang tunggu pasien dan tempat parkir. Hampir semua
puskesmas memiliki keterbatasan ruang tunggu dan tempat parkir karena kondisi lahan
puskesmas yang masih kurang luas. Dokumen perencanaan untuk program pengobatan
hampir tidak ada pada penanggungjawab program namun menurut keterangan yang
disampaikan oleh responden, dokumen perencanaan di puskesmas sudah dibuat dalam
dokumen Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP). Dalam PTP yang dibuat puskesmas
68
69
program pengobatan hanya yang dibuat adalah rencana tenaga, obat dan alat kesehatan
yang dituangkan. PTP puskesmas lebih banyak memuat program preventif dan
promotif. Program inovasi untuk pengobatan tidak ada dituangkan dalam PTP. Jadwal
terlihat lebih banyak sudah tertempel dan mudah dilihat. Puskesmas yang tidak
membuat dan menempel jadwal jaga petugas di poli umum, berdasarkan keterangan
responden karena hanya satu sampai dua orang yang ditunjuk untuk bertugas di poli
umum dan lebih banyak terlibat di pelayanan pengobatan. Tempat cuci tangan sudah
tersedia di poli umum, tetapi saat ini ada beberapa yang sedang rusak. Alat kesehatan
dan obat sebagian besar sudah terpenuhi walaupun ada beberapa obat yang masih
kurang karena tidak masuk dalam perencanaan. Bukti fisik merupakan hal yang sangat
penting dalam menunjang kesembuhan pasien (Dwidyantini, 2014). Senada dengan
yang disampaikan oleh Hala, S. (2013) yaitu salah satu indikator penilaian pelayanan
yang berkualitas adalah kenyamanan pelayanan, ruangan yang nyaman serta peralatan
yang lengkap.
Dilihat dari dimensi kehandalan, hasil penilaian berdasarkan jawaban responden
diketahui sudah baik. Kehandalan dalam hal ini meliputi pelayanan tepat waktu,
melaksanakan tugas sesuai kewenangan, memberikan informasi yang dibutuhkan.
Pelatihan terkait pengobatan di puskesmas masih kurang. Berdasarkan alasan dari
responden karena kurang adanya penyelenggaraan dari dinas kesehatan dan karena
keterbatasan dana. Kehandalan berkaitan dengan kepuasan pasien, seperti hasil dari
penelitian dari Dwidyaniti (2014) bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi
kehandalan dengan kepuasan pasien dan penelitian dari Ester (2009) bahwa kehandalan
perawat berhubungan dengan kepuasan.
70
Dilihat dari dimensi daya tanggap yang dominan masih kurang dan perlu mendapat
perhatian pada pelayanan pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem adalah
kecepatan dan ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan. Daya tanggap yang
kurang terlihat dari hasil jawaban responden yang mengatakan pasien sering mengeluh
karena lama menunggu petugas sedang keluar atau istirahat makan. Pasien juga sering
mengeluh terkait dengan kecepatan dalam pelayanan pengobatan terutama saat
pendaftaran di loket. Daya tanggap mencerminkan kualitas pelayanan yang diberikan
sesuai dengan pendapat James (2013) yang menyatakan bahwa ketanggapan dan
kepekaan terhadap kebutuhan pasien akan meningkatkan mutu pelayanan. Wijono
(2011) juga berpendapat berdasarkan sudut pandang pengguna jasa pelayanan, mutu
pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang dapat memenuhi segala kebutuhan pasien
melalui pelayanan yang sopan, menghargai, tanggap, dan ramah.
Dilihat dari dimensi jaminan, menurut Wathek (2012) jaminan pada mutu
pelayanan meliputi pengetahuan, kemampuan dari petugas dalam menumbuhkan
kepercayaan dan keyakinan dari pelanggan. Jaminan pada penelitian ini yang perlu
mendapat perhatian adalah terkait dengan penggunaan alat pelindung diri dan
keteraturan menggunakan informed consent setiap pelayanan yang akan diberikan
kepada pasien. Penggunaan alat pelindung diri dan penggunaan informed consent adalah
mencerminkan pelayanan yang sesuai prosedur dan memperlihatkan profesionalisme
dalam memberikan pelayanan, sehingga mampu memberikan pelayanan yang
memuaskan pelanggan. Sesuai dengan hasil penelitian oleh yang menyatakan bahwa
persepsi jaminan dengan kepuasan pasien (Dwidyantini, 2014). Penelitian Mastiur
(2012) juga menunjukkan pengaruh signifikan dengan kepuasan dan serupa dengan
71
penelitian Nor, K. (2013) di Malaysia bahwa jaminan mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kepuasan pasien.
Dilihat dari dimensi empati yang meliputi kesediaan petugas dalam meluangkan
waktu untuk mendengarkan keluhan pasien dan kemudahan untuk dihubungi jika ada
permasalahan yang dihadapi setelah mendapatkan pelayanan, serta fokus dalam
memberikan pelayanan. Penilaian terhadap empati pada penelitian ini diketahui petugas
pada poli umum di puskesmas Kabupaten Karangasem sudah termasuk dalam kategori
baik. Menurut asumsi peneliti bahwa dengan empati yang baik akan meningkatkan
kepuasan pasien pada Poli Umum di puskesmas Kabupaten Karangasem, sesuai dengan
hasil penelitian oleh Dwidyantini (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara persepsi empati dengan kepuasan pasien. Sejalan dengan hasil
penelitian oleh Manimaran (2010) di Rumah Sakit Dindigul India, bahwa empati
mempunyai hubungan signifikan dengan kepuasan pasien. Senada pula apa yang
dinyatakan oleh Wathek dkk (2012) bahwa empati berhubungan dengan kepuasan
pasien. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Chendkk.(2007) yaitu respon atau
daya tanggap dan empati merupakan faktor yang sangat penting dalam kualitas asuhan
keperawatan, sehingga nantinya perawat mampu memberikan pelayanan yang bermutu
dan memuaskan pasien serta dapat menumbuhkan rasa percaya pasien.
Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan mutu pelayanan pengobatan
berdasarkan hasil analisis bivariat dalam penelitian ini adalah komitmen kerja dan
penerapan manajemen. Mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas
Kabupaten Karangasem secara langsung tidak dipengaruhi oleh karakteristik individu
petugas seperti umur, jenis kelamin, profesi dan masa kerja.
72
Hasil penelitian ini sesuai jika dikaitkan dengan konsep dari Azwar (1994) dalam
Endarwati (2012) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
pelayanan adalah unsur masukan, lingkungan dan proses. Serupa dengan yang
disampaikan oleh Muninjaya (2014) bahwa output dari sistem pelayanan dipengaruhi
oleh input, proses dan lingkungan. Hal tersebut dikatakan sesuai karena dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa unsur masukan salah satunya yang berpengaruh
adalah unsur input dalam hal ini sumber daya manusia. Hasil penelitian ini didukung
dengan hasil penelitian oleh Rai (2005) yang dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten
Bangli yang menunjukkan 3% mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh karyawan.
Penelitian ini juga sejalan yang disampaikan oleh Irawan (2004) dalam Naya (2013)
menunjukkan bahwa perusaahan terhambat dalam memberikan mutu pelayanan karena
faktor karyawan. Penelitian ini mengambil dari sisi petugas dengan meneliti salah satu
unsur yang mempengaruhi petugas yaitu komitmen kerja. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa salah satu dari sub variabel komitmen kerja petugas yaitu inisiatif
berhubungan dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se
Kabupaten Karangasem.
Penelitian ini juga meneliti dari unsur proses, dalam hal ini yang dilihat dalam
unsur proses dari mutu salah satunya adalah penerapan manajemen puskesmas yang
termasuk dalam kegiatan non medis yang dilakukan oleh puskesmas. Penerapan
manajemen puskesmas dalam hal ini meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian, pengawasan dan pertanggung jawaban. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa mutu pelayanan pengobatan pengobatan pada Poli Umum di
Puskesmas di Kabupaten Karangasem berhubungan dengan penerapan manajemen
puskesmas terutama pada pengawasan dan pertanggungjawaban.
73
Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik responden pada penelitian ini tidak
mempengaruhi mutu pelayanan pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Naya, A. tahun
2013 bahwa umur dan masa kerja mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di
Puskesmas Mengwi I Badung, dimana umur petugas diatas 30 tahun dan masa kerja
yang lebih lama memiliki motivasi yang lebih tinggi dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
6.2 Penerapan Manajemen Puskesmas pada Poli Umum di Puskesmas se-
Kabupaten Karangasem
Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penerapan manajemen
puskesmas pada pada program pengobatan di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
termasuk dalam kategori kurang yaitu sebesar 52,5% dan penerapan manajemen
puskesmas kategori baik sebesar 47,5%. Penerapan manajemen kurang karena
dipengaruhi oleh perencanaan yang kurang (50,8%), pelaksanaaan dan pengendalian
kurang (54,1%) dan pengawasan dan pertanggung jawaban juga kurang (54,1%).
Dilihat dari subvariabel perencanaan, perencanaan pada program pengobatan di
puskesmas se-Kabupaten Karangasem termasuk dalam kategori kurang. Hal ini
ditunjukkan dengan jawaban responden dimana hampir seluruh puskesmas tidak
membuat target dari jumlah kunjungan dan dana yang dibutuhkan untuk kegiatan
pengobatan. Target kunjungan tidak dibuat, karena menurut alasan responden adalah
ada yang menyatakan bahwa tidak tahu cara menghitung target. Dana tidak
direncanakan karena perencanaan terkait dana di lakukan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Karangasem. Dana yang direncanakan di buat berdasarkan usulan alat-alat
74
dan obat yang dibutuhkan oleh puskesmas. Perencanaan terkait dengan program
pengobatan tidak semua dimasukkan dalam rencana usulan kegiatan dan rencana
pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan hasil jawaban responden diketahui bahwa
perencanaan khusus di program pengobatan masih kurang, karena sampai saat ini yang
dimasukkan dalam usulan perencanaan puskesmas masih memprioritaskan kegiatan-
kegiatan yang termasuk dalam program promotif dan preventif. Program pengobatan di
puskesmas tidak kegiatan inovasi yang direncanakan dalam PTP.
Seluruh program yang ada di puskesmas baik program pengobatan maupun program
promotif dan preventif semestinya dibuatkan perencanaan yang baik untuk
mendapatkan hasil yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang berkaitan
dengan pelaksanaan manajemen puskesmas dilakukan oleh Ramsar, U. dkk (2012),
menunjukkan bahwa dalam perencanaan pada delapan bagian unit di puskesmas
Minasa Upa Kota Makassar tersebut selalu dimulai dengan penentuan program kegiatan
yang akan dilakukan selama kegiatan akan berjalan. Hasil penelitian tersebut
menerangkan bahwa perencanaan kegiatan itu mencakup penyusunan rencana kegiatan,
rencana tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan, jadwal kegiatan, biaya, manajemen
pelaksanaan kegiatannya bagaimana dan semua hal yang menyangkut dari perencanaan
pelaksanaan kegiatan. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ningrum (2006) yaitu
perencanaan selalu menjadi pondasi utama dalam pelaksanaan kegiatan guna
mendapatkan hasil yang telah ditetapkan.
Menurut hasil penelitian Ramsar dkk. (2012), menunjukkan bahwa langkah awal
dalam menjalankan apa yang telah direncanakan yaitu dengan melakukan
pengelompokkan kelompok kerja terlebih dahulu sebelum pembagian tugas dilakukan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan yang direncanakan akan
75
dilaksanakan dengan lebih terarah, seperti dalam melaksanakan perencanaan UKGS hal
yang dilakukan yaitu mengetahui jumlah sekolah, meminta data murid dari tiap sekolah,
mengatur tenaga dan mengatur jadwal pelaksanaan UKGS. Petugas juga melaksanakan
penyusunan RKO seperti mengatur tenaga, jadwal pelaksanaan UKGS, dan penentuan
sumber dana yang berasal dari BOK. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Richard, B.
dkk. (2006) bahwa perencanaan strategis dalam suatu organisasi adalah untuk
memperoleh keuntungan melalui penggunaan misi dan identifikasi tujuan.
Dilihat dari sub variabel pelaksanaan dan pengendalian, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan dan pengendalian puskesmas pada program
pengobatantermasuk kategori kurang. Hasil tersebut diperoleh dari enam pertanyaan
yang diajukan kepada responden. Berdasarkan jawaban responden diketahui bahwa
telah dilakukan lokakarya mini lintas program di puskesmas se Kabupaten Karangasem
dan telah membahas kegiatan program pengobatan. Sebagian besar puskesmas membuat
jadwal petugas jaga di Poli Umum dan ditempel pada tempat yang mudah dilihat
seperti ditempel pada tembok dekat pintu masuk Poli Umum. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan melihat petugas yang sedang bertugas di poli umum dan memudahkan
koordinator dalam berkoordinasi. Survei kepuasan kepada pelanggan baik oleh pihak
internal dan eksternal sampai saat ini hampir tidak pernah dilaksanakan oleh sebagian
besar puskesmas di Kabupaten Karangasem. Menurut alasan responden adalah karena
tidak ada format kuesioner yang akan diberikan kepada pelanggan dan tidak ada yang
memerintahkan untuk melakukan survei kepuasan pelanggan baik oleh kepala
puskesmas maupun oleh dinas kesehatan. Menurut asumsi peneliti bahwa dengan tidak
pernah dilakukannya survei kepuasan pelangan internal dan eksternal, puskesmas di
Kabupaten Karangasem belum dapat mengevaluasi sejauh mana mutu pelayanan dan
76
kepuasan pasien terhadap pelayanan di puskesmas. Hal ini dapat menjadi kendala dalam
melakukan koordinasi, serta pengarahan kepada petugas sebagai upaya peningkatan
kualitas pelayanan dengan tepat.
Rismawati (2012) menyatakan bahwa koordinasi dan pengarahan dilakukan agar
semua komponen dapat menjalankan tugas mereka sesuai dengan perannya masing-
masing demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hasil penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa pada dasarnya suatu kegiatan yang tanpa diikut sertakan dengan
adanya koordinasi, komunikasi dan pengarahan akan mengalami hambatan dalam hal
pencapaian tujuan kegiatan yang telah direncanakan sebelummnya.
Dilihat dari sub variabel pengawasan dan pertanggungjawaban pada penelitian ini,
diketahui hasil penilaian terhadap pertanyaan terkait ada tidaknya pengawasan dari
kepala puskesmas baik terhadap keberadaan petugas, ketepatan waktu pelayanan dan
pencatatan dan pelaporan untuk kegiatan di Poli Umum, sebagian besar diketahui tidak
adanya pengawasan secara rutin dari kepala puskesmas terhadap pelayanan di Poli
Umum. Kegiatan monitoring dari dinas kesehatan terhadap ketersediaan SOP terkait
pelayanan pengobatan di Poli Umum diketahui masih belum dilaksanakan pada
sebagian besar puskesmas. SOP yang ada masih terlihat terbatas, hanya monitoring
terkait ketersediaan obat dan bahan habis pakai hampir semua (93,4%) telah
dilaksanakan oleh dinas kesehatan.
Pengawasan (controlling) sebagai elemen atau fungsi manajemen dalam hal
mengamati dan mengalokasikan dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi. Hasil penelitian oleh Mu’rifah (2012) tentang analisis kinerja pelayanan
kesehatan pada puskesmas Batua Makassar menunjukkan pelaksanaan evaluasi juga
dilakukan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi untuk
77
diperbaiki dalam rangka mewujudkan tujuan . Hasil penelitian lain oleh Ramsar ,U. dkk
tahun 2012 menyatakan bahwa dari serangkaian kegiatan yang telah disusun dan
direncanakan yang kemudian berakhir pada tahap pengawasan yang akan menjadi
koreksi untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya yang lebih baik.
6.3 Komitmen Kerja Petugas pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten
Karangasem
Komitmen kerja petugas ditunjukkan dengan adanya keinginan untuk berprestasi
yang lebih baik dengan terlibat aktif melakukan asuhan pelayanan kesehatan termasuk
di puskesmas (Luthans, 2006). Berdasarkan hasil penilaian pada penelitian ini diketahui
bahwa komitmen kerja petugas pada Poli Umum di Puskesmas di Kabupaten
Karangasem masih termasuk kategori kurang yaitu sebesar 50,8% dan komitmen kerja
baik sebesar 49,2%. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penilaian terhadap tiga sub
variabel yaitu inisiatif, penghayatan visi misi dan peraturan puskesmas.
Hasil penelitian terhadap inisiatif pada program pengobatan di poli umum
menunjukkan bahwa petugas yang memiliki inisiatif dalam pelaksanaan program
pengobatan masih kurang yaitu sebesar 54,1%. Inisiatif kurang ditunjukkan dengan
jawaban responden lebih sedikit yang menjawab terkait dengan adanya keinginan
melakukan inovasi untuk pengembangan program pengobatan yaitu sebesar 54,1%
dibandingkan dengan responden yang sudah merasa cukup atau hanya melanjutkan
pelayanan pengobatan yang sudah ada. Keinginan untuk pindah tugas dari tempat
sekarang juga banyak yaitu sebesar 50,8%. Keinginan pindah tugas lebih banyak
karena ingin kembali ke daerah tempat tinggal atau tempat asal. Menurut asumsi
78
peneliti hal ini akan dapat mempengaruhi kinerja dalam memberikan pelayanan yang
diberikan kepada pasien.
Adanya inisiatif salah satu tercermin dari adanya inovasi-inovasi dalam
pengembangan kegiatan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan, hal ini
sesuai dengan yang disampaikan Kotler dkk. (2010) dalam Kumalasari, C. (2013) yaitu
untuk dapat berhasil suatu perusahaan perlu memahami konsumen dengan terus
meningkatkan cocreation, communitization, dan karakter. Cocreation merupakan suatu
istilah yang menggambarkan pendekatan untuk menciptakan inovasi-inovasi baru.
Dilihat dari penghayatan visi misi, diketahui juga bahwa petugas yang memiliki
penghayatan visi misi dalam pelaksanaan program pengobatan masih kurang yaitu
sebesar 67,2%. Penghayatan visi misi kurang ditunjukkan dengan jawaban responden
hanya sebagian kecil mengetahui visi misi masing-masing puskesmas. Responden
mempunyai alasan tidak mengetahui visi misi puskesmas karena tidak pernah
disosialisasikan atau memang responden tidak memperhatikan visi misi yang tertempel
ataupun tercantum dalam dokumen yang ada di puskesmas.
Hal ini menurut asumsi peneliti, dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari di
puskesmas tidak pernah mengacu kepada visi misi. Ada tidaknya visi misi terkesan
hanya merupakan sebuah kalimat yang harus ada sebagai persyaratan dari sebuah
instansi termasuk puskesmas. Sebenarnya apapun yang dilakukan semestinya mengacu
kepada visi misi puskesmas sehingga dapat meningkatkan kinerja atau kualitas dari
pelayanan yang akan diberikan. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Mangkuprawira,
(2009) dalam Wijaya, G. (2012) bahwa dalam peningkatan komitmen kerja memerlukan
penghayatan visi dan misi puskesmas. Visi merupakan suatu pernyataan yang berisi
79
tentang cita-cita dari organisasi, sedangkan misi mencakup kegiatan jangka panjang dan
jangka pendek yang akan dilaksanakan dalam mencapai visi.
Dilihat dari sub variabel yang ketiga yang mempengaruhi komitmen kerja petugas
poli umum di puskesmas Kabupaten Karangasem adalah subvariabel ketaatan terhadap
peraturan puskesmas. Peraturan puskesmas dalam hal ini berupa tata tertib yang
mengikat petugas melaksanakan kegiatan pelayanan sehingga tidak menyimpang dari
tujuan puskesmas. Hasil penilaian terhadap ketaatan terhadap peraturan puskesmas
pada program pengobatan menunjukkan bahwa petugas yang memiliki ketaatan
terhadap peraturan puskesmas dalam pelaksanaan program pengobatan termasuk
kategori baik yaitu sebesar 65,6%. Hasil dari sub variabel ketaatan terhadap peraturan
puskesmas baik diperoleh dari pertanyaan terkait dengan adanya ketepatan waktu
dalam memberikan pelayanan, kepuasan terhadap aturan tata tertib dan kepuasan
terhadap pembagian tugas oleh kepala puskesmas. Menurut asumsi peneliti bahwa
terkait dengan ketepatan terhadap jam pelayanan karena saat ini puskesmas di
Kabupaten Karangasem telah menerapkan absen dengan sidik jari dan akan digunakan
sebagai perhitungan pembagian jasa pelayanan dana kapitasi JKN.
6.4 Hubungan Penerapan Manajemen Puskesmas dengan Mutu Pelayanan
Pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem
Penerapan manajemen puskesmas merupakan suatu proses dalam mendukung
pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan (Alamsyah, 2011). Penelitian ini
melakukan analisis hubungan penerapa manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan
di puskesmas, khususnya program pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-
Kabupaten Karangasem.
80
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa mutu pelayanan pengobatan baik
73,3% memiliki penerapan manajemen yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan
pengobatan yang kurang hanya 39,1% memiliki penerapan manajemen puskesmas yang
baik. Penerapan manajemen puskesmas yang baik dapat berpeluang memberikan mutu
pelayanan pengobatan yang baik sebesar 4,3 kali dari penerapan manajemen puskesmas
yang kurang. Namun setelah dilakukan analisis multivariat didapatkan nilai OR
independen hanya sebesar 1,1 dan secara statistik tidak bermakna. Hal ini berarti
setelah memperhitungkan variabel lain dalam hal ini komitmen kerja petugas pengaruh
penerapan manajemen puskesmas relatif lemah terhadap mutu pelayanan pengobatan,
karena adanya hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan
yang sangat kuat. Setelah dilakukan analisis tambahan ternyata secara statistik terlihat
bahwa komitmen kerja petugas sangat kuat mempengaruhi penerapan manajemen
puskesmas, sehingga peneliti berhasil membuktikan bahwa akar permasalahan mutu
pelayanan pengobatan adalah komitmen kerja petugas. Jika ingin memperbaiki mutu
pelayanan pengobatan maka yang perlu ditingkatkan adalah komitmen kerja petugas
sehingga dengan komitmen kerja yang baik, penerapan manajemen puskesmas akan
baik, dan mutu pelayanan pengobatan pun akan baik pula.
Menurut asumsi peneliti penerapan manajemen puskesmas tetap memiliki
hubungan dengan mutu pelayanan pengobatan namun tidak secara independent, tetapi
bersama-sama dengan faktor lain. Hasil ini diperoleh karena dipengaruhi oleh data yang
dikumpulkan terkait dengan penerapan manajemen petugas dilakukan kepada petugas
pada poli umum sehingga hanya berdasarkan persepsi petugas terkait dengan penerapan
manajemen yang dilaksanakan oleh koordinator poli umum dan pihak manajemen
puskesmas lainnya.
81
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh oleh Ningrum,
S.F tahun 2006 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara perencanaan
penggerakan, pengawasan, penilaian, pencatatan dan pelaporan dengan keberhasilan
program PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal. Berbeda dengan hasil penelitian oleh
Dewi S.C (2011) pada 77 perawat di RSUP Dr. Sardjito, diketahui bahwa penerapan
lima fungsi manajemen oleh kepala ruangan berhubungan dengan penerapan
keselamatan pasien (p=0,000-0,032).
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kustiawan
RB tahun 2014 menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara masing-
masing fungsi manajemen dengan cakupan kegiatan pada program Pemberantasan
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Kabupaten Gerobogan.
Dilihat dari masing-masing subvariabel yang dianalisis secara bivariat terlihat
bahwa hanya subvariabel pengawasan dan pertanggungjawaban memiliki hubungan
yang signifikan. Hasil analisis bivariat terhadap perencanaan dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum Puskesmas di Kabupaten Karangasem diketahui bahwa
mutu pelayanan pengobatan baik 73,3% memiliki perencanaan yang baik, sedangkan
pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 36,9% memiliki perencanaan yang
baik, namun secara statistik tidak berhubungan secara signifikan dalam memberikan
mutu pelayanan pengobatan baik pada perencanaan baik ataupun kurang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum,
S.F tahun 2006 yang dilakukan di Puskesmas Kabupaten Tegal, yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara perencanaan dengan keberhasilan program PMT di
Puskesmas Kabupaten Tegal. Sejalan juga dengan hasil penelitian Ratnasih tahun 2001
82
yang menyatakan bahwa kualitas kerja perawat tidak dipengaruhi oleh fungsi
perencanaan di Puskesmas Kabupaten Tegal.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Dewi, S.C tahun 2011 di
Irna I RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, yang menunjukkan bahwa ada hubungan fungsi
perencanaan dengan penerapan keselamatan pasien (p=0,032, α = 0,05). Hasil penelitian
ini berbeda juga dengan hasil penelitian oleh Fenny tahun 2007 yang menunjukkan
adanya hubungan perencanaan dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap
RSUP Fatmawati.
Hasil analisis bivariat terhadap pelaksanaan dan pengendalian juga menunjukkan
tidak adanya hubungan antara pelaksanaan dan pengendalian dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem. Walaupun
terlihat dari mutu pelayanan pengobatan baik 60,0% memiliki pelaksanaan dan
pengendalian yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang
hanya 41,3% memiliki pelaksanaan dan pengendalian yang baik, perbedaan yang
menghasilkan OR sebesar 2,1 yang artinya peluang memberikan mutu pelayanan
pengobatan baik pada pelaksanaan dan pengendalian baik 2,1 kali dibandingkan
pelaksanaan dan pengendalian yang kurang, namun secara statistik hubungan tersebut
tidak bermakna.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, S.F
tahun 2006 yang dilakukan di Puskesmas Kabupaten Tegal, yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara pergerakan termasuk dalam fungsi pelaksanaan dan
pengendalian dengan keberhasilan program PMT (p =0,540). Berbeda dengan penelitian
Dewi, S.C (2011) bahwa fungsi pengaturan staf yang termasuk dalam pelaksanaan dan
pengendalian menunjukan adanya hubungan bermakna dengan penerapan keselamatan
83
pasien (p=0,008) dimana disimpulkan bahwa perawat pelaksana yang memiliki
persepsi baik terhadap pengaturan staf akan menerapkan keselamatan lebih tinggi dari
perawat yang memiliki persepsi tidak baik dengan OR= 3,84. Hasil ini juga berbeda
dengan penelitian oleh Irmawati (2008) yang meneliti tentang Hubungan Fungsi
Manajemen Pelaksana Kegiatan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) dengan Cakupan SDIDTK Balita dan Anak Prasekolah di
Puskesmas Kota Semarang. Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara
variabel penggerakan dengan variabel cakupan SDIDTK balita dan anak prasekolah
dengan nilai p=0,036 (p<0,05).
Hasil analisis bivariat terhadap pengawasan dan pertanggungjawaban menunjukkan
adanya hubungan antara pengawasan dan pertanggungjawaban dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum Puskesmas di Kabupaten Karangasem. Hubungan tersebut
terlihat yaitu mutu pelayanan pengobatan baik 73,3% memiliki pengawasan dan
pertanggungjawaban yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang
kurang hanya 36,9% memiliki pengawasan dan pertanggungjawaban yang baik, yang
menghasilkan odds ratio (OR) sebesar 4,7 dengan 95%CI : 1,13-22,86 dan nilai p =
0,01. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Irmawati (2008) yang
menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara pengawasan dengan cakupan
SDIDTK balita dan anak prasekolah puskesmas di Kota Semarang. Kekuatan hubungan
antara kedua variabel tersebut bersifat kuat (C=0,707).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Koontz dan
Donnell dalam Dewi S.C, 2011 menyatakan bahwa perencanaan tanpa pengawasan,
pekerjaan tersebut akan sia-sia. Hasil ini juga sesuai dengan teori tentang pengawasan
oleh Terry dalam Ningrum, S. F (2008) yang menyatakan pengawasan itu menentukan
84
apa yang telah dicapai. Artinya dalam menilai hasil pekerjaan dan apabila perlu untuk
mengadakan tindakan-tindakan pembetulan sedemikian rupa, sehingga hasil pekerjaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Supervisi dikatakan sama dengan pengawasan dalam tujuan-tujuan memperbaiki
dan meningkatkan kinerja, berfungsi sebagai monitoring, kegiatannya memiliki fungsi
manajemen serta berorientasi pada tujuan penyelenggaraan (Daryanto, 2005 dalam
Adiputri, A. 2014).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nugroho (2004) yang
menjelaskan bahwa hubungan antara supervisi dengan kinerja perawat pegawai daerah
di Puskesmas Kabupaten Kudus. Hasil penelitian dari Adiputri, A. (2014) menyatakan
supervisi mempunyai hubungan yang bermakna yaitu bidan desa yang supervisinya
kurang baik berisiko menimbulkan kinerja yang kurang baik.
6.5. Hubungan Komitmen Kerja dengan Mutu Pelayanan Pengobatan pada Poli
Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem
Komitmen petugas ditunjukkan dengan keinginan untuk berprestasi yang lebih
baik dengan terlibat aktif melakukan asuhan pelayanan kesehatan termasuk di
puskesmas (Luthans, 2006). Penelitian ini salah satu tujuannya adalah ingin
mengetahui hubungan komitmen kerja dengan mutu pelayanan pengobatan pada poli
umum di puskesmas Kabupaten Karangasem. Berdasarkan hasil analisis bivariat
diketahui bahawa komitmen kerja berhubungan dengan mutu pelayanan pengobatan,
yaitu mutu pelayanan pengobatan baik 86,7% memiliki komitmen kerja yang baik,
sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 36,9% memiliki
komitmen kerja yang baik. Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa
komitmen kerja dengan mutu pelayanan pengobatan dengan adjusted odd ratio sebesar
85
10,5 artinya peluang untuk memberi mutu pelayanan pengobatan baik pada komitmen
kerja baik sebesar 11,3 kali daripada komitmen kurang baik dengan nilai 95% CI dari
OR 1,75-73,06 dan nilai p=0,01.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain oleh Malhotra dan Mukherjee
(2004) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen akan memberikan
layanan yang optimal. Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi selalu akan
berpihak dan memberikan yang terbaik kepada organisasi (Robbins dan Judge (2008),
Sopiah (2008)). Penelitian lain oleh Muchtar Hidayat (2010) menyatakan bahwa
komitmen afektif mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan kualitas
pelayanan. Sejalan dengan penelitian Raymond (2008) mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki komitmen yang tinggi akan memiliki kemauan secara sadar untuk
mencurahkan usaha demi kepentingan organisasi, karyawan bekerja bukan karena
adanya instruksi melainkan termotivasi dari dalam diri sendiri sehingga pasien merasa
puas.
Hasil penelitian dari Puspitawati tahun 2013 menunjukkan bahwa komitmen
organisasional berpengaruh signifikan terhadap kualitas layanan yaitu jika karyawan
memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi maka kualitas layanan yang diberikan
akan semakin meningkat. Menurut asumsi peneliti suatu organisasi dalam hal ini
puskesmas harus memperhatikan faktor yang mendorong karyawan untuk selalu
memberikan layanan optimal memiliki komitmen yang tinggi untuk selalu memberikan
layanan terbaik. Dinas Kesehatan selaku pembina puskesmas mempunyai peranan
penting dalam menumbuhkan komitmen kerja petugas puskesmas.
Hasil analisis bivariat terhadap subvariabel inisiatif menunjukkan adanya hubungan
antara inisiatif dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum Puskesmas di
86
Kabupaten Karangasem. Hubungan tersebut terlihat dari adanya perbedaan yang cukup
signifikan yaitu mutu pelayanan pengobatan baik memiliki inisiatif yang baik sebesar
73,3%, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 36,9%
memiliki inisiatif yang baik. Data tersebut memperlihatkan perbedaan yang jelas dan
menghasilkan odds ratio (OR) sebesar 4,7 dengan 95% CI : 1,13-22,86 dengan nilai p
=0,01. Perbedaan ini menunjukkan hubungan secara bermakna bahwa peluang
memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada inisiatif yang baik sebesar 4,7 kali
dibandingkan dengan inisiatif yang kurang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Ubaydillah, 2009
yang menyatakan bahwa inisiatif berkaitan dengan hasil pekerjaan, dan menghindari
peluang terjadinya masalah. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian oleh Wijaya,
G. 2012 bahwa terjadi peningkatan nilai inisiatif pada perawat dan bidan yang telah
diberi intervensi penerapan Manajemen Kinerja Klinik berbasis Tri Hita Karana
sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat dan bidan di RS. Menurut asumsi
peneliti bahwa petugas yang memiliki inisiatif akan dapat memberikan mutu pelayanan
yang baik kepada pelanggan. Dilihat dari tiga subvariabel komitmen kerja petugas
hanya inisiatif saja yang berhubungan dengan mutu pelayanan pengobatan, sehingga
yang terpenting dalam membangun komitmen kerja petugas di puskesmas adalah
dengan menumbuhkan inisiatif sehingga akan diikuti oleh ketaatan terhadap peraturan
puskesmas dan penghayatan visi misi puskesmas akan meningkat pula.
Petugas yang memiliki komitmen kerja kurang yang ditandai dengan tingginya
keinginan untuk pindah tugas dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat Karsh dkk.
(2005) yang menyatakan bahwa komitmen dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh
87
pekerjaan dan faktor organisasinya dan dengan kurangnya komitmen dan kepuasan
kerja sehingga berimplikasi dengan adanya keinginan untuk pindah.
Analisis bivariat terhadap sub variabel penghayatan visi misi dengan mutu
pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem
memperlihatkan mutu pelayanan pengobatan baik 53,3% memiliki penghayatan visi
misi yang baik, sedangkan pada mutu pelayanan pengobatan yang kurang hanya 26,1%
memiliki penghayatan visi misi yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
peluang memberikan mutu pelayanan pengobatan baik pada penghayatan visi misi yang
baik sebesar 3,2 kali dibandingkan dengan penghayatan visi misi yang kurang namun
secara statistik hubungan tersebut tidak bermakna.
Hasil penelitian ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Wijaya, G. tahun 2012
bahwa penerapan Manajemen Kinerja Klinik berbasis Tri Hita Karana telah dapat
menunjukkan kemampuan perawat bidan dalam menjabarkan visi misi RS dalam tugas
pokok dan fungsinya sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan pengobatan.
Penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian oleh Kumalasari, C. (2013) yang
menyatakan bahwa dengan memahami misi dan visi, pelaksana poli gigi akan memiliki
motivasi yang kuat untuk mengembangkan pelayanan menjadi lebih baik. Setiap
anggota organisasi harus mampu mengungkapkan misi secara verbal, dan setiap
karyawan harus menunjukkan pernyataan misi dalam tindakan. Misi juga akan
memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. (Healthfield dan Aditya
(2010) dalam Kumalasari, C. (2013)). Berdasarkan hal tersebut asumsi peneliti, bahwa
visi misi puskesmas di puskesmas se Kabupaten Karangasem belum digunakan sebagai
acuan dalam melaksanakan pelayanan.
88
Upaya untuk menegakkan dan meningkatkan disiplin kerja para pegawai guna
mencapai hasil kerja yang maksimal. Untuk mendorong para pegawai untuk mematuhi
peraturan-peraturan memerlukan strategi yang tepat yakni dengan meningkatkan
motivasi terhadap para pegawainya. Mematuhi peraturan merupakan salah satu alat ukur
dan pencerminan dari disiplin kerja (Delisa, 2013). Mematuhi peraturan meliputi
ketepatan waktu, taat jam kerja, taat pimpinan, taat prosedur kerja, melakukan
pekerjaan sesuai rencana.
Hasil analisis bivariat terhadap sub variabel ketaatan terhadap peraturan puskesmas
pada penelitian diketahui adanya mutu pelayanan pengobatan baik memiliki ketaatan
terhadap peraturan puskesmas yang baik sebesar 86,7%, sedangkan pada mutu
pelayanan pengobatan yang kurang hanya 56,5% memiliki ketaatan terhadap peraturan
puskesmas yang baik, namun tidak mempunyai hubungan secara bermakna dengan
mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian oleh Rosita (2007) bahwa
disiplin kerja mempunyai hubungan yang cukup kuat terhadap kinerja karyawan pada
Restoran Ichi Bento Bandung. Berbeda pula dengan hasil penelitian lain yang berkaitan
dengan kinerja yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan yaitu oleh Enjel (2006)
menghasilkan bahwa penerapan aturan etika memiliki hubungan yang positif dengan
peningkatan profesionalisma auditor internal.
6.6 Keterbatasan Penelitian
Dalam setiap penelitian tentu tidak akan bisa sepenuhnya bisa terbebas dari
berbagai keterbatasan. Begitu pula dengan penelitian ini memiliki keterbatasan internal
yaitu saat proses pengumpulan data. Pengumpulan data saat wawancara tidak dapat
89
dilakukan secara rahasia pada semua responden karena beberapa responden berada
dalam tempat pelayanan terutama pada saat jam pelayanan.
Pengumpulan data variabel komitmen kerja khusunya pada inisiatif dan ketaatan
terhadap peraturan puskesmas serta pada beberapa dimensi mutu pelayanan pengobatan
juga mengalami keterbatasan karena terjadi social desirable bias yaitu kecenderungan
seseorang untuk menjawab pertanyaan sedemikian rupa sehingga membuat dirinya
terlihat positif sesuai dengan norma yang standar yang diakui banyak orang. Untuk
mengatasi hal tersebut, sebelum wawancara dimulai peneliti menjelaskan bahwa
jawaban responden hanya akan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian saja
sehingga diharapkan kejujurannya dalam menjawab dan jawaban tersebut tidak akan
disampaikan kepada siapapun dan dijamin kerahasiaannya serta tidak akan berdampak
terhadap posisinya sebagai petugas di puskesmas.
Keterbatasan eksternal juga terdapat dalam penelitian ini sebagai akibat dari
pemilihan rancangan penelitian ini adalah tidak mampu membuktikan tidak bisa
menjelaskan adanya hubungan temporal.
90
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dibuat beberapa simpulan
seperti di bawah ini.
1. Penerapan manajemen puskesmas tidak berhubungan secara signifikan dengan
mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-Kabupaten
Karangasem.
2. Komitmen kerja berhubungan signifikan dengan mutu pelayanan pengobatan
pada Poli Umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, hasil pembahasan dan simpulan yang diambil maka
dapat dirumuskan saran seperti di bawah ini.
1. Bagi Kepala Puskesmas
Agar mampu menumbuhkan komitmen kerja petugas dengan :
1) menciptakan rasa aman dan melakukan komunikasi yang baik dengan staf
2) menempatkan petugas sesuai dengan minat dan kompetensinya.
3) meningkatkan monitoring dan evaluasi terhadap staf
4) memberikan penghargaan baik secara finansial maupun non finansial.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Agar pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap puskesmas dilakukan secara
terjadwal dan terimplementasi dengan baik serta memberikan dukungan baik secara
90
91
moril maupun materiil bagi pengembangan mutu pelayanan pengobatan di
puskesmas.
3. Bagi Peneliti selanjutnya.
Agar melakukan eksplorasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya
komitmen kerja petugas di puskesmas dan melakukan penelitian terhadap mutu
pelayanan pengobatan dari sudut pandang pelanggan eksternal untuk melengkapi
penelitian ini.