HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

20
1 1 Pembimbing Akademik HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN NON-AUDITORY PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT. TOKAI DHARMA INDONESIA PADA TAHUN 2013 Astuti Dwi Lestari, Izhar M. Fihir 1 Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email: [email protected]; [email protected] Abstrak Kebisingan di tempat kerja merupakan bahaya yang berisiko menimbulkan dampak terhadap kesehatan bagi pekerja. Pekerja yang terpajan kebisingan dan tidak diatasi dapat menyebabkan gangguan non-auditory berupa gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi. Oleh karena itu, survei ini bertujuan untuk melihat efek kesehatan yang ditimbulkan oleh kebisingan serta hubungan pajanan bising tersebut dengan gangguan non-auditory pada pekerja bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia. Variabel yang diteliti diantaranya intensitas kebisingan di unit produksi, penggunaan Alat Pelindung Telinga pada pekerja, dan keluhan subjektif gangguan non-auditory. Gangguan non-auditory diukur menggunakan kuesioner berdasarkan gejala yang dirasakan pekerja. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pajanan kebisingan dengan gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi pada pekerja bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia. Kata Kunci : Kebisingan, Gangguan Non-auditory, PT. Tokai Dharma Indonesia Abstract Noise in the workplace is a health risk that can impact to the workers. If this noise can’t be managed, it will cause non-auditory effects like physiological effect, psychological effect, and communication disturbance. Therefore, the purposes of this survey are to see the occurrence of non- auditory effects and correlation of noise level to non-auditory effects of production’s workers in PT. Tokai Dharma Indonesia. Variables examined include noise level in production unit, use of Hearing Protection Device, and subjective symptom of non-auditory effects. Non-auditory effects based on self administered questionnaire. The analytical result indicated that there is a significant relationship between the level of noise exposure with physiological effect, psychological effect, and communication disturbance of production’s workers in PT. Tokai Dharma Indonesia. Key words : Noise, Non-auditory effects, PT. Tokai Dharma Indonesia Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Transcript of HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

Page 1: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

   

1  1  Pembimbing  Akademik  

HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN NON-AUDITORY PADA PEKERJA BAGIAN

PRODUKSI DI PT. TOKAI DHARMA INDONESIA PADA TAHUN 2013

Astuti Dwi Lestari, Izhar M. Fihir1

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Email: [email protected]; [email protected]

Abstrak Kebisingan di tempat kerja merupakan bahaya yang berisiko menimbulkan dampak terhadap kesehatan bagi pekerja. Pekerja yang terpajan kebisingan dan tidak diatasi dapat menyebabkan gangguan non-auditory berupa gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi. Oleh karena itu, survei ini bertujuan untuk melihat efek kesehatan yang ditimbulkan oleh kebisingan serta hubungan pajanan bising tersebut dengan gangguan non-auditory pada pekerja bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia. Variabel yang diteliti diantaranya intensitas kebisingan di unit produksi, penggunaan Alat Pelindung Telinga pada pekerja, dan keluhan subjektif gangguan non-auditory. Gangguan non-auditory diukur menggunakan kuesioner berdasarkan gejala yang dirasakan pekerja. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pajanan kebisingan dengan gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi pada pekerja bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia. Kata Kunci : Kebisingan, Gangguan Non-auditory, PT. Tokai Dharma Indonesia

Abstract Noise in the workplace is a health risk that can impact to the workers. If this noise can’t be managed, it will cause non-auditory effects like physiological effect, psychological effect, and communication disturbance. Therefore, the purposes of this survey are to see the occurrence of non-auditory effects and correlation of noise level to non-auditory effects of production’s workers in PT. Tokai Dharma Indonesia. Variables examined include noise level in production unit, use of Hearing Protection Device, and subjective symptom of non-auditory effects. Non-auditory effects based on self administered questionnaire. The analytical result indicated that there is a significant relationship between the level of noise exposure with physiological effect, psychological effect, and communication disturbance of production’s workers in PT. Tokai Dharma Indonesia. Key words : Noise, Non-auditory effects, PT. Tokai Dharma Indonesia

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 2: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

2    

PENDAHULUAN Sektor industri merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja

terbanyak dibanding sektor lain. Oleh karena itu, perlindungan terhadap

pekerja perlu diperhatikan. Perlindungan tenaga kerja meliputi banyak

aspek seperti perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral

kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral

agama. Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman

melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan

produktivitas nasional. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari

berbagai aspek yang dapat menimpa dirinya dan mengganggu

pekerjaannya. (Suma’mur. 1993)

Pada sektor industri, proses produksi tidak lepas dari penggunaan

mesin yang menimbulkan kebisingan. Bising adalah bunyi maupun suara-

suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan,

kenyamanan, serta dapat menyebabkan gangguan pendengaran/ketulian.

(Kurniawidjaja, 2011)

Pajanan kebisingan dapat menyebabkan efek kesehatan berupa

gangguan pendengaran (auditory) maupun gangguan non-auditory

(gangguan komunikasi, rasa tidak nyaman, kelelahan, stress, dan

menurunkan performa kerja). Penelitian Dwiatmo (2005) menunjukkan

bahwa terdapat 18,7% pekerja yang mengalami gangguan pendengaran

(auditory) dan 54,7% pekerja yang mengalami gangguan non-auditory.

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa risiko terjadinya

gangguan non-auditory lebih besar dibandingkan dengan risiko terjadinya

gangguan pendengaran (auditory) akibat kebisingan.

Berdasarkan hasil penelitian Heri Mujayin dan Dimas Adji tahun

2012, dikatakan bahwa terdapat gangguan non-auditory pada indikator

psikologis, komunikasi, dan fisiologis akibat kebisingan. Faktor yang

mungkin mendukung terjadinya gangguan kesehatan akibat kebisingan

adalah penggunaan Alat Pelindung Telinga pada saat bekerja di

lingkungan yang bising.

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 3: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

3    

Dari observasi awal yang dilakukan di PT. Tokai Dharma Indonesia,

pada bagian produksi terdapat mesin-mesin yang menimbulkan

kebisingan. Dimana pekerja bekerja selama 8 jam per hari (dengan waktu

istirahat 1 jam). Dari observasi awal tersebut, terdapat indikasi gangguan

fisiologis berupa sakit kepala, gangguan psikologis berupa perasaan tidak

nyaman dan mudah marah, gangguan komunikasi seperti berteriak saat

berbicara dan kesalahan komunikasi yang dapat membahayakan pekerja,

serta ditemukan ada beberapa pekerja yang tidak menggunakan Alat

Pelindung Telinga pada saat bekerja. Oleh karena itu, peneliti melakukan

survei mengenai hubungan pajanan kebisingan dan efek kesehatan non-

auditory pada pekerja bagian produksi di PT. Tokai Dharma Indonesia

agar segera dilakukan tindakan perbaikan dan pengendalian guna

mengurangi risiko terjadinya gangguan kesehatan akibat kebisingan.

TINJAUAN TEORITIS Kebisingan dapat menyebabkan efek kesehatan bagi pekerja. Efek

kesehatan yang ditimbulkan dapat berupa gangguan pendengaran

(auditory) dan gangguan non-auditory yaitu gangguan fisiologis, gangguan

psikologis, dan gangguan komunikasi.

Berikut adalah gambar hubungan langsung dan tidak langsung

antara sistem pendengaran manusia dan sistem saraf, otot, kelenjar pada

tubuh. Perhatian khusus ada pada sistem otonom (saraf simpatik dan

kelenjar). Fungsi utama dari sistem otonom adalah untuk mengendalikan

dan mengatur fungsi dan organ tubuh seperti pencernaan makanan,

sistem persediaan darah kardiovaskular, pernafasan, pengontrol

temperature, dan lain-lain. Fungsi ini bekerja secara otomatis dan secara

tidak sadar.

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 4: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

4    

Gambar 2.1 Mekanisme respon utama dan bagian dari sistem otonom

(Sumber: Asfahl, C. Ray. 1990)

Sistem pendengaran mempunyai beberapa hubungan saraf

langsung dengan sistem saraf simpatik pada tingkat di bawah otak. Itu

membuktikan bahwa melalui hubungan tersebut, bunyi dapat

menyebabkan respon sistem otonom yang terjadi tanpa proses berpikir

secara sadar untuk menginterpretasikan bunyi atau kebisingan. (Asfahl,

1990)

Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis dapat berupa peningkatan tekanan darah,

peningkatan denyut nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah

kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan wajah pucat dan

gangguan sensoris.

Menurut Oborne D.J., kebisingan terutama jika tidak diinginkan,

maka akan menyebabkan reaksi fisiko-psikologis. Berkaitan dengan

gangguan sistem muskuloskeletal, pengaruh bising terjadi melalui respon

tubuh terhadap bising (sebagai stress) dengan diproduksinya nor

adrenalin oleh kelenjar medulla adrenal. Nor adrenalin menyebabkan

timbulnya penyempitan pembuluh darah menyeluruh (vasokonstriksi

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 5: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

5    

general), termasuk pada otot yang dipergunakan untuk bekerja. Akibatnya

pasokan oksigen dan nutrisi jaringan terganggu, sehingga orang menjadi

mudah lelah. Pada kondisi lelah, maka proses metabolisme yang lebih

dominan adalah proses anaerob yang akan menyebabkan penimbunan

asam laktat di jaringan, sehingga menimbulkan rasa nyeri otot. Kondisi ini

apabila berlangsung terus menerus tanpa diberi kesempatan untuk

pemulihan akan mengakibatkan kerusakan otot (muscular damage).

(Nawawiwetu dan Retno Adriyani, 2007)

Menurut Hans Selye seperti yang dikutip oleh Jacqueline M

Atkinson dalam bukunya “Mengatasi Stress” (1991), dalam menghadapi

stress berlaku suatu model yang disebut General Adaptation Syndrome

(GAS) atau sindroma adaptasi umum. Sindroma ini berlangsung melalui 3

fase: fase khawatir, perlawanan dan keletihan. Reaksi khawatir dikenal

dengan reaksi “lawan atau lari”. Di sini tubuh menyiapkan diri menghadapi

bahaya dengan dua alternatif cara. Pada proses ini hypothalamus di otak

mengisyaratkan kepada kelenjar adrenal (anak ginjal) untuk melepaskan

adrenalin. Adanya adrenalin yang meningkat dalam aliran darah

menyebabkan denyut jantung meningkat, pernafasan menjadi dangkal,

gula darah dibawa ke organ yang memerlukan untuk melakukan reaksi

melawan (otot), tekanan darah meningkat. (Nawawiwetu dan Retno

Adriyani, 2007)

Gangguan Psikologis Gangguan psikologis akibat kebisingan dapat berupa rasa mudah

kaget, menggangu konsentrasi, tidur, atau kenyamanan, mudah

tersinggung, kurang konsentrasi, dan cepat marah. Pemaparan jangka

waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastristis,

penyakit jantung koroner, dan lain-lain.

Bising umumnya dapat merusak telinga bagian tengah dan bagian

dalam yang kebanyakan merupakan sel-sel syaraf pendengaran.

Pemaparan kebisingan yang berulang dapat mengakibatkan kerusakan

pendengaran dan komunikasi. Stressor akan dialirkan ke organ tubuh

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 6: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

6    

melalui saraf otonom. Organ yang antara lain dialiri stress adalah kelenjar

hormon dan terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang

selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai organ

target, seperti meningkatnya hiperaktivitas sistem limbik, sistem saraf

pusat (SSP) yang terdiri dari dopaminergik, noradrenegik, serotonergik

neuron yang dikendalikan oleh Gamma Aminobutiric Acid (GABA-ergik)

neuron. Oleh karena itu dari kerusakan sel-sel syaraf tersebut dapat

menyebabkan gangguan psikologis berupa rasa tidak nyaman, kurang

konsentrasi, susah tidur, cepat marah, kejengkelan, dan gangguan kerja.

(Yulianto, 2013)

Pada gangguan psikologis, menurut Yulianto (2013), manusia

menginterpretasikan bunyi yang ditangkapnya pada proses terakhir

pendengaran, bila terjadi kerusakan penerimaan dipusat pendengaran

dibagian otak oleh syaraf pendengaran, manusia menginterpretasikan

bunyi bising sebagai kondisi yang mengancamnya. Bila ada tuntutan atau

ancaman, pertama-tama adalah reaksi alarm. Reaksi ini ditandai dengan

adanya perubahan-perubahan dalam tubuh, antara lain meningkatnya

hormone cortical, ketegangan meninggi, emosi bertambah dan

sebagainya. (Yulianto, 2013)

Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi disebabkan karena adanya masking effect

(bunyi yang menutupi pendengaran) dari kebisingan dan gangguan

kejelasan suara. Gangguan komunikasi ini dapat menyebabkan seseorang

harus berbicara kuat-kuat untuk berkomunikasi dengan orang lain, bahkan

untuk menyatakan sesuatu terkadang diperlukan pengulangan hingga

beberapa kali. Berteriak secara terus-menerus dapat menyebabkan iritasi

tenggorokkan.

Mencoba untuk memahami pembicaraan di lingkungan yang bising

memerlukan konsentrasi dan usaha tambahan. Pesan atau instruksi dapat

terjadi kesalahpahaman. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dan

frustasi. Gangguan komunikasi ini juga dapat berpengaruh pada kinerja

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 7: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

7    

dan keselamatan pekerja dan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan

produktifitas kerja.

Alat Pelindung Telinga

Penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) adalah langkah terakhir

yang dilakukan dalam mengurangi intensitas pajanan bising yang diterima

pekerja. APT bekerja dengan menutupi sebagian telinga manusia agar

intensitas gelombang suara yang masuk ke dalam telinga menjadi lebih

sedikit.

Faktor penting dalam memilih Alat Pelindung Telinga adalah

keefektifan dalam mengurangi level pajanan bising. Faktor lain dalam

memilih APT antara lain dari segi ekonomi dan kenyamanan pekerja.

Faktor kenyamanan pekerja merupakan tujuan sederhana dari promosi

kepuasan pekerja, hal tersebut berpengaruh terhadap penerimaan jumlah

APT pada pekerja. Jika pekerja merasa APT tidak nyaman digunakan,

mereka akan mencari alasan untuk tidak mengunakannya. (Asfahl, 1990)

Alat Pelindung Telinga digolongkan menjadi tiga kelompok besar,

yaitu: (Tambunan, 2005)

a. Earplug

Secara teknis, earplug/aural lebih banyak digunakan pada tempat-

tempat bising berfrekuensi rendah, misalnya kamar mesin diesel.

Earplug terbuat dari bermacam-macam material, seperti busa PVC,

polyurethane, polyethylene, silikon, dan lain-lain. Earplug mudah

dibersihkan dan dapat digunakan kembali/ dapat digunakan lebih dari

satu waktu.

b. Earmuff

Secara teknis, perbedaan penggunaan earplug dan earmuff

didasarkan pada tingkat frekuensi sumber kebisingan. Earmuff untuk

tempat-tempat bising berfrekuensi tinggi (high frequency) seperti

tempat pemotongan logam (metal cutting), pelabuhan udara, dan lain-

lain. Earmuff kurang cocok digunakan di tempat-tempat berfrekuensi

rendah (<400Hz) karena earmuff umumnya akan

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 8: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

8    

beresonansi/bergetar. Saat menggunakan earmuff, seluruh bagian

telinga harus benar-benar tertutup oleh bagian pelindung alat ini.

Pastikan tidak ada rambut yang masuk ke sela bantalan pelindung.

c. Canal caps

Canal caps hanya digunakan untuk menutup “pintu” lubang telinga.

Sebagai alat proteksi, tingkat perlindungan yang diberikan oleh alat ini

jauh lebish rendah dibandingkan earplug dan earmuff. Alat ini cocok

digunakan bagi pekerja yang relative sering melepas dan memasang

alat pelindung dan tidak sesuai untuk pemakaian jangka panjang.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 di bagian produksi PT.

Tokai Dharma Indonesia yang dalam proses kerjanya terdapat kebisingan.

Populasi penelitian ini adalah pekerja bagian produksi unit molding,

M50 (valve assy), autoline, dan filling dimana terdapat mesin-mesin yang

menghasilkan kebisingan dengan jumlah populasi sebanyak 159 pekerja.

Berdasarkan perhitungan sampel, diperoleh besar sampel berjumlah 111

pekerja.

Pengumpulan data gangguan non-auditory pekerja dan

penggunaan Alat Pelindung Telinga dilakukan dengan menggunakan

kuesioner, observasi dan wawancara. Kebisingan diukur dengan

menggunakan alat Sound Level Meter. Pengukuran kebisingan dilakukan

pada beberapa titik sumber di masing-masing unit dimana terdapat

pekerja karena diasumsikan bahwa pajanan yang diterima pekerja pada

masing-masing unit adalah sama.

Setelah data diperoleh, untuk skor gangguan non-auditory

(gangguan fisiologis, psikologis, dan komunikasi) berdasarkan kuesioner

dihitung berdasarkan 22 item pertanyaan pada masing-masing kategori

gangguan. Kriteria penilaian terbagi menjadi tidak pernah bernilai 1,

kadang-kadang bernilai 2, dan sering bernilai 3. Kemudian dilakukan

pengelompokan berdasarkan gangguan fisiologis, psikologis, dan

komunikasi. Gangguan fisiologis terdiri dari 7 pertanyaan, gangguan

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 9: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

9    

psikologis terdiri dari 9 pertanyaan, dan gangguan komunikasi terdiri dari 6

pertanyaan. Setelah data hasil kuesioner diperoleh maka dilakukan uji

normalitas data pada masing-masing kategori gangguan menggunakan

program statistik. Apabila hasil menunjukkan data normal, maka kategori

diambil berdasarkan nilai mean. Sedangkan apabila hasil menunjukkan

data tidak normal, maka kategori diambil berdasarkan nilai median. Dari

hasil tersebut, maka diperoleh dua kategori, yaitu ada gangguan dan tidak

ada gangguan.

Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi

frekuensi responden untuk setiap variabel yang diteliti. Selain itu juga

dilakukan analisis bivariat untuk menjelaskan hubungan antara variabel

independen (intensitas pajanan kebisingan dan Alat Pelindung Telinga)

dengan variabel dependen (gangguan fisiologis, gangguan psikologis,

gangguan komunikasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN Gangguan Fisiologis

Berdasarkan hasil survei, keluhan gangguan fisiologis yang

dirasakan pekerja antara lain pusing/sakit kepala, mual/eneg, sesak nafas,

gangguan keseimbangan, jantung berdetak lebih cepat, sakit telinga, dan

otot menjadi tegang.

Keluhan gejala gangguan fisiologis yang banyak dirasakan oleh

sebagian besar pekerja bagian produksi antara lain pusing/sakit kepala

sebanyak 63 orang (56,8%) dan otot menjadi tegang sebanyak 60 orang

(54%). Hal ini serupa dengan penelitian Kholik dan Dimas (2012) serta

penelitian Feidihal (2007) yang menunjukkan keluhan gangguan fisiologis

yang banyak dialami oleh responden yang terpajan bising adalah sakit

kepala. Pada penelitian Dwiatmo (2005) juga menunjukkan bahwa

terdapat keluhan otot menjadi tegang karena kebisingan di tempat kerja.

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 10: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

10    

Gangguan Psikologis Berdasarkan hasil survei, keluhan gangguan psikologis yang

dirasakan pekerja antara lain pekerja merasa ada suara yang

mengganggu, konsentrasi terganggu, melakukan kesalahan dalam

bekerja, merasa tidak nyaman, mudah marah, mudah tersinggung, mudah

lelah, perasaan ingin mengurangi kebisingan, dan perasaan ingin

meninggalkan lokasi kerja.

Keluhan gejala gangguan psikologis yang banyak dirasakan

pekerja antara lain merasa ada suara yang mengganggu sebanyak 90

orang (81%), merasa tidak nyaman/tidak senang sebanyak 63 orang

(56,7%), dan pekerja yang ingin mengurangi kebisingan sebanyak 81

orang (73%). Hal ini serupa dengan penelitian Feidihal (2007) yang

menunjukkan bahwa keluhan gangguan psikologis yang banyak dirasakan

oleh responden yang terpajan bising adalah perasaan tidak nyaman.

Menurut Bell dan Bridger, seperti yang dikutip oleh Feidihal (2007),

bising adalah suara yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu, sifatnya

subjektif karena sangat tergantung pada orang yang bersangkutan dan

karena sifatnya mengganggu secara psikologis, kebisingan dapat

menimbulkan stress. Sehingga muncul perasaan ingin mengurangi

kebisingan. Menurut Bell ada beberapa jenis kebisingan yang dapat

menimbulkan reaksi emosional pada seseorang, antara lain:

a. Makin tinggi intensitas bising, maka orang semakin terganggu oleh

bising tersebut.

b. Bising yang tidak biasa didengar akan mengganggu dari pada bising

yang telah biasa didengar.

c. Pengalaman masa lalu dengan bunyi tertentu akan menentukan

bentuk reaksi emosional, seperti bunyi sirine.

d. Sikap pribadi terhadap sumber bising.

Pada gangguan psikologis ini, manusia menginterpretasikan bunyi

yang ditangkapnya pada proses terakhir pendengaran, bila terjadi

kerusakan penerimaan dipusat pendengaran dibagian otak oleh syaraf

pendengaran, manusia menginterpretasikan bunyi bising sebagai kondisi

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 11: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

11    

yang mengancamnya. Bila ada tuntutan atau ancaman, pertama-tama

adalah reaksi alarm. Reaksi ini ditandai dengan adanya perubahan-

perubahan dalam tubuh, antara lain meningkatnya hormone cortical,

ketegangan meninggi, emosi bertambah dan sebagainya. (Yulianto, 2013)

Gangguan Komunikasi Berdasarkan hasil survei, keluhan gangguan komunikasi yang

dirasakan pekerja antara lain berteriak ketika berbicara, mendengar rekan

kerja berteriak saat bicara, tidak paham pembicaraan tanpa melihat

bahasa bibir lawan bicara, sulit mendengar saat komunikasi, kesalahan

dalam melakukan pekerjaan, dan pekerjaan menjadi terganggu akibat

sulitnya berkomunikasi.

Keluhan gejala gangguan komunikasi yang banyak dirasakan

pekerja antara lain berteriak ketika berbicara di unit kerja sebanyak 88

orang (79,3%), rekan kerja berteriak ketika berbicara sebanyak 75 orang

(67,6%), dan sulit mendengar saat berkomunikasi sebanyak 69 orang

(62,2%). Hal ini serupa dengan penelitian Kholik dan Dimas (2012) yang

menyatakan bahwa keluhan gangguan komunikasi yang banyak dirasakan

responden adalah berteriak ketika berbicara. Penelitian yang dilakukan

oleh Feidihal (2007) juga menunjukkan bahwa keluhan gangguan

komunikasi yang banyak dirasa responden adalah berteriak saat berbicara

dan sukar untuk menangkap pembicaraan (sulit mendengar). Gangguan

komunikasi ini dapat disebabkan oleh bunyi yang menutupi pendengaran

(masking effect) dari kebisingan maupun gangguan kejelasan suara

(intelligibility).

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Gangguan Non-Auditory

Jumlah dan variabel-variabel serta hubungannya dengan ganguan

non-auditory disajikan dalam bentuk tabel beserta nilai p (p value) hasil uji

statistik chi-square. Distribusi variabel independen pada Tabel 4.1 dan

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 12: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

12    

hubungan variabel independen dengan gangguan non-auditory pada

Tabel 4.2. Berdasarkan hasil survei untuk variabel gangguan non-auditory

yang dirasakan pekerja menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang terpajan

kebisingan >85 dBA lebih sedikit mengalami gangguan fisiologis,

gangguan psikologis, dan gangguan komunikasi daripada pekerja yang

terpajan kebisingan ≤85 dBA. Hal ini tidak serupa dengan hasil penelitian

Kurniasih (2010) yang menunjukkan bahwa pekerja yang terpajan

kebisingan >85 dBA lebih banyak mengalami gangguan-gangguan non-

auditory tersebut daripada pekerja yang terpajan kebisingan ≤85 dBA.

Berdasarkan survei, hal ini dapat disebabkan karena pada pekerja

yang berada pada kebisingan >85 dBA mayoritas sudah menggunakan

Alat Pelindung Telinga sedangkan pekerja yang berada pada kebisingan

≤85 dBA mayoritas tidak menggunakan Alat Pelindung Telinga karena

ketersediaan yang terbatas. Masa kerja pekerja mayoritas di atas dua

bulan kerja juga dapat menyebabkan pekerja sudah terbiasa berada

dalam kebisingan dan tidak merasakan keluhan-keluhan gangguan non-

auditory. Hal ini didukung oleh hasil wawancara pada pekerja yang

menunjukkan bahwa pekerja yang berada pada kebisingan >85 dBA

banyak yang tidak merasakan keluhan gangguan tersebut dengan alasan

sudah menggunakan Alat Pelindung Telinga dan pekerja merasa sudah

terbiasa berada dalam unit kerja yang bising.

Tabel 4.1 Jumlah dan Presentase Tingkat Pajanan Kebisingan dan

Penggunaan Alat Pelindung Telinga Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Variabel Kategori Jumlah %

Tingkat pajanan kebisingan • ≤85 71 64

• >85 40 36

Total 111 100

Penggunaan Alat Pelindung

Telinga

• Memakai 46 41,4

• Tidak memakai 65 58,6

Total 111 100

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 13: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

13    

Tabel 4.2 Hubungan Tingkat Pajanan Kebisingan dan Penggunaan Alat Pelindung Telinga Terhadap Gangguan Non-Auditory Pada Pekerja

Bagian Produksi PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Variabel

Gangguan Fisiologis

Total OR Pvalue Tidak ada

gangguan

Ada

gangguan

N % N %

Tingkat pajanan

kebisingan

≤85 41 57,7 30 42,3 71 0,241 0,006

>85 34 85 6 15 40

Penggunaan APT

Memakai 34 73,9 12 26,1 46 1,659 0,319

Tidak memakai 41 63,1 24 36,9 65

Variabel

Gangguan Psikologis

Total OR Pvalue Tidak ada

gangguan

Ada

gangguan

N % N %

Tingkat pajanan

kebisingan

0,195 0,001 ≤85 34 47,9 37 52,1 71

>85 33 82,5 7 17,5 40

Penggunaan APT

3,948

Memakai 36 78,3 10 21,7 46 0,002

Tidak memakai 31 47,7 34 52,3 65

Variabel

Gangguan komunikasi

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N %

Tingkat pajanan

kebisingan

≤85 32 45,1 39 54,9 71 0,395 0,038

>85 27 67,5 13 32,5 40

Penggunaan APT

Memakai 27 58,7 19 41,3 46 1,465 0,429

Tidak memakai 32 49,2 33 50,8 65

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 14: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

14    

Tingkat pajanan kebisingan Data tingkat kebisingan menurut unit kerja di bagian produksi

bervariasi antara 80-89 dBA. Tingkat kebisingan tertinggi adalah pada unit

kerja M50 (valve assy) yaitu 89 dBA. Tingkat kebisingan terendah terdapat

di unit molding yaitu 80 dBA. Unit kerja dengan tingkat kebisingan di atas

Nilai Ambang Batas (85 dBA) yaitu unit M50 (valve assy) dan unit gas

filling. Sedangkan unit kerja molding dan autoline memiliki tingkat

kebisingan di bawah Nilai Ambang Batas (85 dBA). (Tabel 4.3)

Tabel 4.3 Tingkat Pajanan Kebisingan Menurut Bagian/Unit Kerja di PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Lokasi pengukuran Intensitas kebisingan (dBA)

Keterangan

Molding 80 <NAB

Autoline 83 <NAB

M50 (valve assy) 89 >NAB

Gas Filling 86 >NAB

Distribusi pajanan kebisingan dikelompokkan menjadi dua kategori

yaitu ≤85 dan >85. Pekerja yang terpajan kebisingan ≤85 dBA sebanyak

71 orang dan pekerja yang terpajan kebisingan >85 dBA sebanyak 40

orang. (Tabel 4.4)

Tabel 4.4 Distribusi Pekerja Berdasarkan Tingkat Pajanan Kebisingan

Bagian Produksi PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Kategori Jumlah %

≤85 71 64

>85 40 36

Hasil analisis hubungan antara tingkat kebisingan dengan

gangguan non-auditory diperoleh bahwa pada pekerja yang berada di unit

kerja dengan tingkat kebisingan >85 dBA terdapat 6 orang dari 36 orang

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 15: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

15    

yang mengalami gangguan fisiologis, 7 orang dari 44 orang yang

mengalami gangguan psikologis, dan 13 orang dari 54 orang yang

mengalami gangguan komunikasi. Untuk pekerja yang berada di unit kerja

dengan tingkat kebisingan ≤85 diperoleh bahwa terdapat 30 orang dari 36

orang yang mengalami gangguan fisiologis, 37 orang dari 44 orang yang

mengalami gangguan psikologis, dan 39 orang dari 52 orang yang

mengalami gangguan komunikasi. (Tabel 4.5) Hasil survei menunjukkan bahwa ada hubungan antara intensitas

pajanan kebisingan dengan gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan

gangguan komunikasi. Hasil ini serupa dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Yulianto (2013) yang menunjukkan terdapat

hubungan antara tingkat kebisingan dengan gangguan non-auditory.

Tabel 4.5 Analisis Distribusi Frekuensi dan Hubungan Tingkat Pajanan Kebisingan Dengan Gangguan Non-Auditory Pada Pekerja Bagian

Produksi PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Variabel

Gangguan Fisiologis

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N % Tingkat pajanan kebisingan

≤85 41 57,7 30 42,3 71 0,241 0,006 >85 34 85 6 15 40

Variabel

Gangguan Psikologis

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N % Tingkat pajanan kebisingan

≤85 34 47,9 37 52,1 71 0,195 0,001 >85 33 82,5 7 17,5 40

Variabel

Gangguan komunikasi

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N % Tingkat pajanan kebisingan

≤85 32 45,1 39 54,9 71 0,395 0,038 >85 27 67,5 13 32,5 40

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 16: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

16    

Penggunaan Alat Pelindung Telinga Distribusi penggunaan Alat Pelindung Telinga dikelompokkan

menjadi dua kategori yaitu memakai dan tidak memakai Alat Pelindung

Telinga. Pekerja yang memakai Alat Pelindung Telinga sebanyak 46 orang

dan pekerja yang tidak memakai Alat Pelindung Telinga sebanyak 65

orang.

Pada unit kerja yang memiliki tingkat kebisingan diatas 85 dBA

yaitu unit M50 (valve assy) dan gas filling, pekerja yang menggunakan

APT sebanyak 33 orang dan yang tidak menggunakan APT sebanyak 7

orang. Pada unit kerja yang memiliki tingkat kebisingan dibawah 85 dBA,

pekerja yang menggunakan APT sebanyak 13 orang dan yang tidak

menggunakan APT sebanyak 58 orang. (Tabel 4.6)

Tabel 4.6 Distribusi Pekerja Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Telinga Bagian Produksi PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Unit Kerja

Penggunaan APT

Total Memakai Tidak Memakai

N % N %

M50 (valve assy) 15 83,3 3 16,7 18 Molding 3 21,4 11 78,6 14 Gas Filling 18 81,8 4 18,2 22 Autoline 10 17,5 47 82,5 57

Penggunaan Alat Pelindung Telinga dapat ditentukan oleh

persediaan APT, kesadaran pekerja, dan kenyamanan APT itu sendiri. Di

unit kerja dengan intensitas kebisingan di bawah 85 dBA seperti unit

molding dan autoline, tidak disediakan Alat Pelindung Telinga untuk

semua pekerja. Di unit molding, earmuff hanya diberikan untuk pekerja

yang melakukan crushing, sedangkan di unit autoline, earplugs hanya

diberikan pada pekerja yang berhubungan langsung dengan mesin. Pada

unit kerja dengan intensitas kebisingan di atas 85 dBA seperti unit M50

(valve assy) dan gas filling, Alat Pelindung Telinga telah disediakan untuk

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 17: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

17    

semua pekerja. Tetapi masih terdapat pekerja yang tidak menggunakan

Alat Pelindung Telinga tersebut mayoritas dengan alasan tidak nyaman.

Berdasarkan hasil survei, terdapat hubungan antara penggunaan

Alat Pelindung Telinga dengan gangguan psikologis (Pvalue = 0,002). Hal

tersebut dapat disebabkan karena Alat Pelindung Telinga dapat

mengurangi intensitas bising yang diterima oleh pekerja sehingga

berpengaruh terhadap keluhan psikologis yang dirasakan pekerja seperti

perasaan terganggu oleh bising dan perasaan tidak nyaman. Hasil

menunjukkan bahwa pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung

Telinga memiliki risiko mengalami gangguan psikologis 4 kali lebih besar

dari pada pekerja yang menggunakan Alat Pelindung Telinga. Tetapi, hasil

survei menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan

Alat Pelindung Telinga dengan gangguan fisiologis dan gangguan

komunikasi. (Tabel 4.7)

Tabel 4.7 Analisis Distribusi Frekuensi dan Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Telinga Dengan Gangguan Non-Auditory Pada Pekerja Bagian

Produksi PT. Tokai Dharma Indonesia Tahun 2013

Variabel

Gangguan Fisiologis

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N % Penggunaan APT Memakai 34 73,9 12 26,1 46

1,659 0,319 Tidak memakai 41 63,1 24 36,9 65

Variabel

Gangguan Psikologis

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N % Penggunaan APT

3,948

Memakai 36 78,3 10 21,7 46 0,002 Tidak memakai 31 47,7 34 52,3 65

Variabel

Gangguan komunikasi

Total OR Pvalue Tidak ada gangguan

Ada gangguan

N % N % Penggunaan APT Memakai 27 58,7 19 41,3 46 1,465 0,429 Tidak memakai 32 49,2 33 50,8 65

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 18: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

18    

KESIMPULAN Berdasarkan uraian hasil survei dan pembahasan maka didapat

kesimpulan sebagai berikut:

a. Intensitas kebisingan di bagian produksi PT. Tokai Dharma Indonesia

berkisar antara 80-89 dBA. Tingkat kebisingan tertinggi adalah pada

unit kerja M50 (valve assy) yaitu 89 dBA.

b. Hasil keseluruhan survei terhadap 111 pekerja bagian produksi PT.

Tokai Dharma Indonesia mendapatkan proporsi pekerja yang

mengalami gangguan komunikasi lebih banyak dibanding pekerja yang

mengalami gangguan fisiologis dan gangguan psikologis yaitu

sebanyak 52 orang (46,8%). Hal ini dapat disebabkan karena terdapat

bunyi yang menutupi pendengaran (masking effect) dari kebisingan

maupun gangguan kejelasan suara (intelligibility).

c. Terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas pajanan

kebisingan dengan gangguan fisiologis, gangguan psikologis, dan

gangguan komunikasi. Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan

bahwa kebisingan dapat menyebabkan gangguan fisiologis, gangguan

psikologis, dan gangguan komunikasi. Serta sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianto (2013) yang menunjukkan

terdapat hubungan antara tingkat kebisingan dengan gangguan-

gangguan non-auditory tersebut.

d. Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan Alat Pelindung

Telinga dengan gangguan psikologis. Pekerja yang tidak

menggunakan Alat Pelindung Telinga memiliki risiko mengalami

gangguan psikologis 4 kali lebih besar dari pada pekerja yang

menggunakan Alat Pelindung Telinga.

e. Tidak terdapat hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Telinga

dengan gangguan fisiologis dan gangguan komunikasi.

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 19: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

19    

SARAN a. Pihak perusahaan agar lebih mengefektifkan penggunaan Alat

Pelindung Telinga, dengan memberikan program reward dan

punishment dimana pekerja yang disiplin menggunakan APT akan

mendapat penghargaan dari perusahaan dan pekerja yang tidak

menggunakan APT akan mendapat sanksi.

b. Memperluas materi pelatihan kepada para pekerja mengenai bahaya

dan risiko kebisingan di lingkungan kerja dan penggunaan APT.

c. Perusahaan sebaiknya menyediakan APT untuk semua unit dimana

terdapat kebisingan yang dapat mengganggu pekerja karena efek

kesehatan akibat bising terjadi secara perlahan.

d. Pekerja sebaiknya memaksimalkan penggunaan APT khususnya di

area bising yang tinggi, dan melaporkan kepada perusahaan jika APT

tersebut kurang atau tidak layak pakai.

e. Perusahaan mengadakan sosialisasi terkait visualisasi display untuk

berkomunikasi pada lingkungan kerja yang bising.

f. Untuk survei selanjutnya agar dilakukan survei yang lebih mendalam

dengan melakukan pengukuran audiometri, dan pengukuran tekanan

darah serta pengukuran denyut nadi untuk menunjang hasil gangguan

fisiologis

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013

Page 20: HUBUNGAN PAJANAN KEBISINGAN DENGAN EFEK KESEHATAN …

20    

KEPUSTAKAAN Asfahl, C. Ray. 1990. Industrial Safety and Health Management. USA:

National Safety Council.

Dwiatmo, Langgeng. 2005. Analisis Gangguan Auditory dan Non Auditory

Pada Pekerja yang Terpapar Kebisingan Di Seksi Tube PT.

Suryaraya Rubberino Industries Tahun 2005. Skripsi FKM UI: Depok.

Feidihal. 2007. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya Terhadap

Mahasiswa di Bengkel Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang.

Jurnal Teknik Mesin Vol. 4 No.1, ISSN 1829-8958.

Kholik, Heri M., dan Dimas Adji Krishna. 2012. Analisis Tingkat Kebisingan

Peralatan Produksi Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Teknik

Industri Vol. 13, No. 2, 194-200.

Kurniawidjaja, L. Meily. 2011. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI-

Press: Jakarta.

Nawawiwetu, Erwin Dyah, dan Retno Adriyani. 2007. Stress Akibat Kerja

Pada Tenaga Kerja Yang Terpapar Bising. The Indonesian Journal of

Public Health Vol. 4, No.2, 59-63.

Suma’mur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV

Haji Masagung: Jakarta.

Tambunan, Sihar T.B. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja. Yogyakarta:

ANDI.

Yulianto, Ardian Risky. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Gangguan Non-Auditory Akibat Kebisingan Pada Musisi Rock. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Vol. 2, No. 1, 1-11.

Hubungan pajanan..., Astuti Dwi Lestari, FKM UI, 2013