HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

78
HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Aditia NIM: 11150340000137 PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2020 M

Transcript of HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

Page 1: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM

INTERAKSI SOSIAL

(studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Aditia

NIM: 11150340000137

PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020 M

Page 2: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM

INTERAKSI SOSIAL

(studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Aditia

NIM: 11150340000137

Pembimbing

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA

NIP. 19690822 199703 1 002

PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2020 M

Page 3: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-

MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Penafsiran

Wahbah al-Zuhaili dalam Surah al-Mumtahanah ayat 8-9) telah

diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3

November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 13 Januari 2021

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

D r. Eva Nugraha, MA c

F ahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

K usmana, Ph.D

NIP. 19650424 199503 1 001

Pembimbing,

D rs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA

NIP. 19690822 199703 1 002

P rof. Dr. Media Zainul Bahri, MA

NIP. 19751019 200312 1 003

Page 4: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Aditia

NIM : 11150340000137

Judul Skripsi : HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM

DALAM INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili

dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9)

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Setara 1 di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya

asli saya, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

Tangerang, 3 November 2020

Aditia

Page 5: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

i

ABSTRAK

Aditia

HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI

SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-

Mumtahanah ayat 8-9)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam

penafsiran dan sudut pandang Wahbah al-Zuhaili tentang interaksi muslim

dengan non-muslim dalam Q.S al-Mumtahanah (60): 8-9. Dalam

penafsirannya Wahbah al-Zuhaili menggunakan beberapa pendekatan,

yakni pendekatan linguistik, munasabah ayat, pendekatan tematik, dan

pendekatan hukum. Bila dalam satu ayat terdapat sabab al-Nuzul, maka ia

menampilkannya.

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah keperpustakaan

(library research), yang masuk dalam sebuah penelitian kualitatif.

Mengingat adanya data yang penulis gunakan adalah literatur tafsir, maka

dalam hal ini data primer yang penulis gunakan adalah kitab tafsīr al-

Munīr karya Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili. Adapun data skundernya

adalah berbagai kitab, buku-buku, dan artikel yang membahas tentang

hubungan muslim dan non-muslim. Dalam penelitian ini digunakan

metode analisis data yakni menggali keaslian teks atau melakukan

pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui kelengkapan atau

keaslian teks tersebut.

Setelah melakukan penelitian ini, penulis berkesimpulan bahwa

penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surat al-Mumtahanah (60): 8-9,

memperbolehkan bahkan menganjurkan agar umat Islam menjalin

interaksi harmonis yang penuh dengan toleransi dengan non-muslim saling

bahu-membahu dan tolong-menolong dalam hal-hal yang tidak berkaitan

dengan akidah. Adapun batasan pergaulan, ia melarang berteman dekat

dengan non-muslim yang memerangi, mengusir, dan menzalimi orang

muslim.

Kata kunci : Wahbah al-Zuhaili, Al-Munīr, Interaksi Sosial

Page 6: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, atas segala nikmat

iman, jasmani dan rohani. Tiada henti kepada-Nya penulis meminta agar

selalu diberi kesehatan, kemudahan, kesabaran dan kekuatan dalam

menyelesaikan skripsi ini. Berkat kasih sayang, petunjuk dan rahmat-Nya

penulis dapat mengolah data menjadi kata, menjadi kalimat dan menjadi

paragraf-paragraf yang berisi ide, kemudian dari kumpulan menjadi bab-

bab dan akhirnya jadilah skripsi ini.

Shalawat dan salam seiring kecintaan, akan senantiasa tercurah

limpahkan kepada baginda Rasulullah, yakni Nabi Muhammad SAW,

beserta keluarga dan para sahabatnya. Sesungguhnya ia dan merekalah

yang sangat berjasa dalam menyampaikan pesan itu sampai kepada kita

semua saat ini.

Dalam perjalanan penelitian ini, penulis menyadari bahwa skripsi

yang berjudul HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM

INTERAKSI SOSIAL (studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah

al-Mumtahanah ayat 8-9)

ini tidak akan selesai dengan daya dan upaya penulis dari berbagai

pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak

membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan ini selesai. Maka, pada

kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terimakasih yang

sebesar-besarnya, yaitu kepada:

1. Kepada Yth Prof Dr, Amany Burhanudin Lubis, Lc., MA.,

selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 7: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

iii

3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku ketua jurusan Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekertaris

Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik

Fakultas Ushuluddin

4. Dosen Penasihan Akademik, Dr. Masykur Hakim, MA., yang

banyak memberi masukan kepada penulis selama studi di

kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., selaku pembimbing

skripsi yang dengan ikhlas dan sabar dalam membimbing dan

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin Khususnya Dosen Jurusan

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah

mengerjakan dan memberikan berbagai wawasan, ilmu serta

pengalaman kepada penulis selama studi di kampus tercinta ini.

7. Teruntuk kedua orang tua penulis yang terkasih dan tersayang.

Terimakasih Ayahanda Nurdalih dan Ibunda Lani yang tidak

pernah lelah memberi dukungan, do’a, semangat penuh, cinta

dan kasih sayangnya kepada penulis tanpa henti.

8. Kepada Nanda Larasinta yang telah memberikan dukungan dan

do’a yang terbaik, semoga Allah selalu memberikan yang

terbaik untuknya.

9. Kepada sahabat penulis, Imam Munawir Hamami, Kukuh Aji

Prayoga, Umam Nasiruddin, dan M.Ihsanul Kamil yang sudah

menemani penulis dalam belajar, berjuang dan bergurau

bersama.

10. Kepada teman pondok penulis, Diki Ramdhani yang memberi

dukungan, motivasi, dan menemani penulis saat suka maupun

Page 8: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

iv

duka hingga studi penulis selesai di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

11. Kepada teman-teman KKN Tenjolaya, Ibrahim Risyad, Indra,

Ali, Suci, Ragda, Mita, Zhia yang telah menyemangati penulis

untuk segera menyelesaikan studi ini.

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu semoga Allah membalas kebaikan kalian semua, Amin.

Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah

khazanah keilmuan bagi siapapun yang membacanya.

Tangerang, 3 November 2020

Aditia

Page 9: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................ v

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ................................................. 5

C. Rumusan Masalah ....................................................................... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 5

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 6

F. Metodologi Penelitian .................................................................. 11

G. Sistematika Penulisan .................................................................. 14

BAB II SEPUTAR INTERAKSI SOSIAL

A. Definisi Interaksi Sosial ............................................................... 15

B. Syarat-syarat Interaksi Sosial ....................................................... 15

C. Konflik Dalam Interaksi Sosial .................................................... 17

D. Interaksi Sosial Dalam Islam ....................................................... 19

BAB III BIOGRAFI WAHBAH AL-ZUHAILI DAN

TAFSĪR AL-MUNĪR

A. Biografi Wahbah al-Zuhaili ......................................................... 25

Page 10: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

vi

1. Kelahiran dan Pendidikannya ................................................. 25

2. Guru dan Murid .................................................................... 27

3. Karya-karya ........................................................................... 28

B. Tafsīr al-Munīr ............................................................................ 31

1. Latar Belakang Penulisan ....................................................... 31

2. Metode dan Sistematika Penulisan ......................................... 33

3. Corak Penafsiran .................................................................... 35

4. Sumber-sumber Penafsiran .................................................... 36

BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN WAHBAH AL-ZUHAILI

DALAM Q.S AL-MUMTAHANAH [60]: 8-9 DAN

RELEVANSI PENAFSIRANNYA DALAM WACARA

TOLERANSI

A. Pendekatan Linguistik ................................................................ 39

B. Sebab Turunnya Ayat ................................................................. 41

C. Munasabah Ayat ......................................................................... 44

D. Pendekatan Tematik ................................................................... 47

E. Pendekatan Hukum..................................................................... 50

F. Relevansi Penafsiran Wahbah al-Zuhaili Dalam Wacana Toleransi

secara umum .............................................................................. 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 57

B. Saran .......................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 60

Page 11: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K

Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198

No Huruf

Arab

Huruf

Latin

Keterangan

Tidak dilambangkan ا .1

B Be ب .2

T Te ت .3

Ṡ Es dengan titik atas ث .4

J Je ج .5

Ḥ h dengan titik bawah ح .6

Kh ka dan ha خ .7

D De د .8

Ż Z dengan titik atas ذ .9

R Er ر .10

Z Zet ز .11

S Es س .12

Sy es dan ya ش .13

Ṣ es dengan titik di bawah ص .14

Ḍ de dengan titik di bawah ض .15

Ṭ te dengan titik di bawah ط .16

Ż zet dengan titik di atas ظ 17

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع .18

G Ge غ .19

F Ef ف .20

Q Qi ق .21

K Ka ك .22

Page 12: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

viii

L El ل .23

M Em م .24

N En ن .25

W We و .26

H Ha ه .27

Apostrof ` ء .28

Y Ye ي .29

2. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

I Kasrah

U Ḍammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai Fatḥah dan ya ا ي

Au Fatḥah dan wau ا و

3. Vokal Panjang

Page 13: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

ix

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā a dengan garis di atas با

Ī i dengan garis di atas ب ي

Ū u dengan garis di atas ب و

1. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /1/, baik diikuti huruf syamsiah

maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl, al-dīwān, bukan ad-dāwān.

2. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda tasydid ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan

dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda

syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima

tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-

huruf syamsiyah. Misalnya, kata ( الضرررور) tidak ditulis ad-ḏarūrah

melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.

3. Ta Marbutah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbūṯah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /h/ (lihat contoh di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta

marbūṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,

Page 14: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

x

jika huruf ta marbūṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ṯarīqah طريقة 1

al- Jāmi’ah al-Islāmiyyah الجامعية الإسلامية 2

Waẖdat al-wujūd وحد الوجود 3

4. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Arab (EBI), antara lain untuk

menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka

yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,

bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-Ghazālī

bukan Abū Hamid al-Ghazālī , Al- al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring

(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis

dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,

demikian seterusnya.

Berkaitan denga penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin

al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

Page 15: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam datang ke dunia ini sebagai rahmat bagi alam semesta dan

membawa keberkahan bagi semua manusia. Islam mengatur seluruh sendi

kehidupan, mulai tata cara ibadah kepada Allah dan cara bermu’amalah.

Islam mengajak umat untuk beribadah kepada Allah swt, tanpa

memaksa mereka untuk mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah saw.

Selain mengajak untuk beribadah, beliau juga paling pandai dalam

melakukan interaksi dan kerjasama dalam hal sosial.

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi. Interaksi

dilakukan antara sesama agama ataupun berbeda agama. Interaksi akan

mempengaruhi tindakan seseorang. Apabila interaksi yang dilakukan baik,

akan terjadi tindakan yang baik, sebaliknya apabila interaksi yang

dilakukan tidak baik, maka dampak yang terjadi menjadi tidak baik.

Sebagai manusia tentu menginginkan hal yang baik dari kehidupan.

Rasulullah saw Sebagai seorang manusia selalu melakukan interaksi

kepada setiap orang dan menjadi contoh bagi setiap umat manusia secara

umum dan umat Islam secara khusus. Interaksi yang dilakukan oleh

Rasulullah menghasilkan pergaulan yang baik dan kerjasama. Ini adalah

dasar dari proses sebagai makhluk sosial. Tanpa adanya pergaulan tidak

mungkin akan terjadi interaksi. Interaksi yang dilakukan kepada setiap

orang tanpa melihat kepada jenis kelamin, bangsa, suku, agama, warna

kulit dan sebagainya, sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an surat

al-Hujurāt (49): 13:

Page 16: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

2

ل ق ن ا الناس ا نا خ ا ن يا يه ن ذ ك ر و ىك م م ع ث ج ك م ش و ق ب اىل ل ن با و ا ا ن ع و ف و ل ت ع ار

ل ىك م ا ن الله ع ن د الله ا ت ق ك م ع م ر ب ي ي م ا ك ر خ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang

yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”

(QS. al-Hujurāt [49]: 13).

Penjelasan ayat mengatakan bahwa manusia tercipta dari satu lalu

Allah Menciptakan dari-Nya Istrinya, mereka berdua adalah Adam dan

Hawa, kemudian dari keduanya terciptalah berbangsa-bangsa dan bersuku-

suku kemudian menjadi beberapa keluarga. Mereka mengetahui garis

keturunannya, pertalian shilaturahmi antar sesama manusia.1

Keanekaragaman bangsa, suku, budaya, dan agama adalah bentuk dari

kekuasaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Hal ini diciptakan agar

manusia dapat mengambil hikmah dari semua ini, manusia dapat hidup

berdampingan dengan damai dan dapat hidup saling menghargai kepada

semua makhluk demi terciptanya keharmonisan dalam berinteraksi.

Sekarang ini sering terjadi konflik antar masyarakat yang berbeda

suku, ras, bahasa, bahkan sampai pada urusan agama. Ini dikarenakan

belum banyaknya masyarakat yang masih belum mengerti akan etika

dalam bermasyarakat.

Hubungan tidak harmonis antar muslim dan non-muslim telah

melahirkan sejumlah salah pengertian. Islam dituduh dengan agama

teroris. Padahal Islam adalah agama pembaawa rahmat dan berwatak

toleran. Islam sangat mendambakan saling mengenal dan memahami serta

keadilan dan kedamaian.

1 Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azīm, Jilid 8, cet. II (Qahirah: Dᾱr Tayyibah Li

an-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999), 385-386.

Page 17: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

3

Islam diartikan agama teroris bagi non-muslim. Tapi perlu digaris

bawahi di sini, bahwa Islam yang demikian adalah mereka (orang-orang

Islam) yang tidak bertanggung jawab atas apa yang telah diajaran oleh

agamanya. Sehingga hal tersebut memicu perselisihan antar

kelompok/golongan. Namun, tidak melulu perselisihan itu terjadi atas

karya orang muslim yang tidak bertanggung jawab atas ajaran agamanya

saja, Non-muslim pun sering kali tidak suka terhadap orang muslim, yang

kemudian menjadi pemicu terjadinya perselisihan/ketidak harmonisan

antar agama.

Etika dalam bermasyarakat menjadi salah satu hal terpenting dalam

hubungan antar masyarakat. Dalam Islam etika ini sangat diperhatikan dan

diutamakan. Sebagaimana Allah berfirman:

ك م ا ن ي ار ن د ك م م و ج ر ل م ي خ ي ن و ك م ف ى الد ي ن ل م ي ق ات ل و ىك م الله ع ن الذ ل ي ن ه

ت ق س ه م و و ي ن ت ب ر ىك م الله ع ن الذ ا ي ن ه ي ن ا نم ط ق س ب ال م م ا ن الله ي ح ا ا ل ي ه ط و

ك م ا ن اج ر ى ا خ ل ا ع و ظ اه ر ك م و ي ار ن د ك م م و ج ر ا خ ي ن و ك م ف ى الد ق ات ل و

ىك ه له م ف ا ول ن يت و م ه م و لو ن ت و و م الظهل م

“Allah tidak melarang kamu (menjalin hubungan baik) terhadap

orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula)

mengusir kamu dari negerimu. (dan Allah tidak juga melarang kamu)

berbuat baik kepada mereka dan berlaku adil terhadap mereka.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu

orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari

negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu, dan barangsiapa

menjadikan mereka sebagai kawan, (teman-teman akrab), Maka mereka

itulah orang-orang yang zalim” (QS. al-Mumtahanah [60] : 8-9).

Perintah untuk melarang menjadikan kaum kafir (non-muslim)

sebagai teman dekat yang dijelaskan ayat-ayat yang sebelumnya boleh jadi

menimbulkan kesan bahwa semua orang-orang kafir (non-muslim) harus

dimusuhi. Untuk menghilangkan kesan yang keliru ini, ayat-ayat di atas

Page 18: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

4

yakni al-Qur’an surat al-Mumtahanah ayat 8-9. Mengajarkan prinsip dasar

hubungan interaksi sosial antara kaum muslimin dan non-muslim.2 Dan

ayat-ayat di atas juga mengajarkan sebaiknya harus dipisahkan antara

perbedaan kepercayaan atau keyakinan (agama) dengan interaksi sosial

kita sehari-hari. Maka, jika kita berbeda agama lalu hubungan sosialnya

menjadi jauh atau tidak harmonis adalah sebuah pengingkaran dari

perintah Allah di atas. Pengertian adil juga harus diberlakukan ketika kita

harus bersikap bijak dalam memilih teman atau golongan dalam

bermasyarakat.

Akar permasalahan perselisihan antara umat beragama dari awal

adalah sikap saling mencurigai, menyalahkan, dan pengklaiman bahwa

agama merekalah yang paling benar, sedangkan agama orang lain itu

salah. Padahal, kita tidak saja diminta untuk bersama-sama mengoreksi

citra dan kesan keliru yang ada di dalam pikiran masing-masing, akan

tetapi kita harus memberi contoh dalam upaya menjalin kerjasama itu bisa

berupa pengentasan kebodohan, kemiskinan, kemerosotan moral,

penjagaan keamanan, dan lain sebagainya.3

Untuk itu penulis merasa tertarik untuk mengkaji, dan selanjutnya penulis

merumuskan tema penelitian dalam sebuah judul “HUBUNGAN

MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI SOSIAL

(studi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-

9)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

2 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,

Jilid 13, Cet. II (Jakarta: Lentera Hati, 2006), 596. 3 Tarmizi Taher, Membumikan Ajaran Ketuhanan, Agama Dalam Transformasi

Bangsa, (Jakarta Selatan: Penebit Hikmah, 2003), 45-46.

Page 19: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

5

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana interaksi sosial dalam Islam?

2. Bagaimana karakteristik kitab Tafsīr al-Munīr?

3. Bagaimana penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam Q.S al-

Mumtahanah {60}: 8-9?

4. Apa relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam

perkembangan wacana toleransi secara umum?

Dari penjelasan latar belakang di atas, banyak persoalan yang terkait

dengan penelitian ini. Karena keterbatasan waktu dan pengalaman menulis

sehingga penulis merasa perlu membatasi dalam penulisan skripsi ini.

Batasan masalah penelitian ini berfokus pada: penafsiran Wahbah al-

Zuhaili dalam Q.S Al-Mumtahanah (60): 8-9 dan apa relevansi penafsiran-

Nya dalam wacana toleransi secara umum?

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana Wahbah al-Zuhaili dalam menafsirkan surah al-

Mumtahanah (60): 8-9 ?

2. Apa relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili tersebut dalam

perkembangan wacana toleransi secara umum?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

yaitu:

Page 20: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

6

a. mengetahui bagaimana penafsiran wahbah al-Zuhaili dalam

surah al-Mumtahanah (60): 8-9.

b. Mengetahui apa relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili

dalam perkembangan toleransi secara umum.

2. Manfaat Penelitian

a. secara teoritis, penulisan ini ditunjukan untuk memperkaya

khazanah keilmuan dalam bidang penafsiran ayat-ayat yang

terkait dengan hubungan muslim dan non-muslim dalam

interaksi sosial.

b. Secara praktis, hasil dari penulisan ini diharapkan mampu

memberikan kontribusi dan pemahaman terkait hubungan

muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial sebagaimana

metodologi penafsiran yang dilakukan oleh Wahbah Al-

Zuhaili sebagai ulama tafsir kontemporer terhadap al-Qur’an

surah al-Mumtahanah (60): 8-9.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran penulis, banyak penelitian yang mengangkat

tema tentang Hubungan Muslim dan non-Muslim. Namun dari semua

penelitian tersebut belum ada yang membahas secara khusus mengenai

pemahaman Hubungan Muslim dan Non- Muslim dalam Interaksi Sosial

(Studi Analisi Wahbah Al-Zuhaili dalam Kitab Tafsīr al-Munīr).

1. Skripsi Any Rahmawati NIM (083411001) “Interaksi Sosial

Keagamaan antara Umat Islam dan Umat Tri Darma (Studi

kasus di desa penyangkringan Kecamatan Weleri Kabupaten

Kendal) 2012. Di dalam skripsi ini yang digunakan adalah metode

kuantitatif, yaitu penelitiannya berdasarkan kejadian di tempat

Page 21: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

7

atau lokasi itu saja, baik faktor internal seperti (keimanan, cara

keagamaan, rasa tanggung jawab, dan pengetahuan individu).

Sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan masyarakat

sekitarnya saja.4

2. Tesis, Hadi Hajar Widagdo (NIM : 09213633) UIN Sunan Klai

Jaga Yogyakarta, 2011, yang berjudul “Interaksi Sosial Musim

dengan Non-Muslim dalam perspektif Hadist” dalam tesisi ini

temanya sama yaitu berbicara hubungan Muslim dan Non-Muslim

dalam interaksi sosial, namun berbeda dalam perspektifnya.5

3. Skripsi Aminati, (NIM : 0942140) IAIN Walisongo Semarang

2013 yang berjudul “Pengangkatan Pemimpin Dari non-Muslim

(studi Muqaran Kitab Tafsīr Al-Manār Dengan Kitab Tafsīr Fī

Dziāl Al-Qur’an) “Al-Drirrāsah Al-Muqāranah Baina Al-Tafsīr

Al-Manār, Wa Fī dilāl Al-Qur’an Fī Ayati Al-Nahyi Anittakhidil

Auliyā’ Min Dūnil Mu’minīna”. Dalam skripsi ini penulis

menjelaskan tentang hubungan muslim dan non-muslim dari sisi

pengangkatan pemimpin non-muslim baik dari aspek sosial,

pendidikan, politik, dengan ayat-ayat wali. sedangkan yang

penulis teliti yakni ayat-ayat interaksi sosial.6

4. Skripsi Dirun (NIM : 114211065) UIN Walisongo Semarang 2015

yang berjudul “Hubungan Muslim Non-Muslim Dalam Interaksi

Sosial (Studi Analisis Penafsiran Thabathabai dalam Kitāb Tafsīr

al-Mizān)” dalam skripsi ini tema yang dibahas sama yaitu

4 Any Rahmawati, “Interaksi Sosial Keagamaan Antar Umat Islam dan Umat Tri

Dharma, (Studi Kasus di Desa Penyangkringan Kec, Weleri, Kendal)”,(Skripsi: IAIN

Walisongo Semarang, 2012) 5 Hadi Hajar Widagdo, “Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim Dalam

Prespektif Hadits”, (Skripsi: UIN Sunan Kali Jaga, Yogyakarta 2011). 6 Aminati, “Pengangkatan Pemimpin dari non Muslim studi Muqaran Kitab

Tafsīr Al-Manār Dengan Kitab Tafsīr Fī Dzilāl al-Qur’ān”, (Skripsi: IAIN Walisongo,

Semarang 2013).

Page 22: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

8

membicarakan tentang hubungan muslim dan non-muslim dalam

interaksi sosial, akan tetapi berbeda dalam perspektifnya.7

5. Jurnal Sukandi, “Interaksi Politik Antara Muslim dan Non-

Muslim Menurut Ibnu Qoyyim dan Fahmi Huwaidi” dalam jurnal

ini penulis menjelaskan tentang apa yang harus kita lakukan

sebagai orang muslim ketika berpolitik dengan orang-orang non-

muslim menurut Ibnu Qoyyim dan Fahmi Huwaidi.8

6. Jurnal Rulyjanto Podungge, “Hubungan Muslim dan Non-Muslim

Dalam Kerangka Inklusivisme” dalam jurnal ini penulis

membahas tentang apa hubungan muslim dan non-muslim dalam

kerangka Inklusivisme (Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan

keselamatan tapi itu tidak berarti bahwa orang-orang beragama

lain tidak selamat. Jadi akan ada orang-orang yang beragama lain

yang akan selamat tapi bukan oleh agama mereka itu sendiri

melainkan Kristus yang menyelamatkan mereka dalam agama

mereka).9

7. Jurnal Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim Dengan Non-

Muslim Perspektif Ulama Bugis” dalam jurnal ini penulis

membahas tentang apa Hubungan Muslim dan non-Muslim Dalam

Perspektif Ulama Bugis secara khususnya.10

8. Jurnal Sri Ulfa Rahayu, “Kerja sama Rasulullah Dengan Non-

Muslim Membangun Kesejahtraan Ummat” dalam jurnal ini

7 Dirun, “Hubungan Musim non Muslim dalam Interaksi Sosial (Studi Analisis

Penafsiran Thabathabai dalam Kitab Tafsīr al-Mizān)”,(Skripsi: UIN Walisogo,Semarang

2015). 8 Sukandi, “Interaksi Politik Antara Muslim dan Non-Muslim Menurut Ibnu

Qoyyim dan Fahmi Huwaidi”, Jurnal Lisan Al-Hal, Vol-12, No. 1, Juni 2018. 9 Rulyjanto Podungge, “Hubungan Muslim dan non-Muslim Dalam Kerangka

Inklusivisme” (IAIN Sultan Amai Gorontalo, Indonesia) Teosofi: Jurnal Tasauf Dan

Pemikiran Islam, Vol-8, No.2, Desember 2018. 10 Muhammad Yusuf, “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif

Ulama Bugis”, Jurnal At-Tahrir, Vol.14, No. 2 Mei 2014.

Page 23: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

9

penulis menjelaskan tentang kerjasama Rasulullah dengan Non-

Muslim Untuk kesejahtraan ummat, jadi kesejahtraan itu tidak

hanya didapatkan oleh orang-orang muslim saja melaikan non-

muslim juga.11

9. Skripsi Zhalalluddin (NIM : 14421026) Universitas Islam

Indonesia 2018 yang berjudul “Konsep Kerjasama Seorang

Muslim Dengan Pemerintahan Non-Muslim Dalam Tafsīr Ibnu

Katsīr dan Tafsīr Al-Misbāh” dalam skripsi ini penulis

menjelaskan bagaimana cara kita untuk bekerjasama dengan Non-

Muslim dalam soal kepemerintahan dalam Tafsīr Ibnu Katsīr dan

Tafsīr Al-Misbāh.12

10. Skripsi Triyanah (NIM: 21513014) IAIN Salatiga 2017 yang

berjudul “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-

Qur’an Perspektif Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed”

dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang hubungan muslim

dengan non-muslim prespektif Abdullah Saeed secara

kontekstual.13

11. Skripsi ini ditulis oleh Laili Fitriani, yang berjudul Toleransi

Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Analisa terhadap Qs Al-

Mumtahanah: 8-9 dalam Tafsir Fi Zilalil al-Qur’an). Ia hanya

menjelaskan pandangan Sayyid Qutb tentang toleransi dalam

tafsirnya yaitu Tafsir Fi Zilalil al-Qur’an terutama pada surah Al-

11 Sri Ulfa Rahayu, “Kerjasama Rasulullah Dengan Non Muslim Membangun

Kesejahtraan Ummat”, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 14 No. 2 Mei 2014. 12 Zhalalluddin, ”Konsep Kerjasama Seorang Muslim Dengan Pemerintahan

Non-Muslim Dalam Tafsir Ibnu Katsīr dan Tafsīr Al-Misbāh”,(Skripsi: Universitas Islam

Indonesia: Yogyakarta, 2018). 13 Triyanah, “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-Qur’an

Perspektif Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed”, (Skripsi: IAIN Salatiga 2017)

Page 24: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

10

Mumtahanah: 8-9. Ia menerangkan bahwa Sayyid Qutb memiliki

batasan dalam memahami toleransi.14

12. Skripsi ini ditulis oleh Mahar Dhika, yang berjudul Pengaruh

Prasangka Dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Toleransi

Beragama Pada Anggota Front Pembela Islam (FPI).Dalam

skripsi ini ia hanya menjelaskan pengaruh prasangka dan tipe

kepribadian FPI dalam toleransi dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, agar menurutnya pandangan yang diluncurkan kepada

FPI tentang toleransi bisa berkaca pada obyektif.15

13. Skripsi ini di tulis oleh Nur Lu’lu’il Maknunah, yang berjudul

Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi komparatif

atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Nūr). Dalam skripsi ini ia

menerangkan bahwa berangkat dari banyaknya ketimpangan

dalam hubungan umat beragama terutama dalam toleransi, ia

berusaha memformulasikan kembali ajaran toleransi dengan

merujuk kepada dua tafsir, yaitu Tafsir al-Azhar Buya Hamka dan

Tafsir al-Nūr Hasbi Ash-Shiddiqie.16

14. Jurnal ini ditulis oleh Fanny Tanuwijaya, yang berjudul

Radikalisme Sebagai Pelangaran Secara Serius Terhadap Hak

Toleransi. Ia menerangkan bahwa radikalisme adalah salah satu

jenis kekerasan yang sangat memprihatinkan. Ia menambahkan

14 Laili Fitriani, Toleransi Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Ananlisis

terhadap QS Al-Mumtahanah [60] :8-9 dalam Tafsīr Fī Zilālil al-Qur’an). Fakultas

Ushuluddin, UIN Jakarta. 2019. 15 Mahar Dhika, Pengaruh Prasangka Dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap

Toleransi Beragama Pada Anggota Front Pembela Islam (FPI). Fakultas Psikologi, UIN Jakarta. 2015.

16 Nur Lu’lu’il Maknunah, Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi

komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur). Fakultas Ushuluddin, UIN

Yogyakarta. 2016.

Page 25: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

11

bahwa hal tersebut identik dengan menempatkan sesamanya

sebagai objek yang dicabut hak toleransinya.17

15. Jurnal ini ditulis oleh Diky Setiawan DKK, yang berjudul

Penguatan Nilai-nilai Toleransi Oleh Majlis Tafsir Al-Qur’an

(MTA) Pusat Sebagai Upaya Menjaga Kerukunan Antar Umat

Beragama Di Kota Surakarta. Dalam jurnal ini hanya diterangkan

adanya upaya Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) lebih lanjut terkait

toleransi terutama kegiatan yang membahas toleransi terhadap

masyarakat sekitar.18

F. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan skripsi ini, dibutuhkan sebuah metode tertentu.

Tanpa metode suatu penulisan akan sulit untuk dilakukan. Adapun fungsi

dari metode ini yaitu untuk mengkaji secara rasional, sistematis dan

terarah demi mendapatkan hasil yang optimal. Dalam metode penulisan,

ada beberapa metode yang penulis gunakan yakni:

1. Jenis Penelitian

Kegiatan penelitian ini bersifat studi keperpustakaan (Library

Research), sehingga data yang diperoleh adalah berasal dari kejadian teks

atau buku-buku yang relevan dengan pokok atau rumusan masalah di

atas.19 Sementara jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian

deskriptif analisis. Yang merupakan sebuah penelitian yang

menggambarkan seoptimal mungkin mengenai suatu masalah, individu,

17Fanny Tanuwijaya, Radikalisme Sebagai Pelangaran Secara Serius Terhadap

Hak Toleransi. Pendidikan Multikultural, Vol. 2, no. 1 (Februari 2018). 18 Diky Setiawan, Dkk, Penguatan Nilai-nilai Toleransi Oleh Majlis Tafsir Al-

Qur’an (MTA) Pusat Sebagai Upaya Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama Di

Kota Surakarta. PKn Progresif, Vol. 14, no. 1 (Juni 2019). 19 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset. 1995), 9.

Page 26: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

12

keadaan, gejala, dan kelompok tertentu.20 Penelitian ini berusaha

memaparkan data yang telah dianalisis sehingga membuahkan hasil

penelitian yang dapat mendeskripsikan secara komprehensif, sistematis,

dan objektif tentang permasalahan seputar tema atau judul yang sedang

dikaji.

2. Sumber Data

Beragam data-data dari buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan

dengan judul yang dibahas, teknik pengumpulan data ini terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kitab tafsir Wahbah al-Zuhaili yaitu kitab tafsīr al-Munīr.

Sedangkan data sekundernya adalah data pendukung, khususnya yang

memberikan informasi tambahan, baik berasal dari pemikiran atau tulisan

Wahbah al-Zuhaili maupun berasal dari literatur tafsir yang lain yang

mana masih mempunyai kaitannya dengan tema pembahasan seputar topik

yang dikaji.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini

yaitu penelitian kualitatif, maka dalam hal ini yang penulis lakukan adalah

dengan menggunakan studi dokumentasi, atau catatan-catatan yang

membantu penelitian yang sedang dilakukan, kemudian dari data-data

tersebut diolah secara optimal sehingga bisa menampilkan pembahasan

yang komprehensif.21 Untuk mengumpulkan data-data tersebut, penelitian

ini menggunakan sumber data sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

20 Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996),

33. 21 Mardalis, Metode Penelitian, (Suatu Pendekatan Proposal) (Jakarta: Bumi

Aksara, 2007), 74.

Page 27: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

13

Sumber data primer yang penulis gunakan adalah dari kitab al-Munīr,

karya Wahbah bin Mustafa al-Zuhaili.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang penulis gunakan di sini adalah buku-

buku, artikel, jurnal, karya tulis dan kitab tafsir lainnya sebagai support

atau pendukung dan masih memiliki pembahasan yang sama terkait judul

ini.

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis data. Dalam

deskriptif analisis ini penulis menggunakan pendekatan interpretasi.

Dalam artian bahwa penulis menyelami lebih dalam pemikiran Wahbah

al-Zuhaili, terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan hubungan muslim

dan non-muslim dalam interaksi sosial.

Adapun mengenai langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan

penulis adalah sebagai berikut:

Pertama, menghimpun catatan-catatan yang berisi konsep Wahbah al-

Zuhaili terkait hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial.

Kedua, menghimpun ayat-ayat tertentu yang berkaitan dengan

hubungan muslim dan non-muslim dalam interaksi sosial. Dalam hal ini

diupayakan mengkomparasikan dari satu ayat ke ayat yang lain terkait

Hubungan Muslim dan Non-Muslim Dalam Interaksi Sosial. Dan

selanjutnya secara keseluruhan, ayat-ayat yang digunakan nantinya akan

dapat menyimpulkan karakteristik penafsiran Wahbah Al-Zuhaili atas

ayat-ayat yang berkenaan dengan hubungan muslim dan non-muslim

dalam interaksi sosial.

Page 28: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

14

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan di sini yaitu dimaksudkan sebagai gambaran

atas suatu pokok bahasan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat

memudahkan dalam memahami dan mencerna masalah-masalah yang

mana akan dibahas. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai

berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub

bab yaitu: latarbelakang masalah, permasalahan yang terisi dari

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab kedua, merupakan landasan teori, yakni dalam bab ini, penulis

mengemukakan tentang penjelasan mengenai interaksi sosial, meliputi

definisi interaksi sosial, syarat-syarat dalam interaksi sosial, konflik yang

terjadi dalam interaksi sosial, serta interaksi sosial dalam Islam.

Bab ketiga, dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang

biografi Wahbah al-Zuhaili beserta guru-guru, murid-murid dan karya-

karyanya dan Tafsīr al-Munīr yang berisi mengenai latar belakang

penulisan, metode dan corak penafsirannya.

Bab keempat, dalam bab ini akan dipaparkan mengenai analisis

penafsiran Wahbah al-Zuhaili terkait al-Qur’an surah al-Mumtahanah

[60]: 8-9. Dan relevansi penafsiran Wahbah al-Zuhaili terhadap

perkembangan wacana toleransi secara umum.

Bab kelima, merupakan bab penutup, yang isinya terdiri dari

kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan penelitian ini. Kritik dan

saran sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

Page 29: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

15

BAB II

SEPUTAR INTERAKSI SOSIAL

A. Definisi Interaksi Sosial

Interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih

dari objek yang mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Dan

kata sosial di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

merupakan adanya sebuah hal-hal yang telah berhubungan dengan suatu

komunitas atau karakteristik sosial dan yang mempertimbangkan dalam

kepentingan publik.

Jadi Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan

sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa

hubungan antar individu yang satu dengan individu yang lainnya, antara

kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok

dengan individu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.22

B. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa interaksi sosial,

merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di mana di

dalamnya terdapat suatu hubungan antar manusia satu dengan yang

lainnya. Hubungan tersebut berupa antara interaksi sosial yang terjadi

dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Interaksi sosial yang

dimaksudkan di sini sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak,

yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam

rangka mencapai tujuan tertentu.

22 Yesmil Anwar, Adan g, Sosiologi Untuk Universitas (Bandung: Refika

Aditama, 2013), 194.

Page 30: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

16

Dalam proses sosial, baru dapat dikatakan terjadi interaksi sosial,

apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama,

yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi sosial.

1. Kontak sosial

Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui

percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-

masing dalam kehidupan masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara

langsung ataupun tidak langsung atara satu pihak dengan pihak yang

lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang

menggunakan alat, sebagai perantara misalnya; melalui telepon, radio,

surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah

kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan

berdialog diantara kedua belah pihak tersebut. Yang paling penting dalam

interaksi sosial tersebut adalah saling mengerti antara kedua belah pihak,

sedangkan kontak badaniah bukan lagi merupakan syarat utama dalam

kontak sosial, oleh karena hubungan demikian belum tentu terdapat saling

pengertian. Kontak sosial tidak terjadi semata-mata oleh karena adanya

aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok kontak sosial, yaitu

reaksi (tanggapan) dari pihak lain sebagai lawan kontak sosial.

Dalam kontak sosial, dapat terjadi hubungan positif dan hubungan

negatif. Kontak sosial positif terjadi oleh karena hubungan antara kedua

belah pihak terdapat saling pengertian, di samping menguntungkan

masing-masing pihak tersebut, sehingga biasanya hubungan dapat

berlangsung lebih lama, atau mungkin dapat berulang-ulang dan dapat

mengarah pada satu tujuan yang sama. Sedangkan kontak negatif terjadi

oleh karena hubungan antara kedua belah pihak tidak melahirkan saling

Page 31: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

17

pengertian, mungkin merugikan masing-masing atau salah satu, sehingga

mengakibatkan suatu pertentangan atau perselisihan.23

2. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial adalah syarat pokok lain dari pada proses sosial.

Komunikasi sosial mengandung pengertian persamaan pandangan antara

orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Menurut Soerjono

Soekanto, komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada

prikelakuan orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak

badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh

orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi

terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan

adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan di satu pihak orang atau

sekelompok orang lain. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak

terjadi komunikasi atau tidak saling mengetahui dan tidak saling

memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian

tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi dapat terjadi banyak sekali

penafsiran terhadap prilaku dan sikap masing-masing orang yang sedang

berhubungan; misalnya jabatan tangan dapat diartikan sebagai kesopanan,

persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain.24

C. Konflik Dalam Interaksi Sosial

Manusia adalah makhluk konfliktis, yaitu makhluk yang selalu

terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan persaingan baik sukarela

23 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan (Jakarta: Bumi Aksara,

2012), 153-154. 24 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapa, 155.

Page 32: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

18

maupun terpaksa. Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari kata

kerja bahasa lain, configere yang berarti saling memukul.25

Konflik pada umumnya dikenal sebagai suatu bentuk pertentangan

atau perbedaaan ide, pendapat, paham atau juga kepentingan yang terjadi

di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam

bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak yang

berbeda. Konflik juga bisa muncul pada skala yang berbeda seperti konflik

antar orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup

conflict), konflik antara kelompok dengan negara (vertical conflict), dan

konflik antar negara (interstate conflict).26

1. Jenis-jenis Konflik

Ada dua macam jenis konflik, sebagaimana yang dijelaskan oleh

Asyari Suadi yaitu:

a. Konflik vertikal atau konflik atas. Konflik ini disebut juga

konflik antara elit dan massa. Elit mencangkup para

pengambil kebijakan ditingkat pusat, kelompok bisnis, atau

aparat militer. Hal yang menonjol dalam konflik ini adalah

digunakannya instrumen kekerasan negara sehingga timbul

korban di kalangan massa (rakyat).

b. Konflik horizontal. Konflik yang terjadi dikalangan massa

(rakyat) itu sendiri. Ada dua jenis konflik horizontal yang

sangat besar pengaruhnya, yaitu konflik antar agama dan

konflik antar suku.

25 Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Studi Kerukunan Umat

Beragama, Radikalisme dan Konflik Antarumat Beragama, (Bandung, CV Pustaka Setia,

2015), 33. 26 Novri Susan, Sosiologi Konflik Dan Isu-isu Konflik Kontemporer (Jakarta:

Kencana, 2009), 4-5.

Page 33: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

19

2. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

Konflik tidak muncul begitu saja. Ada faktor yang turut berperan

timbulnya konflik dalam masyarakat. Para sosiolog menyebutkan bahwa

latar belakang timbulnya konflik adalah perebutan atas sumber-sumber

kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan yang jumlahnya sangat terbatas.

Kemudian secara terperinci ia menjelaskan bahwa penyebab konflik, yaitu

perbedaan antar individu, benturan antar-kepentingan, perubahan sosial,

dan perbedaan kebudayaan.27

D. Interaksi Sosial Dalam Islam

1. Interaksi Sosial Sesama Muslim

Analisis sejarah Islam menunjukan bahwa, Islam datang sebagai

agama revolusioner yang berkesinambungan. Dalam konteks sejarah,

kaum muslimin telah mencapai tingkat solidaritas sosial yang tinggi dalam

kehidupan bermasyarakat. Hubungan antara sesama muslim digambarkan

sebagai hubungan yang tidak bisa dipisahkan seperti halnya anggota

dalam satu tubuh, apabila satu anggota tubuh sakit maka semua anggota

tubuh ikut merasakannya. Karena satu anggota tubuh itu saling

berhubungan dengan anggota tubuh lainnya.28 Ukhuwah Islamiyah atau

persaudaraan dalam Islam itu lahir karena adanya persamaan-persamaan,

semakin banyak persamaan semakin kuat persaudaraan itu, persamaan

Ukhuwah Islamiyah di sini dalam arti persamaan pada persoalan yang

paling mendasar yaitu akidah.

Allah berfirman:

27 Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Studi Kerukunan Umat

Beragama, Radikalisme dan Konflik Antarumat Beragama, 37-40. 28 A. Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam (Bandung: Tiga Mutiara, 1996),

163.

Page 34: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

20

ن و م ح اتق وا الله ل ع لك م ت ر ي ك م و و ا ب ي ن ا خ و ل ح و ف ا ص ن ا خ ن و م ؤ ا ال م ا نم

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu

damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah

kepada Allah agar kalian mendapat rahmat” (QS. al-Hujurāt {49}: 10).

Saling memberikan Kasih sayang dalam Ukhuwah Islamiyah akan

membentuk hubungan yang harmonis. Yaitu saling mengasihi, saling

menyayangi dan saling memperdulikan. Dan pada akhirnya umat Islam

akan membentuk suatu kelompok masyarakat yang penuh dengan kasih

sayang dan saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran.

Allah berfirman di dalam al-Qur’an:

ا و اص ت و ق ە و ا ب ال ح و اص ت و ت و ل ح ل وا الصه ع م ا و ن و م ي ن ا ا ل الذ

ب ر ب الص

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta

saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”

(QS. al-‘Aṣhr [103]: 3).

Kata ( ا و اص Waṣhā yang ( وصى ) tawāṣau terambil dari kata ( ت و

secara umum diartikan sebagai menyuruh secara baik. Sedangkan kata

al-haq berarti sesuatu yang mantap, tidak berubah. Apapun yang (الحق)

terjadi, Allah swt, adalah puncak dari segala haq, karena dia tidak

mengalami perubahan. Nilai-nilai agama juga haq, karena nilai-nilai

tersebut harus selalu mantap tidak dapat diubah-ubah. Sesuatu yang tidak

berubah, sifatnya pasti, dan sesuatu yang pasti menjadi benar, dari sisi

bahwa ia tidak mengalami perubahan.

Sementara ulama memahami kata al-Haq pada ayat ini dalam arti

Allah, yakni manusia hendaknya saling ingat-mengingatkan tentang

wujud, kuasa dan keesaan Allah swt. Serta sifat-sifat-Nya yang lain. Ada

Page 35: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

21

juga yang berpendapat bahwa haq yang dimaksud adalah al-Qur’an. Ini

berdasarkan riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.

Fakhruddīn ar-Razi memahami kata al-haq disini sebagai “sesuatu

yang mantap (tidak berubah) baik berupa ajaran agama yang benar,

petunjuk akal yang pasti maupun pandangan mata yang mantap.

Al-haq tentunya tidak secara mudah diketahui atau diperoleh. Ia juga

beraneka ragam, karena itu harus dicari dan dipelajari. Pandangan mata

dan fikiran harus diarahkan kepada sumber-sumber ajaran agama,

sebagaimana harus pula diarahkan juga kepada objek-objek yang diduga

keras dapat menginformasikan haq (kebenaran) itu, dalam hal ini alam

raya beserta makhluk yang menghuninya. Dari penjelasan di atas terlihat

bahwa kata al-haq dapat mengandung arti pengetahuan. Memang menurut

sementara ulama, mencari kebenaran menghasilkan ilmu dan mencari

keindahan menghasilkan seni, mencari kebaikan akan menghasilkan etika.

Saling menyuruh kepada kebenaran dengan secara baik yang

diperintahkan ini mengandung makna bahwa seseorang berkewajiban

untuk mendengarkan kebenaran dari orang lain serta mengajarkannya

kepada orang lain. Seseorang belum lagi terbebaskan dari kerugian bila

sekedar beriman, beramal saleh dan mengetahui kebenaran itu untuk

dirinya, tetapi ia berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada orang

lain. Selanjutnya sekaligus syarat yang dapat membebaskan manusia dari

kerugian total adalah saling wasiat-mewasiati menyangkut kesabaran.

Sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang

baik atau lebih baik. Secara umum kesabaran dapat dibagi dalam dua

bagian pokok: yaitu sabar jasmani dan sabar rohani. Yang pertama adalah

kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah

keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam

melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan atau sabar dalam

Page 36: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

22

peperangan membela kebenaran, termasuk pula dalam bagian ini sabar

dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpah jasmani seperti penyakit,

penganiayaan dan semacamnya. Sedangkan sabar rohani menyangkut

kemampuan kehendak nafsu yang mengantarkan kepada keburukan,

seperti sabar menahan amarah, atau menahan nafsu seksual yang bukan

tempatnya.29

2. Interaksi Antar Umat Beragama

Agama Islam diturunkan untuk manusia dengan segala

keberagamannya. Islam diturunkan bukan hanya untuk menjalankan

syariat saja akan tetapi Islam mengajarkan juga bagaimana cara

bermu’amalah dengan sesama manusia, oleh karena itu ajaran Islam tidak

melarang umatnya untuk berinteraksi sosial dengan agama lain. Islam

mengajarkan umatnya untuk senantiasa berpihak kepada kebenaran dan

keadilan dalam segala hal termasuk berinteraksi dengan non-muslim.

Dalam masyarakat seperti sekarang ini hubungan antara para pemeluk

agama yang berbeda-beda tidak bisa dihindarkan baik dalam bidang

sosial, ekonomi, politik dan budaya. Bagi umat Islam hubungan ini tidak

menjadi halangan selama dalam kaitan kemanusiaan (Mu’amalah).

Bahkan dalam berhubungan dengan mereka (non-muslim) umat Islam

dituntun untuk menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik

mereka untuk mengetahui tentang Islam.30

Allah swt berfirman di dalam al-Qur’an:

ا ا ن ف و ق ب اىل ل ت ع ار با و ك م ش ع و ع ل ن ج ى و ا ن ث ن ذ ك ر و ك م م ل ق ن ا الناس ا نا خ يا يه

ن ك م ع م ر ب ي ر ا ك ل ي م خ ىك م ا ن الله ع د الله ا ت ق

29 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, jilid 15, cet, I. Jakarta: Lentera Hati,

2002, 503-504. 30 A. Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam, 166-167.

Page 37: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

23

“Wahai manusia! Sesumgguhnya, Kami telah menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang

yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui,

Mahateliti” (QS. al-Hujurāt [49]: 13).

Wahai manusia! Wahai makhaluk yang berbeda-beda ras dan warna

kulit, yang terpisah-pisah menjadi bangsa-bangsa dan suku-suku,

sesungguhnya kalian berasal dari asal yang sama, maka janganlah kalian

berselisih, berpecah belah, bersengketa, dan berpisah-pisah.

Wahai manusia yang memanggil kalian ini adalah tuhan yang

menciptakan kalian. Wahai manusia, laki-laki dan perempuan! Dia

memberitahumu tujuan dijadikannya kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku. Tujuannya bukan saling memusuhi, melainkan untuk saling

mengenal dan hidup yang harmonis. Perbedaan bahasa, warna kulit,

watak, akhlak, potensi, dan keyakinan merupakan perbedaan yang tidak

mesti berujung kepada perselisihan dan perpecahan. Sebaliknya ia

menuntut kerjasama untuk memikul semua tugas dan memenuhi semua

kehidupan.31

Kata (ا ف و arafa yang berarti‘ (عرف) terambil dari kata (ل ت ع ار

mengenal, maksud arti dari kata ini mengandung makna timbal balik.

Dengan demikian, ia berarti saling mengenal.

Semakin kuat pengenalan satu pihak pada lainnya, semakin terbuka

peluang untuk memberi manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan

perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling

menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan

ketakwaan kepada Allah swt. Yang dampaknya tercermin pada kedamaian

31Sayyid Quthub, Fi Zhilalil Qur’an, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tmhid, (Jakarta:

Robbani Press, 2008), 288.

Page 38: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

24

dan kesejahtraan hidup duniawi dan ukhrawi. Anda tidak dapat menarik

pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik manfaat, bahkan

tidak dapat bekerja sama tanpa saling mengenal.32

32Quraish Shihab, al-Misbāh, 617-618.

Page 39: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

25

BAB III

BIOGRAFI WAHBAH AL-ZUHAILI DAN KITAB TAFSĪR AL-

MUNĪR

A. Biografi Wahbah al-Zuhaili

1. kelahiran dan pendidikannya

Nama lengkapnya adalah Wahbah bin Mustafā al-Zuhaili, anak

pasangan dari Mustafā al-Zuhaili, seorang petani, dan Hajjah Fātimah

binti Musṭafā Sa’ādah. Wahbah al-Zuhaili merupakan ulama atau salah

satu tokoh kebanggan di negara kelahirannya yaitu Syiria. Ia lahir pada

tanggal 06 maret 1932 M/ 1351 H, bertempatan di Dair ‘Atiyyah di

kecamatan Faiha, Propinsi Damaskus, Syiria.33

Di bawah bimbingan dan didikan orang tuanya, Syaikh Wahbah al-

Zuhaili mengeyam pendidikan dasar-dasar ajaran agama Islam. Setelah

itu, ia bersekolah di madrasah Ibtidā’iyyah di kampung halamannya,

sampai kepada jejang pendidikan moral berikutnya. Gelar sarjana

diraihnya pada tahun 1952 M, di Fakultas Syariah Universitas Damaskus,

dan juga pendidikan Islam di Universiti al-Azhār, di mana ia sekali lagi

menyelesaikan pendidikannya dengan cemerlang pada tahun 1956 M.

Selanjutnya ia melanjutkan program magisternya di Universitas Kairo dan

berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1959 M, dan meraih

gelar doktor dalam bimbingan Syarī’ah dari Universitas al-Azhar, Kairo

pada tahun 1963 M.

Kemudian Syaikh Wahbah al-Zuhaili mengabdikan dirinya sebagai

seorang dosen di almamaternya, yaitu di Fakultas Syari’ah Universitas

33 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka

Insan Madani, 2008), 174.

Page 40: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

26

Damaskus, pada tahun 1963 M. Karir akademiknya terus meningkat, tak

berapa lama kemudian, ia diangkat menjadi pembantu dekan pada

Fakultas yang sama. Jabatannya adalah sebagai Dekan sekaligus ketua

jurusan Fiqh al-Isāmī dan di jalaninya dalam waktu relatif singkat dari

masa pengangkatannya sebagai pembantu dekan. Selanjutnya, ia dilantik

sebagai guru besar dalam disiplin hukum Islam pada salah satu Universitas

di Syiria.

Wahbah al-Zuhaili yang terkenal dengan ahli dalam bidang Fiqh dan

Tafsir, serta berbagai disiplin ilmu lainnya, ia merupakan salah satu tokoh

paling terkemuka di abad ke-20 M. Ia adalah Ulama yang sejajar dengan

tokoh-tokoh lainnya, seperti Tāhir Ibn Asyur, Sa’īd Hawwā, Syyid Qutb,

Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Syaltut dan lain-lain.

Ia sendiri tinggal dan dibesarkan di lingkungan yang mana terdapat

ulama-ulama Mazhab Hanafi, dan dengan itu terbentuklah pemikirannya

dalam bermazhab fiqh. yaitu bermazhab Hanafi, akan tetapi dalam

pengembangan dakwahnya ia tidak mengedepankan mazhabnya atau

aliran yang dianutnya, ia tetap bersikap netral dan propesional, dan selalu

menghargai dan menghormati pendapat-pendapat mazhab lain. Mengenai

hal ini, dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika menafsirkan ayat-

ayat yang berkaitan dengan fiqh.34 Di dalam perkembangannya, ia tampil

sebagai salah satu pakar perbandingan mazhab (Muqāranāt al-Madzāhib).

dan Salah satu karya-nya, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, merupakan

salah satu karya fiqih komparatif yang popular pada masa sekarang ini.

Jumat, 14 Agustus 2015, puluhan ribu umat Islam ibukota di Masjid

Istiqlal dan masjid-masjid lain, melakukan shalat gaib untuk mendoakan

ulama papan atas masa kini yaitu, Prof. Dr. Syaikh Wahbah Mushthafa al-

34 Muhamma ‘Ali ‘Iyāzi, Al-Mufasirun Hayātuhum wa Manahajuhum (Teheran:

Wizarah al-Tsaqāfah wa al-Insya’ al-Islām, 1993), 684.

Page 41: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

27

Zuhaili, wafat di Damaskus, Suriah, pada usia 83 tahun di malam sabtu 8

Agustus 2015 . Dunia Islam berduka cita karena kehilangan seorang ulama

kontemporer panutan dunia.35

2. Guru dan Murid

Wahbah al-Zuhaili Selaku ulama besar tentu memiliki banyak guru

dan murid, oleh karena itu guru dan murid merupakan hal keniscayaaan

yang tidak bisa dihindarkan. Diantara guru-guru Syaikh Wahbah al-

Zuhaili dalam bidang ilmu Fiqih, ia belajar kepada ‘Abd al-Razzāq al-

Humassī (w. 1969 M), dan Muhammad Hāsyim al-Khatīb al-Syāfi’ī (w.

1958 M), dalam bidang Ilmu Hadis, ia belajar kepada Mahmud Yassin (w.

1948 M), dalam bidang Tafsir dan ilmu-ilmu Tafsir, ia belajar kepada

Syaikh Hasan Jankah dan Syaikh Sādiq Jankahal-Maidānī dan dalam

bidang Ilmu Kebahasaan ia belajar kepada Muhammad Sālih Fartur (w.

1986 M).

Sewaktu ia di Mesir, ia belajar kepada Mahmud Syaltut (w. 1963 M)

‘Abdul Rahmān Tāj, dan ‘Isā Manun yang merupakan gurunya dalam

bidang Ilmu Fiqh Muqāran (perbandingan), dalam bidang ‘Ilmu Uṣhul al-

Fiqh, ia belajar kepada Mustafā ‘Abdul Khāliq beserta anaknya ‘Abdul

Ghani, dan masih banyak lagi guru-gurnya yang tidak bisa kami sebutkan

satu persatu.

Adapun di antara murid-muridnya yaitu Muhammad Fāruq Hamdan,

Muhammad Na’īm Yasin, ‘Abdul al-Satār Abū Ghādah, ‘Abd al-Latīf,

Muhammad Abū Lail, dan termasuk putranya sendiri Muhammad al-

Zuhaili yang berguru juga ke padanya, dan masih banyak lagi murid-

35 Ali Mustafa Yaqub, Teror di Tanah Suci, (Tangerang Selatan: Maktabah

Darus-Sunnah, 2016), 151.

Page 42: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

28

murid yang belajar kepadanya ketika ia menjadi seorang dosen di Fakultas

Syari’ah dan perguruan tinggi lainnnya.36

3. Karya-karya

Wahbah al-Zuhaili sangat bersungguh-sungguh dalam belajar dan

mengajarkan dalam berbagai macam keilmuan, baik dalam perkuliahan,

berdakwah di berbagai tempat dalam sebuah pengajian, berdiskusi,

termasuk juga melalui media massa. Sebagai hasil dari aktivitas

akademisnya yang sangat produktif, tidak kurang dari 40 buku dan karya

ensiklopedi dalam berbagai ilmu tentang keislaman ditulisnya.37 Adapun

hasil dari karya- karyanya yaitu:

a. A1-Fiqh a1-Islāmī wa Adillatuhu, (1997) dalam 9 jilid. Ini

adalah sebuah karya fikihnya yang sangat popular.

b. Ushūl a1-Fiqh al-Islāmi, dihimpun dalam 2 jilid besar.

c. A1-Wasīt fī Ushūl a1-Fiqh, Universitas Damaskus, 1966.

d. A1-Fiqh a1-Islāmī fī Uslūb a1-Jadīd, Maktabah a1-Haditsah,

Damaskus, 1966.

e. Fiqh a1-Mawāris fī al-Syari’āt al-Islāmiyyah, Dār al-Fikr,

Damaskus, 1987.

f. Al-Qur’an al-Karīm; Bunyātuhu al-Tasyrī’iyyah au

Khaṣā’isuhu al-Hasāriyyah, Dār al-Fikr, Damaskus, 1993.

g. Al-Asās wa al-Maṣādir al-Ijtihād al-Musyrikah Bayna al-

Sunnah wa al-Syi’ah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1996.

h. Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al- Manhaj,

terhimpun dalam 16 jilid. Dār al-Fikr, Damaskus, 1991.

36 Baihaki, “Studi Kitab Tafsir al-Munīr Karya Wahbah l-Zuhaili dan Contoh

Penafsirnnya Tentang Pernikahan Beda Agama”, Analisis, vol. 16, no.1 (Juni 2016), 130-

131. 37 Muhsin Mahfudz, “Kontruksi Tafsir Abad 20 M/14 H; Kasus Tafsīr al-Munīr

Karya Wahbah al-Zuhaili”, al-Fikr, vol. 14, no. 1 (2010), 34.

Page 43: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

29

i. Tafsīr al-Wajīz merupakan ringkasan dari Tafsīr al-Munīr.

j. Tafsīr al-Wasīth terhimpun dalam 3 jilid besar, dan karya-

karya lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Ketiga karya tafsir terakhir ini, yaitu: Tafsīr al-Munīr, Tafsīr al-Wajīz,

dan Tafsīr al-Wasīth, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri.

Ketiganya menggunakan metode penafsiran yang berbeda dan latar

belakang yang berbeda juga. Mungkin sebagian orang mempertanyakan

sisi persamaan dan perbedaan antara ke-tiga tafsir tersebut. Berikut ini

penjelasannya:

Ketiga tafsir tersebut sama dalam menjelaskan kandungan ayat secara

terperinci dan menyeluruh, serta dengan gaya bahasa sederhana dan

mudah dipahami. Sama dalam menjabarkan sebab turunnya ayat yang

shahih dan terpercaya. Sama dalam mengutip ayat-ayat lain dan hadits-

hadits shahih yang sesuai dengan tema dan kandungan ayat yang

dimaksud. Sama dalam menghindari cerita dan riwayat Israiliyat yang

tidak ada tafsir klasik yang terbesar darinya. Sama dalam berkomitmen

terhadap prinsip-prinsip tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi sekaligus.

Serta sama dalam berpedoman dengan kitab-kitab induk tafsir dengan

berbagai manhaj-Nya.

Tafsīr al-Munīr yang mencangkup aspek akidah dan syariah (16 jilid)

ini, dikhususkan untuk para ahli atau kalangan atas. Sedangkan Tafsīr al-

Wajīz, dikhususkan untuk kebanyakan orang-orang umum. Adapun Tafsīr

al-Wasīt, dikhususkan untuk orang yang tingkat pengetahuannya

menengah. Sedangkan persamaannya adalah bahwa ketiga tafsir tersebut

berupaya untuk menerangkan atau menjelaskan dan mengungkap makna-

makna yang terdapat di dalam al-Qur’an agar mudah dipahami dan

Page 44: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

30

kemudian dapat direalisasikan atau diamalkan dalam kehidupan sehari-

hari oleh masyarakat dengan pemikiran yang berbeda-beda.38

Tafsīr al-Wajīz, mengenai penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam kitab

tafsīr al-Wajīz ini, hanya menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara gelobal

saja, tidak membuat pembahasan yang panjang , agar mudah dipahami

oleh masyarakat pada umumnya. Akan tetapi ia tetap mencantumkan

asbab al-Nuzūl ayat sehingga sangat membantu untuk mempermudah

memahami makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Dan Tafsīr

al-Wajīz ini memiliki keistimewaan berupa kesederhanaan gaya bahasa

dan kedalaman makna pada penafsirannya, dan juga disampaikan

mukadimah dari masing-masing kumpulan ayat yang tertuang dalam satu

judul tersendiri.

Tafsīr al-Wasīth, karya tafsir ini dihasilkan dari peresentasi ia selama

di media massa di syiria pada waktu itu, selama 7 tahun, mulai dari tahun

1992 sampai tahun 1998 M. Dimana ia menjadi nara sumber pada setiap

harinya dengan durasi waktu 6-10 menit kecuali hari libur. Kemudian

hasil dari kumpulan semua peresentasi yang disampaikan ia cetak menjadi

sebuah kitab tafsir al-Qur’an sampai 30 juz, yang terdiri dari tiga jilid dan

diterbitkan pada tahun 1421 H/2000 M dan diberi nama dengan Tafsīr al-

Wasīth. Dan di dalam Tafsīr al-Wasīth ini, di dalamnya ditambahkan

penafsiran beberapa ayat yang terdapat pada Tafsīr al-Munīr. Di dalamnya

dijelaskan makna beberapa kata penting yang dirasa samar-samar

pengertiannya disertai isyarat tentang sebab turunnya masing-masing ayat.

Dengan demikian, ungkapan-ungkapan di dalam ketiga tafsir ini terkadang

berkesesuaian dan terkadang berlainan tergantung kepada kebutuhan dan

konteks penjelasan kata dan kalimat. Terkadang disampaikan i’rab

38 Wahbah al-Zuhaili, Tafsīr al-Wasīth, Jilid 1, cet. 1, terj. Muhtadi (Jakarta:

Gema Insani, 2012), 2.

Page 45: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

31

(keterangan kedudukan kata dalam kalimat) yang sangat diperlukan untuk

menjelaskan makna.39 Dan yang terakhir adalah kitab Tafsīr al-Munīr

yang merupakan hasil karya terbesar ia dalam bidang tafsir, yang akan

menjadi fokus pembahasan pada pembahasan selanjutnya.

B. Tafsīr al-Munīr

1. Latar Belakang Penulisan Tafsīr al-Munīr

Kata al-Munīr adalah isim fa’il dari kata anāra (dari kata nūr; cahaya)

yang berarti yang menyinari atau yang menerangi. Sesuai dengan

namanya, boleh jadi Wahbah al-Zuhaili bermaksud memberi nama kitab

tafsir ini dengan nama Tafsīr al-Munīr adalah ia berkeinginan agar kitab

tafsirnya ini, dapat menerangi orang-orang yang membacanya, dapat

menyinari orang-orang yang mempelajarinya, dan dapat memberikan

pencerahan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mendapatakan

pencerahan dalam memahami makna-makna yang terkandungan di dalam

al-Qur’an.

Tafsīr al-Munīr yang ditulis oleh Wahbah al-Zuhaili telah diterbitkan

oleh Dār al-Fikr di Damaskus. Tafsir ini disusun menjadi 16 jilid, disetiap

jilid terdiri dari 2 juz. Tafsir al-Munīr ini telah menjadi banyak perhatian

di berbagai negara, terbukti dengan diterjemahkannya ke dalam beberapa

bahasa, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Turki dan Bahasa Malaysia.40

Tafsir ini ditulis setelah beliau selesai menulis dua buku lainnya yang

komprehensif, yakni: Ushūl al-Fiqh al-Islāmī (2 jilid) dan al-Fiqh al-

Islāmī wa Adillatuhu (10 jilid). Sebelum memulai penafsirannya terhadap

surat pertama (al-Fātihah), Wahbah al-Zuhaili terlebih dahulu

menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu al-Qur’an. Dan di

39 Wahbah al-Zuhaili, Tafsīr al-Wasīth, 2-3. 40 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdat wa al-Syari’at wa

Manhāj, terj. Abdul Hayyi al Kattani, (Depok: Gema Insani, 2013), XIV-XV.

Page 46: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

32

dalam Muqadimah, beliau mengatakan bahwa tujuan utama dari penulisan

tafsir ini adalah, untuk mempererat dan memperkuat hubungan antara

seorang muslim dengan al-Qur’an, karena al-Qur’an merupakan hukum

yang paling mendasar bagi setiap kehidupan umat manusia secara umum

dan umat Islam secara khusus. Oleh karena itu, Wahbah al-Zuhaili tidak

hanya menjelaskan hukum-hukum fikih saja dalam berbagai permasalahan

yang ada, akan tetapi bertujuan untuk menjelaskan hukum-hukum yang

diistinbatkan dari ayat-ayat al-Qur’an dengan makna yang luas, yang lebih

mendalam dari pada sekedar pemahaman umum, yang mencangkup

akidah dan akhlak, manhaj dan perilaku, dan manfa’at-manfa’at yang

diambil dari ayat-ayat al-Qur’an, baik dalam struktur sosial untuk setiap

komunitas masyarakat yang berkembang maupun dalam kehidupan

pribadi bagi setiap umat manusia (tentang kesehatannya, pekerjaannya,

ilmunya, cita-citanya, aspirasinya, deritanya, serta dunia dan akhiratnya),

yang mana hal ini selaras dalam kredibilitas dan keyakinan dengan apa

yang telah Allah turunkan melalui rasul-Nya.41

Dalam hal ini, Ali Iyazi menambahkan bahwa tujuan penulisan Tafsir

al-Munīr ini adalah memadukan keaslian tafsir klasik dan keindahan tafsir

kontemporer, karena menurut Wahbah al-Zuhaili banyak orang yang

menyudutkan bahwa tafsir klasik tidak mampu memberikan solusi

terhadap problematika kontemporer, sedangkan para mufassir

kontemporer banyak melakukan penyimpangan penafsiran terhadap ayat-

ayat al-Qur’an dengan dalil pembaharuan. Oleh karena itu, menurut

Wahbah al-Zuhaili, tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa

kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan

modern tanpa ada penyimpangan penafsiran.

41 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdat wa al-Syari’at wa

Manhāj, 11.

Page 47: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

33

2. Metode dan Sistematika Penulisan Tafsīr al-Munīr

‘Abdul al-Hayy al-Farmāwī, berpendapat bahwa terdapat empat

metode dalam penafsiran al-Qur’an yautu: tahlīlī, maudhū’ī, ijmālī, dan

muqāran. Pertama, Metode tafsir tahlīlī yaitu cara menafsirkan ayat-ayat

al-Qur’an dengan menggunakan penelitian kepada semua aspek-aspek

yang terdapat di dalam al-Qur’an, dimulai dari uraian makna kosakata,

kalimat, keterkaitan satu ayat dengan yang lain, sampai kepada sisi-sisi

asbāb al-nuzūl, serta mengikuti prosedur susunan tartīb mushafī dengan

sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya. Kedua, Metode tafsir

Ijmālī yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, dengan tujuan untuk

menerangkan atau menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan

penjelasan yang singkat dan bahasa yang mudah dipahami semua orang.

Ketiga, metode tafsir muqāran yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an

dengan membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara pada tema-

tema tertentu, seperti redaksi yang berbeda pada isi kandungannya

mengenai tema yang sama atau juga membandingkan ayat-ayat al-Qur’an

dengan hadis-hadis nabi yang shahih, yang selintas tampak kontradiktif

dengan al-Qur’an. Keempat, metode maudū’ī yaitu cara menafsirkan ayat-

ayat al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang

membicarakan tentang tema yang dipilih, kemudian dianalisis satu-persatu

terhadap isi kandungannya berdasarkan cara-cara tertentu, untuk

menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta

menghubung-hubungkan antara yang satu dengan yang lain dengan

maksud dan tujuan yang sama. Sehingga dapat menyajikan tema secara

utuh dan dapat mempermudah pemahaman secara sempurna.42

42 Abdul Hayy al-Farmawi, al-Bidayah Fī al-Tafsīr al-Maudhu’i , terj. Rosihan

Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 38-44.

Page 48: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

34

Wahbah al-Zuhaili dalam kitab tafsirnya ini, menggunakan metode

tafsir Tahlīlī dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Karena bisa dilihat

di dalam penafsirannya, tafsir ini mengikuti prosedur susunan tartīb

mushafī dan tafsir ini komprehensif, lengkap, mencangkup semua aspek

yang dibutuhkan oleh para pembaca, seperti i’rāb, balaaghah, sejarah,

penetapan hukum, dan pendalaman pengetahuan tentang hukum agama,

dengan cara yang berimbang dalam membeberkan penjelasan dan tidak

menyimpang dari topik utama.

Adapun metode dan kerangka atau sistematika pembahasan dalam

kitab tafsīr al-Munīr ini, Wahbah al-Zuhaili menjelaskan dalam

pengantarnya, sebagai berikut:43

a. Membagi ayat-ayat al-Qur’an ke dalam satuan-satuan topik

dengan judul-judul penjelasan.

b. Menjelaskan kandungan kepada setiap surah secara gelobal.

c. Menjelaskan aspek kebahasaan.

d. Memaparkan sebab-sebab turunnya ayat dalam riwayat yang

paling shahih dan mengesampingkan riwayat yang lemah,

serta menerangkan kisah-kisah para Nabi dan peristiwa-

peristiwa besar dalam Islam, seperti perang Badar dan Uhud,

dari buku-buku sirah yang paling dipercaya.

e. Tafsir dan penjelasan.

f. Hukum-hukum yang dipetik dari ayat-ayat.

g. Menjelaskan balaaghah (retorika) dan i’rāb (sintaksis) di

setiap ayat, agar hal itu dapat membantu untuk menjelaskan

makna bagi siapa pun yang menginginkannya, tetapi dalam hal

ini saya menghindari istilah-istilah yang menghambat

43 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdat wa al-Syari’at wa

Manhāj, terj. Abdul Hayyi al Kattani, (Depok: Gema Insani, 2013), XVIII.

Page 49: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

35

pemahaman tafsir bagi orang yang tidak ingin memberi

perhatian kepada aspek (balaaghah dan i’rāb) tersebut.

Metode dan sitematika penulisan di atas jika diperhatikan sangat jelas

memperlihatkan berbagai macam bidang kajian yang disajikan

pengarangnya. Dalam banyak hal, ia juga memperlihatkan sebuah

sitematika yang menjadi trend sejak munculnya paradigma tafsir adabī

ijtimā’ī . Salah satunya adalah perhatian khusus kepada aspek linguistik

dalam penafsiran, sebagaimana yang tertera dalam point C dan G.

Sistematika tafsir global dan tematik juga menunjukan keterpengaruhan

dengan trend saat ini, sebagaimana yang ditunjukan oleh al-Farmāwī,

mengenai point F terkait hukum-hukum yang di deduksi dari sebuah ayat

yang merupakan sebuah bentuk kontekstualisasi yang dilakukan Wahbah

al-Zuhaili dalam bidang yang ditekuninya.

3. Corak Penafsiran Tafsīr al-Munīr

Dengan melihat dan meneliti dari keseluruhan penafsiran yang

digunakan oleh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab tafsirnya ini, bisa

disimpulkan bahwa corak penafsiran yang ia gunakan adalah corak

kesastraan (adabī) dan sosial kemasyarakatan (al-Ijtimā’i) serta adanya

nuansa fiqh. Hal ini dikarenakan dengan adanya penjelasan Fikih

kehidupan (Fiqh al-hayāt) atau penjelasan hukum-hukum yang terdapat di

dalam penafsirannya. Hal ini memang dapat dilihat karena Wahbah al-

Zuhaili sendiri sangat terkenal dengan keahliannya dalam bidang fiqh

dengan karya yang popularnya yaitu al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu.

Sehingga, bisa dikatakan corak penafsiran yang ia gunakan dalam kitab

tafsirnya ini adalah keselarasan antara Adabī Ijtimā’i dan nuansa Fikihnya

atau penekanan Ijtimā’i-nya lebih ke nuansa Fikih.

Page 50: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

36

4. Sumber-Sumber Penafsiran Kitab Tafsīr al-Munīr

Mengenai pembahasan kitab tafsir ini, Wahbah al-Zuhaili

mengkompromikan antara sumber-sumber Tafsir bi al-Ma’tsūr dengan

Tafsīr bi al-Ra’yi; yang berkaitan dengan Tafsīr bi al-Mat’sūr adalah

riwayat-riwayat dari hadis Nabi dan perkataan para Salafush al-Shalih

sedangkan Tafsīr bi al-Ra’yi adalah yang sejalan dengan kaidah-kaidah

yang telah diakui, dengan menggunakan gaya bahasa dan ungkapan-

ungkapan yang jelas, yaitu gaya bahasa kontemporer yang mudah

dimengerti dan dipahami bagi masyarakat pada saat ini. Oleh karena itu, ia

membagi ayat-ayat berdasarkan topik atau judul untuk memelihara

pembahasan dan penjelasan di dalamnya. Yang terpenting diantaranya ada

dua:44

Pertama, Penjelasan Nabawi yang shahih, dan perenungan secara

mendalam tentang makna kosa kata al-Qur’an, kalimat, konteks ayat,

sebab-sebab turunnya ayat, dan pendapat para mujtahid, ahli tafsir dan ahli

hadits, serta para ulama yang tsiqah.

Kedua, Memilah dan memilih berbagai pendapat dalam buku-buku

tafsir dengan berpedoman kepada maqāshid syariat yang mulia, yakni

rahasia-rahasia dan tujuan-tujuan yang ingin direalisasikan dan dibangun

oleh syariat.

Diantara sumber-sumber referensi yang digunakan Wahbah al-Zuhaili

dalm kitab Tafsīr al-Munīr adalah sebagai berikut:

a. Dalam bidang akidah, akhlak, dan penjelasan keagungan Allah

swt di alam semesta, merujuk kepada: Tafsīr al-Kabīr karya

Fakhruddīn al-Rāzī, Tafsīr al-Bahr al-Muhīt karya Abū

Hayyān al-Andalūsī, Rūh al-Ma’ānī karya al-Alūsī.

44 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdat wa al-Syari’at wa

Manhāj, XIII-XIV.

Page 51: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

37

b. Dalam bidang terkait dengan penjelasan cerita-cerita atau

kisah-kisah dalam al-Qur’an dan sejarah islam, ia merujuk

kepada Tafsīr al-Khāzin dan al-Baghawī.

c. Dalam bidang terkait dengan penjelasan kaidah-kaidah atau

hukum-hukum Fiqh, ia merujuk kepada beberapa literatur

seperti al-Jāmi’ Fī Ahkām al-Qur’an karya al-Qurtubī, Ahkām

al-Qur’ān karya Ibn al-‘Arabī, Ahkām al-Qur’an karya al-

Jaṣṣās, Tafsīr al-Qur’an al-‘Ażīm karya Ibnu Katsīr.

d. Dalam bidang kebahasaan, ia merujuk kepada al-Kassyāf

karya al-Zamakhsyārī.

e. Dalam bidang Qira’at, ia merujuk kepada Tafsīr al-Nasafī.

f. Dalam bidang sains dan teori-teori Ilmu alam, ia merujuk

kepada al-Jawāhir karya Tantāwī Jauharī, dan masih banyak

yang lainnya.

Wahbah bin Mustafā al-Zuhaili adalah seorang ulama fikih dan ulama

tafsir kontemporer periangkat dunia. Pemikiran tafsir dan fikihnya

menyebar keseluruh dunia Islam melalui karya-karyanya. Wahbah bin

Mustafā al-Zuhaili mulai belajar al-Qur’an dan memulai sekolah

ibtidāiyyah di kampung halamannya, dan mengakhiri pendidikannya

dengan meraih gelar doktor dalam bidang Syarī’ah di Universitas al-

Azhar, Kairo pada tahun 1382 H / 1963 M.

Satu catatan penting bahwa, syaikh Wahbah al-Zuhaili senantiasa

menduduki rangking teratas pada semua jenjang pendidikannya.

Menurutnya, rahasia kesuksesannya dalam belajar terletak pada

kesungguhannya menekuni setiap pembelajaran yang dijalaninya dan

menjauhkan diri dari segala hal yang menggangu belajarnya. Maka dari itu

Page 52: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

38

ia memikili banyak guru serta menjadi guru terhadap murid-muridnya

dalam bidang fiqh dan tafsir.

Syaikh Wahbah al-Zuhaili sangat produktif dalam menulis, mayoritas

kitab menyangkut fikih dan ushul al-Fiqh. Tetapi, ia juga menulis kitab

tafsir sampai enam belas jilid yaitu kitab Tafsīr al-Munīr kitab tafsir ini

sangat lah terkenal hingga diterjemahkannya kedalam beberapa bahasa di

berbagai Negara termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan Syaikh

Wahbah al-Zuhaili juga layak disebut sebagai ahli tafsir.

Page 53: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

39

BAB IV

ANALISIS PENAFSIRAN WAHBAH AL-ZUHAILI DALAM Q.S

AL-MUMTAHANAH (60): 8-9 DAN RELEVANSI

PENAFSIRANNYA DALAM WACANA TOLERANSI

A. Pendekatan Linguistik

Analisis linguistik memiliki peran yang sangat penting dalam

memahami kandungan isi al-Qur’an sebagaimana diketahui bahwa satu

kata dari al-Qur’an dapat memiliki makna yang beranekaragam hal ini

diantara yang menyebabkan perbedaan penafsiran, pemahaman, hingga

ragam praktek keagamaan. Bahkan, sekian banyak corak tafsir sastra yang

disajikan oleh para mufasir.

Keunggulan tafsir al-Munīr karya Wahbah al-Zuhaili ini tersaji dari

analisis linguistik secara tersetruktur disetiap pengelompokan ayatnya

mulai dari analisis makna leksikal, balagah, ilmu bayan, dan ilmu bād’i hal

ini tentu dapat menjadikan penafsiran secara utuh dan komprehensif. oleh

karenanya, analisis bahasa mulai dari pembentukan kata, susunan

kalimatnya, hingga balagahnya merupakan suatu keniscayaan bagi mufasir

dalam menafsirkan al-Qur’an.

Dalam surat al-Mumtahanah ayat 8-9 langkah pertama yang ditempuh

oleh Wahbah al-Zuhaili adalah mengemukakan struktur tata bahasa dalam

ayat 8, yakni, badal Isytimāl45

45 Dalam gramatika bahasa arab yang biasa disebut dengan ilmu Nahwu ada

empat jenis badal yang pertama, Badal Muṭhābiq (Badal yang Mubdal Minhu merupakan Badal itu sendiri), kedua, Badal al-Ba’dhu min kulli (Badal yang merupakan bagian dari

Mubdal minhu-nya), ketiga, Badal Isytimāl (Badal yang merupakan bagian dari Mubdal

minhu-Nya, namun dalam urusan maknawi), keempat, Badal mubayyan (Badal keliru

atau salah jadi Badal Mubayyan ini hadir atas dasar kesalahan si pembicara).

Page 54: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

40

م ا ا ل ي ه ط و ت ق س ه م و و yang merupakan kata pengganti sebelumnya ا ن ت ب ر

yakni, ك م ي ن ل م ي ق ات ل و الذ , ia pun menafsirkan kata ا ط و ت ق س (berbuat baiklah) و

padahal makna awalnya tidak demikian asal katanya adalah اقسط–

artinya Adil 46 penafsiran semacam ini sangat mengesankan, bahwa يقسط

interaksi dengan non-Muslim tidak hanya keadilan dalam menetapkan

hukuman saja tapi juga mencangkup jenis semua kebaikan. Dari sisi

bahasa saja, ayat ini dapat dipahami sebagai pijakan dasar bahwa Islam

sangat menjunjung tinggi nilai toleransi beragama.

Selain sisi tata bahasa (‘ilmu al-Nahwu), Wahbah al-Zuhaili juga

menyoroti sisi balagahnya dalam hal ini ia menjelaskan tentang ṭibāq al-

salbi, yakni, berkumpulnya dua makna yang berlawanan dalam satu

kalimat.47 Yakni, pertama,

ك م ي ن ل م ي ق ات ل و ىك م الله ع ن الذ ي ن ا ن -ي ن ى الد ف ل ي ن ه ىك م الله ع ن الذ ا ي ن ه م

ي ن ك م ف ى الد ق ات ل و

Yang kedua,

ل م ي خ ك م و ي ار ن د ك م م و ج ى -ر ل ا ع و ظ اه ر ك م و ي ار ن د ك م م و ج ر ا خ و

ك م اج ر ا خ

Dalam penafsiran al-Qur’an sisi balagah juga penting dijelaskan

karena dengannya akan banyak diketahui sisi keindahan struktur kata-

katanya, dimana tidak ada yang menandingi keindahan al-Qur’an

sekalipun seorang sastrawan yang sangat ahli dalam bidang sastra.

46 Ibrahim Mustafa dkk, Mu’jam al-Wasīth, (Mesir: Maktabah Asy-Syuruq ad-

dauliyyah, 2011), 734. 47 ‘Alī al-Jarīm dan Musthafa Amin, al-Balagah al-Wadhiah al-Bayān wa al-

Ma’ānī wa al-Bad’ī ,(Mesir: Dār al-Ma’arif, 1957), 280

Page 55: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

41

Hal lain, yang disajikan Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya adalah

penjelasan beberapa kosakata yang dapat mempermudah para pengkaji

dan para pembacanya dalam memahami kandungan ayat al-Qur’an,

penulis menganggapnya sebagai tafsir singkat atau kata kunci untuk

masuk menuju gerbang pemahaman yang lebih mendalam. Sebagai misal,

ia menafsikan kata ا و ظ اه ر dengan “usaha dan saling tolong menolong و

sebagaimana kaum Musyrikin Mekkah yang berusaha mengeluarkan kaum

Mukmin Mekkah dan sebagiannya ada yang menolong orang-orang

Mukmin yang terusir”.48 Melihat dari sisi penjelasan kosa kata tersebut

Wahbah al-Zuhaili hendak memberikan pesan bahwa tidak semua orang-

orang kafir (non-muslim) itu memusuhi orang-orang Islam dan intimidasi

yang dilakukan kaum Musyrikin Mekkah pada saat itu bukan disebabkan

oleh faktor agama tapi oleh faktor-faktor lainnya. Jika demikian, agama

bukanlah faktor utama konflik antara muslim dan non-muslim.

Langkah pendekatan bahasa sebagai pendahuluan dalam menafsirkan

al-Qur’an ini tidak hanya ditempuh oleh Wahbah al-Zuhaili tapi juga oleh

ulama kontempoler lainnya. Seperti Alī al-ṣhabuni dengan karya tafsirnya

Shafwat Attafasīr, Ahmad Mustafa al-Maraghi dengan karya tafsirnya

Tafsīr al-Marāghī, Muhammad Quraish Shihab dengan karya tafsirnya al-

Miṣhbāh, dan ulama-ulama tafsir lainnya.

B. Sebab Turunnya ayat

Islam membangun interaksi beda agama atas dasar komunikasi damai.

Dalam Q.S al-Mumtahanah (60) : 8, pembangunan relasi harmonis dan

keadilan terhadap orang lain harus selalu diupayakan selama ia yang

berbeda agama tadi berbuat baik kepada umat Islam. Perang boleh

48 Wahbah al-Zuhaili, Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-

Manhaj, Jilid 14, cet I (Damaskus: Dār al-Fikr, 2009), 510

Page 56: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

42

dilaksanakan ketika umat Islam diperangi dan kebebasan beragama

dihambat.

Sebab turunya ayat ini merespons sensitivitas interaksi ibu dan anak

yang berbeda agama. Ada seorang ibu yang bernama Qathīlah binti

‘Abdul al-‘Uzzā. Ia adalah janda yang ditalak Abū Bakar pada masa

Jahiliah. Qathīlah adalah seorang non-muslim. Qathaīlah datang

membawa hadiah, samin (nasi arab) dan keju untuk anaknya yang

bernama Asma’. Namun, Asma’ tidak menerima, bahkan tidak

mempersilahkan ibunya masuk rumah. Kemudian, Asma’ bertanya kepada

Nabi SAW. Lewat perantara ‘Āisyah, turunlah ayat tersebut yaitu surat al-

Mumtahanah (60) ayat 8. Barulah kemudian Asma’ menerima hadiah dan

mempersilahkan ibunya masuk rumah.49

Adapun yang melatarbelakangi turunya ayat ini Wahbah al-Zuhaili

berpijak pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim :

ك ة ف ي ر ش ه ي م ي و م ل ي أ ت ع م ر ق ال ت ق د اء ب ن ت أ ب ي ب ك م ع ن أ ب يه ع ن أ س

ل لى الل ع س ول الل ص ت ف ت ي ت ر ي ش إ ذ ع اه د ه م ف اس د ق ر لم ف ق ل ت ي ا ع ه س ي ه و

ك ل ي أ م ي ق ال ن ع م ص ل أ م ب ة أ ف أ ص اغ ه ي ر ي و م ت ع ل ي أ م س ول الل ق د ر

)رواه البخاري و مسلم(

“Dari Asma’ binti Abu Bakar ia berkata; (Ketika terjadi gencatan

senjata dengan kaum Quraisy) ibuku mendatangiku yang ketika itu masih

musyrik. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah SAW, saya bertanya,

“Wahai Rasulullah ibuku mendatangiku karena rindu padaku. Bolehkah

aku menjalin silaturahmi dengan ibuku?” Beliau menjawab: “ya,

sambunglah silaturahmi dengan ibumu.” (H.R al-Bukhari Muslim).

Dari riwayat di atas kita dapat menyimak sikap nabi memperlakukan

orang non-muslim secara santun terlebih kepada kedua orang tua, bahkan

dalam al-Qur’an dapat perintah seorang anak wajib berbakti kepada kedua

49 Imam Taufiq, Al-Qur’an Bukan Kitab Teror Membangun Perdamaian

Berbasis Al-Qur’an (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), 200-201.

Page 57: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

43

orang tuanya meskipun kedua orang tuanya non-muslim selagi tidak

berkaitan dengan akidah.

ل م ا ل ي س ل ك ب ه ع ك ب ي م اه د اك ل ت ش ر إ ن ج نا و س ال د ي ه ح ن س ان ب و ي ن ا الإ ص و و

ا ع ك م ف أ ن ب ئ ك م ب م ج ر ا إ ل ي م ع ه م ل ون ف لا ت ط ك ن ت م ت ع م

”Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang

ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan

aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka

janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-ku-lah kembalimu.

Lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. al-

‘Ankabūt [29] : 8).

ا ع ه م ل م ف لا ت ط ا ل ي س ل ك ب ه ع ك ب ي م ل ى أ ن ت ش ر اه د اك ع إ ن ج و

اتب ع وفا و ع ر ا ف ي الدن ي ا م ب ه م اح ص ع ك م و ج ر ن أ ن اب إ ل ي ث م إ ل ي م س ب يل م

ل ون ت م ت ع م ا ك ن ف أ ن ب ئ ك م ب م

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku

sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu

mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya dengan baik, dan ikutilah

jalan orang yang kembali kepada-ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah

kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

(QS. Lukmān [31] : 15).

Kedua ayat ini hubungannya dengan riwayat di atas menunjukan

pentingnya toleransi dan anjuran hidup yang harmonis antar pemeluk

agama. Keduanya juga menjelaskan bahwa dalam hal akidah seorang

anak dilarang untuk mentaati ibu bapaknya, jika mereka memerintahkan

untuk menyekutukan Allah SWT, yang dia sendiri memang tidak

mengetahui bahwa Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada

sekutu baginya. Selanjutnya Allah SWT memerintahkan agar seorang

anak tetap bersikap baik kepada kedua ibu bapaknya dalam urusan dunia.

Seperti menghormati, menyenangkan hati dan mengucapkan kata-kata

yang baik kepada keduanya.

Page 58: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

44

C. Munasabah Ayat

Langkah pertama dalam menggali makna al-Qur’an adalah dengan

mencari penafsirannya di ayat lain karena Pada dasarnya al-Qur’an itu

antara satu ayat dengan ayat lain saling memberikan penafsiran, ini yang

dinamai dengan munasabah ayat. Pengetahuan tentang munasabah atau

hubungan antara ayat-ayat atau antar surat-surat itu bukan tauqifi (tidak

dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan oleh Rasul) tetapi

didasarkan pada ijtihad seorang mufassir dan tingkat penghayatannya

terhadap kemukjizatan al-Qur’an. Tidak semua mufassir menyajikan

pembahasan munasabah ayat di kitab-kitab tafsirnya hanya sebagian saja

termasuk dianataranya adalah Wahbah al-Zuhaili, M Quraish Shihab Ali

al-ṣhabuni dan ulama-ulama tafsir lainnya.

Munasabah ayat adalah keserasian ayat-ayat al-Qur’an sehingga

seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna

dan keteraturan redaksi.

Adapun munasabah ayat ini dalam tafsir Kementrian Agama yaitu

pada ayat-ayat sebelumnya Allah memerintahkan kaum Muslimin

menjadikan Ibrahim sebagai teladan, ketika ia tidak mau bekerjasama

dengan kaumnya yang ingkar kepada Allah. Dalam ayat ini diterangkan

sikap orang-orang yang beriman terhadap orang-orang kafir yang tidak

memusuhi kaum Muslimin, bahkan mereka mengulurkan tangan

persaudaraan dan hubungan baik, maka hal ini harus disambut baik pula

oleh kaum Muslimin.50

Dalam surat al-Mumtahanah ayat 8-9 ini Wahbah al-Zuhaili

menjelaskan bahwa ayat sebelumya yakni surat al-Mumtahanah ayat 1-3

melarang untuk bersahabat dekat dengan orang-orang kafir,

50 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang

Disempurnakan), jilid 10, cet. I (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 96.

Page 59: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

45

memerintahkan untuk memutus tali persahabatan dengan mereka dan

memberi kabar kepada orang-orang mukminin bahwa Allah maha kuasa

untuk merubah kondisi orang-orang musyrikin dari kekafiran menuju

keimanan. Selanjutnya ia menghubungkannya dengan ayat setelahnya

yakni surat al-Mumtahanah ayat 8-9 bahwa, Allah swt memberikan

keringanan untuk bersahabat dan menjalin ikatan yang baik dengan orang-

orang kafir yang tidak memerangi orang-orang muslim dan tidak mengusir

orang-orang muslim dari negeri-negerinya51. Jadi, dari sini kita dapat

memahami pentingnya keterkaitan ayat satu sama lain dimana surat al-

Mumtahanah ayat 1 sampai 3 bersifat umum, Allah berfirman di dalam al-

Qur’an surat al-Mumtahanah (60): 1-3:

ي و د و ذ وا ع ن وا ل ت تخ ين آم ا الذ ك م ع د ي ا أ يه ل ي او ق ون إ ل ي ه أ و د ء ت ل و م ب ال م

ون ا ج ر ق ي خ ن ال ح ك م م اء ا ج وا ب م ف ر ق د ك إ ياك م س ول لر و ن وا ب او م لل أ ن ت ؤ

ب ك م ادا ف ي س ب يل ي و ر ه ت م ج ج ر ات يغ اء اب ت إ ن ك ن ت م خ ض ر م م ون إ ل ي ه ر ت س

ا أ م ف ي ت م و ا أ خ ل م ب م أ ن ا أ ع د و و ل ب ال م ن ي ف ن ت م ع م ن ك م ف ق و اء ع ل ه م ل س و د ض

د اء ( إ ن ي ث ق ف وك م ي ك ون وا ١السب يل ) ي ب س ط ل ك م أ ع ن ت ل ي ك م أ وا إ و أ ل س م و ي ه د م ي ه

ون ) ف ر دوا ل و ت ك و ف ع ك م ٢ب السوء و ل ( ل ن ت ن ل أ و ك م و ام ح م ال د ك م أ ر ة ي و ق ي ام

ير ل ون ب ص ا ت ع م الل ب م ل ب ي ن ك م و ) ٣(ي ف ص

“1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil

musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu

sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih

sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran

yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu

karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar

keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah

kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-

berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih

51 Wahbah al-Zuhaili, Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-

Manhaj, Jilid 14, cet I (Damaskus: Dār al-Fikr, 2009), 135.

Page 60: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

46

mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.

Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya

dia telah tersesat dari jalan yang lurus. 2. Jika mereka menangkap kamu,

niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan

dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin

supaya kamu (kembali) kafir. 3. Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-

sekali tiada bermanfaat bagimu pada Hari Kiamat. Dia akan memisahkan

antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. al-

Mumtahanah [60]: 1-3)

.

Surat ini dibuka dengan seruan kepada orang-orang yang beriman

agar tidak mengambil musuh-musuh Allah sebagai penolong dan teman,

dan agar orang-orang yang beriman tidak menampakkan kepada musuh-

musuh Allah kecintaan dan kasih sayang, dan agar jangan mempercayai

mereka, dimana kalian menyampaikan kabar-kabar tentang Rasul serta

orang-orang beriman, yang itu semua tidak semestinya dikabarkan kepada

musuh-musuh Allah.

Ayat-ayat yang ditafsirkan semacam ini termasuk dalam katagori

penafsiran secara ‘Ām (umum) Dalam kajian Ushul al-Fiqh ayat-ayat yang

bersifat ‘Ām52 (umum) masih memerlukan penjelasan ayat-ayat yang

mengkhususkannya, surat al-Mumtahanah ayat 1 sampai 3 bersifat umum

dengan melarang menjadikan orang kafir sebagai teman tanpa terkecuali

sementara dalam surat al-Mumtahanah ayat 8 sampai 9 tidak demikian,

akan tetapi hanya orang-orang kafir yang mendzolimi kaum Muslimin saja

lah yang tidak boleh dijadikan teman dekat. Maka dari sini kita bisa

memahami pentingnya munasabah ayat.

52 Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan ‘Ām yaitu lafadz yang menurut arti

bahasanya menunjukan atas mencangkup dan menghabiskan semua satu-satuan yang ada

di dalam lafadz itu dengan tanpa menghitung ukuran tertentu dari satuan-satuan itu.

Ataupun pengertian ‘Ām secara umum ialah lafadz yang menunjukan pengertian yang

meliputi seluruh objek-objeknya. (lihat Abdul Wahab Khalaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, 181). Sementara Khas menurut Abdul Wahab Khalaf adalah lafadz yang digunakan

untuk menunjukan satu orang tertentu atau pengertian Khas secara umum ialah sesuatu

yang tidak mencapai sekaligus dua atau lebih tanpa batas.(lihat Abdul Wahab Khalaf,

‘Ilmu Ushul al-Fiqh, 187).

Page 61: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

47

D. Pendekatan Tematik

Tafsir tematik atau yang biasa disebut tafsir Maudhu’ī adalah

mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama,

yang sama-sama membahas topik/judul/tema tertentu dengan

menertibkannya sebisa mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras

dengan sebab-sebab turunnya. Kemudian memperhatikan ayat-ayat

tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan

hubungannya dengan ayat lain serta mengistimbat hukum.53

Sedangkan menurut Zahir bin Awadh, Tafsir Maudhu’i adalah suatu

metode tafsir yang berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari

berbagai surat dan yang berkaitan pula dengan persoalan atau tema yang

ditetapkan sebelumnya, kemudian membahas dan menganalisa kandungan

ayat-ayat tersebut sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh.

Dalam konteks memahami hubungan muslim dan non-muslim sangat

diperlukan pendekatan tematik agar penafsiran yang dihasilkan menjadi

komprehensif dan berdampak pada praktek beragama yang inklusif.

Dalam hal ini, Quraish Shihab menuturkan bahwa Islam tidak mungkin

melarang bertetangga dan membantu non-muslim yang bersifat baik dan

objektif, bahkan kerja sama dengan non-muslim dalam kebaikan

merupakan anjuran al-Qur’an. Dalam pendekatan tematik ini Quraish

Shihab menyajikan ayat lain tentang anjuran berbuat baik kepada

nonmuslim dalam Q.S al-Māidah(5): 2.54 Allah berfirman:

ل ى ن وا ع ل ت ع او ى و التق و ل ى ال ب ر و ن وا ع ت ع او اتق وا الل و ان و ال ع د و ث م و الإ

ق اب يد ال ع د إ ن الل ش

53 Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudhu’i (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), 83-84. 54 M. Quraish Shihab, Islam Yang Salah Dipahami Menepis Prasangka

Mengikis Kekeliruan, (Tangerang: Lentera Hati, 2018), 360-361.

Page 62: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

48

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan, dan

jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-

Māidah[5]: 2).

Dalam banyak riwayat yang shahih Nabi saw, Nabi juga pernah

dibantu oleh non-muslim diantaranya saat hijrah dari mekkah ke madinah

bersama Abu Bakar ra. Beliau membawa Abdullah Ibnu Uraiqith yang

non-muslim untuk menjadi penunjuk jalan.

Demikian juga dalam perang Khaibar yang terjadi dua tahun setelah

perang Badr, beliau bekerja sama dengan orang-orang Yahudi dari suku

Qainuqah, sebagaimana beliau bekerjasama dengan Shafwan bin Umayah

yang Musyrik pada perang Hunain pada abad ke-8 Hijriyah. Jika demikian

maka kalau kita menggabungkan larangan dan praktik Nabi saw. Maka

kita dapat berkesimpulan bahwa kerja sama tidak dilarang selama tidak

merugikan kaum Muslimin dan tidak ada hubungannya dengan akidah.

Dalam pandangan ulama sunni, petunjuk Nabi saw dalam kehidupan

bermasyarakat/kebijakan politik tidak selalu harus diikuti karena ia

berkaitan dengan kemaslahatan umum.

Wahbah al-Zuhaili juga berpendapat terkait Interaksi Sosial dengan

non-muslim bahwa Allah tidak melarang berbuat baik dan berlaku adil,

kepada orang-orang non-muslim yang menjaga hubungan baik dan tidak

mendzalimi kaum Muslimin. Seperti wanita dan orang-orang tua dari

kalangan mereka beragam kebaikan seperti, menyambung pertemanan,

memberi manfaat kepada tetangga, memberi manfaat kepada tamu dan

lain sebagainya. Allah juga tidak melarang kepada orang-orang muslim

untuk berlaku adil seperti, memenuhi kebutuhan hak-hak orang non-

muslim, memenuhi janji, menjalankan amanah, dan lain sebagainya.55

55 Wahbah al-Zuhaili, Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-

Manhaj, Jilid 14, cet I (Damaskus: Dār al-Fikr, 2009), 136.

Page 63: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

49

Dalam pendekatan tematik ini, Wahbah al-Zuhaili tidak banyak

menampilkan ayat-ayat tematik. Dalam pembahasan hubungan muslim

dan non-muslim dalam interaksi sosial ini, ia hanya menampilkan satu

ayat saja yakni surat al-Māidah (5): 51, Allah berfirman:

ل ي اء ي ا أ يه م أ و ه ل ي اء ب ع ض ى أ و ار النص ذ وا ال ي ه ود و ن وا ل ت تخ ين آم ا الذ

ين م الظال م ق و د ي ال م إ ن الل ل ي ه ن ه ن ك م ف إ نه م له م م ن ي ت و م ب ع ض و

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-

orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian

mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara

kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang

itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi

petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. al-Māidah [5]: 51).

Setelah Wahbah al-Zuhaili menjelaskan mengenai batasan-batasan

pergaulan muslim dengan non-muslim ia juga melarang untuk menjadikan

orang-orang kafir (non-muslim) sebagai pemimpin orang-orang yang

beriman.

Memaksakan untuk berfokus kepada penafsiran tunggal adalah salah

satu faktor pemicu terjadinya keretakan interaksi sosial antara muslim dan

non-muslim dan ini akibat tidak menggunakan penafsiran yang

komprehensif seperti pendekatan tematik, munasabatul ayat, asbab al-

Nuzul dan kurangnya pemaknaan yang leksikal. Wahbah al-Zuhaili

melalui tafsirnya telah menyajikan tahapan penafsiran yang komprehensif.

Sehingga dengan sumbangsih penafsirannya interaksi sosial muslim dan

non-muslim akan semakin hangat dan harmonis. Maka dari sini kita dapat

memahami pentingnya pendekatan tematik.

E. Pendekatan Hukum

Page 64: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

50

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hukum memiliki

beberapa pengertian:

1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang

dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah

2. Undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur

pergaulan hidup masyarakat

3. Patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan

sebagainya) yang tertentu

4. Keputusan (pertimbangan) yang diterapkan oleh hakim (dalam

pengadilan)56

Bila melihat pengertian hukum dalam kamus KBBI ini dapat

disimpulkan bahwa hukum adalah sesuatu yang telah ditetapkan. Dalam

konteks interaksi sosial muslim dan non-muslim pada dasarnya tidak ada

peraturan khusus yang melarang antar pemeluk agama untuk melakukan

kerjasama. Bahkan, kaum Muslimin sangat dianjurkan untuk berbuat baik

kepada Non-Muslim karena dalam Islam orang non-muslim itu terbagi

menjadi tiga bagian:

1. Kafir Dzimmi

Kafir dzimmi adalah orang kafir yang tinggal di negeri muslim,

memiliki perjanjian (damai) dengan kaum muslimin, membayar pajak

(jizyah/uang keamanan) tunduk kepada aturan negara khalifah sebagai

warga negara, meskipun mereka tetap dalam agama mereka.

2. Kafir Mu’ahad

Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang memiliki perjanjian (terikat

perjanjian damai, perjanjian dagang atau selainnya) dengan kaum

56 Kemendikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, versi Android, lihat hu.kum

Page 65: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

51

Muslimin yang tidak boleh disakiti, selama mereka menjalankan

perjanjiannya.

Allah berfirman:

كل ت و ا و ن ح ل ه ل م ف اج وا ل لس ن ح إ ن ج يع و ع ل ى الل إ نه ه و السم

ال ع ل يم

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah

kepadanya dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya dialah yang

maha mendengar dan maha mengetahui” (QS. al-Anfāl [8]: 61).

3. Kafir Harbi

Kafir harbi adalah orang kafir yang memerangi kaum muslimin dan

halal darahnya untuk ditumpahkan (dibunuh/diperangi). Mereka adalah

orang kafir yang tidak memiliki jaminan keamanan dari kaum muslimin

atau pemimpinnya, tidak dalam perjanjian damai, dan tidak membayar

jizyah (uang keamanan) kepada kaum Muslimin sebagai jaminan

keamanan mereka, merekalah yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa

jalla untuk diperangi.57

Allah berfirman:

ب ل ت ع ت د وا إ ن الل ل ي ح ين ي ق ات ل ون ك م و ق ات ل وا ف ي س ب يل الل الذ و

ين ع ت د ال م

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,

(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS. al-Baqarah [2]:

190).

Allah juga berfirman:

57 Maulana Wahiduddin Khan, Islam and Peac, terj. Samson Rahman (Jakarta:

Pustaka al-Kautsar, 2000), 45.

Page 66: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

52

ي ث اق ت ل وه م ح ن و ال ف ت ن ة أ ش د م وك م و ج ر ي ث أ خ ن ح وه م م ج ر أ خ وه م و ف ت م ث ق

تى ي ق ات ل وك م ف يه ف إ ن ق ات ل وك م ام ح ر د ال ح ج س د ال م ن ل ت ق ات ل وه م ع ق ت ل و ال

ين اء ال ك اف ر ز ل ك ج ف اق ت ل وه م ك ذ

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah

mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu

lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi

mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di

tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah

mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir” (QS. al-Baqarah [2]:

191).

Dari tiga kategori kafir di atas hanya kafir Harbi yang boleh diperangi

karena mereka yang memerangi kaum muslimin selainnya tidak boleh

diperangi bahkan wajib dilindungi. Ini menandakan bahwa umat Islam

sangat menjaga hubungan baik dengan non-muslim. Dan bagi yang

membunuh non-muslim tanpa sebab ia diancam oleh Nabi saw melalui

hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

يح د ر ة ل م ي ج ن أ ه ل الذ م ن ق ت ل ق ت يلا م ن ال م إ ن ج د م ة و ا ل ي وج ه يح ير ر س ن م

ين ع اما ب ع )رواه البخاري( أ ر

“Barang siapa yang membunuh seorang kafir Dzimmi, maka ia tidak

akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium

dari perjalanan empat puluh tahun ”(H.R: al-Bukhari).58

Berdasarkan hadis dapat dipahami bahwa tidak boleh membunuh non-

muslim yang tidak memerangi orang Islam. Bahkan Nabi SAW

mengancam pembunuh non-muslim tidak akan mencium bau surga jika

orang yang dibunuhnya tidak ikut terlibat memerangi umat Islam.

58 Muhammad bin Ismā’il Abu ‘Abdillāh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid 2,

Cet. III (Beirut: Dār Ibn Kathīr, 1987), 429.

Page 67: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

53

Mengenai hukum interaksi sosial dengan Non-Muslim Wahbah al-

Zuhaili berpendapat boleh untuk berbuat baik dan menyantuni non-muslim

dan memberlakukan hukum seadil-adilnya kepada mereka selagi mereka

tidak memerangi umat Islam baik dalam urusan agama maupun dunia, dan

tidak mengusir orang-orang Islam dari negeri-negeri mereka karena

sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil dan menyuruh untuk

menegakan keadilan bagi semua manusia. Keadilan wajib ditegakan baik

bagi yang memerangi maupun yang tidak memerangi.

Selanjutnya, Wahbah al-Zuhaili tidak membolehkan untuk

menjadikan orang non-muslim yang memerangi kaum muslimin dan

mengusir kaum Muslimin dari negerinya sebagai teman dekat. Pada

intinya Wahbah al-Zuhaili melarang kaum Muslimin untuk bersahabat

dekat dengan Non-Muslim yang memerangi Umat Islam baik dalam

urusan dunia maupun akhirat.59

F. Relevansi Penafsiran Wahbah al-Zuhaili Terhadap Wacana

Toleransi Secara Umum

Wacana toleransi yang kian berkembang sampai saat ini salah satu

pijakan dalilnya adalah surah al-Mumtahanah ayat 8-9 yang dijadikan

penelitian penulis ini, dari sini pula terlahir aneka penafsiran yang

membuahkan literatur tafsir-tafsir toleransi.

Terkait hal ini Nabi Muhammad saw pernah menegur istrinya, Sayidah

‘Āisyah ra. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Sayidah ‘Āisyah tengah

mengadakan tasyakuran dengan memotong kambing. Masakan daging

kambing dibagikan kepada tetangga-tetangga terdekat. Saat Nabi melihat

apa yang dilakukan oleh istrinya itu, beliau bertanya:”wahai istriku apakah

59Wahbah al-Zuhaili, Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-

Manhaj, Jilid 14, cet I (Damaskus: Dār al-Fikr, 2009), 513-514.

Page 68: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

54

engkau telah membagikan masakan ini kepada si fulan?” Syaidah ‘Āisyah

menjawab: “belum! Dia itu seorang yahudi, saya tidak akan mengirimnya

masakan kepadanya.” Mendengar jawaban ini, Nabi memerintahkan agar

membagikan masakannya kepada yahudi tadi. “Kirimlah! Walaupun ia

seorang yahudi, ia tetap tetangga kita.”begitu turur Nabi saw untuk ibunda

‘Āisyah. Dari riwayat ini terlihat jelas bahwa Nabi Muhammad saw

berbuat baik kepada non-muslim tanpa melihat latarbelakang agamanya.

Itulah etika bertetangga Rasulullah saw. Beliau mengkritik sikap

istrinya sendiri yang memilih-milih dan memilah-milah tetangga

berdasarkan latar belakang agamanya. Bagi beliau dan seharusnya bagi

umatnya, tetangga tetaplah tetangga sampai kapanpun, tidak peduli latar

belakang suku, agama, ras, golongan dan sebagainya. Karena itu, pada

kesempatan lain, beliau mengategorikan tetangga menjadi tiga.

Pertama, tetangga yang memiliki satu hak. Inilah tetangga yang paling

rendah haknya. Mereka ini tetangga yang musyrik (non-muslim) dan tidak

memiliki tali atau darah kekeluargaan. Mereka memiliki hak sebagai

tetangga. Kedua, tetangga yang memiliki dua hak. Mereka ini tetangga

yang beragama Islam. Mereka memiliki hak sebagai tetangga dan

memiliki hak sebagai muslim. Dan ketiga, tetangga yang memiliki tiga

hak. Inilah tetangga yang paling tinggi haknya. Mereka ini tetangga yang

beragama Islam sekaligus memiliki tali atau darah kekeluargaan. Mereka

memiliki hak sebagai tetangga, muslim, dan keluarga.60 Inilah yang

tercermin jelas dari sabdanya:

ار ا ج قان و ار ل ه ح ج د و اح ق و ار ل ه ح ث ة : ج ان ث لا ي ر ق. ل ج ق و ث ة ح ل ه ث لا

ار و ق ال ج ة , ف ل ه ح م ح ل م ذ و الر س ار ال م ق ا ل ج ق و ث ة ح ار الذ ي ل ه ث لا ف ال ج

60 Nurul Maarif, Samudra Keteladanan Nabi Muhammad (Tangerang: Pustaka

Alvabet, 2017), 308-309.

Page 69: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

55

ق ل م ل ه ح س ار ال م قان ف ال ج ي ل ه ح االذ أ م مش. و ح ق الر ح م و س لا ق الإ ح و

ق ح ا ر و و ك ال ج ر ش ار ال م د ف ال ج اح ق و ي ل ه ح االذ .أ م م س لا )رواه البزار(الإ

“Tetangga itu ada tiga macam : tetangga yang hanya memiliki satu

hak, yaitu tetangga yang musyrik. Ia hanya memiliki hak ketetanggaan.

Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu tetangga yang muslim. Ia memiliki

hak ketetanggaan dan kemusliman. Dan tetangga yang memiliki tiga hak,

yaitu tetangga yang muslim dan memiliki hubungan kerabat. Ia memiliki

hak ketetanggaan, kemusliman dan kekerabatan. (HR. al-Bazzār).

Riwayat ini memberikan pengertian bahwa orang-orang muslim

dengan non-muslim dapat hidup rukun berdampingan sebagai tetangga.

Menjalin keharmonisan sosial dengan baik. Serta saling berbagi dan saling

menghargai satu sama lain. Tidak perlu ada sekat yang memisahkan

hubungan harmonis di antara keduanya. Tentunya selama tidak berkaitan

dalam hal akidah dan ibadah. Karena masing-masing sudah memiliki

ajarannya masing-masing.

Dalam hal ini Wahbah al-Zuhaili dikenal sebagai ulama yang

bermanhaj Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah yang selalu mengedepankan

toleransi dari penafsirannya sebagaimana yang telah penulis uraikan

sangat relevan bukan saja dengan wacana toleransi, tapi juga dengan

sikapnya. Sebagai misal, di Indonesia kerukunan antar umat beragama

juga dapat kita temukan di Indonesia, di mana satu sama lain saling

menghargai, bahkan berkerja sama. Sebagaimana yang pernah dinyatakan

oleh Ali Mustafa Yakub selaku imam besar masjid Istiqlal (2005-2016).

Yakni masjid Istiqlal memiliki kerjasama yang baik dengan gereja

Katerdal. Ketika gereja Katerdal menyelenggarakan perayaan keagamaan

seperti Natal, sementara lahan parkirnya tidak cukup, maka masjid Istiqlal

menyediakan halamannya untuk digunakan sebagai lahan parkir

kendaraan para pengunjung gereja Katerdal. Sebaliknya juga begitu saat

perayaan idul fitri, gereja Katerdal menyediakan lahan parkirnya untuk

Page 70: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

56

kaum muslimin yang shalat di masjid Istiqlal. Hal ini menunjukan adanya

jalinan yang harmonis dan semangat toleransi antar umat beragama di

tanah air tercinta.61

Kasus tersebut sejalan dengan penafsiran Wahbah al-Zuhail terkait

Interaksi Sosial dengan non-muslim bahwa Allah tidak melarang berbuat

baik dan berlaku adil, kepada orang-orang non-muslim yang menjaga

hubungan baik dan tidak mendzalimi kaum Muslimin. Seperti wanita dan

orang-orang tua dari kalangan mereka beragam kebaikan seperti,

menyambung pertemanan, memberi manfaat kepada tetangga, memberi

manfaat kepada tamu, menghormati keyakinan agama lain dan lain

sebagainya. Allah juga tidak melarang kepada orang-orang muslim untuk

berlaku adil seperti, memenuhi kebutuhan hak-hak orang non-muslim,

memenuhi janji, menjalankan amanah, dan lain sebagainya.

61 Ali Mustafa Yaqub, Islam Is Not Only For Muslim, (Tangerang: Maktabah

Darus Sunnah, 2016), 117.

Page 71: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

57

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis melakukan penelitian terkait “Hubungan Muslim dan

Non-Muslim Dalam Interaksi Sosial (Studi Analisis Penafsiran Wahbah

al-Zuhaili Dalam Kitab Tafsīr al-Munīr)” maka pada bab ini dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Wahbah al-Zuhaili adalah salah satu ulama tafsir kontemporer

yang mana pemikiran dan karyanya banyak dijadikan rujukan oleh

berbagai kalangan. Dalam penafsirannya Wahbah al-Zuhaili

menggunakan beberapa pendekatan, yakni pendekatan linguistik,

munasabah ayat, pendekatan tematik, dan pendekatan hukum. Bila

dalam satu ayat terdapat sabab al-Nuzul maka ia

menampilkannya.

2. Penafsiran Wahbah al-Zuhaili yang berkaitan dengan interaksi

sosial muslim dengan non-muslim dalam surat al-Mumtahanah

(60) : 8-9 ini, terbukti dengan cara penafsirannya yang penuh

dengan toleransi dan pandangan yang moderat, ia menampilkan

sisi sejarah, riwayat-riwayat yang menuturkan hubungan harmonis

antar agama, dan sikap Nabi Muhammad SAW terhadap beragam

keyakinan.

3. Mengenai batasan pergaulan muslim dan non-muslim Wahbah al-

Zuhaili hanya melarang berteman dekat dengan non-muslim yang

memerangi, mengusir, dan menzalimi orang muslim.

Page 72: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

58

4. Wacana toleransi penafsiran Wahbah al-Zuhaili dalam surah al-

Mumtahanah ayat 8-9 ini, lebih mengedepankan kemanusiaan,

pluralitas agama, dan perdamaian.

B. SARAN

1. Penelitian mengenai hubungan Muslim dan Non-Muslim dalam

interaksi sosial (studi analisis Wahbah al-Zuhaili dalam kitab

tafsīr al-Munīr) ini, semoga saja bisa menjadi sebuah ilmu

tambahan dalam ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara

berhubungan seorang muslim dengan non-muslim dalam interaksi

sosial, sesuai dengan apa yang telah dituangkan oleh Wahbah al-

Zuhaili melalui karya tafsirnya yaitu al-Munīr. Dengan adanya

karya ini yang masih jauh dari kesempurnaan, karena masih

banyak lagi ayat-ayat yang membahas tentang hubungan muslim

dan non-muslim yang belum seluruhnya diteliti. Maka dengan

adanya karya ini mudah-mudahan menjadi sebuah motivasi

kepada pembaca dan para pemikir, baik akademis maupun

masyarakat pada umumnya untuk meneliti, dan belajar lebih

banyak lagi.

2. Pentingnya mengetahui seberapa jauh kita berpikir tentang

hubungan muslim dan non-muslim dalam berinteraksi sosial,

maka melalui penelitian ini mudah-mudahan dapat menambah

wawasan. Apalagi karya ini didasari oleh pemikiran ulama

terkenal dan pemikirannya juga banyak dijadikan landasan

hukum pada masa sekarang ini.

3. Yang diinginkan dan diharapkan juga dengan adanya penelitian

ini ada manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada

Page 73: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

59

umumnya untuk berpikir akan pentingnya berinteraksi untuk

kerjasama dengan non-muslim dalam urusan dunia. Karena sudah

jelas dengan firman Allah SWT, tentang diperbolehkannya

menjalin suatu hubungan yang baik dalam sebuah interaksi.

Page 74: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …
Page 75: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

60

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi

Aksara, 2012.

Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Studi Kerukunan

Umat Beragama, Radikalisme dan Konflik Antarumat

Beragam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015.

Aminati, “Pengangkatan Pemimpin dari non Muslim studi Muqaran Kitab

Tafsīr Al-Manār Dengan Kitab Tafsīr Fi Dzilālil Qur’ān”.

Skripsi: IAIN Walisongo, Semarang 2013.

Anwar, Yesmil Adang. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: Refika

Aditama, 2013.

Baihaki. “Studi Kitab Tafsir al-Munīr Karya Wahbah al-Zuhaili dan

Contoh Penafsirnnya Tentang Pernikahan Beda Agama”,

Analisis. vol. 16, no.1 (Juni 2016): 130-131.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismā’il Abu ‘Abdillāh. Shahih al-Bukhari,

Jilid 2, Cet. III. Beirut: Dār Ibn Kathīr, 1987.

Diky Setiawan, Dkk, “Penguatan Nilai-nilai Toleransi Oleh Majlis Tafsir

Al-Qur’an (MTA) Pusat Sebagai Upaya Menjaga Kerukunan

Antar Umat Beragama Di Kota Surakarta.” PKn Progresif,

Vol. 14, no. 1 (Juni 2019).

Dirun. “Hubungan Musim non Muslim dalam Interaksi Sosial (Studi

Analisis Penafsiran Thabathabai dalam Kitab Tafsīr al-

Mizān)”. Skripsi: UIN Walisogo,Semarang 2015.

Djalal, Abdul. Urgensi Tafsir Maudhu’i. Jakarta: Kalam Mulia, 1990.

Fanny Tanuwijaya, “Radikalisme Sebagai Pelangaran Secara Serius

Terhadap Hak Toleransi.” Pendidikan Multikultural, Vol. 2,

no. 1 (Februari 2018).

Al-Farmawi, Abdul Hayy, al-Bidayah Fī al-Tafsīr al-Maudhu’i , terj.

Rosihan Anwar. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Page 76: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

61

Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogyakarta:

Pustaka Insan Madani, 2008.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. 1995.

Ibn Katsir. Tafsīr al-Qur’an al-Ażīm, Jilid 8, cet. II. Qahirah: Dᾱr

Tayyibah Li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999.

‘Iyāzi, Muhammad ‘Ali. Al-Mufasirun Hayātuhum wa Manahajuhum.

Teheran: Wizarah al-Tsaqāfah wa al-Insya’ al-Islām, 1993.

Al-Jarīm, ‘Alī dan Musthafa Amin. al-Balagah al-Wadhiah al-Bayān wa

al-Ma’ānī wa al-Bad’ī . Mesir: Dār al-Ma’arif, 1957.

Jurnal At-Tahrir. Vol.14, No. (2 Mei 2014).

Kartono. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju,

1996.

Kementrian Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang

Disempurnakan), jilid 10, cet. I. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.

Khan, Maulana Wahiduddin. Islam and Peac, terj. Samson Rahman.

Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000.

Laili Fitriani, ‘Toleransi Beragama Perspektif Sayyid Qutb (Ananlisis

terhadap QS Al-Mumtahanah [60] :8-9 dalam Tafsīr Fī Zilālil

al-Qur’an).” Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta. 2019.

Maarif Nurul. Samudra Keteladanan Nabi Muhammad. Tangerang:

Pustaka Alvabet, 2017.

Mahar Dhika, “Pengaruh Prasangka Dan Tipe Kepribadian Big Five

Terhadap Toleransi Beragama Pada Anggota Front Pembela

Islam (FPI).” Fakultas Psikologi, UIN Jakarta. 2015.

Mahfudz, Muhsin. “Kontruksi Tafsir Abad 20 M/14 H; Kasus Tafsir al-

Munīr Karya Wahbah al-Zuhaili.” al-Fikr. vol. 14, no. 1

(2010): 34.

Mardalis. Metode Penelitia., (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi

Aksara, 2007.

Page 77: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

62

Mustafa, Ibrahim dkk. Mu’jam al-Wasīt. Mesir: Maktabah Asy-Syuruq al-

dauliyyah, 2011.

Nur Lu’lu’il Maknunah, “Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an

(Studi komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur).”

Fakultas Ushuluddin, UIN Yogyakarta. 2016.

Podungge, Rulyjanto. “Hubungan Muslim dan non-Muslim Dalam

Kerangka Inklusivisme.” (IAIN Sultan Amai Gorontalo,

Indonesia) Teosofi: Jurnal Tasauf Dan Pemikiran Islam. Vol-

8, No.2, Desember 2018.

Quthub, Sayyid. Fī Zhilalil Qur’an, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tmhid.

Jakarta: Robbani Press, 2008.

Rahayu, Sri Ulfa. “Kerjasama Rasulullah Dengan Non Muslim

Membangun Kesejahtraan Ummat.” Jurnal Al-Tahrir. Vol. 14

No. (2 Mei 2014).

Ramawati, Any. “Interaksi Sosial Keagamaan Antar Umat Islam dan

Umat Tri Dharma, (Studi Kasus di Desa Penyangkringan Kec,

Weleri, Kendal)”. Skripsi: IAIN Walisongo Semarang, 2012.

Shihab, M. Quraish. Islam Yang Salah Dipahami Menepis Prasangka

Mengikis Kekeliruan. Tangerang: Lentera Hati, 2018.

Shihab, M.Quraish. Tafsir Al-Misbāh, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Quran, Jilid 13, Cet. II Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Sukandi. “Interaksi Politik Antara Muslim dan Non-Muslim Menurut Ibnu

Qoyyim dan Fahmi Huwaidi.” Jurnal Lisan Al-Hal. Vol-12,

No. (1 Juni 2018).

Suryana A. Toto, Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara,

1996.

Susan, Novri. Sosiologi Konflik Dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta:

Kencana, 2009.

Taher, Tarmizi. Membumikan Ajaran Ketuhanan, Agama Dalam

Transformasi Bangsa. Jakarta Selatan: Penebit Hikmah, 2003.

Taufiq Imam. Al-Qur’an Bukan Kitab Teror Membangun Perdamaian

Berbasis Al-Qur’an. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016.

Page 78: HUBUNGAN MUSLIM DAN NON-MUSLIM DALAM INTERAKSI …

63

Triyanah. “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Dalam Al-Qur’an

Perspektif Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed.”

Skripsi: IAIN Salatiga 2017.

Widagdo, Hadi Hajar. “Interaksi Sosial Muslim Dengan Non-Muslim

Dalam Prespektif Hadits”. Skripsi: UIN Sunan Kali Jaga,

Yogyakarta 2011.

Yakub, Ali Mustafa. Islam Is Not Only For Muslim. Tangerang:

Maktabah Darus Sunnah, 2016.

Yaqub, Ali Mustafa, Teror di Tanah Suci. Tangerang Selatan: Maktabah

Darus-Sunnah, 2016.

Yusuf, Muhammad. “Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim Perspektif

Ulama Bugis.”

Zhalalluddin. ”Konsep Kerjasama Seorang Muslim Dengan Pemerintahan

Non-Muslim Dalam Tafsīr Ibnu Katsīr dan Tafsīr al-Misbāh.”

Skripsi: Universitas Islam Indonesia: Yogyakarta, 2018.

Al-Zuhaili, Wahbah. al-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdat wa al-Syari’at wa

Manhāj, terj. Abdul Hayyi al Kattani. Depok: Gema Insani,

2013.

Al-Zuhaili, Wahbah. Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-

Manhaj. Jilid 14, cet I. Damaskus: Dār al-Fikr, 2009.

Al-Zuhaili, Wahbah. Tafsīr al-Wasīth, Jilid 1, cet.1, terj. Muhtadi. Jakarta:

Gema Insani, 2012.