HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT...

132
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SETU KOTA TANGERANG SELATAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Disusun Oleh: Laila Romlah NIM: 1111101000022 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M

Transcript of HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT...

Page 1: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SETU KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh:

Laila Romlah

NIM: 1111101000022

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/ 2015 M

Page 2: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

i

Page 3: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

EPIDEMIOLOGI

Skripsi, Juli 2015

Laila Romlah, NIM: 1111101000022

Hubungan Merokok Dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan

xvii + 91 halaman, 7 tabel, 4 bagan, 2 lampiran

ABSTRAK

Pendahuluan: Prevalensi TB paru secara global masih tinggi yaitu 289 per

100.000 penduduk. Proporsi suspek TB paru di Puskesmas Setu menurun dari 1,4%

dengan kasus BTA Positif 9,1% pada tahun 2013 menjadi 0,8% dengan kasus BTA

Positif 8,2% pada tahun 2014. TB paru dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko

seperti merokok, IMT, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat merokok dengan kejadian penyakit TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan. Metode: Studi kasus kontrol

dengan menggunakan telaah dokumen TB.06 dan TB.01 serta wawancara terstruktur

menggunakan kuesioner. Kasus adalah pasien yang menderita TB paru BTA positif di

wilayah kerja di Puskesmas Setu dari tahun 2012 sampai 2015 dan kontrol adalah

keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien. Perbandingan kasus dan kontrol

adalah 1:3, 45 kasus dan 135 kontrol. Hasil: Sebagian besar kasus adalah perokok

(42,2%). Pernah merokok (OR 3,44 95% CI 1,37-8,66), IMT kurang (3,47 95% CI

1,59-7,56) dan tidak sekolah wajib 9 tahun (OR 2,05 95% CI 1,03-4,07) merupakan

faktor risiko TB paru. Sedangkan usia mulai merokok, umur dan pekerjaan bersifat

proteksi terhadap kejadian TB paru. Simpulan: Pernah merokok, IMT kurang dan

tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di Puskesmas Setu,

Kota Tangerang Selatan.

Kata Kunci: Tuberkulosis Paru, Merokok

Daftar bacaan: 44 (2002-2015)

Page 4: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY

Epidemiology

Undergraduate Thesis, July 2015

Laila Romlah, NIM: 1111101000022

Smoking Relationship With Disease incidence of Tuberculosis in Puskesmas Setu

South Tangerang City

xvii + 91 pages, 7 tables, 4 charts, 2 attachments

ABSTRACT

Introduction: The prevalence of pulmonary tuberculosis globally is still high

at 289 per 100,000 population. Proportion of pulmonary TB suspects in Puskesmas

Setu decreased from 1.4% to 9.1% of cases of smear positive in 2013 to 0.8% with

8.2% of cases of smear positive pulmonary TB in 2014. Pulmonary TB is caused by

several risk factors such as smoking, BMI, age, gender, education level and the type

of work. This study aims to look at the incidence of smoking with pulmonary TB

disease in the Puskesmas Setu South Tangerang City. Methods: Case-control studies

using TB.06 and TB.01 document review and interviews using a structured

questionnaire. Cases were patients with smear-positive pulmonary TB in the region

Setu working in health centers from 2012 to 2015 and the controls are the families of

patients who live at home with the patient. Comparison of cases and controls was 1:

3, 45 cases and 135 controls. Results: Most of the cases were smokers (42.2%). Never

smoked (OR 3.44 95% CI 1.37 to 8.66), BMI less (3.47 95% CI 1.59 to 7.56) and 9-

year compulsory school (OR 2.05 95% CI 1.03 to 4.07) is a risk factor for pulmonary

tuberculosis. While age start smoking, age and occupation is protection against

pulmonary TB incidence. Conclusion: Never smoked, BMI less and not compulsory

nine-year school is a risk factor for pulmonary tuberculosis in Puskesmas Setu, South

Tangerang City.

Keywords: Tuberculosis, Smoking

Reading list: 44 (2002-2015)

Page 5: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

iv

Page 6: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

v

Page 7: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

vi

Page 8: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Laila Romlah

Tempat, Tamggal Lahir : Bogor, 1 Maret 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Pemuda No. 15 RT 03/07 Pengasinan

Gunung Sindur Bogor 16340

Telp/Hp : 08567265854

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Email : [email protected]

B. Riwayat Pendidikan

1998-1999 : TK Al Khoiriyah

1999-2005 : SDN Puspiptek

2005-2008 : SMP Latansa

2008-2011 : MAN Serpong

2011-sekarang : S1-Peminatan Epidemiologi, Program Studi

Page 9: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

viii

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

C. Pengalaman Organisasi

2012 : Staf Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Jakarta.

2013 : Staf Departemen Kemahasiswaan Badan Eksekutif

Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta..

2012-2014 : Anggota Paduan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan

2013-2014 : Staf Departemen Pengembanagan Sosial Epidemiology

Student Association (ESA)

D. Pengalaman Kepanitiaan

2012 : Anggota Devisi Acara Orientasi Pengenalan Akademik dan

Kebangsaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

2012 : Anggota Devisi Acara Malam Keakraban Mahasiswa Baru Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

Page 10: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

ix

2013 : Koordinator Acara Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

2013 : Anggota Devisi Acara Orientasi Pengenalan Akademik dan

Kebangsaan Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta.

2013 : Koordinator Acara Malam Keakraban Mahasiswa Baru Jurusan

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Jakarta

2014 : Anggota Devisi Acara Seminar Profesi Peminatan Epidemiologi.

E. Pengalaman Penelitian

2013 : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di

Kebon Kopi RT 03/07 Pengasinan Gunung Sindur Bogor Tahun

2013.

2013 : Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Terhadap

Masalah Banjir di Kampung Sumur BOR RT 004 RW 012

Kalideres Jakarta Barat.

2013 : Praktik Surveilans Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Suku Dinas

Kesehatan Kota Jakarta Selatan Tahun 2013

2014 : Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Terkait

Kelengkapan dan Ketepatan Pemberian Imunisasi Dasar Pada Anak

Usia 9-60 Bulan di Kelurahan Kedaung, Kecamatan Pamulang

Page 11: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

x

Tahun 2013.

2014 : Gambaran Jarak Absolut dan Jangkauan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (Puskesmas dan Posyandu) Terhadap Gizi Buruk dan

Gizi Kurang Berdasarkan Faktor Risiko Secara Spasial di

Kelurahan Bakti Jaya, Muncul dan Keranggan, Kecamatan Setu

Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.

2014 : Penyusunan Rencana Program Penanggulangan Status Gizi Kurang

dan Gizi Buruk Pada Balita di Kelurahan Bakti Jaya, Muncul dan

Keranggan, Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2014

(Pendekatan One Health).

2014 : Masalah Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Pencarian

Pengobatan Pada Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2014.

2014 : Program Pengendalian Penyakit Campak di Dinas Kesehatan Kota

Depok Tahun 2014 (Gambaran Pelaksanaan Surveilans Campak.

F. Pengalaman Kerja

2012 : Paduan Suara di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2013 : Praktek Belajar Lapangan I di Kelurahan Buaran, Kota Tangerang

Selatan

2013 : Praktek Belajar Lapangan II di Kelurahan Buaran, Kota

Tangerang Selatan

Page 12: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xi

2014 : Praktek Orientasi Kerja Program DBD di Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan

2013

2015

: Master of Ceremony Sumpah Dokter, Sumpah Ners, Pelepasan

Wisuda dan Yudisium di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan

Demikian Curriculum Vitae ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, Juli 2015

Laila Romlah

Page 13: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xii

Dengan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Esa, ku persembahkan tulisan

sederhana ini:

Untuk Almarhumah Ibuku tercinta Hj. Siti Umayah “Terima kasihku

atas kasih sayang seorang ibu yang hebat sepertimu,,,”

Untuk setiap tetes keringat dan letih Bapak yang tiada pernah terhitung

untukku,,,

Untuk setiap kasih sayang yang tulus kakak-kakak dan adikku

untukku,,,

Untuk setiap dukungan penuh yang “kamu” berikan di setiap hariku,,,

Page 14: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xiii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas

berkah dan rahmat-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul Hubungan

Merokok dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan. Skripsi ini penulis susun dalam rangka

memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua dankeluarga yang telah memberikan dukungan penuh dan

motivasi serta do’a yang tiada henti.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakulats dan

Kedokteran Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Prodi Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Hoirun Nisa M.Kes., Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah sabar

dalam memberikan arahan serta bimbingannya.

5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang

telah sabar dalam memberikan arahan serta bimbingannya.

Page 15: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xiv

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian di salah satu Puskesmas wilayah kerja Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

7. Kepala Puskesmas Setu yang telah memberikan izin penelitian dan

pengambilan data di wilayah kerja Puskesmas Setu.

8. Seluruh teman-teman peminatan Epidemiologi 2011 yang selalu memberikan

semangat dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang lebih baik lagi. Semoga dengan disusunnya skripsi

ini akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya penulis serta pembaca.

Jakarta, Juli 2015

Laila Romlah

Page 16: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... i

ABSTRAK .................................................................................................................... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN .............................................................................. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ......................................................................................................... xi

KATA PENGANTAR .................................................................................................. xii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xvii

DAFTAR BAGAN ........................................................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 5

C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................ 6

D. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 7

E. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 8

F. Ruang Lingkup ...................................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 10

A. Definisi TB ........................................................................................................... 10

B. Etiologi TB Paru ................................................................................................... 10

C. Cara Penularan TB Paru ....................................................................................... 11

Page 17: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xvi

D. Gejala TB Paru ..................................................................................................... 13

E. Epidemiologi TB Paru .......................................................................................... 13

F. Faktor Risiko TB Paru .......................................................................................... 16

G. Kerangka Teori ..................................................................................................... 40

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS .................................................................................................................. 41

A. Kerangka Konsep ................................................................................................. 41

B. Definisi Operasional ............................................................................................. 45

C. Hipotesis ............................................................................................................... 47

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 48

A. Desain Penelitian .................................................................................................. 48

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................ 48

C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................ 48

D. Metode dan Instrumen Penelitian Pengumpulan Data ......................................... 53

F. Pengumpulan Data ................................................................................................ 54

G. Pengolahan Data ................................................................................................... 55

H. Analisis Data ........................................................................................................ 56

BAB V HASIL .............................................................................................................. 59

A. Gambaran Umum Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan ............................... 59

B. Proporsi Faktor Risiko TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan ................................................................................................ 61

Page 18: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xvii

C. Hubungan Merokok Dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan ................................................................................................ 63

D. Hubungan Karakteristik Dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu

Kota Tangerang Selatan ........................................................................................ 64

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................................. 67

A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 67

B. Kejadian TB Paru di Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan ........................... 68

C. Hubungan Merokok Dengan TB Paru di Puskesmas Setu Kota Tangerang

Selatan ................................................................................................................... 77

D. Hubungan Karakteristik Dengan TB Paru di Puskesmas Setu Kota Tangerang

Selatan ................................................................................................................... 82

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 84

A. Simpulan ............................................................................................................... 84

B. Saran ..................................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 88

LAMPIRAN .................................................................................................................. 92

Page 19: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Orang Dewasa .............................. 28

Tabel 2 Definisi Operasional ......................................................................................... 45

Tabel 3 Besar Sampel ..................................................................................................... 51

Tabel 4 Pengkodean Data ............................................................................................... 55

Tabel 5 Distribusi Faktor Risiko Kejadian TB Paru Kasus dan Kontrol di Wilayah

Kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan ............................................. 61

Tabel 6 Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan ............................................................................................ 63

Tabel 7 Karakteristik dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu

Kota Tangerang Selatan ................................................................................... 65

Page 20: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

xix

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 FaktoR Risiko Kerangka Teori Kejadian Penyakit TB Paru ........................... 16

Bagan 2 Kerangka Teori Kejadian Penyakit TB Paru ................................................... 40

Bagan 3 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 41

Bagan 4 Alur Pengambilan Sampel ............................................................................... 52

Page 21: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak tahun 1993, World Health Organization (WHO) menyatakan

bahwa tuberkulosis paru (TB paru) merupakan kedaruratan global bagi

kemanusiaan (Kemenkes, 2011). Prevalensi TB paru secara global masih

tinggi yaitu 289 per 100.000 penduduk (Kemenkes, 2009). Angka prevalensi

TB paru pada tahun 2008 di negara-negara anggota Association of Southest

Asian Nation (ASEAN) berkisar antara 27 sampai 680 per 100.000 penduduk.

Indonesia berada pada urutan ke-9 dengan prevalensi TB paru 210 per

100.000 penduduk (Kemenkes, 2010).

Global Report WHO tahun 2010 melaporkan total seluruh kasus TB

paru tahun 2009 di Indonesia sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah

kasus TB paru baru Basil Tahan Asam positif (BTA positif) (PPTI, 2012).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa proporsi pasien TB

paru BTA positif diantara suspek pada tahun 2011 sebesar 10% dan proporsi

TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru menurun 1,0% dari 61%

di tahun 2010 menjadi 60% pada tahun 2011 (Kemenkes, 2012).

Angka kejadian TB paru menyumbang terhadap tingginya angka

kematian di Indonesia. Berdasarkan laporan pusat data dan surveilans

epidemiologi Indonesia diketahui bahwa setiap tahun terdapat 8 juta kasus

Page 22: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

2

baru penderita TB paru dan angka kematian TB paru sekitar 3 juta orang

setiap tahunnya. Sekitar 75% penderita TB paru adalah kelompok umur yang

produktif (15-50 tahun). Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan

tahunan rumah tangganya sekitar 20%-30%. Jika penderita TB paru

meninggal akibat TB paru, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

tahun (Kemenkes, 2010). Distribusi kejadian TB di Indonesia pada tahun

2013 berdasarkan umur cenderung meningkat dimana umur terbanyak pada

kelompok umur lebih dari 64 tahun (prevalensi=0,8%) (Riskesdas, 2013).

Perbedaan hasil berdasarkan kelompok umur ini kemungkinan terjadi karena

metode pengumpulan data dan sumber data. Data laporan pusat data dan

surveilans epidemiologi Indonesia didapatkan dari seluruh fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada di Indonesia, sedangkan data Riskesdas 2013 didapatkan

dari komunitas.

Distribusi kejadian TB di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan jenis

kelamin sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (prevalensi=0,4%)

(Riskesdas, 2013). Berdasarkan tingkat pendidikan, kebanyakan penderita TB

paru berpendidikan rendah dan sebagian besar tidak bekerja (Riskesdas,

2013). Proporsi kasus baru BTA positif menurut jenis kelamin di Indonesia

pada tahun 2005 sampai 2008 tidak banyak berubah, laki-laki berkisar 57-

59% dan perempuan 40-43% (Depkes, 2008). Penelitian yang dilakukan di

Pati (Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa proporsi

umur responden TB paru diatas 45 tahun (69,8 %) lebih besar dari usia antara

Page 23: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

3

15-45 tahun (37,7 %) baik pada kasus maupun kontrol, proporsi pendidikan

terakhir responden yang paling banyak adalah tidak tamat SD sebesar 31,1%

dan proporsi kelompok TB paru yang berpenghasilan tidak tetap 81,1 %.

Penelitian yang dilakukan di NTB (Ketut, 2013) dengan desain kasus kontrol

melaporkan bahwa proporsi untuk jenis kelamin lebih banyak berjenis

kelamin laki-laki pada kasus maupun pada kontrol.

Penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 berjumlah

1.411.765 jiwa, memiliki 25 Puskesmas yang seluruhnya telah melaksanakan

Program TB paru Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) yang

melayani dan menangani penderita TB. Pada tahun 2012 penderita TB paru

ditemukan sebanyak 7.151 suspek TB, 1.889 pasien TB paru di obati, 841

kasus TB paru baru BTA positif dan 953 kasus TB paru BTA negatif rontgen

positif. (Dinkes Tangsel, 2013). Puskesmas Setu merupakan salah satu

Puskesmas yang ada di Kota Tangerang Selatan melaporkan bahwa TB paru

BTA Positif pada tahun 2012 adalah 17 kasus (Puskesmas Setu, 2012).

Proporsi kasus suspect TB paru tahun 2013 adalah 1,4% dengan kasus BTA

Positif sebanyak 9,1% (Puskesmas Setu, 2013). Sedangkan proporsi kasus

suspect TB paru pada tahun 2014 mengalami penurunan kasus, yaitu

sebanyak 0,8% dengan kasus BTA Positif sebanyak 8,2% (Puskesmas Setu,

2014).

Target program penanggulangan TB paru di Dinas Kota Tangerang

Selatan dalam penemuan kasus sebesar 1% dari jumlah penduduk dan 10%

Page 24: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

4

akan menjadi TB paru BTA positif. Namun pada kenyataannya, penemuan

kasus di Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan mengalami penurunan dari

1,4% di tahun 2013 menjadi 0,8% di tahun 2014. Hal ini yang menyebabkan

Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan mendapat rapot merah dari Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan di tahun 2014.

TB paru merupakan penyakit dengan beberapa faktor risiko, salah satu

faktor risikonya adalah merokok. Penelitian yang dilakukan di India

(Kolappan, 2002) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang

merokok tembakau memiliki risiko 2,48 kali lebih besar terkena TB paru

dibanding orang yang tidak merokok. Sedangkan penelitian yang dilakukan di

Indonesia (Rusnoto, 2008) dengan desain yang sama melaporkan bahwa orang

yang memiliki kebiasaan merokok berisiko 2,56 kali lebih besar bersiko

terkena TB paru dibanding orang yang tidak pernah merokok. Hasil penelitian

lain yang dilakukan di Afrika Selatan (Boon, 2005) dengan desain Cross

Sectional melaporkan bahwa perokok atau mantan perokok memiliki risiko

1,99 kali lebih besar berisiko terkena TB paru dibanding orang yang tidak

pernah merokok. Penelitian yang dilakukan di Hongkong (Leung, 2008)

dengan desain Kohort melaporkan bahwa perokok memiliki risiko 2,87 kali

lebih tinggi berisiko terserang TB paru dibanding orang yang tidak pernah

merokok. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Kuwait (Abal, 2004)

dengan desain kohort melaporkan bahwa merokok tidak berisiko

mempengaruhi konversi BTA TB paru.

Page 25: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

5

Faktor lain yang mempengaruhi TB adalah Indeks Masa Tubuh (IMT)

(Ruswanto, 2010). Penelitian yang dilakukan di Indonesia (Rusnoto, 2008)

dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa seseorang dengan IMT

kurang dari 18,5 memiliki risiko 3,79 kali lebih tinggi terserang TB paru

dibandingkan dengan mereka yang memiliki IMT ≥ 18,5.

Berdasarkan pemaparan di atas, secara umum perokok ternyata lebih

sering mengalami penyakit TB paru dan kebiasaan merokok memegang peran

penting sebagai faktor risiko penyebab penyakit TB paru. Sampai saat ini di

Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan belum ada penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan TB paru. Oleh karena

itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan merokok

dengan TB paru di wilayah kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan.

B. Rumusan Masalah

Target program penanggulangan TB paru di Dinas Kota Tangerang

Selatan dalam penemuan kasus sebesar 1% dari jumlah penduduk dan 10%

akan menjadi TB paru BTA positif. Penemuan kasus di Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan mengalami penurunan dari 1,4% di tahun 2013 menjadi

0,8% di tahun 2014. Hal ini yang menyebabkan Puskesmas Setu, Kota

Tangerang Selatan mendapat rapot merah dari Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan di tahun 2014. Salah satu risiko terjadinya penyakit TB

adalah merokok. Beberapa penelitian menemukan bahwa rokok berisiko

Page 26: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

6

menyebabkan TB. Namun, sampai saat ini belum adanya penelitian terkait

hubungan antara merokok dengan penyakit TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan. Sehingga, perlu dilakukan

penelitian secara khusus terkait hubungan antara merokok dengan penyakit

TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana proporsi merokok (status merokok, usia mulai merokok,

jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, jenis rokok) dan karakteristik

(IMT, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan) pada

kasus dan kontrol di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang

Selatan?

2. Bagaimana hubungan merokok (status merokok, usia mulai merokok,

jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan jenis rokok) dengan

kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan?

3. Bagaimana hubungan karakteristik individu (IMT, umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan) dengan kejadian penyakit TB

paru di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan?

Page 27: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

7

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan merokok dengan kejadian penyakit TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya proporsi merokok (status merokok, usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, jenis rokok)

dan karakteristik (IMT, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan

jenis pekerjaan) pada kasus dan kontrol di wilayah kerja Puskesmas

Setu Kota Tangerang Selatan.

b. Diketahuinya hubungan merokok (status merokok, usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan jenis

rokok) dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan.

c. Diketahuinya hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan IMT) dengan kejadian

penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang

Selatan.

Page 28: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

8

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan

Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan Program Pengendalian TB paru di

Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan.

2. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terutama

dalam peningkatan edukasi dan promosi kesehatan pada masyarakat

terkait faktor risiko kejadian penyakit TB.

3. Peneliti selanjutnya

Sebagai bahan referensi terkait studi Epidemiologi mengenai faktor risiko

kejadian penyakit TB paru.

4. Masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko apa saja yang

mempengaruhi kejadian penyakit TB paru khususnya pada penderita TB

paru di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.

Page 29: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

9

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik dengan

desain kasus kontrol untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan

kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang

Selatan. Penelitian ini menggunakan data dari Laporan penderita TB paru di

Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai 2015. Analisis

yang akan digunakan adalah analisis univariat dan bivariat. Penelitian ini juga

mempertimbangkan beberapa variabel yang menjadi faktor risiko TB paru

yaitu IMT, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei tahun 2015.

Page 30: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi TB

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TB (Mycobacteria Tuberkulosis) termasuk dalam family

Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Mycobacteria

Tuberkulosis masih keluarga besar genus Mycobacterium. Berdasarkan

beberapa kompleks tersebut, Mycobacteria Tuberkulosis merupakan jenis

yang terpenting dan paling sering dijumpai (Kemenkes, 2011).

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai

organ tubuh lainnya, namun yang paling sering terkena adalah organ paru

(90%) (Suarni, 2009). Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit,

otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru (Depkes, 2002).

B. Etiologi TB Paru

Penyebab TB paru adalah kuman Mycobacteria Tuberkulosis, yang

berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron dan

mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh

karena itu, disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa

Page 31: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

11

jam di tempat gelap dan lembab, sehingga dalam jaringan tubuh kuman ini

dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2002).

Apabila seseorang telah terinfeksi kuman TB paru, namun belum

menjadi sakit maka tidak dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa

inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya

sakit, diperkirakan selama 4 sampai 6 minggu (Depkes, 2008). Kuman

ditularkan oleh penderita TB paru BTA positif melalui batuk, bersin atau saat

berbicara lewat percikan droplet yang keluar. Risiko penularan setiap

tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of TB Infection (ARTI) yaitu

proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB paru selama satu tahun

(Suarni, 2009).

C. Cara Penularan TB Paru

Cara penularan TB paru melalui percikan dahak (droplet). Sumber

penularan adalah penderita TB paru BTA positif, pada saat penderita TB paru

batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB paru dapat bertahan

di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi di

dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.

Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa

jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi, jika

Page 32: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

12

droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB paru

masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kuman TB paru tersebut dapat

menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh

lainnya (Kemenkes, 2011).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahaknya maka penderita tersebut semakin menularkan. Bila

hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak

menular. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB paru

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup

udara tersebut (Kemenkes, 2011).

Risiko penularan setiap tahun Annual Risk of Tuberkulosis Infection

(ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah

dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk, 10

orang akan terinfeksi, kemudian sebagian besar dari orang yang terinfeksi

tidak akan menjadi penderita TB paru, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi

yang akan menjadi penderita tuberkulosis. Berdasarkan keterangan tersebut,

dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara

100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita setiap tahun, dimana 50

penderita adalah BTA positif (Kemenkes, 2011).

Page 33: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

13

D. Gejala TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, rasa nyeri dada, badan lemah,

nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan

(malaise), berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan demam meriang

lebih dari satu bulan (Kemenkes, 2011).

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka

setiap orang yang datang dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai

seorang tersangka (suspek) pasien TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis langsung (Kemenkes, 2011).

E. Epidemiologi TB Paru

TB paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di

Indonesia. Prevalensi TB paru secara global masih tinggi yaitu 289 per

100.000 penduduk (Kemenkes, 2009). Angka prevalensi TB paru pada tahun

2008 di negara-negara anggota ASEAN berkisar antara 27 sampai 680 per

100.000 penduduk. Indonesia berada pada urutan ke-9 dengan prevalensi TB

paru 210 per 100.000 penduduk (Kemenkes, 2010).

Global Report WHO tahun 2010 melaporkan total seluruh kasus TB

tahun 2009 di Indonesia sebanyak 29.4731 kasus, dimana 16.9213 adalah

kasus TB baru BTA positif (PPTI, 2012). Hasil survey prevalensi TB paru di

Page 34: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

14

Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB paru BTA

positif secara Nasional adalah 110 per 100.000 penduduk (Kemenkes, 2009).

Sedangkan, Kemenkes melaporkan bahwa proporsi pasien TB paru BTA

positif diantara suspek pada tahun 2011 sebesar 10% dan proporsi TB paru

BTA positif diantara seluruh pasien TB paru menurun 1,0% dari 61% di tahun

2010 menjadi 60% pada tahun 2011 (Kemenkes, 2012).

Epidemiologi penyakit TB paru adalah ilmu yang mempelajari

interaksi antara kuman (agent) Mycobacterium Tuberkulosis, manusia (host)

dan lingkungan (environment). Disamping itu, mencakup distribusi dari

penyakit, perkembangan dan penyebarannya, termasuk didalamnya juga

mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari

populasi yang tertular (Achmadi, 2005).

Pada penyakit TB paru, sumber infeksi adalah manusia yang

mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak yang rapat

(misalnya dalam keluarga) menyebabkan banyak kemungkinan penularan

melalui droplet. Kerentanan penderita TB paru meliputi risiko memperoleh

infeksi dan konsekuensi timbulnya penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga

bagi orang dengan uji tuberkulin negatif risiko memperoleh basil tuberkel

bergantung pada kontak dengan sumber-sumber kuman penyebab infeksi

terutama dari penderita tuberkulosis dengan BTA positif. Konsekuensi ini

sebanding dengan angka infeksi aktif penduduk, tingkat kepadatan penduduk,

Page 35: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

15

keadaan sosial ekonomi yang merugikan dan perawatan kesehatan yang tidak

memadai (Machfoedz, 2008).

Berkembangnya penyakit secara klinik setelah infeksi dimungkinkan

adannya faktor komponen genetik yang terbukti pada hewan dan diduga

terjadi pada manusia, hal ini dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi dan

kenyataan status immunologik serta penyakit yang menyertainya.

Epidemiologi TB paru mempelajari tiga proses khusus yang terjadi pada

penyakit ini, yaitu (Aditama, 2002):

1. Penyebaran atau penularan dari kuman TB.

2. Perkembangan dari kuman TB yang mampu menularkan pada orang

lain setelah orang tersebut terinfeksi dengan kuman TB.

3. Perkembangan lanjut dari kuman TB sampai penderita sembuh atau

meninggal karena penyakit ini.

Page 36: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

16

F. Faktor Risiko TB Paru

Faktor risiko kejadian TB paru, secara ringkas digambarkan pada bagan

berikut:

Bagan 1

Faktor Risiko Kejadian Penyakit TB Paru

Transmisi

Jumlah kasus TB BTA+

Faktor lingkungan: Risiko menjadi TB bila

• Ventilasi dengan HIV:

• Kepadatan • 5-10% setiap tahun

• Dalam ruangan • > 30% lifetime

Faktor Perilaku

10%

Konsentrasi kuman • Keterlambatan diagnosis

Lama kontak dan pengobatan

• Malnutrisi • Tatalaksana tak memadai

• Penyakit DM, • Kondisi kesehatan

Immuno-supresan

Sumber: Kemenkes, 2011

Berdasarkan bagan di atas diketahui bahwa terdapat beberapa faktor risiko

kejadian TB paru, diantaranya:

1. Jumlah Kasus TB BTA +

Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA positif,

pada saat penderita TB paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung

kuman TB paru dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama

beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan

HIV (+)

PAJANAN INFEKSI TB

MATI

SEMBUH

Page 37: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

17

dahak. Umumnya penularan terjadi di dalam ruangan dimana percikan

dahak berada dalam waktu yang lama (Kemenkes, 2011).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahaknya maka penderita tersebut semakin menularkan. Bila

hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap

tidak menular. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB

paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut (Kemenkes, 2011).

2. Faktor Lingkungan

Ada beberapa faktor lingkungan yang berisiko terjadinya TB paru, di

antaranya:

a. Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai

rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa

dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat

relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.

Untuk perumahan sederhana, minimum 9 m²/orang. Untuk kamar

tidur diperlukan minimum 3 m² per orang. Kamar tidur sebaiknya

tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah

Page 38: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

18

dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita

penyakit TB paru sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga

lainnya (Lubis dalam Ruswanto, 2010).

Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan

menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan

penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi

antara luas lantai dengan jumlah penghuni ≥ 9 m² per orang dan

kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh

hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 9 m² per

orang (Lubis dalam Ruswanto, 2010).

Penelitian yang dilakukan di Pati (Rusnoto, 2008) dengan

desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang tinggal pada

rumah dengan kepadatan hunian < 9m2/org berisiko 5,983 kali lebih

besar untuk menderita TB dibandingkan dengan orang yang tinggal

pada rumah dengan tingkat kepadatan hunian > 9m2/org. Sedangkan

penelitian yang dilakukan di Rumah etnis Timor (Naben, 2013)

melaporkan bahwa orang yang tinggal pada rumah dengan

kepadatan hunian <9m2/org berisiko 9,2 kali lebih besar untuk

menderita TB paru dibandingkan dengan orang yang tinggal pada

rumah dengan tingkat kepadatan hunian > 9m2/org.

Page 39: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

19

b. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang

bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang

memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya

melalui jendela atau genting kaca. Cahaya alamiah yakni matahari.

Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri

patogen di dalam rumah, misalnya kuman TB. Jendela luasnya

sekurang-kurangnya 15%-20%. Fungsi jendela disini selain sebagai

ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan

masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca

(Machfoedz, 2008). Rumah yang tidak masuk sinar matahari

mempunyai risiko menderita TB paru 3-7 kali dibandingkan dengan

rumah yang dimasuki sinar matahari.

Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Gunung Kidul

(Adnani, 2006) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa

penduduk yang tinggal pada rumah dengan pencahayaan tidak

memenuhi syarat kesehatan berisiko TB paru 9 kali lebih tinggi

menderita TB paru dibandingkan dengan penduduk yang tinggal

pada rumah dengan pencahayaan memenuhi syarat kesehatan baik

pada kasus maupun kontrol.

Page 40: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

20

c. Ventilasi

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang

menyenangkan dan menyehatkan manusia (Lubis, 2002).

Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua

jenis, yaitu ventilasi alam (jendela, pintu dan lubang angina) dan

ventilasi buatan kipas angin, exhauster dan AC (air conditioner))

(Machfoedz, 2008). Rumah yang cukup sehat sebaiknya harus

mempunyai jalan masuk yang cukup. Jendela luasnya sekurang-

kurangnya 15%-20%. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat

langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain

(Machfoedz, 2008).

d. Suhu

Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan

dengan satuan derajat tertentu. Secara umum, penilaian suhu rumah

dengan menggunakan termometer ruangan. Berdasarkan indikator

pengawasan perumahan, suhu rumah yang memenuhi syarat

kesehatan adalah antara 20ºC -30ºC dan suhu rumah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah < 20 ºC atau > 30 ºC (Ruswanto,

2010). Mycobacterium Tuberkulosis merupakan bakteri mesofilik

yang tumbuh subur dalam rentang 250C-40

0C, akan tetapi bakteri

Page 41: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

21

ini tumbuh secara optimal pada suhu 310C-37

0C (Kurniasari, 2012;

Ruswanto, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kupang (Fatimah, 2008)

melaporkan bahwa seseorang yang tinggal di rumah dengan suhu

ruang tidur tidak memenuhi syarat memiliki risiko 2,6 lebih besar

menderita sakit TB paru daripada seseorang yang tinggal di rumah

dengan suhu ruang tidur memenuhi syarat

e. Jenis lantai

Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai

kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran

terhadap proses kejadian TB paru, melalui kelembaban dalam

ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada

musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan

debu yang berbahaya bagi penghuninya dan dapat menjadi media

penular kuman TB. Keadaan lantai rumah perlu dibuat dari bahan

yang kedap terhadap air seperti tegel, semen, atau keramik (Asih,

1995).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Gunung Kidul

(Adnani, 2006) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa

responden yang lantai rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan

berisiko 3-4 kali lebih besar menderita TB paru dibanding pada

Page 42: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

22

penduduk yang tinggal pada rumah yang lantainya memenuhi syarat

kesehatan baik pada kasus maupun kontrol.

f. Kelembaban

Pengukuran tingkat kelembaban udara dalam rumah

menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan

perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan

dalam rumah adalah 40-60% dan kelembaban udara yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 60 % (Asih,

1995). Kelembaban yang tidak memenuhi syarat akan mendukung

kehidupan kuman TB. Apabila kelembaban tinggi dalam suatu

rumah, maka kuman TB dapat bertahan hidup dan berkembang

dengan baik sehingga menjadi mata rantai penularan TB paru

(Naben, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan di Kupang (Fatimah, 2008)

dengan melaporkan bahwa seseorang yang tinggal di rumah dengan

tingkat kelembaban udara tidak memenuhi syarat berisiko 4,2 kali

lebih besar menderita TB paru daripada seseorang yang tinggal di

rumah dengan tingkat kelembaban udara memenuhi syarat.

Page 43: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

23

3. Faktor Perilaku

Sebelum membahas faktor perilaku, maka akan dibahas karakteristik

individu yang mempengaruhi kondisi individu:

a. Umur

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada kejadian TB

paru. Risiko untuk mendapatkan TB paru dapat dikatakan seperti

halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun

karena diatas 2 tahun hingga dewasa memliki daya tahan terhadap

TB paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun

kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang umur tua.

Infeksi TB paru aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan

umur. Insiden tertinggi TB paru biasanya mengenai umur dewasa

muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB paru adalah

kelompok umur produktif yaitu 15-50 tahun (Kemenkes, 2011).

Penelitian yang dilakukan di NTB (Ketut, 2013) dengan desain

kasus kontrol. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa kelompok

kasus paling banyak terdapat pada kelompok umur 11-55 tahun

(71,1%).

Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian TB paru, yaitu:

1) Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua

penderita.

Page 44: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

24

2) Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan

pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen

kehamilan pada perempuan.

3) Puncak sedang pada umur lanjut.

b. Jenis Kelamin

Laki-laki lebih umum terkena, kecuali pada perempuan dewasa

muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang

menurunkan resistensi. Risiko TB paru terutama menyerang laki-

laki. Jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali lipat

dibandingkan jumlah penderita TB paru pada perempuan, yaitu

42,3% pada laki-laki dan 28,9% pada perempuan. TB paru lebih

banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan

karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok

sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru (Ruswanto, 2010).

Distribusi kejadian TB paru di Indonesia sebagian besar

berjenis kelamin laki-laki (prevalensi = 0,4%) (Riskesdas, 2013).

Penelitian yang dilakukan di NTB (Ketut, 2013) dengan desain

kasus kontrol melaporkan bahwa proporsi untuk jenis kelamin lebih

banyak berjenis kelamin laki-laki pada kasus maupun pada kontrol.

Page 45: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

25

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain

itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis

pekerjaannya (Ruswanto, 2010).

Berdasarkan data hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa

proporsi penderita TB paru paling banyak diderita pada orang yang

tidak pernah sekolah yaitu sebesar 0,5%. Penelitian yang dilakukan

di Pati (Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol melaporkan

bahwa proporsi pendidikan terakhir responden yang paling banyak

adalah tidak tamat SD sebesar 31,1%.

d. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus

dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang

berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan

mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan

morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan

Page 46: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

26

dan umumnya TB paru (Ruswanto, 2010). Berdasarkan data hasil

Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa proporsi penderita TB paru

paling banyak diderita pada orang yang tidak bekerja yaitu sebesar

11,7%. Penelitian yang dilakukan di Pati (Rusnoto, 2008) dengan

desain kasus kontrol melaporkan bahwa proporsi kelompok TB

paru yang berpenghasilan tidak tetap 81,1 % lebih besar dari pada

kelompok bukan TB paru.

Setelah mengetahui karakteristik individu yang mempengaruhi kondisi

individu, berikut adalah faktor perilaku yang menjadi faktor risiko TB

paru:

a. Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi

pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi

HIV/AIDS dan malnutrisi. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan

luas sistem daya tahan tubuh seluler dan merupakan faktor risiko

paling kuat bagi yang terinfeksi TB untuk menjadi sakit TB (TB

aktif). Bila jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka

jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB

di masyarakat akan meningkat pula (Kemenkes, 2011).

Page 47: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

27

b. Status Gizi

Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam

timbulnya kejadian TB, tentu saja hal ini masih tergantung variabel

lain yang utama yaitu ada tidaknya kuman TB pada paru. Seperti

diketahui kuman TB merupakan kuman yang suka tidur hingga

bertahun-tahun, apabila memiliki kesempatan untuk bangun dan

menimbulkan penyakit maka timbulah kejadian penyakit TB

(Ruswanto, 2010).

Salah satu kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik,

baik pada perempuan, laki-laki, anak-anak maupun dewasa. Status

gizi yang buruk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kejadian TB paru, kekurangan kalori dan protein serta kekurangan

zat besi dapat meningkatkan risiko terkena TB paru. Cara

pengukurannya adalah dengan membandingkan berat badan dan

tinggi badan atau Indek Masa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat

yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan

seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang

(Supariasa, 2001). IMT mencerminkan tinggi badan, berat badan

dan status gizi seseorang. Kategori IMT pada orang dewasa adalah

sebagai berikut:

Page 48: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

28

Tabel 1

Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Orang Dewasa

Kategori Keterangan

Underweight <18,5 kg/m2

Normal 18,5-24,9 kg/m2

Overweight 25-29,9 kg/m2

Obesitas >30kg/m2

Sumber : (IOM dan NRC, 2009)

Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus

berikut:

Berat Badan (Kg)

IMT = -------------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Keadaan status gizi dan penyakit infeksi merupakan pasangan

yang terkait. Penderita infeksi sering mengalami anoreksia,

penggunaan waktu yang berlebih, penurunan gizi atau gizi kurang

akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah dan sangat peka

terhadap penularan penyakit. Pada keadaan gizi yang buruk, maka

reaksi kekebalan tubuh akan menurun sehingga kemampuan dalam

mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi seperti TB paru

menjadi menurun. Demikian juga sebaliknya seseorang yang

menderita penyakit kronis, seperti TB paru umumnya status gizinya

mengalami penurunan (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian yang dilakukan di Pati (Rusnoto, 2008) dengan

desain kasus kontrol melaporkan bahwa seseorang dengan IMT

Page 49: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

29

kurang dari 18,5 memiliki risiko 3,79 kali lebih tinggi terserang TB

dibandingkan dengan mereka yang memiliki IMT ≥ 18,5. Penelitian

yang dilakukan di Cilacap (Fatimah, 2008) dengan desain yang

sama melaporkan bahwa status gizi kurang memiliki risiko 2,74 kali

lebih tinggi terserang TB paru dibandingkan dengan mereka yang

memiliki status gizi baik.

c. Status Imunisasi BCG

Status imunisasi BCG mempengaruhi kejadian TB. Tujuan

atau manfaat imunisasi BCG (Basil Calmette Guerin) yaitu untuk

mencegah bayi atau anak terserang dari penyakit TB yang berat,

seperti: meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier (Setiarini,

2008). Hal ini dikarenakan bayi atau anak masih rentan terinfeksi

Mycobacterium Tuberkulosis penyebab penyakit TB, akibat adanya

kontak dengan penderita TB yang ada di sekitarnya, seperti: orang

tua, keluarga, pengasuh, dan lain sebagainya (Setiarini, 2008).

Berdasarkan yang dilakukan di NTB (Ketut, 2013) dengan desain

kasus kontrol melaporkan bahwa proporsi penderita TB paru

tertinggi terdapat pada orang yang tidak diimunisasi yaitu sebesar

69,6%.

Page 50: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

30

d. Merokok

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rokok adalah

gulungan tembakau kira-kira sebesar kelingking yang dibungkus

daun nipah atau kertas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan yang

Mengadung Zat Adiktif berupa produk tembakau mendefiniskan

rokok salah satu produk tembakau yang dibakar, dihisap, dan

dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu, atau

bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana rustica,

Nicotiana tabacum, dan spesies lainnya (Kemenkes, 2012).

Rokok mengandung 4800 jenis zat kimia diantaranya adalah

nikotin, tar, karbon monoksida (CO), timah hitam dan lain-lain

(Kemenkes, 2012). Berikut penjelasannya (Kemenkes, 2012):

1) Nikotin

Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang

terdapat dalam Nikotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan

spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat

mengakibatkan ketergantungan. Nikotin bersifat sangat adiktif

dan beracun, tidak berwarna. Nikotin yang dihirup dari asap

rokok masuk ke paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah

kemudian masuk ke dalam otak perokok dalam tempo 7-10

detik. Nikotin merangsang terjadinya sejumlah reaksi kimia

Page 51: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

31

yang mempengaruhi hormon dan neurotransmitter seperti

adrenalin, dopamine dan insulin sehingga membuat sensasi

yang nikmat pada rokok seketika tetapi sensasi ini hanya

berlangsung seketika.

Secara farmakologi, nikotin adalah racun yang mematikan.

Konsentrasi nikotin biasanya sekitar 5% dari per 100 gram

berat tembakau. Sebatang rokok biasanya mengandung 8-20

mg nikotin. Tubuh menyerap 1 mg nikotin untuk satu batang

rokok yang dihisap. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh

orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang

ketagihan. Dosis lethal (mematikan) nikotin pada manusia

sekitar 60 mg.

Semakin banyak nikotin yang dikonsumsi, semakin tinggi

juga risiko untuk terkena penyakit-penyakit berisiko tinggi

akibat rokok. Hal ini dikarenakan nikotin dapat terakumulasi

di dalam hati, ginjal, lemak dan paru-paru. Nikotin bersifat

toksis terhadap jaringan syaraf, menyebabkan peningkatan

tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung bertambah,

kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen

bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah,

vasokonstriksi pembuluh darah perifer meningkatkan kolesterol

LDL, dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah.

Page 52: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

32

2) Tar

Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang

bersifat karsinogenik. Sejenis cairan berwarna coklat tua atau

hitam yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru

sehingga dapat membuat warna gigi dan kuku seorang perokok

menjadi coklat, begitu juga di paru-paru. Tar yang ada dalam

asap rokok menyebabkan kejernihan mokosa silia yang

digunakan sebagai mekanisme pertahanan utama dalam

melawan infeksi. Silia juga dapat memperbaiki menempelnya

bakteri pada sel epitel pernapasan yang hasilnya adalah

kolonisasi bakteri dan infeksi.

Tar dihirup dari asap rokok dapat mengganggu kejernihan

mokosa silia yang digunakan sebagai mekanisme pertahanan

utama dalam melawan infeksi. Silia juga dapat memperbaiki

menempelnya bakteri pada sel epitel pernapasan yang hasilnya

adalah kolonisasi bakteri dan infeksi. Pada saluran napas besar,

sel mukosa membesar dan kelenjar mukus bertambah banyak

(hiperplasia). Kemudian terjadi penurunan fungsi T sel yang

dimanifestasikan oleh penurunan perkembangbiakan mitogen T

sel. Polarisasi fungsi T sel dari respon TH-1 ke TH-2 mungkin

juga mengganggu pertahanan pejamu dalam melawan infeksi

akut. Tar juga mempunyai dampak negatif pada fungsi B-

Page 53: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

33

limposit membawa kepada menurunnya produksi

imunoglobulin. Secara ringkas tar dapat menyebabkan

perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-

paru.serta respon imunologis pejamu terhadap infeksi (Eisner,

2008).

3) Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida adalah suatu zat beracun yang sifatnya

tidak berwarna dan tidak berbau. Unsur ini dihasilkan oleh

pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.

Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai

3%-6% dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Gas CO

mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat

dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen

sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen

udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah

akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah

CO dan bukan oksigen.

Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan

spasme yaitu menciutkan pembuluh darah. Bila proses ini

berlangsung terus menerus maka pembuluh darah akan mudah

rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan).

Page 54: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

34

Penyempitan pembuluh darah akan terjadi di mana-mana.

Terpaparnya dengan CO dalam jumlah yang besar dapat

menyebabkan hilangnya kesadaran sampai meninggal. Pada

saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan

akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan

paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan

alveoli (cabang dari paru) (Kemenkes, 2012).

4) Timah Hitam

Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu

batang rokok yang diisap diperhitungkan mengandung 0,5

mikrogram timah hitam. Bila seorang menghisap 1 bungkus

rokok per hari berarti menghasilkan 10 mikrogram, sedangkan

batas bahaya kadar Pb dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari.

Perokok dapat dibagi menjadi beberapa golongan tergantung

pada jumlah rokok yang dikonsumsi. Berikut adalah golongan atau

klasifikasi perokok yaitu (Kemenkes, 2012):

1) Tidak merokok

2) Merokok ringan (tidak setiap hari)

3) Merokok sedang (merokok setiap hari dalam jangka kecil)

4) Merokok berat (merokok lebih dari satu bungkus tiap hari)

Page 55: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

35

5) Berhenti merokok/pernah merokok.

Berikut adalah jenis perokok yaitu (Kemenkes, 2012):

1) Perokok ringan (1-10 batang perhari)

2) Perokok sedang (11-20 batang perhari)

3) Perokok berat (lebih dari 20 batang perhari)

Rokok dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu (CDC, 2013):

1) Rokok Kretek

Rokok kretek mengandung 60-70% tembakau, 30-40%

cengkeh dan zat adiktif lainnya. Rokok ini memiliki nikotin,

tar, karbon monoksida yang lebih banyak dari rokok lainnya.

2) Rokok Putih

Rokok putih adalah jenis rokok yang diartikan sebagai

rokok tanpa campuran cengkeh seperti pada rokok kretek.

Rokok putih memiliki filter di ujung batang rokok. Rokok putih

atau seringkali disebut dengan rokok mild merupakan salah

satu dari produk olahan tembakau. Rokok ini memiliki

kandungan tar dan nikotin yang lebih rendah dibandingkan

dengan rokok kretek dan rokok pada umumnya.

Page 56: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

36

3) Rokok Linting atau Cerutu

Rokok linting atau cerutu dalah gulungan utuh

daun tembakau yang dikeringkan dan difermentasikan, yang

mirip dengan rokok, salah satu ujungnya dibakar dan asapnya

dihisap oleh mulut melalui ujung lainnya. Rokok ini dianggap

kurang berbahaya oleh masyarakat oleh karena bentuknya kecil

dan memiliki rasa yang menarik untuk anak-anak. Tetapi,

cerutu ini memiliki bahaya yang sama seperti rokok. Cerutu ini

dapat menimbulkan gangguan pernafasan bahkan kanker.

Merokok merupakan salah satu faktor risiko TB paru. Merokok

adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik

menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada

sebatang rokok yang dibakar adalah 9000C untuk ujung rokok yang

dibakar dan 300C utnuk ujung rokok yang terselip diantara bibir

perokok. Asap panas yang berhembus terus menerus masuk ke

dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang

menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran

ludah. Akibatnya rongga mulut menjadi kering sehingga dapat

mengakibatkan perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri

(Kemenkes, 2012).

Page 57: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

37

Janson menyebutkan bahwa pajanan asap rokok dapat berisiko

mengakibatkan penurunan aktivitas mukosiliar epitel, penurunan

bersihan partikel asing oleh epital, dan abnormalitas permeabilitas

vaskular, dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi TB (PPTI,

2004).

Selain itu, temuan yang dikumpulkan oleh International Union

Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD) menunjukkan

bahwa pajanan asap rokok berhubungan dengan risiko penularan

TB paru, terutama pajanan asap sekunder atau secondhand smoke

(asap yang dikeluarkan dari mulut perokok). Korban utama dari

temuan ini adalah anak-anak dan umur muda. Kematian anak-anak

akibat TB paru pada 1 dari 5 orang terutama berhubungan dengan

kebiasaan merokok orang tua di dekat anaknya. Kematian dan

kekambuhan TB berhubungan dengan jumlah serta lama merokok

pada penderita TB sehingga program berhenti merokok perlu

ditekankan pada penderita TB (PPTI, 2004).

Beberapa penelitian menemukan bahwa rokok berisiko TB

paru. Penelitian yang dilakukan di India (Kolappan, 2002) dengan

desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang merokok

tembakau memiliki risiko 2,48 kali lebih besar terkena TB paru

dibanding orang yang tidak merokok, orang yang merokok > 20

batang per hari 3,68 kali lebih besar berisiko terkena TB paru

Page 58: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

38

dibanding orang yang tidak merokok dan perokok dengan > 20

tahun 3,23 kali lebih besar berisiko terkena TB paru dibanding

orang yang tidak merokok. Sedangkan pada penelitian yang

dilakukan di India (Gambhir, 2010) dengan desain kasus kontrol

melaporkan bahwa orang yang merokok memiliki risiko 3,53 kali

lebih besar terkena TB paru dibanding orang yang tidak pernah

merokok dan penelitian yang dilakukan di Pati (Rusnoto, 2008)

dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang

memiliki kebiasaan merokok berisiko 2,56 kali lebih besar terkena

TB paru dibanding orang yang tidak pernah merokok.

Penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan (Boon, 2005)

dengan desain Cross Sectional melaporkan bahwa perokok atau

mantan perokok memiliki risiko 1,99 kali lebih besar terkena TB

paru dibanding orang yang tidak pernah merokok dan orang yang

merokok lebih dari 15 bungkus/tahun memiliki risiko tertinggi

sebesar 1,90 kali. Penelitian yang dilakukan di Hongkong (Leung,

2008) dengan desain Kohort melaporkan bahwa perokok memiliki

risiko 2,87 kali lebih tinggi terserang TB paru dibanding orang yang

tidak pernah merokok. Sedangkan penelitian yang dilakukan di

Kuwait (Abal, 2004) dengan desain Kohort melaporkan bahwa

merokok tidak berisiko mempengaruhi konversi BTA TB paru.

Page 59: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

39

Penelitian yang dilakukan di Thailand (Ariyothai, 2004)

dengan desain kasus kontrol diperoleh hasil bahwa perokok yang

memiliki durasi merokok > 10 tahun memiliki risiko 2,96 kali lebih

tinggi terserang TB paru dibandingkan dengan orang yang tidak

merokok, orang-orang yang merokok > 10 batang/hari memiliki

risiko 3,98 kali lebih tinggi terserang TB paru dibandingkan dengan

orang yang tidak merokok dan orang-orang yang merokok > 3

hari/minggu memiliki risiko 2,68 kali lebih tinggi terserang TB paru

dibandingkan dengan non perokok.

Page 60: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

40

G. Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat digambarkan dalam bentuk

gambar kerangka teori faktor risiko kejadian penyakit TB paru. Kerangka

teori dimodifikasi dari Pedoman Pengendalian TB Paru tahun 2011:

Bagan 2

Kerangka Teori Faktor Risiko Kejadian Penyakit TB Paru

Transmisi

Jumlah kasus TB BTA+ Faktor Perilaku Karakteristik Individu

Faktor lingkungan: • Penyakit HIV • Umur

• Kepadatan hunian • Status gizi • Jenis kelamin

• Pencahayaan alami • Imunisasi BCG • Tingkat pendidikan

• Ventilasi • Rokok • Jenis pekerjaan

• Suhu

• Jenis lantai • Status merokok

• Kelembaban • Usia mulai merokok

• Jumlah rokok

• Lama rokok

• Jenis rokok

10%

Konsentrasi kuman • Keterlambatan diagnosis

Lama kontak • Malnutrisi dan pengobatan

• Tatalaksana tak memadai

• Kondisi kesehatan

Sumber: (Asih, 1995; Notoatmodjo, 2007; Eisner, 2008; Setiarini, 2008; Mahfoedz, 2008;

Rusnoto, 2010; Ruswanto, 2010; Kemenkes, 2011; Kemenkes, 2012)

Imunitas Tubuh

PAJANAN (Kuman TB)

(

INFEKSI TB

MATI

SEMBUH

Page 61: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

41

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Berikut ini adalah kerangka konsep dalam penelitian ini:

Bagan 3

Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep atau kerangka pikir merupakan bagian dari kerangka

teori yang akan diteliti untuk mendeskripsikan secara jelas variabel yang

diteliti (variabel dependen) dan variabel faktornya (variabel independen)

(Kemenkes, 2012). Konsep tidak dapat diukur dan diamati secara langsung

sehingga harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel (Notoatmodjo, 2010).

1. IMT

2. Umur

3. Jenis kelamin

4. Tingkat pendidikan

5. Jenis pekerjaan

1. Merokok

a. Status merokok

b. Usia mulai

merokok

c. Jumlah rokok

yang dihisap

d. Lama merokok

e. Jenis rokok

Kejadian

Penyakit

Tuberkulosis

Paru

Page 62: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

42

Variabel dependen yang akan diteliti adalah penyakit TB paru.

Variabel independen yang akan diteliti adalah umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan, status merokok, umur mulai merokok, jumlah

rokok yang dihisap, lama merokok, IMT dan kepadatan hunian rumah. Ada

beberapa variabel independen yang tidak diteliti. Adapun alasannya adalah

sebagai berikut:

1. Status imunisasi BCG

Tujuan atau manfaat imunisasi BCG (Basil Calmette Guerin) yaitu

untuk mencegah bayi atau anak terserang dari penyakit TB yang berat,

seperti: meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier (Setiarini, 2008),

namun subjek pada penelitian ini adalah responden yang berumur diatas

17 tahun dan variabel ini sulit untuk diteliti karena tidak adanya buku

KMS.

2. Kelembaban

Kelembaban adalah kelembaban udara dalam kamar responden yang

dihitung dalam persentase kandungan jumlah air dalam ruangan dengan

menggunakan alat hygrometer. Pengukuran biasanya dilakukan jam

09.00-12.00. Variabel ini tidak diteliti karena kelembaban ruangan harus

diukur langsung, sedangkan penelitian ini bersifat retrosfektif pada saat

responden terdiagnosis TB paru.

Page 63: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

43

3. Ventilasi

Ventilasi adalah ventilasi alami pada ruang tidur responden baik

ventilasi tetap maupun variabel, yang dapat menciptakan suasana

pertukaran udara sehingga ruangan menjadi menyenangkan dan

menyehatkan dan diukur dengan mengukur perbandingan luas ventilasi

dan luas lantai dengan menggunakan roll meter. Variabel ini tidak diteliti

karena ventilasi rumah harus diukur langsung dan sulit dilakukan.

4. Pencahayaan alami

Pencahayaan adalah pencahayaan alami rumah yang bersumber dari

matahari pagi yang memungkinkan matahari masuk melalui lubang angin,

jendela, genteng kaca, dan pintu kedalam rumah, yang diukur dengan

menggunakan alat luxmeter pada pukul 09.00–12.00. Variabel ini tidak

diteliti karena pencahayaan ruangan harus diukur langsung dan sulit

dilakukan.

5. Suhu

Suhu diukur menggunakan termometer ruangan dengan megukur

secara langsung, sedangkan penelitian ini bersifat retrosfektif pada saat

responden terdiagnosis TB paru.

Page 64: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

44

6. Jenis lantai

Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB paru,

namun pada penelitian ini tidak diteliti, karena masyarakat di di wilayah

kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan tidak ada lagi yang

menggunakan lantai tanah.

7. Kepadatan penghuni rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah

dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan

kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m²

per orang. Dalam penelitian ini variabel kepadatan penghunian rumah

tidak diteliti, karena keadaan rumah saat responden terdiagnosis TB paru

dengan saat berbeda.

Page 65: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

45

B. Definisi Operasional

Tabel 2

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur dan

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

1. Kasus

Penyakit TB

Paru

Penderita yang

dinyatakan TB paru

BTA Positif oleh

Puskesmas dan tercatat

di formulir daftar

tersangka penderita

(suspek yang diperiksa

dahak SPS (TB.06))

Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan

tahun 2012, 2013, 2014

dan 2015

Telaah dokumen

Formulir daftar

tersangka penderita

(suspek yang

diperiksa dahak SPS

(TB.06)) dan kartu

pengobatan pasien

TB (TB.01)

1. Bukan

penderita TB

2. Penderita TB

paru BTA

Positif

Ordinal

2. Status

merokok

Pernah atau tidaknya

responden menghisap

rokok sebelum dan

sampai terdiagnosis TB

paru BTA positif.

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. Tidak merokok

2. Pernah

merokok

3. Merokok

Ordinal

3. Usia mulai

merokok

Usia responden mulai

merokok

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. > 20 tahun

2. 10-19 tahun

Ordinal

4. Jumlah rokok

yang dihisap

Banyaknya batang

rokok yang dihasap

dalam sehari

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. 1-12 batang

2. > 13 batang

Ordinal

5. Lama

merokok

Lamanya responden

merokok

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. 1-15 tahun

2. > 16 tahun

Ordinal

6. Jenis rokok Jenis rokok yang

dihasap responden

setiap kali merokok

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. Rokok putih

2. Rokok kretek

Ordinal

Page 66: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

46

7. Indeks Massa

Tubuh (IMT)

Kondisi berat badan

responden dibagi

dengan tinggi badan,

pada saat terdiagnosis

TB paru BTA Positif.

Telaah dokumen

Kartu pengobatan

pasien TB (TB.01)

1. Normal (18,5-

24,9 kg/m2)

2. Kurang (< 18,5

kg/m2)

3. Lebih (> 25

kg/m2)

Ordinal

8. Umur Umur responden pada

saat terdiagnosis TB

paru BTA Positif.

Telaah dokumen

Formulir daftar

tersangka penderita

(suspek yang

diperiksa dahak SPS

(TB.06)) dan kartu

pengobatan pasien

TB (TB.01)

1. > 56 tahun

2. 17-55 tahun

Ordinal

9. Jenis Kelamin Pembagian jenis seksual

yang ditentukan secara

biologis dan anatomis

yang dinyatakan dalam

jenis kelamin laki-laki

atau jenis kelamin

perempuan.

Telaah dokumen

Formulir daftar

tersangka penderita

(suspek yang

diperiksa dahak SPS

(TB.06)) dan kartu

pengobatan pasien

TB (TB.01)

1. Perempuan

2. Laki-laki

Nominal

10. Tingkat

pendidikan

Tingkat pendidikan

formal terakhir yang

diselesaikan oleh

responden saat

terdiagnosis TB paru

BTA Positif.

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. Sekolah wajib

9 tahun

2. Tidak sekolah

wajib 9 tahun

Ordinal

11. Pekerjaan Kegiatan responden

yang bertujuan untuk

memperoleh

penghasilan dalam

rangka pemenuhan

kebutuhan keluarga saat

terdiagnosis TB paru

BTA Positif.

Wawancara

terstruktur

menggunakan

kuesioner

1. Bekerja

2. Tidak bekerja

Ordinal

Page 67: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

47

C. Hipotesis

Hasil penelitian yang akan diharapkan oleh peneliti adalah:

1. Karakteristik (IMT, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis

pekerjaan) berisiko terhadap kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan.

2. Merokok (status merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang

dihisap, lama merokok dan jenis rokok) berisiko terhadap kejadian

penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selat

Page 68: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

48

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan

desain kasus kontrol. Penelitian dengan disain studi kasus kontrol bertujuan

untuk melihat proprorsi variabel merokok (status merokok, usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, jenis rokok) dan

karakteristik (IMT, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis

pekerjaan) pada kelompok kasus maupun kontrol serta melihat hubungan

antara merokok dengan kejadian penyakit TB paru di Puskesmas Setu, Kota

Tangerang Selatan.

B. Lokasi Dan Waktu Dan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan pada bulan April-Mei tahun 2015.

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB paru BTA

positif yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang

Selatan dan tercatat di formulir daftar tersangka penderita (suspek yang

diperiksa dahak SPS (TB.06)) Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan tahun

Page 69: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

49

2012 sampai 2015. Adapun sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua

kelompok kasus dan kontrol dimana kelompok kasus merupakan pasien yang

menderita TB paru BTA positif dan berdomisili di wilayah kerja di

Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai 2015, sedangkan

kelompok kontrol adalah keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien

dan tidak menderita TB paru pada tahun dimana pasien telah terdiagnosa TB

paru BTA positif.

Selain itu, penentuan populasi penelitian yang dapat diteliti (eligible

population) adalah responden telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi pada masing-masing kelompok kasus maupun kontrol. Adapun

kriteria inklusi dan eksklusi pada kelompok kasus diantaranya adalah:

1. Kriteria inklusi untuk kasus

a. Pasien yang menderita dan tercatat TB paru BTA positif di formulir

daftar tersangka penderita (suspek) yang diperiksa dahak SPS

(TB.06)) Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan selama tahun

2012 sampai 2015.

b. Pasien berusia > 17 tahun.

c. Pasien berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan.

Page 70: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

50

2. Kriteria eksklusi untuk kasus

a. Pernah menderita suspect TB paru dan TB Paru BTA negatif

b. Pasien meninggal.

3. Kriteria inklusi untuk kontrol

a. Keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien dan tidak

menderita TB paru jenis apapun pada tahun dimana pasien telah

terdiagnosa TB paru BTA positif.

b. Pasien berusia > 17 tahun.

c. Pasien berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan.

4. Kriteria eksklusi untuk kontrol

a. Pernah menderita suspect TB paru dan TB paru BTA negatif.

Untuk menghitung besar sampel dalam penelitian ini, rumus besar

sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal

Z1-α/2 = Derajat kepercayaan (1,64)

Page 71: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

51

Z1-β = Kekuatan uji (0,84)

P = Proporsi di populasi

P1 = Proporsi terpapar pada kelompok kasus

P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol

Dari persamaan di atas dan didasarkan pada peritungan P2 dari hasil

penelitian sebelumnya, nilai P1-P2 yang ditentukan sendiri oleh penulis,

dimana jumlah sampel setiap variabel dengan α = 0,05, maka dapat dihitung

besar sampel minimal sebagai berikut :

Tabel 3

Besar Sampel

No Variabel Peneliti P2 P1-P2 n

1. Status merokok Kollapan (2002) 0,63 10% 175,2

2. IMT Rusnoto (2010) 0,642 10% 130,9

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel, maka diperoleh besar

sampel minimal untuk penelitian ini adalah 176 responden. Jumlah kelompok

kasus TB paru BTA positif berdasarkan laporan Puskesmas Setu, Kota

Tangerang Selatan tahun 2012 sampai 2015 sebesar 45 kasus, maka jumlah

kelompok kontrol untuk penelitian ini sebesar 3 x 45 = 135 kontrol. Jumlah

kontrol didapat berdasarkan perbandingan kasus dan kontrol 1 : 3. Kontrol

diambil dari 3 anggota keluarga kasus. Apabila jumlah anggota keluarga

kasus kurang dari 3 orang, maka tetangga terdekat yang diambil menjadi

sampel dan apabila anggota keluarga kasus lebih dari 3 orang, maka yang

Page 72: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

52

dijadikan kontrol adalah anggota keluarga kasus yang berada di rumah saat

penelitian dan sesuai dengan kriteria inkusi kontrol.

Bagan 4

Alur Pengambilan Sampel

Kriteria eksklusi Kriteriaeksklusi

Bersedia Bersedia

Puskesmas Setu

Kasus

Kontrol

Kriteria inklusi

(n= 45)

Kriteria inklusi

(n= 135)

Eligible population

(n= 45)

Eligible population

(n=135)

Ya

(Respon Rate)

100%

Tidak

(Non Respon)

0%

Ya

(Respon Rate)

100%

Tidak

(Non Respon)

0%

Page 73: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

53

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua yakni telaah dokumen dan wawancara terstruktur dengan

menggunakan kuesioner. Telaah dokumen didapatkan dari formulir daftar

tersangka penderita (suspek yang diperiksa dahak SPS (TB.06)) Puskesmas

Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai 2015 yang digunakan untuk

memperoleh informasi untuk kasus terkait variabel kasus TB paru BTA positif

yang terdiri dari nama, umur pertama kali terdiagnosis TB paru dan jenis

kelamin. Telaah dokumen dari kartu pengobatan pasien TB (TB.01)

digunakan untuk memperoleh informasi mengenai variabel IMT. Sedangkan

informasi variabel IMT untuk kontrol di dapatkan dengan cara mengukur

berat badan menggunakan timbangan dan tinggi badan menggunakan meteran.

Metode wawancara terstruktur digunakan untuk memperoleh informasi

mengenai tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status merokok, usia mulai

merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok dan jenis rokok.

Page 74: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

54

E. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder.

1. Data Primer

Semua variabel independen tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,

status merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama

merokok, jenis rokok diketahui dengan melakukan wawancara terstruktur

menggunakan kuesioner.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam peneitian ini adalah data

pendukung seperti data jumlah penderita TB paru BTA positif, hasil

pemeriksaan laboratorium pasien nama dan alamat tempat tinggal, umur

pertama kali terdiagnosis TB, jenis kelamin dan IMT yang didapatkan

dari formulir daftar tersangka penderita (suspek yang diperiksa dahak

SPS (TB.06)) dan kartu pengobatan pasien TB (TB.01) Puskesmas Setu

Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai 2015.

Page 75: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

55

F. Pengolahan Data

Kuesioner atau lembar hasil wawancara yang telah diisi dikumpulkan

kemudian diperiksa kelengkapannya, dimasukkan dan diolah dengan sistem

komputerisasi menggunakan SPSS versi 16 dan Microsoft Excel 2010 dengan

tahap-tahap sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Memeriksa kelengkapan data baik yang telah dikumpulkan melalui

daftar pertanyaan pada kuisioner maupun data yang telah memenuhi

kriteria inklusi dan eklusi pada kelompok kasus dan kontrol saat

penelitian berlangsung.

2. Pemberian Kode (Coding)

Pengkodean data yaitu memeriksa kuesioner dengan

mengklasifikasi data dan memberi kode untuk masing-masing pertanyaan

sesuai dengan tujuan pengumpulan data.

Tabel 4

Pengkodean Data

No Variabel Kode

1. Identitas responden IR

2. Riwayat TB A

3. IMT B

4. Merokok C

Pengkodean data dilakukan untuk memudahkan kegiatan pengolahan data

selanjutnya.

Page 76: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

56

3. Pemasukan Data (Data Entry)

Pemasukan data yaitu memasukan data dengan bantuan komputer

dengan aplikasi tertentu untuk kemudian dianalisis.

4. Pembersihan Data (Data Cleaning)

Pembersihan data yaitu membersihkan data dari kesalahan

memasukkan data. Data-data yang tidak lengkap karena salah

memasukkan data akan dilengkapi. Data-data yang aneh, janggal atau

ekstrim akan dikeluarkan karena dikhawatirkan akan memberikan

hasil yang tidak valid. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah

dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai

kelogisannya. Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut

telah bersih dari kesalahan, maka data tersebut siap untuk ditelaah lebih

lanjut.

G. Analisis Data

Setelah dilakukan editing, coding, entry dan cleaning, data yang

diperoleh masing-masing dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 16 dan

Microsoft Excel 2010. Adapun analisa data yang dilakukan antara lain:

Page 77: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

57

1. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat proporsi semua variabel

yaitu status merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap,

lama merokok, jenis rokok, IMT, umur, jenis kelamin, pendidikan

terakhir dan jenis pekerjaan pada masing-masing kelompok kasus

maupun kontrol. Hasil analisis univariat berupa distribusi frekuensi dari

setiap variabel. Selanjutnya, hasil analisis univariat ditampilkan dalam

bentuk Tabel.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat nilai Odds Rasio (OR)

pada masing-masing variabel dengan kejadian TB paru. Uji OR

merupakan salah satu uji yang digunakan untuk melihat besar risiko

variabel independen. Variabel tersebut diantaranya adalah status

merokok, usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama merokok,

jenis rokok, IMT, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan jenis

pekerjaan. Selain itu analisis bivarat bertujuan untuk melihat hubungan

antara merokok dengan kejadian penyakit TB paru. Hasil analisis data

disajikan dalam bentuk tabel.

Nilai OR merupakan perbandingan antara risiko yang dialami oleh

mereka yang terpapar dengan mereka yang tidak terpapar. Nilai OR

dimulai dari nol (0) sampai tak terhingga. Nilai OR sama dengan satu

Page 78: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

58

(OR=1) berarti tidak ada hubungan. Nilai OR lebih kecil dari 1 berarti

faktor tersebut bersifat protektif (OR< 1). Sedangkan jika OR lebih dari 1

(> 1) berarti bahwa faktor tersebut merupakan faktor risiko (Meehan,

2003).

Rumus dari OR adalah:

Keterangan :

OR : Odds ratio risiko terhadap kejadian TB Paru BTA positif

a/b : Rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus yang

tidak terpapar.

c/d : Rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan kontrol

yang tidak terpapar.

Jika dalam penelitian ini dihasilkan nilai OR dengan rentang CI

(confident interval) yang tidak mencakup nilai 1,00 maka bisa dinyatakan

signifikan pada α 10%. Namun jika nilai lower limit dan upper limit (nilai

CI) mencakup 1,00 maka hasil penelitian dinyatakan tidak signifikan

secara statistik pada nilai alpha 0,01 (Meehan, 2003).

Page 79: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

59

BAB V

HASIL

A. Gambaran Umum Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan

UPT Puskesmas Setu merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan

tingkat pertama dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan. Wilayah kerja UPT Puskesmas Setu meliputi dua kelurahan yaitu

Kelurahan Setu dan Kelurahan Muncul dan terletak di wilayah Kelurahan

Setu yang mempunyai luas wilayah kurang lebih 3.189,35 Ha, dengan batas

wilayah sebagai berikut (Puskesmas Setu, 2013):

Utara : Kecamatan Serpong dan Puskesmas Serpong

Barat : Kecamatan Cisauk dan Puskesmas Keranggan

Selatan : Gunung Sindur Kabupaten Bogor

Timur : Kelurahan Babakan dan Puskesmas Bhakti Jaya

Puskesmas Setu memiliki 1 buah Ambulans dan 1 Puskesmas

pembantu yang terletak di Kelurahan Muncul. Adapun tujuannya untuk

mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pengobatan. Puskesmas

Setu, Kota Tangerang Selatan memiliki 14 Posyandu dan 6 Posbindu. Masing-

masing Posyandu dan Posbindu dipegang oleh + 5 kader, sehingga jumlah

Page 80: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

60

kader yang dimiliki Puskesmas Setu sebanyak + 102 kader (Puskesmas Setu,

2013).

Sumber daya kesehatan yang dimiliki Puskesmas Setu, Kota

Tangerang Selatan yaitu 2 tenaga struktural, 2 dokter umum, 1 dokter gigi, 10

bidan, 4 perawat, 1 perawat gigi, 1 pelaksana gizi, 1 analis kesehatan, 1

asisten apoteker, 3 administrasi, 1 supir, 4 petugas keamanan dan 2 petugas

kebersihan (Puskesmas Setu, 2013).

Program pengendalian TB paru di Puskesmas Setu, Kota Tangerang

Selatan merupakan bagian dari penyakit menular. Jumlah sumber daya

manusia di Program Pengendalian TB paru ada sebanyak 3 orang penanggung

jawab program yaitu 1 orang dokter, 1 orang perawat dan 1 orang laboran

(Puskesmas Setu, 2013). Adapun dalam penyelenggaraan Program

Pengendalian TB paru di Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan

berpedoman pada Permenkes, dimana Permenkes terbaru tentang pedoman

nasional pengendalian tuberkulosis adalah Permenkes Nomor 364 Tahun

2009.

Page 81: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

61

B. Proporsi Faktor Risiko TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan

Distribusi faktor risiko kejadian TB paru pada kasus dan kontrol dapat dilihat

pada Tabel 5:

Tabel 5

Distribusi Faktor Risiko Kejadian TB Paru Kasus dan Kontrol

di Wilayah Kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan

No Variabel Kasus Kontrol

n % n %

1. Status Merokok

Tidak merokok

Pernah merokok

Merokok

Jumlah

12

14

19

45

26,7

31,1

42,2

100,0

59

20

56

135

43,7

14,8

41,5

100,0

2. Usia Mulai Merokok

> 20 tahun

10-19 tahun

Jumlah

9

24

33

27,3

72,7

100,0

16

60

76

21,1

78,9

100,0

3. Jumlah Rokok yang dihisap

1-12 batang

> 13 batang

Jumlah

28

5

33

84,8

15,2

100,0

63

13

76

82,9

17,1

100,0

4. Lama Merokok

1-15 tahun

> 16 tahun

Jumlah

20

13

33

60, 6

39,4

100,0

37

39

76

48,7

51,3

100,0

5. Jenis Rokok

Putih

Kretek

Jumlah

16

17

33

48,5

51,5

100,0

46

30

76

60,5

39,5

100,0

6. IMT

Normal

Kurang

Kegemukan

Jumlah

23

19

3

45

51,1

42,2

6,7

100,0

84

20

31

135

62,2

14,8

23,0

100,0

Page 82: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

62

7. Umur

> 56 tahun

17-55 tahun

Jumlah

6

39

45

13,3

86,7

100,0

14

121

135

10,4

89,6

100,0

8. Jenis Kelamin

Perempuan

Laki-laki

Jumlah

26

19

45

57,8

42,2

100,0

78

57

135

57,8

42,2

100,0

9. Pendidikan Terakhir

Sekolah wajib 9 tahun

Tidak sekolah wajib 9 tahun

Jumlah

23

22

45

51,1

48,9

100,0

92

43

135

68,2

31,8

100,0

10. Pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

Jumlah

21

24

45

46,7

53,3

100,0

53

82

135

40,0

60,0

100,0

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar dari kasus

adalah perokok (42,2%) dengan usia mulai merokok 10-19 tahun

(72,7%), rata-rata batang rokok yang dihisap 1-12 batang per hari

(84,8%), lama merokok 1-15 tahun (60,6%) dan jenis rokok yang hisap

kretek (51,5%). Sedangkan sebagian besar dari kontrol adalah bukan

perokok.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa karakteristik sebagian besar

kasus memiliki IMT normal saat terdiagnosis TB paru (51,1%), umur

pertama kali didiagnosis TB paru 17-55 tahun (86,7%), berjenis kelamin

perempuan (57,8%), menempuh pendidikan 9 tahun (51,1%) dan tidak

bekerja (53,3%). Sedangkan karakteristik sebagian besar kontrol adalah

IMT normal saat terdiagnosis TB paru (62,2%), umur saat penelitian 17-

Page 83: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

63

55 tahun (89,6%), berjenis kelamin perempuan (57,8%), menempuh

pendidikan 9 tahun (68,2%) dan tidak bekerja (60%).

C. Hubungan Merokok Dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu

Kota Tangerang Selatan

Setelah mengetahui distribusi variabel merokok, selanjutnya dilakukan

analisis bivariat. Hasil analisis bivariat yang menggambarkan risiko masing-

masing variabel terhadap kejadian TB akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 6

Merokok dengan Kejadian TB Paru

di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan

No Variabel n+ Odd Ratio (OR) (95% CI)

1. Status Merokok

Tidak merokok

Pernah merokok

Merokok

12/59

14/20

19/56

1,00

3,44

1,69

Reference

1,37-8,66

0,742-3,35

2. Usia Mulai Merokok

> 20 tahun

10-19 tahun

9/16

24/60

1,00

0,71

Reference

0,28-1,83

3. Jumlah Rokok yang dihisap

1-12 batang/hari

> 13 batang/hari

28/63

5/13

1,00

1,16

Reference

0,38-3,55

4. Lama Merokok

1-15 tahun

> 16 tahun

20/37

13/39

1,00

0,69

Reference

0,30-1,57

5. Jenis Rokok

Putih

Kretek

16/46

17/30

1,00

1,63

Reference

0,72-3,71

+ : Jumlah kasus dan kontrol

Page 84: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

64

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan

antara pernah merokok dengan kejadian TB paru dengan besar risiko 3,44 kali

lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol. Merokok berisiko untuk

terjadinya TB paru 1,69 kali lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol,

namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa responden yang menghisap

rokok rata-rata > 13 batang/hari bersiko untuk terjadinya TB paru 1,16 kali

lebih besar dibanding responden yang menghisap rokok rata-rata 1-12

batang/hari, namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Begitu pula

dengan jenis rokok, responden yang menghisap rokok kretek bersiko untuk

terjadinya TB paru 1,63 kali lebih besar dibanding responden yang menghisap

rokok putih, namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Sedangkan

usia mulai merokok dan lama merokok bersifat proteksi terhadap kejadian TB

paru.

D. Hubungan Karakteristik Dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

Setu Kota Tangerang Selatan

Setelah mengetahui distribusi karakteristik selanjutnya dilakukan

analisis bivariat. Hasil analisis bivariat yang menggambarkan risiko masing-

masing variabel terhadap kejadian TB akan dijelaskan sebagai berikut:

Page 85: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

65

Tabel 7

Karakteristik dengan Kejadian TB Paru

di Wilayah Kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan

No Variabel n+ Odd Ratio OR (95% CI)

1. IMT

Normal

Kurang

Kegemukan

23/84

19/20

3/31

1,00

3,47

2,83

Reference

1,59-7,56

0,79-10,09

2. Umur

> 56 tahun

17-55 tahun

6/14

39/121

1,00

0,75

Reference

0,27-2,09

3. Jenis Kelamin

Perempuan

Laki-laki

26/78

19/57

1,00

1,00

Reference

0,51-1,98

4. Pendidikan Terakhir

Sekolah wajib 9 tahun

Tidak sekolah wajib 9 tahun

23/92

22/43

1,00

2,05

Reference

1,03-4,07

5. Pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

21/53

24/82

1,00

0,75

Reference

0,38-1,48

+ : Jumlah kasus dan kontrol

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan

antara IMT kurang dengan kejadian TB paru, dengan besar risiko 3,47 kali

lebih besar dibanding responden dengan IMT normal. Responden dengan IMT

kegemukan bersiko untuk terjadinya TB paru 2,83 kali lebih besar dibanding

responden dengan IMT normal, namun tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan.

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan

antara tidak sekolah wajib 9 tahun dengan kejadian TB paru, dengan besar

risiko 2,05 kali lebih besar dibanding responden sekolah wajib 9 tahun. Pada

Page 86: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

66

jenis kelamin menunjukkan tidak ada hubungan dengan kejadian TB paru.

Sedangkan umur dan pekerjaan bersifat proteksi terhadap kejadian TB paru.

Page 87: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

67

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol yang memiliki

potensi terjadinya recall bias. Variabel yang memiliki potensi terjadinya

recall bias adalah IMT. IMT diukur dengan membandingkan berat badan dan

tinggi badan. Pada pengukuran berat badan dan tinggi badan, beberapa

responden tidak melakukan pengukuran karena kondisi kesehatan yang

kurang baik, sehingga angka berat badan dan tinggi badan didapatkan

berdasarkan pengakuan dari responden tanpa didukung oleh ketersediaan data

sekunder hasil pemeriksaan di masa lalu. Namun diupayakan ada tambahan

informasi dari orang terdekat responden seperti anak kandung, suami/istri,

atau saudara kandung untuk memastikan berat badan dan tinggi badan

responden.

Variabel lain yang memiliki potensi terjadinya recall bias adalah

status merokok. Status merokok didapatkan berdasarkan pengakuan dari

responden saat diwawancarai. Beberapa responden lupa apakah pernah

merokok atau tidak. Sehingga, ada tambahan informasi dari orang terdekat

responden seperti anak kandung, suami/istri, atau saudara kandung mengenai

status merokok.

Page 88: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

68

Kelemahan lain pada penelitian ini berada pada kelompok kontrol.

Kelompok kontrol dalam penelitian ini ialah keluarga pasien dengan

persyaratan tinggal serumah dengan pasien, dimana pada saat penelitian

dilakukan dinyatakan bahwa kelompok kontrol bukanlah sebagai penderita

TB paru berdasarkan pengakuan dan tidak dilakukan pemeriksaan melalui

laboratorium.

B. Kejadian TB Paru di Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan

TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (Mycobacteria Tuberkulosis). Masa inkubasinya yaitu waktu yang

diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4

sampai 6 minggu (Depkes, 2008). Kuman ditularkan oleh penderita TB paru

BTA positif melalui batuk, bersin atau saat berbicara lewat percikan droplet

yang keluar. Seseorang dinyatakan menderita TB paru apabila sudah

melakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis sebanyak 3 kali

pemeriksaan (SPS) di laboratorium (Kemenkes, 2013).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar kasus adalah

perokok (42,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Pati

(Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol yang melaporkan bahwa

proporsi merokok pada kelompok TB paru sebesar 54,7%. Penelitian ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan di NTB (Ketut, 2013) dengan desain

Page 89: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

69

kasus kontrol yang menemukan bahwa sebagian besar dari penderita TB paru

memiliki kebiasaan merokok (63%).

Merokok merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit TB paru.

Rokok mengandung 4800 jenis zat kimia diantaranya adalah nikotin, tar, CO,

timah hitam dan lain-lain, yang semuanya merupakan zat kimia berbahaya

bagi kesehatan (Kemenkes, 2012). Nikotin bersifat sangat adiktif dan beracun.

Nikotin yang dihirup dari asap rokok masuk ke paru-paru dan masuk ke dalam

aliran darah kemudian masuk ke dalam otak perokok dalam tempo 7-10 detik.

Nikotin merangsang terjadinya sejumlah reaksi kimia yang mempengaruhi

hormon dan neurotransmitter seperti adrenalin, dopamine dan insulin

sehingga membuat sensasi yang nikmat pada rokok seketika tetapi sensasi ini

hanya berlangsung seketika, sehingga membuat orang yang menghisapnya

menjadi kecanduan. (Kemenkes, 2012).

Secara farmakologi, nikotin adalah racun yang mematikan.

Konsentrasi nikotin biasanya sekitar 5% dari per 100 gram berat tembakau.

Sebatang rokok biasanya mengandung 8-20 mg nikotin. Tubuh menyerap 1

mg nikotin untuk satu batang rokok yang dihisap. Kadar nikotin 4-6 mg yang

diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.

Dosis lethal (mematikan) nikotin pada manusia sekitar 60 mg.

Semakin banyak nikotin yang dikonsumsi, semakin tinggi juga risiko

untuk terkena penyakit-penyakit berisiko tinggi akibat rokok. Hal ini

dikarenakan nikotin dapat terakumulasi di dalam hati, ginjal, lemak dan paru-

Page 90: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

70

paru. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan syaraf, menyebabkan

peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut jantung bertambah,

kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran

darah pada pembuluh koroner bertambah, vasokonstriksi pembuluh darah

perifer meningkatkan kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi sel

pembekuan darah (Kemenkes, 2012).

Berdasarkan observasi yang dilakukan, Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan sudah memiliki program penyuluhan yang dilaksakan rutin

setiap bulannya di Posbindu. Posbindu adalah adalah pos pembinaan terpadu

untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati,

yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan

pelayanan kesehatan dan menjadi sarana pelayanan kesehatan dasar yang

penting untuk meningkatkan kesehatan para lansia (Kemenkes, 2013).

Pelayanan kesehatan yang ada di Posbindu salah satunya adalah penyuluhan.

Penyuluhan disini bisa diberikan dengan beberapa cara, bisa dengan

penyuluhan langsung melalui oral maupun penyuluhan dengan menggunakan

media seperti poster ataupun leaflet. Dengan demikian, diharapkan bagi

masyarakat agar memperhatikan bahaya merokok yang didapatkan baik dari

penyuluhan, media masa maupun pada bungkus rokok.

Pada penelitian ini diketahui bahwa usia mulai merokok sebagian

besar kasus adalah 10-19 tahun (72,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan di Thailand (Ariyothai, 2004) dengan desain kasus kontrol

Page 91: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

71

yang melaporkan bahwa usia mulai merokok kasus TB paling banyak

ditemukan pada usia 15-20 tahun.

Usia 10-19 tahun merupakan masa remaja, masa awal seseorang dalam

menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial

baru, dikatakan sebagai masa sulit bagi individu karena pada masa ini

seseorang dituntut untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua

dan berusaha untuk bisa mandiri. Pada masa remaja, ada sesuatu yang lain

yang sama pentingnya dengan kedewasaan, yakni solidaritas kelompok dan

melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu

kelompok remaja telah melakukan kegiatan merokok maka individu remaja

merasa harus melakukannya juga. Individu remaja tersebut mulai merokok

karena individu dalam kelompok remaja tersebut tidak ingin dianggap sebagai

orang asing, bukan karena individu tersebut menyukai rokok (Elizabeth,

1999).

Pemberian edukasi mengenai rokok sedini mungkin sangat diperlukan

bagi remaja. Pengetahuan tersebut bisa didapatkan melalui keluarga, karena

keluarga merupakan pendidikan pertama bagi seseorang dalam mendapatkan

pendidikan dan pengetahuan. Selanjutnya seorang anak mulai bersekolah

dimana ia akan memperoleh pendidikan secara formal dari

guru/pengajar/pendidik. Oleh karena itu, sekolah merupakan lembaga yang

sangat penting didalam pembentukan kepribadian anak dan menentukan mutu

Page 92: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

72

anak tersebut dikemudian hari. Pengetahuan yang cukup akan mendorong

seseorang untuk memiliki perilaku hidup bersih dan sehat (Ruswanto, 2010).

Berdasarkan observasi yang dilakukan, Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan sudah memiliki program usaha kesehatan sekolah (UKS)

pada setiap sekolah yang ada di wilayah kerja Puskesmas. UKS ini merupakan

salah satu upaya preventif yang diberikan Puskesmas melalui sekolah. Salah

satu kegiatan di UKS adalah konseling remaja. Pada kegiatan konseling

remaja, setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan konseling dari petugas

kesehatan, sehingga mendapatkan informasi mengenai kesehatan, salah

satunya adalah rokok. Dengan demikian, diharapkan selalu ada kerja sama

yang baik antara sekolah dengan Puskesmas, agar setiap anak mendapatkan

edukasi sedini mungkin.

Pada penelitian ini diketahui bahwa rata-rata batang rokok yang

dihisap kasus 1-12 batang perharinya (84,8%). Gambaran penderita TB paru

dalam penelitian ini juga sesuai dengan hasil Riskesdas (2013), rata-rata

jumlah batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12

batang (setara satu bungkus). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang

dilakukan di Thailand (Ariyothai, 2004) dengan desain kasus kontrol yang

melaporkan bahwa batang rokok yang dihisap paling banyak sekitar 1-10

batang perharinya baik pada kasus maupun kontrol. Penelitian ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan di Purwokerto (Sarwani, 2012)

Page 93: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

73

dengan desain kasus kontrol yang melaporkan bahwa rata-rata batang rokok

yang dihisap 10-20 batang perharinya baik pada kasus maupun kontrol.

Salah satu zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok adalah

timah hitam. Setiap satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan

mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Bila seorang menghisap 1 bungkus

rokok per hari berarti menghasilkan 10 mikrogram, sedangkan batas bahaya

kadar timah hitam dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari. Hal ini dapat

merusak tubuh apabila dikonsumsi terus menerus. Terpaparnya timah hitam

dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan hilangnya kesadaran sampai

meninggal (Kemenkes, 2012). Dengan demikian, diharapkan bagi masyarakat

agar memperhatikan bahaya merokok yang didapatkan baik dari penyuluhan,

media masa maupun pada bungkus rokok.

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian kasus memiliki durasi

merokok 1-15 tahun (60,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

di Thailand (Ariyothai, 2004) dengan desain kasus kontrol yang melaporkan

bahwa lamanya merokok paling banyak > 10 tahun baik pada kasus maupun

kontrol. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan di

Purwokerto (Sarwani, 2012) dengan desain kasus kontrol yang melaporkan

bahwa lamanya merokok paling banyak > 20 tahun baik pada kasus maupun

kontrol.

Setelah merokok bertahun-tahun, perokok mungkin mengalami

dampak buruk yang ditimbulkan dari asap rokok, misalnya keluhan perih di

Page 94: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

74

mata, sesak napas dan batuk. Semakin lama durasi merokok seseorang,

semakin semakin besar kemungkinan terserang penyakit. Kebiasaan merokok

dihubungkan dengan peningkatan kadar imunoglobin E yang spesifik. Kadar

antibodi terhadap bahan ini ternyata empat sampai lima kali lebih tinggi pada

perokok dibandingkan bukan perokok (Aditama, 1997). Dengan demikian,

diharapkan bagi masyarakat agar memperhatikan bahaya merokok yang

didapatkan baik dari penyuluhan, media masa maupun pada bungkus rokok

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar kasus menghisap

merokok kretek (51,5%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di

Thailand (Ariyothai, 2004) dengan desain kasus kontrol yang melaporkan

bahwa jenis rokok yang dihisap paling banyak adalah rokok putih/filter baik

pada kasus maupun kontrol.

Rokok kretek merupakan jenis rokok yang paling berbahaya. Rokok

kretek mengandung 60-70% tembakau, 30-40% cengkeh dan zat adiktif

lainnya. Rokok ini memiliki nikotin, tar, karbon monoksida yang lebih banyak

dari rokok lainnya, sehingga memberikan efek kecanduan yang lebih besar

dibanding jenis rokok lainnya (CDC, 2013). Dengan demikian, diharapkan

bagi masyarakat agar memperhatikan bahaya merokok yang didapatkan baik

dari penyuluhan, media masa maupun pada bungkus rokok.

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar kasus memiliki

IMT normal saat terdiagnosis TB paru (51,1%). Gambaran penderita TB paru

dalam penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan di NTB

Page 95: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

75

(Ketut, 2013) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa 63% dari kasus

memiliki IMT kurang. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang

dilakukan di Pati (Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol yang

melaporkan bahwa proporsi status gizi (IMT) kurang pada kelompok TB paru

64,2 % lebih besar dari kelompok bukan TB paru.

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar kasus pertama kali

didiagnosa TB paru pada umur 17-55 tahun (86,7%). Umur pertama kali

didiagnosa menjadi penting untuk mengetahui kapan biasanya penyakit mulai

timbul. Gambaran penderita TB paru dalam penelitian ini juga sesuai dengan

Kemenkes (2011), dimana diperkirakan 75% penderita TB adalah kelompok

umur produktif yaitu 15-50 tahun (Kemenkes, 2011).

Konsistensi hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang

dilakukan di NTB (Ketut, 2013) dengan desain kasus kontrol. Pada penelitian

tersebut ditemukan bahwa umur pertama kali didiagnosis TB paru paling

banyak responden terdapat pada kelompok umur produktif antara umur 11-55

tahun (71,1%). Kelompok umur tersebut merupakan umur dimana seseorang

produktif dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila seseorang

sakit akibat TB paru, hal tersebut akan berakibat pada kehilangan pendapatan

tahunan rumah tangganya sekitar 20%-30%. Jika Penderita TB paru

meninggal akibat TB paru, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

tahun (Kemenkes, 2010).

Page 96: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

76

Tidak merokok merupakan bagian dari perilaku hidup dan sehat

(PHBS). Apabila PHBS diterapkan, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun

lingkungan, maka kuman TB tidak berkembang dan hidup di lingkungan

rumah. Kuman TB akan cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab, sehingga

dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tidur), tertidur lama selama

beberapa tahun (Depkes, 2002). Dengan demikian, diharapkan bagi

masyarakat untuk menerepkan PHBS.

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan, baik dari kasus maupun kontrol. Hal ini berbeda dengan

hasil Riskesdas (2013), distribusi kejadian TB paru di Indonesia sebagian

besar berjenis kelamin laki-laki (prevalensi = 0,4%) (Riskesdas, 2013).

Penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di NTB

(Ketut, 2013) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa proporsi untuk

jenis kelamin lebih banyak berjenis kelamin laki-laki pada kasus maupun pada

kontrol.

Perbedaan ini terjadi kemungkinan karena perempuan lebih banyak

memiliki kesempatan untuk berobat ke Puskesmas. Karena berdasarkan hasil

observasi, kebanyakan kasus merupakan ibu rumah. Sehingga kasus yang

terlaporkan di Puskesmas paling banyak adalah perempuan.

Laki-laki lebih umum terkena TB paru, kecuali pada perempuan

dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang

Page 97: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

77

menurunkan resistensi. Jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali

lipat dibandingkan jumlah penderita TB paru pada perempuan, yaitu 42,3%

pada laki-laki dan 28,9% pada perempuan. TB paru lebih banyak terjadi pada

laki-laki dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok, berada di luar rumah dan faktor pekerjaan

sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru (Ruswanto, 2010).

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden baik

pada kelompok kasus maupun kontrol telah menempuh pendidikan 9 tahun

dan status tidak bekerja. Hal ini berbeda dengan hasil Riskesdas (2013),

proporsi penderita TB paru paling banyak diderita pada orang yang tidak

pernah sekolah yaitu sebesar 0,5%. Pada hasil penelitian ini juga terlihat

adanya perbedaan antara variabel pendidikan terakhir dan pekerjaan

responden. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis

pekerjaannya (Ruswanto, 2010). Hal ini kemungkinan karena sebagian besar

kasus adalah berjenis kelamin perempuan dan menjadi ibu rumah tangga.

C. Hubungan Merokok Dengan TB Paru di Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan

Merokok merupakan salah satu faktor risiko TB paru. Merokok adalah

membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan

rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang

dibakar adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 30

0C utnuk ujung

Page 98: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

78

rokok yang terselip diantara bibir perokok. Asap panas yang berhembus terus

menerus masuk ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang

menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludah.

Akibatnya rongga mulut menjadi kering sehingga dapat mengakibatkan

perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri.

Bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok diantaranya

adalah nikotin, tar dan gas CO. Nikotin bersifat toksis terhadap jaringan

syaraf, menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut

jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen

bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, vasokonstriksi

pembuluh darah perifer meningkatkan kolesterol LDL dan meningkatkan

agregasi sel pembekuan darah (Kemenkes, 2012).

Tar dihirup dari asap rokok dapat mengganggu kejernihan mokosa

silia yang digunakan sebagai mekanisme pertahanan utama dalam melawan

infeksi. Silia juga dapat memperbaiki menempelnya bakteri pada sel epitel

pernapasan yang hasilnya adalah kolonisasi bakteri dan infeksi. Pada saluran

napas besar, sel mukosa membesar dan kelenjar mukus bertambah banyak

(hiperplasia). Kemudian terjadi penurunan fungsi T sel yang dimanifestasikan

oleh penurunan perkembangbiakan mitogen T sel. Polarisasi fungsi T sel dari

respon TH-1 ke TH-2 mungkin juga mengganggu pertahanan pejamu dalam

melawan infeksi akut. Tar juga mempunyai dampak negatif pada fungsi B-

limposit membawa kepada menurunnya produksi imunoglobulin. Secara

Page 99: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

79

ringkas tar dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas

dan jaringan paru-paru.serta respon imunologis pejamu terhadap infeksi

(Eisner, 2008).

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat

dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen sehingga setiap ada

asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang,

ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen karena yang

diangkut adalah CO dan bukan oksigen. Sel tubuh yang kekurangan oksigen

akan melakukan spasme yaitu menciutkan pembuluh darah. Bila proses ini

berlangsung terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan

terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Penyempitan pembuluh darah

akan terjadi di mana-mana. Terpaparnya dengan CO dalam jumlah yang besar

dapat menyebabkan hilangnya kesadaran sampai meninggal. Pada saluran

napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya

sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru, terjadi peningkatan jumlah sel

radang dan kerusakan alveoli (cabang dari paru) (Kemenkes, 2012).

Selain itu, temuan yang dikumpulkan oleh International Union

Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD) menunjukkan bahwa

pajanan asap rokok berhubungan dengan risiko penularan TB paru, terutama

pajanan asap sekunder atau secondhand smoke (asap yang dikeluarkan dari

mulut perokok). Korban utama dari temuan ini adalah anak-anak dan umur

muda. Kematian anak-anak akibat TB paru pada 1 dari 5 orang terutama

Page 100: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

80

berhubungan dengan kebiasaan merokok orang tua di dekat anaknya.

Kematian dan kekambuhan TB berhubungan dengan jumlah serta lama

merokok pada penderita TB sehingga program berhenti merokok perlu

ditekankan pada penderita TB (PPTI, 2004).

Pada penelitian ini diketahui bahwa pernah merokok merupakan salah

faktor risiko TB paru di Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan dengan

besar risiko 3,44 kali lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol. Dengan

demikian, hasil penelitian ini bisa membuktikan hubungan kausalitas antara

variabel independen dan variabel dependen berdasarkan kriteria kekuatan

hasil uji statistik.

Merokok berisiko untuk terjadinya TB paru 1,69 kali lebih besar pada

kasus dibandingkan pada kontrol, namun tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan. Hal ini bisa terjadi karena status merokok seseorang diperngaruhi

juga oleh lamanya dia merokok. Pada penelitian ini diketahui bahwa pada

kategori pernah merokok paling banyak responden memiliki lama merokok

lebih dari 15 tahun (52%), sedangkan pada kategori merokok paling banyak

responden memiliki lama merokok antara 1-15 tahun (86,4%). Pada penelitian

ini juga diketahui bahwa kebanyakan responden yang merokok adalah laki-

laki (85,5%), sehingga kasus merupakan perokok pasif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di India

(Kolappan, 2002) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang

merokok tembakau memiliki risiko 2,48 kali lebih besar terkena TB paru

Page 101: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

81

dibanding orang yang tidak merokok. Penelitian yang dilakukan di Pati

(Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa orang yang

memiliki kebiasaan merokok berisiko 2,56 kali lebih besar terkena TB paru

dibanding orang yang tidak pernah merokok.

Penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan (Boon, 2005) dengan

desain Cross Sectional melaporkan bahwa perokok atau mantan perokok

memiliki risiko 1,99 kali lebih besar terkena TB paru dibanding orang yang

tidak pernah merokok. Penelitian yang dilakukan di Hongkong (Leung, 2008)

dengan desain Kohort melaporkan bahwa perokok memiliki risiko 2,87 kali

lebih tinggi terserang TB paru dibanding orang yang tidak pernah merokok.

Merokok sangat membahayakan bagi kesehatan, khususnya sebagai

faktor risiko penyakit TB paru. Dengan demikian, diharapkan bagi masyarakat

agar memperhatikan bahaya merokok yang didapatkan baik dari penyuluhan,

media masa maupun pada bungkus rokok.

D. Hubungan Karakteristik Dengan TB Paru di Puskesmas Setu Kota

Tangerang Selatan

Pada penelitian ini diketahui bahwa IMT kurang merupakan salah satu

faktor risiko TB paru di Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan dengan

besar risiko 3,47 kali lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol. Dengan

demikian, hasil penelitian ini bisa membuktikan hubungan kausalitas antara

Page 102: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

82

variabel independen dan variabel dependen berdasarkan kriteria kekuatan

hasil uji statistik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Pati

(Rusnoto, 2008) dengan desain kasus kontrol melaporkan bahwa seseorang

dengan IMT > 18,5 memiliki risiko 3,79 kali lebih tinggi terkena TB paru

dibandingkan dengan mereka yang memiliki IMT ≥ 18,5. Penelitian yang

dilakukan di Cilacap (Fatimah, 2008) dengan desain kasus kontrol

melaporkan bahwa status gizi kurang memiliki risiko 2,74 kali lebih tinggi

terserang TB paru dibandingkan dengan mereka yang memiliki status gizi

baik.

Keadaan status gizi dan penyakit infeksi merupakan pasangan yang

terkait. Penderita infeksi sering mengalami anoreksia, penggunaan waktu

yang berlebih, penurunan gizi atau gizi kurang akan memiliki daya tahan

tubuh yang rendah dan sangat peka terhadap penularan penyakit. Pada

keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun

sehingga kemampuan dalam mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi

seperti TB paru menjadi menurun. Demikian juga sebaliknya seseorang yang

menderita penyakit kronis, seperti TB paru umumnya status gizinya

mengalami penurunan (Notoatmodjo, 2007).

Dengan demikian, diharapkan bagi masyarakat untuk menjaga status

gizi. Karena, status gizi yang buruk merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian TB paru, kekurangan kalori dan protein serta

Page 103: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

83

kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko terkena TB paru (Supariasa,

2001).

Pendidikan terakhir juga menjadi faktor risiko TB paru di Puskesmas

Setu, Kota Tangerang Selatan. Pendidikan terakhir yang berisiko adalah yang

tidak sekolah wajib 9 tahun dengan besar risiko 2,05 kali lebih besar pada

kasus dibanding pada kontrol. Dengan demikian, hasil penelitian ini bisa

membuktikan hubungan kausalitas antara variabel independen dan variabel

dependen berdasarkan kriteria kekuatan hasil uji statistik.

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat

kesehatan dan pengetahuan penyakit TB, sehingga dengan pengetahuan yang

cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin

dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi

terhadap jenis pekerjaannya (Ruswanto, 2010).

Page 104: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

84

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan hubungan

merokok dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Setu

Kota Tangerang Selatan, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Distribusi kejadian TB paru berdasarkan status merokok sebagian besar

dari kasus adalah perokok (42,2%) dengan usia mulai merokok 10-19

tahun (72,7%), rata-rata batang rokok yang dihisap 1-12 batang per hari

(84,8%), lama merokok 1-15 tahun (60,6%) dan jenis rokok yang hisap

kretek (51,5%). Sedangkan sebagian besar dari kontrol adalah bukan

perokok.

2. Distribusi kejadian TB paru berdasarkan karakteristik sebagian besar

kasus memiliki IMT normal saat terdiagnosis TB paru (51,1%), umur

pertama kali didiagnosis TB paru 17-55 tahun (86,7%), berjenis kelamin

perempuan (57,8%), menempuh pendidikan 9 tahun (51,1%) dan tidak

bekerja (53,3%). Sedangkan karakteristik sebagian besar kontrol adalah

IMT normal saat terdiagnosis TB paru (62,2%), umur saat penelitian 17-

Page 105: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

85

55 tahun (89,6%), berjenis kelamin perempuan (57,8%), menempuh

pendidikan 9 tahun (68,2%) dan tidak bekerja (60%).

3. Ada hubungan yang signifikan antara pernah merokok dengan kejadian

TB paru dengan besar risiko 3,44 kali lebih besar pada kasus dibanding

pada kontrol.

4. Merokok berisiko untuk terjadinya TB paru 1,69 kali lebih besar pada

kasus dibanding pada kontrol, namun tidak menunjukkan hubungan yang

signifikan.

5. Usia mulai merokok, lama merokok, umur dan pekerjaan bersifat proteksi

terhadap kejadian TB paru.

6. Ada hubungan yang signifikan antara IMT kurang dengan kejadian TB

paru, dengan besar risiko 3,47 kali lebih besar pada kasus dibanding pada

kontrol.

7. Ada hubungan yang signifikan antara dengan kejadian TB paru, dengan

besar risiko 2,05 kali lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan

a. Melakukan persamaan definisi kasus yang dipakai, baik dari

pemegang program maupun dokter yang mendiagnosis, agar kasus

yang terlaporkan mencapai target yang telah ditetapkan Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan, serta bersama-sama

Page 106: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

86

mendiskusikan permasalahan yang ditemukan agar dapat mencari

pemecahan masalahnya.

b. Meningkatkan promosi aktif ke masyarakat dengan melaksanakan

sosialisasi dan pembinaan ke masyarakat tentang penyakit TB Paru

khususnya kepada kader kesehatan.

c. Pengadaan metode KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) seperti

poster dan leaflet tentang penyakit TB Paru dalam memberikan

pengetahuan pada masyarakat minimal di Posbindu di tiap RW.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Memberikan informasi terkait faktor risiko yang mempengaruhi TB paru,

melalui pemberian leaflet atau poster di setiap fasilitas pelayanan

kesehatan wilayah kerja Puskesmas Setu.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

a. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

lanjutan terhadap variabel merokok sebagai risiko kejadian TB paru

khususnya pada perempuan.

b. Penelitian faktor risiko kejadian TB paru dengan desain studi

cohort, khususnya pada variabel status merokok, durasi merokok

dan jenis kelamin.

Page 107: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

87

4. Bagi Masyarakat

a. Bagi masyarakat apabila mengalami gejala TB dan kontak serumah

dengan pasien TB harus melakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis di Laboraurium.

b. Diharapkan bagi masyarakat agar memperhatikan bahaya merokok

yang didapatkan baik dari penyuluhan, media masa maupun pada

bungkus rokok.

c. Diharapkan bagi masyarakat agar melaksanakan PHBS dengan

tidak merokok.

Page 108: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

88

DAFTAR PUSTAKA

Abal, A.T, et al. 2004. Effect of cigarette smoking on sputum smear

conversion in adults with active pulmonary Tuberkulosis. NCBI,

PubMed, US National Library of Medicine National Institutes of Health.

Achmadi, Umar Fahmi. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.

Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Aditama , T.Y., 2002. Tuberkulosis Diagnosis , Terapi, dan Masalahnya.

Edisi ke-4. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia: 131.

Adnani, Hariza. 2006. Hubungan Kondisi Rumah dengan Penyakit TBC Paru

di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunung Kidul

Tahun 2003 – 2006. Yogyakarta: Jurnal Kesehatan Surya Medika

Yogyakarta.

Ariyothai, Niorn, et al. 2004. Cigarette Smoking and Its Relation to

Pulmonary Tuberkulosis in Adults. Vol 35 No. 1 March 2004,

Srinakarinwirot University, Bangkok, Thailand.

Asih, Yasmin. 1995. Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Boon, S den, et al. 2005. Association Between Smoking and Tuberkulosis

Infection: A Population Survey In A High Tuberkulosis Incidence Area.

Centre for TB Research and Education, Department of Paediatrics and

Child Health, Stellenbosch University, Tygerberg, Cape Town, South

Africa .

CDC. 2013. Diakses tanggal 15 Februari 2015 di

http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/tobacco_industry

/hookahs/index.htm.

Depkes. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke

8. Jakarta: Depkes RI.

Depkes. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan

kedua, 2008. Jakarta: Depkes RI.

Dinkes Tangsel. 2013. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012

Eisner M. 2008. Biology and Mechanisms for Tobacco-attributable

Respiratory Diseases, including TB, Bacterial Pnemonia and other

Respiratory Diseases. The International Journal of Tuberculosis and

Lung Disease. Volume 12.

Page 109: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

89

Fatimah, Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan

Dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan Sidareja,

Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun

2008. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Gambhir, Harvir S, et al. 2010. Tobacco Smoking-Associated Risk For

Tuberkulosis: A Case-Control Study. Oxford Journals, Medicine and

Health, International Health Volume 2, Issue 3.

IOM dan National Research Council (NRC). 2009. Implementing Guidelines

on Weight Gain Pregnancy.

Kemenkes. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009.

Kemenkes. 2010. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Profil Kesehatan

Indonesia 2009. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2012. Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di

lndonesia Tahun 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan.

Kemenkes. 2012. Peraturan pemerintah No 109 tahun 2012 tentang

Pengamaan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau

bagi Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2013. Pos Pembinaan Terpadu. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Ketut, Ni Lisa. S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru

di Puskesmas Karang Taliwang Kota Mataram Provinsi NTB Tahun

2013. Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Kolappan, C dan P G Gopi. 2002. Tobacco Smoking and Pulmonary

Tuberkulosis. Epidemiology Unit, Tuberkulosis Research Centre, Mayor

V R Ramanathan Road, Chetput, Chennai 600 031, Tamil Nadu, India.

Kurniasari, Ryana Ayu Setia, Suhartono, Kusyogo Cahyo. 2012. Faktor

Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten

Wonogiri.Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 11, No. 2,

Oktober 2012.

Leung, Chi C, et al. 2008. Smoking and Tuberkulosis among the Elderly in

Hong Kong. American Journal of Respiratory and Critical Care

Medicine, Vol. 170, No. 9.

Page 110: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

90

Lubis, P. 2002. Perumahan Sehat, Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi

Pusat, Medan: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen

Kesehatan.

Machfoedz Ircham. 2008. Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai

Penyakit, Bagian Dari Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat,

Sanitasi Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta.

Meehan, Kathleen. 2003. Investigasi Dan Pengendalian Wabah Di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Naben, Alice Ximenis, Suhartono dan Nurjazuli. Kebiasaan Tinggal di Rumah

etnis Timor Sebagai Faktor Risiko Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan

Lingkungan Indonesia, Vol. 12, No.1, April 2013.

Notoatmodjo, Soedidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni.

Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soedidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2004. Jurnal

Tuberkulosis Indonesia Vol. 8 - Maret 2012.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). 2012. TB di

Indonesia Peringkat ke-4. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 dari

http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di-indonesia-peringkat-ke-5.html.

Puskesmas Setu. 2012. Profil Tahunan Puskesmas Setu Tahun 2012.

Puskesmas Setu. 2013. Profil Tahunan Puskesmas Setu Tahun 2013.

Puskesmas Setu. 2014. Laporan TB Tahun 2014.

Puskesmas Setu. 2015. Laporan Bulanan Tahun 2015.

Riskesdas. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Kementerian

Kesehatan.

Rusnoto. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru

Pada Usia Dewasa (Studi kasus di Balai Pencegahan Dan Pengobatan

Penyakit Paru Pati). Jurnal Epidemiologi, Universitas Diponogoro,

Semarang.

Ruswanto, Bambang. 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis

Paru Ditinjau dari Faktor Lingkungan dalam dan Luar Rumah di

Kabupaten Pekalongan. Tesis Program Pascasarjana Universitas

Diponegoro.

Page 111: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

91

Sarwani, Dwi dan Sri Nurlela. 2012. Merokok dan Tuberkulosis Paru.

Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto

Setiarini. 2008. Penggunaan Vaksin BCG Untuk Pencegahan Tuberkulosis.

Suarni, Helda. 2009. Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian

Penyakit TB BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok

Bulan Oktober Tahun 2008- April Tahun 2009. Universitas Indonesia.

Supariasa, Bakri Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi, Jakarta: EGC.

Page 112: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

92

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

PARU DI PUSKESMAS SETU TAHUN 2012 SAMPAI 2015

INFORMED CONSENT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kami, mahasiswa semester 8 Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sedang melakukan penelitian terkait hubungan merokok dengan kejadian

penyakit tuberkulosis paru di puskesmas setu tahun 2013 dan 2014. Secara khusus,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui hubungan antara merokok

dengan kejadian penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas Setu tahun 2013 dan 2014.

Dalam penelitian ini, Bapak/Ibu terpilih sebagai responden/partisipan

berdasarkan laporan Puskesmas. Bapak/Ibu diharapkan dapat memberikan informasi

terkait status merokok, umur mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap, lama

merokok, jenis rokok, IMT, umur terdiagnosis TB, jenis kelamin dan jenis pekerjaan,.

Adapun beberapa pertanyaan dalam kuesioner ini bersifat sangat pribadi dan sensitif

sehingga mungkin dapat mengganggu kenyamanan dan privasi Bapak/Ibu. Namun,

Bapak/Ibu tidak perlu khawatir untuk berpartisipasi dalam penelitian ini karena kami

menjamin kerahasiaan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan.

Penelitian ini kemudian diharapkan dapat bermanfaat untuk bahan pertimbangan

dalam pengambilan kebijakan terutama dalam peningkatan edukasi dan promosi

kesehatan kepada masyarakat terkait faktor risiko kejadian penyakit Tuberkulosis

Paru. Oleh karena itu, partisipasi Bapak/Ibu sangat diharapkan. Namun, Bapak/Ibu

Page 113: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

93

tetap memiliki kebebasan untuk menyetujui ataupun menolak berpartisipasi dalam

penelitian ini.

Partisipasi dan kejujuran Bapak/Ibu dalam menjawab kuesioner penelitian sangat

kami hargai dan harapkan. Apabila terdapat keluhan maka Bapak/Ibu dapat

menghubungi nomor telepon kami.

Contact Person: Laila Romlah (08567265854)

Dengan ini saya bersedia menjadi partisipan penelitian dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang

telah disediakan dibawah ini dengan sadar tanpa paksaan.

Tangerang Selatan, April 2015

Enumerator, Partisipan,

( .......................................) ( .......................................)

Page 114: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

94

BACALAH PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER

IR. IDENTITAS RESPONDEN

Identitas responden diperlukan untuk menghindari pemberian kuesioner pada orang yang sama dan untuk

mengkonfirmasi ketika ada pertanyaan yang belum dijawab atau ada jawaban responden yang kurang jelas.

IR1 Tanggal pengisian kuesioner

IR2 Nama

IR3 No. Telepon

IR4 Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

( )

IR5 Tanggal Lahir Tanggal_______Bulan_______Tahun_______

IR6 Umur _______Tahun ( )

IR7 Alamat No.

RT.

RW.

Kelurahan.

IR8 Pendidikan terakhir 1. Belum pernah sekolah 5. Tamat SMP

2. Tidak lulus SD 6. Tamat D-1/D-2/D3

3. Tamat SD 7.Tamat S1/S2/S3

4. Tamat SMA

( )

IR9 Jenis pekerjaan 1. Tidak bekerja 6. Wiraswasta

2. Tuna susila 7. Pegawai swasta

3. Buruh 8. Pegawai negeri

4. Petani 9. Pelajar

5. Pedagang 10. Tidak berlaku

( )

A. TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

A1 Apakah Bapak/Ibu pernah didiagnosis TB

Paru oleh dokter?

1. Ya

2. Tidak

( )

A2 Diumur berapa Bapak/Ibu didiagnosis TB

Paru oleh dokter?

_______Tahun

A2 Apakah Bapak/Ibu pernah batuk berdahak

selama dua minggu atau lebih?

1. Ya

2. Tidak (Lanjut ke pertanyaan A4)

( )

Page 115: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

95

A3 Apakah batuk berdahak tersebut disertai

gejala:

1. Darah/ Dahak bercampur darah

2. Batuk darah

3. Nyeri dada

4. Sesak napas

5. Badan lemah

6. Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik

7. Nafsu makan menurun

8. Berat badan menurun/ sulit bertambah

9. Rasa kurang enak badan

10. Demam meriang yg berulang lebih dari sebulan

( )

A4 Berapa lama Bapak/Ibu mengalami gejala

tesebut?

1. Kurang dari 2 minggu

2. 2 minggu lebih

A5 Sebelum Bapak/Ibu terdiagnosis TB Paru

oleh dokter, hasil pemeriksaan apa saja yang

pernah Bapak/Ibu lakukan?

1. Pemeriksaan dahak

2. Pemeriksaan foto dada (Rontgen)

A6 Apa hasil yang didapatkan dari pemeriksaan

tersebut?

1. Pemeriksaan dahak menunjukkan TB

2. Pemeriksaan dahak menunjukkan bukan TB

3. Pemeriksaan foto dada (Rontgen) menunjukkan TB

4. Pemeriksaan foto dada (Rontgen) menunjukkan

bukan TB

( )

A5 Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat obat

anti TB (OAT)

1. Tidak

2. Ya

( )

A Apakah ada penderita lain (suspect atau BTA

(+) di rumah Bapak/Ibu?

1. Ada

2. Tidak Ada

( )

B. INDEKS MASSA TUBUH

B1 Berat Badan saat Bapak/Ibu terdiagnosis TB

oleh dokter

_______

( )

B2 Tinggi Badan saat Bapak/Ibu terdiagnosis TB

oleh dokter

_______

( )

C. STATUS MEROKOK

C1 Sebelum Bapak/Ibu terdiagnosis TB oleh 1. Ya ( )

Page 116: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

96

dokter , apakah Bapak/Ibu merokok ? 2. Tidak

C2 Berapa umur Bapak/Ibu mulai merokok

setiap hari?

_______Tahun

( )

C3 Berapa umur Bapak/Ibu ketika pertama kali

merokok?

_______Tahun

( )

C4 Berapa rata-rata berapa batang rokok/ cerutu/

cangklong (buah) yg Bapak/Ibu hisap setiap

harinya?

_______Batang

( )

C5 Apa jenis rokok yang biasa Bapak/Ibu hisap? 1. Rokok kretek

2. Rokok putih

3. Rokok linting

4. Cerutu/ cangklong

( )

C6 Dimanakah Bapak/Ibu biasanya merokok? 1. Di dalam ruangan

2. Di luar ruangan

3. Di dalam ruangan dan di luar ruangan

( )

C7 Apakah Bapak/Ibu biasa merokok di dalam

rumah ketika bersama ART lain?

1. Ya, setiap hari

2. Ya, kadang-kadang

3. Tidak pernah sama sekali

( )

C8 Berapa umur Bapak/Ibu ketika berhenti/

tidak merokok sama sekali?

_______Tahun

( )

C9 Adakah ART lain yang merokok? 1. Ada

a. Suami/Istri

b. Anak

c. Orangtua

d. Saudara

2. Tidak ada

C9 Apakah Bapak/Ibu terpapar asap rokok?

1. Ya, setiap hari

2. Ya, kadang-kadang

3. Tidak pernah sama sekali

( )

Terima kasih atas partisipasinya Wassalammualaikum wr. wb.

Page 117: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

97

OUTPUT SPSS

1. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Responden * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

Jenis Kelamin Responden Laki-Laki Count 19 57 76

% within Jenis Kelamin

Responden 25.0% 75.0% 100.0%

Perempuan Count 26 78 104

% within Jenis Kelamin

Responden 25.0% 75.0% 100.0%

Total Count 45 135 180

% within Jenis Kelamin

Responden 25.0% 75.0% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .000a 1 1.000 1.000 .571

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .000 1 1.000 1.000 .571

Fisher's Exact Test 1.000 .571

Linear-by-Linear Association .000c 1 1.000 1.000 .571 .138

N of Valid Cases 180

Page 118: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

98

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kelamin

Responden (Laki-Laki /

Perempuan)

1.000 .505 1.980

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 1.000 .599 1.669

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol 1.000 .843 1.186

N of Valid Cases 180

2. Umur

umur kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 18-55 39 21.7 86.7 86.7

>= 56 6 3.3 13.3 100.0

Total 45 25.0 100.0

Missing System 135 75.0

Total 180 100.0

umur control

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 18-55 121 67.2 89.6 89.6

>= 56 14 7.8 10.4 100.0

Total 135 75.0 100.0

Missing System 45 25.0

Total 180 100.0

Page 119: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

99

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .300a 1 .584 .785 .380

Continuity Correctionb .075 1 .784

Likelihood Ratio .290 1 .590 .785 .380

Fisher's Exact Test .589 .380

Linear-by-Linear Association .298c 1 .585 .785 .380 .177

N of Valid Cases 180

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for umur kontrol

(18-55 / >= 56) .752 .271 2.090

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus .812 .394 1.674

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol 1.080 .800 1.458

N of Valid Cases 180

Page 120: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

100

3. Pendidikan

pendidikan responden * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

pendidikan responden tidak sekolah wajib 9 tahun Count 22 43 65

% within pendidikan responden 33.8% 66.2% 100.0%

sekolah wajib 9 tahun Count 23 92 115

% within pendidikan responden 20.0% 80.0% 100.0%

Total Count 45 135 180

% within pendidikan responden 25.0% 75.0% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 4.246a 1 .039 .049 .031

Continuity Correctionb 3.540 1 .060

Likelihood Ratio 4.147 1 .042 .049 .031

Fisher's Exact Test .049 .031

Linear-by-Linear Association 4.223c 1 .040 .049 .031 .018

N of Valid Cases 180

Page 121: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

101

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pendidikan

responden (tidak sekolah wajib

9 tahun / sekolah wajib 9 tahun)

2.047 1.029 4.070

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 1.692 1.027 2.788

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .827 .679 1.006

N of Valid Cases 180

4. Pekerjaan

Pekerjaan Responden * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

Pekerjaan Responden Tidak Bekerja Count 24 81 105

% within Pekerjaan Responden 22.9% 77.1% 100.0%

Bekerja Count 21 53 74

% within Pekerjaan Responden 28.4% 71.6% 100.0%

Total Count 45 134 179

% within Pekerjaan Responden 25.1% 74.9% 100.0%

Page 122: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

102

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Pekerjaan

Responden (Tidak Bekerja /

Bekerja)

.748 .379 1.477

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus .805 .486 1.334

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol 1.077 .902 1.286

N of Valid Cases 179

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .703a 1 .402 .484 .253

Continuity Correctionb .440 1 .507

Likelihood Ratio .698 1 .403 .484 .253

Fisher's Exact Test .484 .253

Linear-by-Linear Association .699c 1 .403 .484 .253 .097

N of Valid Cases 179

Page 123: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

103

5. IMT

IMT saat terdiagnosis TB * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

IMT saat terdiagnosis TB Kurang Count 19 20 39

% within IMT saat terdiagnosis

TB 48.7% 51.3% 100.0%

Normal Count 23 84 107

% within IMT saat terdiagnosis

TB 21.5% 78.5% 100.0%

Kegemukan Count 3 31 34

% within IMT saat terdiagnosis

TB 8.8% 91.2% 100.0%

Total Count 45 135 180

% within IMT saat terdiagnosis

TB 25.0% 75.0% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 10.337a 1 .001 .002 .002

Continuity Correctionb 9.051 1 .003

Likelihood Ratio 9.800 1 .002 .003 .002

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 10.266c 1 .001 .002 .002 .001

N of Valid Cases 146

Page 124: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

104

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for IMT saat

terdiagnosis TB (Kurang /

Normal)

3.470 1.592 7.562

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 2.266 1.396 3.679

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .653 .474 .901

N of Valid Cases 146

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 2.755a 1 .097 .129 .075

Continuity Correctionb 1.977 1 .160

Likelihood Ratio 3.126 1 .077 .129 .075

Fisher's Exact Test .129 .075

Linear-by-Linear Association 2.735c 1 .098 .129 .075 .053

N of Valid Cases 141

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for IMT saat

terdiagnosis TB (Normal / 3) 2.829 .793 10.092

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 2.436 .779 7.614

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .861 .745 .994

N of Valid Cases 141

Page 125: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

105

6. Status Merokok

Status merokok responden * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

Status merokok responden Merokok Count 19 56 75

% within Status merokok

responden 25.3% 74.7% 100.0%

Pernah Merokok Count 14 20 34

% within Status merokok

responden 41.2% 58.8% 100.0%

Tidak pernah merokok Count 12 59 71

% within Status merokok

responden 16.9% 83.1% 100.0%

Total Count 45 135 180

% within Status merokok

responden 25.0% 75.0% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 1.550a 1 .213 .231 .149

Continuity Correctionb 1.087 1 .297

Likelihood Ratio 1.563 1 .211 .231 .149

Fisher's Exact Test .231 .149

Linear-by-Linear Association 1.540c 1 .215 .231 .149 .075

N of Valid Cases 146

Page 126: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

106

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Status merokok

responden (Merokok / Tidak

pernah merokok)

1.668 .742 3.750

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 1.499 .786 2.859

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .899 .759 1.063

N of Valid Cases 146

Chi-Square Testsd

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 7.272a 1 .007 .009 .008

Continuity Correctionb 6.027 1 .014

Likelihood Ratio 6.955 1 .008 .014 .008

Fisher's Exact Test .014 .008

Linear-by-Linear Association 7.203c 1 .007 .009 .008 .006

N of Valid Cases 105

Page 127: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

107

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Status merokok

responden (Pernah Merokok /

Tidak pernah merokok)

3.442 1.368 8.661

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 2.436 1.267 4.684

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .708 .524 .956

N of Valid Cases 105

7. Umur Mulai Merokok

Kategori umur mulai merokok * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

Kategori umur mulai merokok 10-19 Count 24 60 84

% within Kategori umur mulai

merokok 28.6% 71.4% 100.0%

>= 20 Count 9 16 25

% within Kategori umur mulai

merokok 36.0% 64.0% 100.0%

Total Count 33 76 109

% within Kategori umur mulai

merokok 30.3% 69.7% 100.0%

Page 128: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

108

Chi-Square Testsd

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .504a 1 .478 .620 .317

Continuity Correctionb .213 1 .644

Likelihood Ratio .493 1 .483 .620 .317

Fisher's Exact Test .470 .317

Linear-by-Linear Association .499c 1 .480 .620 .317 .149

N of Valid Cases 109

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kategori umur

mulai merokok (10-19 / >= 20) .711 .277 1.828

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus .794 .426 1.479

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol 1.116 .808 1.543

N of Valid Cases 109

Page 129: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

109

8. Jumlah Rokok yang dihisap

kategori batang rokok * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

kategori batang rokok 1-12 Count 28 63 91

% within kategori batang rokok 30.8% 69.2% 100.0%

>=13 Count 5 13 18

% within kategori batang rokok 27.8% 72.2% 100.0%

Total Count 33 76 109

% within kategori batang rokok 30.3% 69.7% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .064a 1 .801 1.000 .521

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .065 1 .799 1.000 .521

Fisher's Exact Test 1.000 .521

Linear-by-Linear Association .063c 1 .802 1.000 .521 .217

N of Valid Cases 109

Page 130: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

110

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kategori batang

rokok (1-12 / >=13) 1.156 .376 3.554

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 1.108 .495 2.480

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .959 .698 1.317

N of Valid Cases 109

9. Lama Merokok

Kategori lama merokok * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

Kategori lama merokok >= 16 Count 13 37 50

% within Kategori lama

merokok 26.0% 74.0% 100.0%

1-15 Count 20 39 59

% within Kategori lama

merokok 33.9% 66.1% 100.0%

Total Count 33 76 109

% within Kategori lama

merokok 30.3% 69.7% 100.0%

Page 131: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

111

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square .800a 1 .371 .409 .247

Continuity Correctionb .469 1 .493

Likelihood Ratio .805 1 .370 .409 .247

Fisher's Exact Test .409 .247

Linear-by-Linear Association .792c 1 .373 .409 .247 .112

N of Valid Cases 109

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kategori lama

merokok (>= 16 / 1-15) .685 .299 1.572

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus .767 .426 1.381

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol 1.119 .876 1.431

N of Valid Cases 109

Page 132: HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28918/1/LAILA... · tidak sekolah wajib 9 tahun merupakan faktor risiko TB paru di

112

10. Jenis Rokok

Jenis rokok yg dihisap * Kasus atau Kontrol Crosstabulation

Kasus atau Kontrol

Total Kasus Kontrol

Jenis rokok yg dihisap Kretek Count 17 30 47

% within Jenis rokok yg dihisap 36.2% 63.8% 100.0%

Putih Count 16 46 62

% within Jenis rokok yg dihisap 25.8% 74.2% 100.0%

Total Count 33 76 109

% within Jenis rokok yg dihisap 30.3% 69.7% 100.0%

Chi-Square Testsd

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided) Point Probability

Pearson Chi-Square 1.360a 1 .243 .294 .170

Continuity Correctionb .914 1 .339

Likelihood Ratio 1.353 1 .245 .294 .170

Fisher's Exact Test .294 .170

Linear-by-Linear Association 1.348c 1 .246 .294 .170 .085

N of Valid Cases 109

Risk Estimate

Value

90% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jenis rokok yg

dihisap (Kretek / Putih) 1.629 .715 3.711

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kasus 1.402 .794 2.473

For cohort Kasus atau Kontrol =

Kontrol .860 .663 1.116

N of Valid Cases 109