Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

18
Hubungan Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Batubara Pertambangan adalah suatu kegiatan mencari, menggali, mengolah, memanfaatkan dan menjual hasil dari bahan galian berupa mineral, batu bara, panas bumi dan minyak dan gas.Seharusnya kegiatan pertambangan memanfaatkan sumberdaya alam dengan berwawasan lingkungan, agar kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga. Kegiatan penambangan khususnya Batubara dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat penambangannya. Konsumsi energi global meningkatkan sejumlah masalah lingkungan hidup. Untuk batu bara, timbulnya polutan, seperti oksida belerang dan nitrogen (SOx dan NOx), serta partikel dan unsur penelusuran, seperti merkuri, merupakan suatu masalah. Teknologi telah dikembangkan dan dikerahkan untuk menekan emisi-emisi tersebut. Pengontrolan Lingkungan Green Mining Green Mining bagi Perusahaan Pertambangan adalah mengedepankan pelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat dalam kegiatan produksi, termasuk dalam mengatasi hambatan produksi dan menyiapkan rencana produksi masa berikutnya. Lingkungan

description

hubungan masalah lingkungan dengan pemanfaatan batubara

Transcript of Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

Page 1: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

Hubungan Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Batubara

            Pertambangan adalah suatu kegiatan mencari, menggali, mengolah, memanfaatkan

dan menjual hasil dari bahan galian berupa mineral, batu bara, panas bumi dan minyak dan

gas.Seharusnya kegiatan pertambangan memanfaatkan sumberdaya alam dengan berwawasan

lingkungan, agar kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga.

Kegiatan penambangan khususnya Batubara dan lain-lain dikenal sebagai kegiatan yang

dapat merubah permukaan bumi. Karena itu, penambangan sering dikaitkan dengan

kerusakan lingkungan. Walaupun pernyataan ini tidak selamanya benar, patut diakui bahwa

banyak sekali kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan kerusakan di tempat

penambangannya.

Konsumsi energi global meningkatkan sejumlah masalah lingkungan hidup. Untuk batu

bara, timbulnya polutan, seperti oksida belerang dan nitrogen (SOx dan NOx), serta

partikel dan unsur penelusuran, seperti merkuri, merupakan suatu masalah. Teknologi

telah dikembangkan dan dikerahkan untuk menekan emisi-emisi tersebut.

Pengontrolan Lingkungan

Green Mining

Green Mining bagi Perusahaan Pertambangan adalah mengedepankan pelestarian lingkungan

dan kepentingan masyarakat dalam kegiatan produksi, termasuk dalam mengatasi hambatan

produksi dan menyiapkan rencana produksi masa berikutnya. Lingkungan menjadi bagian

yang integral dalam seluruh siklus penambangan di mana aktivitas menambang adalah bagian

dari rencana penutupan tambang. Sehingga kami tidak memisahkan kegiatan penambangan

dengan kegiatan penutupan tambang dalam perencanaan. Kepentingan masyarakat dikelola

bersama-sama dan tidak erpisahkan dalam keseluruhan proses bisnis Kami, sehingga dampak

sosial yang merugikan dari kegiatan Perseroan dapat diminimalkan.

Page 2: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Seluruh aktivitas Perseroan, didahului dengan Analisis Dampak Lingkungan untuk

mengidentifikasi dampak lingkungan yang dapat terjadi dan menyusun rencana untuk

memantau dan mengelola dampak tersebut. Sesuai dengan sifat dan skala kegiatan yang akan

dilakukan dan ketentuan yang berlaku, terdapat dokumen lingkungan berupa AMDAL dan

RKL/RPL untuk kegiatan yang lebih luas dan dampak lebih signifikan, serta dokumen

UKL/UPL untuk kegiatan usaha dengan skala dampak yang lebih kecil.

Perencanaan Penambangan

Green Mining dimulai dengan perencanaan tambang yang seksama yang memperhitungkan

kelestarian lingkungan sejak awal, perencanaan tambang memiliki tujuan akhir menata paska

tambang, buka sekedar memperoleh batubara yang sebesar-besarnya.

Pelaksanaan Kegiatan Lingkungan

1. Pengelolaan Lingkungan

Perseroan melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan untuk

mengurangi dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat.

Untuk mengukur efektivitas pengelolaan lingkungan, setiap tahun Perseroan

menetapkan parameter indikator sasaran lingkungan sesuai dengan peraturan yang

berlaku, dalam hal ini Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 tahun 2005 dan

No. 8 tahun 2012 mengenai pemenuhan baku mutu lingkungan (BML).

Setiap program pengelolaan lingkungan yang dijalankan dipantau dan dievaluasi

dengan menggunakan parameter yang telah mempertimbangkan penilaian terhadap

dampak utama yang muncul akibat kegiatan penambangan. Evaluasi terhadap

indikator sasaran lingkungan tersebut kemudian dibahas secara rutin setiap tahun pada

forum manajemen lingkungan, sesuai Sistem Manajemen Lingkungan ISO

14001:2004, sehingga dampak lingkungan dari operasional kegiatan tambang dapat

dikendalikan.

Page 3: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

2. Pemantauan Lingkungan

Pemantauan lingkungan secara rutin di sekitar area penambangan bertujuan

meminimalisasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi, sebagai bagian dari

upaya mitigasi risiko lingkungan. Kegiatan pemantauan lingkungan yang dilakukan

Perseroan terdiri dari 14 (empat belas) kegiatan mencakup pemantauan kualitas air,

kualitas udara, kualitas tanah, pencemaran tanah, erosi hingga satwa liar dan biota air

yang hidup di sekitar area pertambangan dan lainnya. Aktivitas pemantauan rutin

yang dilakukan Perseroan Kegiatan pemantauan secara rutin menunjukkan bahwa

seluruh indikator cemaran yang diukur mememenuhi ketentuan BML. Disamping itu,

terdapat berbagai kemajuan dari sisi kualitas lingkungan hidup di sekitar maupun

dalam area kelolaan seperti:

a. Pemantauan keanekaragaman hayati (Plankton, Benthos dan Nekton) di badan

perairan sekitar lokasi kegiatan Perseroan di Tanjung Enim Sumatera Selatan

oleh pihak ketiga menunjukan secara umum semakin baik dan dapat

mendukung kehidupan biota perairan.

b. Pemantauan satwa liar menunjukan bahwa lahan-lahan lokasi bekas

penimbunan yang telah direhabilitasi dan direvegetasi telah mampu

mendukung kehidupan satwa liar. Di beberapa lokasi dapat ditemui jenis-jenis

burung yang termasuk jenis langka dan dilindungi sesuai Lampiran Peraturan

Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan

Satwa, seperti Elang Alap Besar (Accipiter virgatus), Elang Kelelawar

(Macheiramphus alcinus), Raja Udang Meninting (Alcedo meninting) dan

Cekakak Batu (Lacedo pulchella). Selain itu dijumpai pula beberapa hewan

jenis mamalia, seperti Kera Hitam/Lutung, Kera Kecil/Simpai dan Rusa dan

hewan melata, yakni ular kobra.

c. Pemantauan revegetasi menunjukan bahwa secara keseluruhan kegiatan

penanaman sudah berjalan dengan baik, dengan tingkat keberhasilan tumbuh

tanaman revegetasi di atas 80%.

d. Pemantauan Sosial Ekonomi dan Budaya (SOSEKBUD) menunjukan bahwa

secara keseluruhan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan

Page 4: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

lingkungan telah sesuai dengan rencana pengelolaan dan pemantauan

lingkungan yang tertuang dalam dokumen AMDAL. Dari pemantauan

terhadap aspek SOSEKBUD tersebut persepsi masyarakat terhadap kegiatan

Perseroan sangat baik, dan mendukung penuh kegiatan penambangan yang

dilakukan.

3. Penelitian dan Pengembangan Lingkungan

Untuk menjaga lingkungan di areal kegiatannya, Perseroan melakukan sejumlah

kajian dan penelitian yang sekaligus merupakan bagian proses evaluasi kondisi

lingkungan area pertambangan dan sekitarnya, serta pengembangan potensi

lingkungan di masa mendatang. Kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan adalah:

a. Implementasi recycle air tambang menjadi air bersih di lokasi Tambang Air

Laya.

b. Pilot project agro-forestry seluas 12 hektar di lokasi timbunan Air Laya yang

bekerja sama dengan PT Perhutani (on progress).

c. Melakukan kerja sama jangka panjang (3 tahun) untuk pengelolaan

(pengangkutan dan pengolahan) limbah B3 dengan perusahaan yang telah

memiliki ijin dari KLH.

d. Pembangunan hutan kota seluas 50 hektar dilokasi timbunan Air Laya (on

progress).

e. Pembangunan hutan pendidikan seluas 100 hektar bekerja sama dengan IPB di

lokasi timbunan Endikat dan MTS (on progress).

f. Pelaksanaan rehabilitasi DAS di lokasi fasilitas umum (fasum) TNI Rindam

II/SWJ seluas 93 hektar, dan lokasi hutan produksi Semendo Darat Tengah

(SDT) seluas 260 hektar serta Mulak Ulu seluas 100 hektar (on progress).

g. Pelanjutkan pembuatan Rantek rehabilitasi DAS TN Sembilang seluas 100

hektar, SDT seluas 260 hektar, serta Mulak Ulu seluas 100 hektar (on

progress).

h. Pembuatan Sistem Informasi Manajemen Lingkungan dan Keanekaragaman

Hayati (on progress).

Page 5: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

i. Program penanggulangan AAT (Air Asam Tambang) melalui pengujian

keasaman batuan yang bekerja sama dengan LAPI ITB (on progress).

Rehabilitasi Tambang Terbuka

Pasca Tambang

 Lokasi atau lahan Pertambangan yang telah selesai ditambang untuk dikelola secara

bertanggung jawab, melalui kegiatan reklamasi, revegetasi dan pasca tambang. Perseroan

melakukan amanat ini sesuai dengan peraturan perundangan dan mengikut sertakan

pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. Tujuan pasca tambang adalah menciptakan

manfaat dari lahan bekas tambang untuk berbagai tujuan bagi pemangku kepentingan

Perseroan.

Perseroan telah merealisasikan berbagai program reklamasi/rehabilitasi lahan bekas tambang

yang telah benar-benar selesai dari kegiatan penambangan sejalan dengan prinsip bahwa

“Menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang” dan “Reklamasi adalah

investasi untuk emanfaatan lahan bekas tambang”.

Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal

kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek

dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal

dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area

dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas

penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.

Page 6: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang

atau disebut area final, Perseroan telah melakukan program pasca tambang di tambang

Ombilin.

Taman Hutan Raya

Hutan Raya Enim (Tahura Enim) adalah salah satu rencana bentuk pemanfaatan lahan bekas

tambang selain untuk hutan tanaman. Tahura Enim dibangun di atas lahan seluas 5.640 ha di

lokasi pasca tambang IUP Air Laya dan IUP Banko Barat, terdiri dari tiga blok

pengembangan, yaitu blok perlindungan (696 ha), blok koleksi tanaman (2.508 ha), dan blok

pemanfaatan (2.346 ha). Tahura Enim dirancang untuk pemanfaatan yang dilakukan dalam

12 zona, yaitu:

1. Zona Penerima / Rekreasi

2. Zona Sarana Prasarana

3. Zona Hutan Tanaman

4. Zona Kebun Koleksi

5. Zona Kebun Buah

6. Zona Peternakan

7. Zona Wisata Air

8. Zona Penelitian Produktif

9. Zona Pertanian / Agroforestri

10. Zona Perikanan

11. Zona Bumi Perkemahan

12. Zona Satwa

Kegiatan yang telah dilakukan dalam pembangunan Tahura Enim, Perseroan telah

melaksanakan:

1. Pada blok pemanfaatan, hasil reklamasi Kayu putih: penyulingan tanaman kayu putih

menjadi minyak kayu putih.

Page 7: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

2. Zona penerima: pemanfaatan sarana olah raga oleh masyarakat sekitar (GOR,

Bowling, Golf, Futsal).

3. Pengembangan bibit tanaman melalui pembibitan yang diambil dari bank benih pada

lokasi Endikat dan Bukit Tapuan.

4. Pemanfaatan lahan untuk penanaman Padi Sri sebagai kegiatan Ketahanan Pangan.

 

 

Pembaharuan

 

Realisasi Program Pasca Tambang, Reklamasi dan Rehabilitasi

Pembukaan lahan dan proses reklamasi areal tambang Perseroan telah dilaksanakan sesuai

dengan butir-butir ketentuan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri

No 18 tahun 2008 mengenai Reklamasi dan Penutupan Tambang yaitu:

1. Pembukaan lahan dilakukan bertahap.

2. Penataan lahan timbunan yang sudah final (pengaturan pola alir air, back slope,

penghamparan top soil).

3. Pengendalian erosi (pembuatan check dump, rip rap dan kolam pengendap lumpur).

4. Revegetasi lahan (cover crop dan tanaman tahunan).

5. Pengelolaan limbah B3 (incinerator, pengiriman limbah B3 ke pihak ketiga).

6. Pengendalian air asam tambang.

7. Perawatan tanaman dan sarana lingkungan.

8. Pemanfaatan tanaman kayu putih yang diolah menjadi minyak kayu putih, sumber

bahan diambil dari lahan reklamasi pasca tambang.

Perseroan telah merealisasikan berbagai program reklamasi/rehabilitasi lahan bekas tambang

yang telah benar-benar selesai dari kegiatan penambangan sejalan dengan prinsip bahwa

“Menambang adalah bagian dari rencana penutupan tambang” dan “Reklamasi adalah

investasi untuk pemanfaatan lahan bekas tambang”.

Page 8: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal

kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek

dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal

dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area

dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas

penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.

Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang

atau disebut area final, Perseroan melakukan program rehabilitasi dan revegetasi seperti

pembangunan area wisata alam Bukit Kandi, Hutan Kota, Hutan Pendidikan dan

pembangunan TAHURA (Taman Hutan Raya) Enim. Selain kegiatan revegetasi di areal

kelolaan, Perseroan juga berpartisipasi pada program Rehabilitasi DAS.

 

 

Rehabilitasi DAS

 

Program Konservasi Air

Perseroan menggunakan air tambang untuk kegiatan penyemprotan batubara batubara di

stockpile dan areal kegiatan untuk mengurangi debu serta untuk keperluan MCK di lapangan

dan di kantor operasional.

Perseroan melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki kualitas air di sekitar areal

kegiatannya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas air adalah

melakukan pengolahan air asam tambang (AAT) di kolam pengendap lumpur baik secara

aktifdengan penambahan kapur maupun secara pasif dengan metoda wetland. Metoda

wetland dilakukan dengan memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan penyerap logam yang terbukti

berhasil menurunkan kandungan logam, khususnya Fe dan Mn, sehingga kualitas air

memenuhi baku mutu lingkungan (BML) sebelum dialirkan ke perairan umum.

Untuk menjaga ketersediaan air permukaan dan memelihara kelestarian sumber air, Perseroan

juga melakukan kegiatan konservasi sumber daya air melalui beberapa kegiatan, yakni :

Page 9: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

1. Pemanfaatan air tambang untuk penyiraman jalan dan sarana produksi.

2. Pemanfaatan air hujan untuk pencucian unit alat berat.

3. Penggunaan air dengan sistem tertutup (closed loop).

4. Pembuatan embung-embung air untuk konservasi air dan lubang-lubang biopori di

perkantoran dan permukiman.

Upaya-upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh air yang digunakan dalam proses penunjang

kegiatan pertambangan Perseroan dapat didaur ulang dan dikembalikan ke perairan umum

dalam keadaan baik dan layak pakai, sesuai ketentuan peraturan perundangan. Volume air

yang digunakan dari tahun 2010 sampai 2013 adalah seperti pada tabel berikut:

Dalam memenuhi kebutuhan air bersih, Perseroan juga melakukan pengolahan air dengan

sumber dari air tambang. Instalasi pengolahan air tersebut berkapasitas 350 m3 per hari.

Tujuannya adalah untuk mengurangi (reduce) volume air sungai yang diambil untuk

kebutuhan air bersih dan mengkonversi (reuse & recycle) air tambang sebagai air limbah

untuk dijadikan air bersih.

Pencemaran Lingkungan Oleh Adanya Pembakaran Batubara

Bentuk polusi yang paling banyak diakibatkan oleh pembakaran batubara adalah polusi

udara. Polusi udara adalah terkontaminasinya udara oleh bahan berbahaya yang karena

jumlah ataupun karakteristiknya, dapat membahayakan kesehatan manusia dan/atau

lingkungan sekitar. Selain menghasilkan gas-gas buang yang dapat mencemari udara,

akumulasi dari debu-debu hasil pembakaran batubara dapat menempel di pipa-pipa boiler dan

membentuk semacam kerak yang disebut slag. Melalui perlakuan khusus

menggunakan sootblower, slagakan jatuh dalam bentuk padatan yang selanjutnya

dikumpulkan untuk diperlakukan lebih lanjut. Namun kali ini saya akan menjelaskan kepada

Anda polutan-polutan pencemar udara, yang dihasilkan oleh pembakaran batubara.

Polutan-polutan penting yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara antara lain adalah

SO2, NOx, CO, dan material partikulat. Selain itu ada bahan polutan lain yang disebut udara

beracun. Ia adalah polutan yang sangat berbahaya meskipun jumlahnya hanya sedikit

dihasilkan oleh pembakaran batubara. Namun udara beracun ini perlu kita bahas juga lebih

Page 10: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

lanjut karena sifatnya yang sangat membahayakan kesehatan manusia. Berikut adalah

penjelasan lebih detail mengenai polutan-polutan tersebut:

Sulfur Dioksida

Batubara memiliki kandungan sulfur yang dapat mencapai 10% dalam fraksi berat. Namun

rata-rata kandungan sulfur di dalam batubara berada di kisaran 1-4% tergantung dari jenis

batubara tersebut. Proses pembakaran batubara menyebabkan sulfur tersebut terbakar dan

menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) dan sebagian kecil menjadi sulfur trioksida (SO3).

Secara langsung, sulfur oksida dapat menyebabkan iritasi pada alat pernapasan manusia,

mengurangi jarak pandang kita, sekresi muskus berlebihan, sesak napas, dan lebih lanjut

dapat menyebabkan kematian. Reaksi sulfur oksida dengan kelembaban ataupun hujan, dapat

menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi tanaman, hewan terutama hewan air,

serta sifatnya yang korosif dapat merusak infrastruktur-infrastruktur yang ada.

Sulfur Trioksida

Sebagian kecil sulfur dioksida yang terbentuk pada pembakaran batubara, terkonversi

menjadi sulfur trioksida (SO3). Rata-rata SO3 terbentuk sebanyak 1% dari total gas buang

pembakaran. Satu sistem pada boiler yang berfungsi untuk mengontrol gas buang NOx,

memiliki efek samping meningkatkan pembentukan SO3 dari 0,5% sampai 2%. SO3 sangat

mudah bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat (H2SO4) pada temperatur gas

buang di bawah 260oC. Seperti yang Anda ketahui bahwa asam sulfat bersifat amat sangat

korosif dan berbahaya.

SO3 memiliki sifat higroskopis yang sangat agresif. Higroskopis adalah sebuah sifat untuk

menyerap kelembaban dari lingkungan sekitarnya. Sebagai gambaran untuk Anda, SO3 yang

mengenai kayu ataupun bahan katun dapat menyebabkan api seketika itu juga. Kasus ini

terjadi karena SO3 mendehidrasikan karbohidrat yang ada pada benda-benda tersebut.

Polutan ini juga sangat jelas berbahaya bagi manusia, karena apabila terkena kulit, kulit

tersebut akan seketika mengalami luka bakar yang serius. Atas dasar inilah polutan

SO3 harus ditangani dengan sangat serius agar tidak mencemari lingkungan sekitar.

Nitrogen Oksida

Nitrogen Oksida yang dihasilkan oleh pembakaran batubara biasa disebut dengan NOx.

NOxmeliputi semua jenis senyawa yang tersusun atas atom nitrogen dan oksigen. Nitrat

Page 11: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NOx) menjadi penyusun utama dari polutan ini. NO,

yang paling banyak jumlahnya, terbentuk pada pembakaran bertemperatur tinggi hingga

dapat mereaksikan nitrogen yang terkandung pada bahan bakar dan/atau udara, dengan

oksigen. Jumlah dari NOx yang terbentuk tergantung atas jumlah dari nitrogen dan oksigen

yang tersedia, temperatur pembakaran, intensitas pencampuran, serta waktu reaksinya.

Bahaya polutan NOx yang paling besar berasal dari NO2, yang terbentuk dari reaksi NO

dengan oksigen. Gas NO2 dapat menyerap sprektum cahaya sehingga dapat mengurangi jarak

pandang manusia. Selain itu NOx dapat mengakibatkan hujan asam, gangguan pernapasan

manusia, korosi pada material, pembentukan smog dan kerusakan tumbuhan.

Karbon Monoksida

Gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau ini terbentuk dari proses pembakaran yang

tidak sempurna. Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari proses pembakaran batubara di

boiler dalam jumlah yang relatif sangat kecil. Bahaya paling besar yang diakibatkan oleh CO

adalah pada kesehatan manusia dan juga hewan. Jika gas CO terhirup, ia akan lebih mudah

terikat oleh hemoglobin darah daripada oksigen. Hal ini menyebabkan tubuh akan

kekurangan gas O2, dan jika jumlah CO terlalu banyak akan dapat menyebabkan penurunan

kemampuan motorik tubuh, kondisi psikologis menjadi stress, dan paling parah adalah

kematian.

Abu (FlyAsh)

Hasil pembakaran batubara di boiler juga menghasilkan partikel-partikel abu dengan ukuran

antara 1 hingga 100 μm. Abu tersebut mudah terlihat oleh mata kita, bahkan dapat

mengganggu jarak pandang jika tersebar di udara bebas. Selain itu fly ash sangat berbahaya

jika sampai terhirup oleh manusia, karena ia dapat melukai bagian-bagian penting sistem

pernapasan kita.

Fly ash tersusun atas beberapa senyawa padat, diantaranya adalah SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan

CaO. Di samping itu, fly ash juga mengandung logam-logam berat dan partikel-partikel lain

yang sangat beracun bagi manusia jika berada dalam jumlah yang cukup. Racun-racun

tersebut berasal dari batubara, diantaranya adalah arsenik, berilium, cadmium, barium,

chromium, tembaga, timbal, mercury, molybdenum, nikel, radium, selenium, thorium,

uranium, vanadium, dan seng.

Page 12: Hubungan Masalah Lingkungan Dan Pemanfaatan Batubara

Karbon Dioksida

Sejak tahun 1980-an, efek dari meningkatnya jumlah emisi CO2 akibat ulah manusia semakin

diperhatikan. CO2 yang dikenal dengan sebutan gas rumah kaca, menjadi satu dari beberapa

gas buang yang mengakibatkan terjadinya global warming (pemanasan global). CO2 selalu

dihasilkan oleh semua jenis proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar fosil

berbasis hidrokarbon.

Menangani emisi CO2 tidak semudah menangani emisi gas buang lainnya, seperti

SO2 misalnya. Karena jumlah produksi CO2 dari proses pembakaran yang secara alamiah

selalu berjumlah banyak. Salah satu metode paling efektif untuk mengurangi pembentukan

CO2 adalah dengan memperbaiki tingkat efisiensi dari proses pembakaran (energi yang lebih

banyak dari bahan bakar yang lebih sedikit). Saat ini metode-metode untuk mengurangi

jumlah penggunaan bahan bakar karbon untuk menghasilkan energi yang lebih besar terus

dikembangkan.