Perilaku pencarian pengobatan dan hidup bersih dan sehat ...
Hubungan Lama Waktu Pencarian Pengobatan Pasien Psikosis ...
Transcript of Hubungan Lama Waktu Pencarian Pengobatan Pasien Psikosis ...
Hubungan Lama Waktu Pencarian Pengobatan Pasien Psikosis Terhadap Fungsi Pengendalian Perilaku
Ivana Ariella Nita Hadi, Noorhana Setiawati Winarsih
1. Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat, 10430,
Indonesia 2. Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan
Salemba Raya 6, Jakarta Pusat, 10430, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Psikosis merupakan gangguan jiwa berat yang mengakibatkan gangguan fungsi pengendalian perilaku pada anak. Penelitian sebelumnya menyatakan lama waktu pencarian pengobatan (duration of untreated psychosis, DUP) yang panjang berhubungan dengan fungsi eksekutif yang lebih buruk. Namun belum ada penelitian mengenai hubungannya dengan fungsi pengendalian perilaku sebagai salah satu komponen fungsi eksekutif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan pasien psikosis terhadap fungsi pengendalian perilaku. Desain studi ini adalah potong lintang dengan 48 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dengan metode consecutive sampling. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu DUP pendek (<6 bulan) dan DUP panjang (>6 bulan). Orang tua / wali dari subjek diwawancara dengan menggunakan kuesioner Behavior Rating Inventory of executive function- Bahasa Indonesia (BRIEF-BI). Dengan uji T-test, didapat fungsi pengendalian perilaku dengan lama waktu pencarian pengobatan dengan beda rerata= 10,12 (IK95%= 1,09 – 19,15; nilai p= 0,029). Komponen dari fungsi pengendalian perilaku, inhibisi, shift, dan kontrol emosional bernilai p= 0,146; p= 0,007; p= 0,120 secara berurutan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan dengan fungsi pengendalian perilaku. Namun, hanya komponen shift yang menunjukkan hasil signifikan.
Relationship between Duration of Untreated Psychosis and Behavioral Function
Abstract
Psychosis is a severe mental illness that causes dysfunction of behavioural regulation. Prior studies showed that longer duration of untreated psychosis (DUP) was associated with worse executive function. However, there is no study on association between DUP and behavioral regulation as one of the components of executive function. The aim of this study is to assess the relationship between duration of untreated psychosis and behavioral regulation. This is a cross-sectional study with 48 subjects divided into two groups, the long (>6 months) and the short (<6 months) duration of untreated psychosis. Parents or guardian of the subjects were given Behavior Rating Inventory of Executive Function-Bahasa Indonesia questionnaire. Based on T-test, behavioral regulation shows that the mean difference between two groups is 10,12 (p value= 0,029; 95% CI= 1,09 – 19,15). P value results for the components of behavioral regulation, that is inhibition, shift, and emotional are p= 0,146; p= 0,007; p= 0,120 respectively. There is association between duration of untreated psychosis and behavioral regulation although only one component of behavioral regulation, shift, shows significant association. Keywords: behavioural regulation, duration of untreated psychosis, emotional control, inhibition, shift
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Pendahuluan Psikosis merupakan serangkaian gejala akibat gangguan kejiwaan, di mana
individu mengalami gangguan dalam menilai realitas.1 Gangguan psikosis dapat
menyebabkan menurunnya kualitas hidup seseorang. Menurut ICD 10, gangguan
jiwa dengan ciri psikosis termasuk ke dalam kelompok F2, antara lain,
skizofrenia, skizotipal,waham, psikosis akut, dan skizoafektif.1 Menurut
Riskesdas tahun 2013, prevalensi psikosis di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
1,7 per mil penduduk (1-2 orang per 1000 penduduk), di mana di DKI Jakarta,
prevalensi tahun 2013 mencapai 1,1 per mil penduduk.2
Pasien dengan gangguan psikosis mengalami berbagai kelainan, salah satunya
berupa gangguan fungsi pengendalian perilaku, yang mencakup kontrol inhibisi,
shift atau fleksibilitasi kognitif, dan kontrol emosional.3 Menurut penelitian,
gangguan pengendalian perilaku menyebabkan penurunan fungsi sosial yang
mencakup kemampuan interpersonal, komunikasi, sosialisasi, partisipasi dalam
komunitas, kesulitan dalam bekerja, serta ketidakmampuan untuk merawat dirinya
sendiri. Fungsi sosial merupakan salah satu komponen dari kualitas hidup.
Dengan demikian, penurunan fungsi sosial akibat gangguan perilaku inilah yang
menyebabkan kualitas hidup pasien lebih buruk.4,5,6,7
Berdasarkan penelitian, gangguan fungsi sosial juga memiliki hubungan dengan
lama waktu pencarian pengobatan pasien psikosis atau DUP (duration of untreated
psychosis). DUP merupakan durasi sejak psikosis episode pertama, yaitu keadaan
munculnya gejala psikotik pertama kalinya, hingga mendapatkan pengobatan.
Menurut penelitian tersebut, pada DUP yang lebih panjang ditemukan fungsi
sosial yang lebih buruk. Walaupun sudah diketahui bahwa DUP menyebabkan
penurunan fungsi sosial, akan tetapi, belum diketahui bagaimana DUP
menyebabkan penurunan fungsi sosial. Diduga DUP tidak mempengaruhi fungsi
sosial secara langsung, namun dimediasi oleh fungsi pengendalian perilaku.
Namun demikian, belum ada penelitian yang meneliti hal tersebut. Selain itu,
penelitian lain membuktikan bahwa DUP berhubungan dengan fungsi eksekutif,
di mana salah satu komponennya adalah fungsi pengendalian perilaku.8,9
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Dengan mengetahui hubungan DUP dengan fungsi pengendalian perilaku, dapat
diketahui apakah fungsi pengendalian perilaku mempengaruhi fungsi sosial secara
independen atau merupakan perantara dari DUP dengan fungsi sosial. Dengan
demikian, dapat diketahui apakah fungsi pengendalian perilaku dapat dijadikan
target intervensi untuk meningkatkan kualitas hidup. Berdasarkan latar belakang
tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan antara DUP dan pengendalian
perilaku dengan mengkategorikan DUP menjadi DUP pendek (<6 bulan) dan
DUP panjang (>6 bulan). 6
Tinjauan Pustaka
Psikosis adalah keadaan di mana seseorang kehilangan kontak dengan realita.
Seseorang yang menderita psikosis tidak dapat membedakan mana yang nyata dan
tidak nyata. Menurut ICD 10, psikosis merupakan gejala utama dari gangguan
kejiwaan kelompok F2 yang mencakup skizofrenia, skizotipal, waham menetap,
psikosis akut, waham terinduksi, skizoafektif, gangguan psikosis non-organik
lainnya, dan gangguan psikosis tidak spesifik atau NOS psychosis (psychosis non
otherwise specified).1,10,11
Pengendalian perilaku mencakup inhibisi, shift, dan kontrol emosional.
Pengendalian inhibisi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan
perhatian, perilaku, pikiran, dan emosi untuk dapat mengatasi interferensi atau
impuls baik dari internal dan eksternal agar dapat menghentikan suatu tindakan
dan menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
keadaan. Kemampuan shifting merupakan kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungan dan bersikap fleksibel dalam menyelesaikan masalah serta dapat
beralih dengan bebas dari suatu situasi atau aktivitas tertentu ke kondisi kebutuhan
lainnya sesuai dengan keadaan. Kontrol emosional merupakan kemampuan
seseorang untuk meregulasi dan memodulasi respons berupa ekspresi dan emosi
terhadap keadaan tertentu agar tidak bertindak impulsif, melainkan berperilaku
sesuai dengan norma-norma yang berlaku.12,13,14
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Suatu penelitian menunjukkan bahwa gangguan fungsi pengendalian perilaku
menyebabkan penurunan fungsi sosial yang merupakan komponen dari kualitas
hidup. Fungsi sosial sangat berperan penting dalam kehidupan pasien sehari-hari.
Fungsi sosial mencakup berbagai komponen antara lain, produktivitas dalam
bekerja, hidup mandiri (mengatur rumah tangga, makan, tidur, dan perawatan
diri), dan interaksi sosial (komunitas dan lingkungan sekitar). Sementara itu,
kualitas hidup didefinisikan sebagai gabungan pengukuran dari keadaan fisik,
mental, dan fungsi sosial yang baik pada seorang individu dalam ranah kesehatan,
rumah tangga, keluarga, pekerjaan, pendidikan, kepercayaan diri, dan hubungan
dengan sesama.7,8,15,16,17
Lama waktu pencarian pengobatan pasien psikosis atau duration of untreated
psychosis (DUP) merupakan durasi sejak psikosis episode pertama hingga
mendapatkan pengobatan. Menurut suatu penelitian, DUP dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu DUP panjang yaitu lebih dari 6 bulan dan DUP pendek yaitu
kurang dari 6 bulan. Pengelompokkan ini juga sesuai dengan kriteria diagnosis
DSM V di mana kriteria diagnosis psikosis akut adalah gejala psikotik <1 bulan,
sementara kriteria diagnosis skizofrenia yang merupakan kelompok dengan durasi
gejala psikotik terpanjang adalah 6 bulan. Pada durasi gejala psikotik antara
psikosis akut dan skizofrenia disebut dengan skizofeniform (>1 - <6 bulan). 8,11
DUP menyebabkan 2 akibat yaitu dampak jangka pendek dan dampak jangka
panjang. Pada dampak jangka pendek, menurut penelitian, DUP yang panjang
berkaitan dengan hasil yang lebih buruk, di mana gejala positif dan negatif lebih
berat,penurunan kualitas hidup,disertai dengan penurunan fungsi sosial. Pada
dampak jangka panjang, DUP yang lebih panjang menyebabkan penurunan fungsi
global dan hasil remisi yang lebih buruk pasca pengobatan.18,19,20
Fungsi pengendalian perilaku dapat diukur dengan metode berdasarkan laporan
orang tua yaitu dengan BRIEF (Behavior Rating Inventory of Executive Function).
BRIEF dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi eksekutif pada anak usia 5-18
tahun dengan mengobservasi perilaku sehari-hari anak di rumah dan di sekolah.
BRIEF terdiri atas 86 pertanyaan dengan 3 skala skor (1 = tidak pernah, 2 =
terkadang, 3 = seringsekali) untuk menilai 8 skala klinis fungsi eksekutif yang
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
dikelompokkan menjadi pengendalian perilaku (inhibisi, shift, dan kontrol
emosional) dan metakognisi (inisiasi, memori kerja,
perencanaan,pengorganisasian material, dan monitor). Nilai skor murni / raw
score pada BRIEF dikonversi menjadi T scores. Semakin tinggi T scores
mencerminkan gangguan pada setiap domain fungsi eksekutif. Ambang batas T
score pada BRIEF versi bahasa Indonesia untuk menunjukkan disfungsi fungsi
eksekutif adalah 65 dengan sensitivitas 85% dan spesifitas 81%. Selain itu, pada
suatu penelitian lain, didapatkan bahwa ambang batas keadaan normal adalah T
score di bawah 60. Sementara T score di atas 65 menunjukkan terjadinya elevasi.
Pada T score di antara 60-65, terjadi elevasi ringan. Oleh sebab itu, dapat
dikatakan bahwa perbedaan klinis bermakna adalah 5.3,21,22
Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah studi observasional yaitu cross-sectional atau potong-
lintang. Pada penelitian ini, populasi targetnya adalah pasien psikosis anak di
Indonesia, sedangkan, populasi terjangkaunya adalah pasien psikosis anak di RS
Cipto Mangunkusumo dan RSJ Soeharto Heerdjan Grogol. Subjek penelitian
adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk
dalam kriteria eksklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien anak
berusia 5-18 tahun yang terdiagnosis gangguan psikosis (kelompok F20-F29)
menurut ICD-10 dan memiliki data terkait lama waktu pencarian pengobatan
(DUP) di rekam medis. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah subjek yang
menolak untuk berpartisipasi dan pasien psikosis anak dengan retardasi mental
atau penyakit kronik lainnya. Teknik pengambilan sampel adalah dengan
consecutive sampling. Perhitungan sampel menggunakan rumus uji beda rerata
antara dua kelompok yang tidak berpasangan. Jumlah sampel minimal yang
diperlukan adalah 72 setelah ditambahkan 10% untuk antisipasi drop out.
Variabel bebas pada penelitian ini lama waktu pencarian pengobatan. Variabel
terikat pada penelitian ini adalah fungsi pengendalian perilaku. Variabel perancu
pada penelitian ini adalah retardasi mental dan penyakit kronik lainnya. Instrumen
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
penelitian yang digunakan adalah kuesioner Behavior Rating Inventory of
Executive Function- Bahasa Indonesia (BRIEF-BI). Cara pengambilan data
dilakukan dengan melakukan wawancara oleh peneliti pada orang tua / wali dari
subjek penelitian dengan kuesioner BRIEF-BI.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 19. Uji
hipotesis yang digunakan untuk menganalisis hubungan fungsi pengendalian
perilaku dan durasi psikosis yang belum mendapat pengobatan adalah dengan
menggunakan uji komparasi T tidak berpasangan atau uji komparasi Mann-
Whitney sebagai alternatifnya.
Hasil
Pada Tabel 1 dapat dilihat secara lengkap gambaran subjek dari penelitian ini
antara lain, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan kondisi sosioekonomi keluarga
diuji dengan Chi-Square. Sementara itu, untuk usia analisis dilakukan dengan uji
Mann-Whitney. Subjek berjumlah 48 orang yang dibagi ke dalam dua kelompok,
28 subjek dari kelompok DUP pendek (<6 bulan) dan 20 subjek dari kelompokk
DUP panjang (>6 bulan).
Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografis Subjek Penelitian.
Karakteristik DUP Pendek
n (%) n= 28
DUP Panjang n (%) n= 20
Total n= 48
Nilai p
Usia (tahun) 16,3 ± 1,69 15,60 ± 1,85 15,98 ± 1,77 0,207 Jenis kelamin 1,000
Laki-laki 13 (46,4) 9 (45,0) 26 (54,2) Perempuan 15 (53,6) 11 (55,0) 22 (45,8)
Pendidikan Subjek Saat Ini 0,771 SD dan SMP / sederajat 11 (39,3) 9 (45,0) 20 (41,7) SMA dan Perguruan Tinggi/sederajat 17 (60,7) 11 (55,0) 28 (58,3)
Pendidikan Terakhir Orang Tua 0,160 SD dan SMP / Sederajat 8 (28,6) 2 (10,0) 10 (20,8) SMA dan Sarjana / Sederajat 20 (71,4) 18 (90,0) 38 (79,2)
Penghasilan 0,109 <Rp2.600.000,00 12 (42,9) 7 (35,0) 19 (39,6) Rp2.600.000,00-Rp6.000.000,00 14 (50,0) 7 (35,0) 21 (43,8)
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
>Rp6.000.000,00 2 (7,1) 4 (30,0) 8 (16,7) Subjek pada penelitian ini adalah pasien anak dengan gangguan psikosis yang
digolongkan ke dalam kelompok F2 berdasarkan ICD 10 maupun kelompok lain
dengan ciri psikosis. Tabel 2 menampilkan hasil uji Chi-Square pada masing-
masing karakteristik klinis pada subjek berupa diagnosis, riwayat penyakit dahulu,
riwayat gangguan jiwa pada keluarga, dan kepatuhan minum obat. Sementara itu,
karakteristik lama pengobatan pada tabel 4.2 diuji dengan Mann-Whitney.
Tabel 2. Karakteristik Klinis Subjek Penelitian
Karakteristik
DUP pendek n (%) n=28
DUP panjang n (%) n=20
Total n (%) n= 48
Nilai p
Diagnosis Skizofrenia (F20) Skizotipal (F21)
15 (53,6) 0 (0,0)
14 (70,0) 1 (5,0)
29 (60,4) 1 (2,1)
Psikosis akut (F23) 6 (21,4) 3 (15,0) 9 (18,8) Skizoafektif (F25) 6 (21,4) 2 (10,0) 8 (16,7) Psikosis non-organik lainnya (F28) 1 (3,6) 0 (0,0) 1 (2,1)
Riwayat penyakit dahulu 0,385
Tidak ada 24 (85,7) 19 (95) 43 (89,6) Kejang demam 4 (14.3) 1 (5) 5 (10.4)
Riwayat gangguan jiwa pada keluarga 0,528
Tidak ada 21 (75,0) 13 (65,0) 34 (70,8) Ada 7 (25,0) 7 (35,0) 14 (29,2)
Lama pengobatan (bulan) 16,3 ± 14,81 21,3 ± 18,76 18,4 ± 16,57 0,232
Kepatuhan berobat 0,349 Ya 21 (75,0) 12 (60,0) 33 (68,8) Tidak 7 (25,0) 8 (40,0) 15 (31,3)
Tabel 3 menunjukkan uji komparatif antara fungsi pengendalian perilaku dengan
kelompok DUP pendek maupun panjang. Uji yang digunakan untuk indeks fungsi
pengendalian perilaku adalah uji T-test / uji komparasi T tidak berpasangan.
Tabel 3. Uji komparatif antara skor T indeks fungsi pengendalian perilaku dan
subskalanya pada kelompok DUP pendek dan DUP panjang
Skala / Indeks Skor T Nilai p
Beda Rerata
IK 95% DUP
Pendek (n= 28)
DUP Panjang (n= 20)
Lower Upper
Indeks Fungsi Pengendalian
49,2± 10,42
59,3± 17,66
0.029* (S)
10.12 1.09 19,15
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Perilaku Inhibisi 49,5±
10,06 55,6± 13,53 0.146** 6,01
Shift 48,9± 14,29
61,7± 16,86
0.007* (S)
12.77 3.69 21.85
Kontrol Emosional
49.2± 10.73
55.7± 15.65 0.120* 6.47 -1.77 14.72
*Uji T tidak berpasangan; **Mann-Whitney U-Test; S= Signifikan
Pembahasan
Fungsi pengendalian perilaku dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi antara lain, genetik, usia, dan gender. Sementara itu, faktor
eksternal yaitu faktor lingkungan baik keluarga, sosioekonomi, dan tingkat
pendidikan. Pada penelitian oleh Birditt KS dkk. (2003), ditemukan bahwa usia
dan gender mempengaruhi pengendalian perilaku terutama pada kontrol
emosional. Pada orang yang lebih tua lebih jarang terjadi emosi negatif seperti
rasa marah, rasa sedih, dan rasa takut, dibandingkan dengan orang yang lebih
muda. Sementara itu, wanita lebih mampu mengendalikan emosi terutama
kemarahan dibandingkan laki-laki karena wanita memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan keharmonisan hubungan. Namun, durasi emosi negatif pada
wanita lebih panjang dibandingkan dengan pria, terutama dalam hal kesedihan.23
Faktor internal lainnya yang mempengaruhi fungsi pengendalian perilaku menurut
penelitian oleh Bornovalova dkk. (2010) adalah faktor genetik orang tua yang
sangat berpengaruh terhadap berbagai gangguan pada perilaku anak. 24
Suatu penelitian oleh McGrath P dkk. (2015) menyatakan bahwa hubungan
sosioekonomi berkorelasi secara positif dengan fungsi pengendalian perilaku
terutama pada anak-anak. Suatu studi metaanalisis menyimpulkan bahwa anak-
anak dari keluarga dengan sosioekonomi rendah berpotensi 2-3 kali lebih tinggi
untuk mengalami gangguan mental. Faktor eksternal lainnya adalah pendidikan
orang tua yang sangat berkaitan dengan pola asuh dan faktor sosioekonomi yang
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
berdampak pada pengendalian perilaku anak-anak. Dalam mempengaruhi
perilaku, faktor sosioekonomi juga dapat dimediasi oleh berbagai variabel seperti
kekerasan, pengabaian, kurang gizi, lingkungan pergaulan yang buruk,
penyalahgunaan obat, stimulasi kognitif yang kurang, stress, dsb.25
Berdasarkan hasil uji variabel terhadap karakteristik sosio demografi pada pasien
psikosis anak di Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan
Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan Grogol, ditemukan bahwa semua variabel
tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok subjek, yaitu kelompok DUP
panjang dan kelompok DUP pendek. Uji menggunakan Chi-Square kecuali untuk
usia dengan Mann-Whitney. Seperti pembahasan di atas, faktor-faktor sosio
demografi berperan dalam mempengaruhi fungsi pengendalian perilaku sehingga
dapat berpotensi menyebabkan bias. Akan tetapi, pada penelitian ini, pada kedua
kelompok yang diteliti distribusi faktor sosio demografi tersebar merata dan tidak
berbeda bermakna pada kedua kelompok yang memiliki arti bahwa variabel-
variabel tersebut tidak berpengaruh di dalam penelitian ini.
Beberapa karakteristik klinis yang dapat mempengaruhi fungsi pengendalian
perilaku. Pasien dengan diagnosis skizofrenia memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan gangguan psikosis lainnya.26 Suatu studi oleh
Herbert HS dkk. (2013) meneliti mengenai efek pada anak yang tumbuh
bersama orang tua yang mengalami skizofrenia. Menurut penelitian, anak-anak
tersebut mengalami kesulitan dalam bidang akademik, finansial, sosial, dan
emosional. Secara emosi, anak-anak tersebut memiliki kecenderungan mengalami
ketakutan, kesepian, sulit untuk merasa damai dan senang. Hal-hal tersebut
berperan untuk mempengaruhi perilaku anak tersebut.27 Sementara itu, menurut
penelitian Kariuki S dkk. (2017) dan Salehi B dkk. (2016) riwayat kejang
demam dapat menyebabkan gangguan fungsi pengendalian dan berhubungan
dengan gangguan hiperaktivitas. 28,29 Lama pengobatan dan kepatuhan minum
obat juga menjadi penentu dalam perbaikan fungsi pengendalian perilaku.
Pada penelitian ini, semua variabel karakteristik klinis diuji dengan Chi-Square
kecuali lama pengobatan yang diuji dengan Mann-Whitney. Semua variabel tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok DUP. Dengan
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
demikian, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien pada kedua kelompok
homogen sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian ini
Pada penelitian ini, uji T-test pada lama waktu pencarian pengobatan (DUP)
dengan indeks fungsi pengendalian perilaku menunjukkan hasil yang signifikan.
Perbedaan rerata indeks fungsi pengendalian perilaku pada kelompok DUP
panjang (>6 bulan) dan DUP pendek (<6 bulan) adalah 10.64 ± 4.26 (p= 0.018, IK
95%= 1.94 – 19.34). Indeks fungsi pengendalian perilaku pada kelompok DUP
panjang lebih besar dibandingkan dengan pada kelompok DUP pendek yang
memiliki arti bahwa pada kelompok DUP yang panjang, fungsi pengendalian
perilaku pasien lebih buruk. Fungsi pengendalian perilaku memiliki 3 komponen
yang dinilai dengan kuesioner BRIEF-BI antara lain, inhibisi, shift / fleksibilitas
kognitif / adaptasi dan kontrol emosional. Pada penelitian ini ditemukan bahwa
walaupun indeks fungsi pengendalian perilaku menunjukkan hasil yang
signifikan, namun hanya 1 di antara ketiga komponen yang signifikan yaitu shift
(p = 0.007, IK 95% = 3.58 – 21.09).
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Fraguas D dkk. (2014) yang
menyatakan bahwa DUP yang pendek berkaitan dengan perbaikan fungsi
eksekutif yang lebih baik (p = 0.013) pada studi kohort prospektif dengan follow
up 2 tahun. Sementara itu, DUP yang lebih panjang ketika mendapatkan
pengobatan, perbaikan fungsi eksekutifnya tidak sebaik pada pasien dengan DUP
yang lebih pendek. Adanya gangguan pada sistem saraf pusat dapat
mengakibatkan gangguan fungsi yang dinamis dan bukan statis (dapat menjadi
semakin buruk). Hal ini yang diduga menjadi dasar dapat terjadinya perburukan
fungsi eksekutif pada pasien psikosis yang juga mengalami gangguan pada sistem
saraf pusat. Salah satu komponen fungsi eksekutif yang dinilai adalah fungsi
pengendalian perilaku. Walaupun demikian, pada penelitian tersebut tidak
dilakukan analisis terhadap masing-masing komponen fungsi eksekutif tersebut.
Selain itu, rata-rata DUP pada penelitian Fraguas D dkk. adalah 65 ± 6.9 hari,
berbeda dengan penelitian ini yang mengelompokan DUP <6 bulan sebagai DUP
pendek.9
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Pada penelitian ini hanya komponen shift yang menunjukkan hasil signfiikan.
Hasil ini juga sesuai dengan studi sebelumnya oleh Joyce E dkk. pada tahun 2002
mengenai hubungan durasi fungsi pengendalian perilaku dengan disfungsi
eksekutif pada pasien skizofrenia. Pada penelitian ini, salah satu komponen yang
diteliti adalah attentional set-shifting yang didefinisikan sesuai dengan
kemampuan shifting namun pengukuran dilakukan menggunakan Wisconsin Card
Scoring. Pada penelitian tersebut, hasil attentional set-shifting terhadap DUP
signifikan (p = 0.01), namun komponen kontrol emosional dan inhibisi tidak
dinilai pada penelitian ini.30 Menurut penelitian oleh Mittal PK dkk. (2013)
defisit pada shifting sudah terjadi sejak episode pertama skizofrenia sehingga
shifting dapat menjadi lebih buruk dibandingkan komponen fungsi eksekutif
lainnya.15
Sementara itu, suatu penelitian oleh Rapp C dkk. (2013) mengenai DUP dan
fungsi kognitif menyatakan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara
DUP yang panjang dengan perburukan fungsi kognitif. Salah satu fungsi kognitif
yang dinilai pada penelitian ini adalah kontrol inhibisi menggunakan tes Go / No
Go subtest of the tests for attentional performance (p= 0,06). Pada penelitian
tersebut, tidak adanya hubungan diduga karena defisit kognitif, termasuk kontrol
inhibisi terjadi sebelum munculnya gejala psikotik sehingga perpanjangan DUP
tidak mempengaruhi perburukan dari kontrol inhibisi.31
Suatu penelitian systematic review oleh Latalova K (2014) membahas mengenai
hubungan perilaku agresif, kekerasan, dan emosional terhadap DUP. Hasil
systematic review tersebut menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan di mana DUP tidak ditemukan berkorelasi dengan peningkatan resiko /
perburukan dari perilaku emosional / agresif. Walaupun pada suatu penelitian
disebutkan bahwa 21% pasien berperilaku sangat agresif sebelum masuk rumah
sakit pertama kali dengan rata-rata DUP 16,9 bulan. Namun penelitian tersebut
tidak memberikan data terkait DUP pada pasien yang tidak berperilaku agresif.
Hal ini menunjukkan perilaku agresif menjadi pemicu penanganan ke rumah sakit
di mana semakin agresif pasien, dapat semakin cepat mendapatkan penanganan.
Selain itu, diduga bahwa perilaku agresif ini terjadi sebelum onset psikosis
episode pertama. Faktor-faktor penyebab perilaku agresif pada psikosis episode
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
pertama juga heterogen, dapat terjadi akibat gejala positif dan sosiodemografik
pasien berupa latar belakang keluarga, pergaulan, dan lain-lain. Pasien dengan
latar belakang keluarga dengan perilaku agresif dapat menjadi agresif terlepas dari
adanya gangguan psikotik. Walaupun demikian, pasien dengan kondisi tersebut
juga dapat mengalami psikotik yang dapat memperberat agresivitas pasien
tersebut. Kondisi sosiodemografik ini didukung oleh penelitian di mana dari 301
pasien psikosis episode pertama, 43% pasien memiliki rekam jejak kriminal. Pada
penelitian tersebut, hal itu diasosiasikan dengan penyebab skizofrenia karena
penyalahgunaan obat akibat lingkungan pergaulan pasien. Oleh sebab itu,
terjadinya gangguan kontrol emosional dapat terjadi sebelum onset psikosis,
dipengaruhi faktor sosiodemografik, terutama latar belakang sosioekonomi pasien
dan gangguan emosional memicu penangangan rumah sakit sehingga tidak
memperpanjang DUP. Dengan demikian, DUP tidak berkorelasi dengan kejadian
maupun perburukan kontrol emosional.32
Pada penelitian sebelumnya didapat bahwa gangguan fungsi pengendalian
perilaku menyebabkan penurunan fungsi sosial.4,5,6,7 Fungsi sosial yang buruk juga
diketahui merupakan komponen kualitas hidup. Sementara itu, penelitian lain
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara DUP dan fungsi sosial.8,20 Pada
penelitian ini, ditemukan hubungan signifikan antara DUP dan fungsi
pengendalian perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa DUP yang panjang tidak
secara langsung mempengaruhi fungsi sosial namun dimediasi oleh fungsi
pengendalian perilaku. DUP yang panjang akan memiliki fungsi pengendalian
perilaku yang buruk sehingga tanpa intervensi yang cukup dapat berlanjut menjadi
komplikasi berupa penurunan fungsi sosial yang akan menurunkan kualitas hidup.
Menurut pengukuran skala BRIEF-BI, ambang batas masing-masing indeks
adalah 60, di mana skor di atas 60 memiliki arti terjadi gangguan fungsi
pengendalian perilaku. Pada pasien yang datang dengan DUP kurang dari 6 bulan
gangguan fungsi pengendalian perilaku minimal (mean: 49,2± 10,42) sehingga
dapat dilakukan intervensi terhadap fungsi pengendalian perilaku saja untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya komplikasi berupa pengendalian fungsi
sosial. Sementara itu, ketika pasien datang dengan DUP yang >6 bulan (mean:
59,3 ± 17,66) fungsi pengendalian perilaku sudah buruk yang memiliki
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa penurunan pada fungsi sosial sehingga
perlu dilakukan intervensi kombinasi untuk fungsi pengendalian perilaku dan
fungsi sosial. Dengan intervensi tersebut diharapkan bahwa tidak terjadi
penurunan fungsi sosial sehingga kualitas hidup pasien psikosis bisa meningkat.
Pendekatan intervensi terhadap fungsi pengendalian perilaku yaitu dengan anti-
psikotik dan modifikasi perilaku. Terapi modifikasi perilaku ini diberikan ketika
pasien sudah tenang. Teknik modifikasi perilaku yang sering digunakan adalah
cognitive behavior therapy (CBT). 33,34,35 Pendekatan intervensi terhadap fungsi
sosial adalah pelatihan kemampuan sosial yang dilakukan secara individual dan
juga kelompok. 34,36,37
Dengan demikian, dengan diketahuinya hubungan antara DUP dan fungsi
pengendalian perilaku, serta kaitannya dengan fungsi sosial dan kualitas hidup,
target intervensi utama pada pasien dengan DUP yang <6 bulan dapat difokuskan
pada intervensi fungsi pengendalian perilaku, sementara pada pasien dengan DUP
>6 bulan diperlukan intervensi kombinasi.
Penelitian terkait hubungan lama waktu pencarian pengobatan dengan fungsi
pengendalian perilaku pada pasien psikosis merupakan penelitian yang masih baru
dan belum pernah diteliti sebelumnya. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa
terdapat hubungan antara kedua variabel yang diteliti. Dengan diketahuinya hal
tersebut, dapat diketahui target intervensi yang tepat bagi pasien agar dapat
memberikan manfaat yang lebih bagi pasien psikosis dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Akan tetapi, penelitian ini juga memiliki berbagai kekurangan dan keterbatasan.
Kekurangan pertama adalah terbatasnya jumlah subjek penelitian yang diteliti.
Keterbatasan lainnya adalah desain penelitian yang bersifat cross sectional
sehingga terdapat beberapa perbedaan karakteristik pasien seperti beratnya gejala
pada awal pasien mendapat pengobatan, lama pengobatan setiap pasien, dan
kepatuhan minum obat yang berpotensi menjadi perancu pada penelitian ini.
Walaupun demikian, berdasarkan uji statistic pada penelitian ini, perbedaan tidak
signifikan dan dapat diabaikan. Selain itu, oleh karena penelitian ini menggunakan
pengukuran dengan pengisian kuesioner oleh wali /orang tua pasien yang bersifat
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
penilaian subjektif, dapat terjadi recall bias. Hal lainnya adalah tingkat
pendidikan dan sosioekonomi orang tua pasien yang dapat mempengaruhi
pengisian kuesioner.
Kesimpulan
Terdapat hubungan lama waktu pencarian pengobatan pasien psikosis dengan
fungsi pengendalian perilaku. Komponen fungsi pengendalian perilaku yang
berhubungan dengan lama waktu pencarian pengobatan adalah shift. Sementara
inhibisi dan kontrol emosional tidak memiliki hubungan dengan lama waktu
pencarian pengobatan.
Saran
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan
tatalaksana bagi pasien yang datang dengan DUP tertentu dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai salah satu dasar penelitian lebih lanjut. Penelitian yang
direkomendasikan adalah studi prognostik dengan menggunakan desain penelitian
kohort prospektif dengan jumlah sampel yang memadai dan dengan analisis
multivariat. Penelitian juga dapat dilakukan menggunakan pengukuran fungsi
pengendalian perilaku secara langsung yaitu dengan Stroop task, Simon task,
Flanker task, antisaccade tasks, delay-of-gratification tasks, go/no-go tasks, dan
stop-signal tasks untuk menghindari recall bias yang mungkin terjadi. Pencatatan
hasil observasi pasien di Poli Jiwa Anak yang lebih lengkap dan terstruktur untuk
memudahkan penelitian lebih lanjut. Misalnya, data terkait skor Clinical Global
Impression (CGI) awal pasien untuk menjadi indikator berat gejala awal pasien,
DUP pasien, dan lain-lain. Selain itu, pencatatan dapat dilakukan dengan teknik
digital untuk memudahkan akses terhadap data pasien.
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Daftar Pustaka
1. World Health Organization [internet]. ICD 10: WHO; 2016. [date
unknown] [cited 2017 Jan 25]. Available from:
http://apps.who.int/classifications/icd10/browse/2016/en#/F20-F29.
2. Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2013:163-7.
3. Isquith P, Gioia G. Interpretative report: behavior rating inventory of
Executive function. 1st ed. North Florida: Psychological Assessment
Resources; 2008: 1-10.
4. Santosh S, Roy D, Kundu P. Cognitive self-regulation, social
functioning and psychopathology in schizophrenia. Ind Psychiatry J.
2015;24:129.
5. Kimhy D, Vakhrusheva J, Jobson-Ahmed L, Tarrier N, Malaspina D,
Gross J. Emotion awareness and regulation in individuals with
schizophrenia: Implications for social functioning. J Psychiatr Res.
2012;200(2-3):193-201.
6. Brüne M, Schaub D, Juckel G, Langdon R. Social skills and behavioral
problems in schizophrenia: The role of mental state attribution,
neurocognition and clinical symptomatology. J Psychiatr Res.
2011;190(1):9-17.
7. Studzinska M, Wolynlak M, Partyka I. The quality of life in patients
with schizophrenia in community mental health service – selected
factors. Jpccr. 2011;5(1):31-4.
8. Barnes T, Leeson V, Mutsatsa S, Watt H, Hutton S, Joyce E. Duration of
untreated psychosis and social function: 1-year follow-up study of first-
episode schizophrenia. Br.J.Psychiatry. 2008;193(3):203-9.
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
9. Fraguas D, Merchán-Naranjo J, del Rey-Mejías Á, Castro-Fornieles J,
González-Pinto A, Rapado-Castro M et al. A longitudinal study on the
relationship between duration of untreated psychosis and executive
function in early-onset first-episode psychosis. Schizophr Res.
2014;158(1-3):126-33.
10. National Alliance on Mental Illness. Understanding
psychosis.Minnesota: NAMI;2014:1-6.
11. Kupfer D, Regier D, Narrow W, Blazer D, Burke J, Carpenter W,
Castellanos F, Compton W, et al. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders. 5th ed. DSM-V. London: American Psychiatric
Publishing; 2013.
12. Diamond A. Executive functions. Annu Rev Psychol. 2013;64(1):135-
68.
13. Tabak N, Horan W, Green M. Mindfulness in schizophrenia:
associations with self-reported motivation, emotion regulation,
dysfunctional attitudes, and negative symptoms. Schizophr Res.
2015;168(1-2):537-42.
14. Kee KS et al. Emotional intelligence in schizophrenia. Schizoprh
Res;2008;107(20 09): 61-8.
15. Mittal P, Mehta S, Solanki R, Swarni M. A comparative study of
cognitive flexibility among first episode and multi-episode young
schizophrenia patients. German J Pshychiatry. 2013;16(4):130-6.
16. Gigaux J, Gall D, Jollant F, Lhuillier J, Devantoy S. Cognitive inhibition
and quality of life in schizophrenia: a pilot study. Schizophr Res.
2013;143(1):297-300.
17. Bae S, Lee S, Park Y, Hyun M, Yoon H. Predictive factors of social
functioning in patients with schizophrenia: exploration for the best
combination of variables using data mining. Psychiatry Investig.
2010;7(2):93.
18. Penttila M, Jaaskelainen E, Hirvonen N, Isohanni M, Miettunen J.
Duration of untreated psychosis as predictor of long-term outcome in
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
schizophrenia: systematic review and meta-analysis. Br.J. Psychiatry.
2014;205(2):88-94.
19. Penttila, M. Duration of untreated psychosis association with clinical and
social outcomes and brain morphology in schizophrenia. Oulu:
Universitatis Ouluensis; 2013.
20. Lappin J, Morgan K, Morgan C, Dazzan P, Reichenberg A, Zanelli J et
al. Duration of untreated psychosis and neuropsychological function in
first episode psychosis. Schizophrenia Research. 2007;95(1-3):103-10.
21. Schmitt, Sara A., Megan E. Pratt, and Megan M. McClelland.
Examining the validity of behavioral self-regulation tools in predicting
preschoolers' academic achievement. Early Educ Dev;2014; 25(5): 641-
60.
22. Wiguna T, Guerrero AP, Honjo S, Ismail I, Setyowati N, Kaligis F.
Executive dysfunction among children with antipsychotic treated
schizophrenia. Clin Psychopharmacol Neurosci.2014; 12(3):203-8.
23. Birditt KS, Fingerman KL. Age and gender differences in adult’s
descriptions of emotional reactions to interpersonal problems. J Gerontol
B Psychol Sci Soc Sci.2003; 58b (4): 237-43
24. Bornovalova MA, et al. Familial transmission and heritability of
childhood disruptive disorder. Am J Psychiatry. 2010: 167: 1066-74
25. McGrath P, Elgar F. Behavioral Problems, Effects of Socio-Economic
Status on. International Encyclopedia of the Social & Behavioral
Sciences. 2015;2 (2):477-80.
26. Starling J, Feijo I. Schizophrenia and other psychotic disorders of early
onset. In Rey JM (ed), IACAPAP e-Textbook of Child and Adolescent
Mental Health. Geneva: International Association for Child and
Adolescent Psychiatry and Allied Professions.2012
27. Herbert H, Manjula M, Philip M. Growing up with a parent having
schizophrenia: Experiences and resilience in the offsprings. Indian
Journal of Psychological Medicine. 2013;35(2):148.
28. Kariuki S, Abubakar A, Stein A, Marsh K, Newton C. Prevalence,
causes, and behavioral and emotional comorbidities of acute
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
symptomatic seizures in Africa: a critical review. Epilepsia Open.
2017;2(1):8-19.
29. Salehi B, Yousefichaijan P, Safi-Arian S, Ebrahimi S, Mohammadbeigi
A, Salehi.M. The effect of simple febrile seizure on attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD) in children. Int J Pediatr.2016; 4(7):
2043-49
30. Joyce E, Hutton S, Mutsatsa S, Gibbins H, Webb E, Paul S, et al.
Executive dysfunction in first-episode schizophrenia and relationship to
duration of untreated psychosis: West London Study. BR. J. Psychiatry.
2002; 181 (43): 38-44
31. Rapp C, Studerus E, Bugra H, Aston J, Tamagni C, Walter A, et al.
Duration of untreated psychosis and cognitive function. J. Schres. 2013;
145: 43-9
32. Latalova K. Violence and duration of untreated psychosis in first-episode
patients: systematic review. Int J Clin Pract. 2014; 68(3): 330-5.
33. Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Ilmu Kesehatan Jiwa (Psikiatri). Jakarta; 2015 p. 27-30.
34. K Elizabeth, Kendall T, Udechuku AY, Slade E, Birchwood M, Brabban
A, et al. Psychosis and schizophrenia in adults: treatment and
management. Somerset: National Collaborating Centre for Mental
Health.2014: 221-86
35. Morrison AK. Cognitive behavior therapy for people with schizophrenia.
Psychiatry (Edgemont). 2009; 6(12): 32-9
36. Pijnenborg GHM, Gaag MVD, Bockting CLH, Meer LVD, Aleman A.
REFLEX, a social cognitive group treatment to improve insight in
schizophrenia: study protocol of a multi-center RCT. BMC Psychiatry.
2011; 11: 161
37. Tomas P, Fuentes I, Roder V, Ruiz JC. Cognitive rehabilitation
programs in schizophrenia: current status and perspectives. IJP&PT.
2010; 10(2): 191-204
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017
Hubungan lama ..., Ivana Ariella Nita Hadi, FK UI, 2017