HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

70
HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN OSTEOARTRITIS LUTUT PADA LANSIA Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH Maulana Hafiez Rambe NIM : 11141030000084 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Transcript of HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

Page 1: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN

OSTEOARTRITIS LUTUT PADA LANSIA

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH

Maulana Hafiez Rambe

NIM : 11141030000084

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...
Page 3: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...
Page 4: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...
Page 5: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat,

hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi

ini. Selawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita

menjadi umatnya yang mendapatkan syafaat beliau kelak di hari kiamat nanti.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana

kedokteran dari program studi kedokteran dan profesi dokter, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses pembuatan skripsi yang berjudul “Hubungan Frekuensi Salat

dengan Derajat Keparahan Osteoartritis Lutut pada Lansia” tentu melibatkan

berbagai pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, serta dukungan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan

semaksimal mungkin.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang

telah terlibat, di antaranya :

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

3. dr. Risahmawati, Ph.D sebagai pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, dukungan, semangat dan nasihat sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.

4. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan nasihat sehingga penulis

dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.

5. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku penanggung jawab riset

PSKPD angkatan 2014

Page 6: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

v

6. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai

bekal bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi

agama, nusa dan bangsa.

7. Staf Klinik Pelayanan dan Kesehatan Masyarakat (KPKM) Reni Jaya UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak bantuan

kepada saya selama pengambilan data penelitian ini.

8. Kepada kedua orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan,

doa, dan kasih sayang sejak awal hingga sekarang yang mana memberikan

motivasi besar sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

9. Rekan-rekan sekelompok yakni Alvin Zulmaeta, Saereza Mufti Aulia

Illahi, Muhammad Farid Akbar, Pandu Nur Akbar, Asiah Muthi’ah,

Amalina Fitrasari, Gebry Nadira, Ning Indah Permata Sari, dan teman-

teman lain yang turun tangan dalam menyukseskan penelitian ini secara

langsung.

10. Teman sejawat dan seperjuangan, mahasiswa/i PSKPD FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta angkatan 2014, Tongkol 2014, LDK dan KOMDA

11. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan

penelitian ini.

Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak

dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T

dan semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.

Ciputat, 18 Oktober 2017

Penulis

Page 7: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

vi

ABSTRAK

Maulana Hafiez Rambe. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Frekuensi Salat Dengan Derajat Keparahan Osteoartritis Lutut pada

Lansia. Latar Belakang: Osteoartritis merupakan penyakit muskuloskeletal yang

memiliki angka kejadian yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini dapat dicegah

dengan aktivitas fisik dengan intensitas ringan. Salat merupakan ibadah yang

terdiri atas gerakan-gerakan yang dapat memperkuat otot dan sendi yang terlibat,

sehingga dapat menurunkan risiko osteoartritis. Tujuan: Mengetahui hubungan

frekuensi salat dengan derajat keparahan osteoartrtitis lutut pada lansia di KPKM

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain

cross sectional yang dilakukan selama bulan Februari-Agustus 2017 di KPKM

Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Frekuensi salat didapat dari

wawancara menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti yang sudah

divalidasi. Derajat keparahan osteoartritis lutut diukur dengan menggunakan

klasifikasi Kellgren Lawrence. Hasil: Responden lansia berjumlah 45 orang

berusia lansia. Dilakukan analisis bivariat dengan uji korelasi One Way ANOVA

didapatkan p value 0,651. Kesimpulan: Hubungan frekuensi salat dengan derajat

keparahan osteoartritis lutut pada lansia di KPKM UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tidak bermakna secara statistik.

Kata Kunci : frekuensi salat, derajat keparahan osteoartritis lutut, Kellgren

Lawrence, lansia.

ABSTRACT

Maulana Hafiez Rambe. Medical Studies and Medical Education Program.

Relationship Between Frequency of Salat and Knee Osteoarthritis Severity Level

in Elderly. Background : Osteoarthritis is a musculoskeletal disease which has

high prevalence rate in Indonesia. This condition is able to be prevented with low

intensity physical activity. Salat is a prayer which contains several physical

activities that strengthen the involved exercising muscle and joint, so that would

decreasing osteoarthritis risk. Objective : Finding the relationship between salat

frequency with knee osteoarthritis severity level in elderly at KPKM UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Method : This study uses cross sectional design which was

held during February-August 2017 at KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Salat frequency contained by interviewing patients with validated

questionnaire arranged by researcher. Knee osteoarthritis severity level is

measured using Kellgren Lawrence classification. Result : Number of

respondents were 45 elder person. Bivariate analysis was performed using one

way ANOVA correlation test, p value obtained is 0,651. Conclusion :

Relationship between salat frequency and knee osteoarthritis severity level in

elderly at KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta is statistically not significant.

Keywords : salat frequency, knee osteoarthritis severity level, Kellgren Lawrence,

elderly

Page 8: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

vii

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3. Hipotesis ................................................................................................... 3

1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5

2.1. Landasan Teori ......................................................................................... 5

2.2. Kerangka Teori ....................................................................................... 28

2.3. Kerangka Konsep ................................................................................... 29

BAB III ................................................................................................................. 30

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 30

3.1. Desain Penelitian .................................................................................... 30

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 30

3.4. Kriteria Sampel ....................................................................................... 32

3.5. Alat dan Bahan ....................................................................................... 32

3.6. Alur Penelitian ........................................................................................ 33

3.7. Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 34

3.8. Identifikasi Variabel ............................................................................... 34

3.9. Manajemen Data ..................................................................................... 35

3.10. Definisi Operasional ........................................................................... 36

BAB IV ................................................................................................................. 39

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 39

4.1. Karakteristik Responden ........................................................................ 39

4.2. Pembahasan ............................................................................................ 42

4.3. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 46

BAB V ................................................................................................................... 47

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 47

5.1. Simpulan ................................................................................................. 47

5.2. Saran ....................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

Page 9: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Keparahan Osteoarthritis Lutut berdasarkan Gambaran

Radiologis Kellgren-Lawrence

Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin subjek penelitian

Tabel 4.2 Distribusi usia subjek penelitian

Tabel 4.3 Distribusi indeks massa tubuh subjek penelitian

Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan derajat keparahan osteoartritis

menurut Kellgren Lawrence

Tabel 4.5. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi salat

Tabel 4.6. Korelasi antara Frekuensi Salat dengan Derajat Kellgren Lawrence

Tabel 4.7. Korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Kellgren

Lawrence

Page 10: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komponen Anatomi Articulatio Genu (Sendi Lutut)

Gambar 2.2 Siklus Perubahan Struktur Kartilago Artikular dan Kegagalan Fungsi

Kolagen

Gambar 2.3 Gambaran Radiologis Tingkat Keparahan Osteoartritis Berdasarkan

Klasifikasi Kellgren-Lawrence

Page 11: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 2. Wawancara Subjek Penelitian

Lampiran 3. Hasil Analisis Data Program SPSS

Lampiran 4. Lembar Etik

Lampiran 5. Informed Consent Responden Penelitian

Lampiran 6. Riwayat Hidup Peneliti

Page 12: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Osteoartritis ialah penyakit sistemik kronik pada sendi-sendi tubuh.

Penyakit ini dapat mengenai hampir dari seluruh persendian servikal,

thorakal, lumbal, lutut, panggul, dan persendian lainnya. Karena itu,

Osteoartritis menyebabkan keterbatasan kemampuan beraktivitas seperti

duduk di kursi, berdiri, berjalan, dan menaiki tangga1.

Prevalensi osteoartritis di Indonesia dengan manifestasi klinis 24,7%,

sementara di provinsi Banten prevalensi osteoartritis dengan manifestasi

klinis sebesar 20,6%2. Osteoartritis bersifat kronik-progresif, dan memiliki

dampak keterbatasan, osteoatrtitis menyebabkan dampak yang besar dalam

aspek sosial dan ekonomi terutama pada pasien. Diperkirakan kecacatan

pada orang lanjut usia yang menderita osteoatrtitis mencapai 1-2 juta. Dan

kedepannya populasi orang lanjut usia akan semakin banyak, menyebabkan

meningkatnya prevalensi osteoartritis3.

Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan

kerusakan pada jaringan tulang rawan sendi, pembentukan jaringan tulang

rawan baru (osteofitosis), perubahan tulang sub kondral, peradangan pada

membran sinovial (sinovitis), dan penebalan kapsula sendi. Osteoartritis

sering terjadi di persendian yang menumpu tubuh, seperti persendian

pinggul dan lutut4,5

. Osteoartritis dapat dicegah dengan menjaga berat badan

yang ideal, meningkatkan asupan nutrisi seperti vitamin D, dan aktivitas

fisik yang dapat membantu menurunkan risiko osteoartritis3.

Aktivitas fisik memiliki pengaruh terhadap kesehatan

muskuloskeletal. Aktivitas fisik dengan intensitas rendah dapat mengurangi

gejala osteoartritis dan berdampak baik bagi sendi lutut dan kesehatan

kardiovaskular secara fungsional. Sebaliknya, aktivitas fisik dengan

intensitas tinggi berpotensi menyebabkan peningkatan risiko osteoartritis6,7

.

Salat merupakan ibadah yang dijalankan umat Islam. Salat menurut

bahasa berarti doa, sedangkan menurut istilah berarti suatu bentuk ibadah

Page 13: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

2

berupa serangkaian ucapan dan gerakan tertentu yang diawali oleh

takbiratulihram dan diakhiri dengan salam, dikerjakan dengan niat dan

syarat-syarat tertentu. Salat merupakan kewajiban bagi setiap muslim8.

Ketika melaksanakan salat, sebagian besar otot dan sendi bergerak.

Salat yang dikerjakan dengan tuma’ninah akan memberikan peregangan

spesial. Dalam fase tuma’ninah, otot yang terlibat dalam gerakan salat

mengalami peregangan spesial selama 2-3 detik. Pada fase ini, terjadi

peningkatan aliran darah menuju jaringan otot yang mengalami peregangan,

meningkatkan suplai nutrisi dan eliminasi sisa metabolisme jaringan9.

Dalam jangka panjang, apabila gerakan salat dilakukan berulang

secara kontinu minimal 12 kali dalam sehari, dapat memperkuat otot yang

terlibat termasuk otot yang berperan pada sendi penopang tubuh. Gerakan

tersebut apabila dilakukan secara perlahan dapat mempertahankan mobilitas

dan elastisitas sendi dan struktur di sekitarnya, yang akan membantu

melindungi sendi dari osteoartritis10

. Subjek yang melaksanakan salat secara

rutin memiliki risiko yang lebih rendah mengalami artritis dikarenakan

semua tulang dan sendi mengalami pergerakan. Salat juga dapat

menurunkan aktivitas simpatik meningkatkan aktivitas parasimpatik

sehingga dapat membantu relaksasi, mengurangi ansietas, dan menurunkan

risiko kardiovaskular9.

Page 14: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

3

1.2.Rumusan Masalah

Apakah salat dapat memberikan pengaruh terhadap derajat keparahan

osteoartritis?

1.3.Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan antara frekuensi salat dengan derajat

keparahan osteoartritis lutut pada sampel.

H1 : Sampel yang lebih rutin melaksanakan salat memiliki derajat

keparahan osteoartritis lutut yang lebih rendah dibandingkan sampel

yang kurang rutin melaksanakan salat.

1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh salat terhadap derajat keparahan osteoartritis

lutut berdasarkan Kellgren Lawrence pada lansia

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran derajat keparahan OA secara radiologis

menggunakan Kellgren Lawrence pada pasien osteoartritis lutut lansia

b. Mengetahui gambaran frekuensi salat pada lansia

c. Mengetahui korelasi frekuensi salat dengan derajat keparahan

osteoartritis pada lansia

Page 15: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

4

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

1. Untuk menambah wawasan peneliti tentang hubungan frekuensi salat

dengan derajat keparahan osteoartritis

2. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian analitik

2.1.1. Bagi Institusi

1. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi

2. Adanya data tentang hubungan frekuensi salat terhadap derajat

keparahan osteoartritis pada lansia

2.1.1. Bagi Masyarakat

1. Mendapatkan informasi manfaat salat bagi kesehatan

2. Sebagai motivasi agar giat melaksanakan ibadah salat terutama secara

berjamaah di masjid

Page 16: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Anatomi Sendi Lutut

Gambar 2.1 Komponen Anatomi Articulatio Genu ( Sendi Lutut)

Sumber : Tortora GJ , Derrickson B. Joints. In : Roesch B, editor. Principle of Anatomy and

Physiology 2009;12 : 264-336

Sendi lutut merupakan sendi terbesar dan paling rumit di tubuh. Sendi

ini terdiri atas 2 sendi meliputi persendian antara femur dan tibia (sendi

tibiofemoral), dan sebuah sendi pelana antara patella dan facies patellaris

femoris (sendi patellofemoral).

2.1.1.1. Tipe Sendi

Sendi lutut antara femur dan tibia merupakan sendi sinovial tipe

ginglymus/engsel, dengan fungsi utama fleksi dan ekstensi, dan sedikit

kemungkinan rotasi. Sendi di antara patella dan femur merupakan sendi

sinovial tipe pelana dengan variasi pergerakan gliding.

Page 17: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

6

2.1.1.2. Kapsula Sendi

Pada sendi lutut, kapsula melekat pada bagian posterior dan lateral

sendi, dan tidak pada bagian anterior, sehingga memungkinkan membran

sinovial membentuk kantung yaitu bursa suprapatellaris. Di bagian

belakang, sendi diperkuat oleh perluasan dari perpanjangan tendo musculus

semimembranosus yang disebut ligamentum popliteum obliquum, yang

berfleksi di sebelah superior melintasi bagian belakang membran fibrosum

dari medial ke lateral.

2.1.1.3. Permukaan Sendi

Permukaan sendi tulang-tulang persendian lutut diselimuti oleh tulang

rawan hialin. Permukaan-permukaan sendi yang terlibat meliputi kedua

condylus femoralis dan permukaan yang berhadapan pada aspek superior

kedua condylus tibia. Permukaan condylus femoris yang bersendi dengan

tibia pada saat fleksi lutut berbentuk bulat, sedangkan permukaan condylus

femoris yang bersendi dengan tibia pada saat ekstensi penuh berbentuk

datar. Pada kapsula di belakang condylus lateral tibia terdapat lubang yang

berguna sebagai tempat keluarnya tendo musculus popliteus.

2.1.1.4. Ligamen

Pada sendi lutut terdapat ligamentum yang terletak di luar kapsula dan

di dalam kapsula. Pada bagian luar kapsula terdapat ligamentum

ekstrakapsularis yang terdiri atas ligamentum patella, ligamentum

collaterale medial (fibularis), ligamentum collateral lateral (tibialis), dan

ligamentum popliteum obliquum. Pada bagian dalam kapsula terdapat

ligamentum intrakapsularis yang terdiri atas 2 ligamentum cruciatum, yaitu

ligamentum cruciatum anterior dan ligamentum cruciatum posterior.

Ligamen-ligamen ini berfungsi untuk menstabilkan gerakan sendi lutut.

Page 18: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

7

2.1.1.5. Membran Sinovial dan Cairan Sinovial

Membran sinovial melapisi kapsula dan melekat pada bagian tepi

permukaan sendi dan pada pinggir-pinggir luar bagian superior dan inferior

meniskus. Pada beberapa bagian, membran sinovial meluas membentuk

kantung yang disebut bursa. Pada sendi lutut terdapat 13 bursa. Di bagian

anterior superior sendi, membran ini membentuk sebuah kantung yang

meluas di bawah musculus quadriceps femoris yang disebut bursa

suprapatellaris. Bagian apex bursa ini dipertahankan posisinya oleh

pelekatan sebagian kecil musculus vastus intermedius yang disebut

musculus artikularis genus. Pada bagian belakang sendi, membran sinovial

meluas ke bawah pada permukaan tendo musculus popliteus membentuk

bursa popliteus. Bursa lainnya yang berkaitan dengan sendi lutut namun

tidak berhubungan langsung dengan rongga sendi lutut adalah bursa

prepatellaris, bursa subcutanea infrapatellaris dan bursa infrapatellaris

profunda.

Di dalam rongga sendi terdapat cairan sinovial. Cairan sinovial selain

berfungsi sebagai pelumas sendi juga berfungsi untuk membuang zat sisa

dan memberikan asupan nutrisi bagi kartilago sendi, karena kartilago sendi

bersifat avaskular. Cairan sinovial kaya akan albumin dan asam hialuronat.

2.1.1.6. Meniskus

Sendi lutut memiliki 2 meniskus, yaitu meniskus medial dan meniskus

lateral. Keduanya saling terhubung ke arah anterior oleh ligamentum

transversum genus. Meniskus lateralis juga terhubung dengan tendo

musculus popliteus. Meniskus medial terikat pada kapsula di bagian tepinya,

sedangkan meniskus lateral tidak terikat pada kapsula sendi. Hal ini

menyebabkan meniskus lateral lebih mudah bergerak dibandingkan

meniskus medial.

Page 19: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

8

1.1.2. Osteoartritis

1.1.2.1. Definisi Osteoartritis

Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif sendi non inflamatorik

yang ditandai dengan degenerasi kartilago artikularis, hipertrofi tulang pada

tepi-tepinya, dan perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri dan

kekakuan11

. Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering

terjadi. Terdapat pembentukan kista dan sklerosis pada tulang subkondral,

sinovitis ringan, dan fibrosis kapsular. Umumnya, kondisi ini tidak disertai

dengan penyakit sistemik apa pun, walaupun terdapat tanda-tanda lokal

inflamasi, bukan merupakan kelainan inflamasi. Meskipun begitu,

osteoartritis bukan merupakan sepenuhnya penyakit degeneratif5.

1.1.2.2. Etiologi

Osteoartritis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, berat badan,

abnormalitas bentuk sendi, stres mekanik yang diterima sendi (terutama

pada sendi penopang tubuh seperti sendi lutut, pinggul, dan pergelangan

kaki). Kartilago sendi juga mengalami penuaan, yang menunjukkan

penurunan jumlah sel, penurunan konsentrasi proteoglikan, penurunan

elastisitas, penurunan vaskularisasi, penurunan perfusi, dan penurunan

kekuatan dengan bertambahnya tahun. Faktor-faktor ini berpengaruh

terhadap munculnya osteoartritis, terutama pada sendi penopang tubuh.

1.1.2.3. Epidemiologi Osteoartritis

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis yang ditemukan cukup tinggi

hingga mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Menurut Riset

Kesehatan Dasar 2013, prevalensi penyakit sendi (termasuk osteoartritis) di

Indonesia mencapai 11,9% berdasar diagnosis, dan 24,7% berdasar

diagnosis atau gejala. Prevalensi berdasar diagnosis tertinggi terdapat di

Provinsi Bali sebesar 19,3%, dan prevalensi berdasar diagnosis atau gejala

tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 33,1%.

Page 20: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

9

Berdasarkan umur, prevalensi penyakit sendi tertinggi terdapat pada umur

75 tahun keatas, 33% berdasar diagnosis dan 54,8% berdasar diagnosis atau

gejala. Berdasarkan umur, prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis

maupun berdasar diagnosis atau gejala pada perempuan lebih besar

dibandingkan laki-laki.

1.1.2.4. Patogenesis dan Patologi Osteoartritis

Gambar 2.2 Siklus Perubahan Struktur Kartilago Artikular dan Kegagalan

Fungsi Kolagen

Sumber : Solomon L. Osteoarthritis. In: Jamieson G, Naish F, editors. Apley’s System of

Orthopaedics and Fractures. Ed.9th. London: Hodder Arnold; 2010: p. 85-102

Pada tahap awal osteoartritis dimana morfologi kartilago masih utuh,

terjadi peningkatan kadar air kartilago dan peningkatan ekstraktibilitas

matriks proteoglikan akibat kegagalan fungsi jaring kolagen menahan gel

matriks. Pada tahap selanjutnya, terjadi hilangnya proteoglikan pada

kartilago dan muncul defek pada kartilago. Sementara kekukuhan kartilago

berkurang, terjadi kerusakan sekunder pada kondrosit yang menyebabkan

pelepasan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan matriks. Selain

itu, deformasi kartilago juga menambah stres pada jaring kolagen yang pada

akhirnya meningkatkan kerusakan jaringan kartilago.

Peranan penting dari kartilago artikular ialah menyebarkan dan

meredakan tekanan yang ditimbulkan oleh beban pada sendi. Ketika

kartilago kehilangan kekukuhannya, tekanan yang diterima oleh sendi

semakin terfokus di tulang subkondral. Hal tersebut menyebabkan

Page 21: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

10

degenerasi trabekular yang terfokus dan pembentukan kista, bersamaan

dengan peningkatan vaskularisasi dan sklerosis reaktif pada zona yang

menerima tekanan/stres yang maksimal.

Meski dengan kerusakan yang begitu terfokus, struktur kartilago yang

tersisa masih mampu untuk beregenerasi, melakukan perbaikan, dan

remodelling. Ketika permukaan sendi yang terfokus semakin rusak dan

sendi menjadi semakin tidak stabil, kartilago pada area yang tidak terfokus

yaitu di pinggir sendi melakukan pertumbuhan dan osifikasi endokondral

yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan atau tonjolan pada tulang yang

disebut osteofit, dan secara langsung menyebabkan osteoartritis.

1.1.2.5. Gejala Osteoartritis

1. Nyeri

Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, menderita, yang disebabkan oleh

rangsangan pada ujung saraf tertentu. Nyeri merupakan gejala yang sering

terjadi pada osteoartritis. Nyeri dapat bersifat menyebar atau lokal di

sendinya saja. Pada osteoartritis, nyeri biasanya bermula dari ringan

kemudian secara perlahan meningkat dalam jangka waktu bulan maupun

tahun. Nyeri dicetuskan oleh aktivitas fisik dan mereda setelah istirahat.

2. Kaku sendi

Umumnya sering ditemukan pada osteoartritis. Hal ini diakibatkan

kurangnya aktivitas pada sendi. Kaku sendi akan perlahan menghilang

ketika sendi digerakkan. Kaku sendi sering muncul terutama pada pagi hari

(morning stiffness) karena inaktivitas ketika tidur, tetapi seiring waktu dapat

menjadi konstan dan progresif.

3. Pembengkakan

Merupakan pembesaran abnormal sementara pada daerah tubuh tertentu

yang bukan disebabkan oleh proliferasi sel. Pembengkakan dapat terjadi

secara berselang (karena terdapat efusi) atau secara terus-menerus (karena

penebalan kapsular atau osteofit-osteofit berukuran besar).

Page 22: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

11

4. Deformitas

Merupakan perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum. Dapat

disebabkan oleh kontraktur kapsular atau instabilitas sendi. Tetapi terkadang

deformitas mungkin sudah terjadi sebelum munculnya osteoartritis dan

menjadi faktor risiko munculnya osteoartritis.

5. Hilangnya fungsi (fungsiolaesa)

Merupakan hilangnya fungsi suatu organ yang diakibatkan oleh peradangan.

Pasien cenderung terlihat memiliki gait yang tidak sempurna, kesulitan

beraktivitas seperti berjalan dan menaiki tangga, dan terdapat keterbatasan

range of movement terutama saat berekstensi penuh.

1.1.2.6. Klasifikasi Osteoartritis

Menurut etiologinya, osteoartritis terbagi menjadi osteoartritis primer

dan sekunder. Pada osteoartritis primer terjadi seiring dengan peningkatan

usia dan tanpa sebab yang jelas (idiopatik) serta tidak berhubungan dengan

proses perubahan lokal pada sendi maupun penyakit sistemik. Sendi yang

paling sering adalah sendi tangan, lutut, pinggul, dan spinal. Hal ini

dikarenakan sendi-sendi tersebut menopang beban tubuh lebih banyak

dibanding sendi-sendi tubuh lainnya yang meningkatkan risiko progresivitas

osteoartritis. Osteoartritis sekunder sebaliknya, terjadi karena adanya

kelainan metabolik, pertumbuhan, endokrin, herediter, inflamasi, dan sebab-

sebab lainnya yang bukan merupakan penyebab langsung munculnya

osteoartritis.

Dalam beberapa kasus , osteoartritis menyerang pada usia muda. Ada

beberapa faktor predisposisi yang berperan seperti penggunaan sendi yang

berlebihan dalam aktivitas fisik, olahraga berat, adanya riwayat trauma,

penyakit sistemik seperti obesitas, inflamasi, dan lainnya. Umumnya,

osteoartritis primer lebih banyak ditemukan daripada osteoartritis sekunder.

Osteoartritis primer sering mengenai pada sendi-sendi penopang beban

tubuh, sedangkan pada osteoartritis sekunder sering mengenai satu atau

Page 23: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

12

beberapa sendi. Lutut dan tangan sering diderita oleh wanita, sedangkan

pinggul sering ditemukan terjadi pada pria.

Dalam mendiagnosis osteoartritis, klasifikasi yang paling sering

digunakan adalah klasifikasi Kellgren-Lawrence, diaplikasikan dengan

mengamati gambaran radiologis pada persendian dan ditentukan tingkat

keparahan osteoartritis berdasarkan skala yang telah ditetapkan. Pada skala

Kellgren-Lawrence, tingkat keparahan osteoartritis diklasifikasi menjadi 4

derajat (1-4). Derajat keparahan dapat ditentukan dengan membandingkan

gambaran radiologis pasien dengan gambaran radiologis normal pada atlas

radiografi. Derajat keparahan osteoartritis menurut gambaran radiologisnya

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(A) grade 0 normal, (B) grade 1 tibiofemoral narrowing, (C) grade 2 tibiofemoral narrowing, (D)

grade 3 tibiofemoral narrowing

Gambar 2.3 Gambaran Radiologis Tingkat Keparahan Osteoartritis

Berdasarkan Klasifikasi Kellgren-Lawrence

Sumber : R.D. Altman, M.D., G.E. Gold, M.D. Atlas of Individual Radiographic Features in

Osteoarthritis, Osteoarthritis and Cartilage Volume 15 2007, A1-A56

Page 24: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

13

Tabel 2.1. Tingkat Keparahan Osteoarthritis Lutut berdasarkan Gambaran Radiologis Kellgren-

Lawrence ( Atlas of Standard Radiographs, 1963)

Grade Verbal Description

Grade 1 Doubtful narrowing of joint space and possible osteophytic

lipping

Grade 2 Definite osteophytes and possible narrowing of joint space

Grade 3 Moderate multiple osteophytes, definite narrowing of joint

space, some sclerosis, and possible deformity of bone

contour

Grade 4 Large osteophytes, marked narrowing of joint space, severe

sclerosis, and definite deformity of bone contour

.

1.1.2.7. Faktor Risiko Osteoartritis

Secara umum, faktor risiko berlaku untuk timbulnya osteoartritis

primer. Hal ini dikarenakan osteoartritis primer bersifat idiopatik, sehingga

dalam patogenesisnya dipengaruhi oleh banyak faktor risiko, antara lain

sebagai berikut :

1. Usia

Dari semua faktor risiko osteoartritis, usia merupakan faktor risiko terkuat.

Semakin bertambahnya usia, semakin meningkat prevalensi dan beratnya

osteoartritis. Osteoartritis sering terjadi pada usia di atas 60 tahun.

Sebaliknya, jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, dan hampir tidak

pernah pada anak-anak.

Pada usia tua terjadi penurunan respon sintesis matriks kartilago oleh

kondrosit terhadap tekanan yang diterima sendi. Hal ini menyebabkan

semakin menipisnya kartilago dengan bertambahnya usia, semakin besar

tekanan yang diterima pada lapisan basal yang berakibat meningkatnya

risiko kerusakan kartilago. Selain itu, otot yang semakin lemah dan respons

mekanoreseptor yang semakin melambat menyebabkan respons terhadap

Page 25: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

14

impuls semakin menurun. Ligamen merenggang seiring bertambahnya usia

sehingga kemampuannya dalam menyerap tekanan semakin menurun.

2. Jenis Kelamin

Wanita memiliki prevalensi osteoartritis lutut lebih tinggi dan terjadi pada

lebih dari 1 lokasi. Sedangkan laki-laki lebih sering mengalami osteoartritis

pada pinggul, lutut, pergelangan tangan dan leher. Pada wanita dengan usia

di atas 60 tahun terjadi menopause yang menyebabkan penurunan kadar

hormon tubuh. Hal ini berpengaruh terhadap tingginya risiko wanita

mengalami osteoartritis.

3. Genetik

Genetik juga memiliki peranan penting dalam perkembangan risiko

osteoartritis. Wanita dengan ibu yang memiliki osteoartritis lebih berisiko

untuk mengalami kondisi yang sama. Selain itu, mutasi dalam gen struktural

dapat menimbulkan kecenderungan familial dalam osteoartritis tertentu,

seperti gen prokolagen II dan gen struktural kolagen tipe IX dan XII.

4. Obesitas

Orang dengan obesitas memiliki prevalensi osteoartritis lutut yang tinggi.

Obesitas secara langsung menyebabkan peningkatan joint loading pada

sendi penopang tubuh. Pada saat single-leg stance ketika berjalan, beban

tubuh yang bertumpu pada lutut menyebabkan peningkatan tekanan hingga

3-6 kali lipat beban tubuh. Obesitas cenderung mendahului osteoartritis dan

selanjutnya meningkatkan progresivitas osteoartritis. Pada wanita,

penurunan berat badan dapat mengurangi risiko osteoartritis simtomatis.

Page 26: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

15

5. Trauma

Trauma yang terjadi pada sendi dapat menyebabkan sendi tersebut rentan

untuk mengalami osteoartritis. Fraktur yang terdapat di sekitar sendi juga

dapat mengakibatkan osteoartritis sekunder yang disebabkan oleh

instabilitas sendi. Robekan pada struktur ligamen dan fibrokartilago yang

melindungi sendi dapat menyebabkan osteoartritis prematur. Risiko ruptur

meniskus meningkat seiring bertambahnya usia dan biasanya asimtomatik,

tetapi hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan kartilago bersamaan

dengan osteoartritis.

6. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap osteoartritis.

Aktivitas fisik yang berat merupakan faktor risiko yang utama terhadap

perkembangan osteoartritis pada lansia, terutama bagi mereka yang

mengalami obesitas. Aktivitas fisik berat contohnya seperti mengangkat

atau membawa benda dengan beban lebih dari 2,5 kilogram, berkebun

dengan alat-alat yang berat, menggali, memotong kayu pohon, dan olahraga

dengan stres yang tinggi. Sedangkan pada aktivitas fisik sedang dan ringan

didapatkan tidak meningkatkan risiko osteoartritis.

1.1.3. Salat

1.1.3.1. Definisi Salat

1. Menurut Bahasa

Dari segi bahasa, kata salat berasal dari bahasa arab yang berarti doa. Salat

merupakan salah satu ibadah terpenting dalam Islam. Dalam rukun Islam,

salat terletak di urutan kedua setelah mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Rasulullah bersabda, “Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada

tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat,

membayar zakat, berhaji ke kabah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.”

(HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16)

Page 27: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

16

Makna salat juga disebutkan di dalam Alquran pada Surat At-Taubah ayat

103 sebagai berikut :

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan

Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah:103)

Dalam ayat ini, kata salat yang dimaksud ialah secara bahasa yang berarti

berdoa. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis riwayat

Muslim, apabila seseorang membayar zakat, maka Rasulullah SAW akan

mendoakan orang tersebut.

2. Menurut Istilah

Definisi salat menurut istilah dalam ilmu syariah oleh para ulama adalah

serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir

dan diakhiri dengan salam, dikerjakan dengan niat dan syarat-syarat

tertentu.

Salat merupakan rukun Islam yang kedua, dikerjakan sebagai kewajiban

bagi umat Islam. Salat telah disyariatkan sejak umat-umat terdahulu sejak

zaman Nabi Adam AS. Meskipun dalam tata cara dan aturannya pada tiap

zaman mengalami perubahan, namun pada intisarinya tetap selalu ada

kewajiban untuk menyembah, mengingat, berserah diri, dan berdoa kepada

Allah SWT. Dalam Alquran telah disebutkan perintah kepada anak cucu

keturunan Nabi Adam AS untuk bersujud (salat).

Page 28: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

17

Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh

Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang

Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari

orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila

dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka

mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah

sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan

memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui

kesesatan.” (QS. Maryam: 58-59)

Pada awal zaman kenabian Muhammad SAW, salat sudah disyariatkan,

akan tetapi belum seperti salat 5 waktu yang dilakukan umat muslim saat

ini. Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, barulah salat disyariatkan sebanyak 5 kali

yang awalnya 50 kali. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke 5

sebelum peristiwa hijrah ke Madinah. Pensyariatan salat disebutkan dalam

hadis berikut :

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, telah difardukan kepada Nabi

SAW., salat pada malam beliau diisra’kan 50 salat, kemudian dikurangi

hingga tinggal 5 salat saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan

itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima salat ini sama bagimu dengan

50 kali salat”. (HR. Ahmad, An Nasai dan disahihkan oleh At Tirmizi)

Page 29: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

18

Dalil lainnya tentang kewajiban salat adalah sebagai berikut :

Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang

lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang

demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah : 5)

Artinya : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah

Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian

apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana

biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisaa’ : 103)

Salat dilakukan 5 kali dalam sehari. Tiap salat dilakukan dengan gerakan-

gerakan yang terdiri atas takbiratulihram, ruku’, iktidal, sujud, duduk antara

dua sujud, tasyahud awal, tasyahud akhir, dan diakhiri dengan salam. Bila

diakumulasikan, dalam salat yang dilakukan 5 kali dalam sehari terdapat 17

rakaat, 280 gerakan, 36 ruku’, dan 72 sujud.

Salat juga didahului dengan berwudu, yaitu merupakan sebuah ibadah ritual

untuk menyucikan diri dari hadas kecil dengan menggunakan media air,

dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh

menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah

ritual khas atau peribadatan.

Page 30: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

19

Wudu hukumnya wajib dilaksanakan sebelum salat, dan menjadi sunah

apabila hendak melaksanakan salat lainnya ketika wudunya masih terjaga.

Dalam Alquran telah disyariatkan kewajiban berwudu sebagai berikut :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak

mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan

siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata

kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam

perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh

perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan

tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.

Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan

kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.

(QS Al-Maidah : 6)

Dalil lainnya dari hadis berikut ini :

Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidak

ada salat kecuali dengan wudu”. (HR Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah)

Page 31: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

20

1.1.3.2. Syarat Salat

Syarat salat merupakan hal-hal yang harus terpenuhi sebelum

dilaksanakannya salat agar sebuah ibadah salat menjadi sah untuk

dilaksanakan. Apabila salah satu syarat ini tidak dilakukan, maka sahnya

salat menjadi gugur. Syarat salat terbagi menjadi 2, yaitu syarat wajib, yang

apabila terpenuhi maka seseorang diwajibkan untuk melaksanakan salat, dan

syarat sah, yaitu syarat yang harus dipenuhi demi tercapainya salat yang sah

hukumnya.

1. Syarat Wajib

Berikut hal-hal yang termasuk dalam syarat wajib salat bagi pelaksananya :

a. Beragama Islam

Menjadi muslim merupakan syarat utama. Karena, apabila seseorang belum

menjadi seorang muslim maka baginya tidak ada kewajiban untuk

melaksanakan salat, dan tidak ada konsekuensi hukuman khusus apabila

tidak melaksanakan salat.

b. Balig

Balig adalah tercapainya seseorang dalam tahap kedewasaan. Balig ditandai

dengan telah keluarnya air mani pada anak laki-laki, sedangkan pada anak

perempuan telah keluarnya darah haid. Seorang anak yang belum mencapai

balig belum mendapat beban kewajiban salat bagi dirinya.

c. Berakal

Salat diwajibkan bagi mereka yang berakal karena masih mampu berpikir

sehat dan sadar diri. Menurut jumhur ulama, bagi orang yang kehilangan

kewarasannya, setelah ingatannya kembali membaik, maka tidak wajib

mengqada (mengganti) salat yang telah ditinggalkan selama masa hilang

akalnya. Akan tetapi apabila seseorang hilang kesadaran karena mabuk,

maka dia wajib mengqada salatnya yang telah ditinggalkan. Begitu pula

hukumnya bagi orang yang tertidur, setelah bangun ia wajib mengqada

salatnya yang terlewat selama tidur.

Page 32: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

21

2. Syarat Sah

Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang sebelum melaksanakan

salat agar salatnya menjadi sah :

a. Muslim

Selain termasuk syarat wajib salat, seseorang juga harus menjadi muslim

untuk memenuhi syarat sah salat. Dalam hal ini diartikan bahwa semua

gerakan ritual yang dilakukan di dalam salat menjadi tidak sah apabila yang

melaksanakan belum menjadi seorang muslim.

b. Mengetahui waktu salat sudah masuk

Apabila seseorang melaksanakan salat dalam keadaan tanpa mengetahui

masuknya waktu salat walaupun memang sebenarnya waktu salat sudah

masuk, maka salatnya tidak sah. Karena mengetahui masuknya waktu salat

secara pasti merupakan syarat sahnya salat.

c. Badan, pakaian, dan tempat harus suci dari najis

Wajib hukumnya bersih badan, pakaian, dan tempat dari najis sebelum salat.

Najis dibersihkan dengan thoharoh (bersuci). Dalilnya sebagai berikut :

Artinya : “Dan pakaianmu bersihkanlah”. (QS. Al-Mudatstsir : 4)

“Bila kamu mendapat haid, maka tinggalkanlah salat. Dan bila telah usai

haid, maka cucilah darah dan salatlah”.(HR. Bukhari dan Muslim)

d. Suci dari hadas kecil dan besar

Berwudu dapat membersihkan hadas. Karena itu diwajibkan berwudu tiap

akan melaksanakan salat kecuali masih terjaga wudunya. Rasulullah SAW

bersabda : “Tidak diterima salat salah seorang di antara kalian yang

berhadas, kecuali ia telah berwudu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Page 33: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

22

e. Menutup aurat

Bagi laki-laki, auratnya ialah dari pusar hingga ke lutut. Sedangkan bagi

wanita, auratnya seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.

Hendaknya bagi seorang muslim menutup auratnya saat salat maupun dalam

kondisi bukan dengan mahramnya. Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf

ayat 31 :

Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap

(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

(QS. Al-A’raf : 31)

f. Menghadap ke kiblat

Setiap kali melaksanakan salat fardu maupun sunah, Rasulullah SAW selalu

berdiri menghadap kakbah. Rasulullah bersabda kepada orang yang salatnya

tidak baik : “Jika engkau hendak mengerjakan salat, maka sempurnakanlah

wudumu lalu menghadaplah ke kiblat, kemudian bertakbirlah.” (HR.

Bukhari dan Muslim).

Apabila seseorang tidak mengetahui arah kiblat yang benar, maka wajib

hukumnya baginya untuk mencari tahu sebisanya dan berijtihad

(bersungguh-sungguh) untuk mengetahuinya. Jabir Radhiyallahu ‘anhu

berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan

atau dalam satu kelompok kecil pasukan, lalu kami diliputi mendung yang

gelap, kami berusaha menentukan arah kiblat, sehingga kami pun berselisih.

Setiap orang dari kami salat mengikuti pendapat masing-masing. Salah

seorang dari kami membuat garis di depannya supaya kami tahu ke arah

mana kami salat. Ketika waktu pagi tiba, kami melihat garis yang kami buat

semalam. Ternyata kami salat dengan tidak menghadap kiblat. Kejadian ini

pun kami sampaikan kepada Rasulullah SAW, tetapi beliau tidak

Page 34: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

23

memerintahkan kami untuk mengulangi salat tersebut, bahkan beliau

bersabda : “Salat kalian sudah sah”. (HR. Ad-Daraquthni, Al-Hakim, dan

Al-Baihaqi)

2.1.3.3. Rukun Salat

Rukun secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti tiang suatu

bangunan dan anggota dari suatu badan. Dalam ilmu fikih, definisi rukun

adalah segala yang membuat sesuatu tidak akan terwujud tanpanya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa rukun merupakan rangkaian hal yang

harus dilakukan agar tercapainya segala hal, dimana dalam konteks ini

adalah ibadah. Apabila salah satu rukun tidak dilaksanakan, maka gugurlah

ibadah tersebut.

Setiap mazhab (aliran fikih) memiliki pendapat masing-masing

mengenai jumlah rukun salat. Rukun salat terdiri atas :

1. Niat

2. Takbiratulihram

3. Berdiri

4. Membaca Al-Fatihah

5. Rukuk

6. Iktidal

7. Sujud

8. Duduk antara dua sujud

9. Duduk tasyahud akhir

10. Membaca tasyahud akhir

11. Membaca selawat

12. Salam

13. Tertib

14. Tuma’ninah

Page 35: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

24

2.1.3.4. Manfaat Salat

Secara umum salat memberikan manfaat secara fisiologis dan

psikologis. Dalam salat selain terkandung bacaan yang berdampak baik

terhadap psikologis, juga terdapat beragam macam gerakan yang mirip

dengan gerakan senam dan memiliki manfaat tersendiri dari tiap

gerakannya. Dalam jangka panjang, apabila gerakan salat dilakukan

berulang secara kontinu minimal 12 kali dalam sehari, dapat memperkuat

otot yang terlibat termasuk otot yang berperan pada sendi penopang tubuh.

Gerakan tersebut apabila dilakukan secara perlahan dapat mempertahankan

mobilitas dan elastisitas sendi dan struktur di sekitarnya, yang akan

membantu melindungi sendi dari osteoartritis10

Berikut manfaat salat

ditinjau dari gerakan salat dan bacaannya :

1. Takbiratulihram

Pada saat takbiratulihram kita mengangkat tangan sejajar dengan telinga dan

membaca kalimat takbir “Allaahu Akbar”. Vander Hoven dalam Mukjizat

Gerakan Salat oleh Sagiran menyebutkan bahwa pengucapan kata “Allah”

secara berulang-ulang dan membaca Alquran secara teratur dapat mencegah

penyakit-penyakit psikologis12

. Bacaan alquran yang diperdengarkan kepada

pasien yang akan menjalani sectio caesar dapat menurunkan tingkat ansietas

secara signifikan13

.

Pada saat gerakan takbir, terjadi elevasi bahu yang menyebabkan

melebarnya rongga dada, sehingga tekanan intrapulmonal menurun dan

volume udara yang masuk meningkat dan lebih cepat. Pada waktu yang

bersamaan, kita juga mengucapkan kalimat takbir, maka hal ini akan

dilakukan oleh diafragma, sehingga dalam satu takbiratulihram melibatkan

banyak organ dalam satu waktu yang memberikan dampak selain melatih

otot diafragma juga melatih koordinasi di otak12

.

2. Berdiri

Berdiri merupakan salah satu perintah dalam melaksanakan salat. Tetapi

apabila seseorang tidak mampu untuk salat dalam keadaan berdiri, maka

Page 36: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

25

diperbolehkan untuk duduk. Apabila masih tidak mampu, diperbolehkan

untuk berbaring. Dan jika masih tidak mampu, maka diperbolehkan salat

dengan isyarat.

Berdiri yang baik dalam salat dilakukan dengan cara berdiri tegak, kedua

kaki direnggangkan selebar bahu, jari-jari kaki menghadap kiblat, dan tumit

menghadap luar sehingga ketika salat berjamaah bahu dan tumit setiap

orang saling bersentuhan. Posisi berdiri seperti ini akan menyebarkan

tumpuan berat badan yang awalnya bertumpu di tumit menyebar secara

seimbang ke seluruh telapak kaki. Dalam ilmu akupunktur, telapak kaki

merupakan bagian yang memiliki banyak titik refleksi. Dalam posisi berdiri

seperti tadi, titik-titik refleksi tersebut akan terstimulus dengan baik. Selain

itu juga terjadi peregangan spesial pada otot sekitar sendi leher, siku, dan

pergelangan tangan. Peregangan tersebut akan diikuti dengan peregangan

otot arteriola di sekitar sendi yang terlibat9.

3. Rukuk

Gerakan rukuk merupakan membungkukkan badan sampai pada posisi

punggung lurus dan rata (90o), tangan diletakkan di lutut dengan jari-jarinya

dibuka lebar seperti mencengkeram lutut. Apabila rukuk dilakukan dengan

baik dan benar, maka beban tubuh tidak ditopang oleh punggung tetapi oleh

tangan, sehingga otot vertebra yang pada awal rukuk berkontraksi menjadi

rileks dan terjadi peregangan. Pada posisi ini terjadi relaksasi otot-otot

vertebra dan peregangan kanal spina yang akan mengurangi risiko kompresi

saraf dan meningkatkan fleksibilitas tulang vertebra12

.

4. Iktidal

Gerakan iktidal merupakan gerakan berdiri setelah rukuk. Posisi berdiri

umumnya sama seperti setelah takbiratulihram, hanya saja tangan

diistirahatkan di sisi tubuh. Pada saat turun dari iktidal menuju sujud,

hendaklah tangan didahulukan menyentuh lantai sebelum kedua lutut. Selain

dalil naqli, hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-

Barzinjy dkk. (2009) pada pria dengan usia 46-60 tahun dengan IMT 20-27

Page 37: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

26

kg/m2. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa salat dapat menurunkan

risiko osteoartritis primer pada lutut, dan gerakan lutut menyentuh lantai

terlebih dahulu sebelum tangan memiliki korelasi secara signifikan (p <

0,05) terhadap peningkatan frekuensi osteoartritis lutut dibandingkan

dengan gerakan tangan yang terlebih dahulu menyentuh lantai sebelum

lutut10

.

5. Sujud

Pada posisi sujud, posisi kepala menjadi lebih rendah dibandingkan jantung.

Posisi ini dapat meningkatkan elastisitas pembuluh darah di otak karena

peningkatan volume darah yang masuk ke otak, sehingga dapat menurunkan

risiko stroke12

.

Hal yang perlu diperhatikan saat sujud juga ialah badan ditopang dengan

cara kening menopang badan lebih dominan dibanding tangan, paha

ditegakkan dan pantat diangkat. Pada posisi ini tulang vertebra mengalami

pelurusan sehingga terjadi efek anti kompresi atau peregangan. Selain itu

perubahan posisi seperti ini juga akan melatih kekuatan omentum saluran

pencernaan. Posisi abdomen yang lebih tinggi dari toraks juga akan

mendorong diafragma ke arah superior tubuh, yang akan membantu

pengeluaran udara residu di paru12

.

6. Duduk antara dua sujud

Duduk antara dua sujud dilakukan dengan kaki kiri dihamparkan dan duduk

di atasnya, kaki kanan dilipat dengan telapak kaki membelakangi kiblat dan

jari-jari kaki kanan menunjuk ke arah kiblat. Dalam posisi ini terjadi

penurunan saturasi dan denyut nadi di tungkai, sehingga debit darah yang

mengalir menuju organ-organ penting bertambah. Posisi kaki yang

ditekukkan juga akan memberikan relaksasi maksimal pada otot-otot betis12

.

7. Salam

Salam merupakan gerakan menoleh ke kanan dan kiri yang dilakukan pada

akhir salat. Gerakan salam dilakukan hingga pipi dapat terlihat oleh orang

yang berada di belakangnya. Pada saat salam, terjadi peregangan di sisi

Page 38: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

27

leher yang berlawanan dengan arah toleh. Gerakan ini juga dapat melatih

kelenturan leher yang mana leher merupakan salah satu bagian yang

memiliki banyak saraf di dalamnya12

.

8. Tuma’ninah

Tuma’ninah merupakan berhenti dari gerakan salat sampai tulang kembali

pada persendiannya dan tidak melakukan gerakan apa pun selama 2-3 detik.

Selama melakukan tuma’ninah, juga dilakukan pemaknaan dari setiap

bacaan salat, sehingga meningkatkan penjiwaan dan kekhusyukan salat.

Tuma’ninah merupakan salah satu unsur terpenting agar tercapainya

kekhusyukan dalam salat. Prosesi salat yang dilakukan dengan khusyuk

akan memberikan ketenangan sehingga meningkatkan kadar endorfin. Hal

ini akan menstimulasi efektivitas dan pembentukan energi, meningkatkan

kadar eosinofil yang berperan penting dalam imunitas, dan menurunkan

kadar kortison darah yang dapat mencegah risiko kerusakan jaringan9.

Dalam aspek fisiologis, ketika tuma’ninah dilakukan dengan baik dan benar,

maka akan terjadi peregangan spesial yang akan meningkatkan dan

melancarkan aliran darah menuju organ yang terlibat, sehingga asupan

nutrisi yang masuk dan hasil metabolisme yang keluar meningkat9.

Page 39: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

28

2.2. Kerangka Teori

`

Salat

Aktivitas

fisik

Melatih fleksor &

ekstensor sendi

penopang tubuh

Mempertahankan

mobilitas &

elastisitas sendi

penopang tubuh

Peregangan

pada otot &

jaringan sekitar

suplai aliran

darah

suplai nutrisi

ke jaringan pengeluaran

hasil metabolisme

dari jaringan

Mental

aktivitas

parasimpatis aktivitas

simpatis

ansietas risiko

kardiovaskular

Lanjut usia

mekanisme

proteksi terhadap

tekanan

sintesis matriks

kartilago

Jenis kelamin

Wanita

menopause

kadar estrogen

sistemik

sintesis kondrosit

Obesitas

beban mekanik

terhadap sendi

penopang tubuh

destruksi jaringan

kartilago sendi lutut

risiko osteoartritis

Osteoartritis

Lutut

Klinis Radiologis

Derajat Keparahan

Osteoartritis Lutut

berdasarkan

Kellgren Lawrence

Sosial

Mempererat tali

silaturahmi

sesama muslim

Page 40: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

29

2.3. Kerangka Konsep

Frekuensi Salat Osteoarthritis Lutut

Klinis dan Radiologis

Kellgren Lawrence

Usia

Jenis Kelamin

IMT

Kualitas Salat

Jarak dari Rumah

ke Masjid

Page 41: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

30

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menerapkan desain penelitian observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional. Subjek dengan OA lutut simtomatis

akan ditinjau dari data primer berupa kuesioner dan data sekunder berupa

hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi lutut.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat

(KPKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan data

dilakukan dari bulan Februari hingga Agustus 2017.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah pasien osteoartritis lanjut usia.

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien osteoartritis lutut usia

minimal 60 tahun yang berobat ke Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat

(KPKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.2. Jumlah Sampel

Penelitian ini menggunakan rumus sampel analitik korelatif sebagai

berikut :

Page 42: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

31

Besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini minimal sebanyak 38 orang

Keterangan :

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis 2 arah, sehingga Zα = 1,96.

Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ = 1,282.

Korelasi minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,5.

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Pasien yang dijadikan sampel seluruhnya termasuk populasi

terjangkau yang telah memenuhi kriteria baik inklusi maupun eksklusi.

Pasien yang telah terpilih dilakukan anamnesis, kemudian dilakukan

pemeriksaan fisik dan radiologi lutut. Lalu peneliti memilih pasien untuk

dilakukan wawancara terkait frekuensi salat. Pasien dipilih dengan cara

consecutive sampling.

Page 43: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

32

3.4. Kriteria Sampel

3.4.1. Kriteria inklusi

1. Penderita osteoartritis lutut yang memenuhi kriteria klinis dan radiologis

2. Memenuhi kriteria Kellgren Lawrence

3. Tidak menderita penyakit inflamasi sistemik lainnya

4. Tidak menderita osteoartritis di bagian lain

5. Subjek menyetujui informed consent yang telah dibuat dalam penelitian

ini

6. Subjek penelitian berusia minimal 60 tahun

7. Subjek beragama Islam

3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Subjek yang pernah mengalami trauma yang sangat parah (kecelakaan,

jatuh dari tempat tinggi, dan lain-lain)

2. IMT lebih dari 27

3. Telah melakukan intervensi seperti artroplasti, artrodesis, atau osteotomi

4. Subjek tidak bersedia mengikuti penelitian

3.5. Alat dan Bahan

1. Kertas

2. Pulpen

3. Kuesioner

4. Laptop & Program SPSS

5. Timbangan & Stature Meter

6. Alat Radiologi X-Ray Lutut

Page 44: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

33

3.6. Alur Penelitian

Pasien termasuk kriteria inklusi

Informed consent kepada subjek penelitian

Pasien diskrining oleh dokter umum yang

bertugas di KPKM Reni Jaya untuk

diagnosis OA Lutut

Pasien diminta untuk melakukan

pemeriksaan radiologi pada bagian lutut

yang dilakukan dengan bekerja sama dengan

RS Sari Asih

Peneliti melakukan wawancara kepada

pasien untuk menilai frekuensi salat pasien

Melakukan analisis dan pengolahan data

dengan program SPSS

Pasien mengisi kuesioner penelitian

Page 45: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

34

3.7. Cara Kerja Penelitian

1. Menentukan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dan teknik

pengambilan sampel

2. Mengurus perizinan kepada penanggung jawab KPKM UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta untuk melakukan pengambilan data penelitian

3. Melakukan informed consent kepada subjek penelitian berupa penjelasan

mengenai penelitian yang sedang dilakukan dan meminta izin untuk

dilibatkan dalam penelitian

4. Melakukan skrining osteoartritis lutut oleh dokter umum

5. Melakukan pemeriksaan radiologi lutut

6. Melakukan pengumpulan data sekunder berupa data pribadi, Indeks

Massa Tubuh (IMT), dan derajat keparahan osteoartritis lutut

7. Melakukan wawancara kepada pasien untuk menilai frekuensi salat

pasien

8. Pengumpulan dan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS

3.8. Identifikasi Variabel

3.8.1. Variabel Bebas

Frekuensi salat berupa jumlah rakaat salat yang rutin dilakukan dalam

sehari dalam skala numerik

3.8.2. Variabel Terikat

Derajat keparahan osteoartritis menurut klasifikasi Kellgren-Lawrence

dalam skala kategorik.

Page 46: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

35

3.9. Manajemen Data

3.9.1. Pengolahan Data

1. Editing

Merupakan tahap pertama dalam proses pengolahan data penelitian. Pada

tahap ini, dilakukan pemeriksaan untuk mengecek kelengkapan keterbacaan,

serta kesesuaian jawaban dan untuk mengoreksi data yang belum jelas.

2. Coding

Pada tahapan ini, data yang sudah terkumpul akan dikelompokkan dan

diberi kode untuk memudahkan dalam pemasukan data.

3. Data Entry

Data yang telah dikelompokkan dan diberi kode selanjutnya dilakukan

penyusunan. Proses penyusunan dapat dilakukan manual atau dengan

komputer (data entry), kemudian akan dilakukan analisis data.

3.9.2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan uji korelasi One Way ANOVA yang menentukan hubungan

antar variabel frekuensi salat dengan derajat keparahan OA lutut pada

lansia. Uji ini dipilih karena variabel yang diuji bersifat numerik-kategorik

dengan variabel lebih dari 2.

Page 47: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

36

3.10. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara

Pengukuran

Skala

1. Lanjut Usia Usia responden saat

penelitian dilakukan.

Kuesioner

Diukur melalui

anamnesis

yang dilakukan

dokter

Kategorik Ordinal

Menurut WHO

Skor :

1 = 60-74 tahun

(Elderly Age)

2 = 75 – 90 tahun

(Old Age)

2.

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

responden sejak

lahir.

Kuesioner Kategorik Nominal

Skor :

1 = Pria

2 = Wanita

3. Indeks Massa

Tubuh (IMT)

Berat badan dalam

kilogram (kg) dibagi

dengan tinggi dalam

meter kuadrat (m2).

Kuesioner

Diukur oleh

petugas medis

di KPKM

Alat pengukur

untuk tinggi

badan

menggunakan

stature meter

dan timbangan

untuk berat

Kategorik Ordinal

Menurut Depkes RI

(2002)

Skor :

1 = IMT <17,0 kg/m2

(kurus berat)

2 = IMT 17,0 – 18,4

kg/m2 (kurus ringan)

3 = IMT 18,5 – 25

kg/m2

(normal)

4 = IMT 25,1 – 27

kg/m2 (obesitas

Page 48: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

37

badan.

Keduanya

dihitung

berdasarkan

rumus yang

telah

dijabarkan di

definisi

ringan)

4. Salat Serangkaian ucapan

dan gerakan yang

tertentu yang

dimulai dengan

takbir dan diakhiri

dengan salam,

dikerjakan dengan

niat dan syarat-

syarat tertentu.

Kuesioner Numerik

5. Frekuensi salat Kuantitas salat yang

diukur berdasarkan

jumlah rakaat yang

dilakukan dalam

sehari secara rutin

Kuesioner Numerik

6. Derajat keparahan

osteoartritis lutut

sesuai Klasifikasi

Kellgren Lawrence

(KL)

Derajat keparahan

osteoartritis

berdasarkan

pengamatan pada

foto X-Ray sendi

tibiofemoral pasien

Kuesioner

Diinterpretasi

oleh Dokter

Spesialis

Radiologi

Kategorik Ordinal

Skor :

1 = Meragukan

Penyempitan sendi

yang terlihat

meragukan dan

kemungkinan terdapat

osteofit

2 = Minimal

(terdapat osteofit dan

Page 49: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

38

penyempitan celah

sendi)

3 = Sedang

(terdapat banyak

osteofit, penyempitan

celah sendi, sklerosis

dan kemungkinan

deformitas tulang)

Page 50: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini terdapat 2 jenis data yang digunakan, data primer

dan sekunder. Identitas, indeks massa tubuh, dan derajat keparahan

osteoartritis diambil dari data sekunder, sedangkan frekuensi salat diambil

dari data primer berupa wawancara kepada lanjut usia (≥ 60 tahun) yang

merupakan pasien Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM)

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Subjek penelitian ditentukan dengan

consecutive sampling, dan didapatkan 45 orang subjek yang sebelumnya

sudah menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan rontgen lutut dan

wawancara terkait salat. Pengambilan data dilakukan dari bulan Februari

hingga Agustus 2017.

4.1.1. Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin subjek penelitian

Jenis Kelamin Jumlah (n=45) Persentase (%)

Laki-laki 12 26,6

Perempuan 33 73,3

Total 45 100

Tabel 4.2 Distribusi usia subjek penelitian

Usia (WHO) Jumlah (n=45) Persentase (%)

60-74 tahun 39 86,7

75-90 tahun 6 13,3

Total 45 100

Page 51: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

40

Subjek penelitian secara keseluruhan berjumlah 45 orang dengan usia

≥60 tahun, terdiri dari 12 orang laki-laki (26,6%) dan 33 orang perempuan

(73,3%). Dari penelitian ini didapatkan bahwa perempuan lebih banyak

menderita osteoartritis lutut dibanding laki-laki

Bila dikelompokkan menurut usia berdasarkan kategorisasi WHO,

responden yang tergolong dalam kelompok Elderly age (60-74 tahun)

berjumlah 39 orang (86,7%) dan kelompok Old age (75-90 tahun)

berjumlah 6 orang (13,3%).

4.1.2. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) Responden

Tabel 4.3 Distribusi indeks massa tubuh subjek penelitian

Indeks Massa Tubuh Jumlah (n=45) Persentase (%)

< 17,0 1 2,2

17,0 – 18,4 3 6,7

18,5 – 25,0 25 55,6

25,1 – 27,0 16 35,5

Total 45 100

Pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden tergolong ke

dalam golongan IMT normal dengan skala 18,5 – 25,0 Kg/m2 sebanyak 25

orang (55,6%). Kemudian golongan IMT obesitas ringan dengan skala 25,1

– 27,0 kg/m2 sebanyak 16 orang (35,5%). Lalu golongan IMT kurus ringan

dengan skala 17,0 – 18,4 sebanyak 3 orang (6,7%), dan golongan IMT kurus

berat dengan skala < 17,0 sebanyak 1 orang (2,2%).

Page 52: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

41

4.1.3. Gambaran Derajat Keparahan Osteoartritis Responden menurut

Kellgren Lawrence

Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan derajat keparahan osteoartritis

menurut Kellgren Lawrence

Derajat Keparahan

Osteoartritis menurut

Kellgren Lawrence

Jumlah (n=45) Persentase (%)

1 10 22,2

2 25 55,6

3 10 22,2

Total 45 100

Pada penelitian ini, derajat keparahan OA dinilai berdasarkan kriteria

Kellgren Lawrence dari hasil radiologi pada lutut responden. Golongan

derajat 2 (ringan) merupakan golongan terbanyak dengan jumlah 25 orang

(55,6%). Dua golongan setelahnya berjumlah sama yaitu golongan 1

(meragukan) berjumlah 10 orang (22,2%) dan golongan 3 (sedang)

berjumlah 10 orang (22,2%).

4.1.4. Gambaran Frekuensi Salat Responden

Tabel 4.5. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi salat

Jumlah Range Minimum Maksimum Rerata SD

Frekuensi

Salat 45 51,00 17,00 68,00 26,24 8,80

Pada penelitian ini, frekuensi salat dinilai dengan menggunakan

kuesioner yang disusun oleh peneliti dan telah divalidasi dengan

menggunakan program SPSS. Pengumpulan data dilakukan dengan

Page 53: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

42

wawancara langsung kepada responden. Responden ditentukan berdasarkan

jumlah rakaat salat yang dilakukan secara rutin dalam sehari.

Dari seluruh responden yang berjumlah 45 orang didapatkan bahwa

dalam sehari jumlah rakaat minimal sebanyak 17 rakaat dan jumlah rakaat

maksimal sebanyak 68 rakaat, dengan range 51 rakaat secara keseluruhan.

Dari keseluruhan responden, rerata frekuensi salat berjumlah 26,24 rakaat,

dengan SD 8,80.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Responden

Subjek penelitian secara keseluruhan berjumlah 45 orang dengan

kriteria usia ≥ 60 tahun, terdiri dari 12 orang laki-laki (26,6%) dan 33 orang

perempuan (73,3%), responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak

dibanding laki-laki. Hal ini berbeda dengan data BPS Kota Tangerang

Selatan tahun 2015 jumlah lanjut usia yang berjenis kelamin pria sebanyak

25.906 (54%) orang dan penduduk lansia berjenis kelamin wanita sebanyak

21.995 orang (46%). Terdapat perbedaan antara hasil penelitian dengan data

BPS disebabkan karena responden wanita lebih banyak yang menjadi subjek

penelitian.

Usia responden yang tergolong dalam kelompok Elderly age (60-74

tahun) berjumlah 39 orang (86,7%) dan kelompok Old age (75-90 tahun)

berjumlah 6 orang (13,3%). Jumlah pasien yang termasuk Elderly age lebih

banyak daripada Old age. Hal ini berbeda dengan data dari Riskesdas 2013

bahwa prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis atau gejala pada

kelompok umur 65-74 lebih kecil dibandingkan kelompok umur ≥75 yakni

51,9% dan 54,8%2.

Page 54: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

43

4.2.2. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) Responden

Pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden tergolong ke

dalam golongan IMT normal dengan skala 18,5 – 25,0 Kg/m2 sebanyak 25

orang (55,6%). Kemudian golongan IMT gemuk ringan dengan skala 25,1 –

27,0 kg/m2 sebanyak 16 orang (35,5%). Lalu golongan IMT kurus ringan

dengan skala 17,0 – 18,4 sebanyak 3 orang (6,7%). Dan golongan IMT

kurus berat dengan skala < 17,0 sebanyak 1 orang (2,2%).

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Koentjoro

(2010) di SMF Ilmu Penyakit Dalam (Poli Reumatik) dan Instalasi

Rehabilitasi Medik RS. Dr. Kariadi Semarang, terdapat 17 orang (60,7%)

dengan IMT gemuk dengan skala >25,0, 11 orang (39,3%) dengan IMT

normal dengan skala >18,5 – 25,0, dan 0 orang (0%) dengan IMT kurus

dengan skala <17,0 – 18,514

.

4.2.3. Gambaran Derajat Keparahan Osteoartritis Responden menurut

Kellgren Lawrence

Pada penelitian ini, golongan derajat 2 (ringan) merupakan golongan

terbanyak dengan jumlah 25 orang (55,6%). Dua golongan setelahnya

berjumlah sama yaitu golongan 1 (meragukan) berjumlah 10 orang (22,2%)

dan golongan 3 (sedang) berjumlah 10 orang (22,2%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koentjoro

(2010) di SMF Ilmu Penyakit Dalam (Poli Reumatik) dan Instalasi

Rehabilitasi Medik RS. Dr. Kariadi Semarang. Golongan osteoartritis lutut

bilateral terbanyak merupakan derajat 2 (ringan) sebanyak 12 orang

(42,9%), disusul oleh derajat 3 (sedang) sebanyak 3 orang (10,7%), lalu

derajat 1 (meragukan) sebanyak 2 orang (7,1%)14

.

Page 55: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

44

4.2.4. Korelasi antara Frekuensi Salat dengan Derajat Keparahan

Osteoartritis Lutut berdasarkan Kellgren Lawrence

Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi salat sebagai variabel

independen dengan derajat keparahan osteoartritis berdasarkan Kellgren

Lawrence sebagai variabel dependen digunakan analisis bivariat. Uji

analisis yang digunakan adalah uji ANOVA karena variabel frekuensi salat

termasuk numerik dan derajat keparahan Kellgren Lawrence termasuk

kategorik ordinal dengan variabel lebih dari 2.

Tabel 4.6. Korelasi antara Frekuensi Salat dengan Derajat Kellgren

Lawrence

Variabel Mean SD 95% CI P value

Jumlah Rakaat Salat dalam Sehari

Derajat

Kellren

Lawrence

Ringan 24,10 3,47 21,61 –26,58 0,651

Sedang 26,52 10,61 22,13 – 30,90

Berat 27,70 7,63 22,24 – 33,15

Rata-rata jumlah rakaat salat dalam sehari pada kelompok derajat

Kellgren Lawrence ringan adalah 24,10 dengan standar deviasi 3,47. Pada

kelompok derajat Kellgren Lawrence sedang rerata jumlah rakaatnya adalah

26,52 dengan standar deviasi 10,61. Pada kelompok derajat Kellgren

Lawrence berat rata-rata jumlah rakaatnya adalah 27,70 dengan standar

deviasi 7,63.

Hasil uji statistik didapat nilai p=0,651, dengan demikian pada

kesalahan tipe I sebesar 5% dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan

yang signifikan pada derajat keparahan di antara kelompok frekuensi salat.

Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian Hasby dkk. dengan

menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross

sectional. Subjek penelitian sebanyak 56 responden yang menetap di

Page 56: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

45

Kelurahan Mantijeron dengan rentang usia 50 – 75 tahun yang merupakan

muslim dan rutin melaksanakan salat 5 waktu dalam sehari di masjid.

Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner yang

dibuat oleh peneliti dan pemeriksaan fisik terkait muskuloskeletal. Dari

penelitian tersebut didapatkan hubungan yang signifikan antara salat

berjamaah di masjid terhadap risiko osteoartritis lutut dengan p = 0,019.

Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara salat

berjamaah di masjid terhadap risiko osteoartritis lutut pada kelompok usia

50 – 75 tahun15

.

4.2.5. Korelasi antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Derajat

Keparahan Osteoartritis menurut Kellgren Lawrence

Tabel 4.7. Korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Kellgren

Lawrence

Variabel Mean SD 95% CI P value

Skor Indeks Massa Tubuh (IMT)

Derajat

Kellren

Lawrence

Ringan 3,20 0,63 2,74 – 3,65 0,407

Sedang 3,16 0,74 2,85 – 3,46

Berat 3,50 0,16 3,12 – 3,87

Rata-rata skor indeks massa tubuh pada kelompok derajat Kellgren

Lawrence ringan adalah 3,20 dengan standar deviasi 0,63. Pada kelompok

derajat Kellgren Lawrence sedang rerata skor indeks massa tubuhnya adalah

3,16 dengan standar deviasi 0,74. Pada kelompok derajat Kellgren

Lawrence berat rata-rata skor indeks massa tubuhnya adalah 3,50 dengan

standar deviasi 0,16.

Hasil uji statistik didapat nilai p=0,407, yang mana dapat disimpulkan

tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara indeks massa

tubuh dengan derajat keparahan osteoartritis menurut Kellgren Lawrence.

Page 57: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

46

4.3. Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti tidak memperhitungkan variabel lain seperti gaya hidup,

aktivitas fisik lain, konsumsi obat-obatan, dan asupan nutrisi

2. Peneliti tidak menilai osteoartritis dalam skala mikroskopis, hanya

berdasarkan klinis saja

3. Peneliti meneliti salat hanya berdasarkan kuantitas saja, tidak

berdasarkan kualitas salat

4. Peneliti belum menemukan standar rujukan baku sebagai acuan untuk

menilai kualitas dan kuantitas salat

Page 58: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

47

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Pada penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa tidak terdapat

korelasi yang signifikan antara frekuensi salat dengan derajat keparahan

osteoartritis berdasarkan Kellgren Lawrence pada lansia di KPKM UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2017 dengan p value 0,639.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan

saran yaitu :

a. Bagi masyarakat

1. Lansia disarankan untuk memperbanyak aktivitas fisik termasuk

di dalamnya memperbanyak salat terutama salat berjamaah di

masjid sehingga risiko osteoartritis dapat diturunkan

2. Masyarakat lebih memperhatikan kualitas dan kuantitas salat

dan melakukan salat dengan baik yakni seperti yang

dicontohkan oleh Rasulullah SAW sehingga salat yang

dilakukan dapat memberikan manfaat yang lebih baik bagi

kesehatan fisik maupun mental

b. Bagi pemerintah

1. Pemerintah mencanangkan program gaya hidup sehat dan aktif

bagi masyarakat

2. Pemerintah mencanangkan program salat berjamaah, dalam hal

ini kita bisa mencontoh negara Turki yang secara langsung

mengatur pelaksanaan salat subuh bagi penduduk muslim

Page 59: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

48

c. Bagi peneliti lain

1. Bagi peneliti yang ingin melakukan peneliti serupa disarankan

untuk memperhitungkan variabel-variabel perancu lainnya yang

dapat mempengaruhi derajat keparahan osteoartritis

2. Peneliti lain disarankan untuk merujuk kepada baku standar

terkait kualitas dan kuantitas salat

3. Peneliti menerapkan metode kontrol frekuensi salat yang lebih

objektif seperti diari salat

Page 60: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Nejati P, Farzinmehr A, Moradi-lakeh M. The effect of exercise therapy on

knee osteoarthritis : a randomized clinical trial. 2015;1–9.

2. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.

2013;

3. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:

Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF,

editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keenam. Jakarta Pusat:

InternaPublishing; 2014. p. 3197–209.

4. Felson DT. Osteoarthritis. In: Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci

AS, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. 19th ed. McGraw-Hill Education; 2015. p. 2226–33.

5. Solomon L. Osteoarthritis. In: Solomon L, Warwick D, Nayagam S,

editors. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London:

Hodder Arnold; 2010.

6. Mcalindon TE, Wilson PWF, Aliabadi P, Weissman B, Felson DT. Level

of Physical Activity and the Risk of Radiographic and Symptomatic Knee

Osteoarthritis in the Elderly : The Framingham Study. 1999;18(98):151–7.

7. Curtis GL, Chughtai M, Khlopas A, Newman JM, Khan R. Impact of

Physical Activity in Cardiovascular and Musculoskeletal Health : Can

Motion Be Medicine ? 2017;9(5):375–81.

8. Muiz A. Kitab Tuntunan Salat. Jakarta Timur; 2015. 388 p.

9. Sja’bani M. Dahsyatnya Gerakan Salat Pemaparan Kesehatan Fisik dan

Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2017.

10. Al-Barzinjy N, Rasool M, Al-Dabbagh T. Islamic Praying and

Osteoarthritis Changes of Weight Bearing Joints. Duhok Med J.

2009;3(1):33–41.

11. Dorland W. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28. Hartanto Y,

Page 61: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

50

Nirmala W, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et al., editors.

Jakarta: EGC, Elsevier; 2012. 1210 p.

12. Sagiran. Mukjizat Gerakan Salat. Jakarta: QultumMedia; 2012. 238 p.

13. Sadeghi H. Voice of Quran and health : A review of performed studies in

Iran. 2011;1(1):4–7.

14. Koentjoro S, Suroso J, Suntoko B. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh

(IMT) dengan Derajat Osteoartritis Lutut menurut Kellgren dan Lawrence.

Universitas Diponegoro; 2010.

15. Hasby MF, Arifuddin M, Permana I, Hasby MF. Hubungan Salat

Berjamaah di Masjid terhadap Risiko Osteoartritis Sendi Lutut pada

Kelompok Usia 50-75 Tahun. 2016;110–3.

Page 62: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

51

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Berat Badan :

Tinggi Badan :

Pilih jawaban yang menurut Anda sesuai!

1. Seberapa sering Anda melakukan salat?

A. Saya tidak melaksanakan salat

B. Hanya pada waktu tertentu (Jumat, Ramadhan, Lebaran, dll)

C. Saya melaksanakan salat dalam sehari tidak rutin

D. Saya melaksanakan salat dalam sehari secara rutin

E. Saya melaksanakan salat secara rutin ditambah salat sunah lainnya

2. Berapa kali Anda melaksanakan salat dalam sehari? (sunah & wajib,

sendiri maupun berjamaah)

A. 1-3 kali

B. 4-5 kali

C. Lebih dari 5 kali

3. Anda rutin melaksanakan salat pada waktu

A. Selalu di awal waktu kecuali dalam keadaan tertentu

B. Kebanyakan di awal waktu

C. Di pertengahan atau akhir waktu

4. Dimana Anda melaksanakan salat?

A. Masjid

B. Selain Masjid (rumah, tempat kerja, dll)

Page 63: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

52

5. Berapa jarak dari rumah Anda ke Masjid?

A. Kurang dari 100 m

B. 100-500 m

C. Lebih dari 500 m

6. Anda berangkat ke masjid dengan

A. Berjalan kaki

B. Menggunakan kendaraan

7. Salat apakah yang rutin Anda kerjakan setiap hari?

Lainnya :

8. Saya lebih khusyu' ketika salat berjamaah dibanding salat sendiri

A. Ya

B. Tidak

9. Gerakan salat berjamaah lebih teratur dan tertib daripada salat sendiri

A. Ya

B. Tidak

10. Saya merasa lebih tenang ketika salat berjamaah ketimbang salat sendiri

A. Ya

B. Tidak

Salat fardhu Salat sunnah

Subuh Rawatib

Zuhur Qobla Subuh

Ashar Qobla Zuhur

Maghrib Ba’da Zuhur

Isya Ba’da Maghrib

Ba’da Isya

Dhuha

Tahadjud

Page 64: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

53

11. Salat berjamaah lebih memberikan manfaat bagi kesehatan daripada salat

sendiri

A. Ya

B. Tidak

12. Apakah dalam beberapa tahun terakhir Anda merasakan nyeri yang

mengganggu pada sendi?

A. Ya

B. Tidak

13. Sendi apa yang sering mengalami gangguan? (boleh pilih lebih dari 1)

A. Lutut

B. Siku

C. Pergelangan tangan

D. Pergelangan kaki

E. Lainnya : ...

14. Seberapa sering Anda merasakan keluhan pada sendi?

A. Dalam sehari lebih dari 2 kali

B. Dalam sehari 1-2 kali

C. Dalam seminggu 4-6 kali

D. Dalam seminggu 1-3 kali

E. Dalam sebulan 1-3 kali

F. Tidak pernah

15. Berapa skala nyeri yang dirasakan?

..... (1-10)

16. Adakah gejala lain yang menyertai keluhan selain nyeri? (boleh lebih dari

1)

A. Keterbatasan gerak sendi

B. Kaku sendi

C. Suara berderak saat sendi digerakkan

D. Sendi tidak seimbang

E. Bentuk sendi berubah

F. Pembesaran tulang di sekitar sendi

Lainnya : ___________________________

Page 65: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

54

17. Apakah Anda pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan

kerusakan pada sendi?

A. Ya

B. Tidak

18. Apakah Anda pernah melakukan operasi pada bagian sendi?

A. Ya

B. Tidak

19. Apakah Anda pernah mengalami patah tulang?

A. Ya, di bagian : ...

B. Tidak

20. Dalam sebulan terakhir, apakah Anda sering mengonsumsi obat pereda

nyeri?

A. Ya

B. Tidak

Lampiran 2. Wawancara Subjek Penelitian

Page 66: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

55

Lampiran 3. Hasil Analisis Data Program SPSS

Jumlah Rakaat

Descriptives

Jml_Rakaat

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

ringan 10 24,1000 3,47851 1,10000 21,6116 26,5884 17,00 27,00

sedang 25 26,5200 10,61885 2,12377 22,1368 30,9032 17,00 68,00

berat 10 27,7000 7,63108 2,41316 22,2411 33,1589 17,00 40,00

Total 45 26,2444 8,80123 1,31201 23,6003 28,8886 17,00 68,00

ANOVA

Jml_Rakaat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 69,071 2 34,536 ,434 ,651

Within Groups 3339,240 42 79,506

Total 3408,311 44

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Jml_Rakaat

Bonferroni

(I) KL (J) KL

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

ringan sedang -2,42000 3,33629 1,000 -10,7396 5,8996

berat -3,60000 3,98762 1,000 -13,5438 6,3438

sedang ringan 2,42000 3,33629 1,000 -5,8996 10,7396

berat -1,18000 3,33629 1,000 -9,4996 7,1396

berat ringan 3,60000 3,98762 1,000 -6,3438 13,5438

sedang 1,18000 3,33629 1,000 -7,1396 9,4996

Page 67: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

56

Indeks Massa Tubuh

Descriptives

Klp_IMT

N Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

ringan 10 3,2000 ,63246 ,20000 2,7476 3,6524 2,00 4,00

sedang 25 3,1600 ,74610 ,14922 2,8520 3,4680 1,00 4,00

berat 10 3,5000 ,52705 ,16667 3,1230 3,8770 3,00 4,00

Total 45 3,2444 ,67942 ,10128 3,0403 3,4486 1,00 4,00

ANOVA

Klp_IMT

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,851 2 ,426 ,918 ,407

Within Groups 19,460 42 ,463

Total 20,311 44

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Klp_IMT

Bonferroni

(I) KL (J) KL

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

ringan sedang ,04000 ,25469 1,000 -,5951 ,6751

berat -,30000 ,30441 ,990 -1,0591 ,4591

sedang ringan -,04000 ,25469 1,000 -,6751 ,5951

berat -,34000 ,25469 ,567 -,9751 ,2951

berat ringan ,30000 ,30441 ,990 -,4591 1,0591

sedang ,34000 ,25469 ,567 -,2951 ,9751

Page 68: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

57

Lampiran 4. Lembar Etik

Riset ini merupakan bagian kerja sama riset mahasiswa dan kelompok riset

Osteoartritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid serta di

bawah bimbingannya.

Page 69: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

58

Lampiran 5. Informed Consent Responden Penelitian

Lembar Persetujuan (Informed Consent) Responden

Penelitian yang Berjudul Hubungan Frekuensi Salat dengan Derajat

Keparahan Osteoartritis Lutut pada Lansia

Assalamu’alaikum wr wb

Saya Maulana Hafiez Rambe, mahasiswa S1 Program Studi Kedokteran dan

Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta bersama dengan kelompok riset dari KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta di bawah bimbingan dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid

sedang melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

frekuensi salat terhadap derajat keparahan osteoartritis lutut pada lansia di KPKM

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini sebagai salah satu prasyarat bagi

saya untuk menyelesaikan studi S1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Melalui penelitian ini dapat diketahui manfaat salat bagi kesehatan terutama

terhadap pencegahan osteoartritis lutut. Semua informasi dari responden akan

kami jaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu

untuk bersedia menjadi responden penelitian kami.

Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami, silakan mengisi

identitas dan tanda tangan di bawah ini.

Terima kasih atas perhatian dan ketersediaan Bapak/Ibu sekalian

Wassalamu’alaikum wr wb

Yang menyetujui,

Peneliti Responden

( ) ( )

Page 70: HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...

59

Lampiran 6. Riwayat Hidup Peneliti

RIWAYAT HIDUP

Nama : Maulana Hafiez Rambe

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 5 Maret 1997

Alamat : Jl. Dirgantara VII No. 70A, Sidomulyo Timur,

Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau

Email : [email protected]

No.Telepon : 081365494569

Riwayat Pendidikan :

SD Islam As-Shofa Pekanbaru (2002-2008)

SMP Islam As-Shofa Pekanbaru (2008-2011)

SMAN 8 Pekanbaru (2011-2014)

Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014-

sekarang)