HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...
Transcript of HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN ...
HUBUNGAN FREKUENSI SALAT DENGAN DERAJAT KEPARAHAN
OSTEOARTRITIS LUTUT PADA LANSIA
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH
Maulana Hafiez Rambe
NIM : 11141030000084
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi
ini. Selawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita
menjadi umatnya yang mendapatkan syafaat beliau kelak di hari kiamat nanti.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana
kedokteran dari program studi kedokteran dan profesi dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses pembuatan skripsi yang berjudul “Hubungan Frekuensi Salat
dengan Derajat Keparahan Osteoartritis Lutut pada Lansia” tentu melibatkan
berbagai pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, serta dukungan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan
semaksimal mungkin.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang
telah terlibat, di antaranya :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Risahmawati, Ph.D sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, semangat dan nasihat sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.
4. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan nasihat sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lancar.
5. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku penanggung jawab riset
PSKPD angkatan 2014
v
6. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta berbagai pelajaran hidup sebagai
bekal bagi penulis untuk menjadi seorang dokter yang bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
7. Staf Klinik Pelayanan dan Kesehatan Masyarakat (KPKM) Reni Jaya UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak bantuan
kepada saya selama pengambilan data penelitian ini.
8. Kepada kedua orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan,
doa, dan kasih sayang sejak awal hingga sekarang yang mana memberikan
motivasi besar sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.
9. Rekan-rekan sekelompok yakni Alvin Zulmaeta, Saereza Mufti Aulia
Illahi, Muhammad Farid Akbar, Pandu Nur Akbar, Asiah Muthi’ah,
Amalina Fitrasari, Gebry Nadira, Ning Indah Permata Sari, dan teman-
teman lain yang turun tangan dalam menyukseskan penelitian ini secara
langsung.
10. Teman sejawat dan seperjuangan, mahasiswa/i PSKPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2014, Tongkol 2014, LDK dan KOMDA
11. Semua pihak yang telah terlibat dalam pembuatan dan penulisan laporan
penelitian ini.
Semoga segala kebaikan dan dukungan yang sudah diberikan oleh semua pihak
dapat dibalas dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah S.W.T
dan semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat yang banyak.
Ciputat, 18 Oktober 2017
Penulis
vi
ABSTRAK
Maulana Hafiez Rambe. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Frekuensi Salat Dengan Derajat Keparahan Osteoartritis Lutut pada
Lansia. Latar Belakang: Osteoartritis merupakan penyakit muskuloskeletal yang
memiliki angka kejadian yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini dapat dicegah
dengan aktivitas fisik dengan intensitas ringan. Salat merupakan ibadah yang
terdiri atas gerakan-gerakan yang dapat memperkuat otot dan sendi yang terlibat,
sehingga dapat menurunkan risiko osteoartritis. Tujuan: Mengetahui hubungan
frekuensi salat dengan derajat keparahan osteoartrtitis lutut pada lansia di KPKM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional yang dilakukan selama bulan Februari-Agustus 2017 di KPKM
Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Frekuensi salat didapat dari
wawancara menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti yang sudah
divalidasi. Derajat keparahan osteoartritis lutut diukur dengan menggunakan
klasifikasi Kellgren Lawrence. Hasil: Responden lansia berjumlah 45 orang
berusia lansia. Dilakukan analisis bivariat dengan uji korelasi One Way ANOVA
didapatkan p value 0,651. Kesimpulan: Hubungan frekuensi salat dengan derajat
keparahan osteoartritis lutut pada lansia di KPKM UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tidak bermakna secara statistik.
Kata Kunci : frekuensi salat, derajat keparahan osteoartritis lutut, Kellgren
Lawrence, lansia.
ABSTRACT
Maulana Hafiez Rambe. Medical Studies and Medical Education Program.
Relationship Between Frequency of Salat and Knee Osteoarthritis Severity Level
in Elderly. Background : Osteoarthritis is a musculoskeletal disease which has
high prevalence rate in Indonesia. This condition is able to be prevented with low
intensity physical activity. Salat is a prayer which contains several physical
activities that strengthen the involved exercising muscle and joint, so that would
decreasing osteoarthritis risk. Objective : Finding the relationship between salat
frequency with knee osteoarthritis severity level in elderly at KPKM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Method : This study uses cross sectional design which was
held during February-August 2017 at KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Salat frequency contained by interviewing patients with validated
questionnaire arranged by researcher. Knee osteoarthritis severity level is
measured using Kellgren Lawrence classification. Result : Number of
respondents were 45 elder person. Bivariate analysis was performed using one
way ANOVA correlation test, p value obtained is 0,651. Conclusion :
Relationship between salat frequency and knee osteoarthritis severity level in
elderly at KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta is statistically not significant.
Keywords : salat frequency, knee osteoarthritis severity level, Kellgren Lawrence,
elderly
vii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1. Landasan Teori ......................................................................................... 5
2.2. Kerangka Teori ....................................................................................... 28
2.3. Kerangka Konsep ................................................................................... 29
BAB III ................................................................................................................. 30
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 30
3.1. Desain Penelitian .................................................................................... 30
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 30
3.4. Kriteria Sampel ....................................................................................... 32
3.5. Alat dan Bahan ....................................................................................... 32
3.6. Alur Penelitian ........................................................................................ 33
3.7. Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 34
3.8. Identifikasi Variabel ............................................................................... 34
3.9. Manajemen Data ..................................................................................... 35
3.10. Definisi Operasional ........................................................................... 36
BAB IV ................................................................................................................. 39
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 39
4.1. Karakteristik Responden ........................................................................ 39
4.2. Pembahasan ............................................................................................ 42
4.3. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 46
BAB V ................................................................................................................... 47
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 47
5.1. Simpulan ................................................................................................. 47
5.2. Saran ....................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tingkat Keparahan Osteoarthritis Lutut berdasarkan Gambaran
Radiologis Kellgren-Lawrence
Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin subjek penelitian
Tabel 4.2 Distribusi usia subjek penelitian
Tabel 4.3 Distribusi indeks massa tubuh subjek penelitian
Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan derajat keparahan osteoartritis
menurut Kellgren Lawrence
Tabel 4.5. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi salat
Tabel 4.6. Korelasi antara Frekuensi Salat dengan Derajat Kellgren Lawrence
Tabel 4.7. Korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Kellgren
Lawrence
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen Anatomi Articulatio Genu (Sendi Lutut)
Gambar 2.2 Siklus Perubahan Struktur Kartilago Artikular dan Kegagalan Fungsi
Kolagen
Gambar 2.3 Gambaran Radiologis Tingkat Keparahan Osteoartritis Berdasarkan
Klasifikasi Kellgren-Lawrence
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Wawancara Subjek Penelitian
Lampiran 3. Hasil Analisis Data Program SPSS
Lampiran 4. Lembar Etik
Lampiran 5. Informed Consent Responden Penelitian
Lampiran 6. Riwayat Hidup Peneliti
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Osteoartritis ialah penyakit sistemik kronik pada sendi-sendi tubuh.
Penyakit ini dapat mengenai hampir dari seluruh persendian servikal,
thorakal, lumbal, lutut, panggul, dan persendian lainnya. Karena itu,
Osteoartritis menyebabkan keterbatasan kemampuan beraktivitas seperti
duduk di kursi, berdiri, berjalan, dan menaiki tangga1.
Prevalensi osteoartritis di Indonesia dengan manifestasi klinis 24,7%,
sementara di provinsi Banten prevalensi osteoartritis dengan manifestasi
klinis sebesar 20,6%2. Osteoartritis bersifat kronik-progresif, dan memiliki
dampak keterbatasan, osteoatrtitis menyebabkan dampak yang besar dalam
aspek sosial dan ekonomi terutama pada pasien. Diperkirakan kecacatan
pada orang lanjut usia yang menderita osteoatrtitis mencapai 1-2 juta. Dan
kedepannya populasi orang lanjut usia akan semakin banyak, menyebabkan
meningkatnya prevalensi osteoartritis3.
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan
kerusakan pada jaringan tulang rawan sendi, pembentukan jaringan tulang
rawan baru (osteofitosis), perubahan tulang sub kondral, peradangan pada
membran sinovial (sinovitis), dan penebalan kapsula sendi. Osteoartritis
sering terjadi di persendian yang menumpu tubuh, seperti persendian
pinggul dan lutut4,5
. Osteoartritis dapat dicegah dengan menjaga berat badan
yang ideal, meningkatkan asupan nutrisi seperti vitamin D, dan aktivitas
fisik yang dapat membantu menurunkan risiko osteoartritis3.
Aktivitas fisik memiliki pengaruh terhadap kesehatan
muskuloskeletal. Aktivitas fisik dengan intensitas rendah dapat mengurangi
gejala osteoartritis dan berdampak baik bagi sendi lutut dan kesehatan
kardiovaskular secara fungsional. Sebaliknya, aktivitas fisik dengan
intensitas tinggi berpotensi menyebabkan peningkatan risiko osteoartritis6,7
.
Salat merupakan ibadah yang dijalankan umat Islam. Salat menurut
bahasa berarti doa, sedangkan menurut istilah berarti suatu bentuk ibadah
2
berupa serangkaian ucapan dan gerakan tertentu yang diawali oleh
takbiratulihram dan diakhiri dengan salam, dikerjakan dengan niat dan
syarat-syarat tertentu. Salat merupakan kewajiban bagi setiap muslim8.
Ketika melaksanakan salat, sebagian besar otot dan sendi bergerak.
Salat yang dikerjakan dengan tuma’ninah akan memberikan peregangan
spesial. Dalam fase tuma’ninah, otot yang terlibat dalam gerakan salat
mengalami peregangan spesial selama 2-3 detik. Pada fase ini, terjadi
peningkatan aliran darah menuju jaringan otot yang mengalami peregangan,
meningkatkan suplai nutrisi dan eliminasi sisa metabolisme jaringan9.
Dalam jangka panjang, apabila gerakan salat dilakukan berulang
secara kontinu minimal 12 kali dalam sehari, dapat memperkuat otot yang
terlibat termasuk otot yang berperan pada sendi penopang tubuh. Gerakan
tersebut apabila dilakukan secara perlahan dapat mempertahankan mobilitas
dan elastisitas sendi dan struktur di sekitarnya, yang akan membantu
melindungi sendi dari osteoartritis10
. Subjek yang melaksanakan salat secara
rutin memiliki risiko yang lebih rendah mengalami artritis dikarenakan
semua tulang dan sendi mengalami pergerakan. Salat juga dapat
menurunkan aktivitas simpatik meningkatkan aktivitas parasimpatik
sehingga dapat membantu relaksasi, mengurangi ansietas, dan menurunkan
risiko kardiovaskular9.
3
1.2.Rumusan Masalah
Apakah salat dapat memberikan pengaruh terhadap derajat keparahan
osteoartritis?
1.3.Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara frekuensi salat dengan derajat
keparahan osteoartritis lutut pada sampel.
H1 : Sampel yang lebih rutin melaksanakan salat memiliki derajat
keparahan osteoartritis lutut yang lebih rendah dibandingkan sampel
yang kurang rutin melaksanakan salat.
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh salat terhadap derajat keparahan osteoartritis
lutut berdasarkan Kellgren Lawrence pada lansia
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran derajat keparahan OA secara radiologis
menggunakan Kellgren Lawrence pada pasien osteoartritis lutut lansia
b. Mengetahui gambaran frekuensi salat pada lansia
c. Mengetahui korelasi frekuensi salat dengan derajat keparahan
osteoartritis pada lansia
4
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
1. Untuk menambah wawasan peneliti tentang hubungan frekuensi salat
dengan derajat keparahan osteoartritis
2. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian analitik
2.1.1. Bagi Institusi
1. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi
2. Adanya data tentang hubungan frekuensi salat terhadap derajat
keparahan osteoartritis pada lansia
2.1.1. Bagi Masyarakat
1. Mendapatkan informasi manfaat salat bagi kesehatan
2. Sebagai motivasi agar giat melaksanakan ibadah salat terutama secara
berjamaah di masjid
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Anatomi Sendi Lutut
Gambar 2.1 Komponen Anatomi Articulatio Genu ( Sendi Lutut)
Sumber : Tortora GJ , Derrickson B. Joints. In : Roesch B, editor. Principle of Anatomy and
Physiology 2009;12 : 264-336
Sendi lutut merupakan sendi terbesar dan paling rumit di tubuh. Sendi
ini terdiri atas 2 sendi meliputi persendian antara femur dan tibia (sendi
tibiofemoral), dan sebuah sendi pelana antara patella dan facies patellaris
femoris (sendi patellofemoral).
2.1.1.1. Tipe Sendi
Sendi lutut antara femur dan tibia merupakan sendi sinovial tipe
ginglymus/engsel, dengan fungsi utama fleksi dan ekstensi, dan sedikit
kemungkinan rotasi. Sendi di antara patella dan femur merupakan sendi
sinovial tipe pelana dengan variasi pergerakan gliding.
6
2.1.1.2. Kapsula Sendi
Pada sendi lutut, kapsula melekat pada bagian posterior dan lateral
sendi, dan tidak pada bagian anterior, sehingga memungkinkan membran
sinovial membentuk kantung yaitu bursa suprapatellaris. Di bagian
belakang, sendi diperkuat oleh perluasan dari perpanjangan tendo musculus
semimembranosus yang disebut ligamentum popliteum obliquum, yang
berfleksi di sebelah superior melintasi bagian belakang membran fibrosum
dari medial ke lateral.
2.1.1.3. Permukaan Sendi
Permukaan sendi tulang-tulang persendian lutut diselimuti oleh tulang
rawan hialin. Permukaan-permukaan sendi yang terlibat meliputi kedua
condylus femoralis dan permukaan yang berhadapan pada aspek superior
kedua condylus tibia. Permukaan condylus femoris yang bersendi dengan
tibia pada saat fleksi lutut berbentuk bulat, sedangkan permukaan condylus
femoris yang bersendi dengan tibia pada saat ekstensi penuh berbentuk
datar. Pada kapsula di belakang condylus lateral tibia terdapat lubang yang
berguna sebagai tempat keluarnya tendo musculus popliteus.
2.1.1.4. Ligamen
Pada sendi lutut terdapat ligamentum yang terletak di luar kapsula dan
di dalam kapsula. Pada bagian luar kapsula terdapat ligamentum
ekstrakapsularis yang terdiri atas ligamentum patella, ligamentum
collaterale medial (fibularis), ligamentum collateral lateral (tibialis), dan
ligamentum popliteum obliquum. Pada bagian dalam kapsula terdapat
ligamentum intrakapsularis yang terdiri atas 2 ligamentum cruciatum, yaitu
ligamentum cruciatum anterior dan ligamentum cruciatum posterior.
Ligamen-ligamen ini berfungsi untuk menstabilkan gerakan sendi lutut.
7
2.1.1.5. Membran Sinovial dan Cairan Sinovial
Membran sinovial melapisi kapsula dan melekat pada bagian tepi
permukaan sendi dan pada pinggir-pinggir luar bagian superior dan inferior
meniskus. Pada beberapa bagian, membran sinovial meluas membentuk
kantung yang disebut bursa. Pada sendi lutut terdapat 13 bursa. Di bagian
anterior superior sendi, membran ini membentuk sebuah kantung yang
meluas di bawah musculus quadriceps femoris yang disebut bursa
suprapatellaris. Bagian apex bursa ini dipertahankan posisinya oleh
pelekatan sebagian kecil musculus vastus intermedius yang disebut
musculus artikularis genus. Pada bagian belakang sendi, membran sinovial
meluas ke bawah pada permukaan tendo musculus popliteus membentuk
bursa popliteus. Bursa lainnya yang berkaitan dengan sendi lutut namun
tidak berhubungan langsung dengan rongga sendi lutut adalah bursa
prepatellaris, bursa subcutanea infrapatellaris dan bursa infrapatellaris
profunda.
Di dalam rongga sendi terdapat cairan sinovial. Cairan sinovial selain
berfungsi sebagai pelumas sendi juga berfungsi untuk membuang zat sisa
dan memberikan asupan nutrisi bagi kartilago sendi, karena kartilago sendi
bersifat avaskular. Cairan sinovial kaya akan albumin dan asam hialuronat.
2.1.1.6. Meniskus
Sendi lutut memiliki 2 meniskus, yaitu meniskus medial dan meniskus
lateral. Keduanya saling terhubung ke arah anterior oleh ligamentum
transversum genus. Meniskus lateralis juga terhubung dengan tendo
musculus popliteus. Meniskus medial terikat pada kapsula di bagian tepinya,
sedangkan meniskus lateral tidak terikat pada kapsula sendi. Hal ini
menyebabkan meniskus lateral lebih mudah bergerak dibandingkan
meniskus medial.
8
1.1.2. Osteoartritis
1.1.2.1. Definisi Osteoartritis
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif sendi non inflamatorik
yang ditandai dengan degenerasi kartilago artikularis, hipertrofi tulang pada
tepi-tepinya, dan perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri dan
kekakuan11
. Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering
terjadi. Terdapat pembentukan kista dan sklerosis pada tulang subkondral,
sinovitis ringan, dan fibrosis kapsular. Umumnya, kondisi ini tidak disertai
dengan penyakit sistemik apa pun, walaupun terdapat tanda-tanda lokal
inflamasi, bukan merupakan kelainan inflamasi. Meskipun begitu,
osteoartritis bukan merupakan sepenuhnya penyakit degeneratif5.
1.1.2.2. Etiologi
Osteoartritis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, berat badan,
abnormalitas bentuk sendi, stres mekanik yang diterima sendi (terutama
pada sendi penopang tubuh seperti sendi lutut, pinggul, dan pergelangan
kaki). Kartilago sendi juga mengalami penuaan, yang menunjukkan
penurunan jumlah sel, penurunan konsentrasi proteoglikan, penurunan
elastisitas, penurunan vaskularisasi, penurunan perfusi, dan penurunan
kekuatan dengan bertambahnya tahun. Faktor-faktor ini berpengaruh
terhadap munculnya osteoartritis, terutama pada sendi penopang tubuh.
1.1.2.3. Epidemiologi Osteoartritis
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis yang ditemukan cukup tinggi
hingga mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Menurut Riset
Kesehatan Dasar 2013, prevalensi penyakit sendi (termasuk osteoartritis) di
Indonesia mencapai 11,9% berdasar diagnosis, dan 24,7% berdasar
diagnosis atau gejala. Prevalensi berdasar diagnosis tertinggi terdapat di
Provinsi Bali sebesar 19,3%, dan prevalensi berdasar diagnosis atau gejala
tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 33,1%.
9
Berdasarkan umur, prevalensi penyakit sendi tertinggi terdapat pada umur
75 tahun keatas, 33% berdasar diagnosis dan 54,8% berdasar diagnosis atau
gejala. Berdasarkan umur, prevalensi penyakit sendi berdasar diagnosis
maupun berdasar diagnosis atau gejala pada perempuan lebih besar
dibandingkan laki-laki.
1.1.2.4. Patogenesis dan Patologi Osteoartritis
Gambar 2.2 Siklus Perubahan Struktur Kartilago Artikular dan Kegagalan
Fungsi Kolagen
Sumber : Solomon L. Osteoarthritis. In: Jamieson G, Naish F, editors. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ed.9th. London: Hodder Arnold; 2010: p. 85-102
Pada tahap awal osteoartritis dimana morfologi kartilago masih utuh,
terjadi peningkatan kadar air kartilago dan peningkatan ekstraktibilitas
matriks proteoglikan akibat kegagalan fungsi jaring kolagen menahan gel
matriks. Pada tahap selanjutnya, terjadi hilangnya proteoglikan pada
kartilago dan muncul defek pada kartilago. Sementara kekukuhan kartilago
berkurang, terjadi kerusakan sekunder pada kondrosit yang menyebabkan
pelepasan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan matriks. Selain
itu, deformasi kartilago juga menambah stres pada jaring kolagen yang pada
akhirnya meningkatkan kerusakan jaringan kartilago.
Peranan penting dari kartilago artikular ialah menyebarkan dan
meredakan tekanan yang ditimbulkan oleh beban pada sendi. Ketika
kartilago kehilangan kekukuhannya, tekanan yang diterima oleh sendi
semakin terfokus di tulang subkondral. Hal tersebut menyebabkan
10
degenerasi trabekular yang terfokus dan pembentukan kista, bersamaan
dengan peningkatan vaskularisasi dan sklerosis reaktif pada zona yang
menerima tekanan/stres yang maksimal.
Meski dengan kerusakan yang begitu terfokus, struktur kartilago yang
tersisa masih mampu untuk beregenerasi, melakukan perbaikan, dan
remodelling. Ketika permukaan sendi yang terfokus semakin rusak dan
sendi menjadi semakin tidak stabil, kartilago pada area yang tidak terfokus
yaitu di pinggir sendi melakukan pertumbuhan dan osifikasi endokondral
yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan atau tonjolan pada tulang yang
disebut osteofit, dan secara langsung menyebabkan osteoartritis.
1.1.2.5. Gejala Osteoartritis
1. Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, menderita, yang disebabkan oleh
rangsangan pada ujung saraf tertentu. Nyeri merupakan gejala yang sering
terjadi pada osteoartritis. Nyeri dapat bersifat menyebar atau lokal di
sendinya saja. Pada osteoartritis, nyeri biasanya bermula dari ringan
kemudian secara perlahan meningkat dalam jangka waktu bulan maupun
tahun. Nyeri dicetuskan oleh aktivitas fisik dan mereda setelah istirahat.
2. Kaku sendi
Umumnya sering ditemukan pada osteoartritis. Hal ini diakibatkan
kurangnya aktivitas pada sendi. Kaku sendi akan perlahan menghilang
ketika sendi digerakkan. Kaku sendi sering muncul terutama pada pagi hari
(morning stiffness) karena inaktivitas ketika tidur, tetapi seiring waktu dapat
menjadi konstan dan progresif.
3. Pembengkakan
Merupakan pembesaran abnormal sementara pada daerah tubuh tertentu
yang bukan disebabkan oleh proliferasi sel. Pembengkakan dapat terjadi
secara berselang (karena terdapat efusi) atau secara terus-menerus (karena
penebalan kapsular atau osteofit-osteofit berukuran besar).
11
4. Deformitas
Merupakan perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum. Dapat
disebabkan oleh kontraktur kapsular atau instabilitas sendi. Tetapi terkadang
deformitas mungkin sudah terjadi sebelum munculnya osteoartritis dan
menjadi faktor risiko munculnya osteoartritis.
5. Hilangnya fungsi (fungsiolaesa)
Merupakan hilangnya fungsi suatu organ yang diakibatkan oleh peradangan.
Pasien cenderung terlihat memiliki gait yang tidak sempurna, kesulitan
beraktivitas seperti berjalan dan menaiki tangga, dan terdapat keterbatasan
range of movement terutama saat berekstensi penuh.
1.1.2.6. Klasifikasi Osteoartritis
Menurut etiologinya, osteoartritis terbagi menjadi osteoartritis primer
dan sekunder. Pada osteoartritis primer terjadi seiring dengan peningkatan
usia dan tanpa sebab yang jelas (idiopatik) serta tidak berhubungan dengan
proses perubahan lokal pada sendi maupun penyakit sistemik. Sendi yang
paling sering adalah sendi tangan, lutut, pinggul, dan spinal. Hal ini
dikarenakan sendi-sendi tersebut menopang beban tubuh lebih banyak
dibanding sendi-sendi tubuh lainnya yang meningkatkan risiko progresivitas
osteoartritis. Osteoartritis sekunder sebaliknya, terjadi karena adanya
kelainan metabolik, pertumbuhan, endokrin, herediter, inflamasi, dan sebab-
sebab lainnya yang bukan merupakan penyebab langsung munculnya
osteoartritis.
Dalam beberapa kasus , osteoartritis menyerang pada usia muda. Ada
beberapa faktor predisposisi yang berperan seperti penggunaan sendi yang
berlebihan dalam aktivitas fisik, olahraga berat, adanya riwayat trauma,
penyakit sistemik seperti obesitas, inflamasi, dan lainnya. Umumnya,
osteoartritis primer lebih banyak ditemukan daripada osteoartritis sekunder.
Osteoartritis primer sering mengenai pada sendi-sendi penopang beban
tubuh, sedangkan pada osteoartritis sekunder sering mengenai satu atau
12
beberapa sendi. Lutut dan tangan sering diderita oleh wanita, sedangkan
pinggul sering ditemukan terjadi pada pria.
Dalam mendiagnosis osteoartritis, klasifikasi yang paling sering
digunakan adalah klasifikasi Kellgren-Lawrence, diaplikasikan dengan
mengamati gambaran radiologis pada persendian dan ditentukan tingkat
keparahan osteoartritis berdasarkan skala yang telah ditetapkan. Pada skala
Kellgren-Lawrence, tingkat keparahan osteoartritis diklasifikasi menjadi 4
derajat (1-4). Derajat keparahan dapat ditentukan dengan membandingkan
gambaran radiologis pasien dengan gambaran radiologis normal pada atlas
radiografi. Derajat keparahan osteoartritis menurut gambaran radiologisnya
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(A) grade 0 normal, (B) grade 1 tibiofemoral narrowing, (C) grade 2 tibiofemoral narrowing, (D)
grade 3 tibiofemoral narrowing
Gambar 2.3 Gambaran Radiologis Tingkat Keparahan Osteoartritis
Berdasarkan Klasifikasi Kellgren-Lawrence
Sumber : R.D. Altman, M.D., G.E. Gold, M.D. Atlas of Individual Radiographic Features in
Osteoarthritis, Osteoarthritis and Cartilage Volume 15 2007, A1-A56
13
Tabel 2.1. Tingkat Keparahan Osteoarthritis Lutut berdasarkan Gambaran Radiologis Kellgren-
Lawrence ( Atlas of Standard Radiographs, 1963)
Grade Verbal Description
Grade 1 Doubtful narrowing of joint space and possible osteophytic
lipping
Grade 2 Definite osteophytes and possible narrowing of joint space
Grade 3 Moderate multiple osteophytes, definite narrowing of joint
space, some sclerosis, and possible deformity of bone
contour
Grade 4 Large osteophytes, marked narrowing of joint space, severe
sclerosis, and definite deformity of bone contour
.
1.1.2.7. Faktor Risiko Osteoartritis
Secara umum, faktor risiko berlaku untuk timbulnya osteoartritis
primer. Hal ini dikarenakan osteoartritis primer bersifat idiopatik, sehingga
dalam patogenesisnya dipengaruhi oleh banyak faktor risiko, antara lain
sebagai berikut :
1. Usia
Dari semua faktor risiko osteoartritis, usia merupakan faktor risiko terkuat.
Semakin bertambahnya usia, semakin meningkat prevalensi dan beratnya
osteoartritis. Osteoartritis sering terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Sebaliknya, jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, dan hampir tidak
pernah pada anak-anak.
Pada usia tua terjadi penurunan respon sintesis matriks kartilago oleh
kondrosit terhadap tekanan yang diterima sendi. Hal ini menyebabkan
semakin menipisnya kartilago dengan bertambahnya usia, semakin besar
tekanan yang diterima pada lapisan basal yang berakibat meningkatnya
risiko kerusakan kartilago. Selain itu, otot yang semakin lemah dan respons
mekanoreseptor yang semakin melambat menyebabkan respons terhadap
14
impuls semakin menurun. Ligamen merenggang seiring bertambahnya usia
sehingga kemampuannya dalam menyerap tekanan semakin menurun.
2. Jenis Kelamin
Wanita memiliki prevalensi osteoartritis lutut lebih tinggi dan terjadi pada
lebih dari 1 lokasi. Sedangkan laki-laki lebih sering mengalami osteoartritis
pada pinggul, lutut, pergelangan tangan dan leher. Pada wanita dengan usia
di atas 60 tahun terjadi menopause yang menyebabkan penurunan kadar
hormon tubuh. Hal ini berpengaruh terhadap tingginya risiko wanita
mengalami osteoartritis.
3. Genetik
Genetik juga memiliki peranan penting dalam perkembangan risiko
osteoartritis. Wanita dengan ibu yang memiliki osteoartritis lebih berisiko
untuk mengalami kondisi yang sama. Selain itu, mutasi dalam gen struktural
dapat menimbulkan kecenderungan familial dalam osteoartritis tertentu,
seperti gen prokolagen II dan gen struktural kolagen tipe IX dan XII.
4. Obesitas
Orang dengan obesitas memiliki prevalensi osteoartritis lutut yang tinggi.
Obesitas secara langsung menyebabkan peningkatan joint loading pada
sendi penopang tubuh. Pada saat single-leg stance ketika berjalan, beban
tubuh yang bertumpu pada lutut menyebabkan peningkatan tekanan hingga
3-6 kali lipat beban tubuh. Obesitas cenderung mendahului osteoartritis dan
selanjutnya meningkatkan progresivitas osteoartritis. Pada wanita,
penurunan berat badan dapat mengurangi risiko osteoartritis simtomatis.
15
5. Trauma
Trauma yang terjadi pada sendi dapat menyebabkan sendi tersebut rentan
untuk mengalami osteoartritis. Fraktur yang terdapat di sekitar sendi juga
dapat mengakibatkan osteoartritis sekunder yang disebabkan oleh
instabilitas sendi. Robekan pada struktur ligamen dan fibrokartilago yang
melindungi sendi dapat menyebabkan osteoartritis prematur. Risiko ruptur
meniskus meningkat seiring bertambahnya usia dan biasanya asimtomatik,
tetapi hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan kartilago bersamaan
dengan osteoartritis.
6. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap osteoartritis.
Aktivitas fisik yang berat merupakan faktor risiko yang utama terhadap
perkembangan osteoartritis pada lansia, terutama bagi mereka yang
mengalami obesitas. Aktivitas fisik berat contohnya seperti mengangkat
atau membawa benda dengan beban lebih dari 2,5 kilogram, berkebun
dengan alat-alat yang berat, menggali, memotong kayu pohon, dan olahraga
dengan stres yang tinggi. Sedangkan pada aktivitas fisik sedang dan ringan
didapatkan tidak meningkatkan risiko osteoartritis.
1.1.3. Salat
1.1.3.1. Definisi Salat
1. Menurut Bahasa
Dari segi bahasa, kata salat berasal dari bahasa arab yang berarti doa. Salat
merupakan salah satu ibadah terpenting dalam Islam. Dalam rukun Islam,
salat terletak di urutan kedua setelah mengucapkan 2 kalimat syahadat.
Rasulullah bersabda, “Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat,
membayar zakat, berhaji ke kabah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.”
(HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16)
16
Makna salat juga disebutkan di dalam Alquran pada Surat At-Taubah ayat
103 sebagai berikut :
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah:103)
Dalam ayat ini, kata salat yang dimaksud ialah secara bahasa yang berarti
berdoa. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis riwayat
Muslim, apabila seseorang membayar zakat, maka Rasulullah SAW akan
mendoakan orang tersebut.
2. Menurut Istilah
Definisi salat menurut istilah dalam ilmu syariah oleh para ulama adalah
serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam, dikerjakan dengan niat dan syarat-syarat
tertentu.
Salat merupakan rukun Islam yang kedua, dikerjakan sebagai kewajiban
bagi umat Islam. Salat telah disyariatkan sejak umat-umat terdahulu sejak
zaman Nabi Adam AS. Meskipun dalam tata cara dan aturannya pada tiap
zaman mengalami perubahan, namun pada intisarinya tetap selalu ada
kewajiban untuk menyembah, mengingat, berserah diri, dan berdoa kepada
Allah SWT. Dalam Alquran telah disebutkan perintah kepada anak cucu
keturunan Nabi Adam AS untuk bersujud (salat).
17
Artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh
Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang
Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari
orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka
mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan.” (QS. Maryam: 58-59)
Pada awal zaman kenabian Muhammad SAW, salat sudah disyariatkan,
akan tetapi belum seperti salat 5 waktu yang dilakukan umat muslim saat
ini. Setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, barulah salat disyariatkan sebanyak 5 kali
yang awalnya 50 kali. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke 5
sebelum peristiwa hijrah ke Madinah. Pensyariatan salat disebutkan dalam
hadis berikut :
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, telah difardukan kepada Nabi
SAW., salat pada malam beliau diisra’kan 50 salat, kemudian dikurangi
hingga tinggal 5 salat saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan
itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima salat ini sama bagimu dengan
50 kali salat”. (HR. Ahmad, An Nasai dan disahihkan oleh At Tirmizi)
18
Dalil lainnya tentang kewajiban salat adalah sebagai berikut :
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al-Bayyinah : 5)
Artinya : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian
apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana
biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisaa’ : 103)
Salat dilakukan 5 kali dalam sehari. Tiap salat dilakukan dengan gerakan-
gerakan yang terdiri atas takbiratulihram, ruku’, iktidal, sujud, duduk antara
dua sujud, tasyahud awal, tasyahud akhir, dan diakhiri dengan salam. Bila
diakumulasikan, dalam salat yang dilakukan 5 kali dalam sehari terdapat 17
rakaat, 280 gerakan, 36 ruku’, dan 72 sujud.
Salat juga didahului dengan berwudu, yaitu merupakan sebuah ibadah ritual
untuk menyucikan diri dari hadas kecil dengan menggunakan media air,
dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh
menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah
ritual khas atau peribadatan.
19
Wudu hukumnya wajib dilaksanakan sebelum salat, dan menjadi sunah
apabila hendak melaksanakan salat lainnya ketika wudunya masih terjaga.
Dalam Alquran telah disyariatkan kewajiban berwudu sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
(QS Al-Maidah : 6)
Dalil lainnya dari hadis berikut ini :
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidak
ada salat kecuali dengan wudu”. (HR Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah)
20
1.1.3.2. Syarat Salat
Syarat salat merupakan hal-hal yang harus terpenuhi sebelum
dilaksanakannya salat agar sebuah ibadah salat menjadi sah untuk
dilaksanakan. Apabila salah satu syarat ini tidak dilakukan, maka sahnya
salat menjadi gugur. Syarat salat terbagi menjadi 2, yaitu syarat wajib, yang
apabila terpenuhi maka seseorang diwajibkan untuk melaksanakan salat, dan
syarat sah, yaitu syarat yang harus dipenuhi demi tercapainya salat yang sah
hukumnya.
1. Syarat Wajib
Berikut hal-hal yang termasuk dalam syarat wajib salat bagi pelaksananya :
a. Beragama Islam
Menjadi muslim merupakan syarat utama. Karena, apabila seseorang belum
menjadi seorang muslim maka baginya tidak ada kewajiban untuk
melaksanakan salat, dan tidak ada konsekuensi hukuman khusus apabila
tidak melaksanakan salat.
b. Balig
Balig adalah tercapainya seseorang dalam tahap kedewasaan. Balig ditandai
dengan telah keluarnya air mani pada anak laki-laki, sedangkan pada anak
perempuan telah keluarnya darah haid. Seorang anak yang belum mencapai
balig belum mendapat beban kewajiban salat bagi dirinya.
c. Berakal
Salat diwajibkan bagi mereka yang berakal karena masih mampu berpikir
sehat dan sadar diri. Menurut jumhur ulama, bagi orang yang kehilangan
kewarasannya, setelah ingatannya kembali membaik, maka tidak wajib
mengqada (mengganti) salat yang telah ditinggalkan selama masa hilang
akalnya. Akan tetapi apabila seseorang hilang kesadaran karena mabuk,
maka dia wajib mengqada salatnya yang telah ditinggalkan. Begitu pula
hukumnya bagi orang yang tertidur, setelah bangun ia wajib mengqada
salatnya yang terlewat selama tidur.
21
2. Syarat Sah
Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang sebelum melaksanakan
salat agar salatnya menjadi sah :
a. Muslim
Selain termasuk syarat wajib salat, seseorang juga harus menjadi muslim
untuk memenuhi syarat sah salat. Dalam hal ini diartikan bahwa semua
gerakan ritual yang dilakukan di dalam salat menjadi tidak sah apabila yang
melaksanakan belum menjadi seorang muslim.
b. Mengetahui waktu salat sudah masuk
Apabila seseorang melaksanakan salat dalam keadaan tanpa mengetahui
masuknya waktu salat walaupun memang sebenarnya waktu salat sudah
masuk, maka salatnya tidak sah. Karena mengetahui masuknya waktu salat
secara pasti merupakan syarat sahnya salat.
c. Badan, pakaian, dan tempat harus suci dari najis
Wajib hukumnya bersih badan, pakaian, dan tempat dari najis sebelum salat.
Najis dibersihkan dengan thoharoh (bersuci). Dalilnya sebagai berikut :
Artinya : “Dan pakaianmu bersihkanlah”. (QS. Al-Mudatstsir : 4)
“Bila kamu mendapat haid, maka tinggalkanlah salat. Dan bila telah usai
haid, maka cucilah darah dan salatlah”.(HR. Bukhari dan Muslim)
d. Suci dari hadas kecil dan besar
Berwudu dapat membersihkan hadas. Karena itu diwajibkan berwudu tiap
akan melaksanakan salat kecuali masih terjaga wudunya. Rasulullah SAW
bersabda : “Tidak diterima salat salah seorang di antara kalian yang
berhadas, kecuali ia telah berwudu” (HR. Bukhari dan Muslim).
22
e. Menutup aurat
Bagi laki-laki, auratnya ialah dari pusar hingga ke lutut. Sedangkan bagi
wanita, auratnya seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Hendaknya bagi seorang muslim menutup auratnya saat salat maupun dalam
kondisi bukan dengan mahramnya. Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf
ayat 31 :
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
(QS. Al-A’raf : 31)
f. Menghadap ke kiblat
Setiap kali melaksanakan salat fardu maupun sunah, Rasulullah SAW selalu
berdiri menghadap kakbah. Rasulullah bersabda kepada orang yang salatnya
tidak baik : “Jika engkau hendak mengerjakan salat, maka sempurnakanlah
wudumu lalu menghadaplah ke kiblat, kemudian bertakbirlah.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Apabila seseorang tidak mengetahui arah kiblat yang benar, maka wajib
hukumnya baginya untuk mencari tahu sebisanya dan berijtihad
(bersungguh-sungguh) untuk mengetahuinya. Jabir Radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan
atau dalam satu kelompok kecil pasukan, lalu kami diliputi mendung yang
gelap, kami berusaha menentukan arah kiblat, sehingga kami pun berselisih.
Setiap orang dari kami salat mengikuti pendapat masing-masing. Salah
seorang dari kami membuat garis di depannya supaya kami tahu ke arah
mana kami salat. Ketika waktu pagi tiba, kami melihat garis yang kami buat
semalam. Ternyata kami salat dengan tidak menghadap kiblat. Kejadian ini
pun kami sampaikan kepada Rasulullah SAW, tetapi beliau tidak
23
memerintahkan kami untuk mengulangi salat tersebut, bahkan beliau
bersabda : “Salat kalian sudah sah”. (HR. Ad-Daraquthni, Al-Hakim, dan
Al-Baihaqi)
2.1.3.3. Rukun Salat
Rukun secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti tiang suatu
bangunan dan anggota dari suatu badan. Dalam ilmu fikih, definisi rukun
adalah segala yang membuat sesuatu tidak akan terwujud tanpanya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa rukun merupakan rangkaian hal yang
harus dilakukan agar tercapainya segala hal, dimana dalam konteks ini
adalah ibadah. Apabila salah satu rukun tidak dilaksanakan, maka gugurlah
ibadah tersebut.
Setiap mazhab (aliran fikih) memiliki pendapat masing-masing
mengenai jumlah rukun salat. Rukun salat terdiri atas :
1. Niat
2. Takbiratulihram
3. Berdiri
4. Membaca Al-Fatihah
5. Rukuk
6. Iktidal
7. Sujud
8. Duduk antara dua sujud
9. Duduk tasyahud akhir
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca selawat
12. Salam
13. Tertib
14. Tuma’ninah
24
2.1.3.4. Manfaat Salat
Secara umum salat memberikan manfaat secara fisiologis dan
psikologis. Dalam salat selain terkandung bacaan yang berdampak baik
terhadap psikologis, juga terdapat beragam macam gerakan yang mirip
dengan gerakan senam dan memiliki manfaat tersendiri dari tiap
gerakannya. Dalam jangka panjang, apabila gerakan salat dilakukan
berulang secara kontinu minimal 12 kali dalam sehari, dapat memperkuat
otot yang terlibat termasuk otot yang berperan pada sendi penopang tubuh.
Gerakan tersebut apabila dilakukan secara perlahan dapat mempertahankan
mobilitas dan elastisitas sendi dan struktur di sekitarnya, yang akan
membantu melindungi sendi dari osteoartritis10
Berikut manfaat salat
ditinjau dari gerakan salat dan bacaannya :
1. Takbiratulihram
Pada saat takbiratulihram kita mengangkat tangan sejajar dengan telinga dan
membaca kalimat takbir “Allaahu Akbar”. Vander Hoven dalam Mukjizat
Gerakan Salat oleh Sagiran menyebutkan bahwa pengucapan kata “Allah”
secara berulang-ulang dan membaca Alquran secara teratur dapat mencegah
penyakit-penyakit psikologis12
. Bacaan alquran yang diperdengarkan kepada
pasien yang akan menjalani sectio caesar dapat menurunkan tingkat ansietas
secara signifikan13
.
Pada saat gerakan takbir, terjadi elevasi bahu yang menyebabkan
melebarnya rongga dada, sehingga tekanan intrapulmonal menurun dan
volume udara yang masuk meningkat dan lebih cepat. Pada waktu yang
bersamaan, kita juga mengucapkan kalimat takbir, maka hal ini akan
dilakukan oleh diafragma, sehingga dalam satu takbiratulihram melibatkan
banyak organ dalam satu waktu yang memberikan dampak selain melatih
otot diafragma juga melatih koordinasi di otak12
.
2. Berdiri
Berdiri merupakan salah satu perintah dalam melaksanakan salat. Tetapi
apabila seseorang tidak mampu untuk salat dalam keadaan berdiri, maka
25
diperbolehkan untuk duduk. Apabila masih tidak mampu, diperbolehkan
untuk berbaring. Dan jika masih tidak mampu, maka diperbolehkan salat
dengan isyarat.
Berdiri yang baik dalam salat dilakukan dengan cara berdiri tegak, kedua
kaki direnggangkan selebar bahu, jari-jari kaki menghadap kiblat, dan tumit
menghadap luar sehingga ketika salat berjamaah bahu dan tumit setiap
orang saling bersentuhan. Posisi berdiri seperti ini akan menyebarkan
tumpuan berat badan yang awalnya bertumpu di tumit menyebar secara
seimbang ke seluruh telapak kaki. Dalam ilmu akupunktur, telapak kaki
merupakan bagian yang memiliki banyak titik refleksi. Dalam posisi berdiri
seperti tadi, titik-titik refleksi tersebut akan terstimulus dengan baik. Selain
itu juga terjadi peregangan spesial pada otot sekitar sendi leher, siku, dan
pergelangan tangan. Peregangan tersebut akan diikuti dengan peregangan
otot arteriola di sekitar sendi yang terlibat9.
3. Rukuk
Gerakan rukuk merupakan membungkukkan badan sampai pada posisi
punggung lurus dan rata (90o), tangan diletakkan di lutut dengan jari-jarinya
dibuka lebar seperti mencengkeram lutut. Apabila rukuk dilakukan dengan
baik dan benar, maka beban tubuh tidak ditopang oleh punggung tetapi oleh
tangan, sehingga otot vertebra yang pada awal rukuk berkontraksi menjadi
rileks dan terjadi peregangan. Pada posisi ini terjadi relaksasi otot-otot
vertebra dan peregangan kanal spina yang akan mengurangi risiko kompresi
saraf dan meningkatkan fleksibilitas tulang vertebra12
.
4. Iktidal
Gerakan iktidal merupakan gerakan berdiri setelah rukuk. Posisi berdiri
umumnya sama seperti setelah takbiratulihram, hanya saja tangan
diistirahatkan di sisi tubuh. Pada saat turun dari iktidal menuju sujud,
hendaklah tangan didahulukan menyentuh lantai sebelum kedua lutut. Selain
dalil naqli, hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-
Barzinjy dkk. (2009) pada pria dengan usia 46-60 tahun dengan IMT 20-27
26
kg/m2. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa salat dapat menurunkan
risiko osteoartritis primer pada lutut, dan gerakan lutut menyentuh lantai
terlebih dahulu sebelum tangan memiliki korelasi secara signifikan (p <
0,05) terhadap peningkatan frekuensi osteoartritis lutut dibandingkan
dengan gerakan tangan yang terlebih dahulu menyentuh lantai sebelum
lutut10
.
5. Sujud
Pada posisi sujud, posisi kepala menjadi lebih rendah dibandingkan jantung.
Posisi ini dapat meningkatkan elastisitas pembuluh darah di otak karena
peningkatan volume darah yang masuk ke otak, sehingga dapat menurunkan
risiko stroke12
.
Hal yang perlu diperhatikan saat sujud juga ialah badan ditopang dengan
cara kening menopang badan lebih dominan dibanding tangan, paha
ditegakkan dan pantat diangkat. Pada posisi ini tulang vertebra mengalami
pelurusan sehingga terjadi efek anti kompresi atau peregangan. Selain itu
perubahan posisi seperti ini juga akan melatih kekuatan omentum saluran
pencernaan. Posisi abdomen yang lebih tinggi dari toraks juga akan
mendorong diafragma ke arah superior tubuh, yang akan membantu
pengeluaran udara residu di paru12
.
6. Duduk antara dua sujud
Duduk antara dua sujud dilakukan dengan kaki kiri dihamparkan dan duduk
di atasnya, kaki kanan dilipat dengan telapak kaki membelakangi kiblat dan
jari-jari kaki kanan menunjuk ke arah kiblat. Dalam posisi ini terjadi
penurunan saturasi dan denyut nadi di tungkai, sehingga debit darah yang
mengalir menuju organ-organ penting bertambah. Posisi kaki yang
ditekukkan juga akan memberikan relaksasi maksimal pada otot-otot betis12
.
7. Salam
Salam merupakan gerakan menoleh ke kanan dan kiri yang dilakukan pada
akhir salat. Gerakan salam dilakukan hingga pipi dapat terlihat oleh orang
yang berada di belakangnya. Pada saat salam, terjadi peregangan di sisi
27
leher yang berlawanan dengan arah toleh. Gerakan ini juga dapat melatih
kelenturan leher yang mana leher merupakan salah satu bagian yang
memiliki banyak saraf di dalamnya12
.
8. Tuma’ninah
Tuma’ninah merupakan berhenti dari gerakan salat sampai tulang kembali
pada persendiannya dan tidak melakukan gerakan apa pun selama 2-3 detik.
Selama melakukan tuma’ninah, juga dilakukan pemaknaan dari setiap
bacaan salat, sehingga meningkatkan penjiwaan dan kekhusyukan salat.
Tuma’ninah merupakan salah satu unsur terpenting agar tercapainya
kekhusyukan dalam salat. Prosesi salat yang dilakukan dengan khusyuk
akan memberikan ketenangan sehingga meningkatkan kadar endorfin. Hal
ini akan menstimulasi efektivitas dan pembentukan energi, meningkatkan
kadar eosinofil yang berperan penting dalam imunitas, dan menurunkan
kadar kortison darah yang dapat mencegah risiko kerusakan jaringan9.
Dalam aspek fisiologis, ketika tuma’ninah dilakukan dengan baik dan benar,
maka akan terjadi peregangan spesial yang akan meningkatkan dan
melancarkan aliran darah menuju organ yang terlibat, sehingga asupan
nutrisi yang masuk dan hasil metabolisme yang keluar meningkat9.
28
2.2. Kerangka Teori
`
Salat
Aktivitas
fisik
Melatih fleksor &
ekstensor sendi
penopang tubuh
Mempertahankan
mobilitas &
elastisitas sendi
penopang tubuh
Peregangan
pada otot &
jaringan sekitar
suplai aliran
darah
suplai nutrisi
ke jaringan pengeluaran
hasil metabolisme
dari jaringan
Mental
aktivitas
parasimpatis aktivitas
simpatis
ansietas risiko
kardiovaskular
Lanjut usia
mekanisme
proteksi terhadap
tekanan
sintesis matriks
kartilago
Jenis kelamin
Wanita
menopause
kadar estrogen
sistemik
sintesis kondrosit
Obesitas
beban mekanik
terhadap sendi
penopang tubuh
destruksi jaringan
kartilago sendi lutut
risiko osteoartritis
Osteoartritis
Lutut
Klinis Radiologis
Derajat Keparahan
Osteoartritis Lutut
berdasarkan
Kellgren Lawrence
Sosial
Mempererat tali
silaturahmi
sesama muslim
29
2.3. Kerangka Konsep
Frekuensi Salat Osteoarthritis Lutut
Klinis dan Radiologis
Kellgren Lawrence
Usia
Jenis Kelamin
IMT
Kualitas Salat
Jarak dari Rumah
ke Masjid
30
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menerapkan desain penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional. Subjek dengan OA lutut simtomatis
akan ditinjau dari data primer berupa kuesioner dan data sekunder berupa
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi lutut.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat
(KPKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan data
dilakukan dari bulan Februari hingga Agustus 2017.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target penelitian ini adalah pasien osteoartritis lanjut usia.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien osteoartritis lutut usia
minimal 60 tahun yang berobat ke Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat
(KPKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3.2. Jumlah Sampel
Penelitian ini menggunakan rumus sampel analitik korelatif sebagai
berikut :
31
Besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini minimal sebanyak 38 orang
Keterangan :
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis 2 arah, sehingga Zα = 1,96.
Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ = 1,282.
Korelasi minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,5.
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel
Pasien yang dijadikan sampel seluruhnya termasuk populasi
terjangkau yang telah memenuhi kriteria baik inklusi maupun eksklusi.
Pasien yang telah terpilih dilakukan anamnesis, kemudian dilakukan
pemeriksaan fisik dan radiologi lutut. Lalu peneliti memilih pasien untuk
dilakukan wawancara terkait frekuensi salat. Pasien dipilih dengan cara
consecutive sampling.
32
3.4. Kriteria Sampel
3.4.1. Kriteria inklusi
1. Penderita osteoartritis lutut yang memenuhi kriteria klinis dan radiologis
2. Memenuhi kriteria Kellgren Lawrence
3. Tidak menderita penyakit inflamasi sistemik lainnya
4. Tidak menderita osteoartritis di bagian lain
5. Subjek menyetujui informed consent yang telah dibuat dalam penelitian
ini
6. Subjek penelitian berusia minimal 60 tahun
7. Subjek beragama Islam
3.4.2. Kriteria Eksklusi
1. Subjek yang pernah mengalami trauma yang sangat parah (kecelakaan,
jatuh dari tempat tinggi, dan lain-lain)
2. IMT lebih dari 27
3. Telah melakukan intervensi seperti artroplasti, artrodesis, atau osteotomi
4. Subjek tidak bersedia mengikuti penelitian
3.5. Alat dan Bahan
1. Kertas
2. Pulpen
3. Kuesioner
4. Laptop & Program SPSS
5. Timbangan & Stature Meter
6. Alat Radiologi X-Ray Lutut
33
3.6. Alur Penelitian
Pasien termasuk kriteria inklusi
Informed consent kepada subjek penelitian
Pasien diskrining oleh dokter umum yang
bertugas di KPKM Reni Jaya untuk
diagnosis OA Lutut
Pasien diminta untuk melakukan
pemeriksaan radiologi pada bagian lutut
yang dilakukan dengan bekerja sama dengan
RS Sari Asih
Peneliti melakukan wawancara kepada
pasien untuk menilai frekuensi salat pasien
Melakukan analisis dan pengolahan data
dengan program SPSS
Pasien mengisi kuesioner penelitian
34
3.7. Cara Kerja Penelitian
1. Menentukan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dan teknik
pengambilan sampel
2. Mengurus perizinan kepada penanggung jawab KPKM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk melakukan pengambilan data penelitian
3. Melakukan informed consent kepada subjek penelitian berupa penjelasan
mengenai penelitian yang sedang dilakukan dan meminta izin untuk
dilibatkan dalam penelitian
4. Melakukan skrining osteoartritis lutut oleh dokter umum
5. Melakukan pemeriksaan radiologi lutut
6. Melakukan pengumpulan data sekunder berupa data pribadi, Indeks
Massa Tubuh (IMT), dan derajat keparahan osteoartritis lutut
7. Melakukan wawancara kepada pasien untuk menilai frekuensi salat
pasien
8. Pengumpulan dan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS
3.8. Identifikasi Variabel
3.8.1. Variabel Bebas
Frekuensi salat berupa jumlah rakaat salat yang rutin dilakukan dalam
sehari dalam skala numerik
3.8.2. Variabel Terikat
Derajat keparahan osteoartritis menurut klasifikasi Kellgren-Lawrence
dalam skala kategorik.
35
3.9. Manajemen Data
3.9.1. Pengolahan Data
1. Editing
Merupakan tahap pertama dalam proses pengolahan data penelitian. Pada
tahap ini, dilakukan pemeriksaan untuk mengecek kelengkapan keterbacaan,
serta kesesuaian jawaban dan untuk mengoreksi data yang belum jelas.
2. Coding
Pada tahapan ini, data yang sudah terkumpul akan dikelompokkan dan
diberi kode untuk memudahkan dalam pemasukan data.
3. Data Entry
Data yang telah dikelompokkan dan diberi kode selanjutnya dilakukan
penyusunan. Proses penyusunan dapat dilakukan manual atau dengan
komputer (data entry), kemudian akan dilakukan analisis data.
3.9.2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan uji korelasi One Way ANOVA yang menentukan hubungan
antar variabel frekuensi salat dengan derajat keparahan OA lutut pada
lansia. Uji ini dipilih karena variabel yang diuji bersifat numerik-kategorik
dengan variabel lebih dari 2.
36
3.10. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara
Pengukuran
Skala
1. Lanjut Usia Usia responden saat
penelitian dilakukan.
Kuesioner
Diukur melalui
anamnesis
yang dilakukan
dokter
Kategorik Ordinal
Menurut WHO
Skor :
1 = 60-74 tahun
(Elderly Age)
2 = 75 – 90 tahun
(Old Age)
2.
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
responden sejak
lahir.
Kuesioner Kategorik Nominal
Skor :
1 = Pria
2 = Wanita
3. Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi
dengan tinggi dalam
meter kuadrat (m2).
Kuesioner
Diukur oleh
petugas medis
di KPKM
Alat pengukur
untuk tinggi
badan
menggunakan
stature meter
dan timbangan
untuk berat
Kategorik Ordinal
Menurut Depkes RI
(2002)
Skor :
1 = IMT <17,0 kg/m2
(kurus berat)
2 = IMT 17,0 – 18,4
kg/m2 (kurus ringan)
3 = IMT 18,5 – 25
kg/m2
(normal)
4 = IMT 25,1 – 27
kg/m2 (obesitas
37
badan.
Keduanya
dihitung
berdasarkan
rumus yang
telah
dijabarkan di
definisi
ringan)
4. Salat Serangkaian ucapan
dan gerakan yang
tertentu yang
dimulai dengan
takbir dan diakhiri
dengan salam,
dikerjakan dengan
niat dan syarat-
syarat tertentu.
Kuesioner Numerik
5. Frekuensi salat Kuantitas salat yang
diukur berdasarkan
jumlah rakaat yang
dilakukan dalam
sehari secara rutin
Kuesioner Numerik
6. Derajat keparahan
osteoartritis lutut
sesuai Klasifikasi
Kellgren Lawrence
(KL)
Derajat keparahan
osteoartritis
berdasarkan
pengamatan pada
foto X-Ray sendi
tibiofemoral pasien
Kuesioner
Diinterpretasi
oleh Dokter
Spesialis
Radiologi
Kategorik Ordinal
Skor :
1 = Meragukan
Penyempitan sendi
yang terlihat
meragukan dan
kemungkinan terdapat
osteofit
2 = Minimal
(terdapat osteofit dan
38
penyempitan celah
sendi)
3 = Sedang
(terdapat banyak
osteofit, penyempitan
celah sendi, sklerosis
dan kemungkinan
deformitas tulang)
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini terdapat 2 jenis data yang digunakan, data primer
dan sekunder. Identitas, indeks massa tubuh, dan derajat keparahan
osteoartritis diambil dari data sekunder, sedangkan frekuensi salat diambil
dari data primer berupa wawancara kepada lanjut usia (≥ 60 tahun) yang
merupakan pasien Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Subjek penelitian ditentukan dengan
consecutive sampling, dan didapatkan 45 orang subjek yang sebelumnya
sudah menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan rontgen lutut dan
wawancara terkait salat. Pengambilan data dilakukan dari bulan Februari
hingga Agustus 2017.
4.1.1. Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin subjek penelitian
Jenis Kelamin Jumlah (n=45) Persentase (%)
Laki-laki 12 26,6
Perempuan 33 73,3
Total 45 100
Tabel 4.2 Distribusi usia subjek penelitian
Usia (WHO) Jumlah (n=45) Persentase (%)
60-74 tahun 39 86,7
75-90 tahun 6 13,3
Total 45 100
40
Subjek penelitian secara keseluruhan berjumlah 45 orang dengan usia
≥60 tahun, terdiri dari 12 orang laki-laki (26,6%) dan 33 orang perempuan
(73,3%). Dari penelitian ini didapatkan bahwa perempuan lebih banyak
menderita osteoartritis lutut dibanding laki-laki
Bila dikelompokkan menurut usia berdasarkan kategorisasi WHO,
responden yang tergolong dalam kelompok Elderly age (60-74 tahun)
berjumlah 39 orang (86,7%) dan kelompok Old age (75-90 tahun)
berjumlah 6 orang (13,3%).
4.1.2. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) Responden
Tabel 4.3 Distribusi indeks massa tubuh subjek penelitian
Indeks Massa Tubuh Jumlah (n=45) Persentase (%)
< 17,0 1 2,2
17,0 – 18,4 3 6,7
18,5 – 25,0 25 55,6
25,1 – 27,0 16 35,5
Total 45 100
Pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden tergolong ke
dalam golongan IMT normal dengan skala 18,5 – 25,0 Kg/m2 sebanyak 25
orang (55,6%). Kemudian golongan IMT obesitas ringan dengan skala 25,1
– 27,0 kg/m2 sebanyak 16 orang (35,5%). Lalu golongan IMT kurus ringan
dengan skala 17,0 – 18,4 sebanyak 3 orang (6,7%), dan golongan IMT kurus
berat dengan skala < 17,0 sebanyak 1 orang (2,2%).
41
4.1.3. Gambaran Derajat Keparahan Osteoartritis Responden menurut
Kellgren Lawrence
Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan derajat keparahan osteoartritis
menurut Kellgren Lawrence
Derajat Keparahan
Osteoartritis menurut
Kellgren Lawrence
Jumlah (n=45) Persentase (%)
1 10 22,2
2 25 55,6
3 10 22,2
Total 45 100
Pada penelitian ini, derajat keparahan OA dinilai berdasarkan kriteria
Kellgren Lawrence dari hasil radiologi pada lutut responden. Golongan
derajat 2 (ringan) merupakan golongan terbanyak dengan jumlah 25 orang
(55,6%). Dua golongan setelahnya berjumlah sama yaitu golongan 1
(meragukan) berjumlah 10 orang (22,2%) dan golongan 3 (sedang)
berjumlah 10 orang (22,2%).
4.1.4. Gambaran Frekuensi Salat Responden
Tabel 4.5. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi salat
Jumlah Range Minimum Maksimum Rerata SD
Frekuensi
Salat 45 51,00 17,00 68,00 26,24 8,80
Pada penelitian ini, frekuensi salat dinilai dengan menggunakan
kuesioner yang disusun oleh peneliti dan telah divalidasi dengan
menggunakan program SPSS. Pengumpulan data dilakukan dengan
42
wawancara langsung kepada responden. Responden ditentukan berdasarkan
jumlah rakaat salat yang dilakukan secara rutin dalam sehari.
Dari seluruh responden yang berjumlah 45 orang didapatkan bahwa
dalam sehari jumlah rakaat minimal sebanyak 17 rakaat dan jumlah rakaat
maksimal sebanyak 68 rakaat, dengan range 51 rakaat secara keseluruhan.
Dari keseluruhan responden, rerata frekuensi salat berjumlah 26,24 rakaat,
dengan SD 8,80.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Responden
Subjek penelitian secara keseluruhan berjumlah 45 orang dengan
kriteria usia ≥ 60 tahun, terdiri dari 12 orang laki-laki (26,6%) dan 33 orang
perempuan (73,3%), responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibanding laki-laki. Hal ini berbeda dengan data BPS Kota Tangerang
Selatan tahun 2015 jumlah lanjut usia yang berjenis kelamin pria sebanyak
25.906 (54%) orang dan penduduk lansia berjenis kelamin wanita sebanyak
21.995 orang (46%). Terdapat perbedaan antara hasil penelitian dengan data
BPS disebabkan karena responden wanita lebih banyak yang menjadi subjek
penelitian.
Usia responden yang tergolong dalam kelompok Elderly age (60-74
tahun) berjumlah 39 orang (86,7%) dan kelompok Old age (75-90 tahun)
berjumlah 6 orang (13,3%). Jumlah pasien yang termasuk Elderly age lebih
banyak daripada Old age. Hal ini berbeda dengan data dari Riskesdas 2013
bahwa prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis atau gejala pada
kelompok umur 65-74 lebih kecil dibandingkan kelompok umur ≥75 yakni
51,9% dan 54,8%2.
43
4.2.2. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) Responden
Pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden tergolong ke
dalam golongan IMT normal dengan skala 18,5 – 25,0 Kg/m2 sebanyak 25
orang (55,6%). Kemudian golongan IMT gemuk ringan dengan skala 25,1 –
27,0 kg/m2 sebanyak 16 orang (35,5%). Lalu golongan IMT kurus ringan
dengan skala 17,0 – 18,4 sebanyak 3 orang (6,7%). Dan golongan IMT
kurus berat dengan skala < 17,0 sebanyak 1 orang (2,2%).
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Koentjoro
(2010) di SMF Ilmu Penyakit Dalam (Poli Reumatik) dan Instalasi
Rehabilitasi Medik RS. Dr. Kariadi Semarang, terdapat 17 orang (60,7%)
dengan IMT gemuk dengan skala >25,0, 11 orang (39,3%) dengan IMT
normal dengan skala >18,5 – 25,0, dan 0 orang (0%) dengan IMT kurus
dengan skala <17,0 – 18,514
.
4.2.3. Gambaran Derajat Keparahan Osteoartritis Responden menurut
Kellgren Lawrence
Pada penelitian ini, golongan derajat 2 (ringan) merupakan golongan
terbanyak dengan jumlah 25 orang (55,6%). Dua golongan setelahnya
berjumlah sama yaitu golongan 1 (meragukan) berjumlah 10 orang (22,2%)
dan golongan 3 (sedang) berjumlah 10 orang (22,2%).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koentjoro
(2010) di SMF Ilmu Penyakit Dalam (Poli Reumatik) dan Instalasi
Rehabilitasi Medik RS. Dr. Kariadi Semarang. Golongan osteoartritis lutut
bilateral terbanyak merupakan derajat 2 (ringan) sebanyak 12 orang
(42,9%), disusul oleh derajat 3 (sedang) sebanyak 3 orang (10,7%), lalu
derajat 1 (meragukan) sebanyak 2 orang (7,1%)14
.
44
4.2.4. Korelasi antara Frekuensi Salat dengan Derajat Keparahan
Osteoartritis Lutut berdasarkan Kellgren Lawrence
Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi salat sebagai variabel
independen dengan derajat keparahan osteoartritis berdasarkan Kellgren
Lawrence sebagai variabel dependen digunakan analisis bivariat. Uji
analisis yang digunakan adalah uji ANOVA karena variabel frekuensi salat
termasuk numerik dan derajat keparahan Kellgren Lawrence termasuk
kategorik ordinal dengan variabel lebih dari 2.
Tabel 4.6. Korelasi antara Frekuensi Salat dengan Derajat Kellgren
Lawrence
Variabel Mean SD 95% CI P value
Jumlah Rakaat Salat dalam Sehari
Derajat
Kellren
Lawrence
Ringan 24,10 3,47 21,61 –26,58 0,651
Sedang 26,52 10,61 22,13 – 30,90
Berat 27,70 7,63 22,24 – 33,15
Rata-rata jumlah rakaat salat dalam sehari pada kelompok derajat
Kellgren Lawrence ringan adalah 24,10 dengan standar deviasi 3,47. Pada
kelompok derajat Kellgren Lawrence sedang rerata jumlah rakaatnya adalah
26,52 dengan standar deviasi 10,61. Pada kelompok derajat Kellgren
Lawrence berat rata-rata jumlah rakaatnya adalah 27,70 dengan standar
deviasi 7,63.
Hasil uji statistik didapat nilai p=0,651, dengan demikian pada
kesalahan tipe I sebesar 5% dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan pada derajat keparahan di antara kelompok frekuensi salat.
Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian Hasby dkk. dengan
menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Subjek penelitian sebanyak 56 responden yang menetap di
45
Kelurahan Mantijeron dengan rentang usia 50 – 75 tahun yang merupakan
muslim dan rutin melaksanakan salat 5 waktu dalam sehari di masjid.
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner yang
dibuat oleh peneliti dan pemeriksaan fisik terkait muskuloskeletal. Dari
penelitian tersebut didapatkan hubungan yang signifikan antara salat
berjamaah di masjid terhadap risiko osteoartritis lutut dengan p = 0,019.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara salat
berjamaah di masjid terhadap risiko osteoartritis lutut pada kelompok usia
50 – 75 tahun15
.
4.2.5. Korelasi antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Derajat
Keparahan Osteoartritis menurut Kellgren Lawrence
Tabel 4.7. Korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Kellgren
Lawrence
Variabel Mean SD 95% CI P value
Skor Indeks Massa Tubuh (IMT)
Derajat
Kellren
Lawrence
Ringan 3,20 0,63 2,74 – 3,65 0,407
Sedang 3,16 0,74 2,85 – 3,46
Berat 3,50 0,16 3,12 – 3,87
Rata-rata skor indeks massa tubuh pada kelompok derajat Kellgren
Lawrence ringan adalah 3,20 dengan standar deviasi 0,63. Pada kelompok
derajat Kellgren Lawrence sedang rerata skor indeks massa tubuhnya adalah
3,16 dengan standar deviasi 0,74. Pada kelompok derajat Kellgren
Lawrence berat rata-rata skor indeks massa tubuhnya adalah 3,50 dengan
standar deviasi 0,16.
Hasil uji statistik didapat nilai p=0,407, yang mana dapat disimpulkan
tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara indeks massa
tubuh dengan derajat keparahan osteoartritis menurut Kellgren Lawrence.
46
4.3. Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti tidak memperhitungkan variabel lain seperti gaya hidup,
aktivitas fisik lain, konsumsi obat-obatan, dan asupan nutrisi
2. Peneliti tidak menilai osteoartritis dalam skala mikroskopis, hanya
berdasarkan klinis saja
3. Peneliti meneliti salat hanya berdasarkan kuantitas saja, tidak
berdasarkan kualitas salat
4. Peneliti belum menemukan standar rujukan baku sebagai acuan untuk
menilai kualitas dan kuantitas salat
47
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Pada penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa tidak terdapat
korelasi yang signifikan antara frekuensi salat dengan derajat keparahan
osteoartritis berdasarkan Kellgren Lawrence pada lansia di KPKM UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2017 dengan p value 0,639.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran yaitu :
a. Bagi masyarakat
1. Lansia disarankan untuk memperbanyak aktivitas fisik termasuk
di dalamnya memperbanyak salat terutama salat berjamaah di
masjid sehingga risiko osteoartritis dapat diturunkan
2. Masyarakat lebih memperhatikan kualitas dan kuantitas salat
dan melakukan salat dengan baik yakni seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW sehingga salat yang
dilakukan dapat memberikan manfaat yang lebih baik bagi
kesehatan fisik maupun mental
b. Bagi pemerintah
1. Pemerintah mencanangkan program gaya hidup sehat dan aktif
bagi masyarakat
2. Pemerintah mencanangkan program salat berjamaah, dalam hal
ini kita bisa mencontoh negara Turki yang secara langsung
mengatur pelaksanaan salat subuh bagi penduduk muslim
48
c. Bagi peneliti lain
1. Bagi peneliti yang ingin melakukan peneliti serupa disarankan
untuk memperhitungkan variabel-variabel perancu lainnya yang
dapat mempengaruhi derajat keparahan osteoartritis
2. Peneliti lain disarankan untuk merujuk kepada baku standar
terkait kualitas dan kuantitas salat
3. Peneliti menerapkan metode kontrol frekuensi salat yang lebih
objektif seperti diari salat
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Nejati P, Farzinmehr A, Moradi-lakeh M. The effect of exercise therapy on
knee osteoarthritis : a randomized clinical trial. 2015;1–9.
2. Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
2013;
3. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:
Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keenam. Jakarta Pusat:
InternaPublishing; 2014. p. 3197–209.
4. Felson DT. Osteoarthritis. In: Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci
AS, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 19th ed. McGraw-Hill Education; 2015. p. 2226–33.
5. Solomon L. Osteoarthritis. In: Solomon L, Warwick D, Nayagam S,
editors. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London:
Hodder Arnold; 2010.
6. Mcalindon TE, Wilson PWF, Aliabadi P, Weissman B, Felson DT. Level
of Physical Activity and the Risk of Radiographic and Symptomatic Knee
Osteoarthritis in the Elderly : The Framingham Study. 1999;18(98):151–7.
7. Curtis GL, Chughtai M, Khlopas A, Newman JM, Khan R. Impact of
Physical Activity in Cardiovascular and Musculoskeletal Health : Can
Motion Be Medicine ? 2017;9(5):375–81.
8. Muiz A. Kitab Tuntunan Salat. Jakarta Timur; 2015. 388 p.
9. Sja’bani M. Dahsyatnya Gerakan Salat Pemaparan Kesehatan Fisik dan
Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2017.
10. Al-Barzinjy N, Rasool M, Al-Dabbagh T. Islamic Praying and
Osteoarthritis Changes of Weight Bearing Joints. Duhok Med J.
2009;3(1):33–41.
11. Dorland W. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28. Hartanto Y,
50
Nirmala W, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et al., editors.
Jakarta: EGC, Elsevier; 2012. 1210 p.
12. Sagiran. Mukjizat Gerakan Salat. Jakarta: QultumMedia; 2012. 238 p.
13. Sadeghi H. Voice of Quran and health : A review of performed studies in
Iran. 2011;1(1):4–7.
14. Koentjoro S, Suroso J, Suntoko B. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan Derajat Osteoartritis Lutut menurut Kellgren dan Lawrence.
Universitas Diponegoro; 2010.
15. Hasby MF, Arifuddin M, Permana I, Hasby MF. Hubungan Salat
Berjamaah di Masjid terhadap Risiko Osteoartritis Sendi Lutut pada
Kelompok Usia 50-75 Tahun. 2016;110–3.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Pilih jawaban yang menurut Anda sesuai!
1. Seberapa sering Anda melakukan salat?
A. Saya tidak melaksanakan salat
B. Hanya pada waktu tertentu (Jumat, Ramadhan, Lebaran, dll)
C. Saya melaksanakan salat dalam sehari tidak rutin
D. Saya melaksanakan salat dalam sehari secara rutin
E. Saya melaksanakan salat secara rutin ditambah salat sunah lainnya
2. Berapa kali Anda melaksanakan salat dalam sehari? (sunah & wajib,
sendiri maupun berjamaah)
A. 1-3 kali
B. 4-5 kali
C. Lebih dari 5 kali
3. Anda rutin melaksanakan salat pada waktu
A. Selalu di awal waktu kecuali dalam keadaan tertentu
B. Kebanyakan di awal waktu
C. Di pertengahan atau akhir waktu
4. Dimana Anda melaksanakan salat?
A. Masjid
B. Selain Masjid (rumah, tempat kerja, dll)
52
5. Berapa jarak dari rumah Anda ke Masjid?
A. Kurang dari 100 m
B. 100-500 m
C. Lebih dari 500 m
6. Anda berangkat ke masjid dengan
A. Berjalan kaki
B. Menggunakan kendaraan
7. Salat apakah yang rutin Anda kerjakan setiap hari?
Lainnya :
8. Saya lebih khusyu' ketika salat berjamaah dibanding salat sendiri
A. Ya
B. Tidak
9. Gerakan salat berjamaah lebih teratur dan tertib daripada salat sendiri
A. Ya
B. Tidak
10. Saya merasa lebih tenang ketika salat berjamaah ketimbang salat sendiri
A. Ya
B. Tidak
Salat fardhu Salat sunnah
Subuh Rawatib
Zuhur Qobla Subuh
Ashar Qobla Zuhur
Maghrib Ba’da Zuhur
Isya Ba’da Maghrib
Ba’da Isya
Dhuha
Tahadjud
53
11. Salat berjamaah lebih memberikan manfaat bagi kesehatan daripada salat
sendiri
A. Ya
B. Tidak
12. Apakah dalam beberapa tahun terakhir Anda merasakan nyeri yang
mengganggu pada sendi?
A. Ya
B. Tidak
13. Sendi apa yang sering mengalami gangguan? (boleh pilih lebih dari 1)
A. Lutut
B. Siku
C. Pergelangan tangan
D. Pergelangan kaki
E. Lainnya : ...
14. Seberapa sering Anda merasakan keluhan pada sendi?
A. Dalam sehari lebih dari 2 kali
B. Dalam sehari 1-2 kali
C. Dalam seminggu 4-6 kali
D. Dalam seminggu 1-3 kali
E. Dalam sebulan 1-3 kali
F. Tidak pernah
15. Berapa skala nyeri yang dirasakan?
..... (1-10)
16. Adakah gejala lain yang menyertai keluhan selain nyeri? (boleh lebih dari
1)
A. Keterbatasan gerak sendi
B. Kaku sendi
C. Suara berderak saat sendi digerakkan
D. Sendi tidak seimbang
E. Bentuk sendi berubah
F. Pembesaran tulang di sekitar sendi
Lainnya : ___________________________
54
17. Apakah Anda pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan
kerusakan pada sendi?
A. Ya
B. Tidak
18. Apakah Anda pernah melakukan operasi pada bagian sendi?
A. Ya
B. Tidak
19. Apakah Anda pernah mengalami patah tulang?
A. Ya, di bagian : ...
B. Tidak
20. Dalam sebulan terakhir, apakah Anda sering mengonsumsi obat pereda
nyeri?
A. Ya
B. Tidak
Lampiran 2. Wawancara Subjek Penelitian
55
Lampiran 3. Hasil Analisis Data Program SPSS
Jumlah Rakaat
Descriptives
Jml_Rakaat
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
ringan 10 24,1000 3,47851 1,10000 21,6116 26,5884 17,00 27,00
sedang 25 26,5200 10,61885 2,12377 22,1368 30,9032 17,00 68,00
berat 10 27,7000 7,63108 2,41316 22,2411 33,1589 17,00 40,00
Total 45 26,2444 8,80123 1,31201 23,6003 28,8886 17,00 68,00
ANOVA
Jml_Rakaat
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 69,071 2 34,536 ,434 ,651
Within Groups 3339,240 42 79,506
Total 3408,311 44
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jml_Rakaat
Bonferroni
(I) KL (J) KL
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
ringan sedang -2,42000 3,33629 1,000 -10,7396 5,8996
berat -3,60000 3,98762 1,000 -13,5438 6,3438
sedang ringan 2,42000 3,33629 1,000 -5,8996 10,7396
berat -1,18000 3,33629 1,000 -9,4996 7,1396
berat ringan 3,60000 3,98762 1,000 -6,3438 13,5438
sedang 1,18000 3,33629 1,000 -7,1396 9,4996
56
Indeks Massa Tubuh
Descriptives
Klp_IMT
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
ringan 10 3,2000 ,63246 ,20000 2,7476 3,6524 2,00 4,00
sedang 25 3,1600 ,74610 ,14922 2,8520 3,4680 1,00 4,00
berat 10 3,5000 ,52705 ,16667 3,1230 3,8770 3,00 4,00
Total 45 3,2444 ,67942 ,10128 3,0403 3,4486 1,00 4,00
ANOVA
Klp_IMT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,851 2 ,426 ,918 ,407
Within Groups 19,460 42 ,463
Total 20,311 44
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Klp_IMT
Bonferroni
(I) KL (J) KL
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
ringan sedang ,04000 ,25469 1,000 -,5951 ,6751
berat -,30000 ,30441 ,990 -1,0591 ,4591
sedang ringan -,04000 ,25469 1,000 -,6751 ,5951
berat -,34000 ,25469 ,567 -,9751 ,2951
berat ringan ,30000 ,30441 ,990 -,4591 1,0591
sedang ,34000 ,25469 ,567 -,2951 ,9751
57
Lampiran 4. Lembar Etik
Riset ini merupakan bagian kerja sama riset mahasiswa dan kelompok riset
Osteoartritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid serta di
bawah bimbingannya.
58
Lampiran 5. Informed Consent Responden Penelitian
Lembar Persetujuan (Informed Consent) Responden
Penelitian yang Berjudul Hubungan Frekuensi Salat dengan Derajat
Keparahan Osteoartritis Lutut pada Lansia
Assalamu’alaikum wr wb
Saya Maulana Hafiez Rambe, mahasiswa S1 Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta bersama dengan kelompok riset dari KPKM Reni Jaya UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di bawah bimbingan dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid
sedang melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
frekuensi salat terhadap derajat keparahan osteoartritis lutut pada lansia di KPKM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini sebagai salah satu prasyarat bagi
saya untuk menyelesaikan studi S1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Melalui penelitian ini dapat diketahui manfaat salat bagi kesehatan terutama
terhadap pencegahan osteoartritis lutut. Semua informasi dari responden akan
kami jaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan Bapak/Ibu
untuk bersedia menjadi responden penelitian kami.
Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami, silakan mengisi
identitas dan tanda tangan di bawah ini.
Terima kasih atas perhatian dan ketersediaan Bapak/Ibu sekalian
Wassalamu’alaikum wr wb
Yang menyetujui,
Peneliti Responden
( ) ( )
59
Lampiran 6. Riwayat Hidup Peneliti
RIWAYAT HIDUP
Nama : Maulana Hafiez Rambe
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 5 Maret 1997
Alamat : Jl. Dirgantara VII No. 70A, Sidomulyo Timur,
Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau
Email : [email protected]
No.Telepon : 081365494569
Riwayat Pendidikan :
SD Islam As-Shofa Pekanbaru (2002-2008)
SMP Islam As-Shofa Pekanbaru (2008-2011)
SMAN 8 Pekanbaru (2011-2014)
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014-
sekarang)