HUBUNGAN FREKUENSI MENONTON SINETRON · PDF fileHUBUNGAN FREKUENSI MENONTON SINETRON DENGAN...
-
Upload
doankhuong -
Category
Documents
-
view
242 -
download
1
Transcript of HUBUNGAN FREKUENSI MENONTON SINETRON · PDF fileHUBUNGAN FREKUENSI MENONTON SINETRON DENGAN...
HUBUNGAN FREKUENSI MENONTON SINETRON DENGAN SIKAP KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Cicilia Agnes Oktavia Pastora
029114132
PROGRAM STUDI PSIKOLOGIFAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
2009
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Cicilia Agnes Oktavia Pastora (2008). Hubungan Frekuensi Menonton Sinetron Dengan Sikap Konsumtif Pada Remaja Putri. Yogyakarta; Fakultas Psikologi; Jurusan Psikologi: Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara frekuensi menonton sinetron dengan sikap konsumtif pada remaja putri. Latar belakang penelitian ini adalah bahwa sinetron saat ini disiarkan sepanjang hari oleh hampir semua stasiun televisi, padahal sinetron banyak mendapat kritik. Kritik tersebut diantaranya adalah sinetron selalu menampilkan kemewahan duniawi, mengandung unsur kapitalis, dan mengajarkan gaya hidup konsumtif. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan yang positif antara frekuensimenonton sinetron dengan sikap konsumtif pada remaja putri.
Definisi sikap konsumtif yang digunakan adalah keadaan internal yang dapat mempengaruhi pilihan seseorang untuk bersikap boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas, juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah. Frekuensimenonton sinetron sendiri dapat dimaknai sebagai tingkatan seberapa sering seseorang itu menonton acara sinetron yang ditayangkan di televisi.
Subyek penelitian adalah 60 orang remaja putri berusia antara 15 sampai dengan 20 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran angket frekuensi menonton sinetron dan skala sikap konsumtif. Koefisien reliabilitas skala sikap konsumtif adalah sebesar 0,962. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan statistik nonparametik karena data yang diperoleh tidak berdistribusi normal. Analisis dilakukan dengan bantuan SPSS 15.0 for Windowsmenggunakan koefisien korelasi Spearman.
Hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,354 pada taraf signfikansi (p) 0,01. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa frekuensi menonton sinetron mempunyai hubungan yang positif dengan sikap konsumtif, sehingga semakin tinggi frekuensi menonton sinetronnya maka sikap konsuntif juga akan semakin tinggi.
Kata kunci: frekuensi menonton sinetron, sikap konsumtif, remaja putri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Cicilia Agnes Oktavia Pastora (2008). The Correlation between Frequency of Watching Sinetron and Consumptive Attitude on Female Teenagers. Yogyakarta: Faculty of Psychology; Department of Psychology: Sanata Dharma University.
The aim of this research was to find out the correlation between frequencyof watching sinetron and consumptive attitude on female teenagers. The background of this research was the fact that now sinetron is broadcasted by almost all of the TV station everyday, although it also receives many criticisms. Some of the critics say that sinetron only conveys the luxury of the world. It has capitalist aspects, and it teaches a consumptive lifestyle. The hypothesis presented in this thesis was that there was a positive correlation between frequency of watching sinetron and consumptive attitude on female teenagers.
The definition of consumptive attitude used in this thesis is the attitude to consume everything unwisely, to put the will before the need, and not to have a priority scale. It also can be defined as a luxurious lifestyle. The frequency of watching sinetron can be defined in terms of how often someone watches sinetron on television.
The subjects of this research were fifteen-year-old through twenty-year-old female teenagers. The numbers of the subjects were sixty teenagers. The data gathering method was by distributing watching sinetron frequency questioners and consumptive attitude scale. The consumptive attitude scale reliability coefficient was 0.960. The data analysis was done using statistics non-parametric method because the data gathered was not distributed normally. The analysis was conducted using SPSS 15.0 for Windows. Spearman correlation coefficient was used.
The result of the data research analysis was the correlation coefficient (r) was 0.354 at the level of significant (p) 0.01. Because of the correlation coefficient was positive, it meant that there was a positive correlation between the frequency of watching sinetron and consumptive attitude on female teenagers. The higher the frequency of watching sinetron, the higher consumptive attitude on female teenagers would be.
Keywords: frequency of watching sinetron, consumptive attitude, female teenagers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, karena
tanpa anugerah dan pertolongan-Nya skripsi ini tidak akan dapat saya selesaikan.
Mulai dari merencanakan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini, saya telah
mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, baik langsung ataupun tidak
langsung. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak P. Edy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, atas ijin dan kesempatan yang diberikan
kepada saya untuk melakukan penelitian.
2. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniarti Murtisari, S.Psi., M.Psi., selaku
Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, atas bimbingan
dan saran yang diberikan selama saya menempuh pendidikan dan selama
proses penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Maria Magdalena Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku
Dosen Pembimbing Akademik, atas segala perhatian dan dorongan
semangat yang tidak pernah henti.
4. Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah dengan sabar memberikan banyak petunjuk serta bimbingan
dan juga mengajarkan kedisiplinan sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si, atas saran yang diberikan selama
proses penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang
telah mengasuh, mendampingi serta memberikan bekal ilmu selama saya
menempuh masa perkuliahan.
7. Para karyawan dan staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Mbak Nani, dan Pak Gik, untuk
keramahan dan semua bantuannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8. Papa dan Mama tersayang, Bapak Yohannes Pastora dan Ibu Sri Lestari,
untuk segala kepercayaan, kesabaran, pengertian, dukungan, dorongan
semangat, dan doa yang tidak pernah berhenti.
9. Kak Monik-ku yang paling cantik, terima kasih buat abstract-nya, juga
Adri yang sudah membantu selama proses pengambilan data. Terima kasih
juga atas semua yang telah kita bagi dan lewati selama ini.
10. Mbak Fajar dan Mas Ncop yang sudah membantu selama proses
pengambilan data dan selama persiapan ujian, terima kasih juga Mbak
buat semua cerita-ceritanya.
11. Sahabat-sahabatku yang cerewet, Delia dan Ririn untuk dorongan
semangatnya, Iban (Kapan mau SMS dan telepon lagi???), Mia juga Dewi
untuk persahabatannya.
12. Kembaranku Friska, Winda (miss you..), Sutrie untuk segala kesabarannya
membantu selama ini, Katrin, Ohaq (Mana traktirannya?), Ayu dan jagoan
kecilnya, juga teman-teman dan sahabat yang tidak mungkin disebutkan
satu persatu, atas segala pengalaman, dan suka duka yang telah kita lewati.
13. Ana dan Kowok yang selalu memberi semangat lewat telepon dan SMS-
nya.
14. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung, juga semua subjek yang telah bersedia berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan berkatNya kepada semua
pihak yang telah memberikan semua bantuan tersebut di atas.
Skripsi ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga dengan senang hati
saya menerima saran demi perbaikan. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 10 Oktober 2008
Cicilia Agnes Oktavia Pastora
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HalamanHalaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Persetujuan .......................................................................................... ii
Halaman Pengesahan .......................................................................................... iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya.................................................................. iv
Abstrak................................................................................................................ v
Abstract ............................................................................................................... vi
Halaman Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah .................... vii
Kata Pengantar .................................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................. x
Daftar Tabel ........................................................................................................ xii
Daftar Lampiran.................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12
A. Sikap Konsumtif ..................................................................................... 12
1. Definisi Sikap Konsumtif ................................................................. 12
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif .................. 14
3. Aspek-aspek Sikap Konsumtif ......................................................... 21
4. Perilaku Konsumtif pada Remaja..................................................... 22
B. Sinetron................................................................................................... 24
1. Definisi Sinetron............................................................................... 24
2. Sejarah Perkembangan Sinetron....................................................... 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Tema Sinetron .................................................................................. 26
4. Kritik Terhadap Sinetron ..................................................................27
5. Perilaku Menonton Sinetron pada Remaja .......................................29
C. Hubungan Antara Frekuensi Menonton Sinetron dengan Sikap Konsumtif
Pada Remaja Putri.................................................................................. 30
D. Hipotesis ................................................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 35
A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 35
B. Variabel Penelitian.................................................................................. 35
C. Definisi Operasional ............................................................................... 35
D. Subjek Penelitian .................................................................................... 38
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...................................................... 39
F. Pengujian Alat Ukur................................................................................ 42
G. Metode Analisis Data ............................................................................. 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 46
A. Pelaksanaan Penelitian............................................................................ 46
B. Hasil Penelitian ....................................................................................... 46
1. Deskripsi Data Penelitian................................................................ 46
2. Uji Asumsi ...................................................................................... 49
3. Uji Hipotesis ................................................................................... 51
C. Pembahasan ............................................................................................ 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 58
A. Kesimpulan............................................................................................. 58
B. Saran ....................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59
LAMPIRAN.......................................................................................................... 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Blue Print Skala Sikap Konsumtif ........................................................... 41
Tabel II Blue Print Skala Sikap Konsumtif Pada Saat Uji Coba.......................... 44
Tabel III Blue Print Nomor Aitem Baru Setelah Uji Coba................................... 44
Tabel IV Deskripsi Data Skor Skala Sikap Konsumtif......................................... 46
Tabel V Deskripsi Data Frekuensi Menonton Sinetron........................................ 47
Tabel VI Deskripsi Sekolah Subjek...................................................................... 48
Tabel VII Hasil Uji Normalitas .............................................................................49
Tabel VIII Hasil Uji Linearitas ............................................................................. 50
Tabel IX Hasil Uji Hipotesis................................................................................. 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 66
Lampiran 2. Skala Uji Coba................................................................................. 67
Lampiran 3. Reliability dan Aitem Total Statistik (Sebelum Pengguguran Item 78
Lampiran 4. Item Total Statistics (Setelah Pengguguran Item)........................... 80
Lampiran 4. Skala Penelitian ............................................................................... 82
Lampiran 6. Data Penelitian ................................................................................ 91
Lampiran 7. Uji Normalitas dan Linearitas ......................................................... 93
Lampiran 8. Uji Nonparametric Correlations ...................................................... 94
Lampiran 9. Deskripsi Data ................................................................................. 95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan remaja Indonesia saat ini tidak terpisahkan dari media
massa. Mereka mendengarkan radio dalam perjalanan menuju sekolah. Mereka
juga mengakses internet, membaca tabloid, majalah, koran, serta novel, dan
komik. Sepulang dari sekolah mereka menyaksikan beragam acara yang disiarkan
di televisi seperti sinetron, reality show, kuis, ataupun infotainment. Terkadamg
sambil belajar di kamarnya remaja juga mendengarkan radio dan di akhir pekan
mereka pergi menonton film di bioskop bersama teman-teman sebaya mereka.
Menggunakan dan menikmati beragam media massa memang sudah
menjadi bagian hidup sehari-hari para remaja. Mereka takut dikatakan kurang
pergaulan apabila tidak mengikuti tren dan beragam informasi yang disajikan oleh
media massa. Remaja juga menjadikan media massa sebagai sarana mencari
hiburan atau sekedar untuk mengisi waktu senggang sambil mengusir rasa jenuh
setelah belajar di sekolah, sehingga tidaklah mengherankan apabila disebagian
besar waktunya remaja melaluinya bersama atau dekat dengan beragam media.
Data yang disampaikan Bauer (2005) mendukung hal tersebut. Ia
menulis bahwa di Kanada aktivitas anak-anak dan remaja yang berhubungan
dengan media (termasuk TV, radio, internet, dan permainan komputer), mencapai
5,5 jam per hari. Sementara itu menurut data yang dimiliki Dr Sigman, anak-anak
di Inggris berusia 11 hingga 15 tahun kini banyak yang menghabiskan hampir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari setengah waktunya dengan menonton TV dan bermain komputer (‘Televisi
dan komputer”, 2008). Selanjutnya Santrock (2003) dengan lebih jelas
menyatakan bahwa remaja menghabiskan sepertiga atau lebih waktu terjaga
mereka dengan beberapa bentuk media massa, baik sebagai fokus utama atau
sebagai latar belakang melakukan kegiatan lain.
Televisi dan radio merupakan media massa yang murah meriah.
Remaja tidak perlu mengeluarkan banyak uang, bahkan sama sekali tidak perlu
mengeluarkan uang untuk dapat menikmati televisi dan radio. Ini tentu berbeda
dengan media massa yang lainnya. Majalah dan tabloid harus dibeli setiap jangka
waktu tertentu agar dapat dinikmati, begitu pula dengan novel ataupun menonton
film di bioskop.
Televisi dan radio juga menyuguhkan informasi dan acara yang cukup
beragam, seperti acara musik, kuis, film, drama seri, reality show, berita, sampai
infotainment; meskipun begitu televisi tampaknya tetap lebih populer
dibandingkan radio. Penyebabnya sudah pasti karena sifat televisi yang dapat
menyajikan informasi secara audio visual. Bentuk informasi audio visual inilah
yang menjadi daya tarik khas yang hanya dimiliki oleh televisi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Wirodono (2006) yang menulis bahwa televisi adalah media
yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jenis media ini, sebagai
media audio-visual, tidak membebani banyak syarat bagi masyarakat untuk
menikmatinya.
Remaja sendiri dapat menghabiskan waktu berjam-jam menonton
televisi, bahkan Santrock (2003) menyatakan bahwa remaja menonton televisi
antara 2 sampai 4 jam, dengan variasi yang cukup besar sekitar rata-rata tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Beberapa remaja sedikit atau sama sekali tidak menonton televisi, yang lain
menonton selama 8 jam sehari. Sementara itu, riset yang dilakukan oleh Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), waktu menonton TV pada anak Indonesia
sangat tinggi, mencapai 30-35 jam seminggu (“Sayang Anak, Sayang Anak….”,
2005). Lebih lanjut data Badan Pusat Statistik tahun 2003 yang dimuat dalam
majalah Reader’s Digest Indonesia edisi September 2005, memberikan persentase
jumlah anak usia 10 tahun keatas yang menonton TV. Data tersebut menyebutkan
bahwa persentase anak usia 10 tahun keatas yang menonton TV pada tahun 1998
mencapai 88,72% dan pada tahun 2000 mencapai 87,97%.
Penelitian lain yang meneliti kebiasaan menonton pada remaja
dilakukan oleh Muizzudin pada tahun 1997. Hasil penelitian yang dapat diakses
dari perpustakaan digital ITB ini, memang subjeknya baru terbatas pada 70 orang
remaja yang bertempat tinggal di Kabupaten Dati II Blitar. Hasilnya sebanyak
31.43% responden menghabiskan waktu sekitar 2 - 3 jam/hari untuk menonton
TV, sebagian besar menonton dalam waktu tak menentu (tergantung acara yang
diminati). Pada waktu hari libur lebih dari separuh responden (57.14%)
menghabiskan waktu 3 - 4 jam/hari, dengan motif menonton untuk memperoleh
hiburan (58.9%). Lembaga survei AGB Nielsen memberi data yang mendukung
hasil penelitian Muizzudin. Hasil survei lembaga tersebut yang dapat dilihat
dalam AGB Nielsen Newsletter edisi Agustus 2008, dilakukan pada April – Juni
2008 di 10 kota besar di Indonesia dan memperoleh hasil bahwa waktu menonton
TV remaja usia 15-19 tahun rata-rata 2 jam 47 menit per harinya, padahal menurut
Teresa Orange dan Louise O’Flynn (”Saatnya Diet”, 2008), keduanya praktisi
komunikasi, merekomendasikan dengan berbagai alasan bahwa waktu untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menikmati hiburan layar kaca maksimal dua jam sebagai batasan rata-rata per
hari.
Siaran televisi di Indonesia saat ini diisi oleh TVRI dan 10 stasiun
televisi swasta yang mengudara secara nasional. Jumlah tersebut belum temasuk
stasiun televisi lokal, seperti Jogja TV dan TATV yang mengudara di wilayah
Yogyakarta, Solo, dan sekitarnya, juga Jak-TV dan O-Channel di Jakarta, dan
masih banyak lagi yang lainnya. Selama sekitar 20 jam mengudara, sebuah stasiun
televisi setidaknya membutuhkan sekitar 25 hingga 30 program acara, di luar
acara-acara tayang ulang (Wirodono, 2006). Acara-acara yang disiarkan biasanya
terdiri dari acara berita yang bermaksud memenuhi kebutuhan penontonnya akan
berbagai informasi, dan acara-acara yang bermaksud menghibur penontonnya,
seperti kuis, infotainment, sinetron, film, reality dan talk show, serta acara musik.
Selanjutnya Wirodono (2006) menjelaskan bahwa acara film (sinetron,
film kartun, film impor, maupun drama komedi) mencapai antara 50-60%, jauh
lebih tinggi dari lainnya (kecuali di Metro TV, komposisi berita mencapai 50-
60%, dan selebihnya adalah film dokumenter dan talk-show. Penayangan film,
khususnya impor, hanya sekitar 3%). Sementara itu survei yang dilakukan oleh
AGB Nielsen pada periode 10-16 Desember 2006 untuk mendata 100 program
televisi dengan rating tertinggi di Indonesia, menghasilkan temuan bahwa sepuluh
peringkat teratas ternyata dihuni oleh tayangan sinetron. Tayangan sinetron
(drama series) mendominasi daftar tersebut dengan 43%, sedangkan tayangan
berita hanya 2% (“Sinetron Indonesia”, 2006). Data tersebut didukung oleh
Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), seperti yang dilansir
oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi, bahwa sinetron
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mendominasi tayangan televisi, sedangkan, tayangan yang mengandung edukasi
hanya 0,07 persen (Nainggolan, 2008).
Banyaknya stasiun televisi di Indonesia seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, tidak menjamin akan munculnya banyak acara yang berkualitas dan
beragam. Acara-acara yang saat ini disiarkan oleh stasiun televisi umumnya
menggarap tema yang seragam, sehingga menimbulkan kesan bahwa setiap
stasiun televisi tidak memiliki ciri khas yang benar-benar membedakannya dari
stasiun televisi yang lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Wirodono (2006)
yang menyatakan bahwa salah satu ciri khas televisi sebagai media adalah
persoalan ketidakmatangan media ini. Selanjutnya ia juga menulis tidak adanya
karakter yang jelas dan matang pada akhirnya tercermin pada masing-masing
stasiun televisi.
Salah satu contohnya adalah acara reality show yang bertujuan
mengorbitkan seseorang menjadi bintang. Sebut saja AFI yang dibuat oleh
Indosiar, kemudian diikuti oleh Indonesian Idol dan Saatnya Jadi Idola di RCTI,
serta KDI di TPI, Sing Like A Star di Global TV, dan masih banyak lagi acara-
acara reality show sejenis yang mengajak pemirsanya untuk berpartisipasi melalui
SMS. Begitu pula dengan sinetron. Keberhasilan sebuah sinetron yang
ditayangkan di satu stasiun televisi, kemudian akan diikuti oleh stasiun-stasiun
televisi lainnya yang ikut menyiarkan sinetron-sinetron bertema sama. Tren
sinetron remaja misalnya, saat muncul sebuah sinetron yang mengangkat tema
dari rubrik-rubrik majalah remaja atau memakai judul lagu yang sudah lebih dulu
tren, maka hampir semua stasiun televisi kemudian akan menayangkan sinetron
yang serupa. Begitu pula saat sebuah stasiun televisi sukses menyiarkan sinetron
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bertema religi, cerita rakyat, ataupun menyadur dari drama seri luar negeri, maka
hampir disetiap stasiun televisi kita dapat menyaksikan sinetron yang juga
mengangkat tema-tema tersebut.
Sinetron Indonesia saat ini menuai banyak kritik dari berbagai
kalangan. Salah satu hal yang seringkali dikritik adalah bahwa sinetron seringkali
tidak realistis dan berlebihan. Misalnya anak-anak sekolah dalam sinetron
seringkali digambarkan menggunakan berbagai aksesoris yang tidak sepantasnya
digunakan di sekolah atau berdandan berlebihan seperti akan pergi ke pesta.
Anak-anak SMP dan SMA tidak jarang digambarkan membawa mobil mewah
atau diantar sopir pribadi ke sekolah.
Memang sebagian besar sinetron Indonesia menyoroti atau
mengangkat tema kehidupan masyarakat kota. Wirodono (2006) juga berpendapat
demikian, menurutnya kita bisa melihat problem-problem sosial ataupun kejiwaan
yang dimunculkan lewat film-film seri, drama seri, atau sinetron-sinetron (meski
yang unggulan sekalipun) lebih sering merupakan problem sosial-psikologis
masyarakat kota. Problema masyarakat kota yang sering diangkat oleh sinetron
Indonesia selanjutnya memang lebih banyak menyoroti kehidupan masyarakat
kelas sosial atas.
Ada juga beberapa judul sinetron yang sukses menggarap tema
kehidupan masyarakat sosial kelas bawah, seperti ‘Si Doel Anak Sekolahan’ dan
‘Bajaj Bajuri’, tetapi pada akhirnya keduanya harus menyerah ketika berbenturan
dengan keterbatasan kreativitas sehingga penonton menjadi bosan atau
produksinya dihentikan. Menurut Wirodono (2006) hal ini disebabkan setting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sosial kelas bawah cenderung dihindari karena tidak diminati oleh pemasang
iklan.
Akibat sering menggarap kehidupan masyarakat kota dan kelas sosial
atas, sinetron Indonesia cenderung menampilkan kemewahan. Tokoh dalam
sinetron biasanya digambarkan tinggal di rumah atau apartemen mewah, memiliki
mobil yang juga mewah, dan mempunyai perusahaan sendiri. Tokoh yang
menggunakan pakaian, sepatu, dan tas serba mahal, serta perhiasan berlebihan
sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam sinetron. Tampaknya
memperlihatkan dan mengumbar kemewahan duniawi sudah menjadi salah satu
ciri khas sinetron (“Sinetron Berseri”, 2007). Di tengah krisis ekonomi dan politik
yang melanda, kemewahan dalam sinetron menjadi hal yang biasa (“Sinetron:
rating”, 2001).
Kehidupan keluarga dalam sinetron digambarkan sebagai keluarga
yang kaya raya, figur cantik dan tampan, perusahaan milik keluarga, rumah
mewah, mobil mewah, baju mahal, belanja berlebihan, restoran mewah,
handphone, merupakan atribut visual yang seolah menjadi keharusan (“Sinetron:
rating”, 2001). Nina M Armando, Sekretaris Utama Yayasan Pengembangan
Media Anak (YPMA) dan Dosen Universitas Indonesia dalam
www.entertainment.kompas.com bahkan mengatakan bahwa kapitalistik masih
menjadi unsur yang tak pernah lepas dari sinetron. Kenyataan tersebut membuat
sinetron seringkali dinilai kurang berkualitas. Sugiyatma dan Wahyuni (2006)
mengatakan bahwa tayangan film/sinetron sebagai hiburan kosong dan kurang
makna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Remaja pun terkena imbasnya. Mereka menjadi terbiasa menyaksikan
kehidupan kota besar beserta hingar-bingar dan kemewahannya lewat sinetron,
padahal menurut Sinta Indra Astuti, MSi, dosen Unisba Bandung, para remaja dan
anak-anak masih sangat rentan terhadap siaran berbagai media, terutama sinetron
(”Sinetron Remaja”, 2008). Menurutnya mereka belum memiliki bekal yang
cukup untuk mengkritisi sebuah produk seperti sinetron dan gampang meniru
setiap adegan yang ada didalam sinetron.
Sugiyatma dan Wahyuni (2006) mendukung pendapat tersebut dengan
menyatakan bahwa tidak mengherankan kalau anak-anak dan remaja sangat
mudah meniru apa yang ditayangkan televisi, karena itulah yang disebut modern
menurut pandangannya. Begitu pula dengan Lina dan Rosyid (1997), mereka
mengatakan bahwa pada kenyataannya banyak dijumpai kecenderungan di
kalangan remaja Indonesia untuk meniru gaya hidup mewah, dan sikap yang
sedang mewabah di Negara-negara maju.
Ketika seorang remaja menonton sinetron dan menyaksikan salah satu
tokohnya menggunakan handphone keluaran terbaru misalnya, ia mungkin saja
menjadi ingin memiliki handphone tersebut dan meminta kepada orang tuanya
untuk membelikan, padahal handphone milik remaja itu sendiri masih bisa
berfungsi baik. Contoh lainnya ketika remaja menyaksikan tokoh dalam sinetron
mengenakan tas dan sepatu mahal model terbaru, maka ia kemudian juga membeli
tas dan sepatu yang sama dengan yang dipakai tokoh tersebut agar tidak dikatakan
ketinggalan jaman oleh teman-temannya, padahal di rumah ia sudah memiliki 10
buah tas dan 10 pasang sepatu yang masih bagus. Hal ini bisa berlangsung terus
menerus hingga menyebabkan remaja semakin terjerat dalam perilaku konsumtif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perilaku konsumtif seringkali dialami oleh remaja putri. Wahyono
(dalam Lina dan Rosyid, 1997) mendukung pernyataan tersebut dengan
mengatakan kenyataan menunjukkan bahwa gerakan gaya hidup mewah atau
konsumtif ini juga dilakukan oleh kaum muda dan remaja putri. Hasil penelitian
Yuliana pada tahun 2006 yang dapat diakses melalui
www.library.gunadarma.ac.id juga mendukung hal tersebut. Penelitian tersebut
memperoleh hasil bahwa remaja putri memiliki perilaku konsumtif terhadap
barang yang berdiskon.
Perilaku konsumtif yang berlebihan pada remaja bisa mendatangkan
berbagai permasalahan. Remaja dapat tumbuh menjadi pribadi yang terbiasa
hidup boros dan jauh dari kebiasaan menabung. Perilaku konsumtif juga dapat
membuat remaja menjadi materialistik sehingga mereka selalu melihat segala
sesuatu dari segi materi saja. Dampak lainnya yang dapat timbul dari perilaku
konsumtif disampaikan oleh Tambunan (2008) yang mengatakan bahwa
terkadang orang tua sebagai sumber dana, tidak mampu memenuhi tuntutan
remaja sehingga masalah ini dapat menjadi masalah ekonomi keluarga.
Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa perilaku konsumtif ini akan
terus mengakar dan berkembang menjadi gaya hidup, tetapi bila kemudian tingkat
finansial kurang mendukung, maka seseorang tersebut dapat menggunakan cara-
cara yang tidak sehat seperti bekerja berlebihan sampai melakukan korupsi. Masih
menurut Tambunan (2008) pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki
dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial, dan etika. Salah satu
contohnya adalah meningkatnya angka kriminalitas. Memang menurut Kepala
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komisaris Jendral Bambang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hendarsono Danuri, kecenderungan motif ekonomi dan budaya konsumtifisme
memang saling bertautan memancing praktik kriminal (Kompas, 2008).
Anggarasari (1997) bahkan mengatakan bahwa sikap hidup konsumtif merupakan
salah satu masalah sosial yang cukup serius, sebab akan membawa dampak
negatif bagi masyarakat Indonesia.
Dampak perilaku konsumtif yang demikian kompleks membuat
peneliti tertarik untuk meneliti masalah konsumtifitas ini di kalangan remaja dan
membuat masalah ini menjadi penting untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang
tersebut dan melihat makin maraknya perilaku konsumtif di kalangan remaja,
maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara frekuensi
menonton sinetron dengan sikap konsumtif pada remaja.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara frekuensi menonton sinetron dengan
sikap konsumtif pada remaja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara frekuensi menonton sinetron dengan sikap konsumtif pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat yang bersifat
teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. Kedua manfaat yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Manfaat Teoritis
Bagi para peneliti, penelitian ini diharapkan dapat
merangsang penelitian baru yang hendak mengkaji topik yang
berkaitan dengan media massa televisi dan sikap konsumtif pada
remaja, sehingga dapat menambah khasanah ilmu Psikologi
terutama Psikologi Media Massa dan Psikologi Konsumen.
2. Manfaat Praktis
Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini kiranya berguna
sebagai sumber informasi dan refleksi untuk lebih kritis dalam
menyaksikan acara televisi khususnya sinetron, sehingga
diharapkan dapat lebih mengontrol sikap konsumtifnya.
Bagi orang tua dan pendidik, hasil penelitian ini kiranya
berguna sebagai sumber informasi untuk membantu mereka lebih
memahami dan mendampingi remaja dalam menghadapi berbagai
informasi yang disampaikan media massa dan dalam pergaulan
remaja sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
A. SIKAP KONSUMTIF
1. Definisi
Sikap, menurut Gagne dan Briggs (dalam Aiken, 2002) adalah sebuah
keadaan internal yang dapat mempengaruhi pilihan seseorang untuk bereaksi
mengenai sesuatu, baik itu objek, orang, maupun kejadian tertentu. Konsumtif
sendiri menurut Retno Widiastuti (2003), anggota Pengurus Harian YLKI
(Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) adalah sebuah perilaku yang boros,
yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam arti yang lebih
luas konsumtif adalah perilaku bekonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih
mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas, juga
dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah (Widiastuti, 2003).
Selanjutnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga memberikan batasan
konsumtivisme, yaitu kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi
tanpa batas, dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan (Mahdalela, dalam Lina dan Rosyid, 1997).
Sembiring (2007) mendukung pendapat tersebut, menurutnya
konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga orang
yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau
kegunaan ketika membeli barang melainkan membertimbangkan prestise yang
melekat pada barang tersebut, oleh karena itu arti kata konsumtif (consumtive)
adalah boros atau perilaku yang boros yang mengkonsumsi barang atau jasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
secara berlebihan. Evanita, Afnidarti, dan Armida (tanpa tahun) dalam penelitian
mereka yang dipublikasikan melalui situs resmi Kementrian Negara
Pemberdayaan Perempuan, menulis bahwa seseorang yang melakukan tindakan
dalam bentuk pembelian barang atau jasa tanpa pertimbangan rasional dapat
digolongkan orang yang konsumtif dan tindakannya disebut dengan perilaku
konsumtif.
Tambunan (2007) juga memberikan definisi konsumtif. Menurutnya
konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-
barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai
kepuasan yang maksimal. Ia lebih jauh menerangkan bahwa konsumtif biasanya
digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai
uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi
kebutuhan pokok. Hal senada juga dikemukakan oleh Lina dan Rosyid (1997).
Mereka menulis bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila
orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian
tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan
yang berlebihan.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap
konsumtif adalah keadaan internal yang dapat mempengaruhi pilihan seseorang
untuk berperilaku yang boros dalam arti mengkonsumsi barang atau jasa yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan cenderung tanpa batas dan
didasarkan pada pertimbangan yang tidak rasional, yaitu untuk memenuhi
keinginan dan prestise yang tergambar dari sebuah barang daripada pertimbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kebutuhan dan kegunaannya, serta tidak ada skala prioritas, juga dapat diartikan
sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Tinjauan mengenai perilaku konsumtif perlu ditelusuri melalui
pemahaman mengenai perilaku konsumen (Lina dan Rosyid, 1997). Perilaku
konsumen sendiri dalam membeli barang sebenarnya dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut menurut Dharmmesta dan Handoko (2000) dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
I. Faktor-faktor lingkungan eksternal
faktor-faktor ini terdiri dari:
a. Kebudayaan
Kebudayaan menurut Stanton (dalam Dharmmesta dan Handoko,
2000) adalah simbol dan fakta yang komplek, yang diciptakan oleh
manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan
pengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang ada. Kebudayaan
yang tercermin dalam cara hidup, kebiasaan, dan tindakan dalam
permintaan bermacam-macam barang di pasar sangat mempengaruhi
perilaku konsumen (Engel, Kollet, dan Blackwell, 1994). Tidak adanya
homogenitas dalam kebudayaan suatu daerah, misal karena banyaknya
kolompok etnis, akan membentuk pasar dan peilaku konsumen yang
berbeda-beda (Dharmmesta dan Handoko, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Kebudayaan khusus
Kebudayaan yang khusus ada pada suatu golongan masyarakat yang
berbeda dari kebudayaan golongan masyarakat lain maupun
kebudayaan seluruh masyarakat, tentu saja mengenai beberapa bagian
yang tidak pokok, hal ini dinamakan kebudayaan khusus (subculture)
(Dharmmesta dan Handoko, 2000). Menurut Dharmmesta dan
Handoko (2000) kebudayaan-kebudayaan khusus ini memainkan
peranan penting dalam pembentukan sikap konsumen dan merupakan
petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh seseorang
konsumen. Kebudayaan khusus yang berbeda dengan kebudayaan
khusus lain akan menyebabkan berbedanya pula perilaku
konsumennya.
c. Kelas sosial
Pengertian kelas sosial dalam hal ini adalah sama dengan istilah
lapisan sosial, sedangkan lapisan sosial sendiri menurut ahli sosiologi
Pitirim A. Sorokin, adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hirarki) (Dharmmesta dan
Handoko, 2000). Engel, Kollet, dan Blackwell (1994) mengatakan
bahwa keanggotaan seseorang dalam suatu kelas dapat mempengaruhi
pola konsumsinya dan sifat kepemilikan produk yang membedakan
dengan kelas sosial yang lain. Dharmmesta dan Handoko (2000)
mendukung pendapat tersebut, menurut mereka keanggotaan seseorang
dalam suatu kelas dapat mempengaruhi perilaku pembeliannya. Lebih
jauh lagi Dharmmesta dan Handoko (2000) juga menyatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perilaku konsumen antara kelas sosial yang satu akan sangat berbeda
dengan kelas lain, karena golongan sosial ini menyangkut aspek-aspek
sikap yang berbeda-beda.
d. Kelompok sosial dan kelompok referensi
Kelompok-kelompok sosial tersebut adalah kesatuan sosial yang
menjadi tempat individu-individu berinteraksi satu sama lain, karena
adanya hubungan diantara mereka (Dharmmesta dan Handoko, 2000).
Bentuk-bentuk kelompok sosial yang terjadi di dalam masyarakat
terdiri dari:
1) Kelompok yang berhubungan langsung (face to face group)
Yaitu kelompok yang anggotanya saling kenal-mengenal secara
erat, seperti misalnya keluarga, teman dekat, tetangga, kawan
sekerja dan sebagainya, keanggotaannya untuk sebagian besar
dipengaruhi oleh jabatannya, tempat kediamannya, dan usia
(Dharmmesta dan Handoko, 2000). Menurut Dharmmesta dan
Handoko (2000) kelompok ini mempunyai pengaruh langsung
terhadap pendapat dan selera orang.
2) Kelompok primer dan kelompok sekunder (primary groups
dan secondary groups)
Kelompok-kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang
ditandai dengan ciri-ciri adanya saling mengenal antara
anggota-anggota serta kerja sama yang erat yang bersifat
pribadi (Dharmmesta dan Handoko, 2000). Kelompok primer
ini sangat mempengaruhi perilaku dan sikap individu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi anggotanya, sedangkan pada kelompok sekunder
anggotanya tidak perlu mengenal secara pribadi, meski begitu
kelompok sekunder akan tetap memiliki ciri kelompok primer
(Dharmmesta dan Handoko, 2000).
3) Kelompok formal dan informal (formal group dan informal
group)
Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang
mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja
diciptakan untuk mengatur hubungan antar anggota-anggotanya
(Dharmmesta dan Handoko, 2000). Sebaliknya kelompok
informal tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu
(Dharmmesta dan Handoko, 2000).
Kelompok referensi (reference group) adalah kelompok sosial yang
menjadi ukuran seseorang (bukan anggota kelompok tersebut) untuk
membentuk kepribadian dan perilakunya (Dharmmesta dan Handoko,
2000). Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000) kelompok referensi
ini juga mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembeliannya, dan
sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.
Engel, Kollet, dan Blackwell (1994) sendiri berpendapat bahwa
kelompok referensi remaja salah satunya adalah kelompok teman
sebaya, dimana tekanan konformitas dari kelompok benar-benar dapat
menimbulkan dampak pada keputusan pembelian produk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki selera dan keinginan yang berbeda,
meskipun begitu keluarga memainkan peranan terbesar dan terlama
dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia (Dharmmesta dan
Handoko, 2000).
II. Faktor-faktor internal.
a. Motivasi
Dharmmesta dan Handoko (2000) mengemukakan bahwa motif adalah
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motif-motif manusia dalam melakukan pembelian terdiri dari:
1) Motif pembelian primer dan selektif
Motif pembelian primer (primary buying motive) adalah motif
yang menimbulkan perilaku pembelian terhadap kategori-
kategori umum (biasa) pada suatu produk, seperti membeli
televisi atau pakaian (Dharmmesta dan Handoko, 2000).
Sedangkan motif pembelian selektif (selective buying motive)
adalah motif yang mempengaruhi keputusan tentang model dan
merek dari kelas-kelas produk, atau macam penjual yang
dipilih untuk suatu pembelian (Dharmmesta dan Handoko,
2000).
2) Motif rasional dan emosional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Motif rasional menurut Dharmmesta dan Handoko (2000)
adalah motif yang didasarkan pada kenyataan-kenyataan seperti
yang ditunjukkan oleh suatu produk kepada konsumen.
Berbeda dengan motif rasional, motif emosional adalah motif
pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi
individu, seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan,
kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan
(Dharmmesta dan Handoko, 2000).
b. Proses belajar
Belajar menurut Dharmmesta dan Handoko (2000) dapat didefinisikan
sebagai perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil akibat
adanya pengalaman. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi
apabila konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan,
atau sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan
oleh produk yang kurang baik (Dharmmesta dan Handoko, 2000).
c. Kepribadian dan konsep diri
Dharmmesta dan Handoko (2000) mendefinisikan kepribadian sebagai
organisasi dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang
mendasari perilaku individu. Menurut Hawkin, Coney, dan Bert (1980)
kepribadian sangat berpengaruh pada perilaku pengambilan keputusan
untuk membeli produk: minuman, mobil, warna pakaian, dan kegiatan
yang bersifat rekreasional. Sedangkan konsep diri menurut Theodore
M. New Combe (dalam Dharmmesta dan Handoko, 2000)
didefinisikan sebagai individu yang diterima oleh individu itu sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam kerangka kehidupannya dalam suatu masyarakat yang
menentukan. Dharmmesta dan Handoko (2000) berpendapat konsep
diri mempunyai implikasi dan aplikasi (penerapan) yang luas pada
perilaku konsumen.
d. Sikap
William G. Nickels (dalam Dharmmesta dan Handoko, 2000)
memberikan definisi dari sikap yang diterapkan pada pemasaran
sebagai suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap
penawaran produk dalam masalah-masalah yang baik ataupun kurang
baik secara konsekuen. Lebih jauh Engel, Kollet, dan Blackwell (1994)
menyatakan bahwa sikap merupakan keseluruhan evaluasi atau reaksi
perasaan positif dan negatif terhadap suatu produk yang didasarkan
pada pengalaman masa lalu, keadaan sekarang, dan harapan di masa
datang.
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumtif disampaikan oleh
Tuti Indra Fauziansyah (dalam Herawati, 2008) seorang Psikolog dari Iradat
Konsultan, yang mengungkapkan bahwa beberapa tahun belakangan ini, yang
dibangun oleh pemerintah adalah karakter masyarakat yang materialistis.
Menurutnya menjamurnya pusat perbelanjaan, kafe, dan tempat hiburan, membuat
orang jadi konsumtif, begitu pula perlakuan orang-orang yang terlibat
didalamnya. Perlakuan terhadap orang yang dipandang kaya akan berbeda dengan
perlakuan yang didapat oleh orang-orang kalangan menengah ataupun bawah.
Fauziansyah (dalam Herawati, 2008) menambahkan bahwa orang kaya atau
kalangan elite, sepertinya memang dianggap layak mendapatkan perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
istimewa, maka tak heran jika orang berlomba-lomba agar bisa masuk kalangan
tersebut, atau paling tidak terlihat demikian.
3. Aspek-Aspek Sikap Konsumtif
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa sikap konsumtif
adalah keadaan internal yang dapat mempengaruhi pilihan seseorang untuk
berperilaku yang boros dalam arti mengkonsumsi barang atau jasa yang
sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan cenderung tanpa batas dan
didasarkan pada pertimbangan yang tidak rasional, yaitu untuk memenuhi
keinginan dan prestise yang tergambar dari sebuah barang daripada pertimbangan
kebutuhan dan kegunaannya, serta tidak ada skala prioritas, juga dapat diartikan
sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah. Berdasarkan definisi tersebut maka
dapat terungkap mengenai aspek-aspek sikap konsumtif yang terdiri dari:
a. Boros
Perilaku konsumtif selalu ditandai dengan perilaku boros. Boros dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) didefinisikan sebagai
berlebihan memakai, mengeluarkan uang atau barang, tidak hemat.
Intinya boros adalah berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi barang
atau jasa yang sebenarnya kurang dibutuhkan atau bahkan tidak
dibutuhkan.
b. Tidak ada skala prioritas
Skala prioritas berarti kita mendahulukan untuk memenuhi kebutuhan
yang lebih mendesak terlebih dahulu. Gilarso (2004) menyatakan
bahwa kebutuhan pokok mesti dinomorsatukan karena perlu untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempertahankan hidup. Ia juga menambahkan bahwa untuk
kesejahteraan hidup, pemenuhan kebutuhan sekunder kerap kali tidak
kalah pentingnya dengan kebutuhan hidup dasar. Mendahulukan
kebutuhan sekunder hingga menyebabkan kebutuhan pokok menjadi
terabaikan atau tidak dapat terpenuhi berarti tidak adanya skala
prioritas.
c. Gaya hidup bermewah-mewah
Gaya hidup bermewah-mewah dapat diartikan sebagai gaya hidup
yang mementingkan kemewahan diatas segalanya. Misalnya saja lebih
mementingkan merek-merek mahal dan ternama dalam membeli
barang. Gaya hidup bermewah-mewah biasanya hanya bertujuan agar
dipandang oleh orang lain. Samuel Mulia (dalam Herawati, 2008)
seorang pengamat gaya hidup bahkan mengatakan bahwa orang kaya
zaman sekarang tidak ragu menyebut dirinya kaya raya. Menurutnya
hal ini berbeda dengan zaman dulu, orang enggan disebut kaya, karena
saat itu belum umum jika sebuah media mengekspos harta seseorang.
4. Perilaku Konsumtif Pada Remaja
Pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja (Tambunan,
2007), padahal pada usia tersebut seorang remaja cenderung berperilaku
konsumtif. Hal ini disebabkan karena remaja menurut Lina dan Rosyid (1997)
memiliki kecenderungan untuk meniru gaya hidup mewah dan perilaku yang
sedang mewabah di negara-negara maju. Selanjutnya menurut Tambunan (2007)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
remaja juga memiliki sifat suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung
boros dalam menggunakan uangnya.
Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Munandar
(2001). Menurutnya sifat remaja antara lain tidak berpikir hemat, kurang realistis,
dan juga impulsif. Remaja juga sangat memperhatikan trend mode dan
perkembangan teknologi sebab mereka tidak ingin dikatakan ketinggalan jaman
oleh teman-teman sebayanya. Munandar (2001) menulis remaja lebih banyak
tertarik pada ‘gejala mode’, terutama pada remaja putri dan bahkan belakangan ini
remaja putra pun mulai tertarik. Sifat-sifat remaja tersebut membuat mereka
memiliki kecenderungan untuk berperilaku konsumtif. Tidaklah mengherankan
apabila kemudian remaja banyak membeli barang hanya demi gengsi agar tidak
dikatakan kuno ataupun agar dipandang eksklusif oleh teman-temannya.
Wanita biasanya cenderung lebih konsumtif daripada pria. Lina dan
Rosyid (1997) menulis hal ini disebabkan konsumen wanita cenderung lebih
emosional, sedang konsumen pria lebih nalar. Remaja putri sendiri menurut
Munandar (2001) tidak mudah terbujuk penjual, lebih tertarik pada warna dan
bentuk bukan pada kegunaannya, mementingkan status sosial, senang hal-hal
romantis, mudah minta pendapat orang lain, kurang tertarik pada hal teknis
sebuah barang, senang belanja hingga sulit menentukan pilihan, dan cepat
merasakan suasana toko. Sifat-sifat remaja putri tersebut membuat banyak orang
yang menilai bahwa mereka lebih cenderung konsumtif daripada remaja putra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. SINETRON
1. Definisi
Sinetron adalah kependekan dari sinema elektronik (Wirodono, 2006).
Sinetron kerap kali disamakan dengan soap opera atau di Indonesia lebih dikenal
dengan opera sabun ataupun drama seri. Nama sinema elektronik sendiri
diberikan sebab sinetron memang ditayangkan di televisi yang merupakan salah
satu perangkat elektronik rumah tangga. Wirodono (2006) berpendapat bahwa
secara prinsip, sinetron tidak berbeda dengan sinema celleluoid, layar lebar, atau
bioskop, namun karena dari segi teknis dan karakter media peralatannya berbeda,
keduanya mesti dibedakan.
Masih menurut Wirodono (2006) keterbatasan lebar monitor televisi
beserta penempatannya di dalam rumah, membuat efek gambar yang dinikmati
harus pula mendapatkan penyiasatan tertentu, dari segi penikmatannya pun, baik
di rumah sendiri, di ruang tamu, maupun di ruang keluarga menonton sinetron
bisa jadi hanyalah salah satu dari sekian banyak perhatian dan peristiwa yang
berlangsung di sekitarnya. Sinetron juga diselingi oleh iklan, sedangkan film layar
lebar tentu saja ditayangkan tanpa iklan. Menurut Wirodono (2006) iklan bisa
menjadi faktor pengganggu dalam proses penikmatan program (dalam hal ini
sinetron). Kecuali, jika iklan memang hanya berfungsi untuk memberi
kesempatan pada penonton untuk mengalihkan saluran sembari menunggu
tayangan iklan lewat (Wirodono, 2006). Iklan pada sinetron biasanya akan
dimanfaatkan oleh penonton untuk melakukan kegiatan lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Sejarah Perkembangan Sinetron
Sinetron lahir tahun 1980-an di TVRI (Televisi Republik Indonesia).
Stasiun televisi milik pemerintah yang tidak menerima iklan ini adalah satu-
satunya stasiun televisi yang ada saat itu (“Sinetron: Rating”, 2001). TVRI pada
awalnya selain memutar paksa film-film layar lebar nasional, juga meproduksi
drama televisi (Wirodono, 2006). Menurut pendapat Wirodono (2006) migrasi
orang-orang film layar lebar ke dunia sinetron disebabkan oleh ketidaksiapan
dalam awal pertumbuhan dunia televisi kita. Inilah yang menyebabkan besarnya
pengaruh layar lebar terhadap sinetron, bukan hanya pada style atau gaya ungkap
dan pola penulisan skenario, melainkan juga pada penyutradaraan serta akting
pemerannya (Wirodono, 2006).
Sinetron semakin berkembang bersamaan dengan hadirnya lima
stasiun televisi swasta di Indonesia : RCTI, SCTV, TPI, ANTV dan Indosiar awal
tahun 1990-an, dimana saat itu terdapat regulasi yang mengharuskan setiap
stasiun televisi memproduksi program lokal lebih banyak dibandingkan program
non lokal (Sinetron: Rating, 2001). Sinetron menjadi unggulan program lokal dan
merajai prime time hampir semua stasiun televisi (“Sinetron: Rating”, 2001).
Selain regulasi tersebut pernah juga pada jaman Menteri Penerangan Harmoko,
ada banyak syarat untuk meluluskan sinetron yang berhak tayang karena harus
melalui izin prinsip yang dikeluarkan Deppen untuk skenario sinetron, seperti
tidak menunjukkan kekumuhan, perkelahian remaja, narkoba, dan larangan
prinsip seperti SARA dan politik (Wirodono, 2006).
Sinetron dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya ditayangkan
saat prime time, tetapi banyak juga ditayangkan pada jam-jam diluar itu, misalnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada pagi hari, siang, bahkan ada yang menayangkan sinetron saat hampir tengah
malam. Selain itu pernah juga berkembang trend sinetron yang ditayangkan ulang
sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore atau malam hari,
sepertinya hal ini termasuk strategi stasiun televisi untuk menghemat anggaran.
Strategi lainnya adalah memproduksi sendiri sinetron yang akan ditayangkan.
Strategi ini contohnya dilakukan oleh Indosiar, sehingga tidak perku membayar
mahal untuk membeli sinetron dari production house.
3. Tema Sinetron
Latar belakang sejarah sinetron yang mengungkap banyaknya
peraturan yang diberlakukan pada skenario sinetron, menurut Wirodono (2006)
menjadi penyebab dan pembenar alasan masing-masing PH untuk menggarap
tema-tema klasik, seperti cinta dengan pernik-perniknya, sehingga tema cinta
sejati, perselingkuhan, kesetiaan, dan penghianatan menjadi tema yang dominan.
Dilihat dari ceritanya sendiri, kebanyakan sinetron menggunakan resep yang
hampir sama yaitu persoalan cinta yang ruwet dengan intrik keluarga dan
perselingkuhan (Sinetron: Rating, 2001). Keadaan ini agak memprihatinkan sebab
menurut Budi Adji, yang juga Ketua Kompetisi (Komunitas Peduli Tayangan
Televisi), tayangan yang tergolong buruk diantaranya adalah sinetron bertema
selingkuhan dan khayalan belaka (Ikawati 2008).
Sinetron juga kerap kali menyoroti kehidupan masyarakat kota. Hal
tersebut dibenarkan oleh Wirodono (2006) yang menulis bahwa problem-problem
sosial ataupun kejiwaan yang dimunculkan lewat film-film seri, drama seri, atau
sinetron-sinetron (meski yang unggulan sekalipun) lebih sering merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
problem sosial-psikologis masyarakat kota. Problema masyarakat kota yang
sering diangkat oleh sinetron Indonesia selanjutnya memang lebih banyak
menyoroti kehidupan masyarakat kelas sosial atas yang seringkali menampilkan
kemewahan dan gaya hidup konsumtif.
Sinetron sebenarnya mengajarkan kita dengan hedonisme dan
mengajak kita untuk bermimpi tentang gaya hidup yang serba wah (“Sinetron
Indonesia”, 2006). Di tengah krisis ekonomi dan politik yang melanda,
kemewahan dalam sinetron menjadi hal yang biasa (“Sinetron: rating”, 2001).
Selanjutnya kehidupan keluarga dalam sinetron digambarkan sebagai keluarga
yang kaya raya, figur cantik dan tampan, perusahaan milik keluarga, rumah
mewah, mobil mewah, baju mahal, belanja berlebihan, restoran mewah,
handphone, merupakan atribut visual yang seolah menjadi keharusan
tanpa perduli dengan karakter tokoh yang dimainkan. (“Sinetron: rating”, 2001).
4. Kritik Terhadap Sinetron
Banyak sekali kritik yang ditujukan bagi sinetrron Indonesia. Salah
satunya mengenai orisinalitas ide cerita dan skenario sinetron. Entah disadari atau
tidak, sinetron yang mendominasi layar kaca di Indonesia sebenarnya merupakan
adaptasi (baca: jiplakan) dari berbagai tayangan drama yang populer di negeri
asalnya seperti Korea, Jepang, Taiwan, dan sebagainya (“Sinetron Indonesia”,
2006). Adaptasi tersebut ada yang memang mendapat lisensi sah dari pemilik
cerita aslinya, tetapi kebanyakan sama sekali tidak mengantongi ijin. Adaptasi ini
sepertinya dilakukan untuk menghemat dana dan tenaga, sebab menjiplak tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melibatkan unsur kreativitas, idealisme, risiko pasar, dan pengorbanan waktu dan
tenaga yang begitu besar (“Sinetron Indonesia”, 2006).
Sinetron juga seringkali dinilai tidak realistik dan berlebihan.
Maksudnya sinetron seringkali dianggap menampilkan kemewahan dan gaya
hidup konsumtif yang tidak masuk akal sehingga seringkali tampak berlebihan.
Selanjutnya sinetron juga mendapat kritik sebab dinilai menampilkan stereotip
bias gender dalam ceritanya. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah,
cengeng, tertindas, tidak mandiri dan tergantung laki-laki, sementara laki-laki
digambarkan sebagai sosok yang kuat, tegar, mempunyai kekuasaan, mandiri dan
melindungi (“Sinetron: Rating, 2001). Lukmantoro (2007) bahkan menyebut
bahwa sinetron cenderung merendahkan martabat perempuan.
Terakhir sinetron Indonesia juga menuai kritik mengenai bahasa
Indonesia yang digunakan. Sinetron seringkali dinilai tidak menggunakan bahasa
Indonesia yang baik. Tokohnya kadang dianggap terlalu sering menggunakan kata
umpatan atau makian. Sinetron juga dinilai masih banyak menampilkan adegan
kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan psikologis, sehingga
dikhawatirkan memberi dampak negatif bagi penontonnya terutama remaja dan
anak-anak. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Farida Hatta
Swasono (dalam Lukmantoro, 2007) bahkan menyesalkan sinetron dan film yang
dia anggap tidak membuat perempuan menjadi lebih pintar. Selanjutnya Ia juga
menilai sinetron dan film yang kebanyakan ditonton oleh perempuan, ibu, dan
anak, seringkali menampilkan kriminalitas dan tingkah laku yang kurang sopan
serta licik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Perilaku Menonton Sinetron Pada Remaja
Remaja saat ini menghabiskan hampir sebagian besar waktunya di
depan televisi sebab televisi merupakan media massa audio visual yang paling
murah dan mudah dijangkau, padahal acara televisi saat ini didominasi oleh
sinetron. Sinetron ditayangkan hampir disetiap stasiun televisi. Waktu penayangan
sinetron pun saat ini bukan hanya pada jam-jam tertentu saja, tetapi hampir di
setiap waktu baik pada pagi hari, siang, sore, maupun malam. Keadaan ini
membuat remaja Indonesia tidak memiliki alternatif tontonan lain yang beragam.
Hal tersebut membuat remaja menjadi penonton sinetron. Mereka
dapat mengikuti lebih dari satu judul sinetron setiap harinya. Remaja juga
berusaha untuk menonton sinetron setiap hari agar mereka tidak tertinggal untuk
mengetahui jalan ceritanya. Jalan cerita sinetron biasanya sangat panjang.
Menurut Lukmantoro (2007) sinetron selalu dibuat berdasarkan alur cerita berseri
yang sangat panjang. Lukmantoro (2007) juga menyebutkan bahwa penyelesaian
masalah dalam sinetron selalu ditunda-tunda. Hal tersebut selanjutnya akan
membuat emosi penonton menjadi bercampur antara apakah permasalahan dalam
cerita akan segera berakhir atau akan timbul permasalahan baru lagi (Lukmantoro,
2007).
Perilaku menonton sinetron ini menjadi diperkuat bila lingkungan
sekitar remaja juga melakukannya. Misalnya saja ketika sampai di sekolah
ternyata teman-temannya sedang membicarakan kelanjutan cerita suatu judul
sinetron. Ini akan membuat remaja menjadi lebih setia menonton sinetron, bahkan
yang tidak menonton pun bisa saja menjadi menonton agar tidak merasa tersisih
dari teman-temannya. Contoh lain misalnya bila anggota keluarga remaja juga ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menonton sinetron, maka ini juga dapat memicu remaja untuk menjadi
penonton sinetron.
Selanjutnya remaja akan memperhatikan tokoh-tokoh dalam sinetron
tersebut. Tidak menutup kemungkinan apabila remaja kemudian mengidolakan
tokoh tadi. Mereka kemudian membandingkan perilaku mereka dengan tokoh tadi
dan mulai meniru perilaku tokoh idola mereka. Apalagi bila teman-teman sebaya
mereka pun melakukan hal yang sama, maka remaja akan merasa tertinggal bila
tidak meniru tokoh sinetron idolanya.
Sinetron kebanyakan ditonton oleh remaja putri. Lukmantoro (2007)
menyebutkan bahwa sinetron sangat disukai oleh kaum perempuan, sehingga
sinetron memang sangat populer dikalangan perempuan. Selanjutnya Modleski
(dalam Lukmantoro, 2007) mengatakan perempuan sangat tertarik untuk
menonton opera sabun karena perempuan lebih dapat mengikuti narasi dengan
pola feminim daripada pria. Menurutnya opera sabun memang dibuat berdasarkan
cara berpikir dan perasaan yang dimiliki oleh perempuan.
C. HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI MENONTON SINETRON
DENGAN SIKAP KONSUMTIF PADA REMAJA
Sinetron seperti telah dijelaskan sebelumnya, umumnya menggarap
tema yang sama yaitu seputar percintaan, intrik keluarga, maupun perselingkuhan.
Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan sinetron remaja yang belakangan semakin
banyak beredar di televisi. Sinetron remaja tersebut biasanya merupakan hasil
adaptasi dari film seri luar negeri, maupun hasil adaptasi dari rubik-rubrik majalah
remaja. Sinetron remaja, seperti juga sinetron lainnya juga tetap menggarap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
konflik kehidupan masyarakat perkotaan kelas atas. Keadaan itu membuat
kebanyakan sinetron selalu menampilkan kemewahan dan gaya hidup kelas atas
yang cenderung konsumtif dan tidak masuk akal.
Fenomena sinetron yang demikian dapat menjadi contoh yang kurang
baik bagi remaja yang menontonnya. Apalagi sifat sinetron yang ditayangkan
setiap hari bahkan ada yang diulang dua kali dalam sehari, tentu saja membuat
remaja cenderung ingin menonton sinetron setiap hari untuk mengetahui
kelanjutan ceritanya. Padahal menurut Rakhmat (2001) perulangan pesan yang
berkali-kali ini dapat memperkokoh dampak media massa. Ia juga menulis
dampak ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan (consonance of
journalist), yang menyebabkan siaran berita cenderung sama, sehingga dunia
yang disajikan pada khalayak juga dunia yang sama. Rakhmat (2001) melanjutkan
bahwa pada akhirnya khalayak tidak mempunyai alternatif yang lain, sehingga
mereka membentuk persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya dari
media massa.
Hal yang sama juga berlaku pada sinetron. Keseragaman tema sinetron
membuat penonton tidak memiliki alternatif tontonan lain. Sinetron juga disiarkan
hampir setiap hari, maka tidak mengherankan apabila kemudian remaja menjadi
terbiasa melihat kemewahan dan barang-barang mahal yang digunakan tokoh
dalam sinetron, seperti tas dan sepatu bermerek yang tentu saja tidak murah,
handphone keluaran terbaru dengan berbagai teknologinya, mobil-mobil mewah,
dan aksesoris mahal yang dikenakan oleh pemain dalam sinetron.
Fenomena ini menjadi makin memprihatinkan karena sinetron-sinetron
saat ini lebih banyak menggunakan aktris-aktris muda yang tentu saja juga berusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
remaja. Aktris-aktris muda tersebut dengan kemewahan dan gaya hidup kelas atas
yang ditampilkan, dapat membuat remaja kemudian berpikir bahwa barang-
barang mewah dan gaya hidup kelas ataslah yang saat ini sedang tren.
Hal ini menjadi masalah ketika kemudian remaja menjadi ingin meniru
gaya hidup mewah yang ditampilkan aktris-aktris tersebut dalam sinetron, sebab
remaja pada dasarnya selalu ingin mengikuti perkembangan tren dan mudah
meniru adegan dalam sinetron yang menampilkan gaya hidup mewah tadi. Tidak
menutup kemungkinan apabila kemudian remaja menganggap tren dan gaya hidup
mewah yang ditampilkan dalam sinetron sebagai suatu hal yang penting, sebab
menurut Rakhmat (2001) media massa dapat mempengaruhi persepsi khalayak
tentang apa yang dianggap penting. Remaja juga dapat menjadikan aktris-aktris
sinetron tadi menjadi kelompok referensinya yang tentu saja akan mempengaruhi
perilaku remaja terutama perilaku membelinya, sebab kelompok referensi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku membeli seseorang.
Remaja yang ingin mengikuti perkembangan tren dan meniru perilaku
aktris-aktris dalam sinetron tadi, tentu saja menjadi ingin memiliki apa yang
dimiliki oleh para aktris tersebut. Misalnya, ketika ia melihat tokoh remaja dalam
sinetron pergi ke sekolah dengan membawa motor atau mobil mewah keluaran
terbaru, maka mereka akan meminta kepada orang tua mereka untuk dibelikan
motor atau mobil seperti yang digunakan tokoh dalam sinetron. Contoh lain ketika
tokoh tersebut menggunakan handphone keluaran terbaru sehingga membuat
teman-temannya kagum, maka remaja juga akan minta dibelikan handphone yang
sama padahal handphonenya sendiri juga masih bagus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keadaan tersebut dapat dijelaskan menggunakan teori peniruan. Teori
ini memandang seseorang sebagai individu yang secara otomatis cenderung
berempati dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan meniru perilakunya
(Rakhmat, 2001). Pertama kita membandingkan perilaku kita dengan orang yang
kita amati yang berfungi sebagai model (Rakhmat, 2001), kemudian kita mulai
meniru perilakunya. Rakhmat (2001) bahkan menulis bahwa melalui televisi,
orang meniru perilaku idola mereka, apalagi menurutnya televisi, film, dan komik
secara dramatis mempertontonkan perilaku fisik yang mudah dicontoh. Hal
tersebut didukung oleh Sinta Indra Astuti, MSi, dosen Unisba Bandung, dalam
www.entertainment.kompas.com, yang mengatakan bahwa remaja gampang
meniru setiap adegan yang ada didalam sinetron.
Remaja kemudian dapat menjadi boros demi memiliki barang-barang
yang mereka inginkan agar terlihat mirip tokoh sinetron idolanya. Remaja juga
dapat menjadi terbiasa hidup bemewah-mewah serta cenderung mudah membeli
barang karena keinginan dan mengesampingkan membeli barang yang sebenarnya
ia butuhkan. Saat inilah remaja menjadi terjebak dalan perilaku konsumtif. Tidak
menutup kemungkinan apabila kemudian orang tua sebagai sumber dana tidak
memiliki cukup dana untuk mewujudkan keinginan remaja. Hal inilah yang
menjadi masalah sehingga dapat menimbulkan konflik dalam keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. HIPOTESIS
Berdasarkan uraian sebelumnya maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
Ada hubungan yang positif antara frekuensi menonton sinetron dengan sikap
konsumtif pada remaja putri. Semakin tinggi frekuensi menonton sinetron pada
remaja putri, maka sikap konsumtifnya juga akan semakin tinggi. Sebaliknya,
semakin rendah frekuensi menonton sinetron, maka sikap konsumtifnya juga akan
semakin rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk
menemukan bagaimana hubungan antara dua variabel.
B. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas : frekuensi menonton sinetron
2. Variabel tergantung : sikap konsumtif
C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
1. Frekuensi Menonton Sinetron
Frekuensi menonton sinetron adalah tingkatan seberapa tinggi atau
seberapa sering seseorang itu menonton acara sinetron yang ditayangkan di
televisi. Frekuensi menonton sinetron ini akan diukur dengan menggunakan
angket. Agket akan berisi pertanyaan mengenai berapa jam subjek menonton
sinetron dalam seminggu. Subjek diminta untuk memilih salah satu dari alternatif
jawaban yang telah disediakan. Setiap alternatif jawaban berisi kisaran atau
rentang jumlah jam. Semakin tinggi jumlah jam menonton sinetron yang dipilih
subjek berarti frekuensi menonton sinetronnya semakin tinggi, dan sebaliknya
semakin rendah jumlah jam yang dipilih subjek berarti frekuensi menonton
sinetronnya juga semakin rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Sikap Konsumtif
Sikap konsumtif remaja adalah sikap remaja yang cenderung boros
dalam mengkonsumsi, tidak mempertimbangkan skala prioritas, dan lebih
mengutamakan kemewahan. Sikap konsumtif ini akan diukur dengan
menggunakan skala yang dibuat berdasarkan aspek-aspek sikap konsumtif, yaitu:
a. Boros
Boros adalah perilaku remaja yang berlebih-lebihan dalam hal jumlah,
baik itu dalam membeli maupun dalam menggunakan suatu barang,
misalnya tercermin dari keinginan remaja untuk membeli banyak
barang hanya sekedar untuk menambah koleksi, atau membeli banyak
barang hanya karena ada potongan harga, ataupun mengkonsumsi
barang dalam jumlah banyak melebihi jumlah yang ia butuhkan.
b. Tidak ada skala prioritas
Skala prioritas berarti selalu mendahulukan memenuhi kebutuhan yang
sifatnya merupakan kebutuhan pokok dan lebih mendesak untuk segera
dipenuhi, daripada memenuhi kebutuhan lain yang sifatnya kurang
dibutuhkan atau yang pemenuhannya bisa ditunda. Tidak adanya skala
prioritas berarti remaja tidak mempertimbangkan bahwa ia memang
sangat membutuhkan barang tersebut, tetapi lebih berdasarkan
pertimbangan karena ia menyukainya atau menginginkannya meskipun
ia tidak atau kurang membutuhkannya. Tidak adanya skala prioritas
juga dapat membuat remaja memutuskan untuk menunda untuk
membeli barang yang memang ia butuhkan atau menunda memenuhi
kebutuhan yang lebih penting. Perilaku ini tercermin ketika remaja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
misalnya menomorduakan untuk membeli barang-barang yang dapat
menunjang kuliahnya dan mendahulukan membeli barang yang kurang
ia butuhkan. Contoh lainnya adalah ketika remaja menunda membeli
sepatu yang dibutuhkannya dan lebih memilih membeli asesoris yang
kurang ia perlukan tetapi sangat disukainya.
c. Gaya hidup bermewah-mewah
Gaya hidup bermewah-mewah maksudnya remaja dalam
kehidupannya sehari-hari selalu ingin kelihatan mewah didepan orang
lain. Hal tersebut diwujudkan remaja dengan menjaga penampilannya
seperti menggunakan barang-barang yang kelihatan mewah, bermerek,
ataupun kelihatan mahal, dan juga dengan membeli barang hanya
karena barang tersebut terlihat mewah bukan karena mutu atau
kegunaannya.
Skor yang akan didapat dari skala sikap konsumtif akan menunjukkan
tinggi rendahnya sikap konsumtif remaja. Semakin tinggi skor yang didapat dari
skala, berarti remaja tersebut sikap konsumtifnya semakin tinggi, dan sebaliknya
semakin rendah skor yang didapat, berarti remaja tersebut semakin rendah sikap
konsumtifnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. SUBJEK PENELITIAN
Peneliti memilih subjek remaja putri yang bertempat tinggal dan
bersekolah di propinsi DI Yogyakarta dan berada pada usia remaja akhir. Batasan
usia remaja akhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah batasan usia remaja
akhir menurut Santrock (2003), yaitu diatas 15 tahun sampai dengan akhir usia
belasan atau awal usia 20 tahun. Remaja yang berada pada usia tersebut biasanya
telah dipercayai oleh orang tua mereka untuk mengelola sendiri keuangan mereka,
meskipun sumber dananya masih berasal dari orang tua. Keadaan tersebut
membuat remaja memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengatur sendiri
keuangannya tanpa banyak campur tangan dari orang tua.
Karakteristik lain adalah perilaku menonton iklan yang ditayangkan
selama acara sinetron berlangsung. Subjek yang digunakan adalah subjek yang
tidak memberi perhatian pada iklan atau tidak menonton iklan. Informasi
mengenai hal ini akan digali dari subjek dengan angket yang menanyakan apa
yang dilakukan subjek saat iklan muncul disela-sela sinetron. Subjek yang
datanya akan digunakan dalam penelitian ini adalah subjek yang memilih jawaban
memindahkan saluran televisi sampai iklan selesai atau memilih melakukan
kegiatan lain sambil menunggu iklan selesai. Subjek yang menjawab bahwa ia
menonton iklan sampai selesai, datanya tidak akan disertakan dalam proses
analisis. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan pengaruh iklan terhadap sikap
konsumtif subjek, sehingga sikap konsumtif yang akan diukur benar-benar hanya
dihubungkan dengan frekuensi menonton sinetron saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih secara sengaja
menyesuaikan dengan tujuan penelitian (Purwanto, 2008). Subjek sebagai sampel
dalam penelitian ini dipilih remaja putri yang bertempat tinggal dan bersekolah di
Yogyakarta dan berusia diatas 15 tahun sampai dengan awal 20 tahun, yang
biasanya duduk di bangku SMA atau kuliah semester awal. Subjek juga
merupakan penonton sinetron, tetapi tidak menonton iklan yang ditayangkan
selama sinetron berlangsung.
E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket frekuensi menonton sinetron dan skala sikap konsumtif.
Angket frekuensi menonton sinetron terdiri dari dua buah pertanyaan.
Pertanyaan pertama menanyakan jumlah jam atau berapa lama subjek menonton
sinetron dalam satu minggu. Pertanyaan dalam angket frekuensi menonton
sinetron tadi ditanyakan dalam kurun waktu satu minggu, bertujuan untuk
mengantisipasi apabila ada subjek yang tidak menonton sinetron setiap hari,
sehingga diharapkan dapat mempermudah subjek ketika mengisi angket. Subjek
diminta untuk memilih salah satu dari 9 alternatif jawaban yang telah disediakan.
Setiap alternatif jawaban berisi kisaran atau rentang jumlah jam. Pilihan jawaban
tersebut yaitu:
kurang dari 1 jam
1 – 3 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4 – 6 jam
7 – 9 jam
10 – 12 jam
13 – 15 jam
16 – 18 jam
19 – 21 jam
Lebih dari 21 jam
Semakin tinggi jumlah jam menonton sinetron yang dilakukan oleh
subjek, berarti semakin tinggi pula frekuensi menonton sinetronnya. Sebaliknya
semakin rendah jumlah jam menonton sinetron yang dilakukan oleh subjek,
berarti semakin rendah pula frekuensi menonton sinetronnya.
Pertanyaan kedua menanyakan apakah subjek menonton iklan yang
muncul pada saat sinetron berlangsung atau tidak. Subjek juga diminta untuk
memilih salah satu dari tiga alternatif jawaban. Pilihan jawaban tersebut terdiri
dari:
Menonton iklan tersebut.
Memindahkan saluran televisi ke stasiun lain sampai iklan selesai.
Melakukan kegiatan lain sambil menunggu iklan selesai.
Sikap konsumtif akan diukur dengan menggunakan skala sikap
konsumtif yang dibuat berdasarkan aspek-aspek yang telah dijelaskan
sebelumnya. Semakin tinggi skor yang didapat, berarti remaja tersebut memiliki
sikap konsumtif yang semakin tinggi pula, dan sebaliknya semakin rendah skor
yang diperoleh, berarti sikap konsumtif remaja tersebut juga semakin rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Aitem-aitem pernyataan dalam skala sikap konsumtif dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu favorable dan unfavorable. Atem-aitem favorable akan
dibuat berdasarkan aspek-aspek yang menunjukkan ciri perilaku konsumtif,
sedangkan aitem-aitem unfavorable akan dibuat berdasarkan aspek-aspek yang
tidak mencirikan perilaku konsumtif. Distribusi aitem-aitem dalam skala perilaku
konsumtif dapat dilihat pada blue print skala berikut ini:
Tabel I
Blue Print Skala Sikap Konsumtif
No. Aspek Nomor Aitem Jml Total
1 Boros Favorable 3, 8, 10, 14, 16,
20, 23, 26, 32, 37
10 20
Unfavorable 2, 6, 12, 18, 34,
42, 46, 47, 51, 59
10
2 Tidak ada skala Favorable 9, 11, 17, 27, 28,
38, 41, 45, 49, 50
10 20
prioritas Unfavorable 1, 4, 22, 30, 40,
43, 52, 53, 55, 58,
10
3 Gaya hidup Favorable 7, 13, 19, 21, 31,
33, 39, 48, 57, 60
10 20
Bermewah-mewah Unfavorable 5, 15, 24, 25, 29,
35, 36, 44, 54, 56,
10
Total 60 60
Skala yang digunakan adalah model skala likert dengan dua jenis
pernyataan, favorabel dan unfavorabel dan pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. PENGUJIAN ALAT UKUR
1. Pelaksanaan Uji Coba
Uji coba alat ukur yaitu angket frekuensi menonton sinetron dan skala
sikap konsumtif, dilaksanakan pada tanggal 21 sampai dengan tanggal 27 Agustus
2008. Pada saat uji coba ini peneliti meminta kepada 40 orang responden untuk
mengisi angket frekuensi menonton sinetron dan skala sikap konsumtif.
Responden pada uji coba ini sebagian besar merupakan mahasiswi berbagai
jurusan di Universitas Sanata Dharma dan beberapa orang pelajar SMA dan SMK
di Yogyakarta. Responden yang dipilih untuk uji coba adalah responden remaja
putri yang berusia 15 sampai dengan awal 20 tahun. Uji coba ini dilaksanakan di
lingkungan Kampus Universitas Sanata Dharma dan di kediaman responden.
2. Validitas
Skala sikap konsumtif diuji validitasnya sebelum digunakan dalam
proses pengambilan data. Validitas sendiri menurut Azwar (2000) adalah
ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Azwar
(2000) selanjutnya mengatakan bahwa validitas berarti sejauh mana skala itu
mampu mengukur atribut yang ia dirancang untuk mengukurnya.
Pertama, dilakukan pengujian terhadap validitas isi skala sikap
konsumtif dengan cara mengkonsultasikannya kepada dosen pembimbing. Isi
setiap aitem dicermati agar maknanya sesuai dengan definisi operasional aspek-
aspek sikap konsumtif dan juga dengan mengecek ulang agar tidak tumpang
tindih dengan aitem dari aspek lain. Kalimat pada setiap aitem juga dibuat dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahasa sederhana serta menghindari istilah-istilah asing agar mudah dimengerti
oleh responden.
Kedua, pengujian dilakukan terhadap validitas tampang skala. Kondisi
penampilan skala dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibaca dan agar
pengisiannya tidak menyulitkan responden. Pengujian validitas skala sikap
konsumtif menghasilkan skala dengan blue print seperti yang terlihat pada tabel I.
3. Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau
keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran
(Azwar, 2000). Reliabilitas skala sikap konsumtif akan diuji menggunakan
bantuan perangkat lunak komputer SPSS 15.0 for Windows dengan memakai
model koefisien Alpha Cronbach.
Uji reliabilitas skala sikap konsumtif menghasilkan nilai koefisien
Cronbach's Alpha sebesar 0,962. Nilai koefisien relibilitas tersebut mendekati 0,9
sehingga skala perilaku konsumtif dapat dinyatakan reliabel.
4. Daya Diskriminasi Aitem
Pengujian skala sikap konsumtif menghasilkan koefisien korelasi
aitem total yang bernilai antara 0,247 sampai dengan 0,759. Kemudian dengan
menggunakan nilai kritis untuk n=60 sebesar 0,312 ditentukan aitem-aitem yang
gugur. Hasilnya ada 6 butir aitem yang gugur dari 60 butir aitem yang
diujicobakan sehingga menyisakan 54 butir aitem yang sahih. Uji ini kemudian
dilanjutkan dengan menyeimbangkan jumlah aitem pada setiap aspek dengan
mengeluarkan 2 butir aitem dari aspek boros yang memiliki koefisien korelasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terendah yaitu aitem nomor 18 dan 51. Nomor butir-butir aitem yang gugur dan
dikeluarkan serta nomor aitem baru dapat dilihat pada tabel II dan III berikut ini:
Tabel II
Blue Print Skala Sikap Konsumtif Pada Saat Uji Coba
No. Aspek Nomor Aitem Jml Total1 Boros Favorable 3, 8, 10, 14, 16, 20,
23, 26, 32, 37 10 20
Unfavorable 2, 6, 12, 18**, 34, 42, 46, 47, 51**, 59
10
2 Tidak ada skala Favorable 9*, 11, 17, 27, 28, 38, 41, 45*, 49, 50
10 20
prioritas Unfavorable 1, 4, 22, 30, 40, 43, 52, 53, 55, 58,
10
3 Gaya hidup Favorable 7, 13*, 19, 21, 31, 33, 39, 48, 57*, 60
10 20
Bermewah-mewah Unfavorable 5, 15*, 24, 25, 29, 35, 36, 44*, 54, 56,
10
Total 60 60Keterangan:Tanda * = Nomor aitem yang gugur pada saat uji coba ** = Nomor aitem yang dikeluarkan
Tabel III
Blue Print Nomor Aitem Baru Setelah Uji Coba
No. Aspek Nomor Aitem Jml Total1 Boros Favorable 3, 8, 9, 12, 13, 16,
19, 22, 28, 33 10 18
Unfavorable 2, 6, 11, 30, 38, 40, 41, 51
8
2 Tidak ada skala Favorable 10, 14, 23, 24, 34, 37, 43, 44
8 18
prioritas Unfavorable 1, 4, 18, 26, 36, 39, 45, 46, 48, 50
10
3 Gaya hidup Favorable 7, 15, 17, 27, 29, 35, 42, 52
8 16
Bermewah-mewah Unfavorable 5, 20, 21, 25, 31, 32, 47, 49
8
Total 52 52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. METODE ANALISIS DATA
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
metode kuantitatif yang dilakukan dengan penghitungan statistik. Sebelumnya
akan dilakukan uji normalitas dan linearitas terhadap data penelitian, kemudian
baru akan diputuskan metode pengujian hipotesisnya apakah menggunakan
statistik parametrik atau nonparametrik. Semua analisis akan dilakukan dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS 15.00 for Windows.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 sampai dengan tanggal 13
September 2008 di lingkungan Kampus Universitas Sanata Dharma dan di
kediaman subjek. Sebanyak 66 orang subjek diminta untuk mengisi angket dan
skala. Hasilnya ada 6 orang subjek yang memilih untuk menonton iklan yang
ditayangkan selama sinetron berlangsung. Data keenam subjek tersebut tidak
diikutsertakan dalam proses analisis, sebab seperti yang telah dijelaskan pada bab
III subjek yang digunakan dalam penelitian adalah subjek yang tidak menonton
iklan atau memilih untuk memindahkan stasiun televisi sampai iklan selesai.
Sisanya sebanyak 60 orang subjek datanya digunakan dalam proses analisis.
B. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian yang mencakup mean, standar deviasi, nilai
maksimal dan minimal ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel IV
Deskripsi Data Skor Skala Sikap Konsumtif
Variabel N Min MaxMean
EmpirisSD
Empirisskor skala sikap konsumtif 60 60 148 104.03 16.070
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skala sikap konsumtif memiliki 52 aitem yang setiap aitemnya diberi
nilai 1, 2, 3, dan 4. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh skor minimal sebesar
52 (1×52) dan skor maksimal sebesar 208 (4×52). Skor mean teoritisnya
diperoleh 130 (52+208/2). Berdasarkan skor tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa nilai mean empiris lebih kecil daripada nilai mean teoritis
(104,03<130). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian
memiliki tingkat sikap konsumtif yang rendah.
Deskripsi data frekuensi menonton sinetron pada remaja putri dapat
dilihat pada tabel V berikut ini:
Tabel V
Deskripsi Data Frekuensi Menonton Sinetron
Frekuensi PersentasePersentase Komulatif
kurang dari 1 jam 12 20 201-3 jam 18 30 504-6 jam 12 20 707-9 jam 6 10 8010-12 jam 2 3.3 83.313-15 jam 6 10 93.316-18 jam 1 1.7 95lebih dari 21 jam 3 5 100Total 60 100
Tabel V menunjukkan bahwa sebagian besar subjek yaitu sebanyak
30% menonton sinetron selama 1-3 jam per minggunya, sedangkan 12 orang
subjek (20%) menonton sinetron selama 4-6 jam per minggu dan 12 orang
(20%) lagi menonton kurang dari 1 jam per minggunya. Jumlah subjek yang
persentasenya paling sedikit yaitu 1,7% menonton sinetron selama 16-18 jam
per minggu. Subjek yang frekuensi menonton sinetronnya paling tinggi yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih dari 21 jam perminggu sebanyak 3 orang atau 5% dari keseluruhan
subjek.
Deskripsi jenis dan lokasi sekolah dan universitas tempat subjek
menuntut ilmu dapat disaksikan pada tabel VI berikut ini:
Tabel VI
Deskripsi Sekolah Subjek
Sekolah FrekuensiSubjek
Persentase Persentase Komulatif
Akper Bethesda 2 3.3 3.3SMA Muhamadiyah Yk 3 5 8.3SMA Swasta Bantul 1 1.7 10SMA Swasta Yk 2 3.3 13.3SMAN Bantul 1 1.7 15SMAN Sleman 3 5 20SMAN Yk 23 38.3 58.3SMKN Yk 1 1.7 60USD 24 40 100Total 60 100
Subjek yang berasal dari Universitas Sanata Dharma berjumlah 24
orang atau 40% dari keseluruhan subjek, kemudian 23 orang atau 38,3%
subjek bersekolah diberbagai SMA Negeri yang berada di kota Yogyakarta.
Sisanya yaitu sebanyak 5% bersekolah di beberapa SMA Negeri yang
berlokasi di Sleman dan 5% lagi bersekolah di SMA Muhamadiyah yang
terletak di kota Yogyakarta. Subjek-subjek lain yaitu sebanyak 2 orang (3,3%)
bersekolah di Akper Bethesda dan di sebuah SMA Swasta di kota Yogyakarta,
sedangkan sisanya bersekolah di SMA Negeri dan swasta yang berlokasi di
Bantul serta di sebuah SMK Negeri di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terhadap data pada penelitian ini terdiri dari
uji normalitas dan uji linearitas. Hasil pengujian asumsi akan menjadi dasar
untuk memutuskan apakah pengujian hipotesis menggunakan statistik
parametrik atau nonparametrik (Purwanto 2008). Pelaksanaan kedua uji
tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 15.0 for Windows.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
penelitian berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan metode analisis Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian
normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel VII
Hasil Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov(a)Statistic df Sig.
jumlah jam menonton sinetron per minggu
.225 60 .000
skor skala sikapkonsumtif
.134 60 .009
Nilai signifikansi untuk jumlah jam menonton sinetron per
minggu sebesar 0,000 dan untuk skor skala sikap konsumtif sebesar 0,009.
Keduanya bernilai lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Menurut Purwanto
(2008) bila pengujian asumsi atas data sampel tidak dapat dipenuhi maka
pengolahan data tidak menggunakan statistika parametrik tapi
menggunakan statistika nonparametrik, oleh karena itu pengujian hipotesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nantinya akan dilakukan dengan menggunakan metode statistika
nonparametrik.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah kedua variabel dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linear
atau tidak. Hasil pengujian linearitas pada penelitian ini dapat disimak
pada tabel VIII berikut ini:
Tabel VIII
Hasil Uji Linearitas
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
skor skala sikapkonsumtif * jumlah jam menonton sinetron per minggu
Between Groups
(Combined)
4107.350 7 586.764 2.742 .017
Linearity 1339.865 1 1339.865 6.261 .016Deviation from Linearity
2767.485 6 461.247 2.155 .062
Within Groups 11128.583 52 214.011Total 15235.933 59
Nilai signifikansi linearity sebesar 0,016, karena nilai
signifikansi lebih kecil daripada 0,05 (0,016<0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa antara variabel sikap konsumtif dan frekuensi
menonton sinetron terdapat hubungan yang linear.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Uji Hipotesis
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya pengujian hipotesis pada
penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan statistika nonparametrik.
Hal ini disebabkan uji normalitas data menghasilkan kesimpulan bahwa data
tidak berdistribusi normal, padahal syarat menggunakan statistika parametrik
adalah datanya berdistribusi normal, oleh karena itu penelitian ini
menggunakan statistika nonparametrik. Menurut Singgih (2005) hal ini adalah
kelebihan statistika nonparametrik yaitu bisa digunakan pada data yang tidak
bisa diproses dengan prosedur parametrik.
Penggunaan statistika nonparametrik dalam penelitian korelasi dapat
dilakukan menggunakan beberapa cara: koefisien kontingensi, koefisien
korelasi rank spearman, atau koefisien korelasi rank Kendall (Siegel, dalam
Purwanto, 2008). Penelitian ini akan menggunakan uji hipotesis dengan
koefisien korelasi Spearman. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel IX
berikut:
Tabel IX
Hasil Uji Hipotesis
jumlah jam menonton
sinetron per minggu
skor skala sikap
konsumtifSpearman's rho
jumlah jam menonton sinetron per minggu
Correlation Coefficient1.000 .354(**)
Sig. (2-tailed) . .006N 60 60
skor skala sikapkonsumtif
Correlation Coefficient.354(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .006 .N 60 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada tabel IX terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,354
dengan signifikansi 0,006. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil daripada 0,05
(0,006<0,05) yang berarti hipotesis penelitian ini diterima, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara kedua variabel, atau dengan kata lain
ada hubungan antara frekuensi menonton sinetron dengan sikap konsumtif.
Koefisien korelasi hasil uji hipotesis bernilai positif. Hal ini berarti hubungan
diantara kedua variabel, yaitu variabel frekuensi menonton sinetron dan
variabel sikap konsumtif memiliki hubungan yang positif. Semakin tinggi
frekuensi menonton sinetron maka sikap konsumtif juga akan semakin tinggi
dan sebaliknya.
Koefisien korelasi sebesar 0,354 berada diantara 0,2 – 0,4, menurut
Young (dalam Trihendradi, 2008) berarti juga menunjukkan derajat hubungan
yang rendah. Koefisien determinasi (r2) diperoleh dengan mengkuadratkan
nilai r yang menghasilkan skor sebesar 0,125 (0,354²). Koefisien determinasi
ini menunjukkan besarnya sumbangan yang diberikan variabel bebas terhadap
variabel tergantung, maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi menonton
sinetron memberikan sumbangan sebesar 0,125 atau 12,5% terhadap sikap
konsumtif remaja putri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. PEMBAHASAN
Uji hipotesis yang telah dilakukan sebelumnya, menghasilkan
koefisien korelasi (r) sebesar 0,354. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
diterima. Hal ini berarti memang ada hubungan yang positif antara variabel
frekuensi menonton sinetron dengan variabel sikap konsumtif pada remaja putri.
Semakin tinggi frekuensi menonton sinetron maka sikap konsumtif juga akan
semakin tinggi dan sebaliknya, semakin rendah frekuensi menonton sinetron pada
remaja putri maka sikap konsumtifnya juga akan semakin rendah. Hasil ini sejalan
dengan teori peniruan (modeling theories) yang telah disampaikan sebelumnya.
Teori peniruan ini memandang seseorang sebagai individu yang secara
otomatis cenderung berempati dengan perasaan orang-orang yang diamatinya dan
meniru sikapnya (Rakhmat, 2001). Pertama kita membandingkan sikap kita
dengan orang yang kita amati yang berfungi sebagai model (Rakhmat, 2001),
kemudian kita mulai meniru sikapnya. Rakhmat (2001) bahkan menyatakan
bahwa melalui televisi, orang meniru sikap idola mereka, apalagi menurutnya
televisi, film, dan komik secara dramatis mempertontonkan sikap fisik yang
mudah ditiru.
Televisi yang dalam penelitian ini diamati melalui sinetron, selalu
mempertontonkan tema yang seragam, yaitu lebih sering menggarap tema
kehidupan masyarakat kota dan kelas sosial atas, selalu mengumbar kemewahan
duniawi, dan mengandung unsur kapitalis. Tema-tema itulah yang ditonton dan
ditiru oleh remaja sehingga tidak menutup kemungkinan dapat membuat remaja
menjadi konsumtif. Pertama remaja akan mengamati sikap konsumtif yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditampilkan oleh tokoh-tokoh dalam sinetron, kemudian mereka mulai meniru
sikap konsumtif tokoh sinetron idola mereka tadi. Keadaan tersebut juga didukung
oleh sifat remaja yang menurut Sinta Indra Astuti, MSi, dosen Unisba Bandung,
masih sangat rentan terhadap siaran berbagai media, terutama sinetron, apalagi
mereka belum memiliki bekal yang cukup untuk mengkritisi sebuah produk
seperti sinetron dan gampang meniru setiap adegan yang ada didalam sinetron
(”Sinetron Remaja”, 2008).
Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek
penelitian yaitu sebanyak 70% hanya menonton sinetron dibawah 6 jam setiap
minggunya. Data penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi
menonton sinetron pada subjek yang sudah kuliah (3,25) lebih tinggi daripada
rata-rata menonton sinetron pada subjek yang masih duduk di bangku sekolah
menengah (3,05). Hal tersebut mengindikasikan bahwa subjek remaja putri yang
sudah kuliah menonton sinetron lebih sering daripada remaja putri yang masih
duduk di bangku sekolah menengah atas.
Data penelitian juga mendukung kesimpulan yang telah disampaikan
sebelumnya bahwa ada hubungan yang positif antara variabel frekuensi menonton
sinetron dengan variabel sikap konsumtif, yang berarti semakin rendah frekuensi
menonton sinetron pada remaja putri maka sikap konsumtifnya juga akan semakin
rendah. Data penelitian menunjukkan bahwa frekuensi menonton sinetron pada
subjek tergolong cukup rendah, yaitu hanya dibawah 6 jam setiap minggunya. Hal
tersebut tampaknya menjadi penyebab rendahnya sikap konsumtif subjek.
Rendahnya sikap konsumtif tersebut tercermin dari hasil nilai mean empiris yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih kecil daripada nilai mean teoritis (104,03<130), yang berarti bahwa rata-rata
subjek penelitian memiliki tingkat sikap konsumtif yang rendah.
Skor koefisien korelasi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar
0,354 menunjukkan derajat hubungan yang rendah antara variabel frekuensi
menonton sinetron dan variabel sikap konsumtif. Sumbangan yang diberikan oleh
variabel frekuensi menonton sinetron terhadap sikap konsumtif remaja putri pun
tergolong cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,125 atau 12,5%. Hal ini berarti
frekuensi menonton sinetron hanya memberi sedikit sumbangan terhadap sikap
konsumtif remaja.
Sumbangan frekuensi menonton sinetron yang cukup rendah tadi dan
derajat korelasi yang juga tergolong rendah, dapat menggambarkan bahwa
frekuensi menonton sinetron hanya merupakan sebagian kecil saja dari berbagai
hal yang mempengaruhi sikap konsumtif. Selain itu frekuensi menonton sinetron
pada penelitian ini hanya dilihat dari lamanya subjek menonton sinetron setiap
minggunya. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan penelitian. Data mengenai
jenis sinetron apa yang ditonton oleh subjek, kapan saja waktu menonton, serta
apakah subjek benar-benar mengikuti jalan cerita sinetron yang ia tonton belum
diungkap pada penelitian ini. Pilihan jawaban frekuensi menonton sinetron pada
angket pun hanya terbatas sampai diatas 21 jam. Data-data tersebut sangat penting
untuk mengungkap mengenai intensitas menonton sinetron, sebab data frekuensi
saja kurang dapat mengungkap seberapa intens subjek menonton sinetron. Oleh
sebab itu data-data tersebut harus diungkap apabila ingin mengetahui seberapa
jauh intensitas menonton sinetron mempengaruhi sikap konsumtif. Data mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
frekuensi saja, belum cukup memadai untuk mengetahui indikator yang
kemungkinan mempengaruhi sikap konsumtif.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa
frekuensi menonton sinetron bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi
sikap konsumtif, tetapi masih banyak faktor lain yang juga mempengaruhi sikap
konsumtif dan perlu untuk dipertimbangkan seperti kebudayaan, kelas sosial,
kelompok sosial, dan kelompok referensi, keluarga, motivasi, proses belajar,
kepribadian, serta konsep diri. Oleh karena itu sebaiknya dalam membahas sikap
konsumtif perlu juga untuk mempertimbangkan keseluruhan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap konsumtif dan bukan hanya menyorotinya dari salah satu
faktor saja.
Kesimpulan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Evanita, Afnidarti, dan Armida. Mereka meneliti pengaruh terpaaan iklan televisi
terhadap sikap konsumtif ibu rumah tangga di kota Padang. Penelitian tersebut
berkesimpulan bahwa sikap konsumtif ibu rumah tangga tidak hanya dipengaruhi
oleh variabel iklan saja, melainkan juga dipengaruhi oleh variabel diluar iklan
yang melekat pada pemirsa. Lebih jelas lagi penelitian ini mencapai kesimpulan
bahwa iklan televisi, model iklan televisi, repetisi iklan televisi, motivasi, umur,
pendidikan, pendapatan, dan kelompok acuan secara bersama-sama berpengaruh
terhadap sikap konsumtif ibu rumah tangga.
Faktor-faktor lain yang belum dipertimbangkan di dalam penelitian ini
juga merupakan salah satu keterbatasan penelitian. Subjek penelitian yang hanya
diambil di kota Yogyakarta dan adanya heterogenitas sekolah subjek juga
merupakan keterbatasan penelitian ini. Seperti yang dapat dilihat pada tabel VI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
subjek berasal dari jenis sekolah yang berbeda-beda, ada yang berasal dari SMK,
Akper, maupun sekolah swasta dan negeri. Meskipun sama-sama berasal dari kota
Yogyakarta, tetapi heterogenitas sekolah subjek menyebabkan subjek memiliki
latar belakang yang berbeda-beda, baik itu dalam hal pergaulan, pendidikan, dan
juga motivasi belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara frekuensi
menonton sinetron dengan sikap konsumtif pada remaja putri.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran bagi
peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai konsumtivitas, yaitu
untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif
ketika melakukan penelitian dengan menggali informasi sebanyak mungkin dari
subjek. Disarankan juga untuk meneliti faktor lain yang mempengaruhi perilaku
konsumtif, tetapi belum pernah diteliti sebelumnya. Sebaiknya peneliti
selanjutnya mempertimbangkan untuk menggunakan alat ukur maupun metode
penelitian lain selain yang digunakan dalam penelitian ini ketika ingin meneliti
mengenai sikap maupun perilaku konsumtif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis R. (2002). Attitudes and Related Psychosocial Constructs: Theories, Assessment, and Research. London: Sage Publications.
Anggarasari, Rina Ekaningdyah. (1997). Hubungan tingkat religiusitas dengan sikap konsumtif pada ibu rumah tangga. Psikologika, 4, 15-20.
Azwar, Saifuddin. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bauer, Gabrielle. (2005, September). Awas serangan iklan!. Reader’s Digest Indonesia, 57-62.
Dewasa muda menonton paling sedikit. (2008, Agustus). AGB Nielsen Newsletter, 24, 1-2. Dipungut 18 November, 2008 dari http://cs.agbnmr.com.
Dharmmesta, Drs. Basu Swastha & Handoko, Drs. T. Hani. (2000). Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Evanita, S., Afnidarti, A. R., Armida. S. (tanpa tahun). Pengaruh Terpaan Iklan Televisi Terhadap Perilaku Konsumtif Ibu Rumah Tangga di Kota Padang Sumatera Barat. Dipungut Juli, 2008, dari http://menegpp.go.id.
Gilarso, T. (1986). Ekonomi Indonesia Sebuah Pengantar jilid I. Yogyakarta: Kanisius.
Gilarso, T. (2004). Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: Kanisius.
Herawati, Prillia. (2008, 28 Februari-5 Maret). Rela ngutang demi tampil gaya. Femina, No. 09/XXXVI, 42-46.
Ikawati, Yuni. (2008, Agustus 6). Menangkal “racun” di TV anda. Kompas, 14.
Konsumtifisme Memancing Kriminalitas. (2008, Agustus 6). Kompas. 1, 15.
Lina & Rosyid, Haryanto F. (1997). Perilaku konsumtif berdasar locus of controlpada remaja putri. Psikologika, 4, 5-13.
Lukmantoro, Triyono. (2007, Oktober 29). Sinetron, Market Disciplining, And Women Utopia. Dipungut 16 Agustus, 2008, dari http://www.menegpp.go.id.
Muizzudin. (1997). Studi diskriptif frekuensi tayangan erotis siaran televisisebagai simulator erotika dan penggunaan durasi waktu menonton televisi pada pemuda dan pemudi di pedesaan: Studi kasus di Kabupaten Dati II Blitar. Dipungut 15 November, 2008, dari http://digilib.itb.ac.id.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri Dan Organisasi. Tangerang: Universitas Indonesia (UI-Press).
Nainggolan, Nancy. (2008). Mencermati Pola Menonton TV Anak Dan Remaja. Dipungut 15 November, 2008, darihttp://indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com
Purwanto, M.Pd. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi Dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saatnya Diet Menonton Televisi. (2008, Mei). Dipungut 15 November, 2008, dari http://buntomijanto.wordpress.com.
Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito W. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sayang Anak, Sayang Anak!. (2005, September). Reader’s Digest Indonesia, 60-61.
Sembiring, JJ Amstrong. (2007, Juli 19). Budaya Konsumerisme. Dipungut Juli, 2008, dari http://indowarta.com.
Sinetron Berseri TV Indonesia Banyak Yang Tidak Mendidik Bikin Ketagihan. (2007, Agustus 17). Dipungut 16 Agustus, 2008, dari http://organisasi.org.
Sinetron Indonesia Dan Pembodohan. (2006, Desember 27). Dipungut 16 Juli, 2008, dari http://nofieiman.com/2006/12/sinetron-indonesia-dan-pembodohan/.
Sinetron: Rating, Mimpi Dan Perempuan. (2001, April-Juni). Dipungut 16 Juli, 2008, dari http://www.insideindonesia.org/edit66/sinetron.htm.
Sinetron Remaja Masih Tetap Buram. (2008, Februari 20). Dipungut 16 Agustus, 2008, dari http://entertainment.kompas.com.
Singgih, Santoso. (2005). Seri Solusi Bisnis Berbasis Teknologi Informasi: Menggunakan SPSS Untuk Statistika Nonparametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sugiyatma & Wahyuni, Sri. (2006). Pencegahan perilaku anak dan remaja dari pengaruh negatif tayangan televisi. Media Informasi Penelitian, 188, 389-400.
Rakhmat, Drs. Jalaluddin. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tambunan S. Psi, Raymond. (2007, April 6). Remaja Dan Perilaku Konsumtif. Dipungut 16 Juli, 2008, dari http://kajiangemanusa.blogspot.com.
Team Pustaka Phoenix. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix.
Televisi Dan Komputer Ganggu Perkembangan Anak. (2008, 18 Februari). Dipungut 16 Juli, 2008, dari www.kompas.com
Trihendradi, C. (2008). Langkah Mudah Menguasai Analisis Statistik Menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Widiastuti, Retno. (2003, Maret 17). Konsumerisme Vs Konsumtivisme Martabat Perempuan Sebagai Konsumen. Dipungut Juli, 2008, dari http://www2.kompas.com.
Wirodono, Sunardian. (2006). Matikan TV-Mu. Yogyakarta: Resist Book.
Yuliana, Fitri. (2006). Perilaku konsumtif terhadap barang yang berdiskon pada remaja putri. Abstrak dipungut 18 November, 2008, dari http://library.gunadarma.ac.id.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKALA UJI COBA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Informasi Pribadi:
Usia : ________ tahun.
Sekolah/Universitas : ________________
Petunjuk Pengisian:
Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda silang (×) pada kotak
jawaban yang tersedia:
Dalam satu minggu, berapa jam Anda menonton sinetron yang ditayangkan di
televisi?
kurang dari 1 jam 13 – 15 jam
1 – 3 jam 16 – 18 jam
4 – 6 jam 19 - 21 jam
7 – 9 jam lebih dari 21 jam
10 – 12 jam
Ketika Anda sedang menonton sinetron dan kemudian muncul tayangan iklan,
apa yang biasanya Anda lakukan?
Menonton iklan tersebut.
Memindahkan saluran televisi ke stasiun lain sampai iklan selesai.
Melakukan kegiatan lain sambil menunggu iklan selesai.
Petunjuk Pengisian:
Berikut ini terdapat pernyataan-pernyataan. Bacalah setiap pernyataan dengan
seksama. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (×) pada
salah satu jawaban yang tersedia. Pilihan jawaban yang dapat Anda pilih yaitu:
SS, apabila pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan diri Anda.
S, apabila pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan diri Anda.
TS, apabila pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan diri Anda.
STS, apabila pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan diri
Anda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setiap jawaban yang Anda berikan akan dianggap benar, maka jawablah setiap
pernyataan sesuai dengan keadaan diri Anda yang sebenarnya. Identitas yang
Anda berikan akan dirahasiakan.
SS S TS STS
1. Saya lebih memilih menabung
daripada membelanjakan uang saya
untuk membeli sesuatu yang kurang
saya butuhkan.
2. Ketika saya berbelanja, saya selalu
membatasi jumlah barang yang
saya beli.
3. Saya suka membeli berbagai
macam barang sekedar untuk
menambah koleksi saya.
4. Saya lebih memilih membeli buku
yang dapat menunjang
kuliah/sekolah daripada membeli
sebuah novel.
5. Barang-barang yang terkesan
mewah menurut saya tidak penting,
yang lebih penting adalah mutu dan
fungsinya.
6. Saya selalu membatasi jumlah
pembelian yang saya lakukan setiap
bulannya.
SS S TS STS
7. Saya tidak keberatan membeli
sepatu mahal yang sedang trend
saat ini.
8. Seringkali saya kembali ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebuah toko yang sedang
mengadakan cuci gudang untuk
membeli lebih banyak barang.
9. Saya sering berbelanja
menggunakan uang yang
seharusnya saya gunakan untuk
membayar kuliah/sekolah.
10. Saya sudah memiliki banyak tas,
tetapi saya sering tidak bisa
menahan diri untuk tidak membeli
beberapa tas lagi yang sangat saya
sukai.
11. Saya sering membeli diluar
rencana seperti membeli baju, tas,
atau sepatu yang sedang turun
harga.
SS S TS STS
12. Ketika menemukan beberapa baju
yang sangat saya sukai, saya
dapat menahan diri untuk tidak
membeli semuanya sekalipun ada
potongan harga di toko tersebut.
13. Saya selalu ingin mengganti
handphone saya dengan seri yang
lebih baru agar saya tidak terlihat
kuno.
14. Ketika saya pergi ke pameran
buku, saya akan membeli banyak
buku yang menarik meskipun
saya tidak tahu kapan akan
membacanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15. Jika saya membeli laptop, itu
dikarenakan saya memang sangat
membutuhkannya untuk
mengerjakan tugas
kuliah/sekolah.
16. Saya senang membeli barang
dalam jumlah banyak.
SS S TS STS
17. Seringkali uang yang diberikan
orang tua untuk membeli buku
teks kuliah/sekolah saya gunakan
untuk keperluan lain yang
sebenarnya kurang saya butuhkan.
18. Saya tidak pernah membeli
barang dalam jumlah berlebih
sekali pun saya sangat menyukai
barang tersebut.
19. Memiliki laptop itu penting sebab
membuat penampilan saya terlihat
lebih keren.
20. Ketika menemukan beberapa
barang yang saya sukai, saya akan
membelinya dalam jumlah lebih,
sebab jika tidak terpakai saya bisa
memberikannya kepada teman
atau saudara.
21. Saya merasa senang saat ada
teman yang memuji barang-
barang yang saya kenakan.
SS S TS STS
22. Setiap menerima uang dari orang
tua, saya akan menggunakannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk membeli perlengkapan
kuliah/sekolah dulu sebelum saya
membelanjakannya untuk
membeli barang lain.
23. Saya senang membeli dan
menyimpan banyak barang,
karena saya senang mempunyai
banyak pilihan.
24. Menurut saya untuk menunjung
penampilan cukup dengan
menjaga kerapihan dan
kebersihan, tidak perlu
menggunakan barang yang
terkesan mahal.
25. Saya malas membeli sepatu mahal
yang sedang trend saat ini sebab
saya belum membutuhkan sepatu
baru.
SS S TS STS
26. Saya tidak pernah membatasi
pembelian yang saya lakukan
dalam satu bulan.
27. Ketika mendapat uang dari orang
tua, saya langsung membeli
barang-barang yang saya sukai,
sehingga seringkali saya harus
meminta uang lagi kepada orang
tua untuk membeli buku
kuliah/sekolah yang saya
perlukan.
28. Saya tetap akan membeli sepatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sangat saya sukai, meskipun
saya tahu uang saya sebenarnya
hanya tersisa untuk membeli buku
teks kuliah/sekolah yang saya
butuhkan.
29. Saya tetap percaya diri meskipun
barang-barang yang saya kenakan
tampak sederhana.
SS S TS STS
30. Menurut saya, saya selalu bisa
mendahulukan membeli barang-
barang yang saya butuhkan
sebelum membeli barang lainnya.
31. Penampilan sebuah barang sangat
penting bagi saya, sehingga
meskipun harganya mahal saya
tetap akan membelinya.
32. Semakin banyak barang yang
saya beli saat berbelanja,
membuat saya merasa semakin
puas.
33. Ketika mengenakan barang-
barang bermerek terkenal, saya
merasa lebih percaya diri.
34. Setiap mau belanja biasanya saya
membuat daftar barang yang saya
butuhkan, sehingga saya terhindar
dari membeli terlalu banyak
barang yang tak perlu.
SS S TS STS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35. Saya tidak memerlukan barang-
barang tertentu untuk membuat
saya percaya diri dengan
penampilan saya.
36. Bagi saya yang paling penting
dari sebuah barang adalah
fungsinya bukan penampilannya.
37. Ketika ada potongan harga di
sebuah toko, saya akan membeli
sebanyak mungkin barang yang
saya inginkan.
38. Saya membutuhkan sepatu untuk
kuliah/sekolah, tetapi
sesampainya di toko ternyata ada
celana panjang yang turun harga
sehingga saya memutuskan untuk
membeli celana saja.
39. Membeli perhiasan penting bagi
saya, sebab perhiasan membuat
penampilan saya menjadi lebih
menarik.
SS S TS STS
40. Alasan saya membeli sesuatu
biasanya karena saya
membutuhkannya, bukan hanya
karena saya menginginkannya.
41. Seringkali saya membeli baju, tas,
atau sepatu untuk menambah
koleksi, padahal saya belum
membeli barang keperluan
kuliah/sekolah.
42. Menurut saya, saya tidak pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berlebihan dalam membeli sebuah
barang.
43. Saya selalu mendahulukan
kebutuhan-kebutuhan yang
mendesak sebelum menggunakan
uang saya untuk keperluan yang
lain yang kurang penting.
44. Saya tidak pernah memaksakan
diri untuk membeli barang
tertentu hanya sekedar untuk
membuat teman saya kagum.
SS S TS STS
45. Ketika barang yang sangat saya
sukai turun harga, saya akan tetap
membelinya meskipun harus
menggunakan uang yang
seharusnya saya gunakan untuk
membayar kuliah/sekolah.
46. Saya selalu bisa menahan diri
untuk tidak membeli barang yang
saya sukai dalam jumlah yang
terlalu banyak.
47. Ketika ada potongan harga di
sebuah toko, saya tidak pernah
membeli barang terlalu banyak.
48. Membeli asesoris yang agak
mahal demi menunjang
penampilan tidak menjadi
masalah bagi saya.
49. Saya lebih memilih mengganti
handphone saya dengan seri yang
lebih baru daripada membeli buku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
teks kuliah/sekolah.
SS S TS STS
50. Saya lebih senang menggunakan
uang saya untuk membeli sepatu
yang saya sukai daripada untuk
memperbaiki komputer yang saya
perlukan untuk membuat tugas.
51. Saya tidak pernah membeli
barang melebihi jumlah yang saya
butuhkan setiap bulannya.
52. Ketika berbelanja saya selalu
mendahulukan membeli barang-
barang yang saya butuhkan.
53. Saya lebih memilih menggunakan
uang saya untuk memperbaiki
komputer yang saya perlukan
untuk membuat tugas, daripada
menggunakannya untuk
menambah koleksi sepatu saya.
54. Meskipun saya tidak
menggunakan barang-barang
bermerek terkenal saya tetap
percaya diri.
SS S TS STS
55. Saya tidak keberatan menunda
membeli baju baru, sebab bulan
ini saya harus membeli buku teks
kuliah/sekolah.
56. Ketika teman saya
membanggakan handphone
barunya yang dilengkapi
teknologi terkini, saya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terpengaruh untuk ikut
membelinya.
57. Saya merasa kurang percaya diri
apabila barang-barang yang saya
kenakan tampak terlalu
sederhana.
58. Saya selalu membuat anggaran
belanja setiap bulan agar semua
kebutuhan saya dapat terpenuhi.
59. Saya tidak senang membeli
barang dalam jumlah banyak.
SS S TS STS
60. Saya tidak keberatan membeli tas
bermerek demi untuk menunjang
penampilan saya.
Periksa kembali semua jawaban Anda jangan sampai ada yang terlewat.
- Terima kasih Anda telah mengisi kuesioner ini –
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Reliability
Case Processing Summary
N %Cases Valid 40 100.0
Excluded(a) 0 .0Total 40 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on Standardized Items
N of Items
.962 .964 52
Item-Total Statistics(sebelum pengguguran item)
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlatio
n
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
item1 112.75 571.167 .490 . .960item2 112.73 572.666 .543 . .960item3 112.53 565.948 .490 . .960item4 112.73 574.563 .369 . .960item5 113.10 564.092 .741 . .959item6 112.58 565.430 .669 . .959item7 112.68 565.507 .561 . .959item8 112.38 570.446 .437 . .960item9 113.33 580.840 .247 . .960item10 112.65 566.900 .607 . .959item11 112.20 565.344 .512 . .960item12 112.65 575.977 .418 . .960item13 112.73 578.922 .269 . .961item14 112.65 569.054 .547 . .959item15 113.03 580.743 .250 . .960item16 112.85 572.438 .593 . .959
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
item17 112.98 572.794 .411 . .960item18 112.68 580.840 .351 . .960item19 112.88 578.317 .407 . .960item20 112.88 574.625 .544 . .960item21 111.88 573.753 .403 . .960item22 112.83 564.661 .700 . .959item23 112.33 575.661 .402 . .960item24 113.03 571.410 .601 . .959item25 112.78 560.846 .734 . .959item26 112.48 572.410 .511 . .960item27 112.58 566.969 .596 . .959item28 112.95 573.946 .535 . .960item29 113.05 572.408 .603 . .959item30 112.95 571.177 .591 . .959item31 112.78 566.179 .569 . .959item32 112.90 565.477 .757 . .959item33 112.30 565.497 .567 . .959item34 112.60 565.323 .539 . .960item35 112.48 568.461 .633 . .959item36 113.03 569.256 .632 . .959item37 112.63 564.958 .597 . .959item38 112.80 567.241 .636 . .959item39 112.98 566.743 .619 . .959item40 113.10 571.887 .571 . .959item41 112.83 562.456 .646 . .959item42 112.68 567.199 .612 . .959item43 113.05 572.767 .590 . .959item44 112.70 579.241 .254 . .961item45 112.73 577.999 .259 . .961item46 112.75 570.397 .512 . .960item47 112.75 576.910 .391 . .960item48 112.80 564.010 .574 . .959item49 113.10 568.964 .718 . .959item50 112.90 573.067 .436 . .960item51 112.73 576.615 .365 . .960item52 113.03 568.743 .692 . .959item53 113.18 569.276 .654 . .959item54 112.95 573.331 .519 . .960item55 112.93 567.148 .737 . .959item56 112.90 571.272 .537 . .960item57 112.73 579.487 .298 . .960item58 112.25 562.859 .587 . .959item59 112.83 570.866 .580 . .959item60 112.73 559.743 .759 . .959
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Item-Total Statistics(setelah pengguguran item)
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlatio
n
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
item1 97.98 491.512 .502 . .962item2 97.95 493.074 .551 . .962item3 97.75 486.859 .495 . .962item4 97.95 494.459 .386 . .962item5 98.33 485.302 .743 . .961item6 97.80 486.677 .667 . .961item7 97.90 486.297 .570 . .961item8 97.60 491.118 .440 . .962item10 97.88 487.856 .610 . .961item11 97.43 486.661 .508 . .962item12 97.88 496.215 .424 . .962item14 97.88 490.061 .543 . .962item16 98.08 493.148 .592 . .961item17 98.20 494.113 .392 . .962item19 98.10 498.656 .403 . .962item20 98.10 495.323 .537 . .962item21 97.10 493.938 .414 . .962item22 98.05 485.587 .709 . .961item23 97.55 495.792 .412 . .962item24 98.25 491.628 .620 . .961item25 98.00 482.513 .729 . .961item26 97.70 493.087 .510 . .962item27 97.80 488.010 .597 . .961item28 98.18 494.917 .520 . .962item29 98.28 493.025 .606 . .961item30 98.18 491.789 .596 . .961item31 98.00 487.436 .565 . .961item32 98.13 486.728 .754 . .961item33 97.53 486.717 .565 . .961item34 97.83 485.533 .563 . .962item35 97.70 489.651 .625 . .961item36 98.25 490.244 .629 . .961item37 97.85 486.438 .589 . .961item38 98.03 488.846 .618 . .961item39 98.20 487.600 .626 . .961item40 98.33 492.430 .577 . .961item41 98.05 483.997 .641 . .961item42 97.90 488.195 .613 . .961item43 98.28 493.384 .592 . .961item46 97.98 490.897 .521 . .962item47 97.98 498.281 .355 . .962
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
item48 98.03 485.717 .562 . .962item49 98.33 489.969 .714 . .961item50 98.13 493.394 .444 . .962item52 98.25 489.526 .697 . .961item53 98.40 489.785 .667 . .961item54 98.18 494.097 .514 . .962item55 98.15 488.746 .717 . .961item56 98.13 492.215 .530 . .962item58 97.48 483.692 .600 . .961item59 98.05 491.792 .575 . .961item60 97.95 481.638 .750 . .961
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKALA PENELITIAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Informasi Pribadi:
Usia : ________ tahun.
Sekolah/Universitas : ________________
Petunjuk Pengisian:
Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda silang (×) pada kotak
jawaban yang tersedia:
Dalam satu minggu, berapa jam Anda menonton sinetron yang ditayangkan di
televisi?
kurang dari 1 jam 13 – 15 jam
1 – 3 jam 16 – 18 jam
4 – 6 jam 19 - 21 jam
7 – 9 jam lebih dari 21 jam
10 – 12 jam
Ketika Anda sedang menonton sinetron dan kemudian muncul tayangan iklan,
apa yang biasanya Anda lakukan?
Menonton iklan tersebut.
Memindahkan saluran televisi ke stasiun lain sampai iklan selesai.
Melakukan kegiatan lain sambil menunggu iklan selesai.
Petunjuk Pengisian:
Berikut ini terdapat pernyataan-pernyataan. Bacalah setiap pernyataan dengan
seksama. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (×) pada
salah satu jawaban yang tersedia. Pilihan jawaban yang dapat Anda pilih yaitu:
SS, apabila pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan diri Anda.
S, apabila pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan diri Anda.
TS, apabila pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan diri Anda.
STS, apabila pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan diri
Anda.
Setiap jawaban yang Anda berikan akan dianggap benar, maka jawablah setiap
pernyataan sesuai dengan keadaan diri Anda yang sebenarnya. Identitas yang
Anda berikan akan dirahasiakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SS S TS STS
1. Saya lebih memilih menabung daripada
membelanjakan uang saya untuk
membeli sesuatu yang kurang saya
butuhkan.
2. Ketika saya berbelanja, saya selalu
membatasi jumlah barang yang saya
beli.
3. Saya suka membeli berbagai macam
barang sekedar untuk menambah
koleksi saya.
4. Saya lebih memilih membeli buku yang
dapat menunjang kuliah/sekolah
daripada membeli sebuah novel.
5. Barang-barang yang terkesan mewah
menurut saya tidak penting, yang lebih
penting adalah mutu dan fungsinya.
6. Saya selalu membatasi jumlah
pembelian yang saya lakukan setiap
bulannya.
7. Saya tidak keberatan membeli sepatu
mahal yang sedang trend saat ini.
8. Seringkali saya kembali ke sebuah toko
yang sedang mengadakan cuci gudang
untuk membeli lebih banyak barang.
SS S TS STS
9. Saya sudah memiliki banyak tas, tetapi
saya sering tidak bisa menahan diri
untuk tidak membeli beberapa tas lagi
yang sangat saya sukai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10.Saya sering membeli diluar rencana
seperti membeli baju, tas, atau sepatu
yang sedang turun harga.
11. Ketika menemukan beberapa baju yang
sangat saya sukai, saya dapat menahan
diri untuk tidak membeli semuanya
sekalipun ada potongan harga di toko
tersebut.
12.Ketika saya pergi ke pameran buku,
saya akan membeli banyak buku yang
menarik meskipun saya tidak tahu
kapan akan membacanya.
13.Saya senang membeli barang dalam
jumlah banyak.
14.Seringkali uang yang diberikan orang
tua untuk membeli buku teks
kuliah/sekolah saya gunakan untuk
keperluan lain yang sebenarnya kurang
saya butuhkan.
SS S TS STS
15.Memiliki laptop itu penting sebab
membuat penampilan saya terlihat lebih
keren.
16.Ketika menemukan beberapa barang
yang saya sukai, saya akan membelinya
dalam jumlah lebih, sebab jika tidak
terpakai saya bisa memberikannya
kepada teman atau saudara.
17.Saya merasa senang saat ada teman
yang memuji barang-barang yang saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kenakan.
18.Setiap menerima uang dari orang tua,
saya akan menggunakannya untuk
membeli perlengkapan kuliah/sekolah
dulu sebelum saya membelanjakannya
untuk membeli barang lain.
19.Saya senang membeli dan menyimpan
banyak barang, karena saya senang
mempunyai banyak pilihan.
SS S TS STS
20. Menurut saya untuk menunjung
penampilan cukup dengan menjaga
kerapihan dan kebersihan, tidak perlu
menggunakan barang yang terkesan
mahal.
21.Saya malas membeli sepatu mahal yang
sedang trend saat ini sebab saya belum
membutuhkan sepatu baru.
22. Saya tidak pernah membatasi
pembelian yang saya lakukan dalam
satu bulan.
23. Ketika mendapat uang dari orang tua,
saya langsung membeli barang-barang
yang saya sukai, sehingga seringkali
saya harus meminta uang lagi kepada
orang tua untuk membeli buku
kuliah/sekolah yang saya perlukan.
24. Saya tetap akan membeli sepatu yang
sangat saya sukai, meskipun saya tahu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
uang saya sebenarnya hanya tersisa
untuk membeli buku teks
kuliah/sekolah yang saya butuhkan.
SS S TS STS
25. Saya tetap percaya diri meskipun
barang-barang yang saya kenakan
tampak sederhana.
26. Menurut saya, saya selalu bisa
mendahulukan membeli barang-barang
yang saya butuhkan sebelum membeli
barang lainnya.
27. Penampilan sebuah barang sangat
penting bagi saya, sehingga meskipun
harganya mahal saya tetap akan
membelinya.
28. Semakin banyak barang yang saya beli
saat berbelanja, membuat saya merasa
semakin puas.
29. Ketika mengenakan barang-barang
bermerek terkenal, saya merasa lebih
percaya diri.
30. Setiap mau belanja biasanya saya
membuat daftar barang yang saya
butuhkan, sehingga saya terhindar dari
membeli terlalu banyak barang yang
tak perlu.
SS S TS STS
31.Saya tidak memerlukan barang-barang
tertentu untuk membuat saya percaya
diri dengan penampilan saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32. Bagi saya yang paling penting dari
sebuah barang adalah fungsinya bukan
penampilannya.
33. Ketika ada potongan harga di sebuah
toko, saya akan membeli sebanyak
mungkin barang yang saya inginkan.
34. Saya membutuhkan sepatu untuk
kuliah/sekolah, tetapi sesampainya di
toko ternyata ada celana panjang yang
turun harga sehingga saya memutuskan
untuk membeli celana saja.
35. Membeli perhiasan penting bagi saya,
sebab perhiasan membuat penampilan
saya menjadi lebih menarik.
36. Alasan saya membeli sesuatu biasanya
karena saya membutuhkannya, bukan
hanya karena saya menginginkannya.
37. Menurut saya, saya tidak pernah
berlebihan dalam membeli sebuah
barang.
SS S TS STS
38. Seringkali saya membeli baju, tas, atau
sepatu untuk menambah koleksi,
padahal saya belum membeli barang
keperluan kuliah/sekolah.
39. Saya selalu mendahulukan kebutuhan-
kebutuhan yang mendesak sebelum
menggunakan uang saya untuk
keperluan yang lain yang kurang
penting.
40. Saya selalu bisa menahan diri untuk
tidak membeli barang yang saya sukai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam jumlah yang terlalu banyak.
41.Ketika ada potongan harga di sebuah
toko, saya tidak pernah membeli barang
terlalu banyak.
42. Membeli asesoris yang agak mahal
demi menunjang penampilan tidak
menjadi masalah bagi saya.
43. Saya lebih memilih mengganti
handphone saya dengan seri yang lebih
baru daripada membeli buku teks
kuliah/sekolah.
SS S TS STS
44. Saya lebih senang menggunakan uang
saya untuk membeli sepatu yang saya
sukai daripada untuk memperbaiki
komputer yang saya perlukan untuk
membuat tugas.
45. Ketika berbelanja saya selalu
mendahulukan membeli barang-barang
yang saya butuhkan.
46. Saya lebih memilih menggunakan uang
saya untuk memperbaiki komputer
yang saya perlukan untuk membuat
tugas, daripada menggunakannya untuk
menambah koleksi sepatu saya.
47. Meskipun saya tidak menggunakan
barang-barang bermerek terkenal saya
tetap percaya diri.
48. Saya tidak keberatan menunda membeli
baju baru, sebab bulan ini saya harus
membeli buku teks kuliah/sekolah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49. Saat teman saya membanggakan
handphone barunya yang dilengkapi
teknologi terkini, saya tidak
terpengaruh untuk ikut membelinya.
SS S TS STS
50. Saya selalu membuat anggaran belanja
setiap bulan agar semua kebutuhan saya
dapat terpenuhi.
51.Saya tidak senang membeli barang
dalam jumlah banyak.
52. Saya tidak keberatan membeli tas
bermerek demi untuk menunjang
penampilan saya.
Periksa kembali semua jawaban Anda jangan sampai ada yang terlewat.
- Terima kasih Anda telah mengisi kuesioner ini –
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
data penelitian
jam skor iklan usia
1 lebih dari 21 jam 99 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
2 4-6 jam 110 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
3 13-15 jam 108 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
4 kurang dari 1 jam 96 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
5 1-3 jam 108 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
6 1-3 jam 85 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
7 1-3 jam 109 melakukan kegiatan lain 19
8 4-6 jam 112 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 17
9 4-6 jam 86 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
10 4-6 jam 109 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
11 7-9 jam 103 melakukan kegiatan lain 18
12 kurang dari 1 jam 99 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
13 7-9 jam 110 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
14 4-6 jam 111 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
15 4-6 jam 109 melakukan kegiatan lain 18
16 13-15 jam 106 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
17 4-6 jam 139 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
18 1-3 jam 127 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 18
19 kurang dari 1 jam 72 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 20
20 13-15 jam 94 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 19
21 1-3 jam 114 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 20
22 7-9 jam 111 melakukan kegiatan lain 19
23 1-3 jam 100 melakukan kegiatan lain 16
24 4-6 jam 102 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 20
25 4-6 jam 119 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26 13-15 jam 109 melakukan kegiatan lain 16
27 lebih dari 21 jam 142 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
28 13-15 jam 109 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
29 10-12 jam 93 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
30 lebih dari 21 jam 102 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
31 1-3 jam 92 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
32 1-3 jam 82 melakukan kegiatan lain 16
33 1-3 jam 92 melakukan kegiatan lain 16
34 1-3 jam 100 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
35 16-18 jam 114 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 20
36 1-3 jam 101 melakukan kegiatan lain 17
37 1-3 jam 127 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
38 kurang dari 1 jam 88 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
39 4-6 jam 98 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 17
40 kurang dari 1 jam 86 melakukan kegiatan lain 16
41 kurang dari 1 jam 112 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
42 kurang dari 1 jam 60 melakukan kegiatan lain 17
43 10-12 jam 100 melakukan kegiatan lain 20
44 1-3 jam 118 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
45 kurang dari 1 jam 90 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 20
46 7-9 jam 110 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
47 1-3 jam 108 melakukan kegiatan lain 20
48 1-3 jam 108 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
49 7-9 jam 114 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 16
50 1-3 jam 93 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
51 4-6 jam 110 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
52 1-3 jam 108 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53 1-3 jam 82 melakukan kegiatan lain 16
54 kurang dari 1 jam 68 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
55 kurang dari 1 jam 97 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 17
56 7-9 jam 128 melakukan kegiatan lain 15
57 kurang dari 1 jam 106 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 17
58 4-6 jam 148 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
59 13-15 jam 97 melakukan kegiatan lain 18
60 kurang dari 1 jam 112 memindahkan saluran televisi ke stasiun lain 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic df Sig.jumlah jam menonton sinetron per minggu .225 60 .000
skor skala perilaku konsumtif .134 60 .009
a Lilliefors Significance Correction
Nilai signifikansi untuk jumlah jam menonton sinetron per minggu sebesar 0,000
dan untuk skor skala perilaku konsumtif sebesar 0,009. Keduanya bernilai lebih
kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal,
sehingga analisis korelasi digunakan statistik nonparametrik dengan model
Spearman.
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
skor skala perilaku konsumtif * jumlah jam menonton sinetron per minggu
Between Groups
(Combined)
4107.350 7 586.764 2.742 .017
Linearity 1339.865 1 1339.865 6.261 .016Deviation from Linearity 2767.485 6 461.247 2.155 .062
Within Groups 11128.583 52 214.011Total 15235.933 59
Nilai signifikansi linearity sebesar 0,016, karena signifikansi < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa antara variabel perilaku konsumtif dan intensitas menonton
sinetron terdapat hubungan yang linear.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Nonparametric Correlations
Correlations
jumlah jam menonton
sinetron per minggu
skor skala perilaku
konsumtifCorrelation Coefficient 1.000 .354(**)Sig. (1-tailed) . .003
jumlah jam menonton sinetron per minggu
N 60 60Correlation Coefficient .354(**) 1.000Sig. (1-tailed) .003 .
Spearman's rho
skor skala perilaku konsumtif
N 60 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Signifikansi (0,003) < α (0,05), maka Ho ditolak. Jadi ada hubungan antara kedua
variabel.
Nilai r positif berarti ada hubungan yang positif diantara kedua variabel. Semakin
tinggi intensitas menonton sinetron, maka tingkat perilaku konsumtif juga
semakin tinggi.
Nilai r (0,354) menunjukkan derajat hubungan yang rendah antara kedua variabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviationjumlah jam menonton sinetron per minggu 60 1 9 3.13 2.087
skor skala perilaku konsumtif 60 60 148 104.03 16.070
Valid N (listwise) 60
jumlah jam menonton sinetron per minggu
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percentkurang dari 1 jam 12 20.0 20.0 20.01-3 jam 18 30.0 30.0 50.04-6 jam 12 20.0 20.0 70.07-9 jam 6 10.0 10.0 80.010-12 jam 2 3.3 3.3 83.313-15 jam 6 10.0 10.0 93.316-18 jam 1 1.7 1.7 95.0lebih dari 21 jam 3 5.0 5.0 100.0
Valid
Total 60 100.0 100.0
perilaku menonton iklan
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percentmemindahkan saluran televisi ke stasiun lain 44 73.3 73.3 73.3
melakukan kegiatan lain 16 26.7 26.7 100.0
Valid
Total 60 100.0 100.0
usia subjek
Frequency Percent Valid PercentCumulative
Percent15 13 21.7 21.7 21.716 14 23.3 23.3 45.017 6 10.0 10.0 55.018 10 16.7 16.7 71.719 10 16.7 16.7 88.320 7 11.7 11.7 100.0
Valid
Total 60 100.0 100.0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI