HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN …repo.stikesperintis.ac.id/497/1/41 IRA...
Transcript of HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN …repo.stikesperintis.ac.id/497/1/41 IRA...
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN “DEFISIT PERAWATAN DIRI” KLIEN
GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
TAHUN 2015
SKRIPSI
Penelitian Keperawatan Jiwa
Oleh :
IRA SUSTIKA
NIM: 11103084105027
PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG
TAHUN 2015
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN “DEFISIT PERAWATAN DIRI” KLIEN
GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
TAHUN 2015
SKRIPSI
Penelitian Keperawatan Jiwa
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKes PERINTIS Padang
Oleh :
IRA SUSTIKA
11103084105027
PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG
TAHUN 2015
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang
Skripsi, Agustus 2015
IRA SUSTIKA
NIM :11103084105027
Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Masalah Keperawatan “Defisit
Perawatan Diri” Klien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015
ix + 69 Halaman, 7 Tabel, 2 Skema, 11 Lampiran
ABSTRAK
Hasil wawancara dengan 9 keluarga klien gangguan jiwa, 6 keluarga mengatakan
tidak ada memberikan dukungan kepada klien dalam merawat diri dan 3 keluarga
lagi jarang memberikan dukungan kepada klien dalam merawat diri, dengan alasan
keluarga menilai klien mampu melakukan sendiri bervariasi, diantaranya: klien
masing-masing mampu melakukannya sendiri, keluarga sibuk bekerja, jarang
dirumah dan tidak terbiasa memberikan pujian pada klien. Tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan masalah keperawatan “defisit
perawatan diri” klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015. Desain penelitian descriptif analitic
dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga klien
gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas, dengan jumlah sampel 30. Penelitian
telah dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2015. Hasil penelitian lebih dari separoh
keluarga (78,8%) punya dukungan informasional yang mendukung. Lebih dari
separoh keluarga (66,7%) punya dukungan penilaian yang mendukung. Lebih dari
separoh keluarga (78,8%) punya dukungan instrumental yang mendukung. Lebih dari
separoh keluarga (72,7%) punya dukungan emosional yang mendukung. Lebih dari
separoh klien (69,7%) mengalami masalah defisit perawatan diri teratasi. Jadi ada
hubungan yang signifikan antara dukungan (informasional p value =0,001, penilaian
p value 0,016, instrumental p value 0,001, dan emosional p value 0,049) keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa, dengan uji
statistik p value < 0,05 sehingga disimpulkan Ha diterima. Kepada keluarga klien
gangguan jiwa diharapkan untuk selalu meningkatkan dukungan keluarga kepada
klien, agar masalah keperawatan defisit perawatan diri klien tidak terjadi.
Kata kunci : gangguan jiwa, defisit perawatan diri, dukungan keluarga
Daftar pustaka : 35 (1998-2015)
Study Program Of Nursing
Health Science High School Perintis Padang
scription, August 2015
IRA SUSTIKA
NIM: 11103084105027
Relationship Family Support With The Problem Of Nursing "Self Care Deficit"
ClientT Mental Disorder Rasimah Ahmad Areas Of Work Health Center In
Urban Bukittinggi 2015
xi + 69 pages, 7 tables, 2 schemes, 11 Appendix
ABSTRACT
The results of interviews with 9 family clients with mental disorders, 6 family said no
giving support to clients in taking care of them selves and 3 families again seldom
give support to clients in taking care of them selves, with reason of family assess
client can do it self vary, among others: each client can do it, family get into stide,
seldom at home and unaccustomed give praise at client. The purpose or the research
was to know relationship of family support with nursing problems "self-care deficit"
mental disorder clients Rasimah Ahmad Public Health Centers in Urban Bukittinggi
Year 2015. Analytical study design descriptif with cross sectional approach , The
research population families client mental disorders Rasimah Ahmad Public Health
Centers in urban Bukittinggi, a sample of 30 families. The research was conducted in
June and July 2015. The results of more than half of families (78.8%) had an
informational support which support. More than half of households (66.7%) had the
assessment support of which support. More than half of households (78.8%) have the
instrumental support of which support. More than half of households (72.7%) have
emotional support of which support. More than half of clients (69.7%) experiencing
of the problem of self-care deficit overcome is resolved. So there is a significant
relationship between the support (informational p value 0.001, assessment p value
0,016, instrumental p value 0.001, and emotional p value 0,049) family with the
problem of nursing deficit self-care clients of mental disorder, with a statistical test
was obtained p value < 0.05, so can doit concluded Ha accepted. To the family of
clients with mental disorders are expected to always improve support family of
clients, so that problem of treatment the client's self-care deficit not happened.
Keywords : mental disorders, self-care deficits, family support
Bibliography : 35 (1998-2015)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Ira Sustika
Umur : 22 Tahun
Tempat, Tanggal lahir : Koto Baru , 04 Oktober 1993
Agama : Islam
Negeri Asal : Dharmasraya
Alamat : Jor.Sebrang Piruko Timur, Kec. Koto Baru,
Kab. Dharmasraya
Kebangsaan/ suku : Melayu
Jumlah Saudara : 6 orang
Anak Ke : 3 (Tiga)
B. Identitas Orang Tua
Ayah : APRIDIANUS
Ibu : ELINUR
Alamat : Jor.Sebrang Piruko Timur, Kec. Koto Baru,
Kab. Dharmasraya
C. Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Tempat Tahun
1
2
3
4
SDN 20 Koto Baru
SMPN 2 Koto Baru
SMKN 1 Pulau punjung
Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan
Koto Baru, Dharmasraya
Koto Baru, Dharmasraya
Sikabau, Pulau Punjung,
Dharmasraya
Bukittinggi, Sumatra Barat
1999 - 2005
2005 - 2008
2008 – 2011
2011 - 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
penelitian ini yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan “Defisit Perawatan Diri” Klien Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015“. Skripsi
penelitian ini diajukan untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan.
Dalam penyusunan skripsi penelitian ini, peneliti banyak mendapatkan bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini, peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kp, M. Biomed yang selaku Ketua STIKes Perintis
Padang.
2. Ibu Yaslina, M.Kep, Ns, Sp. Kep.Kom selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Perintis Padang.
3. Ibu Isna Ovari, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan serta petunjuk dalam penyusunan skripsi
penelitian ini.
4. Bapak Ns. Faleri Siska Yunere, S.Kep selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan serta dorongan dalam penyusunan skripsi
penelitian ini.
5. Ibu Yasmi, S.Kp, M.Kep selaku penguji I yang telah berkenan memberikan
saran, kritikan serta masukan yang bersifat membangun saat ujian maupun
dalam memperbaiki skripsi penelitian ini.
6. Ibu Ns. Millia Anggraini, S.Kep selaku pembimbing Akademik.
7. Ibu dr. Vara Dilla Kumala selaku Kepala Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian di wilayah kerjanya.
8. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Perintis Padang yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuannya,
masukan, saran serta dukungan yang berguna dalam menyusun skripsi ini.
9. Bapak dan Ibu Staff serta Kader Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing dan
membantu dalam penyusunan skripsi penelitian ini.
10. Teristimewa Ayah, Ibu, abang, uni, adik-adikku sekeluarga serta sahabat
spesialku, yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun secara
materil serta do’a dan kasih sayangnya sehingga peneliti lebih semangat dalam
menyelesaikan skripsi penelitian ini.
11. Teman-teman Mahasiswa/i Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis
Padang angkatan ke lima yang banyak membantu serta memberikan masukan
dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.
Peneliti dengan senang hati menerima saran serta kritikan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan dalam penulisan skripsi dimasa yang akan datang. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi keperawatan. Amin...
Bukittinggi, Agustus 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR SKEMA.......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................. 7
1.3.1 Tujuan Umum............................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian............................................................... 9
1.4.1 Keluarga Penderita Gangguan Jiwa........................... 9
1.4.2 Peneliti....................................................................... 9
1.4.3 Institusi Pendidikan................................................... 9
1.5 Ruang Lingkup.................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gangguan Jiwa....................................................... 11
2.1.1 Defenisi Gangguan Jiwa............................................ 11
2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa.......................................... 11
2.1.3 Tanda Gejala Gangguan Jiwa..................................... 12
2.1.4 Jenis Gangguan Jiwa.................................................. 12
2.2 Konsep Keluarga.................................................................. 14
2.2.1 Defenisi Keluarga....................................................... 14
2.2.2 Bentuk Keluarga......................................................... 15
2.2.3 Peran Keluarga............................................................ 16
2.2.4 Fungsi Keluarga.......................................................... 17
2.2.5 Tugas kesehatan keluarga........................................... 20
2.3 Konsep Dukungan Keluarga................................................ 23
2.3.1 Defenisi Dukungan Keluarga...................................... 23
2.3.2 Jenis Dukungan Keluarga........................................... 24
2.3.3 Sumber Dukungan Keluarga....................................... 27
2.3.4 Manfaat Dukungan Keluarga...................................... 28
2.4 Konsep Defisit Perawatan Diri Penderita Gangguan Jiwa... 29
2.4.1 Defenisi Defisit Perawatan Diri.................................. 29
2.4.2 Klasifikasi Perawatan Diri.......................................... 29
2.4.3 Penyebab Defisit Perawatan Diri................................ 29
2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Defisit Perawatan Diri.. 30
2.4.5 Tanda Gejala Defisit Perawatan Diri.......................... 33
2.4.6 Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri................... 33
2.5 Kerangka Teori..................................................................... 35
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep................................................................. 36
3.2 Defenisi Operasional............................................................ 37
3.3 Hipotesis............................................................................... 38
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian.................................................................. 40
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................. 40
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling........................................... 41
4.4 Pengumpulan Data............................................................... 43
4.5 Cara Pengolahan Data Dan Analisis Data............................ 45
4.6 Etika Penelitian.................................................................... 47
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................... 49
5.2 Hasil Penelitian.................................................................... 49
5.3 Pembahasan......................................................................... 56
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan........................................................................... 72
6.2 Saran..................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Defenisi Operasional............................................................... 37
Tabel 5.1 Diketahui distribusi frekuensi dukungan informasional,
penilaian, instrumental, dan emosional keluarga pada klien
gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi Tahun 2015................ 50
Tabel 5.5 Diketahui distribusi frekuensi masalah keperawatan defisit
perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015............... 51
Tabel 5.3 Teridentifikasi hubungan dukungan informasional keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.............................................. 52
Tabel 5.4 Teridentifikasi hubungan dukungan penilaian keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan
jiwadi Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi Tahun 2015.......................................................... 53
Tabel 5.5 Teridentifikasi hubungan dukungan instrumental keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwadi Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi Tahun 2015............................................. 54
Tabel 5.6 Teridentifikasi hubungan dukungan emosional keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan
jiwadi Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi Tahun 2015.......................................................... 55
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka Teori............................................................................ 35
Skema 3.1 Kerangka Konsep........................................................................ 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembaran Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2 Lembaran Format Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembaran Kisi-Kisi Kuesioner
Lampiran 4 Lembaran Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Lembaran Observasi
Lampiran 6 Lembaran Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 Lembaran Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 8 Lembar Master Tabel
Lampiran 9 Lembaran Hasil SPSS
Lampiran 10 Lembaran Ganchart Penelitian
Lampiran 11 Lembaran Konsultasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut WHO (2001), kondisi sejahtera adalah dimana
individu menyadari kemampuan yang dimilikinya, dapat mengatasi stress
dalam kehidupannya, dapat bekerja secara produktif, dan mempunyai
kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut UU No 36 (2009),
tentang kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
seseorang, dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang
lain. Setiap warga negara berhak mendapatkan haknya, dalam upaya
kesehatan jiwa yang meliputi persamaan perlakuan, dalam setiap aspek
kehidupan di berbagai tatanan di masyarakat.
Menurut UU No.3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa (dalam Suliswati,
2005), mengatakan bahwa gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya
fungsi mental, emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan
verbal yang menjelma dalam kelompok gejala klinis, yang disertai oleh
penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik
individu. Townsend (2009), Secara umum gangguan jiwa dapat
dikarakteristikan dengan adanya gangguan pikiran, perasaan dan
perilaku.
Gangguan jiwa ini tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja, akan tetapi
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala gangguan
jiwa. World Health Organization gangguan jiwa disebabkan oleh tiga
faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor biologis (keturunan, keadaan
otak ketika didalam kandungan atau bayi), faktor psikologis(pengalaman
hidup yang menekan), dan faktor sosial (kemiskinan).
Badan kesehatan dunia WHO (dalam Yosep 2008), menjelaskan masalah
gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang
sangat serius dari tahun ke tahun yang cenderung meningkat seiring
dengan perubahan pola kehidupan di era globalisasi. Gangguan jiwa
merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara maju,modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama
tersebut adalah penyakit degeneratif, kangker, gangguan jiwa dan
kecelakaan, Mardjono (dalam Hawari 2001). Meskipun gangguan jiwa
tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian
secara langsung, setidaknya ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental, dan diperkirakan ada sekitar 450 juta orang
didunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan
prevalensi gangguan mental emosionaldi Indonesia, dengan gejala
depresi dan kecemasan sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas, atau
sekitar 14 juta orang, sedangkanprevalensi gangguan jiwa berat, seperti
schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000
orang.Di Sumatera Barat prevalensi gangguan mental emosional dengan
gejala depresi dan kecemasan 4,5% dan pada gangguan jiwa berat
schizophrenia adalah 1,5%.
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan dirinya secara mandiri, seperti kebersihan diri/ mandi
(hygiene), berpakaian/berhias, makan dan bab/bak (toileting). Defisit
perawatan diri ini merupakan salah satu gejala yang muncul pada setiap
individu yang mengalami gangguan jiwa. Klien gangguan jiwa kronik,
sering kali tidak mempedulikan perawatan diri. Hal ini membuat Klien
sering dikucilkan dalam keluarga dan masyarakat, Fitria (2010). Salah
satu faktor yang mempengaruhi defisit perawatan diri klien gangguan
jiwa adalah sistem keluarga: fungsi klien dalam keluarga serta peran/
hubungan klien dengan anggota keluarga yang lain “dukungan keluarga”
(Orem1991).
Data kasus gangguan jiwa yang tercatat di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad tahun 2014, didapatkan data klien gangguan
jiwa sebanyak 42 orang. Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad, terdiri dari empat kelurahan yaitu: Kelurahan Aur Tajungkang
Tangah Sawah, Kelurahan Kayu Kubu, Kelurahan Bukit Apit Puhun, dan
Kelurahan Benteng Pasar Atas.
Keempat Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad ini, klien gangguan jiwa yang terbanyak berada di Kelurahan
Bukit Apit Puhun yaitu: 17 orang dan di Kelurahan Aur Tajungkang
Tangah Sawah yaitu: 16 orang, pada dua kelurahan tersebut diperoleh
data klien gangguan jiwa sebanyak 33 orang dan karena ada dalam satu
keluarga klien gangguan jiwa 2 orang, maka total jumlah keluarga yang
memiliki klien gangguan jiwa adalah 30 Keluarga.
Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk
belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku,
dimana individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan
balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku
tersebut. Individu memulai hubungan interpersonal dengan
lingkungannya berawal dari keluarga (Clement dan Buchanan, 1982).
Dukungan keluarga sangat penting dalam mengatasi masalah defisit
perawatan diri klien gangguan jiwa, karena pada umumnya klien
gangguan jiwa tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari seperti: kebersihan
diri, berpakaian/berhias, makan,dan toileting dengan optimal. Jenis
dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada klien gangguan jiwa
yaitu: dukungan informasional mengenai masalah defisit perawatan diri,
mulai dari pengertian, jenis, tanda gejala, alasan harus merawat diri,
dampaknya, serta cara merawat diri. Dukungan penghargaan berupa
pujian ataupun kritikan, motivasi dari keluarga atas perilaku klien dalam
merawat diri, serta bimbingan dan bantuan yang diberikan keluarga
kepada klien gangguan jiwa. Dukungan instrumental berupa
mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan klien dalam melakukan
perawat diri. Dukungan emosional berupa kasih sayang, perhatian,
kepercayaan, mendengarkan pendapat atau masalah yang ditemukan
klien, Kaplan 1976 (dalam Friedman, 1998).
Survey awal yang telah dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Bukit Apit
Puhun dan di Kelurahan Aur Tajungkang Tangah Sawah pada bulan
Maret 2015, di peroleh data hasil pengamatan dan observasi pada 7 dari
10 klien gangguan jiwa ditemui mengalami masalah defisit perawatan
diri yang ditandai dengan: badan bau keringat, gigi kotor, kuku kotor dan
panjang, pakaian dan rambut kurang rapi pada klien gangguan jiwa.
Hasil wawancara dengan 9 keluarga klien gangguan jiwa yang berbeda,
didapatkan 6 keluarga mengatakan bahwa mereka tidak ada
memberitahu/ mengingatkan dan membantu klien dalam hal mandi,
berpakaian/ berhias, makan dan bab/bak, karena klien dianggap sudah
mampu mandiri, anggota keluarga sibuk bekerja, serta jarang dirumah.
Keluarga tidak ada memberikan pujian karena keluarga tidak terbiasa
dalam memberikan pujian namun ingin tahu cara merawat klien
meskipun hanya memiliki sedikit waku bersama klien. Hasil wawancara
pada 3 keluarga lagi, mengatakan bahwa mereka ada memberitahu/
mengingatkan serta membantu klien gangguan jiwa dalam mandi,
berpakaian/ bercukur, makan serta bab/bak, namun hanya sekali dua kali
saja saat bersamaklien dirumah, atau saat klien mulai gelisah, tidak
mandi, tidak mengganti pakaian serta tidak makan karena lupa minum
obarnya. Keluarga mengatakan tidak ada memberikan pujian pada klien
gangguan jiwa, karena jarang bersama dan keluarga memang tidak
terbiasa memberikan pujian dan keluarga mengatakan belum mengerti
cara merawat klien.
Hasil penelitian Khaireyah (2012), mengenai pengaruh komunikasi
terapeutik pada klien defisit perawatan diri. Menyatakan bahwa adanya
pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kemauan personal hygiene
(makan dan mandi) dengan p value 0,000 dan kemampuan personal
hygiene (mandi, makan, dan eliminasi) dengan masing-masing P value
0,000. Penelitian Chandra (2010) mengenai kesembuhan klien PTSD di
Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen
menunjukkan dukungan sosial emosional yang paling berpengaruh
terhadap kesembuhan PTSD (p=0,000) diikuti variabel dukungan sosial
informasional (p=0,015), sementara dukungan sosial instrumental dan
dukungan sosial penilaian walaupun berhubungan tetapi tidak
mempunyai pengaruh yang bermakna.
Penelitian Keliat (2013), dalam jurnalnya yang berjudul, “Manajemen
kasus spesialis jiwa defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa di
RW 02 Kelurahan Baranang Siang Kec. Bogor”. Menyimpulkan bahwa
ketidak mampuan klien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri
mandi, berhias, makan minum dan toileting yang tersebar secara merata
yaitu: 12 orang klien (66,7%) dukungan berasal dari keluarga dan
kelompok dan 17 orang klien (94,4%) tidak mendapat dukungan
keluarga.
Berdasarkan fenomena masalah defisit perawatan diri dan dukungan
keluarga diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berhubungan dengan “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Masalah
keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa Di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang fenomena di atas maka rumusan masalah
penelitian adalah apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun
2015.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan masalah keperawatan
defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi dukungan informasional keluarga pada
klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
b. Diketahui distribusi frekuensi dukungan penilaian keluarga pada
klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
c. Diketahui distribusi frekuensi dukungan instrumental keluarga pada
klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
d. Diketahui distribusi frekuensi dukungan emosional keluarga pada
klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
e. Diketahui distribusi frekuensi masalah keperawatan defisit
perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
f. Teridentifikasi hubungan dukungan informasional keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
Tahun 2015.
g. Teridentifikasi hubungan dukungan penilaian keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
Tahun 2015.
h. Teridentifikasi hubungan dukungan instrumental keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
Tahun 2015.
i. Teridentifikasi hubungan dukungan emosional keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
Tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana informasi
tambahan pengetahuan yang bermakna serta sebagai bahan masukan bagi
keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa di rumah.
1.4.2 Bagi peneliti
Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
1.4.3 Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai bahan masukan
ataupun evaluasi dalam program meningkatkan pendidikan dan
pelayanan kesehatan bagi keluarga dan klien gangguan jiwa yang ada di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
Tahun.
1.4.4 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan serta
informasi tambahan yang bermakna baik untuk sumber pustaka yang
berhubungan dengan masalah defisit perawatan diri.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas tentang “hubungan dukungan keluarga dengan
masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukitinggi Tahun
2015”. Variabel independen adalah dukungan keluarga, sedangkan
variabel dependen adalah masalah keperawatan defisit perawatan diri.
Penelitian telah dilakukan pada dua kelurahan yaitu: di Kelurahan Bukit
Apit Puhun dan di Kelurahan Aur Tajungkang Tangah Sawah Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
Populasi adalah keluarga klien gangguan jiwa di kelurahan Bukit Apit
Puhun dan di Kelurahan Aur Tajungkang Tangah Sawah, Wilayah Kerja
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015. Metode
penelitian descriptif analitic, pengambilan data menggunakan pendekatan
Cross Sectional, dan teknik pengambilan sampel secara total sampling.
Pengumpulan data menggunakan alat ukur kuesioner dan lembar
observasi, yang kemudian diolah dan dianalisa secara komputerisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gangguan Jiwa
2.1.1 Defenisi gangguan jiwa
Menurut Townsend (2009) gangguan jiwa merupakan respon maladaptif
terhadap stresor dari dalam dan luar lingkungan, yang berhubungan
dengan perasaan dan perilaku, yang tidak sejalan dengan kebiasaan atau
norma setempat, mempengaruhi interaksi sosial individu, kegiatan dan
fungsi tubuh. Secara umum dapat dikarakteristikan dengan adanya
gangguan pikiran, perasaan dan perilaku.
Menurut UU No. 3 tahun 1996 tentang kesehatan jiwa (dalam Suliswati,
2005), gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental, emosi,
pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal yang menjelma
dalam kelompok gejala klinis, yang disertai oleh penderitaan dan
mengakibatkan terganggunya fungsi humanistik individu. Gangguan jiwa
adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihaan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap
individu tersebut atau orang lain.
2.1.2 Penyebab gangguan jiwa
Menurut Sheila dan Videbeck (2008 : 35), menyebutkan penyebab
gangguan jiwa yaitu: Faktor genetik, Faktor neuronatomi, Faktor
neurokimia (struktur dan fungsi otak) serta Faktor imunovirologi atau
respon tubuh terhadap pejanan suatu virus. Sedangkan menurut World
Health Organization (dalam setiadi, 2014), menyatakan bahwa gangguan
jiwa disebabkan oleh tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu : faktor
biologis (keturunan, keadaan otak ketika didalam kandungan atau bayi),
faktor psikologis (pengalaman hidup yang menekan), dan faktor sosial
(seperti kemiskinan).
2.1.3 Tanda gejala gangguan jiwa
Pada umumnya klien gangguan jiwa dapat dikenali dari tanda gejala
seperti: sedih yang berkepanjangan, berbicara atau tertawa sendiri, marah
tanpa sebab (mengamuk), kurang motivasi (kegiatan menurun), berbicara
kacau, tidak mengenal orang lain dan tidak mampu merawat diri (Keliat,
2012).
2.1.4 Jenis gangguan jiwa
a. Risiko perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan
ini merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi oleh
seseorang. Respon ini dapat dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat, 2012).
b. Halusianasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu, yang
ditandai dengan perubahan pada sensori persepsinya seperti: merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan yang sebenarnya tidak ada. Suatu penghayatan yang dialami
seperti melalui panca indera tanpa stimulus eksternal: persepsi palsu
(Keliat, 2012).
c. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. klien mungkin merasa ditolak atau tidak
diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Keliat, 2012).
d. Waham
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai
dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (contohnya “ saya
adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia) atau bisa pula “tidak
aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contohnya “malaikat di surga selalu
menyertai saya, kemanapun saya pergi”) dan tetap dipertahankan terus
menerus, meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. Jenis waham ini seperti: waham kebesaran, waham
curiga, waham agama, waham somatik dan waham nihilistik (Keliat,
2012).
e. Resiko bunuh diri
Rencana bunuh diri merupakan tindakan secara sadar dilakukan oleh
individu untuk mengakhiri kehidupannya. Bunuh diri adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri
atau melakukan setiap bentuk tindakan yang dapat mengancam
nyawanya. Dimana niatnya adalah kematian dan individu tersebut
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Keliat, 2012).
f. Harga diri rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan, akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri. Harga diri rendah juga dapat diartikan
sebagai penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri, Keliat (2012).
g. Defesit perawatan diri
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi perubahan proses pikir pada
klien gangguan jiwa, sehingga kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas perawatan diri mengalami penurun seperti: menjaga kebersihan
diri (mandi), berpakaian/ berhias, makan, dan bab/bak (toileting) secara
mandiri. Klien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidak pedulian
merawat diri, yang merupakan gejala negatif, sehingga menyebabkan
klien dikucilkan dalam keluarga maupun masyarakat (Keliat, 2012).
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Definisi
Menurut Bailon dan Maglaya (1997), keluarga adalah “ kumpulan dua
atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau
adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama
lainnya dalam perannya dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya”. Duval dan Logan (1986), keluarga adalah “sekumpulan orang
dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi, yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga”.
Menurut Friedman (1998), keluarga adalah ”kumpulan dua orang atau
lebih, yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional,
dimana individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga”. Allender dan Spradley (2001), keluarga adalah
“satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai satu
ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan
tugas”.
2.2.2 Bentuk keluarga
Tipe dan bentuk keluarga menurut Anderson (dalam Efendi, 2009) terdiri
atas:
a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri atas
ayah, ibu dan anak-anak.
b. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri atas
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan
satu keluarga inti.
d. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang
terjadi karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan, tapi membentuk satu keluarga.
2.2.3 Peran keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan
dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga (Effendy, 1998)
adalah sebagai berikut:
a. Peranan ayah: ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan ibu: sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan
pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok
dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peranan anak: anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai
dengan tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan
spiritual .
Keliat (2011), mengemukakan pentingnya peran serta keluarga dalam
perawatan klien gangguan jiwa yang dapat dipandang dari berbagai segi:
a. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya
b. Keluarga merupakan suatu system yang saling bergantung dengan
anggota keluarga yang lain
c. Pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat klien seumur hidup tetapi
fasilitas yang hanya membantu klien dan keluarga sementara
d. Berbagai penelitian menunjukan bahwa salah satu faktor penyebab
gangguan jiwa adalah keluarga yang pengetahuannya kurang.
Keluarga berperan serta dalam:
1. Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan pasien.
2. Membantu merawat pasien.
3. Mengingatkan pasien untuk merawat diri.
4. Memberi pujian terhadap keberhasilan pasien dalam merawat diri
(Keliat, 2011).
2.2.4 Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman(1998) adalah:
a. Fungsi Afektif
Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, sebagai basis
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk memenuhi kebutuhan
psikososial terutama bagi klien gangguan jiwa. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan
dari seluruh anggota keluarga.
Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal
tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil
melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat
mengembangkan konsep diri positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan
fungsi afektif adalah:
1. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antara keluarga dengan anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa, sehingga tercipta hubungan yang hangat
dan saling mendukung.
2. Saling menghargai, keluarga harus menghargai, mengakui
keberadaan dan hak anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa serta selalu mempertahankan iklim yang positif.
3. Ikatan kekeluargaan yang kuat dikembangkan melalui proses
identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota
keluarga terutama pada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa yang sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari
keluarganya. Keluarga harus mengembangkan proses identifikasi
yang positif sehingga anggota keluarga dapat meniru tingkah laku
yang positif tersebut.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
setiap anggota keluarga, yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga
merupakan tempat setiap anggota keluarga untuk belajar bersosialisasi.
Pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa keluarga berperan
untuk membimbing anggota keluarga tersebut untuk mau bersosialisasi
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitarnya.
Keberhasilan perkembangan yang dicapai oleh anggota keluarga melalui
interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang diwujudkan dalam
sosialisasi.
c. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga terutama anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa seperti memberikan dana untuk pengobatan dan
perawatan selama dirawat di rumah sakit jiwa maupun di rawat dirumah.
Keluarga menyediakan semua perlengkapan yang dibutuhkan anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam merawat diri seperti:
pakaian, sendal, pasta gigi, sikat gigi, sabun, shampoo serta makanan dan
lain-lainnya di rumah.
d. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya masalah defisit perawatan diri pada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan keperawatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga
yang dapat melaksankan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan, Friedman (dalam Setyowati, 2008).
2.2.5 Tugas kesehatan keluarga
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai
tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman
(dalam Setiadi, 2008) membagi tugas keluarga dalam bidang kesehatan
yang harus dilakukan, yaitu:
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila
menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya,
perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera
melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi
atau bahkan teratasi, terutama dalam mengatasi defisit perawatan diri
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa keluarga harus
mengambil tindakan dengan segera agar tidak memperburuk keadaan
klien. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan
orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberikan perawatan
Memberikan perawatan diri kepada anggota keluarga yang sakit terutama
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena gangguan proses pikir, cacat atau
usianya yang terlalu muda/ tua. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah
apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk
pertolongan pertama atau pergi ke pelayanan kesehatan untuk
memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak
terjadi.
Keliat (2011), cara keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa dengan
masalah defisit perawatan diri yaitu:
a. Melatih klien tentang cara merawat kebersihan diri:
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
2. Menjelaskan alat-alat kebersihan diri.
3. Menjelaskan cara melakukan kebersihan diri.
4. Melatih klien untuk mempraktikkan kebersihan diri.
5. Membantu pasien dalam membuat jadwal: mandi, keramas,
menggosok gigi, memotong kuku.
6. Memberikan pujian terhadap perilaku klien yang positif.
b. Melatih klien tentang cara berhias/ berdandan:
1. Pria meliputi: Berpakaian, menyisir rambut, bercukur.
2. Wanita meliputi: Berpakaian, menyisir rambut, berdandan/
berhias.
c. Melatih klien tentang cara makan:
1. Menjelaskan cara mempersiapkan makanan.
2. Menjelaskan cara makan yang tertib: mencuci tangan, mengambil
makanan, duduk di meja makan, berdoa.
3. Menjelaskan cara merapikan peralatan setelah makan.
4. Mempraktikkan makan sesuai dengan tahap makan yang baik.
5. Memberikan pujian terhadap penampilan klien.
d. Mengajarkan klien untuk melakukan bab/bak:
1. Menjelaskan tempat bab/bak yang sesuai, menjelaskan cara
membersikan diri setelah bab/bak,
2. Menjelaskan cara membersihkan tempat bab/bak.
3. Memberi pujian terhadap penampilan klien.
d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan keperibadian anggota keluarga
Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan keperibadian anggota keluarga. Dengan cara keluarga
tidak mengucilkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
keluarga mau mengikut sertakan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam keluarga
tersebut.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan (pemanfaatan lembaga kesehatan yang ada)
Dalam hal ini keluarga harus mampu merawat klien baik dirumah
maupun membawa klien berobat jalan ke rumah sakit jiwa yang ada, atau
tempat pelayana kesehatan jiwa yang terdekat. Apabila keluarga tidak
sanggup lagi merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
maka sebaiknya keluarga membawa anggota keluarga tersebut ke rumah
sakit jiwa untuk dirawat inap. Selama anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dirawat inap sebaiknya keluarga tetap mengunjunginya
serta memberikan dukungan berupa semangat dan lain-lain.
2.3 Konsep Dukungan Keluarga
2.3.1 Defenisi dukungan keluarga
Dukungan keluarga persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian
dari jaringan sosial, yang didalamnya tiap anggota saling mendukung
Kuncoro (dalam Afriyanti, 2013). Dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya Friedman
(2008).
Kane (dalam Friedman 1998), mendefenisikan dukungan keluarga
sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan
sosialnya. Dukungan keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal
balik), umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi), dan keterlibatan
emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.
Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang
kehidupan, dimana dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan
keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi
keluarga dalam kehidupan.
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan yang
dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan
untuk keluarga dimana dukungan tersebut bisa atau tidak digunakan,
tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal,
dan dukungan keluarga eksternal, seperti dukungan dari sahabat,
tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi kesehatan.
Berdasarkan dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa, dukungan
keluarga adalah suatu bentuk sikap kepedulian dari keluarga seperti:
orang tua, saudara, kerabat, bahkan teman dekat yang saling menerima,
menghargai dan menerima kondisi anggota keluarganya, dalam bentuk
informasional, penilaian, instrumental, dan secara emosional, Friedman
(dalam Afriyanti, 2013).
2.3.2 Jenis dukungan keluarga
Caplan (dalam Friedman 1998), menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan yaitu:
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,
informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Aspek-
aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
pemberian informasi.
Informatif berupa informasi yang diberikan keluarga mengenai masalah
keperawatan defisit perawatan diri, mulai dari pengertian, jenis, tanda
gejala, alasan mengapa harus merawat dirinya, dampaknya bila tidak
dilakukan, dan cara merawat diri pada klien gangguan jiwa serta pada
anggota keluarga lainnya dalam upaya meningkatkan kesehatan klien,
yang nanti akan mampu mendukung klien gangguan jiwa dalam
memenuhi kebutuhan defisit perawatan dirinya. Manfaat dari dukungan
ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
individu.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan serta tetap melakukan pengawasan, mendampingi, serta
memberikan bantuan pada aktivitas penderita, dan mencari jalan
alternatif apabila menemukan kendala dalam melakukan aktivitas
perawatan diri klien gangguan jiwa, serta menengahi pemecahan
masalah. Sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga
diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian, pujian,
motivasi, serta hadiah dari keluarga atas perilaku klien dalam merawat
dirinya dengan baik serta memberikan kritikan yang membangun
semangat baru, pada perilaku yang tidak sesuai dengan tindakan
perawatan diri klien.
Apabila keluarga memberikan dukungan penilaian dengan memberikan
umpan balik positif, ketika klien menunjukkan perilaku yang benar
dalam melakukan perawatan dirinya, akan membuat klien semakin
bersemangat lagi dalam melakukan usahanya untuk mempertahankan
perilaku tersebut. Hasil ini sesuai dengan konsep reward dan punishment
yang menyatakan bahwa pemberian reward (salah satu bentuknya adalah
berupa pujian), digunakan untuk membuat perilaku positif klien,
sehingga perilaku tersebut dapat dipertahankan klien gangguan jiwa
(Wardani, 2012).
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya: menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan klien dalam hal
kebutuhan perawatan diri seperti: kebersihan diri, berpakaian/berhias,
makan, dan bab/bak, yang bertujuan agar klien terhindar dari penyakit
lain.
Dukungan instrumental ini dapat berupa seluruh aktivitas yang
berorientasi pada tugas perawatan klien gangguan jiwa dirumah, seperti:
mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan klien gangguan jiwa dalam
melakukan aktivitas kebersihan dirinya (handuk, sabun, odol, penggosok
gigi, shampo, air bersih, alat pemotong kuku, dan lain-lain),
perlengkapan berpakaian/ berhias (pakaian yang bersih, sopan dan layak
pakai, sisir rambut, alat cukuran bagi laki-laki dan perlengkapan berhias/
berdandan bagi wanita), perlengkapan makan (tempat piring, sendok,
mangkok, gelas, makanan dan minuman yang dapat diperoleh klien
gangguan jiwa dengan mudah) dan perlengkapan bab/bak (air yang
cukup, tempat penampung air, gayung, tisu basah dan lain-lain).
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi pada klien
gangguan jiwa. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,
perhatian, mendengarkan dan didengarkan pendapat atau masalah yang
ditemukan klien, serta kasih sayang, empati, sikap saling menghargai
sangat diperlukan oleh klien gangguan jiwa.
Dukungan ini sangat penting bagi klien, karena dengan kasih sayang
yang diberikan keluarga terhadap klien, akan membuat klien merasa
diharapkan, dihargai dan dicintai oleh keluarga, sehingga dengan kondisi
seperti ini akan memungkinkan penderita lebih kooperatif dan mau
merawat dirinya (Wardani, 2012). Kehangatan dalam keluarga, secara
tidak langsung dapat meningkatkan motivasi serta kepatuhan klien
dalam merawat dirinya, Garcia (2006).
2.3.3 Sumber dukungan keluarga
Menurut Root & Dooley (dalam Afriyanti, 2013) ada dua sumber
dukungan keluarga yaitu:
a. Dukungan keluarga yang natural
Diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara
spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan
keluarga ini bersifat formal.
b. Dukungan keluarga artifisial
Dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam
kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial keluarga akibat
bencana alam melalui berbagai sumbangan.
Perbedaan antara dukungan keluarga natural dengan dukungan keluarga
artifisial sebagai berikut:
a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya
tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b. Sumber dukungan keluarga yang natural mempunyai kesesuaian
dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan keluarga natural berakar dari hubungan yang
berakar lama.
d. Sumber dukungan keluarga natural mempunyai keragaman dalam
penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata
hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam
atau pujian.
e. Sumber dukungan keluarga natural terbatas dari beban dan label
psikologis.
2.3.4 Manfaat dukungan keluarga
Friedman (1998), menyimpulkan bahwa efek-efek baik penyangga
(dukungan sosial melindungi individu terhadap efek negatif dari stress)
dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi
akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek
penyangga dan efek-efek utama dari dukungan sosial, terhadap kesehatan
dan kesejahteraan boleh jadi fungsi secara bersamaan.
Serason (dalam Afriyanti 2013), dukungan keluarga mencakup dua hal
yaitu:
a. Jumlah sumber dukungan yang tersedia, merupakan persepsi
individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat
individu membutuhkan bantuan.
b. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan
berdasarkan kualitas).
2.4 Konsep Defisit Perawatan Diri KlienGangguan Jiwa
2.4.1 Defenisi defisit perawatan diri
Menurut Fitria (2010), defisit perawatan diri klien gangguan jiwa adalah
suatu kondisi pada seseorang yang mengalami gangguan jiwa, yang
mengalami kelemahan kemampuan proses berfikir dalam melakukan atau
melengkapi aktivitas perawatan diri, secara mandiri seperti mandi
(hygiene), berpakaian/ berhias, makan, dan bab/bak (toileting). Defisit
perawatan diri adalah ketidak mampuan dalam: kebersihan diri,
berpakaian/ berhias diri, makan sendiri, dan bab/bak sendiri (Keliat,
2011).
2.4.2 Klasifikasi perawatan diri
Keliat (2011), menyebutkan klasifikasi masalah defisit perawatan diri
klien gangguan jiwa terdiri dari:
a. Kurang perawatan diri kebersihan diri: mandi adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
b. Kurang Perawatan Diri Mengenai pakaian/berhias: adalah
gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan
sendiri.
c. Kurang Perawatan Diri Makan: adalah gangguan kemampuan
untuk menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang Perawatan Diri Toileting: adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.
2.4.3 Penyebab defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa
a. Gangguan jiwa (terjadi perubahan proses berpikir)
b. Pengaruh stigma negatif dari keluarga ataupun masyarakat
c. Stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien gangguan
jiwa
d. Tidak ada kemauan merawat diri
e. Kurangnya tugas, fungsi, dan peran serta partisipasi keluarga dalam
merawat klien gangguan jiwa di rumah sakit maupun dirumah
(Keliat 2011, Purba 2010, Fitria 2010).
2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya defisit perawatan diri
pada klien gangguan jiwa yaitu: dalam hal perkembangan (keluarga
terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif dan keterampilan terhambat/ ketergantungan), biologis (penyakit
kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri/
gangguan proses pikir) dan sosial (kurang adanya dukungan dan latihan
kemampuan dari keluarga/ lingkungannya), Nurjannah (2004).
Orem (1991), mengatakan bahwa perawatan diri seseorang dipengaruhi
oleh berbagai faktor dasar (basic functioning factors) yang meliputi:
a. Umur
Jumlah dan bentuk perawatan diri seseorang dipengaruhi oleh umur.
b. Gender/ jenis kelamin
Meskipun jumlah gangguan jiwa pada laki-laki dan perempuan sama,
namu perempuan memiliki kemungkinan untuk sembuh lebih besar
(WHO, 2001). Penelitian Andia (1995 dan Bardestein 1990), melaporkan
bahwa perempuan dengan gangguan jiwa dapat menjalankan fungsi
sosial yang lebih baik dibanding laki-laki dengan gangguan jiwa. Janca
(1996 dan Barbato 1998), menjelaskan bahwa fungsi sosial pada individu
gangguan jiwa diantaranya adalah defisit perawatan diri (kebersihan diri,
berpakaian/ berhias dan nutrisi).
c. Tahap perkembangan
Tahap perkembangan secara umum diartikan pada kondisi individu
dalam fase tertentu dalam kehidupannya, dan memiliki tugas
perkembangan yang unik untuk tiap tahapnya, dalam hal fisik,
psikologis, maupun sosial. Orem (1991), menjelaskan tahap
perkembangan individu dikelompokkan berdasarkan tahap usia (bayi,
anak-anak dan dewasa).
d. Sistem pelayanan kesehatan
Orem (1991), menjelaskan bahwa faktor sistem pelayanan kesehatan
meliputi deskripsi tentang diagnosa medis atau diagnosa keperawatan:
tipe perawatan yang belum dan sedang dijalani klien. Dalam
hubungannya dengan individu gangguan jiwa, tipe dan cara perawatan
sangat penting dalam membantu mengembalikan kemampuan mereka
sebelumnya. Walaupun terapi farmakologi sudah terbukti efektif untuk
menurunkan gejala gangguan jiwa, terapi yang paling efektif untuk klien
dengan gangguan jiwa adalah gabungan dari obat-obatan dan terapi
psikososial (termasuk terapi keluarga untuk mendorong keterlibatan
keluarga, pelatihan keterampilan sosial untuk membantu klien mandiri
dalam menghidupi dirinya, terapi perilaku kognitif untuk mengurangi
gejala gangguan pola pikir dan persepsi, dan terapi vokasional untuk
membantu klien menjadi lebih berarti dalam komunitas).
e. Orientasi sosial budaya
Tingkat keparahan (severity) gangguan jiwa berbeda antara negara maju
dengan negara berkembang. Gangguan jiwa di negara berkembang
dilaporkan memiliki tingkat keparahan yang rendah dan jumlah yang
dapat sembuh total cukup tinggi, WHO (2001).
f. Sistem keluarga
Faktor sistem keluarga meliputi: fungsi klien dalam keluarga (terdapat
hubungan tidak langsung antara posisi klien gangguan jiwa dalam
keluarga dengan kemampuan klien dalam melakukan defisit perawatan
diri atau ada faktor genetik gangguan jiwa) dan hubungan klien dengan
anggota keluarga yang lain (untuk klien gangguan jiwa, dukungan dari
keluarga merupakan hal yang penting dalam upaya membantu klien
mencapai kesembuhan). Bentuk hubungan keluarga yang dapat
membantu kesembuhan klien berupa keterlibatan klien melakukan tugas
rumah, melatih kemampuan klien menjalankan aktivitas sehari-hari dan
menyediakan dukungan finansial serta emosional untuk mendorong klien
meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri, Orem (1991).
g. Ketersediaan dan keadekuatan sumber
Ketidak adekuatan dan ketidak sediaan sumber yang relevan dalam
proses rehabilitasi individu dengan gangguan jiwa menyebabkan
degradasi fungsi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari individu
tersebut, Katshnig (2000). Idealnya sumber dukungan ini tersedia dalam
berbagai bentuk dikomunitas seperti: keperawatan bebasis komunitas,
dukungan vokasional dan edukasional, serta kelompok terapi. Namun,
WHO (2001), mengatakan bahwa untuk saat ini fasilitas untuk gangguan
jiwa kronik di masyarakat belum mencukupi. Hanya terdapat 37 %
negara didunia yang menyediakan fasilitas perawatan kesehatan mental
di komunitas.
2.4.5 Tanda gejala defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
a. Kurang merawat kebersihan diri: rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki, badan bau, dan kuku panjang serta kotor.
b. Tidak mampu berpakaian/berhias: rambut acak-acakan, pakaian
kotor, tidak rapi, tidak sesuai, laki-laki tidak bercukur, wanita tidak
berdandan.
c. Tidak mampu makan sendiri: tidak mampu mengambil makanan
sendiri, makan berceceran, makan tidak pada tempatnya, dan sangat
makan terburu-buru.
d. Tidak mampu toileting: bab/bak tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri setelah bab/bak, dan tidak membersihkan
kembali tempat bab/bak, Keliat (2011).
2.4.6 Dampak masalah defisit parawatan diri
Menurut Tarwoto (2009), menjelaskan dampak yang sering timbul pada
masalah defisit perawatan diri klien gangguan jiwa yaitu:
b. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita klien gangguan jiwa karena
tidak terpeliharanya dengan baik kebersihan diri penderita. Gangguan
fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
membrane mukosa mulut, dan gangguan fisik pada kuku.
c. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan defisit perawatan diri adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial serta
masalah penerimaan kehadiran klien gangguan jiwa di keluarga dan
masyarakat.
2.5 Kerangka Teori
Skema 2.1 Kerangka teori
Jenis gangguan jiwa :
Resiko perilaku
kekerasan
Halusinasi
Waham
Isolasi sosial
Harga diri rendah
Resiko bunuh diri
Defisit perawatan diri
(Keliat dan Akemat, 2011).
Komunitas
(Efendi & Makhfudli,2009).
Gangguan jiwa
(Suliswati,dkk,
2005)
Keluarga
Friedman (dalam Efendi,
2009).
Penyebab gangguan jiwa :
Faktor biologis
Faktor psikologis
Faktor sosial
WHO (dalam Setiadi, 2014).
Dukungan keluarga :
Dukungan informasional
Dukungan penilaian
Dukungan instrumental
Dukungan emosional
(Friedman, 1998).
Masalah keperawatan
defisit perawatan diri :
Kebersihan diri
Berpakaian/ berdandan
Makan
BAB/BAK
(Keliat dan Akemat, 2011)
Tanda gejala gangguan jiwa :
marah tanpa sebab
(mengamuk), kurang motivasi
(kegiatan menurun), sedih berke
pajangan,berbicara atau tertawa
sendiri, berbicara kacau,
berbicara kacau, tidak mengenal
orang lain, dan tidak mampu
merawat diri
(Keliat dan Akemat, 2011).
Masalah keperawatan defisit
perawatan diri klien gangguan
jiwa :
Teratasi
Tidak teratasi
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sebuah abstrak, logika secara harfiah dan akan
membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan body
of knowledge (Nursalam, 2005: 31). Abstraksi dari suatu realitas agar
dapat di komunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan
keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak
diteliti) Nursalam (2011: 55).
Skema 3.1 Kerangka konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Dukungan keluarga : Masalah keperawatan defisit
perawatan diri
Dukungan informasional
Dukungan penilaian Teratasi
Tidak teratasi
Dukungan instrumental
Dukungan emosional
3.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang dedefenisikan (Nursalam, 2005 : 44).
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala
Ukur
Hasil Ukur
Independen
Dukungan
keluarga
1
Suatu bentuk kepedulian
keluarga dalam
menerima dan merawat
klien gangguan jiwa
yaitu:
Dukungan informasional
merupakan pemberian
informasi, saran, nasehat
dan petunjuk dalam
mengungkapkan masalah
klien gangguan jiwa
Kuesioner
Wawancara
terpimpin
Ordinal
Mendukung
≥ mean 16
Tidak
mendukung <
mean 16
2
Dukungan penilaian
merupakan pemberian
semangat, pujian,
penghargaan dan
motivasi oleh keluarga
atas perilaku klien
gangguan jiwa dalam
merawat diri
Kuesioner
Wawancara
terpimpin
Ordinal
Mendukung
≥ mean 16
Tidak
mendukung <
mean 16
3 Dukungan instrumental
berupa: mempersiapkan
fasilitas yang dibutuhkan
klien gangguan jiwa,
serta membimbing dan
membantu dalam
melakukan aktivitas
perawatan dirinya
Kuesioner
Wawancara
terpimpin
Ordinal
Mendukung
≥ mean 16
Tidak
mendukung <
mean16
4
Dukungan emosional
berupa adanya
kepercayaan, perhatian,
serta kasih sayang, sikap
saling menghargai dari
keluarga dan
mendengarkan pendapat
atau masalah yang
ditemukan klien
gangguan jiwa.
Kuesioner
Wawancara
terpimpin
Ordinal
Mendukung
≥ mean 17
Tidak
mendukung <
mean 17
Dependen
Masalah
keperawatan
defisit
perawatan
diri
Merupakan ketidak
mampuan seseorang
dalam
melakukanaktivitas
perawatan diri yang
meliputi: kebersihan diri,
berpakaian/ berhias diri,
makan dan bak/bak
secara mandiri, baik dan
benar.
Lembar
observasi
Observasi
Ordinal
Teratasi ≥
mean 14
Tidak teratasi
< mean 14
3.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian terbukti bahwa:
a. Ada hubungan dukungan informasional keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun
2015, dengan p =0,001 < dari nilai α (0,05), artinya Ha diterima dan
Ho ditolak.
b. Ada hubungan dukungan penilaian keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun
2015, dengan p =0,006 < dari nilai α (0,05), artinya Ha diterima dan
Ho ditolak.
c. Ada hubungan dukungan instrumental keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun
2015, dengan p = 0,001 < dari nilai α (0,05), artinya Ha diterima dan
Ho ditolak.
d. Ada hubungan dukungan emosional keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun
2015, dengan p =0,049 < dari nilai α (0,05), artinya Ha diterima dan
Ho ditolak.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan mengidentifikasi berupa kesulitan yang
mungkin timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2005). Metode
penelitian descriptif analitic yaitu, untuk mengetahui hubungan antara
dukungan keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri
klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan pendekatan
cross sectional, dimana pengumpulan data variabel independent dan
variabel dependent yang dilakukan secara bersamaan dan sekaligus
(Notoatmodjo, 2010).
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat
Penelitian telah dilakukan di Kelurahan Bukit Apit Puhun dan Kelurahan
Aur Tajungkang Tangah Sawah yang merupakan Wilayah Kerja
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi.
4.2.2 Waktu
Penelitian ini dimulai dari registrasi judul, registrasi surat izin penelitian,
dan penyusunan proposal penelitian pada bulan Maret 2015, ujian
proposal pada bulan April 2015, pengumpulan proposal pada bulan Mei
2015, pengambilan data pada bulan Juni-Juli 2015, pengolahan data pada
bulan Juli 2015, penulisan laporan hasil penelitian dan ujian skripsi pada
bulan Juli- Agustus 2015, dan berakhir pada pengumpulan skripsi pada
bulan Agustus2015.
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti (Notoatmodjo,
2010). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua
keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa
dirumah, di Kelurahan Bukit Apit Puhun dan Kelurahan Aur Tajungkang
Tangah Sawah Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi tahun 2015 yang berjumlah 30 keluarga (Arsip Keswamas:
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi, 2015).
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Jika
populasinya kecil, seperti bila sampelnya ≤ 30 maka cara pengambilan
sampel adalah seluruh populasi dijadikan sampel, Hidayat (2009: 74).
a. Kriteria inklusi sampel
Kriteria sampel inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2011:
92).
1. Keluarga yang anggota keluarganya terdapatklien gangguan
jiwa.
2. Keluarga yang anggota keluarganya tinggal serumah/ tidak
serumah serta merawat klien gangguan jiwa.
3. Keluarga yang anggota keluarganya bersedia untuk diteliti
4. Keluarga yang anggota keluarganya kooperatif.
5. Keluarga yang anggota keluarganya bisa berkomunikasi dengan
baik.
6. Keluarga yang anggota keluarganya berada ditempat waktu
penelitian
7. Keluarga yang anggota keluarga bersedia menanda tangani
informed consent.
b. Kriteria eklusi sampel
Kriteria eklusi adalah menghilang/ mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab Nursalam (2011:92)
sebagai berikut:
1. Keluarga yang tidak bersedia menjadi responden
2. Keluarga yang tidak ada saat penelitian dilakukan
4.3.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses yang akan menyeleksi proporsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2005). Teknik
sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari
populasi (Arikunto, 2010).Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti
adalah total sampling, yang dilakukan dengan cara melakukan
pengambilan sampel secara keseluruhan dari populasi, yaitu sebanyak 30
orang.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Alat Pengumpulan Data
Di dalam penelitian, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa
kuesioner, yang merupakan alat ukur dengan beberapa pertanyaan dan
lembar observasi yang berupa panduan dalam mengobservasi, Hidayat
(2009:86).
Adapun instrumen yang digunakan peneliti adalah:
a. Data demografi responden, meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Kuesioner mengenai dukungan keluarga terhadap masalah
keperawatan defisit perawatan diri yang terdiri 20 butir pertanyaan,
dengan menggunakan Scale Likert. Hasil pengukuran untuk
dukungan informasional, penilaian, dan instrumentalkeluarga
bernilai “mendukung” jika ≥ mean (16), dan “tidak mendukung” jika
< mean (16), sedangkan pada dukungan emosional keluarga bernilai
“mendukung” jika ≥ mean (17), dan “tidak mendukung” jika < mean
(17).
c. Lembar observasi mengenai masalah keperawatan defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa dengan menggunakan scale Gutman. Hasil
pengukuran untuk masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa bernilai “teratasi” jika ≥ mean (14) , dan “tidak
teratasi” jika < mean (14).
4.4.2 Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan cara membagikan
kuesioner, serta melakukan observasi pada responden yang terpilih dan
sesuai kriteria sampel yang dilakukan dengan 2 sesi kunjungan. Pertama
peneliti mengunjungi rumah responden yang sesuai dengan kriteria
sampel dengan meminta bantuan kepada petugas Puskesmas beserta
Kader setempat.
Pada sesi pertama ini peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta
menjalin hubungan kepercayaaan dengan keluarga penderita gangguan
jiwa, dan melakukan kontrak waktu sesi ke-2 untuk waktu pengisian
kuesioner sesuai waktu yang disepakati dengan keluarga. Pada sesi
pertama ini, ada beberapa keluarga klien gangguan jiwa yang tidak mau
menjadi responden, karena malu dan takut aibnya akan diketahui orang
banyak, namun peneliti mengunjungi kembali esok harinya serta
menjelaskan kembali maksud dan manfaat penelitian ini bagi keluarga
dalam merawat klien gangguan jiwa sehingga keluarga mau menjadi
responden.
Pada kunjungan sesi ke-2 responden diminta untuk menanda tangani
informed consent. Sebelum responden mengisi kuesioner, peneliti
terlebih dahulu memberikan informasi tentang apa saja yang harus
dilakukan, lalu menjelaskan tentang cara pengisiannya. Setelah di
jelaskan tata cara pengisian, responden dipersilahkan untuk mengisi
jawaban pertanyaan yang ada dalam kuesioner selama 10-20 menit dan
peneliti melakukan observasi pada klien gangguan jiwa mengenai defisit
perawatan dirinya.
Selama pengisian kuesioner responden didampingi oleh peneliti, untuk
memberikan penjelasan pada responden mengenai yang kurang
dimengerti responden. Peneliti juga mengingatkan responden agar
mengisi seluruh pertanyaan dengan lengkap.Kuesioner yang telah diisi
dikumpulkan, dan diperiksa kelengkapannya. Setelah itu peneliti
mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan terima kasih pada
responden atas kerja samanya, dan pengambilan data terhadap responden
telah selesai.
4.5 Cara Pengolahan Data dan Analisis Data
4.5.1 Cara Pengolahan Data
Data kuesioner yang terkumpul pada peneliti akan dianalisa melalui
tahap-tahap berikut ini :
a. Editing (pengecekkan data)
Setelah dilakukan pengecekan terhadap 30 lembar jawaban kuisoner
dan lembar observasi keluarga klien tgangguan jiwa, ternyata semua
lembar jawaban kuesioner dan obsevasi pengisiannya telah lengkap.
b. Coding (pengkodean data)
Peneliti melakukan pemberian tanda, simbol, dan kode pada tiap-tiap
data. Kategori dukungan keluarga sebagai berikut:
a) Mendukung diberi kode 1
b) Tidak mendukung diberi kode 2
Sedangkan untuk kategori masalah defisit perawatan diri sebagai
berikut:
a) Teratasi diberi kode 1
b) Tidak teratasi di beri kode 2.
c. Scoring (memberi skor data)
Peneliti memberikan nilai pada setiap jawaban responden sebagai
beirkut:
a) Tidak pernah diberi nilai 1
b) Jarang diberi nilai 2
c) Sering diberi nilai 3
d) Selalu diberi nilai 4.
d. Tabulating (metabulasi data)
Peneliti memasukan data kedalam tabel distribusi frekuensi, dimana
data pada tabel ini diolah menggunakan persentase tabel.
e. Prosessing (memproses data)
Peneliti telah memproses semua data dari lembar jawaban kuesioner
dan observasi keluarga klien gangguan jiwa dianalisisunivariat dan
bivariatdengan program komputer.
f. Cleaning (pembersihan data)
Peneliti melakukan pengecekan, terhadap semua data yang telah di
input dan semua data telah di input dengan benar.
g. Uji coba kuesioner
Kuesioner di uji cobakan kepada 3 orang responden dengan kriteria
sampel yang sama dengan sampel penelitian di tempat yang berbeda,
dan responden telah mengerti terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
dalam kuisioner,dan tidak ada yang mengajukan pertanyaan
sehingga kuisioner dinyatakan valid.
4.5.2 Analisis Data
4.5.2.1 Analisis Univariat
Pada analisa univariat di peroleh gambaran pada masing-masing variabel
independent maupun dependent. Data yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi yang disusun berdasarkan kuesioner.
4.5.2.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis yang digunakan, untuk melihat ada
atau tidaknya, hubungan antara variabel independent dengan variabel
dependent dengan menggunakan uji Chi Square. Pengambilankeputusan
uji statistik, digunakan batasan bermakna 0,05 dengan ketentuan
bermakna bila pvalue ≤ α dan tidak bermakna jika pvalue > α.
4.6 Etika Penelitian
Masalah penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian. Mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia hampir 90%. Supaya dalam penelitian ini tidak
melanggar hak asasi manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-
prinsip etika dalam penelitian. Menurut (Nursalam 2008), adapun
masalah etika penelitian yng harus di perhatikan sebagai berikut:
4.6.1 Beneficience
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan bagi
responden apabila menggunakan tindakan khusus, terbebas dari resiko
dan terekploitasi.
4.6.2 Respect for human dignity
Peneliti memperlakukan responden sebagai subjek penelitian secara
manusiawi, dan menghargai hak untuk bertanya, menolak memberikan
informasi atau memutuskan menjadi subjek peneliti, atau tidak tanpa
sanksi bila menolak atau memberikan penjelasan secara rinci, serta
bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subjek.
4.6.3 Justice (prinsip keadilan)
Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia, dengan
menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil. Hak menjaga
privasi manusia dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.
4.6.4 Informed consent (lembar persetujuan)
Berupa lembar persetujuan yang diberikan kepada responden yang akan
diteliti dan telah memenuhi kriterianya sebagai responden. Lembar ini
berisi maksud, tujuan dan dampak yang diteliti selama pengumpulan
data. Responden bersedia di teliti maka harus menanda tangani lembar
persetujuan, namun jika responden menolak untuk di teliti, maka peneliti
tidak memaksakan dan tetap menghormati hak responden.
4.6.5 Anonimiti (tanpa nama)
Menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
responden. Melainkan hanya memberi kode pada lembaran penelitian.
Informasi responden tidak hanya dirahasiakan, tapi juga harus
dihilangkan.
4.6.6 Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, dan hanya kelompok
data tertentu yang diharapkan sebagia hasil penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi penelitian
Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad berlokasi di Jln. Umar Gafar
Bukittinggi dan merupakan salah satu dari beberapa puskesmas yang
terdapat di Bukittinggi. Wilayah kerja Puskesmas ini mencakup 4
kelurahan yaitu: Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah (ATTS),
Kelurahan Kayu Kubu (KK), Kelurahan Bukit Apit Puhun (BAP) dan
Kelurahan Benteng Pasar Atas (BPA). Kelurahan yang digunakan
sebagai area penelitian ini adalah 2 Kelurahan yaitu: Aur Tajungkang
Tengah Sawah dan Bukit Apit Puhun saja, karena pada kedua Kelurahan
ini yang paling banyak terdapat klien gangguan jiwa rawat jalan.Masing-
masing Kelurahan mempunyai 1 Puskeskel dan 1 Pustu yang jaraknya
cukup jauh dari puskesmas induk, tapi berada di tengah-tengah
perumahan penduduk.
5.2 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan sejak tanggal 23 Juni – 02 Juli 2015 (10 hari),
kepada 30 keluarga dan klien gangguan jiwa yang rawat jalan di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015.
Hasil penelitiaan ini akan dijelaskan sebagai berikut:
5.2.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan
persentase masing-masing variabel independen dukungan keluarga dan
variabel dependen defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi. Secara rinci
hasil penelitian dijelaskan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai
berikut:
a. Dukungan Informasional, Penilaian, Instrumental, Dan
Emosional Keluarga Klien Gangguan Jiwa
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional, Penilaian,
Instrumental, Dan Emosional Keluarga Klien Gangguan
Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi Tahun 2015
No Dukungan Informasional Frekuensi %
1. Mendukung 23 76.7
2. Tidak Mendukung 7 23.3
Total 30 100
Dukungan Penilaian
1. Mendukung 19 63.3
2. Tidak Mendukung 11 36.7
Total 30 100
Dukungan Instrumental
1. Mendukung 23 76.7
2. Tidak Mendukung 7 23.3
Total 30 100
Dukungan Emosional
1. Mendukung 21 70
2. Tidak Mendukung 9 30
Total 30 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 30 keluarga klien
gangguan jiwa yang diteliti, lebih dari separoh keluarga (76.7%)
mempunyai dukungan informasional keluarga yang mendukung.Lebih
dari separoh keluarga (63,3%) mempunyai dukungan penilaian keluarga
yang mendukung.Lebih dari separoh keluarga (76,7 %) mempunyai
dukungan Instrumental keluarga yang mendukung.Lebih dari separoh
keluarga (70 %) mempunyai dukungan emosional keluarga yang
mendukung.
b. Masalah Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Masalah Keperawatan Defisit Perawatan
Diri Klien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015
No Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa Frekuensi %
1. Teratasi 24 80
2. Tidak Teratasi 6 20
Total 30 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 30 klien gangguan jiwa
yang diteliti, lebih dari separoh klien (80%) mempunyai defisit
perawatan diri teratasi.
5.2.2 Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen yang menggunakan uji statistik
Chi-Square Test, analisis data menggunakan derajat kemaknaan
signifikan 0,05. Hasil analisis chi-square dibandingkan dengan nilai p ≤
α (0,05) artinya secara statistik bermakna dan apabila p > α (0,05) artinya
secara statistik tidak bermakna. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini
sebagai berikut:
a. Hubungan Dukungan Informasional Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Tabel 5.3
Hubungan Dukungan Informasional Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa Di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi Tahun 2015
No
Dukungan
Informasional
DPD Klien Gangguan
Jiwa
Total P
value
OR
Teratasi Tidak
Teratasi
f %
f % f %
1. Mendukung 22 95,7 1 43,3 23 100 0,001 55
2. Tidak
Mendukung
2 28,6 5 71,4 7 100
Total 24 6 30 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 23 keluarga klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan informasional keluarga terdapat
22 klien (95,7 %) defisit perawatan diri teratasi, dan 1 klien (4,3%) tidak
teratasi. Kemudian dari 7 keluarga klien yang tidak memiliki dukungan
informasional keluarga terdapat 2 klien (28,6 %) defisit perawatan
diriteratasi, dan 5 klien (71,4%) tidak teratasi.
Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,001 < α = 0,05 maka dapat
disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan informasional
keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi tahun 2015. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR= 55
artinya klien gangguan jiwa yang memiliki dukungan informasional
keluarga mempunyai peluang 55 kali mengalami defisit perawatan diri
teratasi, dibandingkan dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki
dukungan informasional keluarga .
b. Hubungan Dukungan Penilaian Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Tabel 5.4
Hubungan Dukungan PenilaianKeluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan
JiwaDi Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015
No
Dukungan
Penilaian
DPD Klien Gangguan
Jiwa
Total P
value
OR
Teratasi Tidak
Teratasi
F %
f % f %
1. Mendukung 18 86,4 1 13,6 19 100 0,016 15
2. Tidak
Mendukung
6 36,4 5 63,6 11 100
Total 24 6 30 100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 19 keluarga klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan penilaian keluarga terdapat 18
klien (86,4 %) defisit perawatan diri teratasi, dan 1 klien (13,6%) tidak
teratasi. Kemudian dari 11 keluarga klien yang tidak memiliki dukungan
penilaian keluarga terdapat 6 klien (36,4 %) defisit perawatan diri
teratasi, dan 5 klien (63,6%) tidak teratasi.
Hasil uji statistik di peroleh nilai p =0,016 < α =0,05, maka dapat
disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan penilaian keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa.
Hasil ini juga didukung oleh nilai OR =15 artinya klien gangguan jiwa
yang memiliki dukungan penilaian keluarga mempunyai peluang 15 kali
mengalami defisit perawatan diri teratasi, dibandingkan dengan klien
gangguan jiwa yang tidak memiliki dukungan penilaian keluarga.
c. Hubungan Dukungan Instrumental Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Tabel 5.5
Hubungan Dukungan InstrumentalKeluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi Tahun 2015
No
Dukungan
Instrumental
DPD Klien Gangguan
Jiwa
Total P
value
OR
Teratasi Tidak
Teratasi
f %
f % f %
1. Mendukung 22 95,7 1 4,3 23 100 0,001 55
2. Tidak
Mendukung
2 28,6 5 71,4 7 100
Total 24 6 30 100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 23 keluarga klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan instrumental keluarga terdapat
22 klien (95,7 %) defisit perawatan diri teratasi, dan 1 klien (4,3%) tidak
teratasi. Kemudian dari 7 keluarga klien tidak memiliki dukungan
instrumental keluarga terdapat 2 klien (28,6 %) defisit perawatan diri
teratasi, dan 5 klien (71,4%) tidak teratasi.
Hasil uji statistik di peroleh nilai p = 0,001< α =0,05, maka dapat
disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan instrumental
keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangg
uan jiwa. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR =55 artinya klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan instrumental keluarga
mempunyai peluang 55 kali mengalami defisit perawatan diri teratasi,
dibandingkan dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki dukungan
instrumental keluarga.
d. Hubungan Dukungan Emosional Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Tabel 5.6
Hubungan Dukungan Emosional Keluarga Dengan Masalah
Keperawatan Defisit Perawatan Diri Klien Gangguan Jiwa
Di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi Tahun 2015
No
Dukungan
Emosional
DPD Klien Gangguan
Jiwa
Total P
value
OR
Teratasi Tidak
Teratasi
f %
f % f %
1. Mendukung 19 90,5 2 9,5 21 100 0,049 7,6
2. Tidak
Mendukung
5 55,6 4 44,4 9 100
Total 24 6 30 100
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 21 keluarga klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan emosional keluarga terdapat 19
klien (90,5%) defisit perawatan diri teratasi, dan 2 klien (9,5%) tidak
teratasi. Kemudian dari 9 keluarga klien yang tidak memiliki dukungan
emosional keluarga terdapat 5 klien (55,6 %) defisit perawatan diri
teratasi, dan 4 klien (44,4%) tidak teratasi.
Hasil uji statistik di peroleh nilai p =0,049 ≤ α =0,05, maka dapat
disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan emosional
keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR =7,6 artinya klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan emosional keluarga mempunyai
peluang 7,6 kali mengalami defisit perawatan diri teratasi, dibandingkan
dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki dukungan emosional
keluarga.
5.3 Pembahasan
Friedman (1998 dalam Purnawan (2008) mengatakan faktor internal (usia
dan pendidikan) dan eksternal (pekerjaan) mempengaruhi keluarga dalam
memberikan dukungan, dikarenakan keduanya saling berhubungan.
Kedua faktor dalam penelitian tersebut sebagai berikut:
Usia keluarga yang merawat klien gangguan jiwa rara-rata 42 tahun,
dengan rentang usia terbanyak keluarga pada kelompok usia dewasa
pertengahan 40-65 tahun yaitu sebesar (70%). Stuart dan Laralia (2005)
menyatakan bahwa usia berhubungan dengan pengalaman seseorang
dalam menghadapi berbagai stresor, kemampuan memanfaatkan sumber
dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping. Diperkuat oleh
Hurlock (2008) mengatakan dimana semakin cukup umur maka tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang semakin meningkat, baik itu dalam
berfikir maupun dalam bekerja. Friedman (1998) mengatakan bahwa
wanita yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan
atau mengenali kebutuhan keluarganya yang sakit dan juga lebih
egosentris dibandingkan wanita yang lebih tua.
Lebih dari separoh (70%) keluarga yang merawat klien gangguan jiwa
berjenis kelamin perempuan. Kaplan, Sadock (2007) menyatakan bahwa
laki-laki lebih memunculkan gejala negatif dibandingkan wanita, karena
wanita memiliki fungsi sosial yang lebih baik dari pada laki-laki.
Diperkuat oleh Friedman (1998) yang megatakan bahwa wanita
merupakan orang paling sering memberikan perawatan kepada klien
dengan defisit perawatan diri, dan lebih banyak menerima beban dari
pada laki-laki. Pada praktiknya memang ditemukan, banyak keluarga
yang wanita merawat klien gangguan jiwa, karena lebih sabar dalam
merawat klien.
Keluarga yang merawat klien gangguan jiwa memiliki latar belakang
pendidikan menengah (46,7%). Stuart (2009) mengatakan bahwa tingkat
pendidikan sangat terkait dengan kemampuan berfikir. Semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin baik pula kemampuan seseorang dalam
berfikir dan mengambil keputusan. Pendidikan tinggi dapat pula
dikaitkan dengan perilaku mencari bantuan pelayanan kesehatan, karena
individu tersebut mampu menilai masalah dengan lebih rasional. Stuart
dan Laralia (2005) menyatakan ada hubungan yang erat antara tingkat
pendidikan keluarga yang lebih tinggi, dengan pemanfaat sarana
pelayanan kesehatan jiwa sebagai pusat informasi asuhan keperawatan
pasien dan keluarga.
Pekerjaan keluarga yang merawat klien gangguan jiwa adalah wiraswasta
(63,3%). Purnawan (2008) mengatakan bahwa semakin tinggi ekonomi
seseorang biasanya dia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit
yang dirasakan sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika
merasa adanya gangguan kesehatan. Diperkuat oleh Friedman (1998)
mengatakan bahwa keluarga dengan kelas sosial menengah mempunyai
tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada
keluarga dengan kelas sosial bawah.
5.3.1 Analisa Univariat
a. Dukungan informasional keluarga
Berdasarkan hasil penelitian pada 30 keluarga klien gangguan jiwa
didapatkan lebih dari separoh keluarga (76,7 %) mempunyai dukungan
informasional keluarga yang mendukung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chandra (2010) mengenai
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
“Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen, menunjukkan dukungan
informasional keluarga sedang 85,7 %. Berbeda dengan penelitian
Permatasari (2012) mengatakan Gambaran Dukungan Sosial Yang
Diberikan Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skiofenia Di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, menunjukkan
dukungan informasional keluarga tidak mendukung (53,3%).
Dukungan informasional merupakan dukungan yang berfungsi sebagai
pengumpul informasi tentang segala sesuatu yang digunakan untuk
mengungkapakan suatu masalah. Jenis dukungan ini sangat bermanfaat
dalam menekan munculnya suatu stressor defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa, karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan
aksi sugesti yang khusus pada individu, sehingga mampu meningkatkan
pengetahuan klien. Secara garis besar terdiri dari aspek nasehat, usulan,
petunjuk, dan pemberian informasi, Kaplan (dalam Friedman,2003).
Menurut asumsi peneliti, klien gangguan jiwa perlu mendapatkan
dukungan informasional dari keluarganya agar klien mampu mengenali
masalahnya defisit perawatan dirinya, sehingga klien mengerti cara
mengatasi dan mempertahankannya melalui informasi yang diberikan
keluarga yang akan membantu dalam mengatasi masalah defisit
perawatan diri klien gangguan jiwa. Di perkuat oleh Dhamhudi (2012)
bahwa memberikan informasi pada anggota keluarga yang tidak mengerti
tentang pengobatan serta perawatan klien gangguan jiwa yang tidak
patuh, terutama jika klien kambuh dirasakan keluarga sebagai beban
keluarga (family burden).
b. Dukungan penilaian keluarga
Berdasarkan hasil penelitian pada 30 keluarga klien gangguan jiwa
didapatkan lebih dari separoh keluarga (63,3 %) mempunyai dukungan
penilaian keluarga yang mendukung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chandra (2010) mengenai
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
“Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen, yang menunjukkan dukungan
penilaian keluarga sedang 69 %. Berbeda dengan penelitian Permatasari
(2012) mengatakan Gambaran Dukungan Sosial Yang Diberikan
Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skiofenia Di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, menunjukkan dukungan
penilaian keluarga tidak mendukung (51,04%).
Dukungan penilaian menekankan pada keluarga sebagai umpan balik,
membimbing, dan menangani masalah, serta sebagai sumber dan
validator identitas anggota. Dukungan ini dapat dilakukan diantaranya
dengan memberikan support, pengakuan, penghargaan, dan perhatian
pada anggota keluarga, Friedman (2003).
Menurut asumsi peneliti, dukungan penilaian ini sangat berpengaruh
dalam mengatasi masalah defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
dikarena dengan menyiapkan, mengawasi serta mengajari klien gangguan
jiwa dalam merawat diri yang baik dan benar tentu hasil perawatan diri
klien teratasi. Pendapat ini di perkuat oleh Orem (1991 dalam Nurlela
2012) mengatakan bahwa dukungan dari keluarga, bagi klien gangguan
jiwa merupakan hal yang penting dalam upaya membantu klienmencapai
kesembuhan, adapun bentuk dukungan yang dapat membantu
kesembuhan klien tersebut berupa respon umpan balik dari sikap klien
merawat diri dari anggota keluarga.
c. Dukungan instrumental keluarga
Berdasarkan hasil penelitian pada 30 keluarga klien gangguan jiwa
didapatkan lebih dari separoh keluarga (76,7 %) mempunyai dukungan
Instrumental keluarga yang mendukung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chandra (2010) mengenai
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan PenderitaPost
Traumatic Stress Disorder (PTSD) Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
“Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen, yang menunjukkan dukungan
instrumental keluarga sedang 45,2 %. Berbeda dengan penelitian
Permatasari (2012) mengatakan Gambaran Dukungan Sosial Yang
Diberikan Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skiofenia Di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, menunjukkan
dukungan instrumental keluarga tidak mendukung (51,04%).
Dukungan penilaian memfokuskan keluarga sebagai sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit berupa bantuan langsung dari orang yang
diandalkan seperti materi, tenaga, dan sarana. Manfaat dari dukungan ini
adalah mengembalikan energi atau stamina dan semangat yang menurun
dan memberikan rasa perhatian serta kepedulian pada seseorang yang
mengalami kesusahan atau penderitaan, Friedman (2003).
Menurut asumsi peneliti, dukungan instrumental ini sangat berpengaruh
dalam mengatasi masalah defisit perawatan diri klien gangguan jiwa di
sebabkan karena dengan menyiapkan, mengawasi serta mengajari klien
gangguan jiwa dalam merawat diri yang baik dan benar tentu hasil
perawatan diri klien teratasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Garcia
(2006) yang menyatakan bahwa dukungan instrumental merupakan
prediktor kepatuhan klien saat dirumah. Serta di pertegas oleh hasil
penelitian Wardani (2012) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa
dukungan instrumental dipenuhi keluarga dengan menyiapkan obat,
melakukan pengawasan minum obat, mencari alternatif pemberian obat
apabila klien tidak mau minum obat dan memenuhi kebutuhan finansial.
d. Dukungan emosional keluarga
Berdasarkan hasil penelitian pada 30 keluarga klien gangguan jiwa
didapatkan lebih dari separoh keluarga (70 %) yang mempunyai
dukungan emosional keluarga yang mendukung.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chandra (2010) mengenai
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan PenderitaPost
Traumatic Stress Disorder (PTSD)Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
“Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen, yang menunjukkan dukungan
mosional keluarga sedang 61,9 %. Berbeda dengan penelitian
Permatasari (2012) mengatakan Gambaran Dukungan Sosial Yang
Diberikan Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skiofenia Di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, menunjukkan
dukungan emosional keluarga tidak mendukung (57,3%).
Dukungan emosional menempatkan keluarga sebagai tempat aman dan
damai untuk istirahat serta dapat membantu penguasaan terhadap emosi
pada klien gangguan jiwa. Aspek-aspek dari dukungan emosional
meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya
kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan pendapat atau
masalah yang ditemukan klien, serta kasih sayang, empati, sikap saling
menghargai sangat diperlukan oleh klien gangguan jiwa, Friedman
(2003).
Menurut asumsi peneliti, dukungan emosional keluarga yang mendukung
sangat diperlukan untuk memotivasi klien gangguan jiwa dalam merawat
dirinya, karena mereka akan merasa di butuhkan dan tetap menjadi
bagian dari anggota keluarga meskipun sakit. Pendapat ini diperkuat oleh
Orem (1991) mengatakan bahwa dukungan emosional dari keluarga,
bagi klien gangguan jiwa merupakan hal yang penting dalam upaya
membantu klien mencapai kesembuhan, adapun bentuk dukungan yang
dapat membantu kesembuhan klien tersebut berupa pujian, menghargai,
kasih sayang yang diberikan keluarga untuk mendorong klien
meningkatkan kemandiriannya dalam perawatan diri.
e. Masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
Berdasarkan hasil penelitian pada 30 klien gangguan jiwa didapatkan
lebih dari separoh klien (80 %) mempunyai defisit perawatan diri yang
teratasi.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rosiana (2012) yang
mengatakan bahwa pasien gangguan jiwa sebelum dilakukan perilaku “
token ekonomi” sebanyak (100 %) dengan defisit perawatan diri tidak
mampu mengenal dan memutuskan untuk melakukan perawatan diri.
Defisit perawatan diri klien gangguan jiwa adalah suatu kondisi pada
seseorang yang mengalami gangguan jiwa, yang mengalami kelemahan
kemampuan proses berfikir dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri, secara mandiri seperti mandi, berpakaian/ berhias, makan,
dan bab/bak, Fitria (2010).
Menurut asumsi peneliti, klien yang mengalami masalah defisit
perawatan diri teratasi di sebabkan karena adanya dukungan
(informasional, penilaian, instrumental dan emosional) keluarga yang
mendukung, sehingga mampu memotivasi dan mengatasi masalah defisit
perawatan diri klien gangguan jiwa. Di perkuat oleh Niven, Neil (2002,
h.197) mengatakan salah satu fungsi keluarga adalah memberikan
dukungan terhadap anggotanya. Pengaruh dukungan positif yang
diberikan dari lingkungan sekitar keluarga tersebut dapat menjadikan
suatu dukungan agar suatu kegiatan yang dijalankan berhasil.
5.3.2 Analisa Bivariat
a. Hubungan dukungan informasional keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
Berdasarkan hasil uji statistik penelitian diperoleh nilai p = 0,001, maka
dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan
informasional keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR =55
artinya klien gangguan jiwa yang memiliki dukungan informasional
keluarga mempunyai peluang 55 kali mengalami defisit perawatan diri
teratasi, dibandingkan dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki
dukungan informasional keluarga.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Chandra (2010) mengenai
kesembuhan pasien Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) di Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen,
menunjukkan bahwa dukungan informasional keluarga berpengaruh
terhadap kesembuhan PTSD (p = 0,015). Diperkuat oleh penelitian
Khaeriyah (2013) mengatakan bahwa ada Pengaruh Komunikasi
Terapeutik (SP 1-4) Terhadap Kemauan Dan Kemampuan Personal
Higiene Pada Klien Defisit Perawatan Diri Di RSJD Dr. Amino Gondo
Hutomo Semarang dengan masing-masing p =0,000.
Kaplan (dalam Friedman, 2003) dukungan informasional merupakan
dukungan yang berfungsi sebagai pengumpul informasi tentang segala
sesuatu yang digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Jenis
dukungan ini sangat bermanfaat dalam menekan munculnya suatu
stressor defisit perawatan diri klien gangguan jiwa, karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada
individu, sehingga mampu meningkatkan pengetahuan klien. Secara garis
besar terdiri dari aspek nasehat, usulan, petunjuk, dan pemberian
informasi.
Menurut asumsi peneliti, dukungan informasional keluarga sangat
berhubungan dengan teratasinya masalah keperawatan defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa, karena dukungan informasional keluarga dapat
membuat klien gangguan jiwa menjadi mengerti dan paham cara
merawat dirinya yang baik dan benar, sehingga memotivasinya untuk
merawat dirinya serta defisit perawatan diri klien gangguan jiwa akan
teratasi.
Pendapat ini di perkuat oleh Orem (1991) mengatakan bahwa dukungan
informasional dari keluarga, bagi klien gangguan jiwa merupakan hal
yang penting dalam upaya membantu klien mencapai kesembuhan,
adapun bentuk dukungan yang dapat membantu kesembuhan klien
tersebut berupa memberikan informasi kepada klien dalam hal perawatan
dirinya. Di perjelas oleh Dhamhudi (2012) bahwa memberikan informasi
pada anggota keluarga yang tidak mengerti tentang pengobatan serta
perawatan klien gangguan jiwa yang tidak patuh, terutama jika klien
kambuh dirasakan keluarga sebagai beban keluarga (family burden).
b. Hubungan dukungan penilaian keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
Berdasarkan hasil uji statistik penelitian diperoleh nilai p =0,016, maka
dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan penilaian
keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR =15 artinya klien
gangguan jiwa yang memiliki dukungan penilaian keluarga mempunyai
peluang 15 kali mengalami defisit perawatan diri teratasi, dibandingkan
dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki dukungan
informasional keluarga.
Hasil penelitian terkait tentang dukungan penilaian keluarga Chandra
(2010), mengenai kesembuhan klien PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu
(PPT) “Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen menyatakan bahwa
dukungan penilaian berhubungan terhadap kesembuhan Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD), namun tidak mempunyai pengaruh yang
bermakna dengan p =0,050.
Friedman (2003) menekankan dukungan penilaian pada keluarga sebagai
umpan balik, membimbing, dan menangani masalah, serta sebagai
sumber dan validator identitas anggota. Dukungan ini dapat dilakukan
diantaranya dengan memberikan support, pengakuan, penghargaan, dan
perhatian pada anggota keluarga.
Menurut asumsi peneliti, dukungan penilaian keluarga sangat
berhubungan dengan teratasinya masalah keperawatan defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa, karena dengan dukungan penilaian keluarga
dapat membuat klien gangguan jiwa merasa senang, diperhatikan, dan
tetatap merasa menjadi bagian dari keluarga meskipun ia sakit, sehingga
mampu memotivasinya untuk merawat dirinya serta defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa tentu akan teratasi. Pendapat ini di perkuat oleh
Orem (1991 dalam Nurlela 2012) mengatakan bahwa dukungan dari
keluarga, bagi klien gangguan jiwa merupakan hal yang penting dalam
upaya membantu klien mencapai kesembuhan, adapun bentuk dukungan
yang dapat membantu kesembuhan klien tersebut berupa respon umpan
balik dari sikap klien merawat diri dari anggota keluarga.Hal ini sesuai
dengan konsep reward dan punishment yang menyatakan bahwa
pemberian reward (salah satu bentuknya adalah berupa pujian),
digunakan untuk membuat perilaku positif klien, sehingga perilaku
tersebut dapat dipertahankan klien gangguan jiwa (Wardani, 2012).
c. Hubungan dukungan instrumental keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
Berdasarkan hasil uji statistik penelitian diperoleh nilai p = 0,001, maka
dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara dukungan
instrurmental keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR =55
artinya klien gangguan jiwa yang memilikidukungan instrurmental
keluarga mempunyai peluang 55 kali mengalami defisit perawatan diri
teratasi, dibandingkan dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki
dukungan instrumental keluarga.
Hasil penelitian yang terkait penelitian Chandra (2010) menyatakan
bahwa dukungan instrumental berhubungan dengan kesembuhan klien
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) meskipun tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna dengan nilai p =0, 054.
Kaplan (dalam Friedman 1998) menjelaskan bahwa keluarga merupakan
sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranyamenyiapkan
sarana dan prasarana kesehatan klien dalam hal kebutuhan perawatan diri
seperti: kebersihan diri, berpakaian/berhias, makan, dan bab/bak, yang
bertujuan agar klien terhindar dari penyakit lain. Dukungan instrumental
ini dapat berupa seluruh aktivitas yang berorientasi pada tugas perawatan
klien gangguan jiwa dirumah, seperti: mempersiapkan fasilitas yang
dibutuhkan klien gangguan jiwa dalam melakukan aktivitas kebersihan
dirinya, perlengkapan berpakaian/ berhias, perlengkapan makan dan
perlengkapan bab/bak.
Menurut asumsi peneliti, dukungan instrumental keluarga sangat
berhubungan dengan teratasinya masalah keperawatan defisit perawatan
diri klien gangguan jiwa, karena dengan dukungan instrumental keluarga
kebutuhan klien gangguan jiwa yang diperlukan dalam merawat dirinya
dapat terpenuhi sehingga membuat klien gangguan jiwa lebih termotivasi
untuk merawat dirinya dan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
tentu akan semakin teratasi. pendapat ini diperkuat oleh Orem (1991
dalam Nurlela 2012) mengatakan bahwa dukungan dari keluarga, bagi
klien gangguan jiwa merupakan hal yang penting dalam upaya membantu
klien mencapai kesembuhan, adapun bentuk dukungan yang dapat
membantu kesembuhan klien tersebut berupa membantu klien melakukan
perawatan diri, keterlibatan klien melakukan perawatan diri, melatih
kemampuan klien merawat diri, serta menyediakan kebutuhan klien
dalam melakukan perawatan diri.
Hal ini sesuai dengan pendapat Garcia (2006) yang menyatakan bahwa
dukungan instrumental merupakan prediktor kepatuhan klien saat
dirumah. Serta dipertegas oleh hasil penelitian Wardani (2012) yang
menyatakan dalam penelitiannya bahwa dukungan instrumental dipenuhi
keluarga dengan menyiapkan obat, melakukan pengawasan minum obat,
mencari alternatif pemberian obat apa bila klien tidak mau minum obat
dan memenuhi kebutuhan finansial.
d. Hubungan dukungan emosional keluarga dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
Berdasarkan hasil uji statistik penelitian diperoleh nilai p = 0,049, maka
dapat disimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara dukungan
ermosional keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri
klien gangguan jiwa. Hasil ini juga didukung oleh nilai OR = 7,6 artinya
klien gangguan jiwa yang memilikidukungan ermosional keluarga
mempunyai peluang 7,6 kali mengalami defisit perawatan diri teratasi,
dibandingkan dengan klien gangguan jiwa yang tidak memiliki dukungan
informasional keluarga.
Hasil penelitian Chandra (2010) mengenai kesembuhan klien PTSD di
Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen
menyatakan bahwa dukungan emosional yang paling berpengaruh
terhadap kesembuhan pasien Post Traumatic Stress Disorder PTSD
(p=0,000).
Kaplan (dalam Friedman 1998) menjelaskan bahwa keluarga sebagai
tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi pada klien gangguan jiwa. Aspek-
aspek dari dukungan ini meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan
didengarkan pendapat atau masalah yang ditemukan klien, serta kasih
sayang, empati, sikap saling menghargai sangat diperlukan oleh klien
gangguan jiwa.
Menurut asumsi peneliti, dukungan emosional keluarga ini sangat
diperlukanklien gangguan jiwa dalam merawat dirinya, karena dengan
adanya dukungan emosional keluarga yang di berikan mampu membuat
klien merasa aman, nyaman, senang, tidak tertekan serta termotivasi
untuk mempertahankan sikap positifnya dalam merawat diri. Pendapat ini
diperkuat oleh Orem (1991) mengatakan bahwa dukungan emosional
dari keluarga, bagi klien gangguan jiwa merupakan hal yang penting
dalam upaya membantu klien mencapai kesembuhan, adapun bentuk
dukungan yang dapat membantu kesembuhan klien tersebut berupa
pujian, menghargai, kasih sayang yang diberikan keluarga untuk
mendorong klien meningkatkan kemandiriannya dalam perawatan diri.
5.4 Keterbatasan Peneliti
Menurut Nursalam (2008), keterbatasan adalah suatu yang mungkin
mengurangi kesimpulan secara umum dalam suatu penelitian. Penelitian
ini masih banyak keterbatasan baik yang berasal dari peneliti sendiri
maupun yang dikarenakan oleh masalah teknis yang mempengaruhi hasil
penelitian, keterbatasan tersebut diantaranya adalah:
5.4.1 Keterbatasan kemampuan peneliti
Sangat sulit dalam mengobservasi defisit perawatan diri klien gangguan
jiwa secara subjektif dan sangat sulit melihat langsung dukungan
keluarga secara subjektif, berhubungan dengan kejujuran keluarga dalam
memberikan dukungan maupun jawaban, membutuhkan waktu yang
cukup lama, kesabaran, serta dana dalam melakukan penelitian.
5.4.2 Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan alat instrumen berupa kuesioner/
angket dan observasi yang dilakukan oleh keluarga klien gangguan jiwa,
sehingga data yang diperoleh objektif bukan subjektif.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan pada tanggal 23 Juni - 02
Juli 2015 kepada 30 responden tentang Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Masalah Keperawatan “Defisit Perawatan Diri” Klien Gangguan
Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi Tahun 2015, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
6.1.1 Lebih dari separoh keluarga (78,8%) mempunyai dukungan
informasional keluarga yang mendukung.
6.1.2 Lebih dari separoh keluarga (66,7 %) mempunyai dukungan penilaian
keluarga yang mendukung.
6.1.3 Lebih dari separoh keluarga (78,8 %) mempunyai dukungan
instrumental keluarga yang mendukung.
6.1.4 Lebih dari separoh keluarga (72,7 %) mempunyai dukungan emosional
keluarga yang mendukung.
6.1.5 Lebih dari separoh klien (69,7 %) yang mempunyai defisit perawatan diri
teratasi.
6.1.6 Ada hubungan yang signifikan antara dukungan informasional keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan jiwa
di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
tahun 2015, dengan p =0,001< dari nilai α (0,05), artinya Ha diterima
dan Ho ditolak.
e. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan penilaian keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan
jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi tahun 2015, dengan p =0,016 < dari nilai α (0,05),
artinya Ha diterima dan Ho ditolak.
f. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan instrumental
keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien
gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah
Ahmad Bukittinggi tahun 2015, dengan p =0,001 < dari nilai α
(0,05), artinya Ha diterima dan Ho ditolak.
g. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan emosional keluarga
dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan
jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad
Bukittinggi tahun 2015, dengan p value =0,049 < dari nilai α (0,05),
artinya Ha diterima dan Ho ditolak.
6.2 Saran
6.2.1 Institusi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai bahan masukan
ataupun evaluasi dalam program meningkatkan pendidikan dan
pelayanan kesehatan bagi keluarga dan klien gangguan jiwa yang ada di
Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi.
6.2.2 Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan ataupun
pertimbangan dalam memberikan pendidikan kesehatan maupun dalam
program Pengabdian Masyarakat yang dilakukan pada masyarakat.
6.2.3 Keluarga Klien Gangguan Jiwa
Hasil penelitian ini hendaknya dapat sebagai pedoman ataupun informasi
baru bagi keluargaklien gangguan jiwa, bahwa dalam merawat klien
dibutuhkan empat jenis dukungan (informasional, penilaian,
instrumental, dan emosional) keluarga yang akan membantu masalah
defisit perawatan diri klien dapat teratasi.
6.2.4 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitiaan ini hendaknya dapat bermanfaat bagi peneliti
selanjutnya dalam melakukan penelitiannya dengan jenis penelitian
secara kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, Mesi. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum
Obat Dengan Kekambuhan Pada Pasien Halusinasi Di Poli Psikiatrik RSAM
Bukittinggi.
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi
Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Andarmono, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga; Konsep Teori, Proses dan
Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Anna Keliat Budi, dkk.2011. Manajemen Keperawatan Psikososial & Kader
Kesehatan Jiwa CMHN(Intermediate Course). Jakarta: EGC
-----------------------------. 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas; CMHN
(Basic Course). Jakarta: EGC
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Astuti,Vitaria Wahyu. 2008. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Depresi Pada Lansia Di Posyandu Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri.
http://www. Jurnal STIKes RS Baptis Kediri (Vol;3) 2010. Diakses 02 Maret
2015
Brockopp, Dorothy Young. 2000. Dasar-dasar Riset Keperawatan. (Ed; 2). Jakarta:
EGC
Chandra A.Z. 2010.Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
“Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen. http://www. Jurnal USU Press 2010.
Diakses 10 Agustus 2015
Efendi, Ferry. Makfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas; Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga; Teori dan Praktek. (Ed;3). Jakarta: EGC
H, Suci Novtisia. 2011. Hbungan Peran Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga
Dengan Gangguan Jiwa Terhadap Kekambuhan Gangguan Jiwa Di Wilayah
Kerja Puskesmas Lasi.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode PenelitianKeperawatan Dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
Isnaini, Yulia, dkk. 2009. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keinginan
Untuk Sembu Pada Penyalahgunaan Napza Di Lembaga Pemasyarakatan
Wirogunan Kota Yogyakarta. http://www. Jurnal KES MAS (Vol; 5 No 2) Juni
2011; 162-232. diakses 02 Maret 2015
Jafri, Yendrizal. 2013. Pedoman Tugas Akhir Program Penulisan Proposal dan
Skripsi; Pendidikan Sarjana Keperawatan PSIK STIKes Perintis Sumbar.
Khaeriyah, Uswatun. 2013. Pengaruh Komunikasi Terapeutik (SP 1-4) Terhadap
Kemauan Dan Kemampuan Personal Higiene Pada Klien Defisit Perawatan
Diri Di RSUD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Maramis,W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.
Mayang A.P.K. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Keberfungsian Sosial Pada Pasien Skizoferenia Pasca Perawatan Di Rumah
Sakit. http://www. JIKK Vol: 2. No 1. 2012. diakses 02 Maret 2015
Nasir, A. Muhit A. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa:Pengantar dan Teori.
Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2005. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan;
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika
-----------. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan;
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. (Ed;2).
Jakarta: Salemba Medika
Permatasari Linda.. 2012. Gambaran Dukungan Sosial Yang Diberikan Keluarga
Dalam Perawatan Penderita Skiofenia Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat. http://www. Jurnal Keperawatan Jiwa (Vol; 1).
November 2012; 120-123. Diakses 13 Agustus 2015
Purba, J. M, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: Usu Press
Rochmawati, Dwi Heppy, dkk. 2012. Manajemen Kasus Spesialis Jiwa Defisit
Perawatan Diri Pada Klien Gangguan Jiwa Di RW )@ Dan RW !2 Kelurahan
BaranangSiang Kecamatan Bogor Timur. http://www. Jurnal Keperawatan
Jiwa (Vol; 1). November 2013; 107-120. Diakses 02 Maret 2015
Rosiana, M Anny, dkk. Efektifitas Terapi Perilaku Token Ekonomi Dan Terapi
Psikoedukasi Keluarga Terhadap Pasien Defisit Perawatan Diri Di RW 08
Dan RW 13 Kelurahan BaranangSiang Bogor Timur. http://www. JIKK (Vol;
3). STIKes Muhammadiyah Kudus. 2012. Diakses 02 Maret 2015
Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta. Graha Ilmu
Setiadi, Gunawan. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman bagi penderita,
keluarga dan relawan jiwa. Jawa Tengah: Tirto Jiwo
Sudiharto. 2005. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Susanto, Tantut. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga; Aplikasi Pada Praktik,
Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: TIM
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Wardani, Ice Yulia, dkk. 2008. Dukungan Keluarga; Faktor Penyebab Ketidak
Patuhan Klien Skizofrenia Menjalani Pengobatan. http://www. Jurnal
Keperawatan Indonesia (Vol; 15 No1) Maret 2012. Diakses 02 Maret 2015
Yuyun. 2015. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu Hamil
Dalam Mengkonsumsi Tablet FE Di Poli Kebidanan RSUD Dr. Achmad
Mocthar Bukittinggi.
Zaidin Ali, Haji. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth.
Bapak/Ibu calon Responden
Di tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa STIKes Perintis
Bukittinggi
Nama : IRA SUSTIKA
NIM : 11103084105027
Bermaksud akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan dukungan
keluarga dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri klien gangguan
jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan Rasimah Ahmad Bukittinggi
Tahun 2015”.
Adapun tujuan dari penelitian untuk kepentingan pendidikan saya, dan segala
informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya dan saya bertanggung jawab
apabila informasi yang diberikan akan merugikan bagi responden.
Atas perhatian dan kesediaannya bapak/ ibu sebagai responden, saya ucapkan
terima kasih.
Bukittinggi, Mei 2015
Peneliti
IRA SUSTIKA
Lampiran 2
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
( INFORMED CONSENT )
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : .........................................
Umur : .........................................
Alamat : .........................................
Menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi menjadi responden penelitian
yang dilakukan oleh Ira Sustika Mahasiswa STIKes Perintis Bukittinggi yang
berjudul “Hubungan dukungan keluarga dengan masalah keperawatan defisit
perawatan diri klien gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Perkotaan
Rasimah Ahmad Bukittinggi Tahun 2015”.
Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya tanda tangani agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, ...................... 2015
Responden
(............................. )
Lampiran 3
KISI – KISI KUESIONER
Tujuan Variabel Nomor soal Jumlah soal
Untuk mengetahui
distribusi frekuensi
dukungan keluarga
Dukungan Keluarga:
1. Dukungan informasional: 1 – 5
2. Dukungan penilaian: 6 – 10
3. Dukungan instrumental: 11 – 15
4. Dukungan emosional: 16 – 20
1 – 20
20 item
KISI – KISI LEMBAR OBSERVASI
Tujuan Variabel Nomor soal Jumlah soal
Untuk mengetahui
distribusi frekuensi
masalah keperawatan
defisit perawatan diri
klien gangguan jiwa
Defisit perawatan diri meliputi:
1. Kebersihan diri:1-5
2. Berpakaian/berhias: 6-10
3. Makan: 11-15
4. BAB/BAK (toileting): 16-20
1 – 20
20 item
LAMPIRAN 4
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI KLIEN
GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI
TAHUN 2015
Petunjuk Pengisian Kuesioner :
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti sebelum menjawab.
2. Beri tanda checklist (√) pada salah satu jawaban yang bapak/ibu anggap benar.
3. Kejujuran bapak/ibuk sangat peneliti butuhkan dalam memberikan jawaban.
4. Alternatif jawaban dengan skala Likert, Nursalam (2011)yaitu:
Selalu : apabila selalu dilakukan oleh keluarga, nilainya 4
Sering : apabila sering dilakukan oleh keluarga, nilainya 3
Jarang : apabila jarang dilakukan oleh keluarga, nilainya 2
Tidak pernah : apabila tidak pernah dilakukan sama sekali oleh keluarga,
nilainya 1.
I. DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
a. Initial : .............................................
b. Umur : .............................................
c. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
d. Pendidikan : SD/ tidak tamat SD atau tidak sekolah
SLTP SLTA PT
No Responden:
e. Pekerjaan : PNS Swasta
wiraswasta Tani
Ibu Rumah tangga
f. Hubungan dengan penderita: ............................................
II. PERTANYAAN DUKUNGAN KELUARGA
A. Dukungan Informasional
No Pertanyaan Selalu
4
Sering
3
Jarang
2
Tidak
pernah
1
1. Apakah keluarga ada memberitahu klien
gangguan jiwa informasi mengenai
kebersihan diri?
2. Apakah keluarga ada memberitahu klien
gangguan jiwa informasi mengenai
berpakaian/ berhias yang baik dan sesuai?
3. Apakah keluarga ada memberitahu klien
gangguan jiwa untuk membersihkan diri,
memotong kuku, bercukur bagi lali-laki/
berhias bagi wanita?
4. Apakah keluarga menasehati klien gangguan
jiwa cara mengambil makanan, makan yang
benar, dan merapikan peralatan makanan
kembali?
5. Apakah keluarga ada memberikan petunjuk
pada klien mengenai tempat bab/bak, cara
membersikan diri dan WC/jamban setelah
bab/bak?
B. Dukungan Penilaian
No Pertanyaan Selalu
4
Sering
3
Jarang
2
Tidak
pernah
1
6. Apakah keluarga memberi nasehat pada klien
gangguan jiwa apabila tidak merawat diri?
7. Apakah keluarga memberikan penilaian atas
sikap klien gangguan jiwa dalam melakukan
kebersihan diri, berpakaian/berhias, makan
serta bab/bak?
8. Apakah keluarga menganjurkan klien
gangguan jiwa untuk rutin mandi,
bercukur/berhias, makan teratur dan
membersihkan diri setelah bab/bak pada
tempatnya?
9. Apakah keluarga memberikan masukan pada
klien gangguan jiwa cara melakukan
perawatan diri yang benar, apabila ia
melakukan kurang tepat/ benar?
10. Apakah keluarga memberikan pujian/ hadiah
pada klien gangguan jiwa, apabila mampu
merawat dirinya?
C. Dukungan Instrumental
No Pertanyaan Selalu
4
Sering
3
Jarang
2
Tidak
pernah
1
11. Apakah keluarga menyediakan perlengkapan
mandi klien gangguan jiwa seperti: sabun,
shampo, penggosok gigi, pasta gigi, air
mandi, dan handuk?
12. Apakah keluarga menyediakan perlengkapan
berpakaian klien gangguan jiwa seperti:
pakaian yang bersih, pakaian yang layak
pakai/sopan serta sendal/ sepatu?
13. Apakah keluarga menyediakan perlengkapan
bercukur/berhias klien gangguan jiwa seperti:
sisir rambut, minyak rambut, pencukur kumis,
jenggot dan jambang bagi laki-laki, dan sisir
rambut, bedak, lipstik serta minyak harum
bagi wanita?
14. Apakah keluarga ada membimbing serta
mengajarkan klien gangguan jiwa dalam
melakukan perawatan diri (mandi,
berpakaian/berhias, makan serta bab/bak)?
15. Apakah keluarga memberikan bantuan pada
klien gangguan jiwa dalam merawat dirinya
(mandi, berpakaian, makan dan bak/bak)?
D. Dukungan Emosional
No Pertanyaan Selalu
4
Sering
3
Jarang
2
Tidak
pernah
1
16. Apakah keluarga ada mendengarkan dan
menghargai klien gangguan jiwa dalam
mengemukakan pendapatnya?
17. Apakah keluarga memberikan semangat pada
klien gangguan jiwa untuk tetap teratur dan
rutin merawat diri dan minum obat?
18. Apakah keluarga mempercayai dan
memberikan kesempatan klien gangguan jiwa
untuk melakukan perawatan dirinya secara
mandiri?
19. Apakah keluarga memantau serta mengawasi
klien gangguan jiwa dalam melakukan
perawatan dirinya?
20 Apakah keluarga memberikan perhatian pada
klien gangguan jiwa apabila menemui
kesulitan dalam merawat dirinya.
III. LEMBAR OBSEVASI MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI KLIEN GANGGUAN JIWA
Nama Klien :
Tanggal :
Alamat :
Defisit perawatan diri
No Jenis Pernyataan Ya Tidak
1 Kebersihan
diri:
Rambut klien terlihat bersih
2 Gigi klien terlihat tidak kotor dan berbau
3 Kulit klien terlihat tidak kering dan tidak berdaki
4 Badan klien tidak bau keringat
5 Kuku klien tidak panjang dan tidak kotor
6 Berpakaian/
berhias:
Rambut klien terlihat rapi
7 Pakaian klien terlihat bersih
8 Pakaian klien terlihat rapi
9 Pakaian klien terlihat sesuai
10 Klien laki-laki terlihat bercukur, wanita terlihat
berhias
11 Makan
sendiri:
Klien mampu mengambil makanan sendiri
12 klien mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
13 Klien berdoa sebelum dan sesudah makan
14 Klien tidak makan berceceran
15 Klien makan pada tempatnya
16 Klien merapikan kembali peralatan makan setelah
selesai makan
17 Buang air
besar (bab)
atau buang
air kecil
(bak):
Klien bab/bak pada tempatnya
18 Klien membersihkan diri setelah bab/ bak
19 Klien membersihkan kembali tempat bab/bak
20 Klien memakai alas kaki ketika masuk dan keluar
dari WC
LAMPIRAN
HASIL ANALISIS SPSS
ANALISIS UNIVARIAT
1. DUKUNGAN INFORMASIONAL KELUARGA KLIEN GANGGUAN
JIWA
Dukungan Informasional
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mendukung 23 76.7 76.7 76.7
Tidak Mendukung 7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
2. DUKUNGAN PENILAIAN KELUARGA KLIEN GANGGUAN JIWA
Dukungan Penilaian
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mendukung 19 63.3 63.3 63.3
Tidak Mendukung 11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
3. DUKUNGAN INSTRUMENTAL KELUARGA KLIEN GANGGUAN
JIWA
Dukungan Instrumental
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mendukung 23 76.7 76.7 76.7
Tidak Mendukung 7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
4. DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA KLIEN GANGGUAN JIWA
Dukungan Emosional
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mendukung 21 70.0 70.0 70.0
Tidak Mendukung 9 30.0 30.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
5. DEFISIT PERAWATAN DIRI KLIEN GANGGUAN JIWA
Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Teratasi 24 80.0 80.0 80.0
Tidak Teratasi 6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
ANALISIS BIVARIAT
1. HUBUNGAN DUKUNGAN INFORMASIONAL KELUARGA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI KLIEN
GANGGUAN JIWA
Dukungan Informasional * Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa Crosstabulation
Defisit Perawatan Diri
Klien Gg Jiwa
Total Teratasi Tidak Teratasi
Dukungan
Informasional
Mendukung Count 22 1 23
% within Dukungan
Informasional 95.7% 4.3% 100.0%
Tidak
Mendukung
Count 2 5 7
% within Dukungan
Informasional 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 24 6 30
% within Dukungan
Informasional 80.0% 20.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 15.093a 1 .000
Continuity Correctionb 11.192 1 .001
Likelihood Ratio 13.422 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
Association 14.590 1 .000
N of Valid Casesb 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Dukungan Informasional
(Mendukung / Tidak Mendukung) 55.000 4.128 732.712
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg
Jiwa = Teratasi 3.348 1.034 10.836
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg
Jiwa = Tidak Teratasi .061 .008 .438
N of Valid Cases 30
2. HUBUNGAN DUKUNGAN PENILAIAN KELUARGA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI KLIEN
GANGGUAN JIWA
Dukungan Penilaian * Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa Crosstabulation
Defisit Perawatan Diri
Klien Gg Jiwa
Total Teratasi Tidak Teratasi
Dukungan
Penilaian
Mendukung Count 18 1 19
% within Dukungan
Penilaian 94.7% 5.3% 100.0%
Tidak
Mendukng
Count 6 5 11
% within Dukungan
Penilaian 54.5% 45.5% 100.0%
Total Count 24 6
30
% within Dukungan
Penilaian 80.0% 20.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.033a 1 .008
Continuity Correctionb 4.746 1 .029
Likelihood Ratio 7.031 1 .008
Fisher's Exact Test .016 .016
Linear-by-Linear
Association 6.799 1 .009
N of Valid Casesb 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,20
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Dukungan Penilaian
(Mendukung / Tidak Mendukng) 15.000 1.449 155.313
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien
Gg Jiwa = Teratasi 1.737 1.002 3.010
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien
Gg Jiwa = Tidak Teratasi .116 .015 .868
N of Valid Cases 30
3. HUBUNGAN DUKUNGAN INSTRUMENTAL KELUARGA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI KLIEN
GANGGUAN JIWA
Dukungan Instrumental * Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa Crosstabulation
Defisit Perawatan Diri
Klien Gg Jiwa
Total Teratasi Tidak Teratasi
Dukungan
Instrumental
Mendukung Count 22 1 23
% within Dukungan
Instrumental 95.7% 4.3% 100.0%
Tidak
Mendukung
Count 2 5 7
% within Dukungan
Instrumental 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 24 6 30
% within Dukungan
Instrumental 80.0% 20.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 15.093a 1 .000
Continuity Correctionb 11.192 1 .001
Likelihood Ratio 13.422 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear
Association 14.590 1 .000
N of Valid Casesb 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,40.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Dukungan Instrumental
(Mendukung / Tidak Mendukung) 55.000 4.128 732.712
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
= Teratasi 3.348 1.034 10.836
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
= Tidak Teratasi .061 .008 .438
N of Valid Cases 30
4. HUBUNGAN DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI KLIEN
GANGGUAN JIWA
Dukungan Emosional * Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa Crosstabulation
Defisit Perawatan Diri
Klien Gg Jiwa
Total Teratasi Tidak Teratasi
Dukungan
Emosional
Mendukung Count 19 2 21
% within Dukungan
Emosional 90.5% 9.5% 100.0%
Tidak
Mendukung
Count 5 4 9
% within Dukungan
Emosional 55.6% 44.4% 100.0%
Total Count 24 6 30
% within Dukungan
Emosional 80.0% 20.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.802a 1 .028
Continuity Correctionb 2.867 1 .090
Likelihood Ratio 4.450 1 .035
Fisher's Exact Test .049 .049
Linear-by-Linear
Association 4.642 1 .031
N of Valid Casesb 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Dukungan Emosional
(Mendukung / Tidak Mendukung) 7.600 1.068 54.092
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
= Teratasi 1.629 .893 2.969
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
= Tidak Teratasi .214 .047 .967
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Dukungan Emosional
(Mendukung / Tidak Mendukung) 7.600 1.068 54.092
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
= Teratasi 1.629 .893 2.969
For cohort Defisit Perawatan Diri Klien Gg Jiwa
= Tidak Teratasi .214 .047 .967
N of Valid Cases 30