HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPADATAN LINGKUNGAN...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPADATAN LINGKUNGAN...
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPADATAN
LINGKUNGAN KERJA DENGAN BURNOUT PADA
BURUH PABRIK PT VIP CENGKARENG
JAKARTA BARAT
Oleh:
JAMALULLAIL
NIM : 102070026004
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAY ATULLAH
JAKARTA 1428 H / 2007 M
HUBUNGAN A~tARA PERSEP~l.KEPADATAN LINGKLiNGJ\N K~~J,A DENGAN LIAlN ollt PADA
l1U~UH PABRhit PT.VIP CE G~~ARE!l.JG JAKARTA BARAT
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk mernenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikolo!;ii
Pembimbing I
~<4">
Oleh:
JAMALULLAIL
NIM : 102070026004
Di Bawah Bimblngan
Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi. T S. Evangeline Suaidy, M.Si, Psi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HllJAYATULLAH
JAKARTA 1428H I 2007 M
PENGESAHAN PANITIA U.JIAN
Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEPAOATAN LINGKUNGAN KERJA OENGAN BURNOUT PAOA BURUH PABRIK PT VIP CENGKARENG JAKRT A BARAT" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juni 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana PsikologL
Jakarta, 14 Juni 2007
Sidang Munaqasyah
kap Anggota,
Ora. H". NIP. 150
Abdul Rahman S NIP. 150 292 224
Pembimbing I
~
M.Si
Ors. Sofiandy Zakaria, M. Psi. T NIP. 150 238 773
Ora. Zahrotun NIP. 150 238
Anggota
Penguji II
~~ Ors. Sofiandlf Zakaria, M. Psi. T NIP. 150 238 773
~Olnbing11
~~r-sdvangelint~ Suaidy, M.Si, Psi
Motto:
9tx-diU Cln,rJ, ~ Cln,k
·/.::1WIAPPl/t::f, Cln,dcr, ";(1,~ ~~ 114U'<rdi
~ Cln,dcr,
~i 114~ ,~k Ii,~ eMJk
K,;;t(/(, ~~ -;(e:(~ ~(/(, I~ t.e~(/(,
~cr-~t:VtU ... 111
Klil Y-LJ Iii Llf\,L Rt,{o( eo( L!'Zlil.s U~lil If\, I,{ lf\,tl,{R
Rel !,{/ii I' g Iii RI,{, te \'!,{ tlil Vllllil I b I,{ Ri,i. s e Vl!LO g Iii
elf\,g Rlil I,{ s;eVllllil RLV\, .slil biii r
Dlil If\, teg Iii\'. sertlil l,{lf\,tl,{R Ol'lil VLg Ol'lil lf\,g tJ Iii lf\,g
VIile lf\,g vw l'Vl!lliltL lf\,LJ Iii . A RI,{ b Iii 11\,g g Iii Iii t Iii .s L lf\,L.
(A) Fakultas Psikologi (B) Juni2007 (C) Jamalullail
ABSTRAKSI
(D) Hubungan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja dengan burn out pada buruh pabrik PT.VIP Cengkareng Jakarta Barat.
(E) xi + 72 halaman (F) Produktivitas para pekerja pada perusahaan harus diikuti dengan kualitas
sarana dan prasarana yang diberikan oleh para pemilik perusahaan. Kepadatan lingkungan kerja memberikan pengalaman yang merugikan jikalau dirasakan tidak menyenangkan jika menghambat tingkah laku individu tidak merasa bebas untuk mengendalikan ruang personal, privasi dan penggunaan ruang, bisa terjadi kepadatan menimbulkan pengalaman yang sangat menekan. Perasaan tertekan akhirnya dapat menyebabkan kel<9lahan fisik, kelelahan emosi dan kelelahan mental atau burn out
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja dengan burn out pada buruh pabrik.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Sample dalam penelitian ini mengambil 61 responden dari jumlah keseluruhan populasi pekerja yaitu 332 orang pekerja, yang bekerja minimal 1 tahun, bekrja sebagai karyawan tetap, dan bekerja pada PT VIP Cengkareng Jakarta Barat. Pengambilan sample menggunakan teknik random. Instrument yan9 digunakan uji korelasi dari pearson. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja dengan burn out pada buruh pabrik (0,562) dengan taraf signifikansi 0,001 (sig< 0,05).
(G) Daftar Pustaka = 18 buku, 2 kamus, 2 skripsi, 2 jurnal, dan 1 website (1972 -2004).
KATA PENGANTAR
Syukur penulis selalu haturkan kepada Allah S\/\JT yang· telah banyak memberikan nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Sholawat serta salam juga terhatur kepada Nabi Muhammad SAW, nabi besar panutan seluruh manusia di dunia. Skiripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi.
Pembuatan skripsi ini ingin mengetahui persepsi buruh pabrik mengenai lingkungan kerjanya. Penulis ingin mengetahui hubun~ian persepsi kepadatan lingkungan kerja (fisik) buruh pabrik dengan burn out, proses pembuatan skripsi yang tergolong cukup lama ini sangatlah penulis nikmati. Jadwal yang sisusun haruslah diikuti sehingga efektif dalam pemanfaatan waktu dan efisien dalam pengerjaannya.
Pembuatan skripsi ini menyertakan beberapa orang yang membantu sehingga penyelesaiannya sesuai dengan jadual. Llntuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
·t. Ora.Netty Hartati, M.Psi, Oekan Fakultas Psikologi dan Ora. Zahratun Nihayah, M.Si, selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan memberikan pelajaran kepada penulis.
2. Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T, dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan serta pengalaman yang berharga bagi penulis. S.Evangeline Suaidy M.Si.Psi, dosen pernbimbing yang telah memberikan pelajaran sertra bimbingan dengan sabar.
3. Orang tuaku serta kakak dan adik-adikku yang telah banyak memberikan semangat, harapan serta fasilita:s yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Teruntuk "adik-adikku" yang telah banyak rnemberikan dorongan, masukan serta semangat dan tidak jera men~1ingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Teman-teman seperjuangan, Ade, Ey Eka, Bambang, Firman, Aka, syamsul Refi, Jamali, andi Yudi, Gunawan serta teman-teman angkatan 2002 fakultas psikologi yang tidak disebutkan you're the best, tetap semangat, semangat.
6. Keluarga besar IKPO yang telah memberikan inspirasi untuk berkary~. Keluarga besar PMll Cabang Ciputat terutama Komisariat Fakultas Psikologi yang selalu menjadi bembelajaran saya dalam berorganisasi serta sahabat-sahabat yang selalu bergerak menuju perubahan tetaplah bergerak dan selalu bergerak.
Serta pihak lain yang tidak mengkin penulis tuliskan semua, terima kasih karena telah membantu pengerjaan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan atas bantuan yang telah kalian berikan.
Jakarta, 18 Juni 2007
Penulis
DAFTAR ISi
Halaman Judul
Halaman Persetujuan ii
Halaman Pengesahan iii
Motto iv
Dedikasi v
Abstraksi vi
Kata Pengantar ix
Daftar isi x
Daftar tabel XIII
Daftar Lampiran xiv
BAB1 PENDAHULUAN 1-10
1.1 Latar Belakang Masalah . . .. . .. . . . . . . .. . . . .. . .. . .. .. . .. . .. ... .. . .. . .. . . . 1
1.2 ldentifikasi Masalah ... ... ... .. . .. ... ... .... .... .. .... .. .. .... .. ... ... .. .. . 7
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 7
1.3.1. Pembatasan Masalah ........................................... 7
1.3.2. Perumusan Masalah ............................................. 7
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 8
1.5 Sistematika Penulisan.................................................... 9
BAB 2 KAJIAN PUST AKA 11 - 42
2.1. Burn Out
2.1.1 Definisi Burn out................................................... 11
2.1.2. Sindrom Burn out.................................................. 13
2.1.3. Proses Terjadinya Burn out.................................. 18
2.1.4. Sumber Burn out................................................... 20
2.2. Persepsi Kepadatan Lingkungan Kerja
2.2.1 Teori dan Pengertian Persepsi ............ ................. 31
2.2.2. Hakekat Persepsi.. .. . .. ... .. . .. . .. ... .. ... ........ ... .. . .. . .. .. . .. 32
2.2.3. Proses Terjadinya Persepsi .................................. 33
2.2.4 Pengertian Dan Teori Kepadatan ........ ................. 36
2.3. Kerangkan Berfikir .. . .. . .. .. .... .. .. ........ .... .. .. .... .. . .. .. .... .. ..... ... 40
2.4. Hipotesis ......................................................... ................. 42
BAB 3 METODE PENELITIAN 43 - 57
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian ... .. .. .. .. .. ...... .. .... .. .. .... .. . .. .. .. 43
3.1.2. Metode Penelitian ...... .. ... ... ...... .. ...... .. .. .... .. .... .. ..... 44
3.2 Variable Penelitian
3.2.1. Definisi Variable.................................................... 44
3.2.2. Definisi Operasional Variable................................ 45
3.3 Populasi dan Sarnpel
3.3.1. Populasi. ... .. . .. .. .... .. .. .. .. .. ... .. . .. ... .. .. .. .. .. .. .. . . ... ... .. ... . 46
3.2.2. Teknik Pengarnbilan Sarnpel ................................ 46
3.4 Pengurnpulan Data........................................................ 47
3.5 lnstrurnen Penelitian
3.5.1. Skala Burn out...................................................... 49
3.5.2. Skala Persepsi Kepadatan.................................... 50
3.6 Tehnik Uji lnstrurnen
3.6.1. Uji Validitas Skala................................................. 51
36.2. Uji Reliabilitas Skala .............................................. 54
3. 7 Prosedur Penelitian........................................................ 56
BAB 4 LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN 58-67
4.1. Garnbaran Urnurn Subjek Penelitian ................................. 58
4.2. Presentase Data
4.2.1. Penyebaran Skor Skala Burnout........................... 61
4.2.2. Penyebaran Skor Skala Kepadatan ...................... 61
4.3. Uji Norrnalitas ................................................... ................. 62
4.4. Uji Hornogenitas ................................................................ 63
4.5. Pengujian Hipotesis .......................................................... 64
4.6. Hasil Tarnbahan
4.6.1. Hubungan antara Usia dengan Burn out............... 66
4.6.2. Hubungan antara Masa Kerja Dengan Burn out... 66
4.6.3. Hubungan antara Jenis Kelarnin dengan Burn out 66
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 68 - 72
5.1. Kesirnpulan. .. . . . .. . .. .. . .. . .. .. . .. . . . . . . .. . .. ... . . . .. . . . .. . .. . . . . . . .. . .. ... .. . .. . . 68
5.2. Diskusi .. ...... .. .. . .. . .. .. ... .. . .. . .. .. . .. . . . .. ... ... . . . .. . .. .. . .. . .. ... .. . .. ... .. . . . 68
5.3. Saran................................................................................. 71
DAFT AR PUST AKA
LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Bobot nilai setiap item
Tabel 3.2 Blue print skala Burn out
Tabel 3.3 Blue print skala persepsi kepadatan lingkungan kerja
Tabel 3. 4 Tingkat reliabilitas berdasrkan nilai Alpha
Tabel 4.1 Gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2 Gambaran umum subjek berdasarkan usia
Tabel 4.3 Gambaran umum subjek berdasarkan masa l<erja
Tabel 4.4 Nilai uji homogenitas
Tabel 4.5 Hasil korelasi antara variable
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat izin penelitian
Lampiran 2. Surat keterangan telah melakukan penelitian
Lampiran 3. Profil PT. Victor lndah Prima
Lampiran 4. Kuesioner try out
Lampi ran 5. Skor hasil try out skala burn out
Lampiran 6. Skor hasil try out skala persepsi kepadatan lingkungan kerja
Lampiran 7. Reliabilitas dan validitas skala burn out
Lampiran 8. Reliabilitas dan validitas skala persepsi kepadatan lingkungan
kerja
Lampiran 9. Kuesioner penelitian
Lampiran 10. Skor hasil penelitian skala burn out
Lampiran 11. Skor hasil penelitian skala persepsi kepadatan lingkungan kerja
Lampiran 12. Uji normalitas
Lampiran 13. Uji homogenitas
Lampiran 14. Uji korelasi antara persepsi kepadatan lingkungan kerja dengan
burn out
Lampiran 12. Hubungan antara usia buruh pabrik dengan burn out
Lampiran 13. Hubungan antara masa kerja buruh pabrik dengan burn out
Lampiran 14. Hubungan antara jenis kelamin buruh pabrik dengan burn out
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LAT AR BELAKANG
Jakarta merupakan kota besar yang menjadi daya tarik bagi perekomonian
banyak masyarakat indonesia, sehingga pertambahan penduduk tak dapat
dihindari dan berdampak pada lahan yang ada di Jakarta menjadi lebih
sempit karena dijadikan tempat berbagai kegiatan sedangkan permintaan
akan lahan terus meningkat. Akhirnya pengaturan kota dan pemanfaatan
lahan menjadi sangat penting karena keadaan perkotaan semakin padat dan
pengaturan keruangan menjadi semakin sempit dan rumit.
Fenomena tersebut berdampak pada industri-industri di Jakarta. Banyaknya
kebutuhan akan tenaga kerja yang digunakan untuk menjalankan suatu
perusahaan tidak disertai olej luasnya lahan, sehingga para pekerja
ditempatkan pada ruang kerja terbatas, antara satu dengan yang lain
jaraknya dekat sehingga menyebabkan kepadatan.
Begitu juga pada pabrik VIB, yaitu salah satu pabrik yang memproduksi
furniture di Cengkareng Jakarta Barat. Dari hasil observasi peneliti
2
diprusahaan tersebut terdapat bahwa, para pekerja di pabrik tersebut bekerja
dalam satu ruangan bersama dengan sekitar 100 pekerja lainnya, pada
tempat tersebut juga dipenuhi dengan bahan mentah seperti kayu, papan,
serta alat-alat pemotong yang digunakan sehingga para pekerja merasakan
kebisingan ketika bekerja, seiring dengan itu tempat tersebut kadang dipadati
dengan kendaraan yang mengangkut bahan mentah yang digunakan
sehingga ruang gerak terbatas, selain itu atap dan dinding bangunan yang
terbuat dari seng membuat suasana lingkungan kerja menjadi panas apalagi
pada siang hari.
Menurut Munandar bekerja dalam ruang kerja yang sempit, panas, yang
cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak menyenangkan
(uncomfortable) akan menimbulkan keengganan untuk: bekerja. Orang akan
mencari alasan untuk sering-sering kelur ruangan kerjanya. Keluhan utama
tentang kantor-kantor seperti ini berkaitan dengan tidal< adanya keleluasaan
pribadi, adanya banyak kebisingan dan kesulitan untu~; berkonsentrasi dan
mudah tertekan.
lingkungan kerjanya sebagai ruangan yang kurang memadai menyeb~bkarr
ketidakseimbangan antara tuntutan yang ditunjukkan pada pekerja dipabrik,
para pekerja/buruh pabrik sulit untuk beraktivitas dengan leluasa. Dengan
3
kondisi yang seperti ini para buruh merasa kemampuan dirinya terganggu
untuk berfugsi secara tepat, tidak dapat mengendalikann situasi dengan baik,
bergerak dengan bebas dan sering menghindari kontak yang tidak diinginkan.
Kondisi seperti ini mempengaruhi dalam hasil pekerjaan. dalam arti
kepadatan memberikan pengalaman yang merugikan jikalau kepadatan
menghambat pencapaian tujuan pekerja. Kesesakan dlirasakan tidak
menyenangkan jika menghambat tingkah laku individu dan membatasi
kebebasan memilih. Jika pada setiap saat tertentu individu tidak merasa
bebas untuk mengendalikan ruang personal, privasi dan penggunaan ruang,
bisa terjadi kepadatan menimbulkan pengalaman yang sangat menekan.
(Proshansky dkk dalam Anastasi)
Tekanan pekerjaan (ketidakseimbangan sumber daya dan tuntutan) tidak
harus menyebabkan kelelahan yang hebat, dan dengan penanganan yang
berkaitan dengan burnout yang bersifat defensif. Artinya, walaupun kelelahan
menghasilkan beberapa perubahan tingkah laku, hal itu belum tentu bahwa ia
burnout. Tetapi secara umum, semakin besar dan semakin kronis stres dan
semakin tidak berdaya seorang pekerja untuk mengubah situasi, besar
kemungkinan burnout terjadi dan bisa semakin buruk (Cherniss, 1980).
4
Burnout yang sering dirasakan para buruh adalah gangguan yang berisikan
gejala-gejala kelelahan fisik, emosional dan mental, akibat dari stres yang
berkepanjangan. Gangguan tersebut juga dapat berasal dari stres yang
berkepanjangan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut
dapat dikenali melalui penyebab stres. Bagaimanapun, kondisi tertekan
muncul bukan hanya dipengaruhi oleh kondisi organisasi, namun merupakan
hasil interaksi antara kondisi organisasi dengan karakteristik individu
(Rostiana, 1998).
Burnout merupakan kondisi emosional dimana seseorang merasa lelah
danjenus secara mental ataupun fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang
meningkat (Republika, 5 Aguatus 1993). Timbulnya kelelahan ini karena
mereka bekerja keras,merasa terjebak, kesedihan yang mendalam, merasa
malu, dan secara terus menerus membentuk lingkaran dan menghasilkan
perasaan lelah dan tidak nyaman, yang pada gilirannya meningkatkan rasa
kesal dan lingkaran terus berlanjut sehingga dapat menimbulkan perubahan
(Pines dan Aronson, 1989).
Wujud dari perubahan tersebut berupa kelelahan seorang pekerja yang
merupakan kelelahan fisik (physical exhaustion), kelelahan emosional
(emotional exhaustion), dan kelelahan mental (mental exhaustion) karena
bekerja dalam kondisi yang tidak diinginkan. Perubahan yang terjadi pada
buruh tersebut sering disebut dengan Burn out (Maslach, 1982).
Penekanan burnout terletak pada karakteristik individu dan wujud dari
sindrom itu tampak pada interaksinya terhadap pekerjaan. Burnout bukan
penyakit (Hess dan Croft, 1981) melainkan merupakan reaksi terhadap (1)
harapan dan tujuan yang tidak realistic konstan dengan orang lain, dan (3)
tujuan janka panjang yang sulit dicapai.
5
Burnout pada buruh pabrik mempunyai efek psikologis yang buruk dan
merupakan faktor utama moral yang rendah, membolos, telat kerja, dan
keinginan yang kuat untuk pindah pekerjaan. Di samping itu, buruh yang
mengalami burnout mengembangkan konsep diri yang negatif dan sikap kerja
yang negatif. Perhatian dan perasaan mereka terhadap orang-orang yang
bekerja sama dengannya menjadi tumpul dan sering pula menyumpahinya
dengan cara yang kasar, serampangan, dan bahkan tanpa perhatian (Sutjipto
2001).
Tragisnya, burnout menyerang individu yang dulunya idealis dan antusiastis.
Para buruh menganggap bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan yang
sesuai dengan harapan dan dengan upah yang mencukupi bagi kebutuhan
mereka. Dengan kata lain, jika individu memasuki sebuah pekerjaan dengan
sikap yang sinis terhadap profesinya, dengan tidak ada kemauan, maka
individu tersebut cenderung tidak akan terkena burnout. Namun sebaliknya,
jika mereka yang memasuki profesi tersebut pada awalnya dengan hasrat
yang kuat untuk memberikan dirinya untuk orang lain, ingin membantu,
bersemangat yang tinggi, idealis, dan sebagainya, maka mereka lebih peka
terhadap burnout (Sutjipto,2001).
Sekalipun burnout merupakan hasil dari kegagalan menjawab pertanyaan
eksistensial tentang kebermaknaan, yang dialami oleh sebagaian besar
orang sebagai suatu proses yang lebih bersifat duniawi. Orang mengalami
burnout sebagian suatu erosi gradual spirit dan semangat mereka sebagai
akibat dari perjuangan keseharian dan stres yang kronis dan merupakan
tipikal kehidupan dan pekerjaan setiap hari, yang di dalamnya terlalu banyak
tekanan, konflik, tuntutan, dan terlalu kecil penghargaan emosional,
pengakuan, kesuksesan, dan kepuasan kerja (Sutipto, 2001).
Dari permasalahan yang tersebut diatas, dengan segala dinamikanya, maka
peneiti tertarik untuk melakukan peneitian yang berjudu "HUBUNGAN
ANTARA PERSEPSI KEPADATAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN
BURN OUT PADA BURUH PABRIK"
6
1.2. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikernukakan di atas, maka
beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah persepsi kepadatan mempengaruhi kinerja para buruh
pabrik?
2. Apakah terdapat burn out pada buruh pabrik?
3. bagaimana persepsi pekerja terhadap kepadatan lingkungan dapat
menyebabkan burn out?
4. Apakah ada hubungan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja
dengan burnout pada buruh pabrik?
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan Masai ah
1. Dari beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian, maka
permasalahan dibatasi pada hubungan antara persepsi kepadatan
lingkungan kerja buruh pabrik dengan Burn out
1.3.2. Perumusan Masalah
7
Berdasarkan uraian diatas yang terdapat pada latar beilakang masalah, maka
permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti adalah : Apakah ada
Hubungan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja Buruh Pabrik dengan
Bum Out?
1.4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, peneliti ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara kepadatan lingkungan kerja buruh pabrik.dengan Bum Out
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
1. Manfaat T eoritis
Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang
psikologi industri dan organisasi , mengenai konsep Bum out dalam
kaitannya dengan kepadatan lingkungan kerja buruh pabrik melalui sudut
pandang psikologi dan merangsang untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Y Untuk perusahaan agar dapat mengatur ruang kerja yang kondusif
serta membangun lingkungan kerja yang dapat memotivasi pekerja
Y Untuk kepentingan para buruh pabrik yang bekerja di perusahaan
padat lingkungan kerja agar mereka dapat mengatasi Bum Out,
sehingga mereka mampu untuk menghindari rasa tersebut.
8
9
~ Untuk ilmuwan dan mahasiswa untuk menambah wawasan tentang
Burn out.
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, tehnik yang digunakan peneliti adalah dengan
menggunakan APA style, sedangkan sistematika penulisan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab II
Bab Ill
Berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian ,
manfaaat penelitian dan sistematika penulisan
Tinjauan Pustaka
Membahas sejumlah teori yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan diteliti, yaitu pengertian tentang
burnout, dimensi-dimensi burn out, proses terjadinya burn out,
sumber burn out, pengertian persepsi, hakekat persepsi,
proses terjadinya persepsi,faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi, definisi dan teori kepadatan lingkungan kerja,
kerangka berfikir dan hipotesis.
Metode Penelitian
10
Mencakup pendekatan dan metode penelitian, variable
penelitian, defenisi operasional variable , populasi dan
sample, tehnik pengambilan sample, tehnik pengumpulan
data, instrument penelitian , tehnik uji instrumen yang terdiri
dari uji validitas dan uji reabilitas instrument, dan prosedur
penelitian meliputi tahap persiapan, pelaksanaan,pengolahan
dan analisa statistik.
Bab IV Laporan Pelaksanaan Penelitian
BabV
Mencakup hasil penelitian, meliputi garnbaran umum subjek
dan hasil penelitian.
Penutup
Berisi kesimpulan, diskusi dan saran.
2.1. Burnout
2.1.1. Definisi
BAB2
KAJIAN TEORI
Cherniss (1980) memberikan definisi burnout sebagai berikut:
"burnout is defined as psychological withdrawal from work in response to
excerssive stress or dissatisfaction." (Cherniss, 1980).
la memandang burnout sebagai tindakan penarikan diri secara psikologis
sebagai respon terhadap stress yang berlebihan atau ketidak puasan dalam
pekerjaan. Menurut Cherniss,pada awalnya individu memandang
pekerjaannya sebagai suatu yang mulia dan berharga, serta memiliki
antusiasme yang tinggi dalam bekerja. Namun, stress yang berlebihan
maupun ketidakpuasan yang diperoleh dari pekerjaan menyebabkan
perubahan motivasi, hilangnya antusiasme dan ketertarikan dalam pekerjaan.
Definisi lain diungkapkan oleh maslach (dalam Cherniss, 1980), yaitu
hilangnya perhatian terhadap orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan
sseseorang, sebagai reaksi terhadap stress dari pekerjaan.
12
Definisi burnout yang lebih luas diungkapkan oleh Pines dan Aronson (1988),
mendefinisikan burnout sebagai:
"a state of physical, emotional dan mental exhaustion caused by long term
involvement in situations that are emotionally demanding. "(Pines dan
Aronson, dalam Wiley,1996)).
Dari definisi ini, burnout dipandang sebagai keadaan lelah, yang meliputi
kelelahan secara fisik, emotional dan mental karena adanya keterlibatan
jangka panjang dalam situasi yang menuntut secara emosional.
Walaupun setiap pengertian burnout merefleksikan keunikan sehingga tampil
beragam namun setiap batasan yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut
di atas pada umumnya dapat disimpulkan memiliki kesamaan, yaitu bahwa
burnout terjadi pada tingkat individu dan merupakan pengalaman yang
bersifat psikologis karena melibatkan perasaan, sikap, motif, harapan, dan
dipersepsi individu sebagai pengalaman negatif yang mengacu pad a situasi
yang menimbulkan distress, ketidaknyamanan, atau disfungsi.
Dari definisi yang diungkapkan diatas, pada penelitian ini peneliti
menggunakan definisi yang diungkapkan oleh Pines dan Aronson (1988),
yaitu burn out dipandang sebagai keadaan lelah, yang meliputi kelelahan
fisik, kelelahan emosional dan kelelahan mental karena adanya keterlibatan
jangka panjang dalam situasi yang menuntut secara emosional.
13
2.1.2. Sindrom Burnout
Hampir seluruh penelitian mengenai burnout, mengkarakterisasikan burnout
sebagai suatu sindron dengan 3 (tiga) jenis kelelahan, yaitu kelelahan
emosional, fisik dan mental (Caputo, 1991; Pines, 1996):
1. Kelelahan Emosi
Maslach, 1976 (dalam Caputo 1991) menyebut kelelahan ini sebagai
jantung dari sindrom burnout. Kelelahan ini muncul bila individu
menjadi sangat terlibat secara emosional,melebihi dari orang lain.
Dalam sindrom burnout, kelelahan emosional dapat ditunjukkan oleh
perasaan apatis, tidak berdaya, tidak ada harapan, kekosongan,
ketidak puasan dan sinisme bersamaan dengan perasaan tidak
berdaya atau terperangkap.
Pines (1989) Kelelahan emosi ini dicirikan antara lain rasa bosan,
mudah tersinggung, sinisme, perasaan tidak menolong, ratapan yang
tiada henti, tidak dapat dikontrol (suka marah), 9elisah, tidak peduli
terhadap tujuan, tidak peduli dengan peserta diclik (orang lain), merasa
tidak memilki apa-apa untuk diberikan, sia-sia, putus asa, sedih,
tertekan, dan tidak berdaya.
2. Kelelahan Fisik
Kelelahan emosional seringkali disertai dengan kelelahan fisik.
lndividu yang mengalami burnout biasanya merasa capek, susah
bangun tidur di pagi hari untuk melakukan aktivitas atau susah tidur
dimalam hari. Kelelahan ini muncul sebagai hasil akhir dari kelelahan
emosional dimana individu merasakan habisnya energi untuk
menghadapi walaupun hanya 1 hari atau 1 orang lagi.
14
Menurut Pines dan Aronson (1988, dalam caputo 1991), kebanyakan
orang mengalami burnout seperti erosi bertahap terhadap energi yang
dimilikinya, dan kelelahan fisik yang dirasakan memang tidak terpisah
dari kelelahan mental dan emosional yang menyertainya. Kelelahan
fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit punggung (rasa ngilu),
rentan terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu, sering
terkena flu, susah tidur, mual-mual, gelisah, dan perubahan kebiasaan
makan. Energi fisik dicirikan seperti energi yang rendah, rasa letih
yang kronis, dan lemah.
3. Kelelahan Mental
Orang yang mengalami kelelahan emosional biasanya juga
merasakan berkurangnya kemampuan dalam rnemusatkan
perhatiannya, memecahkan masalah, melakukan penilaian ataupun
mengingat sesuatu. Kekurangan ini bukanlah hilangnya kemampuan
kognitif yang sesungguhnya, tetapi secara emosional menimbulkan
gangguan terhadap efektifitas kemampuan individu yang
sesungguhnya.
15
Pines dan Aronson (1989) menyebutkan bahwa kelelahan mental ini
dicirikan antara lain merasa tidak berharga, rasa benci, rasa gagal,
tidak peka, sinis, kurang bersimpati dengan orang lain, mempunyai
sikap negatif terhadap orang lain, cenderung masa bodoh dengan
dirinya, pekerjaannya dan kehidupannya, acuh tak acuh, pilih kasih,
selalu menyalahkan, kurang bertoleransi terhadap orang yang
ditolong, ketidakpuasan terhadap pekerjaan, konsep diri yang rendah,
merasa tidak cakap, merasa tidak kompeten, dan tidak puas dengan
jalan hidup.
16
Maslach dan Jackson memandang burnout sebagai suatu sindrom psikologis
yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu emotional exhaustion, depersonalization
dan reduced personal accomplishment (Maslach, 1982).
Dimensi yang pertama, yaitu emotional exhaustion ditandai dengan adanya
perasaan lelah akibat banyaknya tuntutan yang diajukan pada dirinya, yang
kemudian menguras sumber-sumber emosional yang ada. Dalam hal ini
pemberi pelayanan merasa tidak memiliki energi lagi untuk melakukan
pekerjaannya. Hubungan yang tidak seimbang tersebut dapat menimbulkan
ketegangan emosional yang berujung dengan terkurasnya sumber-sumber
emosional.
Kelelahan emosional ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber
emosional, misalnya perasaan frustrasi, putus asa, sedih, tidak berdaya,
tertekan, apatis terhadap pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh tugas
tugas dalam pekerjaan sehingga seseorang merasa ticlak mampu
memberikan pelayanan secara psikologis. Selain itu, mereka mudah
tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas.
Dimensi yang kedua, yaitu depersonalization merupakan sikap kurang
menghargai atau kurang memiliki pandangan yang positif terhadap orang
lain. Gambaran dari depersonalisasi adalah adanya sikap negatif, kasar,
17
menjaga jarak dengan penerima layanan, menjauhnya seseorang dari
lingkungan sosial, dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan serta
orang-orang di sekitarnya. Sikap lainnya yang muncul adalah kehilangan
idealisme, mengurangi kontak dengan klien/siswa, berhubungan seperlunya
saja, berpendapat negatif dan bersikap sinis terhadap klien/siswa. Secara
konkret seseorang yang sedang depersonalisasi cend1~rung meremehkan,
memperolok, tidak peduli dengan orang lain yang dilayani, dan bersikap
kasar. Adapun rendahnya hasrat pencapaian prestasi diri ditandai dengan
adanya perasaan tidal< puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan bahkan
kehidupan, serta merasa bahwa ia belum pernah melakukan sesuatu yang
bermanfaat (Pines dan Aronson, 1989). Hal ini mengacu pada penilaian yang
rendah terhadap kompetensi diri dan pencapaian keberhasilan diri dalam
pekerjaan.
Sedangkan dimensi yang terakhir adalah reduced personal accomplishment
disebabkan oleh perasaan bersalah telah melakukan klien secara negatif.
Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah menjadi orang yang
berkualitas buruk terhadap klien, misalnya tidak memperhatikan kebutuhan
mereka. Padahal seorang pemberi layanan dituntut untuk selalu memiliki
perilaku yang positif, misalnya penyabar, penuh perhatian, hangat, humoris,
dan yang paling penting adalah mempunyai rasa empati.
2.1.3. Proses Terjadinya Burnout
Cherniss (1980 dalam Wiley, 1996) memandang burnout sebagai suatu
proses transaksional meliputi hubungan (transaksi) antara stress pekerjaan,
ketegangan (strain), dan coping. Proses terjadinya burnout meliputi tiga
tahap, yaitu:
Tahap pertama adalah stress yang merupakan persepsi mengenai
ketidakseimbangan atara sumber-sumber individu dan tuntutan yang
ditunjukkan pada individu yang bersangkutan. Tuntutan ini bisa berasal dari
diri sendiri maupun dari lingkungan.
18
Tahap kedua adalah strain, yang merupakan respon emosional sesaat
terhadap ketidakseimbangan ditandai dengan perasaan cemas, tegang, dan
lelah.
Tahap ketiga adalah coping, meliputi adanya perubahan-perubahan sikap
dan tingkah laku individu seperti kecendrungan menjuahkan diri dari klien
atau memperlakukan klien dengan sinis. Hal ini didukung oleh Cherniss yang
mengacu pada pendangan Lazarus dan Launier (dalarn Cherniss, 1980)
bahwa ketika individu mempersepsi situasi secara lan£1sung, maka individu
cenderung menggunakan jenis coping intrapsikis. Bentuk yang ditampilkan
dari coping tersebut antara lain menghindar, menjauhkan diri, menurunnya
usaha pencapaian tujuan dan menyalahkan orang lain (Cherniss, 1980).
19
Pandangan Cherniss di atas memberi penjelasan terjadinya burnout bermula
dari adanya stress yang kemudian memunculkan kete9angan dan akhirnya
muncul tindakan intrapsikis yang bersosiasi dengan burnout. Namun
Cherniss tidak menjelaskan dinaminka yang terjadi dalam burnout itu sendiri,
seperti bagaimana berkembangnya dimensi-dimensi burnout. (dalam Leiter,
1993).
Maslach (1982) mengemukankan bahwa perkembangan dimensi-dimensi
burnout terjadi secara berurutan mulai dari emotional exhaustion, kemudian
menimbulkan depersonalization dan akhirnya muncul perasaan reduced
personal accomplishment.
Berbeda dengan pendangan diatas, Leiter (1993) mengemukakan model
proses burnout yang baru. Pada model ini, dimensi-dimensi dari burnout
berkembang secara pararel. Leiter (1993) juga mengungkapkan bahwa
stressor yang dihadapai individu )seperti konflik personal, beban kerja, dan
lain-lain) menyebabkan munculnya emotional exhaustion yang kemudian
berkembang menjadi depersonalization. Sedangkan reduced personal
accomplismnet berkembang sejalan dengan emotional exhaustion sebagai
reaksi terhadap aspek-aspek pekerjaan lainnya seperti kurangnya otonomi
dan peran dalam pengambilan keputusan, dukungan social dari atasan dan
rekan kerja yang tidak adekuat.
2.1.4. Sumber Burnout
20
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, nampak bahwa
penekanan burnout terletak pad a karakteristik individu dan wujud dari
sindrom itu tampak pada interaksinya terhadap lingkungan kerja. Kedua hal
ini secara um urn merupakan sumber burnout (Caputo, 1991; Farber, 1991;
Cherniss, 1980). Namun, pandangan tersebut agak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Maslach. Maslach (1982) berpendapat bahwa sumber
utama timbulnya burnout adalah karena adanya stres yang berkembang
secara akumulatif akibat keterlibatan pemberi dan pen•erima pelayanan dalam
jangka panjang. Namun, Maslach secara tersiratjuga mengakui bahwa
penting mencari faktor di lingkungan kerja tempat terjadinya interaksi antara
pemberi dan penerima pelayanan. Selain itu, analisis juga perlu untuk
mengkaji faktor individu yang ada pada pemberi pelayanan yang turut
memberi sumbangan terhadap timbulnya burnout.
Dengan demikian timbulnya burnout disebabkan oleh adanya: (1)
karakteristik individu, (2) lingkungan kerja, dan (3) keterlibatan emosional
dengan penerima pelayanan.
1. Karakteristik lndividu
21
Sumber dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan timbulnya
burnout dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu faktor demografik dan faktor
kepribadian (Caputo, 1991; Maslach, !982; Farber, 1991).
1. Faktor demografik
Dari hasil penelitiannya yang mengacu pada perbedaan peran jenis
kelamin antara pria dan wanita, Farber (1991) menemukan bahwa pria
lebih rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan
wanita. Orang berkesimpulan bahwa wanita lebih lentur jika
dibandingkan dengan pria, karena dipersiapkan dengan lebih baik atau
secara emosional lebih mampu menangani tekanan yang besar.
Maslach (1982) menemukan bahwa pria yang burnout cenderung
mengalami depersonalisasi sedangkan wanita yang burnout
cenderung mengalami kelelahan emosional. Proses sosialisasi pria
cenderung dibesarkan dengan nilai kemandirian sehingga diharapkan
dapat bersikap tegas, lugas, tegar, dan tidak emosional. Sebaliknya,
wanita dibesarkan lebih berorientasi pada kepentingan orang lain
22
(yang paling nyata mendidik anak) sehingga sikap-sikap yang
diharapkan berkembang dari dalam dirinya adalah sikap membimbing,
empati, kasih sayang, membantu, dan kelembutan. Perbedaan cara
dalam membesarkan pria dan wanita berdampak bahwa setiap jenis
kelamin memiliki kekuatan dan kelemahan terhadap timbulnya
burnout. Seorang pria yang tidak dibiasakan untuk terlibat mendalam
secara emosional dengan orang lain akan rentan terhadap
berkembangnya depersonalisasi. Wanita yang lebih banyak terlibat
secara emosional dengan orang lain akan cenderung rentan terhadap
kelelahan emosional.
Terhadap latar belakang etnis, hasil penelitian Maslach (1982)
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat burnout yang cukup
signifikan antara masyarakat keturunan Afrika (sebut negro) dengan
masyarakat Caucasian, pada para pekerja pelayanan sosial.
Masyarakat keturunan Afrika cederung memiliki burnout yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan masyarakat Caucasian. Hal ini bisa
terjadi karena mayarakat keturunan Afrika berasal dari ligkungan
masyarakat yang menekankan pada hubungan kekeluargaan dan
persahabatan. Oleh karenanya, mereka sudah terbiasa dengan
hubungan yang melibatkan emosi, misalnya menghadapi konflik,
menghadapi harapan yang tidak realistis. Di sarnping itu, kondisi
23
masyarakat keturunan Afrika di Amerika Serikat telah terbiasa
mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan karena adanya
diskriminasi dan kemiskinan. Dengan latar belal<ang kehidupan seperti
itu, maka al<an mendorong individu lebih siap mental dalam
menghadapi masalah dan kejadian yang menyakitkan yang dapat
menimbulkan burnout.
Hasil penelitian Maslach (1982), bahwa burnout paling banyak
dijumpai pada individu yang berusia muda. Hal ini wajar, sebab para
pekerja pemberi pelayanan di usia muda dipenuhi dengan harapan
yang tidak realistik, jika dibandingkan dengan rnereka yang berusia
lebih tua. Seiring dengan pertambahan usia pacla umumnya individu
menjadi lebih matang, lebih stabil, lebih teguh sehingga memiliki
pandangan yang lebih realistis.
Status perkawinan juga berpengaruh terhadap timbulnya burnout.
Profesional yang berstatus lajang lebih banyak \tang mengalami
burnout daripada yang telah menikah (Farber, 1991; Maslach, 1982).
Jika dibandingkan antara seseorang yang memiliki anak dan yang
tidak memiliki anak, maka seseorang yang memiliki anak cenderung
mengalami tingkat burnout yang lebih rendah. Alasannya adalah: (1)
seseorang yang telah berkeluarga pada umumnya cenderung berusia
24
lebih tua, stabil, dan matang secara psikologis, (2) keterlibatan dengan
keluarga dan anak dapat mempersiapkan mental seseorang dalam
menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional, dan (3) kasih
sayang dan dukungan sosial dari keluarga dapat membantu
seseorang dalam mengatasi tuntutan emosional dalam pekerjaan, dan
(4) seseorang yang telah berkeluarga memiliki pandangan yang lebih
realistis (Maslach, 1982).
Profesional yang berlatar belakang pendidikan tinggi cenderung rentan
terhadap burnout jika dibandingkan dengan mereka yang tidak
berpendidikan tinggi (Maslach, 1982). Profesional yang berpendidikan
tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis sehingga ketika
dihadapkan pada realitas, bahwa terdapat kesenjangan antara aspirasi
dan kenyataan, maka munculah kegelisahan dan kekecewaan yang
dapat menimbulkan burnout. Sebaliknya, bagi profesional yang tidak
berpendidikan tinggi, mereka cenderung kurang memiliki harapan
yang tinggi sehingga tidak menjumpai banyak kesenjangan antara
harapan dan kenyataan.
Caputo (1991) mengemukakan terdapat hubun£1an antara status
profesional dengan burnout. Profesional yang b13kerja secara penuh
waktu lebih berisiko terhadap burnout jika dibandingkan dengan
25
profesional yang bekerja paruh waktu. Smith dalam Caputo (1991)
dalam penelitiannya pada pegawai perpustakaan menemukan bahwa
individu yang mengalami burnout lebih banyak ditemukan pada
mereka yang bekerja secara penuh.
2. Faktor Kepribadian
Salah satu karakteristik kepribadian yang rentan terhadap burnout
adalah individu yang idealis dan antusias (Farber, 1991; Caputo, 1991;
Maslach, 1982; Pines dan Aronson, 1989). Men~ka adalah individu
individu yang memiliki sesuatu yang berharga. Pines (1989) mencatat
bahwa burnout lebih banyak terjadi pada nilai dan usaha sebagian
besar orang untuk memenuhi cita-cita pekerjaan mereka. Bloch dalam
Farber (1991) burnoutterjadi karena lndividu-individu ini memiliki
komitmen yang berlebihan, dan melibatkan diri secara mendalam di
pekerjaan akan merasa sangat kecewa ketika irnbalan dari usahanya
tidaklah seimbang. Mereka akan merasa gaga! dan berdampak pada
menurunnya penilaian terhadap kompetensi dirL
Maslach (1982) mengatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri
rendah rentan terhadap burnout. la menggambarkan bahwa
karakteristik individu yang memiliki konsep diri n~ndah yaitu tidak
percaya diri dan memiliki penghargaan diri yang rendah. Mereka pada
26
umumnya dilingkupi oleh rasa takut sehingga menimbulkan sikap
pasrah. Dalam bekerja, mereka tidak yakin sehingga menjadi beban
kerja berlebihan yang berdampak pada terkurasnya sumber diri.
Penilaian diri yang negatif ini menyebabkan individu lebih
menitikberatkan perhatian pada kegagalan dalam setiap hal sehingga
menyebabkan perasaan tidak berdaya dan apatis (Cherniss, 1980).
Karakteristik kepribadian berikutnya adalah perf'eksionis, yaitu individu
yang selalu berusaha melakukan pekerjaan sampai sangat sempurna
sehingga akan sangat mudah merasa frustrasi bila kebutuhan untuk
tampil sempurna tidak tercapai. Karenanya, menurut Caputo (1991)
individu yang perfeksionis rentan terhadap burnout.
Kemampuan yang rendah dalam mengendalikan emosi juga
merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang dapat
menimbulkan burnout. Maslach (1982) menyatakan bahwa seseorang
ketika melayani klien pada umumnya mengalami emosi negatif,
misalnya marah, jengkel, takut, cemas, khawatir dan sebagainya. Bila
emosi-emosi tersebut tidak dapat dikuasai, memka akan bersikap
impulsif, menggunakan mekanisme pertahanan diri secara berlebihan
atau menjadi terlarut dalam permasalahan klien. Kondisi tersebut akan
menimbulkan kelelahan emosional. Demikian pula individu yang
27
introvert akan mengalami ketegangan emosional yang lebih besar saat
menghadapi konflik karena mereka cenderung menarik diri dari kerja,
dan hal ini akan menghambat efektivitas penyelesaian konflik (Kahn
dalam Cherniss, 1980).
Rotter dalam Cherniss (1980) menjelaskan bahwa individu dengan
locus of control eksternal meyakini bahwa keberhasilan dan kegagalan
yang dialami disebabkan oleh kekuatan di luar diri. Mereka meyakini
bahwa dirinya tidak berdaya terhadap situasi sehingga mudah
menyerah dan bila berlanjut mereka bersikap apatis terhadap
pekerjaan. Tuntutan emosional seringkali disebabkan oleh kombinasi
antara harapan yang sangat tinggi dengan situasi stres yang kronis.
2. Lingkurtgan Kerja
Masalah beban kerja yang berlebihan adalah salah satu faktor dari pekerjaan
yang berdampak pada timbulnya burnout (Maslach, 1982; Pines dan
Aronson, 1989; Cherniss, 1980). Beban kerja yang berlebihan bisa meliputi
jam kerja, jumlah individu yang harus dihadapi (karyawan padat misalnya),
tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan
pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan
individu. Di samping itu, beban kerja yang berlebihan dapat mencakup segi
kuantitatif yang berupa jumlah pekerjaan dan kualitatif yaitu tingkat kesulitan
28
pekerjaan tersebut yang harus ditangani. Dengan beban kerja yang
berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan merasakan adanya ketegangan
emosional saat melayani klien sehingga dapat mengarahkan perilaku
pemberi pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari diri
untuk terlibat dengan klien (Maslach, 1982).
Dukungan sosial dari rekan kerja turut berpotensi dalam menyebabkan
burnout (Caputo, 1991; Cherniss, 1980; Pines dan Aronson, 1989; Maslach,
1982). Sisi positif yang dapat diambil bila memiliki hubungan yang baik
dengan rekan kerja yaitu mereka merupakan sumber eimosional bagi individu
saat menghadapi masalah dengan klien (Maslach, 1982). lndividu yang
memiliki persepsi adanya dukungan sosial akan meras.a nyaman,
diperhatikan, dihargai atau terbantu oleh orang lain. Sisi negatif dari rekan
kerja yang dapat menimbulkan burnout adalah terjadinya hubungan antar
rekan kerja yang buruk. Hal tersebut bisa terjadi apabila hubungan
antarmereka diwarnai dengan konflik, saling tidak percaya, dan saling
bermusuhan.
Cherniss (1980) mengungkapkan sejumlah kondisi yang potensial terhadap
timbulnya konflik antarrekan kerja, yaitu: (1) perbedaan nilai pribadi, (2)
perbedaan pendekatan dalam melihat permasalahan, dan (3) mengutamakan
kepentingan pribadi dalam berkompetisi. Di samping dukungan sosial dari
29
rekan kerja tersebut, dukungan sosial yang tidak ada clari atasan juga dapat
menjadi sumber stres emosional yang berpotensi menimbulkan burnout
(Cherniss, 1980; Pines dan Aronson, 1989; Maslach, 1982). Kondisi atasan
yang tidak responsif akan mendukung terjadinya situasi yang menimbulkan
ketidakberdayaan, yaitu bawahan akan merasa bahwa segala upayanya
dalam bekerja tidak akan bermakna.
Kahn dalam Cherniss (1980) mengemukakan bahwa adanya konflik peran
merupakan faktor yang potensial terhadap timbulnya burnout. Konflik peran
ini muncul karena adanya tuntutan yang tidak sejalan atau bertentangan.
3. Keterlibatan Emosional dengan Penerima Pelayanan
Bekerja melayani orang lain membutuhkan banyak energi karena harus
bersikap sabar dan memahami orang lain dalam keadaan krisis, frustrasi,
ketakutan, dan kesakitan (Freudenberger dalam Farber, 1991; Maslach,
1982). Pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan mengarahkan
terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, dan secara tidak disengaja
dapat menyebabkan stres emosional karena keterlibatan antarmereka dapat
memberikan penguatan positif atau kepuasan bagi kedua belah pihak, atau
sebaliknya.
30
Di samping hal tersebut, para pekerja di bidang sosial sering menerima
umpan balik yang negatif (Maslach, 1982; Caputo 1991; Cherniss, 1989). Hal
ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat terhadap pelayanan sehingga
individu kesulitan untuk mencapai standar yang diinginkan oleh masyarakat.
Demikian halnya jika pemberi pelayanan dapat memenuhi standar tersebut,
masyarakat pada umumnya tidak memberi pujian, sebab mereka
menganggap bahwa memang seharusnya seperti itu. Hal lain yang turut
menyebabkan rendahnya penghargaan adalah bahwa penerima pelayanan
tidak mampu memberikan umpan balik positif karena keterbatasan mereka.
Pada sisi lainnya, pemberi pelayanan sering menghadapi karakteristik
penerima pelayanan yang sulit ditangani atau klien yang bermasalah berat,
dan hal ini akan mendatangkan stres emosional (Maslach, 1982; Pines dan
Aronson, 1989; Cherniss, 1980). Maslach memberikan contoh situasi kerja
yang menekan secara emosional, yaitu merawat pasien bagian psikiatri yang
tidal< mampu menolong diri sendiri. lndividu terus dihadapkan pada kondisi
yang menekan secara emosional akan mudah merasa kesal, marah,
tertekan, jengkel, dan perasaan tidak enak lainnya. Apalagi bila ditambah
oleh perilaku klien yang tidak memberikan umpan balik: yang positif, maka
akan turut menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan.
2.2. Persepsi Kepadatan Lingkungan Kerja
2.2.1. Teori dan Pengertian Persepsi
31
Menurut Sarlito (2000) persepsi adalah kemampuan untuk membeda
bedakan, mengelompokkan, memfokuskan atau bisa clikatakan kemampuan
untuk mengorganisasikan pengamatan. Senada clengan itu, kamus besar
Bahasa Indonesia (2001) mengartikan bahwa persepsi diterjemahkan
sebagai penglihatan, pengamatan, pemahaman, atau tanggapan.
Harvey and Smith dan juga Wrightnsman dan Deaux (dalam Wibowo, 1988),
menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses membuat penilaian
(judgement) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai
macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang.
Pembuatan penilaian atau pembentukan kesan ini, pada hakekatnya,
merupakan suatu upaya pemberian makna kepada hal-hal tersebut.
Persepsi merupakan suatu proses yang kompleks dan aktif. Persepsi
merupakan proses dimana informasi yang kita dapat rnelalui indra kita
terjemahkan berdasarkan hara pan, pengetahuan, penfJalaman, sehingga .kita
memperoleh persepsi sendiri megenai objek tertentu. Persepsi sangatlah
subjektif.
32
2.2.2. Hakekat Persepsi
Persepsi merupakan proses yang rumit dan aktif, perlu penjelasan mendalam
agar dapat dipahami. Persepsi yang terjadi sangatlah berhubungan dengan
manusia itu sendiri. Setiap orang dapat mempersepsikan satu objek yang
sama secara berbeda, sebab persepsi sangatlah subjEiktif. Persepsi bukanlah
cerminan dari realitas. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidakmampuan indra
kita memberi semua respon dari lingkungan. Manusia juga sering
mempersepsikan rangsang-rangsang yang sebenarnya tidak ada. Hal
tersebut dibuktikan dengan kemampuan otak kita untuk mengubah
serangkaian gambar diam menjadi bergerak seperti pemutaran film. Persepsi
juga sangat dipengaruhi oleh harapan, keinginan, dan motivasi
(Davidoff:1981). lnilah yang menjadi landasan teori peneliti tentang persepsi.
Sehubungan dengan hal ini, banyak ahli di bidang psikologi sosial yang
condong untuk mendefinisikan persepsi sebagai: suatu proses melekatkan
atau memberikan makna kepada informasi sensori yang diterima seseorang.
Persepsi merupakan kemampuan kognitif yang multifaset (Davidoff:1981).
Persepsi banyak sekali melibatkan kegiatan kognitif. Semakin kita
memusatkan perhatian semakin besar kemungkinan kita menangkap makna
dari yari informasi yang diberikan, lalu dihubungkan deingan pengalaman dan
kemudian diingat kembali. Kesadaran juga berperan dalam persepsi. Saat
33
kita merasa sangat bahagia apa yang kita lihat akan menjadi indah, dan
sebaliknya pandangan yang sama akan terlihat sangat membososankan.
Kemudiian, ingatan juga berperan dalam persepsi, terutama dalam
pemberian informasi bagi interpretasi. Begitu pula dengan proses informasi,
kita dapat menentukan dan memutuskan data mana yang akan dihadapi
berikutnya, dibandingkan dengan situasi lalu, saat itu, lalu membuat
interpretasi dan evaluasi. Bahasa mempengaruhi kognisi sehingga
memberikan bentuk pada persepsi secara tidak langsung. Pengujian
hipotesis merupakan komponen pusat persepsi yang mengolah informasi.
Artinya semakin banyak bukti yang kita dapat semal<in baik hipotesis yang
kita buat (semakin benar).
2.2.3. Proses terjadinya Persepsi
Goleman (1982) menyebutkan bahwa A "Percept" consist of senstion
elicited by physical stimuli. Langkah awal dalam mengetahui dan
mempertimbangkan segala yang ada disekitar kita adalah dengan menerima
stimulus dengan alat indra. Bila tidak ada indra yang menerima se tiap
rangsangan dari luar, maka otak bagaikan terpenjara dalam kungkungan
tulang dikepala. Dunia akan terasa sepi, gelap, tanpa ada perasaan, emosi,
atau bau. Indra akan memberi pengetahuan mengenai dunia kepada otak,
sehingga dunia adalah apa yang indra beritahu kepada otak.
34
Proses pengenalan, penerjemahan, serta pengertian mengenai segala yang
ada disekeliling kita disebut dengan proses informasi. Tahap awal dari proses
informasi disebut sensasi, yaitu proses menerimaan stimulus melalui organ
indra yang dimiliki. Sensasi termasuk didalamnya proses pengindraan,
dimana indra menerima stimulus dari luar, mata menerima stimulus cahaya,
gambar, telinga menerima sensor suara, kulit dapat m13rasakan yang ada
diluar tubuh, dan indra lainnya. Tahap berikutnya dari proses informasi
adalah persepsi, yaitu organisasi sensasi guna menciptakan kesadaran
terhadap objek dan menghubungkannya dengan kejadian-kejadian yang ada
disekitar. Persepsi menentukan suatu bentuk penyajian yang akurat sesuai
dengan pengindraan. (Goleman, 1982).
STIMULUS - Penglihatan - Suara - Bau - Rasa - Texture
Indra Penerima
Gambar2.1.
Proses persepsi
Perhatian lnterpretasi Tanggapan
PERSEPSI
Stimulus yang kita terima berupa objek bisa berupa hasil penglihatan yang
tentu kita terima lewat indra mata, bau-bauan yang kita terima melalui indra
hidung, suara kita terima lewat indra telinga, rasa kita terima lewat indra
35
pengecap, serta texture kita ketahui lewat indra peraba (kulit). Stimulus
stimulus tersebut kita terima lewat indra dan diinterpretasikan melalui metode
tertentu dan tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor ke dalam ingatan I
otak, dan kemudian otak menanggapinya. Akhirnya muncullah persepsi
tentang stimulus tadi.
Persepsi merupakan proses bagaimana manusia mernbuat penilaian
mengenai susuatu. Persepsi kerap ditafsirkan sebagai sebuah konsep
dengan dua rnacam pengertian. Pengertian yang pertama menunjuk pada
persepsi sebagai suatu proses dan pengertian, yang kedua mengacu kepada
hasil daripada proses itu sendiri. Penilaian tersebut erat kaitannya dengan
berbagai faktor, pengindraan (sumber informasi), pengetahuan serta
pengalaman individual subjek. Prosesnya disebut aktif karena selalu
berlangsung setiap saat. Dan di sebut rumit karena prosesnya yang
melibatkan otak dengan segala ketentuan mainnya. Stumuli dari indra akan
diproses secara kimiawi di dalam tubuh, diinterpretasikan dan diberikan
tanggapan.
Setiap hal yang dipersepsikan oleh seseorang dengan orang lain dapat
berbeda dalam pemaknaannya. Dengan inderanya, inclividu menangkap
informasi (realitas) yang ada di sekitarnya. Kemudian clengan persepsinya
diolah dan diberi arti. Dengan dasar itulah maka individu tersebut berperilaku
ataupun bersikap terhadap sesuatu hal. Dengan demikian terlihat bagaimana
36
pentingnya persepsi, apa yang ada di sekitar kita, yan9 ditangkap oleh indera
tidak diartikan sama dengan realitasnya. Pengertian tersebut tergantung
pada orang yang mempersepsikan, obyek yang dipersepsikan serta situasi
sekelilingnya.
2.2.6. Pengertian Dan Teori Kepadatan
Masalah kepadatan atau 'density' yang terdapat pada kota-kota besar telah
menarik minat para ahli dari berbagai disiplin ilmu pen!~etahuan untuk
melakukan penelitian mengenai pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.
lstilah kepadatan menurut ahli sosiologi, Galle dan Gove (1972) ,mempunyai
beberapa pengertian yaitu: jumlah orang perruang, jumlah ruang per rumah,
jumlah rumah per bangunan dan jumlah tempat tinggal per acre.
Ditinjau dari sudut psikologi, kepadatan diartikan oleh Myers (1971) sebagai
berikut: "Crowding :a subjective feeling of not enough space per person "
Secara garis besar Myres mengatakan bahwa kepadatan adalah ukuran
subjektif dari besar ruang untuk tiap orang. Eric Sundstrom (1978)
mengatakan bahwa kepadatan adalah jumlah orang yang relative besar
perunit ruang. Sedangkan Heimstra (1974) mengatakan:
"Population density is the number of people or other types of animals
accupying a given unit of space. "Space" in this case may refer to a room, a
building, a city, or any other definable unit".
37
Dari definisi diatas menjelaskan bahwa kepadatan mernpakan jumlah orang
atau binatang yang menempati suatu unit ruang tertentu, maksud ruang
merupakan salah satu yang dipersepsi manusia tentang luas-sempit dan
longer-sesak. Oleh karena itu, kepadatan (density) berhubungan dengan
kesesakan pada tingkat tertentu (crowding) (Diana, 2006).
Dari berbagai sumber definisi yang telah disebutkan diatas maka dapat dilihat
bahwa kepadatan menyangkut :jumlah manusia pada suatu tempat dan
daerah yang ditempatinya. Dalam penelitian ini, kepadatan diartikan menurut
pandangan psikologi yaitu besarnya ruang untuk tiap orang.
Penelitian terhadap pengaruh kepadatan terhadap tingkah laku manusia
menghasilkan beberapa pandangan. Salah satu pandangan yaitu "Density -
Intensity" yang dikemukakan oleh J.Freedman (1975), mengatakan bahwa
kepadatan tanpaknya tidak terlalu membahayakan (harmful) bagi individu.
Berbeda dengan binatang, individu tidak selalu bereaksi buruk terhadap
kepadatan yang tinggi. Menurut Freedman kepadatan yang tinggi akan
memperbesar respons positif atau negative seseorang. Bila respons
38
seseorang positif maka bertambahnya kepadatan akan memperbesar respon
positifnya. Sebaliknya bila respons seorang cenderun~J negative maka akan
bertambah respons negatifnya.
Pandangan ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh
Schiffenbauer dan Schiavo (1976);strom dan Thomas (1977), pada saat
orang duduk berdekatan maka orang yang telah saling mengenal akan duduk
lebih dekat, sedangkan orang yang tidak saling mengenal akan tetap
menjaga jarak duduknya.
Pandangan lain, mengatakan bahwa kepadatan merupakan keadaan yang
menekan (as stressful). Menurut Epstein, Woolfolk dan Lehter (1981), adanya
pelanggaran ruang (space invasions), tingkah laku yang terpaksa
(constrained behavior) dan stimulus yang melebihi daya dukung (stimulus
overload) merupakan pengalaman yang tergabung menjadi satu sehingga
menimbulkan akibat yang negative. Hilangnya pengendalian diri (personal
control) menyebabkan frustasi, ketegangan dan akibat lain yang
menyakitkan.
Salah satu faktor yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh negatif
tersebut adalah konsep stress social. Kepadatan yang tinggi merupakan
penyebab stress sehingga menimbulkan bermacam-macam perubahan
tingkah laku dan fisiologis.
39
Schopler dan Stokols (1976) mengemukakan suatu analisa khusus dari
lignkungan yang sesak. Sesak atau crowding dirumuskan sebagai kebutuhan
untuk memperoleh ruang yang lebih luas, sebagai hasil dari gabungan factor
pribadi (personal) dan factor lingkungan (environmental). jadi sesak
merupakan suatu pengalaman psikologis mengenai kepadatan fisik atau
besarnya ruang yang dibutuhkan oleh setiap orang.
Secara umum sesak dikatakan sebagai "syndrome tekanan" yang merupakan
hasil dari factor pribadi, social, kebudayaan dan ruang. Schopler dan Stokols
mengemukakan beberapa asumsi tetang keadaan sesak yang dialami
manusia. lnilah yang dijadikan peneliti sebagai definisi operasional untuk
mengukur kepadatan:
1. Pengalaman sesak melibatkan tekanan (stress) psikologi.
2. Tekanan ini merupakan akibat dari pengalaman individu mengenai
hilangnya pengendalaian terhadap pangamatan ruang (termasuk
jarak antara pribadi atau interpersonal distance).
3. Bila seseorang mengalami tekanan sesak (crowding stress) maka
ia akan berusaha mengatasinya untuk mengurangi tekanan.
40
4. Tekanan akan menjadi sangat kuat dan sulit diatasi bila kebutuhan
akan ruang dari individu dihubungkan dengan adanya ancaman
terhadap keamanan seseorang (misalnya keselamatan fisik atau
keadaan emosional).
Asumsi terakhir sangat penting karena berarti bahwa semakin besar
pengaruh dari ketidakmampuan seseorang untuk mernperoleh ruang (fisik
atau psikologis) makan semakin besar tekanan yang dialami.
2.3. KERANGKA BERPIKIR
Bagaimanakah kaitan Burn out dengan kepadatan lingkungan kerja buruh
pabrik. Burn out merupakan pengalaman yang bersifat psikologis karena
melibatkan perasaan, sikap, motif, harapan, dan dipersepsi individu sebagai
pengalaman negatif yang mengacu pad a situasi yang menimbulkan distres,
ketidaknyamanan, atau disfungsi,
Sedangkan kepadatan lingkungan kerja merupakan persepsi buruh terhadap
ruang pada lingkungan kerjanya.Freedman (1975) mengemukakan bahwa
dibawah kondisi-kondisi yang sama kepadatan yang tinggi cenderung
menambah perasaan apapun yang ada pada individu terhadap situasi atau
orang lain di dalam ruangan. Jadi situasi yang secara intrinsic menyenangkan
41
menjadi lebih menyenangkan dan situasi yang intrinsic: tidak menyenangkan
menjadi terasa lebih tidak menyenangkan. Efek ganda serupa ini juga diamati
dalam perasaan-perasaan dan tingkah laku interpersonal, seperti keramahan,
permusuhan, atau agresi.(Freedman dalam Anastasi 1974).
Kepadatan memberikan pengalaman yang merugikan jikalau dirasakan tidak
menyenangkan jika menghambat tingkah laku individu tidak merasa bebas
untuk mengendalikan ruang personal, privasi dan pen(Jgunaan ruang, bisa
terjadi kepadatan menimbulkan pengalaman yang sangat menekan.
Penelitian Paulus (1976, dalam freedman 1975) menyimpulkan bahwa
kepadatan bisa mengganggu pelaksanaan tugas. Kadang-kadang kedua
jenis kelamin dipengruhi secara negatif oleh kepadatan tinggi (Evans, 1979)
tetapi kadang-kadang hanya pria berkerja kurang baik dalam kondisi
kepadatan tinggi, sedangkan wanita bekerja sedikit lebih baik (Paulus Dkk,
1976). Penelitian tersebut menyatakan bahwa bagi beberapa orang,
kepadatan tinggi dapat mengganggu penampilan kerja.
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut maka peneliti rnenyimpulkan bahwa
kepadatan lingkungan kerja buruh pabrik mempengaruhi buruh pabrik
mengalami Burn Out.
Gambar2.2 Skema terjadinya burnout pada buruh pabrik
Pekerja mempersepsikan lingkungan kerja (tidakseimbang)
Pemecaban masalah aktif
2.4 HIPOTESIS PENELITIAN
Respon emosional terhadap
ketidakseimbangan ditandai dengan cemas,
tegang dan lelah
Pertahanan intrapsik:is (burnout)
42
Berdasarkan deskripsi teori di atas, penulis merumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
H1 Ada hubungan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja dengan
Burn out pada buruh pabrik.
Ho Tidak ada hubungan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja
dengan Burn Out buruh pabrik
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu proses
menemukan pengetahuan yang menggunakan data beirupa angka sebagai
alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Pada
umumnya penelitian kuantitatif dapat dilaksanakan juga sebagai penelitian
deskriptif, penelitian korelasi, penelitian quasi ekperimental dan penelitian
eksperimental (S. Margono, 1997).
Menurut Azwar (2005) penelitian dengan pendekatan k:uantitatif menekankan
analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode
statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian
inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan
hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil.
Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan
kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.
3.1.2. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalarn penelitian ini adalah rnetode korelasional.
Penelitian yang dirancang untuk rnenentukan tingkat hubungan variabel
variabel yang berbeda dalarn suatu populasi yang dis1~but penelitian
korelasional (dalarn Sevilla, et al, 1993).
3.2 Variabel Penelitian
44
Variabel adalah suatu karakteristik yang rnernpunyai dua atau lebih nilai atau
sifat yang satu sarna lain terpisah (dalarn Sevilla, et al, 1993).
Menurut Syahri Alhusin (2002) variabel terbagi dua rnacarn, yaitu variabel
bebas (independent variable) dan variabel terikat (dep1mdent variable).
Variabel bebas (independent variable) yakni suatu variabel yang fungsinya
rnenerangkan (rnernpengaruhi) terhadap variabel lainnya. Sedang variabel
terikat (dependent variable) ialah suatu variabel yang dipengaruhi variabel
lain. Dalarn penelitian ini yang rnenjadi kedua variabel tersebut adalah :
1. Variabel bebas : Burn out
2. Variabel terikat : Persepsi Kepadatan Lingl<Lingan Kerja
3.2.1 Definisi Variabel
1. . Burn out rnerupakan tindakan penarikan diri secara psikologis
sebagai respon terhadap stress yang berlebihan atau ketidak puasan dalarn
pekerjaan yang ditandai dengan kelelahan secara fisik, emotional dan
mental karena adanya keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang
menuntut secara emosional
45
2. Persepsi Kepadatan Lingkungan Kerja merupakan pengalaman
psikologis mengenai kepadatan fisik atau besarnya ruang yang dibutuhkan
oleh setiap orang
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional tentang tingkat Burn out (kelelahan mental) diukur
dengan alat ukur Burn out berupa Maslach Burnout lnventary (MB/) yang
telah dimodivikasi sesuai dengan kebutuhan peneliti. JI.lat ukur MBI ini terbagi
atas 3 subskala, yang mengukur ketiga aspek dari sinclrom burn out, yaitu
kelelahan emosional, kelelahan fisik, dan kelelahan mental.
Sedangkan untuk definisi operasional persepsi kepadatan yaitu penghayatan
pekerja terhadap lingkungan tempat kerjanya, pengalaman yang dirasakan
tertekan, usaha untuk mengatasi tekanan, serta ancaman terhadap kemanan
diri.
3.3 Populasi dan sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh individu atau obyek yang akan diteliti. Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah buruh pabrik, dengan kriteria :
1. Buruh pabrik .
2. Sudah berkerja 1 tahun Lebih.
3. Usia diatas 20 tahun.
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu
yang memiliki karakteristik yang dianggap bisa mewakili populasi. Menurut
Arikunto (1998) apabila subyeknya kurang dari 100 lebih diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian total sampling, jika jumlah
subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.
Berdasarkan tujuan dalam penelitian ini maka populasi yang diambil adalah
para buruh pabrik yang bekerja diruang yang sempit ycing berjumlah 332
orang. Sehingga jumlah sampel yang digunakan 10% yaitu berjumkah 33
orang.
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah random sampling
dengan teknik purposive sampling. Menu rut Sutrisno Hadi ( 2001) yang
46
47
dimaksud dengan tehnik random sampling adalah semua aggota populasi
mempunyai peluang yang sama untuk di masukan menjadi anggota sampel.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian, peneliti menggunakan skala
bentuk pernyataan. Bentuk skala yang digunakan dalam membuat
pernyataan dalam penelitian ini adalah model Likert, yaitu dengan
menetapkan penskoran 1 - 4 dengan alasan agar tidak menyulitkan subyek.
Sebagaimana yang dikutip dari Azwar (2004) yang menyatakan bahwa tidak
ada manfaatnya untuk memperbanyak pilihan karena akan mengaburkan
perbedaan jawaban yang diinginkan, di samping itu ju~1a subyek tidak cukup
peka untuk jenjang yang lebih dari lima tingkat.
lrawan Soehartono (1995), menyatakan bahwa untuk rnenjawab pernyataan -
pernyataan penelitian, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data skala
sikap. Skala sikap adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menyertakan atau mengirimkan daftar pernyataan untuk diisi sendiri oleh
responden, yaitu orang yang memberikan tanggapan atau menjawab
pernyataan-pernyataan yang diajukan.
Skar untuk butir yang terdapat dalam skala dijumlahkan atau dijumlah rata
rata untuk mendapatkan skor sikap individu (Kerlinger, 1993). Pernyataan
atau item dalam skala model Likert ini terdiri dari pernyataan positif dan
negatif. Beberapa hal harus diperhatikan dalam skala Likert antara lain
adalah bentuk jawaban menggunakan em pat kemungkinan jawaban yaitu
sangat setuju (SS), setuju (S}, tidak setuju (TS), dan sangat tidal< setuju
(STS) sedangkan ragu-ragu (R) tidal< digunakan. Menurut Sevilla, et al.,
(1993) banyak peneliti yang memberikan penekanan pada kecenderungan
resposnden untuk 'mengamankan" dan menempatkan jawaban mereka
ditengah sebagai angka netral.
48
Hal ini disebut "pengaruh kecenderungan sentral". lndividu yang mempunyai
kecenderungan tersebut selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan
yang ekstrim, dengan demikian tidak digunakannya katagori jawaban yang
bersifat netral atau ragu-ragu dilakukan untuk mendorong responden
memutuskan jawaban yang bersifat positif atau negatif. Berdasarkan respon
subyek pada plot studi, setiap pernyataan favorable dan unfavorable diberi
nilai sebagai berikut :
Tabel 3.1. Bobot nilai
Pilihan
SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak Setuju)
3.5 lnstrumen Penelitian
3.5.1 Skala Burn Out
Favorable
4
3
2
1
49
Pernyataan
Unfavorable
1
2
3
4
Skala Burn out ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat Burn out
subyek yaitu dengan menggunakan penskalaan model Likert. Pembuatan
item-item pernyataan skala tingkat Burn Out disusun berdasarkan alat ukur
Burn out yang dibuat oleh Maslach, yang berupa Mas/ach Burnout Inventory
(MB/). Yang mengukur ketiga aspek dari sindrom burn out. Yaitu kelelahan
emosional, kelelahan fisik, dan kelelahan mental.
50
Tabel 3.2. Blue print skala Burn out
Aspek lndikator Pernyataan
no Favorable unfavorable
1 Kelelahan > Apa tis 16.20.33.40 12.25.45.54
emosional > Tidak berdaya 5. 11.55. 14.48.51.
> Tidak ada harapan 25. 53.56.57 15. 42.43.59
2 Kelelahan > Mudah lelah 22. 32.50. 27.39.47.
fisik > Susah tidur 4. 17.41 10. 35.38
> Aktivitas menurun 6. 26.44.58 23. 34.52.60
3 Kelelahan > Pusat perhatian 1. 2.37 8.28.36.
mental > Pemecahan 3. 29. 2'1. 9. 13. 49.
masalah 18.19.46 7.30.21
> Kemampuan
mengingat
total 30 30
3.5.2 Skala Persepsi Kepadatan
Penulis menggunakan asumsi kepadatan yang diberikan oleh Schopler dan
Stokols. Yaitu 1) Pengalaman sesak terhadap tekanan psikologis; 2)
Penghayatan tekanan terhadap lingkungan fisik; 3) Usaha mengatasi
tekanan; 4) Ancaman terhadap keamanan.
51
Tabel 3.3. Blue print skala persepsi kepadatan
No. Aspek Pernyataan
Favourable Unfavourable
1. Tekanan pribadi 1,4,9,30*33,35 2, 13, 17,23,34
2. Tekanan lingkungan 5,7,12,20,38 10, 11, 18, 19,29
3. Usaha mengatasi tekanan 3,8,15,26,39 22,25,31,32,40
4 Ancaman kemananan 6, 16,24,36,37 14,21,27,28,41
Total 21 20
3.6 Teknik Uji lnstrumen
3.6.1 Uji Validitas Skala
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui aspek suatu skala psikologi
mampu menghasilkan data yang akurat dan sesuai dengan tujuan ukuran.
Validitas skala sikap banyak disandarkan pada relevansi isi pernyataan yang
disusun berdasarkan rancangan yang tepat karena skala yang disusun
berdasarkan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi dengan jelas
secara teoritik akan valid.
Untuk menguji validitas dari setiap item pernyataan dilakukan analisis item,
yaitu mengkorelasikan setiap item dengan skor total. K.oefisien korelasinya
diperhitungkan sebagai validitas. Item-item yang memiliki korelasi signifikan
52
langsung dipilih sebagai skala final dan dihitung, sedangkan item yang tidak
memiliki korelasi signifikan diabaikan.
Untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur marnpu melakukan fungsi,
penulis rnenggunakan rurnus Product Moment Pearson (Syaifuddin Azwar,
2003) dengan rumus :
Keterangan : rxy = Angka indeks korelasi "r" Product Moment
LXY = Jurnlah hasil perkalian antara skor item dan skor total
LX = Jurnlah skor item
LY = Jumlah skor total
n = Jumlah subyek
Dari data try out skala burnout yang diujicobakan pada 38 subjek, diperoleh
hasil sebagai berikut : Dari 60 item yang diuji cobakan terdapat 30 item yang
valid , yaitu item nomor 2,4,8,9, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 19,20,22,25,28,30,31,32,
38,39.40.41.45.47.48.49,51,52,57,58. karena memenuhi standar koefisien
validitas yang dianggap memuaskan untuk n=38. Sedangkan item yang tidak
valid atau yang tidak dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya
sebanyak 30 item, yaitu item no
53
1,3,5,6,7, 10, 14, 18,21,23,24,26,27,29,33,34,35,36,37,42,43,44,46,50,53,
54,55,56,59,60. indeks validitas skala burnout dapat dilihat pada lampiran 7
Tabel 3.4. Hasil Uji Coba Skala Burn out
Aspek lndikator Pernyataan
no Favorable unfavorable
1 Kelelahan y Apatis 16*.20*.33.40* 12*.25*.45*.54
emosional y Tidak berdaya 5. 11*.5!5. 14.48*.51*.
y Tidak ada harapan 25. 53.56.57* 15*. 42.43.59
2 Kelelahan y Mudah lelah 22*. 32*.50. 27.39*.47*.
fisik y Susah tidur 4*. 17*.41* 10. 35.38*
y Aktivitas menurun 6. 26.44.58* 23. 34.52*.60
3 Kelelahan y Pusat perhatian 1. 2*.37 8*.28*.36.
mental y Pemecahan 3. 29. 31*. 9*.13*.49*.
masalah 18.19*.46 7. 30*. 21
y Kemampuan
mengingat
total 30 30
Nb: Item valid d1tanda1 dengan (*)
Sedangkan data try out skala persepsi kepadatan yang diujicobakan pada 38
subjek, diperoleh hasil sebagai berikut : Dari 41 item yang diuji cobakan
terdapat23 item yang valid, yaitu item nomor 1,4,5,6,7,8,9,12,16,17,19,
20,22,24,26,27,28,35,36,37,38,39,40, karena memenuhi standar koefisien
validitas yang dianggap memuaskan untuk n=38
54
Sedangkan item yang tidak valid atau yang tidak dapat dipergunakan untuk
penelitian selanjutnya sebanyak 42 item, yaitu item no 2,3,4,5,76,,8,9,, 12, 13,
14, 15, 17, 18,20,22,24,25,2,6,27,29,30,31,34,35,36,37,:38,40,43,44,45,46,47,4
8,49,50. indeks validitas keterlibatan kerja dapat dilihat.
Tabel 3.5. Hasil Uji Coba Skala Persepsi Kepadatan
No. Aspek Pernyataan
Favourable Unfavourable
1. Tekanan pribadi 1 *,4*,9*,30*.33,2;5* 2, 13, 17*,23,34
2. Tekanan lingkungan 5*,7*, 12*,20*,38'' 10,11,18,19*,29
3. Usaha mengatasi tekanan 3,8*, 15,26*,39* 22*,25,31,32,40*
4 Ancaman kemananan 6*, 16*,24*,36*,3~7* 14,21,27*,28*,41
Total 21 20
Nb: item valid d1tanda1 dengan (*)
3.6.2 Uji reliabilitas skala
Setelah pengujian validitas, selanjutnya dilakukan pen£1ujian reliabilitas.
Tujuan utama pengujian reliabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi atau
keteraturan hasil ukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut
digunakan lagi sebagai alat ukur suatu obyek atau responden. Hasil uji
reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya dan tidaknya suatu instrumen
penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur.
55
Untuk menguji reliabilitas instrumen penelitian, penulis menggunakan rumus
Alpha Cronbach (Syaifuddin Azwar, 2004) :
[ s1, + s,, J a=2 1- -
S x2
Keterangan : s1, dan s,, = Varians skor belahan 1 dan varians skor
belahan 2
sx, = Varians skor skala
Menurut Triton (2006), tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach
diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. P.pabila skala tersebut
dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama, maka
ukuran kemantapan Alpha dapat diinterpretasi seperti 1:abel berikut :
Tabel 3.6.
Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai Alpha
Alpha Tingkat reliabilitas
0,00-0,20 Tidak reliabel
> 0,20- 0,40 Kurang reliabel
> 0,40- 0,60 Cukup reliabel
> 0,60- 0,80 Reliabel
> 0,80-1,00 Sangat reliabel
56
3.7 Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan, yaitu pada tahap ini penulis merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini, menentukan variabel yang akan
diteliti, melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data-data
yang terkait dan teori-teori yang menunjan9 penelitian ini. Peneliti
juga berkonsultasi dengan pembimbing guna kelangsungan
penelitian yang efektif. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan
menyusun dan menyiapkan alat ukur penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini.
2. Tahap pengambilan data, dalam tahap ini penulis menentukan
sampel penelitian, meminta kesediaan responden untuk mengisi
skala penelitian. Sebelumnya, skala yang digunakan terlebih
dahulu di uji, dan akhinya item yang valid digunakan untuk
penelitian.
3. Tahap pengolahan data, pada tahapan ini penulis mengumpulkan
data yang diterima dari responden dan rnenskoring data hasil
penelitian, kemudian mentabulasikan dan melakukan analisis data,
yaitu analisis validitas dan relibilitas, dan korelasi dari kedua
variabel penelitian.
57
4. Tahap Pembahasan, pada tahap ini hasil olah data
diinterpretasikan, serta merumuskan hasil penelitian yang diperoleh
dibahas berdasarkan data dan teori yang ada.
58
BAB4
LAPORAN PELAKSANAAN PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum
Gambaran umum responden dalam penelitian ini akan diuraikan secara rinci
bibawah ini berdasarkan usia, status perkawinan dan lama bekerja dipabrik.
Subjek pebelitian ini adalah 33 orang dari 332 buruh p:abrik yang bekerja
dibagian produksi pada PT Victor lndah Prima Cengkareng Jakarta Barat.
Tabel 4.1.1. Kategorisasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Kategori Jumlah Prosentase
1. Laki-laki 24 72%
2. Perempuan 9 28%
Total 33 100 %
Dari label di atas dapat dilihat bahwa responden laki- laki dalam penelitian ini
berjumlah 24 orang mahasiswa (72%), sedangkan re~;ponden perempuan
sebanyak 9 orang mahasiswi atau 28 % dari total responden.
59
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuesi Presentase
20-25 3 9%
26-30 8 24%
31 - 35 13 39%
36-40 6 19%
40 < 3 9%
Total 33 100 %
Berdasarkan usia, responden dalam penelitian ini berusia 20-25 tahun
dengan total presentase 9%, untuk responden yang berusia 26-30 tahun
24%, berusia 31-35 tahun 39%, usia 36-40 tahun 19% dan usia 40 tahun
keatas 9%.
60
Tabel 4.3 Garnbaran Umum Responden Berdasarkan Lama Kerja
Usia Frekuensi Presentase
1-5 3 9%
6-10 10 30 %
11 -15 13 40%
16-20 6 18 %
21< 1 3%
Total 33 100 %
Berdasarkan masa kerja di pabrik sebanyak 9 % responden telah bekerja
selama 1-5 tahun, persentase 30% untuk responden yang telah bekerja
selama 6-10 tahun, sedangkan untuk responden yang bekerja 11-15 tahun
sebesar 40%, responden yang bekerja selam 16-20 tahun sebesar 18%,
jumlah terkecil pada buruh pabrik yang bekerja selama 21 tahun keatas
sebanyak 3%.
4.2. Presentase Data
4.2.1. Penyebaran Skor Skala Burnout
rentangan penyebaran skor skala burrnout adalah 30-120, karena dalam
penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu skor
terendah 1 x 30 = 30 dan skor tertinggi sebesar 4x30 = 120. sehingga luas
jarak sebenarnya adalah 120-30 = 90. Dengan demikian, setiap satuan
deviasi standar bernilai 90/6 = 15 dan mean teoritisnya adalah:
M = (30x2)+(30x3) /2
= (60 + 90) /2
=150/2 =75
4.2.2 Penyebaran Skor Skala Persepsi Kepadatan
61
Rentangan penyebaran skor persepsi kepadatan adalah 24-96, karena dalam
penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu skor
terendah 1x24= 24 dan skor tertinggi 4x24= 96. sehingga luas jarak
sebenarnya adalah 96-24=72. Dengan demikian, setiap satuan deviasi
standar bernilai 72/6= 12 dan mean teoritisnya adalah:
M = (24x2)+(24x3)/2
= (48+72)/2
= 120/2 = 60
62
4.3. Uji Normalitas
Data-data berskala interval sebagai hasil suatu pengul<uran pada umumnya
mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu data tidak
mengikuti asumsi normalitas. Untuk mengetahui kepastian sebaran data yang
diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang bersangkutan
(Nurgiyantoro dkk,2000). Dengan demikian, analisis statistik yang pertama
kali harus dilakukan dalam rangka analisis data adalah analisis statistiik
berupa uji normalitas.
Adapun uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji
Kolmogorov-Smimov. Uji kolmogorov-Smimov adalah :salah satu cara untuk
menguji goodness of fit. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah tingkat
kesesuaian antara distribusi nilai sampel (skor yang diobservasi) dengan
distribusi teoritis tertentu (normal,uniform,atau poison). Jadi hipotesis
statistiknya adalah distribusi frekuensi hasil pengamatan bersesuaian dengan
distribusi frekuensi harapan (teoritis) (Tim penelitian dan pengembangan
Wahana Komputer, 2006).
Hasil uji normalitas data pada skala burnout diperoleh angka probalitas
sebesar 0,444 dengan taraf signifikansi alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai
63
probabilitas 0,444>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal, dengan mean sebesar 69,66 dan standar deviasi (SD) sebesar 4,82.
Sementara hasil uji normalitas data pada skala persepsi kepadatan diperoleh
angka probabilitas sebesar 0,389 dengan menggunakan taraf signifikansi
alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,389>0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, dengan mean sebesar
57,27 dan standar deviasi (SD) sebesar 4, 12
4.4. Uji Homogenitas
tabel 4.4
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 SiQ.
burnout .017 1 31 .896 kepadatan .024 1 31 .879
pengambilan keputusan untuk data penelitian ini menggunakan perbandingan
uji probabilitas. Dari tabel nilai uji homogenitas diatas sebagaimana yang
terdapat dalam lampiran kolom Test of Homogeneity al' wariances pada
levene statistic, dapat diketahui bahwa burnout memiliki nilai probabiliti
sebesar 0,896 dari nilai 0,05 sehingga Ho diterima, artinya varians data
64
bersifat homogen. Sedangkan, Persepsi kepadatan m1emiliki nilai probabilitas
sebesar 0,879 dari nilai 0,05 Ho juga diterima dan artinya varians data
bersifat homogen.
4.5. Pengujian Hipotesis
untuk menjawab hipotesis pada penelitian ini, dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment dari person, dengan
perhitungan menggunakan SPSS versi 12.0, untuk pengambilan kesimpulan
penelitia melihat dari hasil probabilitas (Singgih, 2004) menurut Singgih untuk
mengambil keputusan dengan melihat nilai probabilitas,
jika probabilitas > 0,05, maka H1 diterima
jika probabilitas< 0,05, maka Ho ditolak
Tabel 4.5 Hasil Korelasi Antara Variable
Variable Korelasi Taraf signifikan
Burnout dan kualitas pelayanan 0,562 0,01
Hubungan Antara Persepsi Kepadatan Lingkungan Kerja Dengan
Burnout Pada Buruh Pabrik
65
berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa koefisien korelasi antara
persepsi kepadatan lingkungan kerja dengan burnout pada buruh pabrik
adalah 0,562 setelah dibandingkan dengan nilai r table untuk sarnpel 33
orang, diperoleh r table sebesar 0,344 pada a = 0,05 dan 0,442 pada a= 0,01
hal ini rnenunjukan bahwa nilai r hitung lebih besar dibandingkan nilai r table
pada a=0,05 dan pada a= 0,01 dengan taraf signifikansi sebesar 0,01 lebih
kecil dari taraf kritis keberrnaknaan (sig>0,05) dengan begitu Hi diterirna,
yaitu ada hubungan yang signifikan antara persepsi kepadatan lingkungan
kerja dengan burnout, sedangkan Ho yang rnenyatakan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara persepsi kepadatan lingkungan kerja
dengan burnout ditolak
hasil penelitian ini juga rnenunjukkan korelasi yang berarti apabila para buruh
rnernpersepsikan padat pada kondisi kerjanya rnaka akan rnenyebabkan
terjadinya burnout pada buruh pabrik.
66
4.6. Hasil Tambahan
4.6.1. Hubungan Antara Usia Buruh Pabrik Dengan Burnout
dari hasil penelitian diperoleh koefisien korelasi usia dan burnout adalah
sebesar -0,081 nilai r hitung ini lebih kecil bila dibandingkan pada r table pada
taraf a=0,05 (0,344) dan pada taraf a=0.01 (0,442) serta nilai signifikansi
sebesar 0,652 nilai ini diatas harga kritis untuk taraf kebermaknaan (sig>
0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, yaitu tidak ada hubungan
yang signifikan antara usia buruh pabrik dengan terjadinya burn out.
4.6.2. Hubungan Antara Masa Kerja Buruh Pabrik Dengan Burnout
berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa koefisiensi antara lama kerja
dengan burn out adalah 0,009 nilai ini lebih kecil dibandingkan nilai r tabel
pada a=0,05 (0,344) dan a=0,01 (0,442) dengan taraf signifikansi sebesar
0,961 lebih besar dari taraf kritis kebermaknaan (>0,05·) dengan begitu Ho
diterima, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan
terjadinya burnout pada buruh pabrik.
4.6.3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Buruh Pabrik Dengan Burnout
berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa koefisien korelasi antara jenis
kelamin dengan burn out diperoleh nilai r hitung sebesar0,024 nilai ini lebih
kecil dibandingkan dengan r table pada taraf a=0,05 (0,344) dan a=0,01
67
(0,442) dengan taraf signifikansi sebesar 0,874 lebih besar dari taraf kritis
kebermaknaan (sig<0,05) dengan begitu Ho diterima, yaitu tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin buruh pabrik dengan burn out.
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil aalisa data serta hipotesis yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka penelitian ini menyimpulkan :
1 . Ada hubungan antara kepadatan lingkngan kerja yang padat dengan
burnout pada buruh pabrik.
5.2. Diskusi
68
Dari hasil penelitian diatas terlihat hubungan yang signifikan antara kondisi
kerja yang padat dengan terjadinya burnout pada buruh pabrik, hasil
penelitian ini juga menunjukkan ada hubungan yang negative antara kondisi
kerja yang padat dengan kelemahan mental (burnout) yang memiliki arti
bahwa ketika para buruh mempersepsikan lingkungan kerja pabrik menjadi
padat maka kondisi para buruh akan cepat megalami burnout, hal ini dapat
dipahami dengan kondisi lingkungan kerja yang padat, yang tidak
mendukung para buruh untuk menyelesaikan tugas yaitu banyaknya
karyawan yang ada diruang kerja, alat-alat kerja yang tidak teratur, serta
bayaknya barang yang masuk dan harus dikerjakan yang merupakan
penyebab terjadinya kepadatan yang negative dilingkungan kerja pabrik. ltu
semua mengakibatkan para buruh mengalami kelelahan mental,fisik serta
emosi yang ditandai dengan kejenuhan pada pekerjaan yang mereka jalani
dan juga sifat frustasi, putus asa serta tidak peduli dengan teman kerja dan
pekerjaan itu sendiri.
69
kondisi kerja selain dapat meningkatkan efisiensi,efektifitas, dan produktifitas
kerja karyawan, juga dapat menghasilakn prestasi kerja yang optimal.
Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja memiliki dampak
terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja karyawan atau pekerja.
Nya Kondisi fisik di lingkungan kerja juga mempunyai pengaruh terhadap
kondisi faal dan psikologis tenaga kerja atau karyawan. Jika kondisi kerja
buruk, maka salah satu akibat yang akan dialami oleh li<aryawan diantaranya
berupa kelehanan, sehingga semangat kerja akan hilang.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Robbin bahwa
para pekerja lebih menyukai tempat kerja yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kondisi dalam
lingkungan kerja memang sangat menentukan bagi para pekerja untuk
melakukan pekerjaannya agar hasil dari pekerjaannya memuaskan bukan
hanya untuk pekerjaannya itu sendiri melainkan juga untuk perusahaannya.
70
Selain pembahasan diatas, terdapat pula kesesuaian teori dengan hasil
tambahan mengenai perbedaan tingkat burnout berdasarkan jenis kelamin.
Dari hasil penelitian tersebut diketahui, bahwa tidak terdapat perbedaan
tingkat burnout antara responden laki-laki dengan responden perempuan. Hal
ini berbeda dengan hasil penelitian yang ditemukan oli~h Farber (1991)
menemukan bahwa pria lebih rentan terhadap stres dan burnout jika
dibandingkan dengan wanita. Orang berkesimpulan bahwa wanita lebih lentur
jika dibandingkan dengan pria, karena dipersiapkan dengan lebih baik atau
secara emosional lebih mampu menangani tekanan yang besar.
Sedangkan berdasarkan usia juga tidak ditemukan adanya perbedaan. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian yang di temukan oleh Hasil penelitian
Maslach (1982), bahwa burnout paling banyak dijumpai pada individu yang
berusia muda. Hal ini wajar, sebab para pekerja pemberi pelayanan di usia
muda dipenuhi dengan harapan yang tidak realistik, jika dibandingkan
dengan mereka yang berusia lebih tua. Seiring dengan pertambahan usia
pada umumnya individu menjadi lebih matang, lebih stabil, lebih teguh
sehingga memiliki pandangan yang lebih realistis.
Selain tidak ditemukannnya tingkat burn out berdasarkan jenis kelamin dan
usia, tidak ditemukan juga perbedaan tingkat burn out berdasarkan status
perkawinan dan lama kerja dalam penelitian ini. Hal ini juga berbeda dengan
71
hasil penelitian yang di kemukakan oleh Maslach (1982), bahwa Profesional
yang berstatus lajang lebih banyak yang mengalami burnout daripada yang
telah menikah (Farber, 1991; Maslach, 1982). Jika dibandingkan antara
seseorang yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak, maka
seseorang yang memiliki anak cenderung mengalami tingkat burnout yang
lebih rendah.
5.3. Saran
berdasarkan hasil penelitian, berikut ini ada beberapa hal yang dapat
dipertimbangkan sebagai saran praktis, baik untuk kepentingan pekerja
maupun pihak perusahaan.
1. kepada para pimpinan perusahaan, khususnya para manajer dan
supervisor agar dapat memberikan variasi pekerjaan kepada
karyawannya, agar para buruh pabrik tidak cepat merasa bosan dan
lelah dengan pekerjaan yang mereka kerjakan saat ini.
2. bagi karyawan sebaiknya lebih terbuka untuk mengungkapkan
permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaannya dan juga bisa lebih
kooperatif dengan atasan maupun karyawan lainnya.
72
Saran teoritis bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
1. penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan skripsi ini terdapat
beberapa kekurangan dan kelemahan terutama dalam proses
penelitiannya, maka pada penelitian selanjutnya yang berkepentingan
untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama, disarankan
untuk dapat menutupi segala kekurangan,kelemahan dari penelitian ini
dan agar lebih memperdalam kajian permasalahan dan menambah
jumlah sampel dengan mengambil sampel dari perusahaan yang
berbeda.
2. dalam pengambilan data tidak hanya menggunakan kuesioner tetapi
juga menggunakan wawancara agar didapatkan data penelitian yang
lebih akurat, konprehensif dan mendalam mengenai kepadatan
lingkungan kerja pabrik dan burn out.
3. penelitian ini juga memiliki keterbatasan dalam penggambaran burnout
yang mempertimbangjan factor jenis kelamin, usia, pendidikan, status
pernikahan dan lama kerja. Untuk penelitian selanjutnya dianjurkan
untuk melakukan penelitian burnout yang mempertimbangkan aspek
lainnya.
DAFT AR PUST AKA
Arikumto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian; Suatu F'endekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin.(2001 ). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pel ajar
Caputo, J.S. (1991) Stress and Burnout In Library Service. Canada: Oryx Press.
Chaplin,J.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT.Raja Grafindo. Ed. 1 Cet.6.
Cherniss, C. (1980). Staff Burnout: Job Stress In The Human Service. Beverly Hill; Ssage.
Departemen Pendidikan Nasional. (2001 ). Kam us Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Freedman, Jonathan L. David O.S & Anne,L.P (1985).Psikologi Sosial (edisi ke-5) jilid 2. terjemah Michsel Adryanto. Erlangga. Bandung
Freudenberger, H.J. (1974) Staff Burnout. Jurnal of Social Issues, 30, 159-165.
Gale, Omer R, Walter R. Gove dan J. Miller Mc Pherson. ("1972). Population Density and Pathology: What are the relations for man?~ Science, 4030, 7 April, vol. 176.
Heimstra, Norman W. dan Leslie H. Mc Farling. (1974). Eenvironmental Psychology._Monterey, California : Brooks I cole Publishing Company.
Kerlinger, Fred N. (2003). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta UGM Press.Ed.3.
Maslach, C (1982). Burnout: The Cost of Caring. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Maslach, C (1982). Burnout: A Mutidimentional Perspective. Dalam W.B. Schaufeli, C. Maslach. & T. marek {eds), Professional Burnout: recent develovment in Theory and Reseach (pp.19-32). Wasl1ington DC: Taylor & Francis.
"Membunuh burnout, MemanfaatkanStres", Republika, 5 Auustus 1993.
Munandar,A.S. (2001 ). Psikologi lndustri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Vlutiah. Diana. (2006). Pengaruh Kepadatan Rumah Terhadap Perkembangan Anak. Journal Tazkiyah of Psychology.
Myers, David G. (1983). Social Psychology. Tokyo: McGraw Hill Book Company Japan.
Pines, AM. &Aronson, E. (1988). Carrer Burnout: Cases and Cures. London: The Free Press, Collier Mcmillan Publisher.
Prawasti,C.Y. (1991 ). Hubungan antara Burnout dan Dukungan Sosial di Kalangan Perawat Rumah Sakit di Jakarta. Skripsi: Tidak diterbitkan, faklutas Psikologi Universitas Indonesia.
Prawasti,C.Y.,& Napitupulu M.J.N. (1991). Peranan Oimensi Gaya Kepemimpinan Atasan yang dipersepsi Terhadap Burnout Pada Guru SMU Swasta di Jakarta. Jurnal Psikologi Sosial.
Rustomji M.K. & Sapre S.A (1990). Manajemen Mutakhir. PT.Pustaka Binaman Pressindol. Jakarta
Saefullah, AD. (1975). Distribusi Teritorial dan Kepadatan Penduduk. Training Pendidikan Masalah Kependudukan. Jakarta1: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Schabracq, Marc J.et, all. (1996). Handbook Of Work Health Psychology. USA: John Wiley and Sons.
Sevilla, Consuelo,G.et, all.(1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. UI Press.
Sulaiman, Wahid. (2004). Jalan Pintas menguasai SPSS 12. Yogyakarta: Andi.
Sutjipto. (2004). Apakah Anda Mengalami Burnout. Diambil dari: http://www.depdiknas.go.id/jurnal/32/.htm.
)r kepadatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 61 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 1 3 2 1 3 2 2 2 3 3 2 3 2 3 55 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 54 4 4 2 2 4 2 3 2 3 4 3 3 3 1 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 4 66 5 4 2 1 4 2 2 3 3 3 3 3 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 2 1 3 57 6 2 2 2 4 2 2 2 2 2 3 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 57 7 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 4 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 58 8 2 2 2 4 2 2 3 2 2 3 4 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 58 9 3 1 1 3 2 3 3 2 4 3 3 3 1 2 2 2 3 2 3 3 2 2 1 2 56
10 1 4 3 3 2 2 1 3 1 4 4 2 4 3 2 2 1 1 1 1 1 3 1 1 51 11 2 4 3 2 2 1 2 2 2 4 3 2 3 1 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 58 12 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 4 1 2 3 3 55 13 2 2 2 3 1 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 3 56 14 1 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 2 2 1 2 3 2 2 2 2 52 15 3 2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 59 16 1 1 2 2 1 2 3 2 2 3 1 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 50 17 1 1 2 2 1 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 52 18 2 2 1 4 2 2 3 3 3 3 3 2 3 1 3 2 2 2 3 3 2 3 1 3 58 19 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 3 3 2 2 2 3 51 20 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 3 57 21 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 4 1 3 2 1 3 3 2 2 3 3 2 58 22 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 4 3 3 2 4 1 2 3 3 2 2 3 2 2 56 23 ' 3 ~ 3 2 2 4 4 3 3 4 3 2 2 4 2 2 1 3 3 2 3 2 3 66 ., "' 24 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 4 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 63 25 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 4 3 3 3 3 2 3 64 26 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 3 4 3 2 3 2 3 2 3 4 64 27 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 4 3 2 2 2 54 28 2 2 2 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 1 3 54 29 2 2 3 3 2 2 2 2 4 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 59 30 2 4 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 1 3 2 3 2 2 2 57 31 3 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 56 32 2 2 3 2 3 2 4 2 2 2 4 2 3 1 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 58 33 2 2 2 4 2 2 3 2 3 4 1 3 2 1 2 3 3 2 3 3 2 3 2 4 60
>la burnout 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 3 3 3 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 4 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 73 2 2 3 2 2 3 2 2 2 1 2 3 2 1 2 2 2 3 2 2 2 1 3 3 2 2 3 2 2 3 2 65 3 4 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 64 4 4 3 3 2 3 1 2 4 3 2 3 2 2 3 2 4 4 2 3 2 3 3 3 2 3 4 2 3 2 2 81 5 4 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 1 3 2 2 1 3 2 3 1 3 4 3 3 2 4 2 2 2 3 74 6 4 2 3 3 2 2 3 3 2 2 4 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 1 3 2 2 2 3 2 73 7 4 2 3 2 3 3 2 2 2 2 4 2 2 3 2 2 3 3 4 3 3 4 3 2 3 2 3 2 3 3 81 B 3 2 2 2 2 2 2 2 1 3 4 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 1 2 2 2 2 3 2 65 9 4 2 2 1 2 3 2 4 2 2 3 2 4 2 2 2 3 2 4 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 2 75 0 4 1 3 2 3 2 1 3 1 2 4 2 4 2 2 1 2 2 2 1 3 3 1 2 2 1 3 2 3 2 66 1 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 2 1 2 2 2 3 3 2 2 3 1 2 3 2 66 2 1 3 2 1 2 2 2 3 2 1 3 2 2 1 2 1 3 2 3 3 3 4 3 2 2 3 2 3 3 2 68 3 4 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 66 4 3 2 2 1 2 2 3 2 2 1 3 1 2 2 2 2 3 2 3 1 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 63 5 4 2 2 2 3 2 2 3 2 2 4 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 70 5 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 1 3 2 2 3 4 2 3 2 1 2 3 2 2 1 2 66 7 4 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 3 1 2 3 4 2 3 2 1 2 3 2 2 2 1 68 B 3 3 3 2 2 1 2 3 2 2 3 4 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 71 9 3 2 2 1 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 4 1 2 3 2 2 2 3 1 2 2 2 65 I) 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 67 1 3 3 2 1 3 2 1 2 3 2 2 2 3 2 4 2 3 2 2 2 2 3 1 3 2 2 2 3 2 2 68 2 3 1 3 2 4 2 2 2 2 1 4 3 2 1 4 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 4 2 2 3 2 69 3 4 2 3 2 3 2 1 4 2 2 3 3 1 2 2 3 2 2 4 2 2 3 4 2 2 2 2 2 3 2 73 -i 4 3 ~ < 2 1 2 1 3 2 4 4 2 3 2 2 2 2 4 2 2 4 3 1 2 4 1 3 2 2 73 " ' 5 4 2 2 3 2 1 2 2 4 2 3 4 1 1 2 3 2 2 3 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 68 5 4 3 3 1 2 1 2 1 3 2 4 4 2 3 3 1 2 2 4 2 2 4 1 2 2 2 3 1 3 2 71 7 4 1 2 2 2 3 2 3 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 69 B 3 3 2 1 2 2 2 3 2 1 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 65 9 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 4 3 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 78 D 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 1 3 2 2 3 2 4 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 75 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 3 2 3 2 2 3 2 1 2 3 2 2 2 2 64 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 1 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 66 3 2 3 2 1 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 73
Lampi ran Reliability Skala bounout
Case Processing Summary
N Cases Valid 38
Excludecta 0 Total 38
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Based
on Cronbach's Standardized
% 100.0
.0 100.0
Aloha Items N of Items .823 .836 60
Summary Item Statistics
Mean Minimum Maximum Ranae Item Means 2.156 1.368 3.158 1.789 Item Variances .436 .134 .849 .714
.. The covarfance matnx 1s calculated and used in the analysis.
Maximum/ Minimum Valiance N of Items
2.308 .177 60 6.312 .027 60
Item Statlstlcs
Maan Std. Deviation N VAR00001 3.1316 .87522 38 VAl~00002 2.5000 .83017 38 VAR00003 2.5263 .64669 38 VAR00004 2.0526 .83658 38 VAR00005 2,0263 .71610 38 VAR00006 1.4737 .82975 38 VAR00007 2.2368 .78617 38 VAR00008 1.6053 .59455 38 VAR00009 2.2368 .58974 38 VAR00010 1.4737 .68721 38 VAR00011 2.0283 .71810 38 VAR00012 1.9737 .54460 38 VAR00013 L7105 .69391 38 VAR00014 1.3884 .4BS85 38 VAR00015 1.4737 .55687 38 VAR00016 1.8158 .69185 38 VAR00017 1.6842 .70155 38 VAR00018 2.4211 .68306 38 VAR00019 1.8421 .36954 38 VAR00020 1.7105 .69391 30 VAR00021 2.8158 .69185 38 VAR00022 2.6053 .78978 38 VAR00023 2.0526 .69544 38 VAR00024 2.2895 .65380 30 VAR00025 3.1579 .88612 38 VAR00026 2.2368 .67521 30 VAR00027 2.3158 .52532 30 VAR00028 1.7388 .60109 38 VAR00029 2.4211 .55173 38 VAR00030 2.0526 .73328 38 VAR00031 2.0526 .46192 30 VAR00032 2.4211 .75808 38 VAR00033 2.1053 .84889 38 VAR00034 2.0263 .54460 38 VAR00035 3.0789 .74911 38 VAR00036 2.4474 .92114 38 VAR00037 1.8947 .88926 30 VAR00038 1.9737 .75200 30 VAR00039 1.8421 .54655 38 VAR00040 1.8158 .69185 30 VAR00041 2.4474 .00500 38 VAR00042 1.9737 ~· ... 38 VAR00043 2.9474 .73328 30 VAR00044 2.1842 .76801 38 VAR00045 2.0526 .51713 38 VAR00046 3.1316 .47483 38 VAR00047 2.3684 .71381 38 VAR00048 1.9211 .87310 38 VAR00049 2.1579 .49464 30 VAROOOSO 2.5000 .68773 38 VAR00051 2.6060 .56949 38 VAR00052 2.1842 .65162 38 VAR00053 2.2895 .65380 30 VAR00054 2.0789 .42754 30 VAR00055 1.9474 .46192 30 VAR00056 2.6579 .78072 30 VAfl00057 1.6842 .57447 36 VAR00058 1.8947 .50881 38 VAR00059 2.3421 .58246 38 VAR00060 1.9737 .43414 38
!tom-Total Statistic.$
Scale Corrected Squared Cronbach's Scale Mean if Variance If /lam-Total Muftlple Alpha ifltem !fem Deleted !!em Doleted Correlation Correlation Deleted
v~~1 126.2368 136,132 ,013 ,828 VAR00002 126.8684 129,415 .373 .817 VAR00003 126.6421 144,191 -.480 .836 VAR00004 127,3158 128,546 .417 ,816 VAR00005 127.3421 132,610 .245 .821 VAR00006 127,8947 131,626 ,244 .821 VAR00007 127.1316 134.171 .130 .824 VAR00008 127,7632 132.872 .302 ,820 VAROOOOO 127.1316 132.280 .334 .819 VAR00010 127.6947 135.718 .060 ,825 VAR00011 127.3421 125.799 .675 .810 VAR00012 127.3947 133.002 .307 .820 VAR00013 127,6579 130.718 .376 .818 VAR00014 128.0000 134.432 .219 .821 VAR00015 127,8947 129,989 .540 .815 VAR00016 127,5526 129,659 .446 .818 VAR00017 127.6842 127.519 .577 .813 VAR00018 126,9474 133.349 .212 .821 VAR00019 127.5263 132.797 .496 .818 VAR00020 127.6579 130,772 .372 .818 VAR00021 126.5526 135.984 .043 .825 VAR00022 126.7632 127,915 .482 .814 VAR00023 127.3158 133.952 .169 .822 VAR00024 127.0789 133.698 .201 .822 VAR00025 126.2105 141.198 -.229 .835 VAR00026 127.1316 137.577 ·.055 .827 VAR00027 127.0528 139.889 -.242 .829 VAR00028 127.6316 131.538 .382 .818 VAR00029 128.9474 135.781 .083 .824 VAR00030 127.3158 127.357 .560 .813 VAR00031 127.3158 132.762 .393 .819 VAR00032 126.9474 127.403 .536 .813 VAR00033 127.2632 136.794 ·.004 .826 VAR00034 127.3421 135,150 .135 .823 VAR00035 126.2895 141.779 -.290 .834 VAR00038 126.9211 137.372 ·.049 .830 VAR00037 127.4737 139.607 -.180 .830 VAR0003B 127.3947 126.570 .592 .812 VAR00039 127.5263 131.499 .428 .817 VAR00040 127.5526 129.605 .449 .816 VAR00041 126.9211 129.642 .451 .816 VAR00042 127.3947 136,029 .116 •23 VAR00043 126.4211 133.980 .156 .823 VAR00044 127.1842 133.722 .161 .823 VAR00045 127.3158 131,357 .467 .817 VAR00046 126.2368 136.618 ·.151 .827 VAR00047 127.0000 128.100 .529 .814 VAR00048 127.4474 127.984 .573 .813 VAR00049 127,2105 133.252 .321 .820 VAR00050 126.8664 133.685 .189 .822 VAR00051 127,3664 129.050 .602 .814 VAR00052 127.1842 127.127 .654 .812 VAR00053 127.0789 133.210 .233 .821 VAR00054 127.2895 133.509 .351 .820 VAR00055 127.4211 135.764 .110 .823 VAR00056 126.7105 136.590 ·.002 .827 VAR00057 127.6842 129.411 .567 .814 VAR00058 127.4737 130.526 .548 .816 VAR00059 127.0263 136.405 .030 .825 VAR00060 127.3947 134.299 .285 .821
Correlations
VAR00061 VAR00001 VARUUUo1 Pearson Correlation 1 .087
Sig. (2-tailed) .602 N 38 38
VAR00001 Pearson Correlation .087 1 Sig. (2-tailed) .602 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00002 VAR00061 Pearson -Correlation 1 .434*
Sig. (2-tailed) .007 N 38 38
VAR00002 Pearson Correlation .434* 1 Sig. (2-tailed) .007 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00003 VAR00061 Pearson Correlation 1 -.437*'
Sig. (2-tailed) .006 N 38 38
VAR00003 Pearson Correlation -.437* 1 Sig. (2-tailed) .006 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00004 VAR00061 Pearson Correlation 1 .475*
Sig. (2-tailed) .003 N 38 38
VAR00004 Pearson Correlation .475*' 1 Sig. (2-tailed) .003 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00005 Va .. 1 Pearson vorre1ation 1 .302
Sig. (2-tailed) .066 N 38 38
VAR00005 Pearson Correlation .302 1 Sig. (2-tailed) .066 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00006 VAR00uo1 Pearson Correlation 1 .310
Sig. (2-tailed) .058 N 38 38
VAR00006 Pearson Correlation .310 1 Sig. (2-tailed) .058 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00007 VAKU0Ut:i1 Pearson vorrela!lon 1 .196
Sig. (2-tailed) .239 N 38 38
VAR00007 Pearson Correlation .196 1 Sig. (2-tailed) .239 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00008 VAR00061 Pearson Gorre1ation 1 .347'
Sig. (2-tailed) .033 N 38 36
VAROOOOS Pearson Correlation .347' 1 Sig. (2-tailed) .033 N 38 38
•. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00009 VAROOw1 Pearson Correlation 1 .378*
Sig. (2-tailed) .019 N 38 38
VAR00009 Pearson Correlation .378* 1 Sig. (2-tailed) .019 N 38 38
•. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00010 VAR00061 Pearson Correlation 1 .119
Sig. (2-tailed) .478 N 38 38
VAR00010 Pearson Correlation .119 1 Sig. (2-tailed) .478 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00011 VAR00061 Pearson correlation 1 .708*
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00011 Pearson Correlation .708" 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00012 VAR00061 Pearson vorrelation 1 .349*
Sig. (2-tailed) .032 N 38 38
VAR00012 Pearson Correlation .349* 1 Sig. (2-tailed) .032 N 38 38
•. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00013 VAR00uo1 Pearson correlation 1 .426*'
Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
VAR00013 Pearson Correlation .426*' 1 Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00014 VAROU061 1-'earson Correlation 1 .259
Sig. (2-tailed) .117 N 38 38
VAR00014 Pearson Correlation .259 1 Sig. (2-tailed) .117 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00015 VAR00061 Pearson Gorrelation 1 .573 ..
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00015 Pearson Correlation .573*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00081 VAR00016 VAr:uOu(j1 Pearson Correlation 1 .492*
Sig. (2-tailed) .002 N 38 38
VAR00016 Pearson Correlation .492* 1 Sig. (2-tailed) .002 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00017 VAR00061 Pearson Correlation 1 .617*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00017 Pearson Correlation .617"' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00018 VARuu061 Pearson corre1at1on 1 .267
Sig. (2-tailed) .105 N 38 38
VAR00018 Pearson Correlation .267 1 Sig. (2-tailed) .105 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00019 VAR00061 Pearson Correlation 1 .520*'
Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
VAFW0019 Pearson Correlation .s20· 1 Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00020 VAR00061 Pearson Correlation 1 .423*'
Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
VAR00020 Pearson Correlation .423. 1 Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00021 VAt<UVU01 1-'earson Gorrelabon 1 .102
Sig. (2-tailed) .542 N 38 38
VAR00021 Pearson Correlation .102 1 Sig. (2-tailed) .542 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00022 VAFW0061 Pearson Correlation 1 .533"'
Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
VAR00022 Pearson Correlation .533* 1 Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
**. Correlation is significant at the O.Q1 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00023 VAROOO{j1 Pearson Gorrelation 1 .227
Sig. (2-tailed) .171 N 38 38
VAR00023 Pearson Correlation .227 1 Sig. (2-tailed) .171 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00024 VAR00061 Pearson -Correlation 1 .254
Sig. (2-tailed) .124
N 38 38 VAR00024 Pearson Correlation .254 1
Sig. (2-tailed) .124
N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00025 VAR00061 Pearson correlation 1 -.157
Sig. (2-tailed) .347
N 38 38 VAR00025 Pearson Correlation -.157 1
Sig. (2-tailed) .347 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00026 VAR00061 Pearson Correlation 1 .002
Sig. (2-tailed) .989 N 38 38
VAR00026 Pearson Correlation .002 1 Sig. (2-tailed) .989 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00027 VAR00061 Pearson Correlation 1 -.200
Sig. (2-tailed) .230 N 38 38
VAR00027 Pearson Correlation -.200 1 Sig. (2-tailed) .230 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00028 VAH00061 Pearson Correlation 1 .425*'
Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
VAR00028 Pearson Correlation .425* 1 Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00029 VAR000G1 1-'earson Gorrelation 1 .130
Sig. (2-tailed) .436 N 38 38
VAR00029 Pearson Correlation .130 1 Sig. (2-tailed) .436 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00030 VAR00061 Pearson Correlation 1 .602*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00030 Pearson Correlation .602*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00031 VAl~00061 Pearson Correlation 1 .426*'
Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
VAR00031 Pearson Correlation .426* 1 Sig. (2-tailed) .008 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00032 VAR00061 Pearson Correlation 1 .582*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00032 Pearson Correlation .582" 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00033 VAR00061 Pearson Correlation 1 .052
Sig. (2-tailed) .758 N 38 38
VAR00033 Pearson Correlation .052 1 Sig. (2-tailed) .758 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00034 VAR00061 Pearson Correlation 1 .181
Sig. (2-tailed) .278 N 38 38
VAR00034 Pearson Correlation .181 1 Sig. (2-tailed) .278 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00035 VAR00061 Pearson Correlation 1 -.231
Sig. (2-tailed) .162 N 38 38
VAR00035 Pearson Correlation -.231 1 Sig. (2-tailed) .162 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00036 VAIW0061 Pearson correlation 1 .029
Sig. (2-tailed) .861 N 38 38
VAR00036 Pearson Correlation .029 1 Sig. (2-tailed) .861 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00037 VAR00061 Pearson Correlation 1 -.122
Sig. (2-tailed) .465 N 38 38
VAR00037 Pearson Correlation -.122 1 Sig. (2-tailed) .465 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00038 VAR00061 Pearson correlation 1 .633*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00038 Pearson Correlation .633*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the O.D1 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00039 VAROOut>1 Pearson Correlation 1 .465*'
Sig. (2-tailed) .003 N 38 38
VAR00039 Pearson Correlation .465*' 1 Sig. (2-tailed) .003 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00040 VAH00061 Pearson Correlation 1 .496*'
Sig. (2-tailed) .002 N 38 38
VAR00040 Pearson Correlation .496* 1 Sig. (2-tailed) .002 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00041 VAR00061 Pearson Correlation 1 .497*'
Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
VAR00041 Pearson Correlation .497*' 1 Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
*'. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00042 VAR00061 Pearson Correlation 1 .147
Sig. (2-tailed) .378 N 38 38
VAR00042 Pearson Correlation .147 1 Sig. (2-tailed) .378 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00043 VAR00061 Pearson Gorrelation 1 .216
Sig. (2-tailed) .192 N 38 38
VAR00043 Pearson Correlation .216 1 Sig. (2-tailed) .192 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00044 VAR00061 Pearson Gorrelation 1 .224
Sig. (2-tailed) .176 N 38 38
VAR00044 Pearson Correlation .224 1 Sig. (2-tailed) .176 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00045 VAR00061 Pearson Gorrelat1on 1 .501··
Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
VAR00045 Pearson Correlation .501* 1 Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
**. Correlation is significant at the O.Q1 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00046 VAR00061 Pearson Correlation 1 -.111
Sig. (2-tailed) .507 N 38 38
VAR00046 Pearson Correlation -.111 1 Sig. (2-tailed) .507 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00047 v 1 1-'earson Gorrelalion 1 .572"''
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00047 Pearson Correlation .572* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00048 VAR00061 Pearson i.;orrelation 1 .611*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00048 Pearson Correlation .611* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00049 VAR00061 Pearson Correlation 1 .358*
Sig. (2-tailed) .027
N 38 38 VAR00049 Pearson Correlation .358. 1
Sig. (2-tailed) .027 N 38 38
*.Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00050 VAR00061 Pearson Correlation 1 .245
Sig. (2-tailed) .138 N 38 38
VAR00050 Pearson Correlation .245 1 Sig. (2-tailed) .138 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00051 VAR00061 Pearson Correlation 1 .632*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00051 Pearson Correlation .632*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
"*. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00052 VAR00061 Pearson correlation 1 .685~
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00052 Pearson Correlation .685* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
"'. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00053 VA - Pearson correlat1on 1 .286
Sig. (2-tailed) .082 N 38 38
VAR00053 Pearson Correlation .286 1 Sig. (2-tailed) .082 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00054 VAROQQ!j1 i-earson correlation 1 .383·
Sig. (2-tailed) .018 N 38 38
VAR00054 Pearson Correlation .383* 1 Sig. (2-tailed) .018 N 38 38
•. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00055 VAROOOG1 Pearson correlation 1 .149
Sig. (2-tailed) .373 N 38 38
VAROOOSS Pearson Correlation .149 1 Sig. (2-tailed) .373 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00056 VAR00061 1-'earson i..;orrelation 1 .064
Sig. (2-tailed) .701
N 38 38
VAR00056 Pearson Correlation .064 1 Sig. (2-tailed) .701
N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00057 VAROOuo1 Pearson Correlation 1 .600"'
Sig. (2-tailed) .000
N 38 38 VAR00057 Pearson Correlation .600' 1
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00058 VAR00061 Pearson i..;orrelation 1 .578*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00058 Pearson Correlation .578' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00061 VAR00059 VArwuOti1 1-'earson i..;orre1at1on 1 .080
Sig. (2-tailed) .633 N 38 38
VAR00059 Pearson Correlation .080 1 Sig. (2-tailed) .633 N 38 38
Correlations
VAR00061 VAR00060 VAr<u0061 t-'earson Correlatton
Sig. (2-tailed) N
VAR00060 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
lampiran Reliability Skala kepadatan
Case Processing Summary
N Cases Valid 38
Excluded" 0 Total 38
a. Lislwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Based
on Cronbach's Standardized
1
38 .300 .068
38
% 100.0
.0 100.0
Alpha Items N of Items .783 .789 41
Summary Item Statistics
Mean Minimum Maximum Ranae Item Means 2.392 1.711 3.105 1.395 Item Variances .439 .199 .840 .641
The covanance matrix 1s calculated and used in the analysis.
.300
.068 38 1
38
Maximum I Minimum
1.815 4.218
Variance N of Items .121 41 .023 41
Item Statistics
Mean Std. Deviation N VAR00001 2.2368 .78617 38
VAR00002 2.0789 .58732 38
VAR00003 2.2105 .62202 38
VAR00004 2.9211 .74911 38
VAR00005 1.9211 .53935 38
VAR00006 2.1579 .49464 38
VAR00007 2.3684 .63335 38
VAR00008 2.2632 .44626 38
VAR00009 2.5000 .68773 38
VAR00010 2.9211 .53935 38
VAR00011 2.6053 .91650 38
VAR00012 2.5263 .64669 38
VAR00013 2.4474 .72400 38
VAR00014 1.7105 .45961 38
VAR00015 2.6316 .58914 38
VAR00016 2.4474 .68566 38
VAR00017 2.0789 .58732 38 VAR00018 1.9474 .65543 38
VAR00019 2.4474 .68566 38
VAR00020 2.6316 .75053 38
VAR00021 2.1842 .51230 38
VAR00022 2.5263 .60345 38 VAR00023 1.8684 .52869 38
VAR00024 2.8158 .69185 38
VAR00025 2.3158 .61973 38
VAR00026 2.4474 .50390 38
VAR00027 2.7105 .69391 38
VAR00028 2.6053 .82329 38
VAR00029 1.8684 .52869 38 VAR00030 2.2368 .63392 38 VAR00031 3.1053 .76369 38
VAR00032 2.3947 .63839 38 VAR00033 3.0526 .83658 38 VAR00034 3.1053 .60580 38
VAR00035 2.2632 .68514 38 VAR00036 2.6316 .85174 38 VAR00037 2.2368 .71411 38 VAR00038 2.1842 .80052 38 VAR00039 2.3947 .67941 38 VAR00040 2.1842 .51230 38
VAR00041 1.8947 .76369 38
Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VARvv001 95.8421 67.866 .590 .763
VAR00002 96.0000 74.216 .155 .782
VAR00003 95.8684 79.252 -.317 .798
VAR00004 95.1579 69.110 .519 .767
VAR00005 96.1579 70.407 .600 .768
VAR00006 95.9211 70.994 .587 .769
VAR00007 95.7105 71.887 .358 .774
VAR00008 95.8158 73.776 .281 .778
VAR00009 95.5789 70.088 .483 .769
VAR00010 95.1579 75.488 .037 .785
VAR00011 95.4737 74.418 .055 .789
VAR00012 95.5526 69.443 .581 .766 VAR00013 95.6316 82.239 -.505 .808
VAR00014 96.3684 78.293 -.292 .793
VAR00015 95.4474 74.254 .150 .782
VAR00016 95.6316 70.996 .404 .772
VAR00017 96.0000 69.351 .658 .764
VAR00018 96.1316 73.469 .199 .780
VAR00019 95.6316 70.077 .486 .769
VAR00020 95.4474 69.389 .494 .768
VAR00021 95.8947 73.718 .244 .779
VAR00022 95.5526 69.659 .606 .766
VAR00023 96.2105 74.549 .142 .782
VAR00024 95.2632 69.334 .548 .766
VAR00025 95.7632 73.915 .172 .781
VAR00026 95.6316 69.644 .741 .764
VAR00027 95.3684 66.942 .767 .757
VAR00028 95.4737 70.851 .332 .775 VAR00029 96.2105 79.360 -.373 .797 VAR00030 95.8421 68.893 .649 .764 VAR00031 94.9737 84.243 -.620 .814 VAR00032 95.6842 76.871 -.103 .791
VAR00033 95.0263 82.134 -.442 .810 VAR00034 94.9737 80.945 -.476 .802 VAR00035 95.8158 69.668 .524 .768 VAR00036 95.4474 68.038 .524 .765 VAR00037 95.8421 70.191 .454 .770 VAR00038 95.8947 67.935 .572 .764 VAR00039 95.6842 70.762 .429 .771 VAR00040 95.8947 71.502 .504 .771 VAR00041 96.1842 72.857 .206 .780
Correlations
VAR00042 VAR00001 VAR00042 Pearson Correlation 1 .647*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00001 Pearson Correlation .647* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the O.D1 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00002 VAt<uuu42 Pearson correlation 1 .220
Sig. (2-tailed) .184 N 38 38
VAR00002 Pearson Correlation .220 1 Sig. (2-tailed) .184 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00003 VAR00042 t'earson vorre1at1on 1 -.252
Sig. (2-tailed) .127 N 38 38
VAH00003 Pearson Correlation -.252 1 Sig. (2-tailed) .127 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00004 VArwOU4t: Pearson Correlation 1 .580*
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00004 Pearson Correlation .580*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
"*. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00005 VAR00042 Pearson Correlation 1 .639*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00005 Pearson Correlation .639" 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00006 VAR00042 Pearson Correlation 1 .623*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00006 Pearson Correlation .623* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
*'. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00007 VAR00042 Pearson corre1at1on 1 .420*'
Sig. (2-tailed) .009 N 38 38
VAR00007 Pearson Correlation .420* 1 Sig. (2-tailed) .009 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-!ailed).
Correlations
VAR00042 VAR00008 VAl-<00042 Pearson Correlation 1 .328*
Sig. (2-tailed) .045 N 38 38
VAROOOOB Pearson Correlation .328* 1 Sig. (2-tailed) .045 N 38 38
•. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00009 VAR00042 Pearson correlation 1 .543*
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00009 Pearson Correlation .543* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
*'. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00010 VARU0042 i-earson vorrelat1on 1 .099
Sig. (2-tailed) .554 N 38 38
VAR00010 Pearson Correlation .099 1 Sig. (2-tailed) .554 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00011 VAR0004' Pearson Correlation 1 .159
Sig. (2-tailed) .339 N 38 38
VAR00011 Pearson Correlation .159 1 Sig. (2-tailed) .339 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00012 VAR00042 Pearson Correlation 1 .629*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00012 Pearson Correlation .629*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00013 VAR00042 Pearson vorrelation 1 -.442**
Sig. (2-tailed) .005 N 38 38
VAR00013 Pearson Correlation -.442*' 1 Sig. (2-tailed) .005 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00014 VAR00042 Pearson Correlation 1 -.244
Sig. (2-tailed) .141 N 38 38
VAR00014 Pearson Correlation -.244 1
Sig. (2-tailed) .141 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00015 VAR00042 Pearson Correlation 1 .216
Sig. (2-tailed) .192 N 38 38
VAR00015 Pearson Correlation .216 1 Sig. (2-tailed) .192 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00016 VARuw42 Pearson Correlation 1 .468~
Sig. (2-tailed) .003 N 38 38
VAR00016 Pearson Correlation .468· 1 Sig. (2-tailed) .003 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00017 VAR00042 Pearson Correlation 1 .695 ..
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00017 Pearson Correlation .695* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00018 VAR00042 Pearson Correlation 1 .270
Sig. (2-tailed) .101 N 38 38
VAR00018 Pearson Correlation .270 1 Sig. (2-tailed) .101 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00019 VAR00042 Pearson Correlation 1 .545*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00019 Pearson Correlation .545* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00020 VAR00042 Pearson Correlation 1 .558*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00020 Pearson Correlation .558" 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00021 VAR00042 Pearson Correlation 1 .299
Sig. (2-tailed) .068 N 38 38
VAR00021 Pearson Correlation .299 1 Sig. (2-tailed) .068 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00022 VAR00042 Pearson Correlation 1 .649*
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00022 Pearson Correlation .649* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
"*. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00023 vAK00042 !-'earson t.;orrelation 1 .202
Sig. (2-tailed) .225 N 38 38
VAR00023 Pearson Correlation .202 1 Sig. (2-tailed) .225 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00024 VAR00042 Pearson correlation 1 .602*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00024 Pearson Correlation .602* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00025 VAKu0042 Pearson Correlation 1 .240
Sig. (2-tailed) .146 N 38 38
VAR00025 Pearson Correlation .240 1 Sig. (2-tailed) .146 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00026 VAR00042 Pearson 1,;orrelation 1 .766·
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00026 Pearson Correlation .766*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
"*. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00027 VAR00042 Pearson Correlation 1 .798.
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00027 Pearson Correlation .798*' 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00028 vAHOOu4L Pearson Correlation 1 .415*'
Sig. (2-tailed) .010 N 38 38
VAR00028 Pearson Correlation .415* 1 Sig. (2-tailed) .010 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00029 VAR00042 Pearson Correlation 1 -.320
Sig. (2-tailed) .050 N 38 38
VAR00029 Pearson Correlation -.320 1 Sig. (2-tailed) .050 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00030 VArWOo42 Pearson Gorrelation 1 .690*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00030 Pearson Correlation .690* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00031 VAR00042 Pearson Correlation 1 -.565''
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00031 Pearson Correlation -.565* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00032 VAR00042 Pearson Correlation 1 -.030
Sig. (2-tailed) .858 N 38 38
VAR00032 Pearson Correlation -.030 1 Sig. (2-tailed) .858 N 38 38
Correlations
VAR00042 VAR00033 VAR00042 Pearson Correlation 1 -.363*
Sig. (2-tailed) .025 N 38 38
VAR00033 Pearson Correlation -.363* 1 Sig. (2-tailed) .025 N 38 38
*. Correlalion is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00034 VAR00042 Pearson Correlation 1 -.421*'
Sig. (2-tailed) .009 N 38 38
VAR00034 Pearson Correlation -.421* 1 Sig. (2-tailed) .009 N 38 38
-. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00035 VAR00042 Pearson Correlation 1 .s8o~
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00035 Pearson Correlation .580* 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00036 VAR00042 1-'earson Correlation 1 .593*'
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00036 Pearson Correlation .593" 1 Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00037 VAR00042 Pearson Correlation 1 .517"'
Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
VAR00037 Pearson Correlation .517*' 1 Sig. (2-tailed) .001 N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00038 VARuuu4;( Pearson Correlation 1 .632 ..
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00038 Pearson Correlation .632*' 1 Sig. (2-tailed) .ODO N 38 38
••. Correlation is significant at the 0.01 level (2-lailed).
Correlations
VAR00042 VAR00039 VAR00042 Pearson Correlation 1 .492"
Sig. (2-tailed) .002
N 38 38 VAR00039 Pearson Correlation .492* 1
Sig. (2-tailed) .002 N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00040 VAR00042 Pearson Correlation 1 .547--
Sig. (2-tailed) .000 N 38 38
VAR00040 Pearson Correlation .547*' 1 Sig. (2-tailed) .000
N 38 38
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
VAR00042 VAR00041 VAR00042 Pearson Correlation 1 .289
Sig. (2-tailed) .078 N 38 38
VAR00041 Pearson Correlation .289 1 Sig. (2-tailed) .078 N 38 38
Lampiran Uji normalitas skala burnout
One-Sample Kolmogorov-Smimov Test
burnout N '33 Normal Parameters a,b Mean 69.6667
Std. Deviation 4.81966 Most Extreme Absolute .150 Differences Positive .150
Negative -.090 Kolmogorov-Smirnov Z .864 Asymp. Sig. (2-tailed) .444
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Uji norn1alitas skala kepa<lalan
One-Sample Kolmogorov-Smimov Test
keoadatan
Normal Paran1eters a,b Mean
Std. Deviation Most E>ctreme Absolute Differences Positive
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Negative
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
33 57.2727 4.11759
157 157
-.076 .903 .389
Lampiran Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sia.
burnout .017 1 31 .896 kepadatan .024 1 31 .879
Lampi ran Uji korelasi antara variable burnout dengan kepadatan
Correlations
burnout keoadatan burnout Pearson Correlation 1 .ss2-
Sig. (2-tailed) .001 N 33 33
kepadatan Pearson Correlation .562*' 1 Sig. (2-tailed) .001 N 33 33
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).