HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT …eprints.ums.ac.id/42122/1/naskah...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT …eprints.ums.ac.id/42122/1/naskah...
HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT
KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD
SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan oleh :
Naufal Faruq Purwanto
J500 1200 87
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT
KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD
SURAKARTA
Naufal Faruq Purwanto¹, Ratih Pramuningtyas², Devi Usdiana Rosyidah²
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
penyakit skabies dengan tingkat kualitas hidup santri di Pondok Pesantren Al-
Muayyad Surakarata.
Metode: Observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel
penelitian sebanyak 74 santri dengan 31 santri menderita skabies dan 43 santri tidak
menderita skabies. Tekhnik sampling menggunakan simpel random sampling.
Penelitian dilakukan di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta pada bulan
November 2015. Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan
program SPSS.
Hasil: Penelitian menujukkan jumlah sampel terbesar santri yang menderita skabies
adalah laki-laki yaitu 26 santri dan kelompok umur terbesar 14-16 tahun. Santri yang
menderita skabies dengan banyak gangguan kualitas hidup berjumlah 10 santri,
cukup gangguan kualitas hidup 9 santri, sedikit gangguan kualitas hidup 7 santri dan
tidak ada gangguan kualitas hidup 5 santri. Santri yang tidak menderita skabies
dengan sedikit gangguan kualitas hidup berjumlah 15 santri dan yang tidak ada
gangguan kualitas hidup 28 santri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai p=0,000
(p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan antara dua variabel yang diuji.
Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
penyakit skabies dengan tingkat kualitas hidup santri berupa gangguan gejala,
kenyamanan dan rasa malu, hubungan sosial, mengurus tempat tinggal, olahraga, dan
belajar atau bekerja.
Kata Kunci: Skabies, Kualitas Hidup, Santri Pondok Pesantren
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN SCABIES DISEASE WITH QUALITY OF LIFE
LEVEL SANTRI IN PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA
Naufal Faruq Purwanto¹, Ratih Pramuningtyas², Devi Usdiana Rosyidah²
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Goal: This research have a goal to understand the correlation between scabies disease
with level quality of life santri in Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.
Methods: Observational analytic with approachment cross sectional. Total sample of
this research as many as 74 santris, with 31 santri suffered scabies and 43 santris
unsuffered scabies. Technic sampling with simple random sampling technic. The
research do at Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta on November 2015. The data
analyzed by Kolmogorov-Smirnov test with SPSS program.
Result: The research showing the biggest of total sample there is suffered scabies are
man, 26 santri and the biggest group of age is 14-16 years old. Santri who’s suffered
scabies with disruption quality of life have a number 10 santri, just enough quality of
life is 9 santri, few disruption quality of life is 7 santri, and without disruption quality
of life is 5 santri. Santri who’s unsuffered scabies with a few disruption quality of life
have a number 15 santri and without disruption quality of life 28 santri. The result
showed value p=0,000 (p<0,05) and showing there is correlation between of two
variables who tested.
Conclusion: The conclusion of this research is have correlation between scabies
disease with level quality of life santri based on disruption of symptoms, pleasure and
shy, social correlation, managing home, physical exercise, and study or work.
Keyword: Scabies, Quality of Life, Santri Pondok Pesantren
1Student of medical faculty Muhammadiyah Surakarta University
2Lecture of medical faculty Muhammadiyah Surakarta University
PENDAHULUAN
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan sensitisasi dan infestasi oleh
tungau Sarcoptes scabiei varian hominis ke dalam lapisan epidermis kulit (Stone et
al, 2008). Penyakit ini dapat menyerang negara beriklim tropis maupun subtropis,
seperti Afrika, Mesir, Amerika tengah dan selatan, Australia tengah dan utara,
kepulauan Karibia, Asia tenggara, India. Jenis kelamin, usia, ras, status sosial
ekonomi tidak mempengaruhi penyakit ini namun banyak dipengaruhi kepadatan
hunian dan kemiskinan (Shelley & Currie, 2007; Steer et al, 2009).
Data yang diperoleh Depkes RI menunjukkan bahwa prevalensi skabies
di Indonesia tahun 2002 sebanyak 4,6%-12,95% dan skabies menduduki urutan
ketiga dari 12 kejadian penyakit kulit terbanyak. Bagian Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies
merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies
adalah 6% dan 3,9% (Depkes RI, 2004). Menurut WHO tahun 1980 di India skabies
pada anak menjadi penyakit kulit paling tinggi . Setiap tahun terdapat 300 juta orang
di seluruh dunia menderita skabies pada akhir abad 19 (Zayyid et al, 2010).
Berdasarkan data dari puskesmas Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan kejadian
skabies mengalami kenaikan dari tahun 2007-2011, pada tahun 2010 penderita
skabies yang berusia antara 8-20 tahun sebanyak 239 (0,5%) orang dari total
penduduk Kecamatan Lekok sebanyak 54.567 orang. Pada tahun 2012 penderita
skabies di Kecamatan Lekok sebanyak 167 orang, jumlah itu mengalami penurunan
dibanding tahun 2011 (Cletus et al, 2014). Kasus skabies di Pondok Pesantren Al
Muayyad Surakarta pada tahun 2006 mencapai 45 (10,37%) penderita. Pada tahun
2007 mengalami peningkatan sebanyak 79 (18,20%) sedangkan pada tahun 2008
sebanyak 74 (17,05%), pada tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 82
(18,89%) penderita (Rohmawati, 2010).
Prevalensi skabies tinggi pada kelompok padat hunian, higiene buruk, dan
ekonomi kurang seperti di panti asuhan, pesantren, barak tentara, penjara (Sungkar,
2013). Penularan dapat secara langsung melalui berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual (Handoko, 2013). Dapat juga menular secara tidak langsung
melalui pakaian, handuk, sprei, dan sarung bantal (Baker, 2010).
Tingginya angka kejadian skabies di pesantren berefek terhadap kualitas hidup
antara lain, santri merasa terganggu dalam belajar, prestasi belajarnya menurun
berdasarkan dari data tiga pesantren di Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 di
dapatkan 15,5% santri yang menderita skabies nilai rapornya menurun bahkan ada
beberapa yang tidak naik kelas dan tidak lulus ujian akhir (Muzakir, 2008). Pengaruh
skabies terhadap kualitas hidup bisa mempengaruhi pada dewasa maupun anak, yaitu
mereka merasa malu terhadap penyakitnya, menutupi bagian tubuh yang terkena
skabies, membatasi kesibukannya, merasa diejek oleh orang sekitar (Worth et al,
2012).
Berdasarkan WHO, definisi sehat memiliki 3 aspek yaitu sehat dalam fisik,
mental, sosial serta tidak memiliki penyakit maupun kelemahan dalam hal kesehatan.
Hal lain yang berhubungan dengan kualitas hidup meliputi pendapatan, tempat
tinggal, lingkungan, stabilitas sosial, dan pekerjaan. Pengukuran kualitas hidup secara
umum dikenal dengan istilah HRQL (Health Related Quality of Life) yang meliputi
pengukuran fisik, emosi, mental,sosial, dan perilaku seseorang. HRQL dibagi
menjadi beberapa dimensi yang hendak diukur, spesifik penyakit kulit menggunakan
kuesioner DLQI (Dermatology Life Quality Index) untuk mengetahui besarnya
pengaruh penyakit kulit terhadap kualitas hidup seseorang (Muhaimin, 2010).
METODE
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel 74 santri yang memenuhi kriteria
restriksi di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta pada bulan November 2015.
Teknik pengambilann sampel menggunakan simple random sampling.
Instrumen penelitian ini yaitu variabel bebas skabies menggunakan diagnosis
dokter sedangkan variabel terikat tingkat kualitas hidup menggunakan kuisioner
DLQI ( dermatology life quality index).
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Santri yang Menderita Skabies dan yang Tidak Skabies
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Skabies Presentase Tidak Skabies Presentase
Laki-laki 26 83,8 % 17 39,5%
Perempuan 5 16,1 % 26 60,4%
Jumlah 31 100 % 43 100 %
Jumlah sampel sebanyak 74 orang, santri yang menderita skabies sebanyak
41,8% dan yang tidak menderita skabies 58,1%. Penderita skabies lebih banyak laki-
laki dibanding perempuan dan santri yang tidak menderita skabies lebih banyak
perempuan dibanding laki-laki.
Tabel 2. Distribusi Santri yang Menderita Skabies dan Tidak Skabies Berdasarkan
Umur
Umur (tahun) Skabies Presentase Tidak Skabies Presentase
11-13 13 41,9% 8 18,6%
14-16 18 58% 35 81,3%
Jumlah 31 100% 43 100%
Distribusi santri yang menderita skabies berdasarkan umur diperoleh umur 14-
16 lebih banyak yang menderita skabies dibanding dengan umur 11-13 tahun.
Tabel 3. Distribusi Penyakit Skabies Terhadap Tingkat Kualitas Hidup
Diagnosis Skabies Pengaruh Terhadap Kualitas Hidup P
Tidak Sedikit Cukup Banyak Sangat
Skabies 5 7 9 10 0 0,000
Tidak Skabies 28 15 0 0 0
Santri yang tidak menderita skabies paling banyak mereka yang tidak terdapat
pengaruh kualitas hidupnya, sedangkan santri yang skabies paling banyak yang
memiliki pengaruh besar terhadap kualitas hidupnya.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penyakit
skabies dengan tingkat kualitas hidup santri di Pondok Pesantren Al-Muayyad
Surakarta. Sampel dikelompokkan menjadi santri yang menderita skabies berjumlah
31 orang dan tidak skabies berjumlah 43 orang yang didiagnosis berdasarkan dokter
dari 4 tanda kardinal skabies serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Data yang didapatkan dalam penelitian ini, santri laki-laki yang menderita
skabies sebanyak 26 orang dan santri perempuan yang menderita skabies sebanyak 5
orang. Data tersebut sesuai dengan penelitian Sungkar (2013), bahwa santri laki-laki
lebih banyak menderita skabies dibandingkan santri perempuan dengan perbandingan
laki-laki 64,9% dan perempuan sebanyak 35,1%. Laki-laki 24 kali lebih berisiko
menderita penyakit skabies dibandingkan perempuan. Santri laki-laki tidak terlalu
memperhatikan kebersihan diri maka berpengaruh terhadap risiko skabies, sedangkan
santri perempuan lebih memperhatikan terhadap kebersihan maka angka skabies
perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki (Muin, 2009). Kebersihan pada diri
yang buruk bisa dinilai melalui frekuensi mandi, frekuensi ganti pakaian, frekuensi
mencuci pakaian, kebersihan mencuci pakaian, saling meminjam pakaian, handuk
dan perlengkapan lain yang dikenakan (Handoko, 2013).
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, distribusi santri yang menderita
skabies dan yang tidak menderita skabies berdasarkan umur paling banyak pada umur
15 tahun (tabel 2). Golongan usia santri yang paling banyak menderita skabies adalah
pada umur 12 tahun, lalu 11 tahun, dan yang ketiga pada umur 14 tahun. Santri yang
diteliti pada rentang 11 sampai 16 tahun (Audhah et al, 2012). Anak usia sekolah
hingga 16 tahun yang menderita skabies dan diukur dengan menggunakan DLQI
didapatkan skor rata-rata 9,5 yang artinya skabies berpengaruh terhadap kualitas
hidupnya. Gejala yang banyak mempengaruhi berupa eksema. Gangguan kualitas
hidup pada anak usia ini mengganggu belajar, liburan, hubungan dengan teman,
pengobatan, dan tidurnya (Basra, 2014).
Hasil dari uji analisa Kolmogorov-Smirnov diperoleh p=0,000 (lampiran.4),
karena p<0,005 maka terdapat hubungan antara penyakit skabies dengan tingkat
kualitas hidup santri di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Data pada
penelitian ini diperoleh, 5 santri yang menderita skabies tidak terpengaruh terhadap
kualitas hidupnya, namun ada 15 santri tidak menderita skabies yang sedikit
mempengaruhi kualitas hidupnya. Menurut Jin-Gang et al. (2010), skor didapatkan
dari kuisioner DLQI yang berisi 10 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki 3 poin
maka total seluruh pertanyaan 30 poin. Tidak mempengaruhi kualitas hidupnya jika
total skor kuisioner 0-1, sedikit mempengaruhi kualitas hidupnya jika total skor 2-5,
cukup mempengaruhi kualitas hidupnya jika total skor 6-10, banyak mempengaruhi
kualitas hidupnya jika skor 11-20, sangat mempengaruhi kualitas hidupnya jika total
skor 21-30.
Penyakit kulit biasanya dianggap sepele oleh sebagian penderita dan
mengabaikannya, tetapi beberapa penyakit kulit justru bisa berdampak pada
gangguan aktivitas sehari-hari dan gangguan psikologis sehingga mempengaruhi
kualitas hidupnya. Pengukuran kualitas hidup pada penyakit kulit ternyata lebih
mempengaruhi dibandingkan penyakit lain yang kronis sistemik ataupun penyakit
yang tidak bisa disembuhkan, seseorang lebih merasa tidak percaya diri jika
menderita penyakit kulit. Pengaruh kualitas hidup pada anak-anak sangat besar,
banyak diantara mereka yang di ejek oleh teman sekolahnya karena penyakit
kulitnya sehingga anak yang menderita penyakit kulit akan mendapat tekanan psikis
yang berdampak pada kegiatan belajar mengajarnya. Anak yang menderita eksema
memiliki skor gangguan kualitas hidup lebih tinggi dibanding dengan anak yang
menderita asma, epilepsi, diabetes, dan cystic fibrosis(Basra, 2014).
Dari pengukuran DLQI pada penderita skabies dalam penelitian ini didapatkan
keluhan paling sering pada pertanyaan ke 1 tentang gejala, selanjutnya pertanyaan ke
2 tentang kenyamanan dan rasa malu, pertanyaan ke 5 tentang hubungan sosial dan
waktu santai, pertanyaan ke 3 tentang berbelanja dan mengurus tempat tinggal,
pertanyaan ke 6 tentang olahraga dan pertanyaan ke 7 tentang belajar. Menurut Jin-
Gang et al. (2010), keluhan paling banyak pada pertanyaan ke 1 tentang gejala, ke 2
tentang kenyamanan dan rasa malu, ke 7 tentang bekerja dan belajar,dan ke 9
tentang masalah seksual, namun sedikit yang mengeluhkan gangguan pada
pertanyaan ke 6 tentang olahraga. Setelah dilakukan pengobatan pada skabiesnya
dan diukur kembali kualitas hidupnya menggunakan DLQI, didapatkan penurunan
skor pada pertanyaan ke 3 tentang belanja dan pertanyaan ke 6 tentang olahraga serta
peningkatan skor pada pertanyaan ke 10 tentang pengobatan.
Berdasarkan Worth (2012), dalam penelitianya 1 dari 5 pasien skabies yang
mengisi kuisioner DLQI menunjukkan tidak ada gangguan terhadap kualitas
hidupnya, 28,1% penderita dewasa dan 39,7% penderita anak-anak menunjukkan
ada sedikit gangguan terhadap kualitas hidupnya. Perempuan memiliki skor DLQI
lebih tinggi dibanding laki-laki, namun perbedaannya tidak signifikan. Skor DLQI
pada semua umur sama dan tidak terpengaruh dari area tubuh yang skabies.
Perbedaan DLQI antara pasien skabies yang sudah menderita dibawah 8 minggu dan
diatas 8 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
hubungan penyakit skabies dengan tingkat kualitas hiduup santri di Pondok Pesantren
Al-Muayyad Surakarta yang bermakna secara statistik.
SARAN
1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada santri tentang penularan dan pencegahan
agar santri tidak mudah terkena skabies.
2. Perlu diperhatikan penyakit kulit selain skabies yang juga mempengaruhi
kualitas hidup.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kepada dekan fakultas kedokteran universitas muhammadiyah
surakarta Dr. EM Sutrisna., dr. Mkes., pembimbing dr. Ratih Pramuningtyas, SpKK
dan dr. Devi Usdiana Rosyidah, M.Sc, dan penguji dr. Flora Ramona, M.kes, SpKK
yang telah membimbing dan membantu penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Audhah N.A., Umniyati S.R., Siswati A.S. 2012. Scabies Risk Factor on Student of
Islamic Boarding School (Study at Darul Hijrah Islamic Boarding School,
Cindai Alus Village, Martapura Subdistrict, Banjar District, South
Kalimantan). Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. Vol 4:
14-22.
Baker F., 2010. Scabies Management. Paediatri Child Health. Vol 6: 775-7.
Basra M.K.A., 2014. Quality of Life Issues in Children and Adolescents with
Dermatological Condition and their Wider Impact on the Family and Society.
Departement of Dermatology and Wound Healing, Cardiff University School
of Medicine, Cardiff, UK.
Cletus ., Santoso P., Ristiyanto. 2014. Studi Tungau Kudis Sarcoptes Scabiei dan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah Kecamatan Lekok,
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dinkes Pasuruan Jawa Timur, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga. Vol
6: 33-40.
Depkes RI. 2004. Sistem Kesehatan. Nasional. Jakarta.
Goldstein B.G., Goldstein A.O. 2001. Practical Dermatology. Dermatologi Praktis.
1st ed. Hipokrates. North Carolina.
Handoko R.P., Djuanda A., Sularsito S.A. et al 2013. Skabies Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 6th
ed. Jakarta: FKUI, pp 122-5.
Jin-gang A., Sheng-xiang, Sheng-bin, Jun-min W., Song-mei G., Ying-ying D., Jung-
hong M., Qing-qiang X., Xiao-peng W., 2010. Quality of Life of Patients
With Scabies. Journal of the European Academy of Dermatology and
Venerology. 24:1187-91.
Marks J.G. & Miller J.J., 2006. Lookingbill and Marks Principles of Dermatology.
4th
ed. Hersher Medical Center: Saunders Elsevier, pp 157-63.
Muhaimin .T., 2010. Mengukur Kualitas Hidup Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol. 5.
Muin., 2009. Hubungan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Hunian
Ruang Tidur Terhadap Kejadian Penyakit Skabies. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Muzakir .2008. Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Skabies pada Pesantren
di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. USU Tesis.
Notoatmodjo. S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Rohmawati N.R., 2010. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan dan Perilaku Dengan
Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Shelley F.W., Currie B.J. 2007. Problems in Diagnosis Skabies a Global Disease in
Human and Animal Pipulations. CMR. 268-79.
Steer A.C., Jenney A.W.J., Kado J., Batzloff M.R., Vincent S.L., Waqatakirewa L., et
al. 2009. High Burden of Impetigo and Scabies in a Tropical Country. PloS
Negl Trop Disease. 3:467.
Stone S.P., Goldfarb J.N., Bacelieri R.E., 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th
ed. New York: McGraw-Hill, pp 2029-32.
Sungkar S., 2013. Pemberantasan Skabies pada Santri di Sebuah Pesantren di Jakarta
Timur. Vol 6: 20-1.
WHO. 1995. The World Health Organization Quality of Life Assessment
(WHOQOL): Position paper from the World Health Organization. Soc Sci
Med. 41:1403-9.
WHO. 2005. Epidemiology and Management of Common Skin Disease in Children
in Developing Countries. WHO/FCH/CAH/05.12.
WHO. 2012. Programme on Mental Health WHOQOL User Manual. Division of
Mental Health and Prevention of Substance Abuse.
Worth C., Heukelbach J., Fengler G., Walter B., Liesenfeld O., Feldmeier H., 2012.
Impaired Quality of Life in Adults and Children With Scabies From an
Improvised Community in Brazil. International Journal of Dermatology.
51:275-82.
Zayyid M., Saadah S., Adil A.R., Rohela., Jamalah M. 2010. Prevalence of Scabies
and Head Lice Among Children in a Welfare Home in Pulau Pinang,
Malaysia. Tropical Biomedicine. 27: