HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN...locus of control eksternal terhadap burnout sebesar 11,1%,...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN...locus of control eksternal terhadap burnout sebesar 11,1%,...
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN
BURNOUT PADA KARYAWAN PRODUKSI DI PT.
SEMACOM INTEGRATED BOGOR
OLEH
FRANSISKA KETHY SHA KRISTI
802014004
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Prasyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fransiska Kethy Sha Kristi
NIM : 802014004
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hak bebas royalty non-eksklusif ( non-exclusive royalty freeright ) atas
karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN BURNOUT
PADA KARYAWAN PRODUKSI DI PT. SEMACOM INTEGRATED
BOGOR
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih
media/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Pembimbing
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Dibuat di : Salatiga
Pada Tanggal : 17 Juli 2018
Yang menyatakan,
Fransiska Kethy Sha Kristi
Mengetahui,
Pembimbing
Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Fransiska Kethy Sha Kristi
NIM : 802014004
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN BURNOUT
PADA KARYAWAN PRODUKSI DI PT. SEMACOM INTEGRATED
BOGOR
Yang dibimbing oleh :
Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah
sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber
aslinya.
Salatiga, 17 Juli 2018
Yang memberi pernyataan,
Fransiska Kethy Sha Kristi
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN BURNOUT
PADA KARYAWAN PRODUKSI DI PT. SEMACOM INTEGRATED
BOGOR
Oleh
Fransiska Kethy Sha Kristi
802014004
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal : 17 Juli 2018
Oleh
Pembimbing
Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
Diketahui Oleh,
Kaprogdi
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Disahkan Oleh,
Dekan
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL DENGAN
BURNOUT PADA KARYAWAN PRODUKSI DI PT.
SEMACOM INTEGRATED BOGOR
Fransiska Kethy Sha Kristi
Enjang Wahyuningrum
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara locus of control
dengan burnout pada karyawan produksi di PT. Semacom Integrated Bogor.
Subjek dalam penelitian ini merupakan karyawan produksi yang berjumlah 54
karyawan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel
jenuh. Instrumen penelitian ini menggunakan skala Levenson IPC (1981) untuk
mengukur locus of control dan menggunakan Maslach Burnout Inventory General
Survey (1996) untuk mengukur burnout. Dari penelitian ini diperoleh korelasi r =
0,333 dengan sig. = 0,007 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan
positif yang signifikan antara locus of control eksternal dengan burnout pada
karyawan produksi PT. Semacom Integrated Bogor dan korelasi r = -0,090 dengan
sig. = 0,258 (p < 0,05) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara locus of
control internal dengan burnout pada karyawan produksi PT. Semacom Integrated
Bogor. Sumbangan efektif locus of control eksternal terhadap burnout sebesar
11,1%, sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sebesar 88,9%
Kata kunci : Locus of control, burnout
ii
Abstract
This study aims to determine the relationship between locus of control with
burnout on production employees in PT. Semacom Integrated Bogor. The subjects
of this study is a production employee which amounted to 54 employees. The
sampling technique in this research use saturated samples. The research
instrument of this study using Levenson IPC scale (1981) to measure locus of
control and using Maslach Burnout Inventory General Survey (1996) to measure
burnout. From this research obtained correlation r = 0.333 with sig. = 0.007 (p <
0.01). This indicates a significant positive relationship between the locus of
control external with burnout on the production of PT. Semacom Integrated
Bogor and correlation r = -0.090 with sig. = 0.258 (p < 0.05) indicating the
absence of correlation between internal locus of control with burnout at PT
production employee. Semacom Integrated Bogor. The effective contribution of
external locus of control to burnout is 11.1%, the rest is influenced by other
factors equal to 88.9%.
Keywords : Locus of control, burnout
1
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah
organisasi atau perusahaan. Setiap organisasi dituntut untuk bekerja secara lebih
efektif dan efisien. Oleh karena itu, keefektifan tenaga kerja dalam aktifitas
perusahaan perlu dilengkapi kemampuan dalam hal pengetahuan maupun
keterampilan. Untuk itu, karyawan perlu mendapat prioritas utama dalam
pengelolaan agar pemanfaatannya sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi
atau perusahaan tersebut dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Butar-butar, 2015).
Ketatnya persaingan dunia usaha pada akhirnya mendorong perusahaan
untuk menerapkan berbagai kebijakan terkait dengan karyawannya, bahkan tidak
jarang perusahaan menekan karyawan untuk meningkatkan produktivitas sampai
pada titik yang diharapkan. Kebijakan dan perlakuan yang diterapkan perusahaan
kepada karyawan seringkali menempatkan para karyawan dalam tekanan dan
ketidakpastian seperti karyawan harus menyesuaikan diri terhadap peran-peran
yang menjadi tanggung jawab yang dibebankan oleh perusahaan (Andriansyah &
Alimatus, 2014).
Salah satu perusahaan yang mendorong karyawannya untuk meningkatkan
produktivitas adalah PT. Semacom Integrated. Perusahaan yang terletak di Bogor
ini merupakan perusahaan berbasis swasta di Indonesia yang bergerak di bidang
manufaktur yang memproduksi panel listrik yang bertegangan rendah
(SIVACON) dan bertegangan medium (SIMOPRIME) dengan standard dan
teknologi SIEMENS. PT. Semacom Integrated berdiri sejak tahun 2009 hingga
2
saat ini dan memiliki total 54 karyawan produksi yang lebih banyak berhubungan
dengan pekerjaan fisik serta terjun langsung ke lapangan untuk pemasangan panel
listrik sesuai lokasi permintaan konsumen.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 karyawan produksi dan observasi
yang dilakukan pada tanggal 8 November 2017, didapatkan bahwa karyawan saat
melakukan pekerjaannya terkadang mengeluhkan sakit kepala. Karyawan juga
mengatakan jam lembur yang sering melebihi batas ketentuan perusahaan untuk
mengejar target penyelesaian panel listrik sehingga mengakibatkan karyawan
terlihat lesu saat bekerja dan tertekan. Dua orang karyawan produksi juga
mengaku merasa jenuh dengan pekerjaan mereka yang kemudian memilih untuk
mangkir dari pekerjaan atau ijin sakit bahkan sampai berkeinginan untuk
berpindah tempat kerja. Hasil observasi di lapangan menunjukkan adanya
karyawan yang cenderung kasar kepada atasannya (kepala produksi) dengan
membentak atau menaikkan nada suaranya saat ingin memindahkan besi. Salah
satu karyawan juga menjelaskan bahwa dirinya sudah tidak ambil peduli lagi
dengan apa yang terjadi di tempat kerjanya selama ia masih dapat bekerja dan
adapula karyawan yang merasa dirinya belum melakukan sesuatu yang berharga
di perusahaan karena beberapa kali melakukan kesalahan saat bekerja meskipun
telah berusaha sebaik mungkin. Walaupun terdapat 1 dari 5 orang karyawan
produksi tersebut yang menikmati pekerjaannya dan ingin terus bekerja di
perusahaan tersebut. Adanya tanda-tanda kelelahan fisik dan emosi serta
berkurangnya motivasi karyawan menunjukkan ciri-ciri umum dari burnout
(Susanto, 2013).
3
Menurut Pangastiti (dalam Sari, 2015) burnout adalah suatu kumpulan
gejala fisik, psikologis dan mental yang bersifat destruktif akibat dari kelelahan
kerja yang bersifat monoton dan menekan. Burnout sendiri merupakan istilah
yang pertama kali diungkapkan oleh Freudenberger (dalam Maslach, 1993) untuk
menggambarkan respon negatif yang dihasilkan oleh tekanan dalam pekerjaan dan
menimbulkan sindrom stres psikologis. Menurut Maslach, Jackson, dan Leiter
(1996), burnout memiliki tiga dimensi, yaitu kelelahan (exhaustion), sinis
(cynicism), dan kemampuan pencapaian profesional (professional efficacy).
Ketiga dimensi tersebut saling berinteraksi hingga pada akhirnya memunculkan
kecenderungan burnout dalam diri seseorang (Widjaja & Karel, 2016).
Muchinsky (2000) mengatakan bahwa kecenderungan burnout dapat
dialami oleh karyawan yang berasal dari berbagai bidang di luar bidang human
service bila memang mendapat tekanan yang berlebihan dan menguras energi
dalam bekerja. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh
Fatmawati (dalam Romadhoni, Asmony & Suryatni, 2015) yang menunjukkan
bahwa staff perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD)
Provinsi DKI Jakarta mengalami tingkat burnout sebesar 62% dimana 7% dari
responden dinyatakan positif mengalami burnout pada level tinggi. Selain itu,
penelitian yang dilakukan Hapsari dan Yuwono (2014) pada karyawan CV Ina
Karya Jaya di Klaten menunjukkan bahwa rerata empirik burnout sebesar 40,93
dan rerata hipotetik sebesar 55, dimana karyawan mempunyai burnout yang
sedang. Burnout menjadi penting untuk diteliti karena apabila seorang karyawan
mengalami burnout, maka bukan hanya dirinya saja yang terkena dampak yang
4
ditimbulkan, melainkan lingkungan sekitarnya pun akan ikut terkena dampaknya
(Hutomo, 2015).
Menurut Cherniss (dalam Susanto, 2013) dampak negatif yang disebabkan
oleh burnout dapat menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun perusahaan
atau instansi seperti menurunnya prestasi kerja, meningkatnya kecelakaan kerja,
absensi karyawan meningkat, serta berhenti dari pekerjaan atau job turnover yang
kemudian berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi kerja dalam perusahaan.
Selain itu, burnout juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental, emosional,
dan fisik pada karyawan yang mengalaminya (Chen & McMurray, 2001).
Sedangkan dampak positif dari rendah atau tidak adanya burnout berupa
meningkatnya motivasi kerja karyawan sehingga berpengaruh terhadap kinerja
karyawan untuk mencapai target sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan
(Rahmawati, 2013).
Dewanti (2010) menyebutkan bahwa burnout tidak lepas dari berbagai
faktor yang mempengaruhinya seperti faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal burnout terdiri dari ambiguitas peran, konflik peran, beban kerja, dan
dukungan sedangkan faktor internal dari burnout terdiri dari faktor demografi
(jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan masa kerja) dan
faktor kepribadian salah satunya adalah locus of control.
Menurut Rotter (1966) salah satu faktor individual yang mengendalikan
peristiwa kehidupan seseorang adalah locus of control yang ada pada dirinya.
Locus of control juga memberikan gambaran pada keyakinan seseorang mengenai
sumber penentu perilakunya. Locus of control dibagi menjadi dua jenis, yaitu
5
internal locus of control dan external locus of control. Lebih lanjut pendapat
Rotter tersebut kemudian dikembangkan oleh Levenson (1981) yang menyatakan
bahwa locus of control adalah keyakinan individu mengenai sumber penyebab
dari peritiwa-peristiwa yang dialami dalam hidupnya dengan pengelompokkan
orientasi locus of control internal (internality) dan orientasi locus of control
eksternal (powerful others and chance).
Menurut Levenson (1981), individu yang berorientasi pada locus of
control internal lebih yakin bahwa peristiwa yang dialami dalam kehidupan
mereka terutama ditentukan oleh kemampuan dan usahanya sendiri. Individu yang
berorientasi pada locus of control eksternal dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu powerful others dan chance. Individu dengan orientasi powerful others
meyakini bahwa kehidupan mereka ditentukan oleh orang-orang yang lebih
berkuasa yang ada disekitarnya, sedangkan mereka yang berorientasi pada chance
meyakini bahwa kehidupan dan kejadian yang dialami sebagian besar ditentukan
oleh takdir, nasib, keberuntungan, dan kesempatan.
Hal ini berarti individu yang memiliki locus of control eksternal lebih
mudah merasa tertekan dan mudah terkena burnout dalam bekerja dikarenakan
merasa tidak mampu mengontrol kesuksesan atau kegagalannya. Mereka
cenderung menganggap bahwa kesuksesan dan kegagalan mereka lebih ditentukan
oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri mereka seperti takdir, nasib, dan
keputusan yang ditentukan orang lain. Sebaliknya orang-orang dengan locus of
control internal lebih melihat bahwa kesuksesan, usaha dan kegagalan semata-
mata disebabkan dari dalam diri mereka sendiri (Tiarasari, 2017).
6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2017) yang mengemukakan
bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara locus of control
internal terhadap burnout pada perawat, semakin tinggi locus of control internal
maka akan semakin rendah pula burnout, demikian sebaliknya semakin rendah
locus of control internal maka akan semakin tinggi burnout. Hal ini juga serupa
dengan penelitian terdahulu dari Sari (2015) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara locus of control dengan burnout syndrome
dengan nilai p value sebesar 0,000 (p value < 0,05). Sebagian besar responden
memiliki locus of control internal yaitu 41 orang (77,4%) dan hanya 12 orang
(22,6%) yang memiliki locus of control eksternal. Adanya hubungan antara kedua
variabel ini disebabkan karena adanya kesinambungan antara kecenderungan
burnout syndrome dengan jenis locus of control. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Jaya dan Rahmat (2005) terhadap karyawan tetap Biro Rektor USU Medan
memperlihatkan bahwa adanya perbedaan burnout yang sangat signifikan pada
locus of control internal dan locus of control eksternal dimana karyawan dengan
locus of control eksternal lebih tinggi burnout-nya dibandingkan karyawan
dengan locus of control internal. Lain halnya, penelitian yang dilakukan oleh
Restiningrum (2015), menyatakan bahwa locus of control tidak berpengaruh
signifikan terhadap burnout yang dialami oleh tenaga kerja perawat di Rumah
Sakit Paru Jember.
Berdasarkan pro dan kontra yang terjadi pada fenomena penelitian diatas
dan penelitian mengenai locus of control dengan burnout pada karyawan di
Indonesia masih sedikit, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara locus of
7
control dengan burnout pada karyawan produksi yang terjadi di dalam suatu
perusahaan, khususnya pada karyawan produksi di PT. Semacom Integrated
Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Burnout
1. Pengertian Burnout
Maslach dan Jackson (1986) menjelaskan bahwa burnout
merupakan sindrom dari seseorang yang bekerja atau melakukan
sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap sinis,
dan pengurangan sosialisasi juga penghargaan diri sendiri. Pines dan
Aronson (dalam Enzman & Schaufeli, 1998) mendefinisikan burnout
sebagai kelelahan secara fisik, emosional, dan mental sebagai akibat dari
keterlibatan diri dalam jangka waktu yang panjang terhadap situasi yang
penuh dengan tuntutan emosional.
Menurut Cherniss (dalam Shaufeli & Buunk, 1996), burnout
merupakan perubahan sikap dan perilaku dengan penarikan diri secara
psikologis, menjaga jarak dengan orang lain, suka sinis dengan orang
lain, sering membolos, sering terlambat, dan memiliki keinginan untuk
berhenti kerja.
Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa
burnout merupakan suatu bentuk kelelahan fisik, mental maupun emosi
yang dialami oleh seseorang karena adanya tuntutan pekerjaan secara
8
terus menerus dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan
sikap sinis terhadap lingkungan organisasi dan rendahnya penghargaan
terhadap diri sendiri.
2. Dimensi Burnout
Menurut Maslach, Jackson, dan Leiter (1996) dimensi burnout dibagi
menjadi 3, yaitu:
a. Kelelahan (Exhaustion)
Kelelahan mengacu pada kehabisan energi atau kelelahan
fisik dan perasaan secara emosional. Dalam keadaan ini seseorang
akan merasa lelah, baik secara fisik (mual, sakit kepala, tidak
bertenaga), mental (gagal, tidak berharga, tidak bahagia), dan
emosional (bosan, sedih, tertekan). Rasa lelah muncul begitu saja
tanpa sebelumnya didahului dengan pengeluaran energi yang
berarti. Selain itu, rasa lelah tidak dapat hilang meskipun individu
tersebut sudah melakukan istirahat selama beberapa hari.
b. Sinis (Cynicism)
Mencerminkan ketidakpedulian atau sikap menjaga jarak
serta sikap negatif terhadap pekerjaan yang mengacu pada
pekerjaan itu sendiri dan hubungan pribadi di tempat kerja. Hal
tersebut diwujudkan dalam bentuk sinis terhadap rekan kerja,
pekerjaannya atau orang-orang yang berada dalam lingkup
pekerjaan, kecenderungan untuk menarik diri, bersikap dingin dan
9
cenderung tidak ingin terlibat dengan pemasalahan yang
berhubungan dengan pekerjaan yang terjadi. Perilaku tersebut
diperlihatkan untuk melindungi diri dari perasaan kecewa.
c. Kemampuan Pencapaian Profesional (Proffesional Efficacy)
Mencakup aspek sosial dan non-sosial dari pencapaian
organisasi dan berfokus pada harapan, termasuk pencapaian di
masa lalu dan sekarang serta harapan akan efektivitas yang
berkelanjutan di tempat kerja.
3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Burnout
Faktor-faktor yang memengaruhi burnout secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu, faktor eksternal dan faktor internal. Lee dan Ashfort
(dalam Dewanti, 2010), menyebutkan bahwa ada beberapa faktor
eksternal yang mempengaruhi burnout syndrome, yaitu ambiguitas peran
(keadaan yang terjadi pada saat seorang pekerja tidak mengetahui apa
yang harus dilakukan, bingung serta tidak yakin karena kurangnya hak-
hak dan kewajiban yang dimiliki), konflik peran (konflik yang terjadi
karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling
bertentangan), beban kerja (intensitas pekerjaan yang meliputi jam kerja,
jumlah individu yang harus dilayani, serta tanggung jawab yang harus
dipikul, secara kualitatif dilihat dari kesulitan pekerjaan tersebut untuk
dikerjakan), dukungan (dibagi menjadi dukungan dari atasan, dukungan
dari keluarga, serta dukungan dari rekan kerja). Sedangkan faktor
10
internal yang dapat mempengaruhi burnout syndrome menurut Farber
(dalam Dewanti, 2010), meliputi faktor demografi (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, status pernikahan, dan masa kerja) dan faktor
kepribadian (terdiri dari tipe kepribadian, harga diri, dan locus of
control).
B. Locus of Control
1. Pengertian Locus of Control
Robbins (2008) mengemukakan bahwa locus of control merupakan
tingkat keyakinan individu bahwa ia adalah penentu nasibnya sendiri.
Definisi tersebut sejalan dengan pendapat Ivancevich, Konopaske, dan
Matteson (2007), yang menyatakan bahwa locus of control menentukan
tingkat keyakinan individu bahwa perilakunya mempengaruhi apa yang
terjadi pada dirinya.
Levenson (1981) menyatakan locus of control adalah keyakinan
individu mengenai sumber penyebab dari peritiwa-peristiwa yang
dialami dalam hidupnya. Seseorang dapat memiliki keyakinan bahwa ia
mampu mengatur kehidupannya atau justru orang lainlah yang mengatur
kehidupannya, dapat pula seseorang tersebut berkeyakinan bahwa faktor
nasib, keberuntungan, dan kesempatan yang mempunyai pengaruh besar
dalam kehidupannya.
Sejalan dengan Levenson, Larsen dan Buss (2002) menjelaskan
bahwa secara spesifik locus of control menunjuk pada kecenderungan
11
seseorang meletakkan tanggung jawab atas dirinya, apakah secara
internal dalam diri mereka sendiri atau eksternal yaitu nasib,
keberuntungan, atau kesempatan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa locus of
control adalah tingkat keyakinan individu terhadap keberhasilan ataupun
kegagalan yang terjadi pada diri sendiri dalam hidup disebabkan oleh
kendali dalam dirinya (internal) atau kendali di luar dirinya (eksternal)
yang meliputi kekuasaan orang lain, nasib, keberuntungan, dan
kesempatan.
2. Aspek-aspek Locus of Control
Levenson (1981) menjelaskan aspek-aspek locus of control yang
terdiri dari 2 aspek, yaitu:
a. Aspek internal
Aspek internal mencakup keyakinan seseorang bahwa
kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh
kemampuan dirinya sendiri.
b. Aspek eksternal
Aspek eksternal mencakup keyakinan seseorang bahwa
kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh kekuatan di luar
dirinya yang terdiri dari:
1) Powerful others, yaitu keyakinan seseorang bahwa kejadian-
kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh orang yang berkuasa.
12
2) Chance, yaitu keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian
dalam hidupnya terutama ditentukan oleh nasib, peluang, dan
keberuntungan.
C. Hubungan antara Locus of Control dengan Burnout Pada Karyawan
Burnout merupakan sindrom dari seseorang yang bekerja atau melakukan
sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap sinis, dan
pengurangan sosialisasi juga penghargaan diri sendiri. Burnout dapat terjadi
karena stres berkepanjangan yang tidak dapat diatasi lagi. Salah satu faktor
individu yang berpengaruh terhadap burnout adalah salah satunya locus of control.
Locus of control berpengaruh terhadap pemilihan strategi koping individu. Selain
itu, kecenderungan locus of control pada karyawan akan mempengaruhi
karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan dirinya (Sukarti, 2007). Indvidu
dengan locus of control eksternal lebih rentan terhadap burnout dibandingkan
dengan individu yang memiliki locus of control internal. Hal ini berarti individu
dengan locus of control eksternal lebih mudah merasa tertekan dalam bekerja
dikarenakan merasa tidak mampu mengontrol hidup dan lingkungannya.
Seseorang dengan locus of control internal akan lebih resisten dan mempunyai
kapabilitas koping yang lebih baik terhadap tekanan dan stressor dibandingkan
dengan seseorang dengan locus of control eksternal. Sehingga mereka akan
menunjukkan tingkat performa dan kepuasan kerja yang lebih tinggi (Fuqua &
Couture, 1986; Chen & Silverthorne, 2008).
13
D. Hipotesis
1. Adanya hubungan positif antara locus of control eksternal dengan burnout
pada karyawan produksi di PT. Semacom Integrated Bogor (semakin
tinggi locus of control eksternalnya maka semakin tinggi burnout pada
karyawan produksi, sebaliknya semakin rendah locus of control
eksternalnya maka semakin rendah juga burnout pada karyawan produksi).
2. Adanya hubungan negatif antara locus of control internal dengan burnout
pada karyawan produksi di PT. Semacom Integrated Bogor (semakin
tinggi locus of control internalnya maka semakin rendah burnout pada
karyawan produksi, sebaliknya semakin rendah locus of control
internalnya maka semakin tinggi juga burnout pada karyawan produksi).
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variable yang akan diteliti oleh peneliti
yaitu:
Variabel Bebas : Locus of Control
Variabel Terikat : Burnout
Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah yang terdiri atas objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
14
dalam penelitian ini berjumlah 54 karyawan produksi PT. Semacom Integrated
Bogor dengan menggunakan teknik sampling jenuh, dimana semua anggota
populasi dijadikan sebagai anggota sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relative kecil, kurang dari 30 orang atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 24 April 2018 di PT. Semacom Integrated berkordinasi dengan supervisor
HRD dan kepala produksi.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dan
metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode angket atau skala psikologi yang diberikan langsung kepada responden.
Angket ini terdiri dari dua skala, yaitu skala locus of control dan skala burnout.
1. Skala Locus of Control
Skala locus of control yang menjadi acuan dalam penelitian ini
adalah skala yang dikembangkan oleh Levenson (1981). Skala tersebut
dikenal dengan nama Internal-Power-Chance Scale (IPCS) yang terdiri
dari 24 aitem pernyataan dengan menggunakan aspek internal (internality)
dan eksternal (powerful others dan chance). Untuk mengetahui kategori
locus of control internal atau eksternal, nilai pada tiap aspek dijumlahkan
lalu ditambahkan 24 poin. Selanjutnya dapat diketahui dari ketiga aspek
locus of control yang mendapatkan skor tertinggi masuk pada kategori
locus of control internal atau eksternal.
15
Pada perhitungan uji diskriminasi aitem terdapat 9 aitem yang
gugur dalam putaran pertama, sedangkan pada putaran kedua terdapat 1
aitem yang gugur, sehingga terdapat 14 aitem yang tidak gugur dalam dua
putaran yang memiliki daya diskriminasi baik sesuai dengan batas
koefisien korelasi aitem total ≥ 0, 25 (Azwar, 2012). Dan hasil yang
didapatkan skor reliabilitas sebesar 0,759 pada 14 aitem yang terdapat
dalam skala locus of control. Maka dapat dikatakan bahwa skala locus of
control sangat reliabel.
Tabel 1
Blueprint Item Skala Locus of Control
No. Aspek Indikator Item Pernyataan Jumlah
1. Internal
(I)
Keyakinan seseorang
bahwa kejadian-
kejadian dalam
hidupnya ditentukan
terutama oleh
kemampuan dirinya
sendiri
1*,4,5*,9*,18*,19,2
1,23*
3
2 Powerful
Others (P)
Keyakinan seseorang
bahwa kejadian-
kejadian dalam
hidupnya ditentukan
oleh orang yang
berkuasa
3,8,11,13*,15*,17,2
0,22*
5
3 Chance
(C)
Keyakinan seseorang
bahwa kejadian-
kejadian dalam
2,6,7,10*,12*,14,16
,24
6
16
hidupnya terutama
ditentukan oleh nasib,
peluang, dan
keberuntungan
Total 14
Ket: (*) aitem yang gugur
2. Skala Burnout
Skala burnout yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah
skala yang disusun oleh Maslach, Leiter, dan Jackson (1996). Skala
tersebut dikenal dengan nama Maslach Burnout Inventory General Survey
(MBI-GS) yang terdiri dari 16 aitem pernyataan dengan menggunakan tiga
dimensi yaitu kelelahan (exhaustion), sinis (cynicism), dan kemampuan
pencapaian professional (professional efficacy).
Pada perhitungan uji diskriminasi aitem terdapat 1 aitem yang
gugur dalam putaran pertama. Sehingga terdapat 15 aitem yang tidak
gugur dalam satu putaran yang memiliki daya diskriminasi baik sesuai
dengan batas koefisien korelasi aitem total ≥ 0, 25 (Azwar, 2012). Dan
hasil yang didapatkan skor reliabilitas sebesar 0,856 pada 15 aitem yang
terdapat dalam skala burnout. Maka dapat dikatakan bahwa skala burnout
sangat reliabel.
17
Tabel 2
Blueprint Item Skala Burnout
No. Dimensi Indikator Butiran Aitem Jumlah
F UF
1. Kelelahan
(Exhaustion)
Mengacu pada
kehabisan energi
atau kelelahan fisik
dan perasaan secara
emosional
1,2,3,4,6 5
2. Sinis
(Cynicism)
Mencerminkan
ketidakpedulian
atau sikap menjaga
jarak serta sikap
negatif terhadap
pekerjaan yang
mengacu pada
pekerjaan itu
sendiri dan
hubungan pribadi di
tempat kerja
8,9,13*,1
4,15
4
3. Kemampuan
pencapaian
professional
(Proffesional
Efficacy)
Mencakup aspek
sosial dan non-
sosial dari
pencapaian
organisasi dan
berfokus pada
harapan, termasuk
pencapaian di masa
lalu dan sekarang
serta harapan akan
5,7,10,
11,12,16
6
18
efektivitas yang
berkelanjutan di
tempat kerja
Total 15
Ket: (*) aitem yang gugur
HASIL PENELITIAN
A. ANALISIS DESKRIPTIF
1. Locus of Control
Tabel 3
Kategori Locus of Control
Kategori Frekuensi Presentase
Locus of control internal 36 66.7%
Locus of control eksternal 18 33.3%
Total 54 100%
Data tabel di atas menunjukkan bahwa dari 54 partisipan, sebanyak
36 partisipan (67%) memiliki locus of control internal sedangkan 18
partisipan (33%) memiliki locus of control eksternal. Berdasarkan kategori
yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa karyawan produksi PT.
Semacom Integrated Bogor memiliki locus of control internal yang tinggi
dan locus of control eksternal yang rendah.
2. Burnout
Kategorisasi variabel burnout dibuat dengan skor tertinggi adalah
105 dan skor terendah adalah 15, dengan aitem yang memiliki daya
diskriminasi baik berjumlah 15 aitem dan jenjang skor antara 1 sampai
19
dengan 7. Pada penelitian ini, kategori burnout dibagi menjadi 4 (sangat
tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah) dengan interval 22,5.
Tabel 4
Kategori Skor Burnout
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1. 82,5 ≤ x ≤ 105 Sangat Tinggi 0 0
50.83 2. 60 ≤ x < 82,5 Tinggi 19 35.19
3. 37,5 ≤ x < 60 Rendah 22 40.74
4. 15 ≤ x < 37,5 Sangat Rendah 13 24.07
total 54 100
Dari tabel di atas menunjukkan tingkat burnout dari 54 partisipan
yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah, rendah, tinggi, dan
sangat tinggi. Tidak ada partisipan yang memiliki tingkat burnout yang
tergolong pada kategori sangat tinggi. Sebanyak 19 partisipan (35,19%)
tergolong dalam kategori tinggi, 22 partisipan (40,74%) tergolong dalam
kategori rendah, dan 13 partisipan (24,07%) tergolong dalam kategori
sangat rendah. Mean / rata-rata perhitungan dalam burnout adalah 50,83.
Berdasarkan mean yang diperoleh, burnout yang dimiliki oleh karyawan
produksi PT. Semacom Integrated Bogor berada pada kategori rendah.
B. UJI ASUMSI
1. Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode
Kolmogorov Smirnov dalam program SPSS 16.0. Menurut Sugiyono
(2006), data yang dapat dikatakan berdistribusi normal adalah data yang
memiliki nilai signifikansi p > 0,05. Hasil uji normalitas adalah sebagai
berikut :
20
Tabel 5
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
LOC burnout
N 54 54
Normal Parametersa Mean 2.37 50.83
Std. Deviation 12.638 16.742
Most Extreme
Differences
Absolute .094 .099
Positive .051 .061
Negative -.094 -.099
Kolmogorov-Smirnov Z .690 .731
Asymp. Sig. (2-tailed) .727 .659
Hasil perhitungan uji kolmogorov-smirnov Z pada locus of control
diperoleh nilai dari kolmogorov-smirnov Z sebesar 0,690 dengan nilai sig.
= 0,727 (p > 0,05), dan nilai kolmogorov-smirnov Z pada burnout yang
diperoleh adalah sebesar 0,731 dengan nilai sig. = 0,659 (p > 0,05). Dari
data tersebut dapat diartikan bahwa kedua variabel tersebut berdistribusi
normal.
2. Uji Linearitas
Pengujian linearitas diperlukan untuk mengetahui apakah dua
variabel yang sudah ditetapkan, memiliki hubungan yang linear atau tidak
secara signifikan. Kedua variabel dapat dikatakan linier bila memiliki nilai
signifikansi deviation from linearity lebih besar dari 0,05. Pengujian
linearitas kedua variabel tertera pada tabel di bawah ini:
21
Tabel 6
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
burnout *
LOC
Between
Groups
(Combined) 10254.000 33 310.727 1.351 .242
Linearity 992.409 1 992.409 4.313 .051
Deviation from
Linearity 9261.591 32 289.425 1.258 .299
Within Groups 4601.500 20 230.075
Total 14855.500 53
Berdasarkan hasil yang terdapat dalam tabel di atas dapat dilihat
bahwa nilai deviation from linearity antara locus of control dan burnout
sebesar 1,258 dengan Sig. = 0,299 (P>0,05) yang berarti terdapat linearitas
antara locus of control dan burnout pada karyawan produksi PT. Semacom
Integrated Bogor.
C. UJI HIPOTESIS / UJI KORELASIONAL
a. Pengujian korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel locus of control eksternal dan burnout. Hasil perhitungan uji
korelasi product moment-Pearson dengan bantuan SPSS 16.0
didapatkan r = 0,333 dengan sig. = 0,007 (p < 0,01) untuk korelasi
antara locus of control eksternal dengan burnout. Artinya locus of
control eksternal berkorelasi positif signifikan dengan burnout. Hasil
uji korelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
22
Tabel 7
Correlations
LOCex Burnout
LOCex Pearson Correlation 1 .333**
Sig. (1-tailed) .007
N 54 54
Burnout Pearson Correlation .333** 1
Sig. (1-tailed) .007
N 54 54
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
b. Pengujian korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel locus of control internal dan burnout. Hasil perhitungan uji
korelasi product moment-Pearson dengan bantuan SPSS 16.0
didapatkan r = -0,090 dengan sig. = 0,258 (p < 0,05) untuk korelasi
antara locus of control internal dengan burnout. Artinya locus of
control internal tidak berkorelasi dengan burnout. Hasil uji korelasi
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8
Correlations
LOCin Burnout
LOCin Pearson Correlation 1 -.090
Sig. (1-tailed) .258
N 54 54
Burnout Pearson Correlation -.090 1
Sig. (1-tailed) .258
N 54 54
23
PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil perhitungan korelasi product moment person antara
variabel locus of control eksternal dengan burnout r = 0,333 dengan sig. = 0,007
(p < 0,01), yang berarti bahwa hipotesis penelitian adanya hubungan positif antara
locus of control eksternal dengan burnout pada karyawan produksi PT. Semacom
Integrated Bogor diterima. Semakin tinggi locus of control (eksternal), maka
semakin tinggi pula burnoutnya. Sebaliknya, semakin rendah locus of control
(eksternal), maka semakin rendah pula burnoutnya.
Korelasi signifikan antara locus of control eksternal dengan burnout pada
karyawan produksi PT. Semacom Integrated Bogor. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2016) yang menyatakan bahwa variabel
locus of control eksternal mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap
variabel burnout. Dengan demikian, semakin rendah locus of control eksternal
tingkat burnout juga semakin rendah. Individu dengan locus of control eksternal
yang rendah cenderung membuat mereka lebih kuat dan mampu menangani
stresor karena mereka berusaha untuk mengubah faktor yang menyebabkan stress
di tempat kerja yang pada akhirnya berdampak pada burnout. Koeske dan Kirk
(1995) mengatakan bahwa seseorang dengan locus of control eksternal yang
rendah akan lebih mungkin untuk memikul tanggung jawab situasional dan
menggunakan pemecahan masalah serta strategi koping praktis lainnya dengan
cara yang positif.
Sedangkan hasil uji perhitungan korelasi product moment person antara
locus of control internal dengan burnout menunjukkan r = -0,090 dengan sig. =
24
0,258 (p < 0,05) yang berarti bahwa hipotesis penelitian adanya hubungan negatif
antara locus of control internal dengan burnout pada karyawan PT. Semacom
Integrated Bogor ditolak.
Temuan peneliti ini berkebalikan dengan peneliti sebelumnya, Prestiana
dan Trias (2013) yang menunjukkan hasil locus of control internal berpengaruh
negatif yang signifikan dengan burnout pada guru honorer Sekolah Dasar Negeri
di Bekasi Selatan. Perbedaan hasil yang ditemukan peneliti dengan Prestiana dan
Trias dikarenakan adanya perbedaan pada alat ukur yang digunakan dan profesi
subjek. Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat ukur IPC Scale yang
dikembangkan oleh Levenson (1981) dimana pada aspek eksternal diperoleh dari
penjumlahan aspek powerful others dan chance, sehingga faktor eksternal
memiliki jumlah item yang lebih banyak daripada faktor internal. Adanya
perbedaan item ini berdampak pada total skor. Meskipun skoring dari alat ukur ini
telah dibuat sedemikian rupa, tetap perbedaan total skor dan perbedaan profesi
subjek dikhawatirkan yang mempengaruhi hipotesis untuk locus of control
internal dengan burnout ditolak. Namun, hasil penelitian ini memiliki kesamaan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalantarkousheh (2013) yaitu internal
locus of control tidak memiliki pengaruh dengan burnout.
Karyawan produksi PT. Semacom Integrated memiliki locus of control
eksternal yang rendah dan pada burnout berada pada kategori rendah. Berdasarkan
hasil uji korelasi adapun sumbangan efektif yang diberikan locus of control
eksternal sebesar 11,1% dengan burnout yang ditunjukkan oleh koefisien
determinasi yaitu r2 = 0,333. Hal ini dapat diartikan bahwa masih terdapat 88,9%
25
faktor-faktor lain yang mempengaruhi burnout selain faktor locus of control
eksternal. Hal ini sesuai dengan Lee dan Ashfort (dalam Dewanti, 2010) yang
berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi
burnout selain locus of control, antara lain ambiguitas peran, konflik peran, beban
kerja, dukungan, faktor demografi, tipe kepribadian, dan harga diri.
Burnout muncul akibat kondisi internal seseorang yang ditunjang oleh
faktor-faktor lingkungan yang berupa tekanan yang berlarut-larut. Karyawan yang
memiliki penilaian positif dalam menghadapi tekanan-tekanan dalam bekerja
memandang kerja sebagai usaha untuk memperoleh kemajuan dan akan
menghambat lajunya tingkat burnout (Sihotang, 2004). Penilaian positif terhadap
tekanan di tempat kerja pada karyawan seperti adanya dukungan atasan apabila
bekerja dengan baik, interaksi sosial karyawan yang kondusif dan menerima
pekerjaan yang menjadi kewajiban dengan sepenuh hati, serta manajemen kontrol
diri yang baik merupakan hal-hal yang berhubungan dengan hasil penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai kategorisasi burnout
karyawan produksi di PT. Semacom Integrated Bogor diketahui terdapat 0%
partisipan yang tergolong dalam kategori sangat tinggi. Selain itu, terdapat
(35,19%) partisipan yang tergolong dalam kategori tinggi. Sebagian besar
(40,74%) partisipan memiliki burnout yang berada pada kategori rendah, dan
sisanya (24,07%) terdapat dalam kategori sangat rendah. Namun, berdasarkan
perhitungan rata-rata/mean, tingkat burnout pada karyawan produksi PT.
Semacom Integrated Bogor termasuk dalam kategori rendah, dengan jumlah rata-
rata 50,83. Untuk kategorisasi locus of control diperoleh hasil bahwa karyawan
26
produksi PT. Semacom Integrated Bogor (33%) memiliki locus of control
eksternal yang rendah dan sebesar (67%) memiliki locus of control internal yang
tinggi.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Locus of control eksternal memiliki hubungan positif yang signifikan
dengan burnout pada karyawan produksi PT. Semacom Integrated.
Semakin tinggi locus of control eksternal, maka semakin tinggi pula
burnoutnya. Semakin rendah locus of control eksternal, maka semakin
rendah pula burnoutnya.
2. Locus of control internal tidak memiliki hubungan dengan burnout pada
karyawan produksi PT. Semacom Integrated Bogor.
3. Hasil kategorisasi karyawan produksi PT. Semacom Integrated Bogor
memiliki locus of control eksternal yang lebih rendah daripada locus of
control internalnya dan memiliki burnout yang tergolong rendah.
4. Peranan atau sumbangan efektif dari variabel locus of control eksternal
terhadap burnout pada karyawan produksi PT. Semacom Integrated
Bogor sebesar 11,1%.
B. SARAN
1. Bagi Perusahaan
Perusahaan diharapkan ikut menjaga dan mempertahankan
karyawan produksi yang telah memiliki locus of control internal serta
27
dapat membantu karyawan yang cenderung memiliki locus of control
eksternal supaya dapat mengubah pemahamannya dalam menghadapi
stressor di tempat kerja agar tidak terjadi peningkatan burnout pada
karyawan. Walaupun burnout yang ada di PT. Semacom Integrated Bogor
tergolong rendah namun tetap harus dikontrol agar dapat terus
dipertahankan. Perusahaan juga diharapkan untuk membuka konseling
untuk karyawan produksi secara berkala agar karyawan dapat mengatasi
stresor dalam bekerja sehingga dapat meminimalisir burnout.
2. Bagi Karyawan Produksi
Karyawan produksi PT. Semacom Integrated Bogor diharapkan
dapat mempertahankan keyakinannya terhadap peristiwa-peristiwa yang
terjadi ditentukan oleh kemampuan dan usahanya sendiri sehingga ketika
dihadapkan dengan burnout di tempat kerja dapat dengan mudah
mengatasinya serta dapat menjaga keefektivan dalam bekerja. Karyawan
juga dapat melakukan relaksasi dan melakukan konsultasi apabila merasa
ada yang mengganjal baik dalam bidang pekerjaan atau dalam kehidupan
karyawan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian selanjutnya dapat bekerjasama dengan pihak
yang bersangkutan dalam pengambilan dan pengawasan pengisian
kuesioner supaya memperoleh data yang lebih akurat. Penelitian
selanjutnya dapat menambahkan jumlah subjek maupun variabel bebas
28
lain selain locus of control, misalnya ambiguitas peran, konflik peran,
beban kerja, dukungan, faktor demografi, tipe kepribadian, dan harga diri.
29
DAFTAR PUSTAKA
Andriansyah, H., & Alimatus, S. (2014). Hubungan bullying dengan burnout pada
karyawan. Jurnal Psikologi Tabularasa, 9(2).
Azwar, S. (2004). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Butar-Butar, I. (2015). Hubungan antara burnout dengan prestasi kerja insurance
agents Prudential cabang kantor Graha Prestasi Medan. Skripsi
diterbitkan. Medan: Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen
Medan.
Chen, S., & McMurray, A. (2001). “Burnout” in intensive care nurses. J Nurs Res,
9, 152-164.
Dalli, N., Nur, A., & Dwi, F. (2017). Pengaruh kecerdasan intelektual, emosional,
dan spiritual (ESQ) dan lokus pengendalian (locus of control) terhadap
penerimaan perilaku disfungsional audit (studi pada Badan Pemeriksa
Keuangan Perwakilan Sulawesi Tenggara). Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, 2(2).
Dewanti, F.R. (2010). Burnout yang terjadi pada perawat Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Skripsi diterbitkan. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Soegijapranata.
Hamedoglu, A., Kantor, J., & Gulay, E. (2012). The effect of locus of control and
culture on leader preferences. International Online Journal of Educational
Sciences, 2.
Hapsari, D., & Yuwono, S. (2014). Hubungan antara motivasi kerja dengan
burnout pada karyawan CV. Ina Karya Jaya Klaten. Skripsi diterbitkan.
Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hermawan, F. & Dicky, F.K. (2014). Pengaruh locus of control terhadap kinerja
karyawan (studi pada karyawan di PT X). Jurnal Manjemen dan Bisnis,
5(1).
Jaya, E., & Rahmat, I. (2005). Burnout ditinjau dari locus of control internal dan
eksternal. Majalah Kedokteran Nusantara,38(3).
Kalantarkousheh, S.M. (2013). Locus of control and academic burnout among
Allameh Tabataba’I University students. International Journal of Physical
and Social Sciences, 3(12).
Karimi, R., & Alipour, F. (2011). Reduce job strees in organization, role of locus
of control. International Journal of Bussines and Social Science, 2(18).
30
Koeske, G., & Kirk, S. (1995). Direct and buffering effects of internal locus of
control among mental health professionals. Journal of Social Service
Research, 20(3/4).
Levenson, H. (1981). Differentiating among internality, powerful others, and
chance. Research With The Locus of Control Construct, 1.
Maslach C. (1993). Burnout, a multidimensional perspective. In: Schaufeli W,
Maslach C, Merek T, eds. Professional Burnout: Recent Development in
Theory And Research (pp. 19-32). New York: Taylor & Francis.
Maslach, C., Schaufeli, W.B., Leiter, M.P. (2001). Job burnout. Annual review of
psychology, 52, 397-422.
Maslach, C., Jackson, S. E., & Leiter, M. P. (1996). Maslach burnout inventory,
(3rd
ed). Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.
Muchinsky, P. (2000). Emotions in the workplace: The neglect of organizational
behavior. Journal of Organizational Behavior, 21(7).
Prestiana, N. D., & Trias, X. A. (2013). Internal locus of control dan job
insecurity terhadap burnout pada guru honorer sekolah dasar negeri di
Bekasi Selatan. Jurnal Soul, 6(1).
Puspita, P. (2017). Hubungan antara locus of control internal dengan burnout
pada perawat. Skripsi diterbitkan. Surakarta: Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahmawati, Y. (2013). Hubungan antara stres kerja dengan burnout pada
karyawan bagian operator PT. Bukit Makmur Mandiri Utama. Skripsi
diterbitkan. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba
Empat.
Romadhoni, L.C., Asmony, T., & Suryatni, M. (2015). Pengaruh beban kerja,
lingkungan kerja, dan dukungan sosial terhadap burnout pustakawan di
Kota Mataram. Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan
Khizanah Al-Hikmah, 3(2).
Rotter, J.B. (1966). Genaralized expectancies for internal versus external control
of reinforcement. Pshycologycal Monographs,80(69).
31
Sari, N. L. (2015). Hubungan beban kerja, faktor demografi, locus of control dan
harga diri terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana IRD RSUP
Sanglah. COPING Ners Journal, 3(02).
Sihotang, I.M. (2004). Burnout pada karyawan ditinjau dari persepsi terhadap
lingkungan kerja psikologis dan jenis kelamin. Jurnal Psyche, 1(1).
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukarti, J.W. (2007). Hubungan antara locus of control dengan coping pada
remaja. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Suryani, Andy, Z., & Abdul, R. (2016). Pengaruh kesejahteraan spiritual (spiritual
well being) dan letak kendali (locus of control) terhadap burnout kerja
perawat perawat di RS Unhas Makassar. JST Kesehatan, 6(2).
Susanto, W. (2013). Hubungan komitmen organisasi dan burnout pada karyawan
PT. GGP. Skripsi diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana.
Tiarasari, D. E. (2017). Burnout pada perawat ditinjau dari locus of control
internal dan eksternal. Skripsi diterbitkan. Semarang: Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata.
Widjaja, K., & Karel. (2016). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan
kecenderungan burnout pada karyawan bagian pemasaran. Jurnal
Psikologi Ulayat, 3(1).