Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja pada...
-
Upload
truongtuong -
Category
Documents
-
view
236 -
download
1
Transcript of Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja pada...
Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja pada
Karyawan Produksi
PT. BINTANG ASAHI TEXTIL INDUSTRI
Oleh
Danita Yolanda
802009142
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi
Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi
Unversitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja pada
Karyawan bagian produksi
PT. BINTANG ASAHI TEXTIL INDUSTRI
Danita Yolanda
Sutarto Wijono
Jusuf Tjahjo Purnomo
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi
Unversitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
ABSTRACT
This study aimed to determine the relationship between dual role conflict and job satisfaction
of the production employees of PT. BATI Sragen. The sampling technique used in this
research is purposive sampling with the characteristics already married and had children,
amounting to 300 employees. Measuring instruments used in the study to measure the dual
role conflict refers to Greenhaus and Beutell (1985) in Carlson, Kacmar, & Williams (2000)
by combining the direction and shape of the dual role conflict that resulted in six dimensions,
namely: time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW behavior-
based WIF, and behavior-based FIW. Furthermore, measuring instruments used for job
satisfaction refers to Deshpande (1985), 20 items to measure the five aspects of job
satisfaction are satisfaction with salary, promotion, co-workers, supervisors, and satisfaction
with the work itself. The correlation between the dual role conflict and job satisfaction using
Pearson's product moment calculation. The results showed that there was no significant
correlation between the dual role conflict and job satisfaction of the production employees
with a correlation coefficient of -0.018 and significance of 0754 (p <0.05).
Keywords: Dual Role Conflict, Job Satisfaction, Employee
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda dengan
kepuasan kerja pada karyawan bagian produksi PT. BATI Sragen. Teknik sampling yang
digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan karakteristik sudah menikah
dan memiliki anak yang berjumlah 300 karyawan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian
untuk mengukur konflik peran ganda mengacu pada Greenhaus dan Beutell (1985) dalam
Carlson, Kacmar, & Williams (2000) dengan mengkombinasikan arah dan bentuk dari
konflik peran ganda yang menghasilkan 6 dimensi, yaitu : time-based WIF, time-based FIW,
strain-based WIF, strain-based FIW behavior-based WIF, dan behavior-based FIW.
Selanjutnya alat ukur yang digunakan untuk kepuasan kerja mengacu pada Deshpande
(1985), 20 item untuk mengukur lima aspek kepuasan kerja yaitu kepuasan terhadap gaji,
promosi, rekan kerja, supervisor, dan kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Korelasi antara
konflik peran ganda dan kepuasan kerja menggunakan penghitungan Pearson’s Product
moment. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara
konflik peran ganda dengan kepuasan kerja pada karyawan bagian produksi dengan koefisien
korelasi sebesar -0,018 dan signifikansi sebesar 0.754 (p<0,05).
Kata kunci: Konflik Peran Ganda, Kepuasan Kerja, Karyawan
1
PENGANTAR
Persaingan global dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
semakin beragamnya produk-produk yang bersaing di bidang industri. Persaingan ini
menuntut pemberdayaan yang optimal terhadap sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah
perusahaan (Schwab, 2011), situasi tersebut tidak terlepas dari kinerja karyawan atau SDM
itu sendiri. Kinerja yang tinggi dapat tercipta apabila karyawan merasa senang dan nyaman
dalam bekerja. Persaingan ini juga dirasakan oleh PT. BATI sebagai perusahaan yang
bergerak pada bidang Textile. Perusahaan Textile tersebut merupakan perusahaan padat karya
yang membutuhkan SDM, khususnya karyawan bagian produksi dengan jumlah besar untuk
dapat memenuhi target pesanan barang sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan.
Jadi mengingat pentingnya peran karyawan bagian produksi sebagai ujung tombak
perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis, maka manajemen harus lebih meningkatkan
kinerja agar karyawan lebih produktif. Karyawan yang produktif adalah karyawan yang
memiliki kepuasan kerja (Gibson, 2000).
Penulis memperoleh informasi dari hasil observasi dan wawancara dengan 5 orang
karyawan pada tanggal 8 agustus 2014, menunjukkan bahwa ada beberapa fenomena yang
terkait dengan kepuasan kerja karyawan seperti berikut, ada karyawan bagian produksi
mengeluh dengan gaji yang mereka dapatkan, lebih lanjut karyawan merasa bahwa gaji yang
diterima kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dari hasil observasi selama 7 hari
mulai tanggal 11 sampai dengan tanggal 16 agustus 2014 didapatkan bahwa ada sebagian
karyawan terlihat datang terlambat dan kurang bersemangat dalam melaksanakan tugas
mereka. Selain itu masih ada karyawan bagian produksi menunjukkan turnover yang cukup
tinggi, mangkir, dan meningkatnya absensi. Sebaliknya juga ada beberapa karyawan yang
merasa puas karena pekerjaan dianggap sebagai tugas yang menyenangkan dan ada beberapa
supervisor merasa memperoleh kewajiban untuk mengkordinasi karyawan atau melaksanakan
tugas sesuai dengan otonomi mereka. Fenomena ini sessuai dengan teori Herzberg (Wijono,
2012) dalam teorinya tentang dua faktor, Herzberg mengatakan bahwa faktor kesehatan atau
ekstrinsik merupakan kebutuhan-kebutuhan dasar individu. Jika kebutuhan-kebutuhan dasar
tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan, tetapi jika dipenuhi tidak berarti
akan mengalami kepuasan. Faktor kesehatan terdiri atas gaji, keamanan, kesehatan fisik,
hubungan pribadi, supervisi dan kebijakan perusahaan. Teori ini menjelaskan bahwa faktor-
faktor tersebut tidak dapat meningkatkan atau menyebabkan kepuasan bagi individu, tetapi
hanya dapat mempengaruhi ketidakpuasannya.
2
Faktor yang berusaha memberi kepuasan kerja adalah faktor motivasi atau intrinsik
dan merupakan kebutuhan pada tingkat yang tertinggi. Faktor-faktor ini jika terdapat dalam
situasi pekerjaan membawa pada kepuasan tetapi bila gagal mendapatkannya tidak
seharusnya menyebabkan ketidakpuasan kerja. faktor-faktor ini meliputi keberhasilan,
penghargaan, tanggung jawab, karier serta nilai intrinsik pekerjaan itu sendiri. Dengan
fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa karyawan bagian produksi mengalami masalah
kepuasan kerja
Oleh sebab itu penelitian tentang kepuasan kerja adalah penting dilakukan di
PT.BATI. Pernyataan tersebut didukung oleh Ranz, Stueve & McQuistion (2001) apabila
kepuasan kerja diabaikan oleh pihak manajemen, maka akan dapat mengganggu performa
kerja, seperti kebosanan, malas, gangguan fisik, kecemasan, depresi, dan perilaku
kontraproduktif. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Strauss & Sayles (1980)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang
tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan
pada akhirnya dapat menyebabkan frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun,
mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen
dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
Sementara itu, Saba (2011) menemukan bahwa kepuasan kerja dapat terjadi dalam
sebuah iklim yang sehat dan positif. Iklim yang positif tidak hanya meningkatkan kepuasan
kerja tetapi juga produktifitas kerja. Perlu digaris bawahi bahwa manajer, HRD, supervisor
dan pekerja harus mampu mengeksplorasi bagaimana kepuasan kerja dapat ditingkatkan.
Salah satu aspek meningkatkan kepuasan kerja bukan hanya soal uang, namun kondisi tempat
karyawan bekerja juga menentukan kepuasan mereka. Lebih lanjut Spector (dalam Russel,
2008) memberikan pernyataan sebagai berikut, pekerja yang mengaku lebih puas dengan
hidup dan pekerjaannya, biasanya lebih kooperatif dan suka membantu teman sekerjanya,
datang tepat waktu dan efisien, jarang membolos, dan menetap pada perusahaan lebih lama
dibanding dengan pekerja yang tidak puas.
Kepuasan kerja akan berdampak positif bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri
yaitu seperti, prestasi kerja yang baik (Judge, Thoresen, Bono, & Patton, 2001), dan
komitmen terhadap organisasi (Suma & Lesha, 2013). Selanjutnya ketidakpuasan kerja akan
berdampak negatif bagi perusahaan, meningkatnya absensi dan menghasilkan kinerja yang
buruk (Ivancevich, 2003), serta dampak yang lebih buruk adalah perpindahan karyawan
(Lambert, Hogan & Barton, 2001).
3
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah komunikasi yang baik
(Goris, 2007), penghargaan (Westover & Taylor, 2010), dan konflik peran ganda (Nawab &
Iqbal, 2013). Hasil penelitian terdahulu menemukan bahwa konflik peran ganda terjadi pada
karyawan yang melakukan shift kerja. Kerja shift merupakan sumber terjadinya konflik peran
ganda, terutama untuk konflik pekerjaan keluarga karena dapat menghasilkan konflik peran
ganda berbasis waktu dan tegangan. Dengan bekerja shift malam, pekerja shift bekerja atau
tidur pada waktu yang bertentangan dengan rutinitas keluarga normal (Haines et all, 2008).
Jadwal shift dapat menyebabkan karyawan kelelahan dan kekurangan energi, sehingga sulit
untuk berpatisipasi penuh dalam kehidupan keluarga (Jamal, 2004), oleh sebab itu pada
penelitian ini penulis mengambil karyawan bagian produksi sebagai subjek.
Seperti yang telah disebutkan, konflik peran ganda menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja. Beberapa penelitian mengungkapkan hubungan konflik peran
ganda dengan kepuasan kerja. Nawab & Iqbal (2013) menemukan bahwa konflik pekerjaan-
keluarga berhubungan negatif dengan kepuasan kerja dan kepuasan hidup. Ketika seorang
individu tidak mampu melaksanakan tugas tepat waktu atau tidak dapat membuktikan potensi
terbaik pada dirinya, ketidakseimbangan antara pekerjaan dan keluarga menimbulkan stres
dan ketidakpuasan pada diri seseoirang. Ketidakpuasan dapat didefinisikan disini dalam hal
sederhana seperti ketika seorang individu tidak mendapatkan hasil sesuai dengan yang
diharapkan, ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu,
ambiguitas dan ketidakpastian dalam hal karir dan masa depan, kehidupan keluarga
memburuk, dan tingkat kepuasan kerja serta kepuasan hidup yang rendah.
Bhowon (2013) menemukan bahwa konflik peran ganda berkorelasi negatif dengan
kepuasan kerja, salah satu alasannya mungkin karena pengaruh budaya dengan model kerja
dan keluarga menjadi dimensi budaya yang penting. Selain itu Grandey et all (2005),
mendapatkan hasil penelitian bahwa konflik peran ganda berhubungan negatif dengan
kepuasan kerja, menurunnya konflik peran ganda akan meningkatkan kepuasan kerja
karyawan. Hasil ini mendukung gagasan bahwa ketika pekerjaan dipandang mengganggu
waktu dan energi yang diperlukan di rumah, orang tua yang bekerja menjadi tidak puas
dengan pekerjaan mereka.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Boles (2001) menemukan bahwa
peningkatan tingkat konflik kerja-keluarga berhubungan negatif dengan beberapa aspek yang
berbeda dari kepuasan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hasil penelitian ini
4
menunjukkan bahwa tanggung jawab di tempat kerja dan tanggung jawab di rumah tidak
dapat dianggap sebagai sesuatu yang saling terpisah dalam kehidupan karyawan.
Dari semua penelitian diatas dapat dilihat bahwa ada korelasi antara konflik peran
ganda dengan kepuasan kerja, namun terdapat hasil yang berlawanan dari penelitian Juariyah
(2006) menyatakan bahwa konflik kerja-keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja dan kepuasan keluarga, baik secara individual maupun saling-silang, akan
tetapi penelitian tersebut menemukan pengaruh konflik kerja-keluarga terhadap perilaku
withdrawal (meliputi keterlambatan, absensi, dan turnover) yang signifikan. Hasil temuan
lain (Namasivayam & Mount, 2009) menunjukkan bahwa ketika peran dalam keluarga
mengganggu peran dalam pekerjaan, individu memandang kepuasan kerja menjadi lebih
tinggi. Fenomena ini menimbulkan asumsi bahwa individu memandang bekerja sebagai
sarana atau sumber daya untuk menyelesaikan konflik keluarga dan dengan demikian
pekerjaan mungkin merupakan sumber kepuasan. Pada kelompok masyarakat yang
berpenghasilan rendah, bekerja dapat dilihat sebagai pembebasan dari konflik keluarga. Hal
yang sama juga ditemukan dalam penelitian Sinacore (2000), hasil penelitian menunjukkan
bahwa konflik pekerjaan-keluarga tidak mempengaruhi kepuasan kerja.
Hasil penelitian diatas masih menunjukkan hasil yang bertentangan, disatu sisi konflik
peran ganda berpengaruh terhadap kepuasan kerja, sedangkan disisi lain konflik peran ganda
tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Oleh karena itu, kiranya penelitian ini perlu
dilakukan untuk membuktikan hubungan konflik peran ganda dengan kepuasan kerja
karyawan bagian produksi. Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini yaitu: “Apakah terdapat hubungan yang negatif antara Konflik
peran ganda dan Kepuasan kerja?”.
Kepuasan Kerja
Menurut Handoko (2000), kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dalam
memandang pekerjaan mereka baik itu menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja ini nampak
dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungan kerjanya. Sementara itu Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara
jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya
mereka terima. Dalam penelitian ini penulis beracu pada kepuasan kerja menurut Robbins
(2003).
5
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja telah dijelaskan melalui
penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
adalah budaya organisasi (Lund, 2003), komunikasi (Goris,2007), penghargaan (Westover &
Taylor , 2010), dan konflik peran ganda (Nawab & Iqbal, 2013; Bhowon, 2013; Grandey et
all, 2005; Boles, 2001).
Aspek kepuasan kerja
Aspek-aspek kepuasan kerja yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek
kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Deshpande (1985), diantaranya adalah : pekerjaan
itu sendiri (work it self), hubungan dengan atasan (supervision), teman sekerja (workers),
promosi (promotion), dan gaji atau upah (pay).
Konflik Peran Ganda (Work-Family Conflict)
Greenhaus dan Beutell (dalam Lilly dkk. 2006) mendefinisikan konflik peran ganda
(work-family conflict) sebagai suatu bentuk konflik peran dalam diri seseorang yang muncul
karena adanya tekanan peran dari pekerjaan yang bertentangan dengan tekanan peran dari
keluarga. Netemeyer (1996) menggambarkan konflik kerja-keluarga sebagai bentuk konflik
antar peran di mana tuntutan pekerjaan, waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan, dan
ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan mengganggu pelaksanaan tanggung jawab dalam
keluarga. Sebaliknya konflik keluarga-kerja sebagai bentuk konflik antar peran dimana
tuntutan keluarga, waktu yang dihabiskan dalam keluarga, dan ketegangan yang diciptakan
oleh keluarga menganggu pelaksanaan tanggung jawab dalam pekerjaan. Carlson, Kacmar &
William (2000) mendefinisikan konflik peran ganda sebagai terjadinya suatu konflik antar
peran ketika pemenuhan salah satu peran mengganggu peran yang lain, baik itu peran dalam
kehidupan keluarga ataupun pekerjaan. Dalam penelitian ini penulis mengacu pada definisi
yang dikemukakan oleh Carlson, Kacmar, & Williams (2000).
Aspek Konflik peran ganda (Work-Family Conflict)
Greenhaus dan Beutell (1985) konflik peran ganda memiliki sifat dua arah dan
multidimensi. Adapun dua arah yang dimaksud adalah :
a) Konflik pekerjaan-keluarga (WIF) yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab
terhadap pekerjaan mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga.
6
b) Konflik keluarga-pekerjaan (FIW) yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab
terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaan.
Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) multidimensi dari konflik peran ganda dapat
muncul dari masing-masing arah dimana keduanya antara konflik pekerjaan-keluarga dan
konflik keluarga-pekerjaan memiliki masing-masing 3 dimensi, yaitu:
a. Time-based conflict yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang dihabiskan
untuk satu peran membuat sulit untuk berpartisipasi dalam peran lain.
b. Strain-based conflict yaitu konflik yang terjadi karena ketegangan dalam satu
peran mempengaruhi dan mengganggu partisipasi dalam peran lain.
c. Behavior-based conflict yaitu konflik yang terjadi ketika perilaku tertentu yang
diperlukan dalam satu peran tidak sesuai dengan harapan perilaku dalam peran
lain.
Pada penelitian ini penulis menggunakan aspek dari Carlson, Kacmar, & Williams
(2000) yang mengkombinasikan dua arah dan bentuk dari konflik peran ganda sehingga
menghasilkan enam dimensi, yaitu : time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF,
strain-based FIW, behavior-based WIF, dan behavior-based FIW.
METODE PENELITIAN
Partisipan
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT.
BATI yang berjumlah 3.000 orang, yang memiliki tingkat pendidikan rata-rata Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dengan
karakteristik sebagai berikut : sudah menikah dan memiliki anak
Prosedur Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu adalah
pengambilan sampling dengan karakteristik yang sudah ditentukan dengan tujuan tertentu.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini 300 orang karyawan bagian produksi.
Instrumen Alat Ukur
Kepuasan kerja
Untuk mengukur kepuasan kerja digunakan skala kepuasan kerja yang mengacu pada
Deshpande (1985) yang mengukur lima aspek kepuasan kerja yaitu aspek kepuasan terhadap
gaji, seperti : “perusahaan saya memberi gaji lebih tinggi dari perusahaan lain”, kepuasan
7
terhadap promosi,“jika saya bekerja dengan baik maka saya akan dipromosikan”, kepuasan
terhadap rekan kerja, “disaat saya meminta bantuan dengan rekan kerja maka pekerjaan dapat
terselesaikan”, kepuasan terhadap supervisor “supervisor saya memberi dukungan”,
kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri “pekerjaan saya sangat menarik.”
Konflik peran ganda
Untuk mengukur konflik peran ganda digunakan skala konflik peran ganda yang
mengacu pada Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Carlson, Kacmar, & Williams (2000)
dengan mengkombinasikan arah dan bentuk dari konflik peran ganda yang menghasilkan 6
dimensi, yaitu : time-based WIF “pekerjaan saya mengganggu aktivitas yang saya lakukan
bersama keluarga” , time-based FIW “waktu yang saya habiskan untuk tanggung jawab
keluarga sering mengganggu tanggung jawab dalam pekerjaan” , strain-based WIF “saat
pulang kerja saya sering merasa letih untuk melakukan tanggung jawab keluarga”, strain-
based FIW “stres dirumah membuat saya sering disibukkan dengan urusan keluarga saat
ditempat kerja”, behavior-based WIF “cara yang saya gunakan untuk menyelesaikan
masalah dipekerjaan tidak tepat untuk menyelesaikan masalah dirumah”, dan behavior-
based FIW, “perilaku yang saya lakukan dirumah tidak dapat digunakan dipekerjaan”
Uji coba skala psikologis pada penelitian ini menggunakan try out terpakai. Melalui
penghitungan-penghitungan yang dilakukan, maka muncul item-item yang gugur atau tidak
layak untuk digunakan karena korelasi item total dari item-item yang ada tidak mencapai
0,30. Terdapat 4 item yang tidak memenuhi syarat minimal setelah dilakukan dua kali
pengujian pada skala 1, sehingga total item yang dapat digunakan berjumlah 16 item.
Sedangkan pada skala 2 terdapat 2 item yang tidak memenuhi syarat minimal, maka jumlah
item yang baik digunakan pada penelitian ini adalah 16 item. Setelah menyeleksi item-item
yang gugur, kemudian dilakukan penghitungan dengan bantuan Alfa Cornbach untuk
mendapatkan reliabilitas skala yang digunakan sebagai alat ukur. Dari hasil penghitungan
tersebut, didapat hasil reliabilitas skala 1 yaitu kepuasan kerja 0,825 dan skala 2 yaitu konflik
peran ganda sebesar 0,818.
Prosedur pengumpulan data
Penelitian ini dimulai dengan pembuatan skala psikologis. Pembuatan skala
psikologis ini mengalami proses bimbingan yang kemudian menghasilkan dua skala
pengukuran. Skala 1 untuk mengukur variabel Kepuasan Kerja dengan jumlah 20 item.
8
Skala 2 untuk mengukur variabel Konflik Peran Ganda dengan jumlah 18 item. Setelah
proses bimbingan menemui kesepakatan, maka penulis mendapat ijin melakukan penelitian
pada tanggal 21 November 2014. Jumlah skala psikologis yang dibagikan sesuai dengan
populasi penelitian, dikarenakan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu
berjumlah 300 skala psikologis. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 23 November – 3
Desember 2014. Dari 300 skala psikologis yang dibagikan, hanya 291 skala yang diterima
oleh penulis. Hal ini disebabkan enam orang karyawan mangkir dari pekerjaan dan tiga orang
sedang absen. Maka dari itu, jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 291 orang
karyawan PT. BATI bagian produksi. Setelah dilakukan pengambilan data, maka dilakukan
penghitungan reliabilitas dan korelasi antar item, uji asumsi, dan uji hipotesis menggunakan
bantuan program SPSS ver. 17.00.
Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov yang
terdapat pada program SPSS 17.00. Data yang ada dapat dikatakan normal, apabila data
tersebut memiliki nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 atau 5% (p>0,05).
Berdasarkan uji normalitas dengan bantuan program SPSS, maka didapatkan
nilai signifikasi konflik peran ganda sebesar p = 0,100 (p>0,05). Hal tersebut
menunjukan bahwa sebaran data untuk konflik peran memiliki sebaran data yang
berdistribusi normal. Sedangkan untuk nilai signifikasi kepuasan kerja, setelah dilakukan
uji normalitas dengan bantuan SPSS, maka didapatkan hasil sebesar p = 0,077 (p>0,05).
Karena nilai signifikasi yang didapat baik konflik peran ganda dan kepuasan kerja lebih
besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat disimpulkan data yang ada baik konflik peran
ganda dan kepuasan kerja memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas merupakan salah satu prasyarat dalam analisis korelasi, atau
regresi linear. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dua variabel yang sudah
ditetapkan, dalam hal ini satu variabel independen, dan satu variabel dependen memiliki
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Data yang didapat baru dapat
dikatakan linear apabila memiliki taraf signifikasi untuk linearitas lebih besar dari 0,05
(p > 0,05). Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukan bahwa
9
hubungan konflik peran ganda dan kepuasan kerja adalah linear, di peroleh nilai F beda
sebesar 1,468 dengan signifikansi P = 0,054 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan
antara variabel konflik peran ganda dan kepuasan kerja adalah linear.
3. Hasil Analisis Deskriptif
a) Konflik Peran Ganda
Variabel konflik peran ganda mempunyai item valid berjumlah 16 item,
dengan skor berjenjang antara skor 1 hingga skor 4 menurut jenis item, yakni
favorabel dan unfavorabel.
Norma kategoriasasi hasil pengukuran skala konflik peran ganda nampak pada
table berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Skor Konflik Peran Ganda
No Interval Kategori Frekuen
si
%
1 54,4 ≤ x ≤ 64 Sangat Tinggi 2 0,69%
2 44,8 ≤ x < 54,4 Tinggi 29 9,97%
3 35,2 ≤ x < 44,8 Sedang 101 34,70%
4 25,6 ≤ x < 35,2 Rendah 132 45,36%
5 16 ≤ x < 25,6 Sangat Rendah 27 9,28%
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat data dengan kategori sangat rendah
(9,28%), rendah (45,36%), sedang (34,70%), tinggi (9,97%), dan sangat tinggi
sebesar (0,69%). Hal ini berarti konflik peran yang terdapat pada karyawan sangat
beragam, dan bisa dikategorikan secara umum para karyawan memiliki konflik peran
dalam kategori rendah dan sedang.
b) Kepuasan Kerja
Untuk mengukur tinggi rendahnya variabel kepuasan kerja pada karyawan,
akan digunakan 5 buah kategori pengelompokan, yakni sangat baik, baik, sedang,
rendah, dan sangat rendah. Variabel kepuasan kerja memiliki item valid sebanyak 16
item, dengan skor berjenjang antara skor 1 hingga skor 4 berdasarkan jenis item
favorabel dan unfavorabel.
Norma kategoriasasi hasil pengukuran skala kepuasan kerja nampak pada
tabel berikut:
10
Tabel 3.2
Kriteria Skor Kepuasan Kerja
No Interval Kategori Frekuen
si
%
1 54,4 ≤ x ≤ 64 Sangat Tinggi 1 0,34%
2 44,8 ≤ x < 54,4 Tinggi 23 7,91%
3 35,2 ≤ x < 44,8 Sedang 85 29,21%
4 25,6 ≤ x < 35,2 Rendah 148 50,85%
5 16 ≤ x < 25,6 Sangat Rendah 34 11,68%
Bila meninjau data tersebut didapatkan data dengan sangat rendah (11,68%),
rendah (50,85%), sedang (29,21%), tinggi (7,91%), dan sangat tinggi sebesar (0,34%).
Data tersebut juga menunjukan bahwa rata-rata karyawan memiliki kepuasan kerja
dengan kategori rendah.
4. Hasil Uji Korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product momment-Pearson dengan
bantuan SPSS 17.0 didapatkan bahwa korelasi antara kepuasan kerja dengan konflik
peran ganda memiliki nilai koefisien korelasi sebesar -0,018 dan signifikansi sebesar
0.754 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja pada karyawan PT. BATI.
Hasil analisis data dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1
Hasil Uji Korelasi antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja
Correlations
Konflik
Peran
Ganda
Kepuas
an
Kerja
Konflik
Peran
Ganda
Pearson
Correlation 1 -.018
Sig. (2-
tailed)
.754
N 291 291
Kepuasa
n Kerja
Pearson
Correlation -.018 1
Sig. (2-
tailed) .754
N 291 291
11
PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konflik
peran ganda dengan kepuasan kerja. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi
sebesar (r) -0,018 dengan signifikansi 0,754 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa konflik
peran ganda tidak berkorelasi dengan kepuasan kerja karyawan bagian produksi PT. BATI.
Dengan kata lain konflik peran ganda bukan merupakan penentu yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja. Ada beberapa kemungkinan penyebab tidak terdapat korelasi
antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, terdapat faktor lain yang lebih
mempengaruhi kepuasan kerja selain konflik peran ganda seperti penghargaan (Westover &
Taylor, 2010), karyawan yang mendapat penghargaan dari hasil kinerja yang mereka lakukan
akan merasa puas dengan pekerjaannya dan akan berkomitmen terhadap perusahaan. Kedua,
budaya kolektivistik yang terdapat pada negara Indonesia. Masyarakat kolektif cenderung
memiliki hubungan yang lebih dekat dengan anggota keluarga besar dan teman-teman yang
memberikan materi dan dukungan sosial untuk tanggung jawab keluarga (Ishii-Kuntz, 1994),
sehingga masyarakat kolektif yang bekerja mungkin mengalami konflik peran ganda yang
rendah karena menikmati dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga besar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juariyah (2009),
serta Sinacore (2000), dimana hasil penelitiannya juga menemukan bahwa tidak terdapat
hubungan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja. Penelitian ini mengungkapkan
bahwa konflik peran ganda tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Hasil pengkategorisasian menunjukkan bahwa kepuasan kerja karyawan berada pada
kategorisasi rendah. Melalui pengamatan penulis selama proses pengambilan data, hal ini
disebabkan oleh kurangnya penghargaan yang diberikan perusahaan untuk karyawan,
sehingga kepuasan karyawan terhadap pekerjaan menjadi rendah. Sedangkan hasil
pengkategorisasian konflik peran ganda rendah dan sedang kemungkinan disebabkan oleh
pengaturan jadwal shift bekerja pada PT.BATI memiliki tiga pembagian shift dan diatur agar
karyawan tidak selalu mendapatkan shift malam sehingga karyawan dapat menjalankan peran
mereka dalam keluarga.
12
KESIMPULAN & SARAN
Dengan demikian, perusahaan disarankan dapat meningkatkan kepuasan kerja
karyawan dengan memperhatikan kesejahteraan hidup karyawan dan membuka peluang
kenaikan jabatan, pemberian pengahargaan yang lebih besar kepada karyawan yang memiliki
prestasi kerja baik. Bagi karyawan disarankan untuk lebih berkomitmen terhadap pekerjaan
yang dilakukan dan meningkatkan kompetensi diri sehingga prestasi kerja dapat lebih
ditingkatkan. Bagi penelitian selanjutnya, melanjutkan penelitian mengenai kepuasan kerja
dengan mengembangkan variabel lain sehingga terungkap faktor – faktor lain yang
mempengaruhi kepuasan kerja, dapat juga dilakukan penelitian yang sama tetapi subyek yang
berbeda dengan memperhatikan faktor demografi seperti jenis kelamin dan usia anak.
13
Daftar Pustaka
Allen, T. D., Herst, D. E. L., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences associated
with work-to-family conflict: A review and agenda for future research. Journal of
Occupational Health Psychology, 5, 278-308.
Bellavia, G.M. & Frone, M.R. (2005). Work Family Conflict. In Barling, J., Kelloway, F.
Kelvin, & Frone, Michael. R (Eds). Handbook of Work Stress, 113-147. California: Sage
Publication.
Boles, J. S., Howard, W. G., & Donofrio, H. H. (2001), “An investigation into the
interrelationships of work–family conflict, family–work conflict and work satisfaction”,
Journal of Managerial Issues, 13, 376–390.
Calvo-Salguero, A., Carrasco-Gonzalez, A.M., & Salinas Martinez, L.J.M. (2010).
Relationship between work-family conflict and job satisfaction: The moderating effect of
gender and the salience of family and work roles. African Journal of Business Management,
4(7), 1247-1259.
Carlson, D.S., Kacmar, K.M. & William, L.J. (2000). Construction and Initial Validation of
Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behaviour,
56(2), 249-276.
Choi, H. & Kim, Y. (2012). Work family conflict, work family facilitiation, and job
outcomes in the korean hotel industry. International Journal of Contemporary Hospitality
Management, 24(7), 1011-1028.
Desphande, S.P. (1996). Journal of Bussines Ethics, 15, 655-660.
Duxburry, L.E. & C.A. Higgins, (1991). Gender Differences in WFC. Journal of Applied
Psychology, 76(1),60-74.
Fraser, Mira,S. & Kumar, E.S. (1985). Entrepreneurial Recourcefulnes: A Proximal
Conceptualization of Entrepreneurial Behavior. The Journal of Entrepreneurship, 9(2), 135-
154.
Frone, M.R.. Yardley, J.K., & Markel, K.S. (1997). Developing and Testing an Integrative
Model of Work-Family Interface. Journal of Applied Psychology, 77(1), 65-78.
14
Goris, J.R., (2007). effects of satisfaction with communication on the relationship between
individual-jobcongruence and job performance/satisfaction. Journal of Management
Development. 26(8), 737-752.
Grandey, A.A., Bryanne, L.C., & Ann, C.C. (2005). A longitudinal and multi-source test of
the work-family conf lict and job satisfaction relationship. Journal of Occupational and
Organizational Psychology, 78, 305-323.
Greenhaus, J.H. & Beutell, N.J. (1985). Sources of Conflict Between Work and Familly
Roles. Academy of Management Review, 10, 76-88.
Gregory, M., James, A., & Neville, K. (2002). Job satisfaction and organizational citizenship
behaviour. Journal of Managerial Psychology, 17(4), 287-297.
Gutek, B.A., Searle, S., & Klepa, L. (1991). Rational versus gender role explanation for work
family conflict. Journal of Applied Psychology, 10(1), 76-88.
Haines, V.Y., Marchand, A., Rousseau, V., & Demers, A. (2008). The mediating role of
work-to-family conflict in the relationship between shiftwork and depression. Journal Work
and Stress. 22(4), 341-356.
Handoko, H. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Jogja.
Jamal, M. (2004). Burnout, stress and health of employees on non-standard work schedules:
A study of Canadian Workers. Stress and Health, 20, 113-119.
Juariyah. (2006). Analisis Pengaruh Work-Family Balance dan Program Family Friendly
terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal BENEFIT, 10(1), 1-10.
Karimi, Leila. (2009). Do female and male employees in Iran Experience Similar Work-
Family Interference, job and Life satisfaction?.
Lambert, E. G., Hogan, N. L., & Barton, S.M., The impact of job satisfaction on turnover
intent: a test of a structural measurement model using a national sample of workers. Social
Science Journal, 38 (2), 233-250.
Lee, J,. S,. K,. and Choo, S,. L,. (2001). Rational versus gender role explanation for work
family conflict. Journal of Applied Psychology, 10(1), 76-88
15
Lilly, J.D., & Duffy, J.A. (2006). A gender-sensitive study of McClelland's needs, stress,and
turnover intent with work-family conflict. Women in Management Review, 21(8), 662-680
Lund, D. (2003). Organizational culture and job satisfaction. Journal of Business & Industrial
Marketing, 18, 219-236
Namasivayam, K. & Mount, D. (2004). The Relationship of Work Family Conflict and
Family Work Conflict to Job Satisfaction. Journal Of Hospitality and Tourism, 28(2), 242-
250.
Nieva, M., & Gutek, J. (2004). Work role expectations and work family conflict: gender
differences in emotional exhaustion. Women in Management Review, 19 (7), 373-378
Rathi, N. & Barath, M. (2013). Work-family conflict and job and family satisfaction:
Moderating effect of social support among police personnel. Equality, Diversity and
Inclusion: An International Journal, 32(4), 438 – 454
Robins, S.P. & Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta:Salemba Empat.
Schwab, K. (2011). The global competitiveness report. Gnewa: World Economic Forum
Sinacore, A. & Akcali, O. (2000). Men in families : Job satisfaction and self esteem. Journal
of Career Development, 27 (1), 1-13.
Spector, P.E. (1996). Industrial and organizational psychology, Research and practice. USA:
John Wiley & Sons,Inc.
Suma, S & Leisha, J (2013), Job Satisfaction and Organizational Commitment : The Case of
Shkodra Municipality. European Scientific Journal, 9 (17), 41-51.
Voydanoff, P. (1998). Work Role Characteristic, Family Structure Demands, and
Work/Family Conflict. Journal Of Marriadge and the Family, 50, 749-761.
Wang, P., Lawler, J.J., & Shi, K. (2010). Work-Family Conflict, Self Efficacy, Job
Satisfaction, and Gender : Evidences From Asia. Journal of Leadership & Organizational
Studies, 17 ( 3), 298-308.
16
Westover, J.H & Taylor, J, 2010.International differences in job satisfaction : the effect of
public service motivation,reward and work relations. International Journal of Productivty
and Perfomance Management, 59 (8), 811-828
Wijono, S. (2012). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Yousef, D.A. (2002). Job Satisfaction as a mediator of the relationship between role stressors
and organizational commitment. Journal of Managerial Psychology, 17(4), 250-266.
Judge, T. A., Thoresen, C. J., Bono, J. E., & Patton, G. K. (2001). The job satisfaction-job
performance relationship: A qualitative and quantitative review. Psychological Bulletin,
127(3), 376-407.
Ivancevich. (2003). Dealing with employee absenteeism. Management Services, 47(12).