Leaflet Happy Tummy Council - Peran Ayah dalam Pengasuhan Mengoptimalkan Perkembangan Kognitif Anak
Hubungan Antara Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan ......HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM...
Transcript of Hubungan Antara Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan ......HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM...
-
HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN
DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA
ANAK PEREMPUAN
OLEH
RENITA SEKAR UTAMI
802011034
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
-
HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN
DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA MUDA
ANAK PEREMPUAN
Renita Sekar Utami
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
-
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan
antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penelitian ini dilakukan di Fakultas
Psikologi UKSW dengan subjek para mahasiswi angkatan aktif dan masih tinggal dengan
orang tua mereka. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik snowball.
Selanjutnya sampel berjumlah 70 orang mahasiswi yang memenuhi syarat yang diajukan
oleh peneliti. Untuk mengukur keterlibatan ayah berdasarkan teori dari Lamb, Pleck,
Charnov dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012). Sementara untuk mengukur
psychological well-being berdasarkan teori dari Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995). Dari
penelitian ini diperoleh korelasi sebesar rit = 0,221 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukan
adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dengan
psychologycal well-being pada mahasisiwi Faklutas Psikologi UKSW Salatiga.
Kata kunci: Keterlibatan ayah, Psychological well-being
-
ii
Abstact
The objective of the study is to observe the corelation between Father involment with
psychological well-being among students of the Faculty of Psychology Christian
University Satya Salatiga. This research was conducted at the Faculty of Psychology
SWCU with the subject of the student active forces and still live with their parents. The
sample of the research use snowball sampling. Subsequently the samples were 70 female
students who meet the conditions proposed by researchers. To measure the involvement
of the father based on the theory of Lamb, Pleck, Charnov and Levine (in Allgood, Troy
and Camille, 2012). Meanwhile, to measure psychological well-being based on the theory
of Ryff (in Ryff & Keyes, 1995). The result of the study shows that correlation value rit
= 0,221 (p > 0,05). It means that there is a positive correlation between fathers
involvement with psychologycal well-being on a students of the Faculty of Psychology
UKSW Salatiga.
Key Words: Fathers Involvement, Psychologycal Well-bein
-
1
Pendahuluan
Masa dewasa muda adalah permulaan dari tahap baru dalam kehidupan. Masa ini
merupakan tanda bahwa telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian
dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menemukan kedudukan dirinya dalam
kehidupan (Turner & Helms, 1995). Dewasa muda adalah jenjang usia di mana tahap
perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi
dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, pencapaian
karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya.
Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar
pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia, Olds & Feldman, 2004). Pencapaian
karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika individu
memiliki nilai psychological well-being yang tinggi (Carnelley, Pietromonaco & Jaffe,
1994)
Demikian pula yang terjadi pada mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan
beberapa mahasiswi mereka perpendapat mereka lebih baik dalam menghadapi masalah,
baik dalam perkuliahan maupun dalam pergaulan karena mereka selalu belajar tentang
psikologi dan mulai menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sehingga mereka merasa
tidak terlalu masalah dengan kesulian yang mereka hadapi karena mereka merasa mereka
memilki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dibandingkan mahasiswa yang tidak
mengambil jurusan psikologi.
Menurut Corsini (2002), pengertian psychological well-being adalah suatu
keadaan subyektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self esteem, dan kepuasan dalam
-
2
hidup. Sedangkan menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis (psychological well-
being) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-
masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai
kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance),
pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya
bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif
dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur
kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan
kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Umumnya, well-being
berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer &
Roodin, 2003).
Mirowsky dan Ross (1999) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi
psychological well being seseorang adalah asuhan dari orang tua. Ryff & Keyes (dalam
Ryff & Keyes, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga terlebih orang
tua dapat meningkatkan psychological well being pada anak. Apa yang penting bagi anak-
anak dalam jangka panjang dan apa yang mempengaruhi perilaku anak pada saat ini
adalah kontribusi dari orang tua mereka (Finley & Schwartz, 2004). Orang tua terdiri dari
ayah dan ibu. Sosok ibu sering dianggap berperan penting dalam pengasuhan. Namun,
sekarang ini sosok ayah juga dinilai sangat penting dalam pengasuhan anak. Hal tersebut
bukan saja karena munculnya gerakan feminisme tetapi karena kesadaran bahwa
keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif bagi perkembangan
anak (Dagun, 1990).
Van Wel, Linssen, & Abma (2000) melaporkan bahwa kedekatan antara ayah
dan anak-anak mereka berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis anak, baik
-
3
secara langsung dari waktu ke waktu. Allen dan Daly (2007) mengemukakan bahwa
“keterlibatan ayah” ini lebih dari sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-
anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, terlihat dari
dekat dan nyamannya serta dapat memahami dan menerima anak-anak mereka. Peneliti
berpendapat peran ayah juga cukup penting untuk terlibat dalam pengasuhan anak.
Namun, kesadaran ayah untuk berperan dalam pengasuhan terhadap anak-anak mereka
sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran akan pengasuhan pada ibu (Pleck &
Hofferth, 2008).
Sebuah penelitian longitudinal pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar menemukan
adanya tingkat agresi yang lebih tinggi pada anak yang hanya tinggal dengan ibu
(Osborne & McLanahan, 2007). Demikian pula dengan well-being pada anak. Selain
pendidikan, ternyata kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran ayah
mendampingi anaknya sedini mungkin. Penelitian serupa pada anak-anak yang tidak
tinggal dengan ayah dan ibunya akan berujung pada penyalahgunaan obat-obatan,
pengunaan obat-obatan salah satu bentuk memilki nilai psychological well being yang
rendah (Hemovich, Vanessa & William, 2009). Hal tersebut menegaskan peran ayah
secara utuh.
Hasil penelitian yang dilakukan Videon (dalam Amalia, 2005) tentang peran
ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan
remaja terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan
remaja dalam pendidikan dan keterampilan sosial. Keterlibatan ayah dalam kehidupan
remaja akan mempengaruhi mereka dalam hubungannya dengan teman sebaya dan
prestasi di sekolah, serta membantu remaja dalam mengembangkan pengendalian dan
penyesuaian diri dalam lingkungannya. Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses
-
4
perkembangan remaja dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada
remaja akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan, dan memiliki rasa percaya diri
sehingga proses perkembangan remaja tersebut berjalan dengan baik, sehingga dapat
memilki psychological well being yang tinggi.
Banyak literatur yang sering merendahkan pentingnya peran ayah pada
pengembangan anak perempuan, terutama bila dibandingkan dengan hubungan ibu dan
anak perempuan (Pleck & Hofferth, 2008). Menurut Secunda (1992) ayah dapat
memiliki dampak besar pada perkembangan anak-anak perempuan, namun, dari semua
ikatan keluarga, hubungan ayah dan anak perempuan adalah yang paling dipahami dan
paling dipelajari,beberapa orang lain telah mencatat pengamatan serupa (Allgood, Troy
& Camille, 2012). Dalam sebuah penelitian pengaruh positif tentang hubungan ayah dan
putrinya, akan mempengaruhi harga diri pada putrinya (Liu, 2008). Van Wel, Linssen,
& Abma, (2000) menyebutkan, meskipun teman-teman dan hubungan kencan menjadi
semakin berpengaruh sepanjang masa remaja, Van Wel dkk (2000) menegaskan bahwa
hubungan orang tua dan anak tetap penting untuk kesejahteraan anak. Mungkin faktor
lain untuk mengabaikan hubungan anak perempuan dan ayah, dalam gagasan lama bahwa
ayah memainkan peran penting dalam pengembangan anak laki-laki daripada anak
perempuan (Morgan, Wilcoxon, & Satcher, 2003). Meskipun penelitian perkembangan
menunjukkan bahwa ayah biasanya kurang terlibat dengan anak perempuan mereka dari
pada anak laki-laki mereka, kualitas pengasuhan anak-anak dari kedua jenis kelamin
terima dari ayah mereka dapat memiliki implikasi psikologis jangka panjang (Van Wel
dkk, 2000).
Dari paparan di atas menunjukan peran dan keterlibadan ayah dalam pengasuhan
terhadap putinya sangat penting bagi perkembangan anak tersebut, baik di masa sekarang
-
5
atau di masa depan. Kondisi kesejahteraan psikologis juga penting bagi anak dapat
bergaul dan memahami sekitarnya. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah
ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological
well-being pada anak perempuan pada masa dewasa awal. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam
pengasuhan dengan psychological well-being pada anak anak perempuan pada masa
dewasa muda. Manfaat penelitian ini yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi psikologi dan pemahaman bagi para ayah untuk lebih terlibat dalam
pengasuhan anaknya.
TINJAUAN PUSTAKA
Psychological Well-being
Definisi psychological well being menggunakan definisi dari Ryff (1989),
penggagas teori psychological well being yang selanjutnya disingkat dengan PWB
menjelaskan istilah PWB sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang
dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa
adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain,
menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus
bertumbuh secara personal.
Dimensi Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being)
Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) mencoba merumuskan pengertian kesejahteraan
psikologis (psychological well-being) dengan mengintegrasikan teori-teori dari psikologi
perkembangan, psikologi klinis, dan teori kesehatan mental. Kesejahteraan psikologis
-
6
(psychological well-being) hanya dapat dipahami secara menyeluruh dan masing-masing
dimensi tidak berdiri sendiri, ada interdependensinya dan sama-sama memberikan
sumbangan penting terhadap kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995). Berikut
penjelasan dari masing-masing dimensi kesejahteraan psikologis (psychological well-
being):
a. Penerimaan diri (self-acceprance)
Penerimaan diri ditunjukan pada individu yang mengevaluasi secara positif
terhadap dirinya yang sekarang maupun dirinya dimasa lalu. Individu dalam hal ini
dapat mempertahankan sikap-sikap positifnya dan sadar akan keterbatasan yang
dimilki. Dengan kata lain, seseorang yang mampu menerima dirinya adalah orang
yang memiliki kapasitas untuk mengetahui dan menerima kekeurangan serta
kelemahan dirinya dan ini merupakan salah satu karakteristik dari fungsi secara
psikologis.
b. Hubungan positif dengan orang lain ( positif relation with orther)
Individu ini mampu untuk mengelola hubungan interpersonal secara emosional
dan adanya kepercayaan satu sama lain sehingga merasa nyaman. Selain itu adanya
hubungan positif dengan orang lain juga ditandai dengan memiliki kedekatan yang
berarti dengan orang yang tepat (significant others).
c. Kemandirian (autonomy)
Kemandirian adalah kemampuan, melakukan dan mengarahkan perilaku secara
sadar dan mempertimbangkan positif dan negatifnya sehingga dapat memutuskan
dengan tegas dan penuh kenyakinan diri. Individu yang mampu melakukan
aktualisasi diri dan berfungsi penuh memilki keyakinan dan kemandirian, sehingga
dapat prestasi yang memuaskan.
-
7
d. Penguasaan terhadap lingkungan ( environmental mastery)
Hal ini sangatlah berpengaruh pada kehidupan eksternal tiap individu dimana
faktor eksternal adalah sesuatu hal yang dapat merubah sebagian aspek kehidupan
individu. Sehingga adanya kapasitas untuk mengatur kehidupan yang efektif dan
lingkungan sekitar. Hal ini berarti memodifikasi lingkungan agar dapat kebutuhan
dan tuntutan-tuntutan dalam hidupnya.
e. Tujuan hidup ( Purpose in life) \
Keberhasilan dalam menemukan makna dan tujuan diberbagai usaha dan
kesempatan dapat diartikan sebagai individu yang memilki tujuan dalam hidupnya.
Individu tersebut memilki tujuan dan keyakinan bahwa hidupnya berarti. Dalam
pengertian kematangan juga menekankan adanya pembahasan akan hidup, perasaan
terarah dan adanya pemahaman akan tujuan hidup, perasaan terah dan adanya suatu
maksud dalam hidupnya.
f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Berfungsi aspek psikologi yang optimal mensyaratkan tidak hanya seorang
terebut mencapai suatu karakteristik yang telah diciptakan sebelumnya, namun juga
adanya keberlanjutan dan pengembangan akan potensi yang dimilki, unuk tumbuh
dan terus berkembang sebagai yang berkualitas. Kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri sendiri dan merealisasikan potensi yang dimilkinya adalah
merupakan pusat dari sudut pandang klinis mengenai pertumbuhan pribadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being
a. Usia
Ryff dan Keyes (1995), menjelaskan bahwa terdapat perbedaan tingkat
psychological well-being didasarkan pada perbedaaan usia, perbedaan usia ini
-
8
terbagi tiga fase kehidupan dewasa muda, dewasa madya dan dewasa akhir.
Individu-individu yang berada pada masa dewasa madya dapat menunjukkan
psychological well-being yang lebih dibandingkan mereka yang berada di masa
dewasa awal dan dewasa akhir pada beberapa dimensi dari psychological well-
being.
Ryff dan Keyes (1995), menemukan bahwa dimensi penguasaan
lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya
usia, terutama dari dewasa muda hingga dewasa madya. Sedangkan dimensi
tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi memperlihatkan penurunan seiring
pertambahan usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga
dewasa akhir. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam dimensi
penerimaan diri selama usia dewasa muda hingga akhir.
b. Jenis Kelamin
Wanita cenderung lebih memiliki psychological well-being dibandingkan
laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi
koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan, dimana wanita
memilki kemampuan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki (Ryff,
1989).
c. Status Sosial Ekonomi
Penelitian Ryff dan Keyes (1995), menjelaskan bahwa status sosial
ekonomi yang meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan
keberhasialan pekerjaan memberikan pengaruh tersendiri pada psychological
well-being, dimana individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
memilki pekerjaan yang baik akan menunjukkan tingka psychological well-being.
-
9
Ryff (1995) juga menyebutkan bahwa status ekonomi berhubungan dengan
dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan akan lingkungan dan
pertumbuhan pribadi.
d. Dukungan Sosial
Dukungan sosial termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi
psychological well-being seseorang. Dukungan sosial atau jaringan sosial
berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam
pertemuan-pertemuan atau organisasi dan dengan siapa kontak sosial dilakukan
(Ryff, 1989).
e. Religiusitas
Ryff (1989) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara ketaatan
beragama (religiosity) dengan psychological well-being. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa individu dengan religiusitas yang kuat menunjukkan
tingkat psychological well-being yang lebih tinggi dan lebih sedikiti mengalami
pengalaman traumatik.
f. Kepribadian
Ryff dan Keyes (1995), telah melakukan penelitian mengenai hubungan
antara 5 tipe kepribadian ( the big five theory) dengan dimensi-dimensi
psychologycal well-being. Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang termasuk
dalam katagori ekstraversion, conscientiousness dan low neouroticism
mempunyai skor tinggi pada dimensi penerimaan diri, individu yang termasuk
dalam katagori agreeableness dan ekstraversion mempunyai skor tinggi pada
dimensi hubungan positif dengan orang lain dan individu yang termasuk katagori
low neuriticism mempunyai skor tinggi pada dimensi autonomy.
-
10
Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak
Andayani dan Koentjoro (2007) mendefinisikan keterlibatan berarti mengandung
partisipasi aktif dan inisiatif. Seorang ayah dikatakan terlibat dalam pengasuhan jika ayah
memiliki inisiatif untuk menjalin hubungan dengan anak dan memanfaatkan semua
sumber daya yang ada baik fisik, kognisi, dan afeksinya. Allen dan Daly (2007)
mengemukakan bahwa konsep keterlibatan ayah lebih dari sekedar melakukan interaksi
yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-
anak mereka, terlihat dekat dan nyaman, hubungan ayah dan anak yang kaya, dan dapat
memahami dan menerima anak-anak mereka. Pengasuhan dengan ciri-ciri tersebut
melibatkan kemampuan untuk memahami kondisi dan kebutuhan anak, kemampuan
untuk memilih respon yang paling tepat, baik secara emosional, afektif, maupun
instrumental. Monks, Knoers dan Hadiyanto (2006) menyatakan keterlibatan ayah adalah
seberapa baik ayah menjalankan perannya yang terkategorisasikan dalam beberapa cara
pengasuhan meliputi penerapan disiplin dan tanggung jawab, dukungan terhadap sekolah,
pemenuhan waktu dan berdialog bersama, memberikan pujian dan kasih sayang,
mengembangkan potensi atau bakat dan memperhatikan masa depan, pengasuhan ayah
dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar
bagaimana anak melihat dirinya dan lingkungannya. Berdasarkan paparan di atas,
penelitian ini menggunakan definisi keterlibatan ayah dari Monks, Knoers dan Haditono
( 2006) karena definisi tersebut mencakup aspek-aspek keterlibatan ayah yang
dikemukakan oleh Lamb, Pleck, Charnov, & Levine (dalam Allgood, Troy & Camille,
2012) yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini.
-
11
Definisi keterlibatan ayah memakai definisi dari Monks dkk (2006) menyatakan
keterlibatan ayah adalah seberapa baik ayah menjalankan perannya yang
terkategorisasikan dalam beberapa cara pengasuhan meliputi penerapan disiplin dan
tanggung jawab, dukungan terhadap sekolah, pemenuhan waktu dan berdialog bersama,
memberikan pujian dan kasih sayang, mengembangkan potensi atau bakat dan
memperhatikan masa depan, pengasuhan ayah dalam memberikan kasih sayang dan cara
mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat dirinya dan
lingkungannya.
Aspek-Aspek Keterlibatan Ayah
Lamb, Pleck, Charnov, dan Levine (dalam Allgood, Troy & Camille, 2012)
memperkenalkan dimensi keterlibatan ayah terdiri dari:
a. Paternal engagement
Paternal engagement yaitu keterlibatan ayah yang mencakup interaksi langsung
dengan anak yang di dalamnya terdapat kehangatan dalam berinteraksi dengan anak.
b. Paternal accessibility
Paternal accessibility yaitu keberadaan ayah untuk anak dan kemudahan anak
untuk menghubungi ayah.
c. Paternal responsibility
Paternal responsibility yaitu mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak.
Aspek-aspek diatas akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini.
-
12
Manfaat keterlibatan ayah dalam pengasuhan
Definisi perilaku pengasuhan, secara lebih rinci dijelaskan oleh Lamb (1981)
yaitu ayah dan ibu menimbulkan interaksi yang berbeda sejak kehidupan awal si anak.
Pada masa bayi ayah berinteraksi dalam memberi stimulasi fisik dan mengajak bermain,
sementara ibu pada permainan umum dan utamanya bertanggung jawab untuk merawat.
Dalam situs Keluarga.com (2013), keterlibatan ayah dalam pengasuhan ternyata
memberi dampak positif pada anak yaitu ikatan ayah dan anak akan memberikan warna
tersendiri dalam pembentukan karakter anak. Ayah membantu anak bersifat tegar,
kompetitif, menyukai tantangan dan senang bereksplorasi. Ikatan ayah dan anak juga
mampu meningkatkan kemampuan adaptasi anak, anak menjadi tidak mudah stress atau
frustasi sehingga lebih berani mencoba hal-hal disekelilingnya. Adapula pendapat dari
Sarkadi pada tahun 2008, dari Department of Women's and Children's Health di Uppsala
University, Swedia, yang dilansir dalam sciencedaily (2008) menyebutkan, Kajian
terperinci yang penelitiannya berlangsung selama 20 tahun menunjukkan bahwa secara
keseluruhan, anak-anak menuai manfaat positif jika mereka memiliki keterlibatan aktif
dan teratur dengan seorang sosok ayah. Berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa
anak-anak yang memiliki sosok ayah yang terlibat secara positif cenderung untuk tidak
merokok dan terlibat masalah dengan polisi, mencapai tingkat pendidikan yang lebih baik
dan mengembangkan persahabatan yang baik dengan anak-anak dari kedua jenis kelamin.
Manfaat jangka panjang mencakup wanita yang memiliki hubungan yang lebih baik
dengan pasangan mereka dan rasa kesejahteraan mental dan jasmani yang lebih besar
pada usia 33 tahun jika mereka memiliki hubungan baik dengan ayah mereka ketika
berusia 16 tahun.
-
13
Menurut Flouri (dalam Allen & Daly, 2007) keterlibatan ayah dalam kehidupan
anak berkorelasi positif dengan kepuasan hidup anak, kebahagiaan dan rendahnya
pengalaman depresi menurut Formoso (dalam Allen & Daly, 2007). Menurut Veneziano
(dalam Allen & Daly, 2007) Penerimaan ayah secara signifikan mempengaruhi
penyesuaian diri remaja, salah satu faktor yang memainkan peranan penting bagi
pembentukan konsep diri dan harga diri (Culp, Schandle, Robinson & Culp, 2000).
Secara keseluruhan kehangatan yang ditunjukkan oleh ayah akan berpengaruh besar
bagi kesehatan dan kesejahteraan psikologis anak, dan meminimalkan masalah
perilaku yang terjadi pada anak (Rohner &Veneziano,2001).
Hubungan keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan psychological well-being
pada masa dewasa muda
Masa dewasa muda adalah permulaan dari tahap baru dalam kehidupan. Masa ini
merupakan tanda bahwa telah tiba saat bagi individu untuk dapat mengambil bagian
dalam tujuan hidup yang telah dipilih dan menemukan kedudukan dirinya dalam
kehidupan (Turner & Helms, 1995). Dewasa muda adalah jenjang usia di mana tahap
perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi
dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, pencapaian
karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh ke depan, dan sebagainya.
Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar
pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia, Olds & Feldman, 2004). Pencapaian
karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika individu
memilki nilai psychological well being yang tinggi (Carnelley, Pietromonaco & Jaffe,
1994).
-
14
Menurut Corsini (2002), pengertian psychological well-being adalah suatu
keadaan subyektif yang baik, termasuk kebahagiaan, self esteem, dan kepuasan dalam
hidup. Sedangkan menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis (psychological well-
being) adalah suatu kondisi seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-
masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai
kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance),
pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya
bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif
dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur
kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan
kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Umumnya, well-being
berhubungan dengan hubungan personal, interaksi sosial, dan kepuasan hidup (Hoyer &
Roodin, 2003).
Mirowsky dan Ross (1999) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi
psychological well being seseorang adalah asuhan dari orang tua. Ryff & Keyes (dalam
Ryff & Keyes, 1995) menyebutkan bahwa dukungan sosial dari keluarga terlebih orang
tua dapat meningkatkan psychological well being pada anak. Apa yang penting bagi anak-
anak dalam jangka panjang dan apa yang mempengaruhi perilaku anak pada saat ini
adalah kontribusi dari orang tua mereka (Finley & Schwartz, 2004). Orang tua terdiri dari
ayah dan ibu. Sosok ibu sering dianggap berperan penting dalam pengasuhan. Namun,
sekarang ini sosok ayah juga dinilai sangat penting dalam pengasuhan anak. Hal tersebut
bukan saja karena munculnya gerakan feminisme tetapi karena kesadaran bahwa
keterlibatan ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif bagi perkembangan
anak (Dagun, 1990).
-
15
Van Wel dkk (2000) melaporkan bahwa kedekatan antara ayah dan anak-anak
mereka berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis anak, baik secara langsung
dari waktu ke waktu. Keterlibatan ayah dengan anak memiliki hubungan yang positif
dengan kepuasan hidup dan rendahnya tingkat depresi pada anak ( Formoso, Gonzales,
Barrera, & Dumka, 2007). Pada dewasa muda keterlibatan ayah memiliki dampak yang
baik pada fungsi psikologisnya (Schwartz & Finley, 2006). Allen dan Daly (2007)
mengemukakan bahwa “keterlibatan ayah” ini lebih dari sekedar melakukan interaksi
yang positif dengan anak-anak mereka, tetapi juga memperhatikan perkembangan anak-
anak mereka, terlihat dari dekat dan nyamannya serta dapat memahami dan menerima
anak-anak mereka. Ayah yang terlibat dalam pengasuhan pada anak-anaknya membuat
anak memiliki problem solving yang tinggi, dapat beradaptasi dengan baik, lebih ceria,
dan membuat anak lebih aktif dalam bermain dengan sebaya (Biller, 1993). Peneliti
berpendapat peran ayah juga cukup penting untuk terlibat dalam pengasuhan anak.
Namun, kesadaran ayah untuk berperan dalam pengasuhan terhadap anak-anak mereka
sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran akan pengasuhan pada ibu (Pleck &
Masciadrelli, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan Videon (dalam Amalia, 2005) tentang peran
ayah dalam kehidupan remaja menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam kehidupan
remaja terutama dalam pendidikan dan pergaulannya akan meningkatkan kemampuan
remaja dalam pendidikan dan keterampilan sosial. Keterlibatan ayah dalam kehidupan
remaja akan mempengaruhi mereka dalam hubungannya dengan teman sebaya dan
prestasi di sekolah, serta membantu remaja dalam mengembangkan pengendalian dan
penyesuaian diri dalam lingkungannya. Keterlibatan ayah sangat mempengaruhi proses
perkembangan remaja dimana ayah yang memberikan perhatian dan dukungan pada
-
16
remaja akan memberikan perasaan diterima, diperhatikan, dan memiliki rasa percaya diri
sehingga proses perkembangan remaja tersebut berjalan dengan baik.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan positif signifikan antara keterlibatan
ayah dengan pyschological well being pada masa dewasa muda anak perempuannya.
Makin tinggi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, maka makin tinggi nilai psychological
well being pada masa dewasa muda anak perempuan.
METODOLOGI PENELITIAN
Variable Penelitian
Variabel X: Keterlibatan ayah
Variabel Y : Psychological well being
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, subyek yang dilibatkan adalah wanita yang masih
menempuh pendidikan strata satu, yang berumur 18-21 tahun (Fulmer, 2005). Subjek
penelitian dilakukan pada mahasiswi psikologi angkatan 2011-2014 dengan kriteria
masih memilki orang tua kandung yang lengkap (dalam artian memilki ayah dan ibu),
serta masih tinggal dengan orangtua sampai saat ini ( dalam artian yang tidak kost di
Salatiga).
Sampel Penelitian dan metode sampling
Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswi angkatan 2011-2014
yang berkuliah di fakultas Psikologi UKSW, di pilihnya populasi tersebut karena populasi
-
17
tersebut dirasa memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Metode yang digunakan
dalam menyebar kuesioner dengan menggunakan metode snowball, yaitu adalah teknik
penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam
penentuan sampel, pertama-tama dipilih orang-orang yang memenuhi kriteria, lalu orang-
orang tersebut memberikan referensi mengenai orang lain yang juga memiliki kriteria
yang sesuai dengan penelitian.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu korelasi peran keterlibatan ayah dalam
pengasuhan terhadap psychological well-being pada anak perempuan pada masa dewasa
muda.
Pengukuran
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuesioner. Dalam skala ini subjek diminta untuk merespon sejumlah pertanyaan yang
sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk menggungkapkan hal-hal yang
sedang diteliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan bantuan SPSS versi 16.0.
Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keterlibatan ayah
dan skala psychological well being. Dalam hal ini yang diukur adalah presepsi anak
terhadap keterlibatan ayah mereka dalam pengasuhan.
-
18
1. Skala keterlibatan ayah
Aspek-aspek keterlibatan ayah disusun oleh penulis berdasarkan dimensi-
dimensi keterlibatan ayah menurut Lamb, Pleck, Charnov, dan Levine (dalam
Allgood, Troy & Camille, 2012) yang terdiri dari paternal engagement, paternal
accessibility, dan paternal responsibility. Keterlibatan ayah dengan skala Likert
yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS
(Tidak Sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Pada item Favorable, jawaban
SS diberikan skor 4, jawaban S diberikan skor 3, jawaban TS diberikan skor 2,
dan jawaban STS diberikan skor 1. Penyekoran pada item-item unfavorable
merupakan kebalikan dari penyekoraan item-item favorable yaitu jawaban STS
diberikan skor 4, jawaban TS diberikan skor 3, jawaban S diberikan skor 2,
jawaban STS diberikan skor 1. Dalam hal ini peneliti menggunakan try out
terpakai. Saat penelitian dilakukan peneliti mendapatkan 70 responden untuk
mengisi angket. Setelah melakukan penelitian didapatkan realiabel sebesar 0,904,
menurut Aswar (2000) jika realibilitas antara 0.8 < α < 0.9 dikatagorikan bagus.
Dari 18 item yang diujikan tidak ada item yang gugur. Nilai r hitung item total
correlation bergerak antara 0,366-0,678.
2. Skala psychological well being
Skala Psychological well-being berdasarkan skala yang disusun oleh Ryff
(1989) yang terdiri kemampuan individu untuk menerima dirinya apa adanya
(self-acceptance). Membutuhkan hubungan hangat dengan orang lain (positive
relation with other). Memiliki kemandirian dalam menghadapi tekanan sosial
(autonomy), mengontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), memilki
tujuan dalam hidupnya (purpose in life), serta mampu merealisasikan potensi
-
19
dirinya secara continue ( personal growth). Skala psychological well being
memilki 42 dan dengan menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat
kategori jawaban yaitu, SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan
STS (Sangat Tidak Sesuai). Pada item Favorable, jawaban SS diberikan skor 4,
jawaban S diberikan skor 3, jawaban TS diberikan skor 2, dan jawaban STS
diberikan skor 1. Penyekoran pada item-item unfavorable merupakan kebalikan
dari penyekoraan item-item favorable yaitu jawaban STS diberikan skor 4,
jawaban TS diberikan skor 3, jawaban S diberikan skor 2, jawaban STS diberikan
skor 1. Dalam hal ini peneliti memakai try out terpakai. Saat penelitian dilakukan
peneliti mendapatkan 70 responden untuk mengisi angket. Setelah melakukan
penelitian didapatkan realiabel sebesar 0, 856 menurut Aswar (2000) jika
realibilitas antara 0.8 < α < 0.9 dikatagorikan bagus. Dari 42 item yang diujikan
terdapat 10 item yang gugur dan 32 item yang valid. Nilai r hitung item total
correlation bergerak antara 0,215-0,591.
HASIL
Analisis Deskriptif
Analisa deskriptif dilakukan untuk melihat hasil penelitian berdasarkan rata-rata
(mean), standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka didapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut:
a. Keterlibatan ayah
Berdasarkan angket Keterlibatan ayah ada 18 item valid. Berdasarkan hasil
analisa dari angket keterlibatan ayah didapat skor tertinggi adalah 71 dan skor terendah
adalah 26.
-
20
Tabel 4.1
Interval keterlibatan ayah
No Interval Katagori Mean F Presentase
1. 18 ≤ x < 27 Sangat rendah 1 1,4 %
2. 27 ≤ x < 36 Rendah 4 5,7 %
3. 36 ≤ x < 54 Sedang 50,79 44 62.9 %
4. 54 ≤ x < 63 Tinggi 16 22,9 %
5. 63 ≤ x ≤ 72 Sangat Tinggi 5 7,1 %
Jumlah 70 100%
SD = 8,363 Min = 26 Max = 71
x: skor keterlibatan ayah
Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebanyak 5 mahasiswa beranggapan bahwa
mereka tumbuh dan berkembang tidak merasakan secara langsung keterlibatan ayah
dalam pengasuhan. Lalu ada 44 mahasiswi yang merasa bahwa ayah mereka cukup
berperan dalam pengasuhan. Sedangkan sebanyak 21 mahasiswa menganggap mereka
merasakan keterlibatan ayah dalam pengasuhan selama ini. Keterlibatan ayah pada
mahasiswi fakultas psikologi UKSW memiiki rata-rata 50,79 dan tergolong Sedang.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.
b. Pshycology well-being
Angket Pshycological well-being terdapat 32 item yang valid. Berdasarkan hasil
analisa dari angket Pshcological well-being didapat skor tertinggi adalah 122 dan skor
terendah adalah 78
-
21
Tabel 4.2
Interval pshcological well-being
No Interval Katagori Mean F Presentase
1. 32 ≤ x < 51,2 Sangat rendah 0 0%
2. 51,2 ≤ x < 70,4 Rendah 0 0%
3. 70,4 ≤ x < 89,6 Sedang 5 7,1%
4. 89,6 ≤ x <
108,8
Tinggi 98,43 55 78,6%
5. 108,8 ≤ x ≤
128
Sangat Tinggi 10 14,3
Jumlah 70 100%
SD = 7,857 Min = 78 Max = 122
x:skor psychological well-being
Dari tabel di atas, diketahui bahwa 5 mahasiswa beranggapan nilai pshycological
well-being yang dimilkinya dalam katagori sedang. Sedangkan sebanyak 65 mahasiswa
menganggap mereka memiliki pshychological well-being dengan baik. Dalam tabel di
atas nilai pshycological well-being memilki rata-rata sebesar 98,43 dan termasuk kedalam
katagori tinggi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di atas.
-
22
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov
Smirnov. Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai Kolmogrov Smirnov Z
untuk variabel keterlibatan ayah sebesar 0,810 (dengan p>0,05) dan
pshychologica well being sebesar 1,369 (dengan p>0,05). Karena signifikansi
untuk kedua variabel lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
distribusi data pada kedua variabel tersebut dinyatakan normal. Hasil uji
normalitas dan grafik uji normalitas dapat dilihat pada lampiran (Ghozali, 2006).
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji linearitas
dilakukan dengan melihat nilai F 1,4 (dengan p>0,05). Nilai sig 0,162 (p > 0,05),
hal ini berarti uji linearitas terpenuhi. Syarat data linear adalah p > 0,05 (Ghozali,
2006).
Uji Korelasi
Dari hasi uji normalitas dan uji linearitas data, didapat hasil data berdistribusi
normal dan data linear. Diperoleh koofisien korelasi antara keterlibatan ayah dengan
pshycological well-being sebesar 0,221 dengan sig. 0,033 (p < 0,05) yang berarti ada
hubungan positif antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada anak
perempuan di masa dewasa awal. Pengaruh keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap
pshycological well-being hanya 4,88% dan sisa nya dipengaruhi oleh faktor lain selain
keterlibatan ayah.
-
23
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian korelasi Pearson sebesar 0,221 (p < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah
dalam pengasuhan dengan pshcyological well-being pada mahasiswi Fakultas psikologi
UKSW. Adapun temuan ini dimungkinkan terjadi, karena pada masa dewasa awal dimana
pertumbuhan pada masa puncaknya. Berbagai keputusan yang penting yang
mempengaruhi karir, dan hubungan antar pribadi diambil pada masa dewasa awal.
Pencapaian karir dan kesuksesan dalam pendidikan akan tercapai secara maksimal jika
memiliki nilai psychological well-being yang tinggi (Carver, Segerstrom, 2010). Salah
satu faktornya adalah dengan adanya dukungan sosial terutama dukungan keluarga,
karena dari kecil sampai masa dewasa awal keluarga lah yang sering berinteraksi dengan
individu, maka keterlibatan dan dukungan dari keluarga akan sangat mempengaruhi
individu terutama dalam kesehatan psikologisnya atau psychological well-being.
Pada hakikatnya, dukungan sosial terutama dari orang tua cukup berpengaruh
pada perilaku anak pada masa depannya, salah satu nya dalah kedekatan antara ayah
dengan anak-anak mereka berhubungan positif dengan psychological well-being anak
(Van wel dkk, 2000). Menurut Videon ( dalam Amalia, 2005) keterlibatan ayah dalam
pengasuhan akan memengaruhi anak-anak mereka dalam hubungan dengan teman sebaya
dan prestasi dalam pendidikannya, dapat membantu pada masa dewasa awal dalam
mengembangkan pengendalian dan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Keterlibatan
ayah cukup memengaruhi dalam proses berkembang anak dimana ayah yang memberikan
perhatian dan dukungan pada anak akan memberikan perasaan diterima, dapat
berhubungan dengan baik pada teman sebaya, memilki kemandirian, dapat menyesuaikan
-
24
diri dengan lingkungannya, serta dapat mengetahui apa yang akan ia lakukan untuk masa
depannya, sehingga dapat memiliki psychological well-being yang baik.
Penelitian ini mendukung penlitian yang di lakukan oleh Allgood dkk (2012)
tentang hubungan postif antara keterlibatan ayah dengan psychological well-being pada
anak perempuan. Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap
psychological well-being adalah sebesar 4,88% cukup kecil dan sisanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang lainnya. Sejumlah studi menemukan bahwa peran ayah tidak dapat
dibebaskan dari peran parental ibu (Benetti & Roopnarine, 2006). King dan Heard
(1999) menemukan bahwa hubungan ayah-anak dan problem perilaku hanya dapat
diprediksi melalui tingkat kepuasan ibu terhadap kepedulian ayah pada anak. Temuan ini
mengindikasikan bahwa walaupun perkembangan zaman telah mengakibatkan
pergeseran peran ekspresif ibu dan instrumental ayah, tetapi pola parental yang
dipatronkan secara historis tersebut masih cukup kental. Praktek pengasuhan sekarang ini
sudah lebih banyak melibatkan ayah, tetapi tidak berarti peran ibu berkurang secara
dramatis.
Disebutkan diatas bahwa variabel pscyhological well being pada mahasiswi
fakultas psikologi UKSW memilki rata-rata 98,43 dan termasuk kedalam katagori tinggi.
Mungkin disebabkan karena subjek yang diambil oleh peneliti pada masa dewasa muda,
pada masa dewasa muda dimensi pengusaan lingkungan dan dimensi kemandirian
memiliki skor tinggi (Ryff & Keyes, 1995). Sampel yang diambil oleh peneliti berjenis
kelamin perempuan dan sedang menempuh pendidikan strata satu. Ryff (1989)
menyebutkan bahwa wanita cenderung memilki psychological well-being yang lebih
tinggi daripada laki-laki, karena wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan
bercerita kepada orang lain dan wanita juga memilki kemampuan interpersonal yang lebih
-
25
baik daripada laki-laki. Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingginya
nilai psychologial well being. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
memiliki pekerjaan yang lebih baik akan menunjukkan tingkat psychological well-being
yang tinggi pula (Ryff, 1989). Diatas juga menyebutkan bahwa keterlibatan ayah pada
mahasiswi fakultas Psikologi UKSW memiliki rata-rata 50,79 dan termasuk kedalam
katagori tinggi. Mungkin itu disebabkan karena ayah masa kini lebih sadar dan mau untuk
berbagi peran dengan istri terutama dalam pengasuhan anak. Seperti yang dikutip dari
intisari online (2014) para ayah masa kini semakin menyadari pentingnya berbagi peran
dengan istri, bukan hanya dalam pengasuhan, melainkan juga tugas-tugas rumah tangga.
Mereka tak sungkan menggendong anak, mengganti popok, membacakan dongeng,
sampai mengambil rapor anak di sekolah.
-
26
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan
dengan pshcyological well-being pada masa dewasa awal pada mahasiswi fakultas
Psikologi UKSW.
2. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW
memiliki nilai rata-rata sebesar 50,79 sehingga dapat dikatakan bahwa
keterlibatan ayah dalam pengasuhan pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW
termasuk dalam kategori tinggi.
3. Variabel pshcyological well-being pada mahasiswi Fakutas Psikologi UKSW
memilki rata-rata sebesar 98,43 yang menunjukan bahwa nilai pshcyological well-
being pada mahasiswi Fakultas Psikologi UKSW dalam katagori tinggi.
4. Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap pshcyological
well-being sebesar 4,88%, sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
SARAN
Dengan hasil penelitian di atas, maka peneliti mengajukan saran bagi beberapa
pihak sebagai berikut :
1. Bagi Ayah
a. Tidak ibu saja yang lebih mengurus anak tapi sebaiknya ayah juga ikut terlibat
dengan pengasuhan.
b. Sebaiknya Ayah ikut memantau setiap kegiatan yang anak lakukan dan lebih
sering berinteraksi dengan anak sehingga hubungan ayah dan anak dapat
terjalin dengan lebih baik.
-
27
c. Mengingat sumbangan efektif hanya kecil dari keterlibatan ayah dalam
pengasuhan dengan psychological well-being, sebaiknya hal-hal lain perlu
diperhatikan, mungkin keterlibatan keluarga yang lain ( ibu dan saudara)
dapat meningkatkan psychological well-being pada seorang individu.
2. Bagi Anak perempuan
a. Tidak hanya berinteraksi dengan ibu tapi juga harus lebih mendekatkan diri
pada ayah.
b. Mau untuk lebih sering berinteraksi dengan ayah, mungkin dalam berbagi
pendapat dengan ayah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan
meneliti faktor-faktor lain yang memiliki hubungan yang erat dengan
Pshcyological well-being pada dewasa awal selain dengan keterlibatan ayah
dalam pengasuhan. Faktor-faktor tersebut seperti: Usia, jenis kelamin, status
ekonomi, dukungan sosial, religiusitas dan faktor kepribadian.
-
28
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, U. (2011). Hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan resiliensi
dengan kemampuan memecahkan masalah remaja pada keluarga dengan ibu bekerja
sebagai TKW di luar negeri. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Andayani, B. & Koentjoro. (2007). Psikologi keluarga : peran ayah menuju coparenting.
Sidoarjo: Laros.
Allen, S & Daly, K. (2007). The Effect of Father Involment; and Updated Reasearch
Summary of the Evidence. Canada : University of Guelph.
Allgood, S.M., Troy B. E. B. & Camille, P. (2012). The role father involment in the
perceived psychological well being of young adult daughter. North American
Journal of Psychology., Vol. 14 Issue 1, p95-110.
Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas (edisi ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Benetti, S. P. C. & Roopnarine, J.L. (2006). Paternal Involvement with School-aged
Children in Brazilian Families: Association with Childhood Competence. Sex
Roles, 55, 669-678.
Biller, H.B. (1993). Fathers and families: Paternal factors in child development.Westport,
CT: Auborn House.
Bouchard, L., Catherine M., Asgary. & Pelletier, L. (2007) Fathering: A Journal of
Theory, Research, & Practice about Men as Fathers. Winter, Vol. 5 Issue 1, p25-
41.
Bronte-Tinkew, J., Horowitz, A., & Scott, M. E. (2009). Fathering with multiple partners:
Links to children‟s well-being in early childhood. Journal of Marriage and
Family, Volume 71. 608–631.
Carnelley, K. B., Pietromonaco, P. R., & Jaffe, K. (1994) Depression, working models
of others, and relationship functioning. Journal of Personality and Social
Psychology, 66, 127-140, 1994.
Corsini, R. (2002). The dictionary of psychology. New York: Brunner-Routledge.
Culp, R. E., Schadle, S., Robinson, L., & Culp, A. M. (2000). Relationships among
paternal involvement and young children’s perceived self-competence and
behavioral problems. Journal of Child and Family Studies, 9(1), 27-38.
Dagun, S. M. (1990). Psikologi keluarga. Jakarta : PT. Rineka cipta.
Doherty. W. J., Kouneski, E, F & Erikson, M. F. (1998). Responsible Fathering : An
Overview and Conseptual Framework. Journal of Marriage and Te Family, 277-
292.
-
29
Finley, G. E., & Schwartz, S. J. (2004). The father involvement and nurturant
fathering scales: Retrospective measures for adolescent and adult children.
Educational and Psychological Measurement,64(1), 143-164.
Formoso, D., Gonzales, N.A., Barrera, M. & Dumka, L.E. (2007). Interparental
relations, maternal employment, and fathering in Mexican American families.
Journal of Marriage and Family, 69,26-39.
Fulmer, R. (2005). Becoming an adult: Leaving home and staying connected. In E. A.
Carter & M. McGoldrick (Eds.), The expanded family life cycle: Individual,
family, and social perspectives (pp. 215-230). Boston: Allyn & Bacon.
Ghozali. I. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. (edisi ke 4).
Semarang: Badan Penerbit Unversitas Diponegoro
Hemovich, M., Vanessa, C. & William, D. (2009). Substance Use & Misuse. Vol. 44
Issue 14, p2099-2113. 15p. 5 Charts. DOI: 10.3109/10826080902858375.
Hoyer, W. J. & Roodin, P. A. (2003). Adult, development and aging (5thed.). Boston:
McGraw-Hill.
http://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-peran-dengan-istri
http://keluarga.com/pengasuhan/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnya.
http://www.sciencedaily.com/releases/2008/02/080212095450.htm
King, V . & Heard, H.E. (1999). Nonresident Father Visitation, Parental Conflict, and
Mother ’ s Satisfaction : What’s Best for Child Well Being?. Journal of Marriage
and the Family, 61, 385-396.
King, V . & Sobolewski, J.M. (2006). Nonresident Father’ s Contribution to Adolescent
WellBeing. Journal of Marriage and Family ,68, 537-557.
Lamb, M. E. (1981). The role of the father in child development(2nd ed.). New York:
John Wiley & Sons.
Liu, Y. L. (2008). An examination of three models of the relationships between parental
attachments and adolescents’ social functioning and depressive symptoms.
Journal of Youth and Adolescence, 37(4), 941-952. Available (online): http://link.springer.com/article/10.1007/s10964-006-9147-1#page-2
Mirowsky, M & Ross, L. (1999). Well‐Being Across the Life Course. Dalam A Handbook for the Study of Mental Health : Social Context, Theories, and
System. (Editor: Horwitz and Scheid). Cambridge: Cambridge University Press.
Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2006). Psikologi perkembangan
:pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-peran-dengan-istrihttp://intisari-online.com/read/ayah-masa-kini-semakin-sadar-pentingnya-berbagi-peran-dengan-istrihttp://keluarga.com/pengasuhan/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnyahttp://www.sciencedaily.com/releases/2008/02/080212095450.htmhttp://link.springer.com/article/10.1007/s10964-006-9147-1#page-2
-
30
Morgan, J. V., Wilcoxon, S. A., & Satcher, J. F. (2003). The father-daughter
relationship inventory: A validation study. Family Therapy, 30(2), 77-93.
Osborne, C., & McLanahan, S. (2007). Partnership instability and child well-being.
Journal of Marriage and Family, Volumne 69, (2007): 1065-1083.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development, (9thed.),
McGraw-Hill, Boston.
Pleck, J.H., & Hofferth, S.L. (2008). Mother involvement as an influence of father
involvement with early adolescents. Fathering: A Journal of Theory, Research,
& Practice about Men as Fathers, 6(3), 267-286. Available (online): http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138554/
Pleck, J. H., & Masciadrelli, B. P. (2004). Paternal involvement by U.S. residential
fathers: Levels, sources, and consequences. In M. E. Lamb (Ed.), The role of the
father in child development(4th ed., pp. 222-271). Hoboken, NJ: John Wiley.
Rohner, R. P., & Veneziano, R. A. (2001). The importance of father love: History and
contemporary evidence. Review of General Psychology, 5, 382-405.
Ryff, C. D. (1989): Happiness is everything, oris it? Explorations on the meaning of
psychological wellbeing. Journal of Personality and Social Psychology, 57:1069-
1081.
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995): The structure of psychological wellbeing revisited.
Journal of Personality and Social Psychology, 69(4): 719-727.
Schwartz, S. J., & Finley, G. E. (2006). Father involvement, nurturant fathering, and
young adult psychosocial functioning: Differences among adoptive, adoptive
stepfather, and nonadoptive stepfamilies. Journal of Family Issues, 27, 712-731
Secunda, V. (1992). Women and their fathers: The sexual and romantic impact of the
first man in your life. New York: Bantam Doubleday Dell Publishing Group
Inc.
Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995):“Lifespan development”,(5thed.), Fort Worth,
Harcourt Brace College Publishers, TX.
Van Wel, F., Linssen, H., & Abma, R. (2000). The parental bond and the wellbeing of
adolescents and young adulssts. Journal of Youth and Adolescence, 29(3), 307-
318.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3138554/