Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua...
Transcript of Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua...
Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap
Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
Silvia Rahmawati
1111104000002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M / 1437 H
iii
THE FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, January 2016
Silvia Rahmawati, NIM 1111104000002
The Correlation Between Separation Anxiety With Parents Against the Risk of
Bullying Behavior of Students in Boarding Assanusi Cirebon
xvii + 87 Pages + 11 Tables + 2 Charts + 7 Attachment
ABSTRACT
Separation Anxiety is supposed to be a situation in which individuals become fearful and
anxious while being away from their parents. Individuals who experience severe anxiety due
to separation with parents at risk to commit acts of bullying.
The purpose of this research was to determine the correlation between separation anxiety
with parents against the risk of bullying behavior of students in Boarding Assanusi Cirebon.
The sample in this research as many as 123 students aged 12 -15 years. Research stratified
random sampling method. This type of research is quantitative descriptive analysis design
with approach cross – sectional. Collecting data using questionnaires separation anxiety and
the risk of bullying behavior. The test results showed the reliability of research instrument
of 0.844 for separation anxiety and 0.940 to the risk of bullying behavior. Results from the
study showed that the majority of respondents experiencing high anxiety at 63.4% and has a
high risk of bullying behavior amounted to 52.0%. Statistical test results using spearman
rank test showed exist a weak relationship between separation anxiety with parents against
the risk of bullying behavior of students in boarding assanusi cirebon (P= value = <0.001)
with value r = 0.352. It means that the higher an anxiety then the higher risk of bullying
behavior. Based on the results of this research can be input for a nanny or caretaker for more
attention to students who experience anxiety in order not to happen action of bullying.
Key word : Teens, Separation Anxiety, Bullying, Boarding schools
Reference : 57 (2005 – 2014)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Januari 2016
Silvia Rahmawati, NIM : 1111104000002
Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Risiko
Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon
xvii + 87 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 7 Lampiran
ABSTRAK
Kecemasan berpisah merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi takut dan cemas
saat berada jauh dari orang tuanya. Individu yang mengalami kecemasan berat akibat
berpisah dengan orang tua memiliki risiko untuk melakukan tindakan bullying.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kecemasan perpisahan dengan
orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Sampel
dalam penelitian ini sebanyak 123 santri usia 12 – 15 tahun. Metode penelitian stratified
random sampling. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analisis deskriptif
dengan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner kecemasan
berpisah dan risiko perilaku bullying. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil
reliabilitas sebesar 0,844 untuk kecemasan berpisah dan 0,940 untuk risiko perilaku
bullying. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami
kecemasan tinggi sebesar 63,4 % dan memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebesar 52,0
%. Hasil uji statistik menggunakan uji spearman rank menunjukkan adanya hubungan yang
lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying
santri di pesantren assanusi cirebon (p value = <0,001) dengan nilai r = 0,352. Ini artinya
bahwa semakin tinggi kecemasan maka semakin tinggi risiko perilaku bullying. Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengasuh atau pengurus agar lebih
memperhatikan santri yang mengalami kecemasan agar tidak terjadi tindakan bullying.
Kata kunci: Remaja, Kecemasan Berpisah, Bullying, Pesantren
Referensi : 57 (Tahun 2005 – 2014)
v
vi
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Silvia Rahmawati
Tempat, Tanggal lahir : Indramayu, 31 Mei 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : JL. Raya Sliyeg No.70 RT/RW 003/001 Desa Sliyeg
Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu Jawa Barat
No. HP : 085295636516
E-mail : [email protected]
Fakultas / Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Pendidikan :
1. TK Pipit Sliyeg Indramayu (1997-1999)
2. SD Negri 1 Sliyeg Indramayu (1999-2005)
3. Mts Negri Ciwaringin Cirebon (2005-2008)
4. MAN Model Ciwaringin Cirebon (2008-2011)
5. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta (2011 – 2016)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena
perantara beliaulah kita selaku umatnya saat ini dapat mengetahui yang mana hak dan
bathil. Puji syukur atas nikmat dan kebesaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua
Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri Di Pesantren Assanusi Cirebon”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menemukan cukup banyak hambatan dan
kesulitan, sehingga dalam penulisan ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulisan skripsi dapat
terselesaikan.
Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sedalam – dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr Arief Sumantri S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
dan selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan pengarahan dan
motivasi selama proses pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Errnawati, S.Kp,M.Kep, Sp.KMB selaku Sekertaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing 1 saya yang
telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan bimbingan,
petunjuk, dan nasehat kepada penulis demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
6. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp, M.Biomed sebagai Dosen Pembimbing 2 saya yang tidak
kenal lelah memberikan waktu luang dan masukan-masukan yang berharga demi
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
7. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama
duduk dibangku kuliah.
8. K.H Ali Munir, selaku pengasuh Pesantren Assanusi Cirebon yang telah memberikan
izin kepada penulis dalam melakukan proses penelitian kepada santri-santri.
9. Santri putra dan putri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama yang telah
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
10. Ucapan terima kasihku yang teristimewa kepada ayahanda H. Zainuddin Dimyati,
S.Ag dan Ibunda tercinta Hj. Kasparih yang selalu mendoakan anaknya serta
xi
memberikan dorongan baik materi maupun moril dan kakak saya Saatun Hariyanti,
S.E dan suami, Herry Setiawan, S.H.I dan istri, dan keponakan saya Wildan Pratama
Hariyanto dan Elizia Kanza Setiawan yang selalu memberikan support dan doa.
11. Ns. Ari Nur Husaini, S.Kep, yang selalu memberikan inspirasi, menghibur, memberi
masukan, dan semangat kepada penulis.
12. Sahabatku Nur Triningtyas Putri, S.Kep, Diza Liane Sahputri, S.Kep, Rizka
Nazhriyah, Inayati Salsabila, Widiany, Amanda, Azmi, Devi, Yoyoh
Rokayah,Ahmad Ogi Priadi, S.Kom yang selalu menemani dan memberi dukungan.
13. Seluruh teman-teman angkatan 2011 yang telah banyak membantu selama menjadi
mahasiswa di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap hasil karya ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, Januari 2016
Silvia Rahmawati
xii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul ................................................................................................ i
Pernyataan Keaslian Karya .......................................................................... .ii
Abstract ....................................................................................................... .iii
Abstrak ......................................................................................................... .iv
Pernyataan Persetujuan ................................................................................. v
Lembar Pengesahan ..................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................. vii
Kata Pengantar ............................................................................................. ix
Daftar Isi....................................................................................................... xii
Daftar Bagan ............................................................................................... xv
Daftar Tabel ............................................................................................... .xvi
Daftar Lampiran ........................................................................................ .xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 8
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9
F. Ruang Lingkup Penulisan .......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 11
A. Remaja .................................................................................................... 11
1. Pengertian Remaja .............................................................................. 11
2. Tahap Perkembangan Remaja ............................................................ 12
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja .......................................... 14
4. Tugas Perkembangan Remaja............................................................. 17
5. Masalah-masalah yang Terjadi pada Remaja ..................................... 19
6. Kenakalan Remaja .............................................................................. 20
B. Bullying ................................................................................................... 21
1. Pengertian Bullying ............................................................................. 21
2. Bentuk-bentuk Bullying ...................................................................... 22
3. Faktor-Faktor Penyebab Bullying ....................................................... 23
4. Dampak Bullying ................................................................................ 27
5. Penanggulangan Bullying ................................................................... 28
6. Kuisioner Perilaku Bullying ................................................................ 30
C. Kecemasan Perpisahan ............................................................................ 29
1. Pengertian Kecemasan ........................................................................ 29
2. Tingkat Kecemasan............................................................................. 30
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ............................................ 32
xiii
4. Respon Terhadap Kecemasan ............................................................. 34
5. Gejala Kecemasan............................................................................... 36
6. Kecemasan Perpisahan ....................................................................... 37
6.1 Pengertian Kecemasan Perpisahan ............................................... 37
6.2 Penyebab Kecemasan Perpisahan ................................................. 38
6.3 Tanda dan Gejala Kecemasan Perpisahan .................................... 39
6.4 Dampak Kecemasan Perpisahan ................................................... 39
7. Kuisioner Kecemasan Perpisahan ....................................................... 40
D. Pesantren ................................................................................................. 43
1. Pengertian Pesantren ........................................................................... 44
2. Jenis Pesantren .................................................................................... 44
3. Tujuan Pesantren................................................................................. 44
E. Kerangka Teori ........................................................................................ 45
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN OPERASIONAL ....... 48
A. Kerangka Konsep .................................................................................... 48
B. Hipotesis .................................................................................................. 49
C. Definisi Operasional................................................................................ 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 53
A. Desain Penelitian .................................................................................... 53
B. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 53
C. Waktu dan Tempat .................................................................................. 56
D. Instrumen Penelitian ............................................................................... 56
E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen .................................................. 57
F. Tahap Penelitian ..................................................................................... 60
G. Pengolahan Data ..................................................................................... 61
H. Analisa Data ............................................................................................ 62
I. Etika Penelitian ....................................................................................... 63
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 65
A. Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................... 65
B. Hasil Analisa Univariat ........................................................................... 66
1. Karakteristik Responden ..................................................................... 66
2. Gambaran Tingkat Kecemasan Perpisahan Santri Assanusi .............. 67
3. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Santri Assanusi ......................... 69
C. Hasil Analisa Bivariat ............................................................................. 71
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 74
A. Karakteristik Responden ......................................................................... 74
B. Analisa Univariat .................................................................................... 74
C. Analisa Bivariat ...................................................................................... 79
D. Keterbatasan Penelitian........................................................................... 83
BAB VII PENUTUP ............................................................................................ 85
xiv
A. Kesimpulan ............................................................................................. 85
B. Saran ........................................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................... ........ ...... 49
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................ ........ ...... 52
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... .................... 54
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responde menurut Jenis Kelamin di Pesantren
assanusi .......................................................................................... .................... 70
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responde menurut Kelas di Pesantren assanus ...........71
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan Perpisahan
dengan Orang Tua pada Santri di Pesantren Assanusi ......... ........ .................. 72
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kecemasan Perpisahan
dengan Orang Tua Setiap Kelas ........................................... ...... .. ...................73
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden menurut Kecemasan Perpisahan
Antar Jenis Kelamin .............................................................. ...... .. ...................73
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying
Santri Assanusi cirebon ......................................................... ...... .. ...................74
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying
Antar Jenis Kelamin .............................................................. ...... .. ...................74
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden menurut Risiko Perilaku Bullying
Setiap Kelas ........................................................................... ...... .. ...................75
Tabel 5.9 Persentase Kecemasan Perpisahan dan Risiko Perilaku Bullying................76
Tabel 5.10 Hubungan Kecemasan Perpisahan dan Risiko Perilaku Bullying ...................76
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumen Perizinan
Lampiran 2 Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5 Hasil Uji Univariat
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas
Lampiran 7 Analisa Bivariat
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, salah satu
pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia adalah masa remaja.
Masa remaja adalah masa transisi yang didalamnya terdapat perubahan yang
terjadi pada dirinya. Masa remaja juga biasa disebut dengan masa puberitas yaitu
suatu masa peralihan dari anak – anak menuju dewasa, remaja banyak mengalami
perubahan baik secara fisik, psikologis dan sosial (Pieter & Lubis, 2010). Masa
remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia atau masa peralihan dari
anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10 – 20 tahun dan belum menikah.
Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja ditandai dengan
berkembangnya ciri-ciri seks primer, sekunder dan bertambahnya tinggi badan
(Pieter & Lubis, 2010). Wong (2008) mengatakan, perubahan fisik pada remaja
yang sangat jelas adalah bertambahnya berat badan dan tinggi badan, perubahan
ukuran payudara pada wanita dan perubahan suara pada laki-laki.
Selain perubahan fisik, perubahan psikososial atau pengembangan identitas
diri pada remaja merupakan masa krisis atau suatu titik balik peningkatan
kerentanan dan peningkatan potensial, semakin berhasil individu mengatasi krisis
maka akan semakin sehat perkembangannya. Pada masa ini remaja mulai melihat
dirinya sebagai individu yang berbeda dan terpisah dari orang tua (Wong, 2008).
Menurut Agustiani (2009), Pada tahap perkembangan psikososial, terdapat lima
2
hal yang dialami oleh remaja : pertama Identity : mengemukakan dan mengerti
siapa diri sebagai individu, kedua Autonomy : menetapkan rasa yang nyaman
dalam ketergantungan, ketiga Intimacy : membentuk relasi yang tertutup dan
dekat dengan orang lain, keempat Sexuality : mengekspresikan perasaan-perasaan
dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain, kelima Achievement :
mendapat keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat.
Maka masa remaja ini sangat rawan terpengaruh oleh kondisi lingkungannya.
Perubahan lain yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan kognitif,
yaitu ciri berpikir konkret sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan
situasi yang baru. Sebagai contoh dari perkembangan kognitif adalah remaja ingin
mengetahui pendapat orang lain mengenai dirinya dan remaja mampu
membayangkan pikiran orang lain (Wong, 2008). Remaja telah memiliki
kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berpikir mengenai situasi secara
hipotesis dan memikirkan sesuatu yang belum terjadi (Agustiani, 2009).
Perubahan kognitif pada masa remaja membuatnya lebih mampu berfikir secara
abstrak.
Perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja akan membuat remaja
mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru, dan hal
ini menyebabkan kecemasan (Agustiani, 2009). Menurut Siregar (2013),
kecemasan merupakan keadaan khawatir atau gelisah yang tidak menentu serta
reaksi ketakutan yang disertai dengan keluhan fisiologis. Menurut Videbeck
(2008), kecemasan dapat menyebabkan respon kognitif, psikomotor dan fisiologis
yang tidak nyaman, misalnya kesulitan berkonsentrasi dalam belajar.
3
Kondisi yang menyebabkan remaja mengalami kecemasan adalah ketika
memasuki sekolah yang baru, beban tugas sekolah yang padat, dan adanya
perasaan malu terhadap lingkungan sosialnya atau penampilan yang buruk (Dewi,
2008). Menurut Aminullah (2013) kecemasan yang dialami oleh remaja siswa
SMP biasanya berkaitan dengan pembelajaran yang diberikan disekolah.
Selain siswa SMP yang bersekolah di sekolah konvensional, kecemasan juga
bisa dialami oleh siswa SMP yang bersekolah di pondok pesantren. Selain
kecemasan timbul karena tugas sekolah, kecemasa juga timbul akibat perpisahan
dengan orang tuanya, terlebih santri yang bersekolah di pesantren atas permintaan
orang tuanya (Aminullah, 2013). Kecemasan akan perpisahan adalah bentuk
kecemasan dan ketakutan anak-anak atau remaja untuk berpisah dengan orang
tuanya. Gangguan ini terjadi sekitar 4% pada anak-anak dan remaja awal,
biasanya gangguan kecemasan ini terjadi saat individu pertama kali masuk
sekolah karena individu tidak mau jauh dari orang tuanya (Amirullah, 2014).
Kecemasan perpisahan biasanya terjadi akibat adanya kejadian traumatik atau
yang sangat menekan kehidupan individu, misalnya pindah ke lingkungan yang
lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012). Disini semakin
memungkinkan pada remaja untuk terjadi kecemasan, karena selain kecemasan
yang terjadi akibat perubahan yang dialami, kecemasan juga dialami karena jauh
dari orang tua dan lingkungan baru pesantren.
Kecemasan di pesantren sendiri akan lebih sering terjadi pada santri yang baru
masuk di tahun pertama pendidikannya di pesantren karena lingkungan barunya
tersebut. Kehidupan yang baru tersebut mengakibatkan perubahan peran pada
4
santri yang baru masuk pesantren, yang pada awalnya sebagai anak yang selalu
dekat dengan orang tuanya kini harus tinggal di pesantren sehingga dapat
menimbulkan kecemasan perpisahan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan
oleh Rahmatika (2014) menunjukan bahwa 43,8 % santri tingkat SMP Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Kebun Jeruk Jakarta mengalami kecemasan tinggi akibat
perpisahan dengan orang tua nya.
Kecemasan perpisahan sendiri dapat menimbulkan dampak negatif bagi
individu yaitu persepsi menyempit, mudah tersinggung, dan individu mudah
emosi (Astuti & Resminingsih, 2010). Terlebih santri yang baru masuk pesantren
berada pada rentang usia remaja awal, maka pada masa ini perkembangan
emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap
berbagai peristiwa atau situasi sosial (Mashar, 2011). Hal ini tidak terlepas dari
berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah,
dan teman-teman sebayanya serta aktifitas-aktifitas yang dilakukannya dalam
kehidupan sehari-hari (Mu’tadin, 2007 dalam Fefriawati, 2010).
Menurut Semiun (2006), individu yang mengalami kecemasan perpisahan
cenderung memiliki sifat mudah tersinggung dan mudah marah. Penelitian yang
dilakukan oleh Utami (2014) terkait Dampak hospitalisasi terhadap
perkembangan anak, menunjukan bahwa individu yang mengalami kecemasan
berat akibat berpisah dengan orang tua dapat menampilkan perilaku agresif dari
menggigit, mengucapkan kata – kata marah, bahkan menendang – nendang.
Perilaku agresif tersebut bisa dilampiaskan kepada orang lain atau benda.
5
Berperilaku agresif pada remaja umumnya merupakan bagian dari
pengendalian emosi yang masih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Yuliani (2013), mengungkapkan bahwa emosi remaja masih labil,
sehingga remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya bahkan remaja mudah
terjerumus kedalam tindakan yang tidak bermoral seperti tawuran dan mengejek –
ejek temannya. Bentuk - bentuk kenakalan remaja seperti tawuran dan mengejek
– ejek temannya juga termasuk perilaku bullying.
Kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan
seseorang usia 14 – 19 tahun yang menimbulkan masalah dalam masyarakat
(Kusmiyati, 2013). Kusmiyati (2013), mengungkapkan bahwa anak yang sudah
merasa tidak nyaman dalam rumah maka mudah terpengaruh lingkungan
misalnya ajakan teman yang membuatnya melakukan hal – hal negatif. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) tentang
kekerasan bullying di kota Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta menunjukkan
bahwa terjadinya tingkat kekerasan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebanyak 66,1 %. Kategori kekerasan yang dilakukan oleh siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) yang tertinggi adalah kekerasan psikologis berupa
pengucilan, yang kedua kekerasan verbal seperti mengejek – ejek, dan yang
ketiga adalah kekerasan fisik berupa memukul.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2014
kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari tahun
2011 hingga Agustus 2014, KPAI mencatat sebanyak 1.480 kasus bullying di
bidang pendidikan (Setyawan, 2014).
6
Perilaku bullying sendiri adalah salah satu kenakalan remaja yang terjadi di
berbagai lingkungan termasuk sekolah, perilaku bullying merupakan aktivitas
sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui
ancaman agresi lebih lanjut, dan niat untuk mencederai (Coloroso, 2007 dalam
Adilla, 2009). Perilaku bullying dilakukan dari orang yang merasa lebih kuat
kepada orang yang lebih lemah.
Faktor-faktor terjadinya bullying antara lain perbedaan kelas, senioritas,
keluarga yang tidak harmonis, situasi sekolah yang tidak harmonis, karakter
individu atau kelompok, persepsi nilai yang salah atas perilaku korban (Astuti,
2008). Basyirudin (2010), menyebutkan bahwa tindakan kekerasan pada remaja
tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di
dunia pesantren.
Bentuk perilaku bullying yang dilakukan biasanya adalah secara verbal
contohnya mengejek, menghina, mengolok-olok. Kedua dalam bentuk fisik
contohnya adalah menonjok, menampar, memukul, mendorong dan menendang.
Ketiga secara psikologis contohnya adalah mengucilkan, menjauhkan,
mendiamkan, memfitna, dan memandang dengan hina (Yayasan Semai Jiwa
Amini, 2008).
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada November 2014 pada 10
orang santri usia remaja di pondok pesantren assanusi cirebon mengatakan bahwa
di pesantrennya terjadi perilaku bullying. 4 dari 10 orang mengatakan adanya
tindakan bullying seperti diolok-olok, 3 orang dari santri yang di wawancara
mengatakan terjadi tindakan bullying seperti dihina atau diberi nama panggilan
7
yang bukan nama asli dan tidak jarang ada juga yang dipukul, dan 3 orang
mengatakan ada juga yang dikucilkan orang lain yang dianggap tidak sesuai
dengan dirinya atau kelompoknya dan tidak mau menemaninya. Selain itu 7 dari
10 orang mengatakan pernah memiliki nama panggilan yang buruk yang
diberikan oleh teman-temannya, seperti botak, gembul, dan karet.
Akibat bullying bagi korban akan menimbulkan perasaan tertekan karena
pelaku menguasai korban, mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan
diri yang menurun, malu, trauma, merasa sendiri, takut sekolah, merasa tidak ada
yang menolong dirinya, bahkan cenderung ingin bunuh diri (Astuti, 2008).
Melihat fenomena bullying banyak terjadi dan dapat menimbulkan dampak
negatif, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku
bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon. Pesantren di pilih karena peneliti
belum menemukan penelitian serupa terkait bullying di pesantren dan pesantren
cirebon dipilih karena dekat dengan tempat tinggal peneliti dan sudah dilakukan
studi pendahuluan yang menunjukan adanya bullying.
B. Rumusan Masalah
Perilaku bullying merupakan salah satu kenakalan remaja yang terjadi di
berbagai lingkungan termasuk sekolah (Adilla, 2009). Penelitian sebelumnya
menunjukan bahwa tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada
institusi pendidikan formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren
(Basyirudin, 2010). Perilaku bullying lazim terjadi pada remaja menunjukan
bahwa emosi pada remaja cenderung labil. Penelitian yang dilakukan oleh Utami
8
(2014), menunjukan bahwa peningkatan emosi pada remaja yang mengalami
perpisahan dengan orang tua merupakan salah satu respon dari kecemasan.
Melihat hasil penelitian terdahulu dan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di
pesantren assanusi cirebon, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada
hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku
bullying santri di pesantren assanusi cirebon.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat kecemasan remaja saat berpisah dengan
orang tua nya?
2. Bagaimana gambaran risiko perilaku bullying pada santri di Pesantren
Assanusi Cirebon?
3. Apakah ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua
terhadap risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku
bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran tingkat kecemasan remaja pada saat berpisah
dengan orang tua nya.
b. Mengidentifikasi gambaran risiko perilaku bullying santri di Pesantren
Assanusi Cirebon.
9
c. Mengidentifikasi hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua
terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi pengalaman baru dan dapat menambah
pengetahuan, serta menerapkan ilmu yang didapatkan seperti penulisan ilmiah,
ilmu keperawatan jiwa, ilmu keperawatan anak, ilmu keperawatan keluarga.
2. Bagi Pondok Pesantren
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagi para pengasuh dan
pengurus pondok pesantren bahwa tingkat kecemasan perpisahan dengan orang
tua dapat mempengaruhi risiko perilaku bullying di Pondok Pesantren.
Sehingga nantinya dapat meminimalisir dampak bullying.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan dalam bidang ilmu
keperawatan terutama keperawatan jiwa, keperawatan anak, maupun
keperawatan keluarga.
4. Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, dan bahan acuan
untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan
perpisahan dengan orang tua, dan risiko perilaku bullying.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain Cross-sectional (potong
lintang). Penelitian ini dilakukan di pesantren assanusi cirebon yang melibatkan
10
santri putra dan putri usia remaja. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah
ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko
perilaku bullying santri di pesantren assanusi cirebon. Alat ukur yang digunakan
adalah kuesioner kecemasan berpisah, dan kuesioner resiko bullying
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Adolescence (remaja) adalah perubahan dari masa kanak-kanak
menuju dewasa. Periode ini dimulai sekitar usia 10 atau 12 tahun sampai ke
usia 18 atau 20 tahun. Pada masa ini remaja mengalami perubahan fisik yang
cepat, termasuk bertambahnya tinggi dan berat badan, dan perkembangan
fungsi seksual (Santrock, 2007). Masa remaja adalah masa perubahan dari
masa kanak-kanan menuju dewasa, disebut remaja apabila seorang anak
berusia 11-20 tahun (Wong dkk, 2008). Masa remaja merupakan masa transisi
perkembangan individu dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana
pada saat tersebut terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat pesat baik
fisik, psikologis dan sosial (Potter & Perry, 2005).
Batasan seorang remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai usia 21
tahun, dan masa remaja dibagi dalam tiga bagian yaitu remaja awal mulai usia
13-15 tahun, remaja tengah mulai usia 16-18 tahun, dan remaja akhir dimulai
usia 19-21 tahun (Dariyo, 2011). Masa puber atau permulaan remaja adalah
masa perkembangan fisik dan intelektual secara pesat (Djiwandono, 2006).
Sedangkan menurut Valentini & Nisfiannoor (2006), usia remaja berkisar
antara 13 tahun sampai dengan 19 tahun.
12
Jadi dapat disimpulkan, masa remaja adalah masa perlihan dari anak-
anak menuju dewasa yakni pada usia 10 – 21 tahun yang mana didalamnya
terjadi perubahan-perubahan pada dirinya.
2. Tahap Perkembangan Remaja
Perkembangan adalah proses spontan dengan cakupan luas yang
berakibat pada gejala pertambahan secara terus-menerus, modifikasi, dan
penyusunan ulang struktur-struktur psikologis (Piaget, 1970 dalam Salkind,
2009).
Menurut Pieter & Lubis (2010), masa remaja dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu:
2.1 Remaja Awal
Masa remaja awal kurang lebih berlangsung di masa sekolah
menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertas
terbesar terjadi di masa ini (Santrock, 2007).
Ciri – ciri dinamika remaja awal yaitu (Pieter & Lubis, 2010) :
2.1.1 mulai menerima kondisi dirinya
2.1.2 berkembang cara berpikir
2.1.3 menyadari bahwa setiap manusia memiliki perbedaan potensial
2.1.4 bersikap overestimate, seperti meremehkan segala masalah,
meremehkan kemampuan orang lain dan terkesan sombong
2.1.5 akibat sombong menjadikan dia gegabah dan kurang waspada
2.1.6 proporsi tubuh semakin proporsional
2.1.7 tindakan masih kanak – kanak, akibat ketidak stabilan emosi
13
2.1.8 sikap dan moralitasnya masih bersifat egosentris
2.1.9 banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental
2.1.10 selalu merasa kebingungan dalam status
2.1.11 periode yang sulit dan kritis
2.2 Remaja Tengah
Ciri –ciri dinamika remaja tengah yaitu (Pieter & Lubis, 2010) :
2.2.1 Bentuk fisik makin sempurna dan mirip dengan orang dewasa
2.2.2 Perkembangan sosial dan intelektual lebih sempurna
2.2.3 Semakin berkembang keinginan untuk mendapatkan status
2.2.4 Ingin mendapatkan kebebasan sikap, pendapat, dan minat
2.2.5 Keinginan untuk menolong dan ditolong orang lain
2.2.6 Pergaulan sudah mengarah pada heteroseksual
2.2.7 Belajar bertanggung jawab
2.2.8 Apatis akibat selalu ditentang sehingga malas mengulanginya
2.2.9 Perilaku agresif akibat diperlakukan seperti kanak - kanak
2.3 Remaja Akhir
Masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa
yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas
sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir di banding di masa remaja
awal (Santrock, 2007).
Ciri – ciri dinamika remaja akhir yaitu (Pieter & Lubis, 2010) :
2.3.1 Disebut dewasa muda dan meninggalkan dunia kanak – kanak
2.3.2 Berlatih mandiri dalam bentuk keputusan
14
2.3.3 Kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi
2.3.4 Dapat berpikir objektif sehingga mampu bersikap sesuai situasi
2.3.5 Belajar menyesuaikan diri dengan norma – norma yang berlaku
2.3.6 Membina hubungan sosial secara heteroseksual
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang
kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan. Keunikan tersebut
bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa remaja terjadi perubahan-
perubahan yang dapat dikatakan sebagai ciri umum yang menonjol pada masa
remaja (Agustiani, 2009).
Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan, seperti perubahan
biologis, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007).
3.1 Perubahan biologis
Pada perubahan biologis terjadi perubahan fisik dalam tubuh remaja.
Gen-gen yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, tinggi badan
dan berat badan, perubahan dalam keterampilan motorik, dan perubahan
hormonal di masa pubertas.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik yaitu :
3.1.1 Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
individu, yaitu :
15
3.1.1.1 Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orang tuanya. Anak yang
orang tuanya bertumbuh tinggi cenderung lebih cepat menjadi
tinggi dari pada anak dengan orang tua bertumbuh pendek, hal
ini dapat dikatakan sebagai faktor genetik.
3.1.1.2 Kematangan
Faktor kematangan dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik,
contohnya anak yang berumur tiga bulan walaupun makanan
bergizi supaya menunjukan otot kakinya agar bisa berjalan,
tidak mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh
bulan.
3.1.2 Faktor eksternal
3.1.2.1 Kesehatan
Anak yang sering sakit – sakitan pertumbuhan fisiknya akan
terhambat.
3.1.2.2 Makanan
Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan
pesat dibandingkan anak yang tidak mendapat makanan yang
bergizi.
3.1.2.3 Stimulasi lingkungan
3.1.2.4 Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk
meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda
dengan yang tidak mendapatkan latihan.
(Ali, 2010)
16
3.2 Perubahan kognitif
Menurut Piaget remaja termotivasi untuk memahami dunianya
karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis (Santrock,
2007). Ali (2010), menambahkan bahwa remaja secara aktif
mengkontruksi dunia kognitifnya sendiri, mereka juga melibatkan
gagasan-gagasan baru karena informasi ini dapat meningkatkan
pemahaman mereka.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), individu berkembang
melalui empat tahap kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional,
operasi konkret, dan operasi formal.
3.2.1 Pemikiran sensorimotor dan praoperasional sensorimotor
berlangsung mulai dari lahir hingga usia 2 tahun. Dalam tahap ini,
bayi mengonstruksi suatu pemahaman mengenai dunia dengan cara
mengordinasikan pengalaman – pengalaman sensoris (seperti
melihat dan mendengar) melalui tindakan – tindakan fisik –
motorik.
3.2.2 Tahap praoperasional, yang berlangsung antara usia 2 tahun sampai
7 tahun. Dalam tahap ini, anak-anak mulai merepresentasikan
dunianya dalam bentuk kata-kata, bayangan, dan gambar.
3.2.3 Tahap pemikiran operasi konkret, berlangsung antara usia sekita 7
hingga 11 tahun, penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif
selama penalaran dapat di terapkan ke contoh – contoh yang
spesifik dan konkret.
17
3.2.4 Tahap pemikiran operasi formal, tahap ini muncul di usia antara 11
hingga 15 tahun. Karakteristik yang paling menonjol dari pemikiran
operasi formal adalah sifatnya yang lebih abstrak dibandingkan
pemikiran operasi konkret.
3.3 Perubahan sosio – emosional
Perubahan yang terjadi adalah perubahan dalam hal emosi,
kepribadian, relasi dengan orang lain, dan konteks sosial. Contoh
perubahan sosio-emosional yaitu menanggapi perkataan orang lain,
agresi terhadap teman sebaya, kegembiraan dalam pertemuan sosial
seperti di pesta dansa senior dan orientasi peran gender (Santrock,
2007).
Dalam hal ini emosi memiliki peranan penting dalam tingkah
laku individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan.
Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang
cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran,
memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau
diposisikan sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh
keadaan (Ali, 2010).
4. Tugas Perkembangan Remaja
Masa remaja sebagai masa transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak menuju dewasa. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan
diri memasuki masa dewasa (Larson dkk, 2002 dalam Santrock, 2007).
18
Pada setiap tahapan perkembangan manusia terdapat tugas-tugas yang berasal
dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu, dan ini disebut
sebagai tugas-tugas perkembangan. Pada masa remaja terdapat tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu, yaitu :
4.1 Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal – hal yang
berkaitan dengan fisiknya.
4.2 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur – figur otoritas.
4.3 Mengembangkan keterampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar
membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara
individu maupun dalam kelompok.
4.4 Menemukan model untuk identifikasi.
4.5 Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumber –
sumber yang ada pada dirinya.
4.6 Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai – nilai dan prinsip – prinsip
yang ada.
4.7 Meninggalkan bentuk – bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanak –
kanakan (Agustiani, 2009).
Sedangkan menurut Pieter & Lubis (2010), semua tugas perkembangan masa
pubertas berfokus pada usaha mempersiapkan diri menuju masa dewasa
dengan cara :
4.1 Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin
yang berbeda.
19
4.2 Mencapai peran sosial feminin dan maskulin.
4.3 Menerima bentuk perubahan fisik dan menggunakannya.
4.4 Meminta, menerima, dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab
secara sosial dan mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua
ataupun orang dewasa lainnya.
4.5 Mempersiapkan diri dalam penyesuaian diri pada norma – norma
lingkungan sosial.
5. Masalah – masalah yang Terjadi pada Remaja
Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang berat dan
memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya (Santrock, 2007).
Ada beberapa masalah yang terjadi pada remaja yaitu :
5.1 Penggunaan obat terlarang, alkohol, dan merokok
Remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka yakin bahwa
obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi terhadap lingkungan yang
selalu berubah. Para remaja menganggap dengan merokok dan minum-
minuman keras dapat mengurangi stress, tidak bosan, dan dalam beberapa
situasi dapat membantu remaja untuk melahirkan diri dari kenyataan dunia.
Remaja dapat merasakan perasaan tenang, gembira, rileks saat memakai
obat. Namun penggunaan obat untuk memperoleh kepuasan pribadi dapat
menimbulkan dampak yang sangat merugikan.
20
5.2 Kenakalan remaja
Kenakalan remaja mengarah pada berbagai perilaku, mulai dari
perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran, sampai
tindakan kriminal. Biasanya kenakalan ini dilakukan oleh remaja yang
gagal dalam menjalani tugas perkembangannya.
5.3 Gangguan depresif dan bunuh diri
Pada masa remaja, gejala-gejala depresif dapat dilihat dalam
berbagai cara, seperti menuliskan kata-kata yang mengerikan, atau
senang mendengarkan lagu-lagu yang bertema sedih. Gangguan tidur
juga dapat muncul seperti sulit tidur di malam hari. Dengan timbulnya
perasaan depresi akan membuat remaja menjadi bosan dan enggan untuk
melanjutkan hidupnya, sehingga muncul ide-ide untuk bunuh diri dan
usaha bunuh diri di masa remaja.
6. Kenakalan Remaja
6.1 Pengertian kenakalan remaja
Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku
remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal (Santrock, 2007). Sedangkan menurut Sudarsono (2012),
kenakalan remaja adalah perbuatan atau kejahatan yang dilakukan oleh
anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti susila, dan menyalahi
norma-norma agama.
21
6.2 Jenis – jenis kenakalan remaja
Jensen (1985) dalam Sarwono (2012), kenakalan remaja dibagi
menjadi 4 jenis, yaitu :
6.2.1 Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain.
Misalnya perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain – lain.
6.2.2 Kenakalan yang menimbulkan korban materi. Misalnya : pencurian,
perusakan, pemerasan, dan lain – lain.
6.2.3 Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang
lain. Misalnya : pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain – lain.
6.2.4 Kenakalan yang melawan status. Misalnya : mengingkari status
sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang
tua dengan cara pergi dari rumah, dan lain – lain.
B. Bullying
1. Pengertian Bullying
Bullying adalah suatu situasi dimana terjadinya penyalahgunaan
kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok (Yayasan
Sejiwa, 2008). Sedangkan menurut Astuti (2008), bullying adalah suatu
tindakan untuk menyakiti seseorang dan menyebabkan seseorang menderita,
tindakan ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang
lebih kuat, biasanya dilakukan dengan perasaan senang.
Bullying adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau menyakiti
orang lain untuk kepentingan sendiri (Wharton, 2005). Menurut Flynt dan
Marton (2006), perilaku bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan secara
22
bebas dengan tujuan melukai orang lain secara penuh dan dilakukan secara
berulang-ulang.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa bullying
adalah suatu tindakan untuk menyakiti dan menyebabkan seseorang
menderita, biasanya tindakan ini dilakukan secara terus-menerus dan
dilakukan dengan perasaan senang.
2. Bentuk – bentuk Bullying
Bullying dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :
2.1 Bullying fisik
Jenis bullying ini jelas terlihat oleh mata, siapapun bisa melihatnya karena
terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contohnya
adalah memukul, menendang, menampar, memalak, dan melempar
dengan barang.
2.2 Bullying verbal
Jenis bullying ini juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap indra
pendengaran. Contohnya adalah membentak, meledek, mencela, memaki,
menghina, dan memfitnah.
2.3 Bullying mental atau psikologis
Jenis bullying ini paling berbahaya karena tidak tertangkap mata atau
teling, bullying ini terjadi secara diam-diam dan diluar radar pemantauan
kita. Contohnya adalah memandang sinis, memandang penuh ancaman,
mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memandang yang
merendahkan, dan meneror lewat pesan pendek telepon (Sejiwa, 2008).
23
Sedangkan menurut Astuti (2008), bentuk – bentuk bullying yaitu :
2.1 Fisik
Menganiaya secara fisik seperti memukul, menendang, menonjong,
mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan lain-lain.
2.2 Non fisik
2.2.1 Verbal
Berkata-kata yang menyakiti korban, mengancam, menghasut,
berkata jorok pada korban, dan menyebarkan kejelekan korban.
2.2.2 Non verbal
2.2.2.1 Langsung
Tindakan kasar dan membahayakan, menatap dengan sinis,
dan menakuti.
2.2.2.2 Tidak langsung
Memanipulasi pertemanan, mengasingkan, dan mencurigai.
3. Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Bullying
Anak-anak tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pembuli, perilaku
bullying juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi anak menjadi seorang pelaku tindakan
bullying, yaitu :
24
3.1 Faktor individu
Faktor utama yang mempengaruhi perilaku bullying yaitu pelaku
tindakan bullying dan korban bullying.
3.1.1 Pelaku tindakan bullying
Pelaku tindakan bullying cenderung menganggap dirinya
senantiasa diancam dan berada dalam bahaya. Biasanya pembuli
memiliki kekuatan secara fisik, namun tidak memiliki perasaan
bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan.
3.1.2 Korban bullying
Korban buli adalah seseorang yang menjadi sasaran berbagai
tingkah laku agresif. Anak-anak yang sering menjadi korban buli
biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah laku internal seperti bersikap
pasif, sensitif, pendiam, dan tidak membalas jika diserang
musuhnya.
3.2 Faktor keluarga
Latar belakang keluarga memiliki peranan yang penting dalam
membentuk perilaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar cenderung
membentuk anak-anak yang berisiko untuk menjadi lebih agresif. Anak-
anak yang mendapatkan kasih sayang yang kurang, didikan yang tidak
sempurn, berpotensi untuk menjadi pelaku tindakan bullying.
3.3 Faktor teman sebaya
Teman sebaya juga memainkan peranan yang penting terhadap
perkembangan tingkah laku buli, sikap anti sosial dan tingkah laku
25
dikalangan remaja. Kehadiran teman sebaya sebagai pengamat, secara tidak
langsung membantu pelaku tindakan bullying memperoleh dukungan
kekuasaan dan popularitas. Saksi atau teman sebaya yang melihat kejadian
bullying, cenderung mengambil sikap diam dan tidak mau ikut campur.
3.4 Faktor media
Tingkah laku kekerasan yang sering ditayangkan di televisi dan media
elektronik akan mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak-anak dan
remaja. Misalnya acara smack down, acara tersebut dikatakan telah
mempengaruhi perilaku kekerasan pada anak-anak dan remaja.
3.5 Faktor self – control
Kontrol diri dapat mempengaruhi korban bullying melalui interaksi
dengan jenis kelamin dan ukuran berat badan, serta kekuatan.
(Verlinden dkk, 2000 dalam Yusuf & Fahrudin, 2012)
Sedangkan menurut Hoover, et al (1998) dalam Simbolon (2012),
faktor – faktor penyebab terjadinya bullying adalah faktor internal dan
eksternal.
1.1 Faktor internal, yaitu :
1.1.1 Karakteristik kepribadian
1.1.2 Kekerasan yang dialami sebagai pengalaman masa lalu
1.1.3 Sikap keluarga yang memanjakan anak sehingga tidak membentuk
kepribadian yang matang
26
1.2 Faktor eksternal, yaitu :
1.2.1 Lingkungan
1.2.2 Budaya
Menurut Astuti (2008), penyebab terjadinya bullying disebabkan oleh :
3.1 Perbedaan kelas
Perbedaan kelas menjadi penyebab terjadinya bullying, perbedaan
kelas disini termasuk perbedaan gender, agama, dan ekonomi. Sebagai
contoh perbedaan kelas ekonomi yaitu individu yang ekonominya lebih
rendah cenderung menjadi korban bullying.
3.2 Tradisi senioritas
Tradisi yang diwariskan oleh seniornya dahulu seringkali dijadikan
alasan untuk melakukan tindakan bullying.
1.3 Senioritas
Penyebab senioritas muncul dari diri individu sendiri dengan alasan
untuk menunjukkan kekuasaannya.
1.4 Keluarga yang tidak rukun
Masalah-masalah pada keluarga seperti perceraian orang tua,
kurangnya komunikasi, ketidak harmonisan orang tua, dan lain-lain dapat
menjadi penyebab terjadinya tindakan bullying.
27
1.5 Situasi sekolah yang tidak harmonis
Situasi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat juga menyebabkan
terjadinya perilaku bullying.
1.6 Karakter individu atau kelompok, seperti ;
Dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban
dengan kekuatan fisik, untuk meningkatkan popularitas pelaku dikalangan
teman sepermainannya dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku
bullying.
1.7 Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban
Korban merasa bahwa dirinya pantas di bully, sehingga korban tidak
berani untuk melawan pelaku.
4. Dampak Bullying
Menurut Astuti (2008), dampak bullying pada diri korban timbul
perasaan tertekan oleh karena pelaku menguasai korban. Bagi korban, kondisi
ini menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan psikologis,
kepercayaan diri yang menurun, malu, trauma, tak mampu menyerang balik,
merasa sendiri, dan merasa takut ke sekolah. Sedangkan menurut Levianti
(2008), beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah
sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bahkan dampak fisik bisa
mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat namun berefek
jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis dan penyesuaian
sosial yang buruk.
28
Dampak buruk yang dapat terjadi pada korban bullying, antara lain :
4.1 Kecemasan
4.2 Merasa kesepian
4.3 Rendah diri
4.4 Depresi
4.5 Penarikan sosial
4.6 Keluhan pada kesehatan fisik
4.7 Penggunaan alkohol dan obat – obatan (Priyatna, 2010)
5. Penanggulangan Bullying
Strategi untuk mengatasi bullying antara lain :
5.1 Strategi yang menekankan pada bukti nyata (factual evidence) dan
rationale untuk perubahan (empirical-rational)
5.2 Strategi yang melibatkan re-edukasi dan kesepakatan pada norma-norma
baru (normative-re-educative).
5.3 Strategi yang menekan orang untuk berubah (power-coercive).
(Astuti, 2008)
6. Kuesioner perilaku Bullying
Beberapa kuesioner yang banyak digunakan untuk perilaku bullying
antara lain The Bullying Prevalence Questionnaire (BPQ) yang dibuat oleh
Ken Rigby dan Phillip Slee (1994), dengan pilihan jawaban tidak pernah,
sekali, jarang, dan selalu. Terdapat 20 pernyataan dengan arah favorable dan
unfavorable. The Handling Bully Quitionnaire (HBQ) dibuat oleh Bauman S,
Rigby K & Hoppa K (2008), kuesioner ini terdiri dari 22 pernyataan yang
29
terdiri dari 5 pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, mungkin setuju, tidak
setuju, sangat tidak setuju. Kuesioner ini dapat digunakan untuk menentukan
tindakan apa yang paling tepat untuk menangani bullying karena kuesioner ini
diisi langsung oleh siswa dan hasilnya dapat di diskusikan untuk menentukan
penanganan bullying yang paling tepat. Kuesioner Bullying yang dibuat oleh
Atfiyanah (2013), digunakan untuk mengetahui risiko remaja dalam
melakukan bullying. Kuesioner ini terdiri dari 28 pernyataan dan dibuat dalam
pertanyaan favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan disediakan empat
pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Setuju), dan
STS (Sangat Tidak Setuju), dan penilaian menggunakan skala Likert. Untuk
pertanyaan favorable skor yang diberikan adalah 4 = SS (Sangat Sesuai), 3 =
S (Sesuai), 2 = TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Sedangkan
untuk pertanyaan unfavorable skor yang diberikan adalah 4 = STS (Sangat
Tidak Sesuai), 3 = TS (Tidak Sesuai), 2 = S (Sesuai), 1 = SS (Sangat Sesuai).
Dari ketiga kuesioner diatas, peneliti memilih menggunakan kuesioner
bullying yang dibuat oleh Atfiyanah (2013). Kuesioner ini digunakan karena
peneliti ingin mengetahui risiko remaja dalam melakukan tindakan bullying,
dengan hasil akhir yaitu perilaku bullying rendah atau perilaku bullying tinggi.
C. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan
dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam
mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Carpenito
30
(2009), ansietas merupakan perasaan tidak tenang (ketakutan) yang dialami
individu/kelompok dan aktivasi sistem sarap otonom dalam merespon
ancaman yang tidak spesifik dan tidak jelas. Kecemasan juga di definisikan
sebagai perubahan yang berseberangan dengan ketenangan yang Allah
gambarkan dalam firman-Nya dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 yaitu “Hai jiwa
yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di
ridhai-Nya: Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah ke dalam surga-Ku” (Az-zahrani, 2005).
Sedangkan menurut Astuti & Resminingsih (2010), kecemasan
merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya
rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu
jelas.
2. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan menurut Astuti & Resminingsih (2010), tingkat
kecemasan dibagi menjadi empat, yaitu :
2.1 Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Manifestasi yang muncul
pada tingkat ini adalah kelelahan, persepsi meningkat, kesadaran tinggi,
motivasi meningkat, mampu untuk belajar.
31
2.2 Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang memusatkan pada masalah yang penting
dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi
yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut
jantung, pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat
dengan volume tinggi, persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun
tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung,
perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
stress.
2.3 Kecemasan berat
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan
pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Seseorang yang mengalami kecemasan berat memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan perhatiannya. Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, insomnia,
sering kencing, diare, persepsi menyempit, tidak bisa belajar secara efektif,
berfokus pada dirinya sendiri, dan keinginan untuk menghilangkan
kecemasan tinggi.
2.4 Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan karena mengalami
kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan
32
panik yaitu susah bernapas, pucat, pembicaraan inkoheren, tidak dapat
merespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, mengalami
halusinasi dan delusi.
Sedangkan menurut Videbeck (2008), tingkat kecemasan dibagi menjadi
tiga, yaitu :
2.1 Kecemasan ringan
Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus, stimulasi sensori meningkat dan membantu individu
memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,
bertindak, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri.
2.2 Kecemasan sedang
Perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi.
2.3 Kecemasan berat
Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu
yang berbeda dan ada ancaman, dan memperlihatkan respon takut dan
distres.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan (Stuart, 2006) :
3.1 Faktor predisposisi
3.1.1 Teori psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan timbul
karena konflik antara elemen kepribadian yaitu id (insting) dan
33
super ego (nurani). Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi
kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
3.1.2 Teori interpersonal
Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Kecemasan juga berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan
yang menimbulkan kelemahan spesifik.
3.1.3 Teori behavior
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
3.1.4 Teori perspektif keluarga
Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak
adaptif dalam keluarga.
3.1.5 Teori perspektif biologi
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepam. Obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator
inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA). Yang berperan penting
dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas.
Selain itu, kesehatan umum individu dari riwayat ansietas pada
34
keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Cemas
mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor.
3.2 Faktor presipitasi
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
3.2.1 Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas hidup sehari – hari.
3.2.2 Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari
seseorang.
4. Respon Terhadap Kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (2006), respon individu terhadap kecemasan
yaitu :
4.1 Respon fisiologi
4.1.1 Kardiovaskular
Respon dari kardiovaskular berupa jantung berdebar,
peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan darah, denyut
nadi menurun.
4.1.2 Pernafasan
Respon dari pernafasan berupa nafas cepat, nafas pendek,
tekanan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, dan
terengah-engah.
35
4.1.3 Neuromuskuler
Respon dari neuromuskular berupa refleks meningkat, reaksi
kejutan, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, wajah tegang, dan
gerakan yang jangkal.
4.1.4 Gastrointestinal
Respon dari gastrointestinal berupa kehilangan nafsu makan,
menolak makan, mual, diare, dan rasa tidak nyaman pada
abdomen.
4.1.5 Traktus urinarius
Respon traktus urinarius berupa sering berkemih dan tidak
dapat menahan BAK.
4.1.6 Kulit
Respon dari kulit berupa wajah kemerahan, berkeringat di
telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah
pucat, dan berkeringat seluruh tubuh.
4.2 Respon perilaku
Respon perilaku berupa gelisah, tegang, tremor, bicara cepat, menarik
diri dari hubungan interpersonal, dan menghindar dari masalah.
4.3 Respon kognitif
Respon kognitif yaitu konsentrasi terganggu, pelupa, hambatan
berfikir, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, takut cidera
atau kematian.
36
4.4 Respon afektif
Responnya yaitu mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang,
ketakutan, dan gugup.
5. Gejala Kecemasan
Menurut Carpenito (2009), gejala – gejala kecemasan dibagi menjadi
dua, yaitu :
5.1 Gejala fisiologis
5.1.1 Kegelisahan
5.1.2 Tangan atau anggota tubuh bergetar
5.1.3 Banyak berkeringat
5.1.4 Sulit berbicara atau suara bergetar
5.1.5 Jantung berdebar
5.1.6 Sakit kepala
5.1.7 Nafas pendek
5.2 Gejala kognitif
5.2.1 Khawatir tentang sesuatu
5.2.2 Keyakinan – keyakinan bahwa akan terjadi sesuatu yang
mengerikan akan terjadi tanpa ada alasan yang jelas
5.2.3 Merasa terancam
5.2.4 Ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah
5.2.5 Sulit berkonsentrasi
5.2.6 Merasa kebingungan
37
5.3 Gejala emosional
5.3.1 Kurang percaya diri
5.3.2 Marah yang berlebihan
5.3.3 Menangis
5.3.4 Mencela diri sendiri
6. Kecemasan Perpisahan
6.1 Pengertian kecemasan perpisahan
Kecemasan perpisahan adalah kecemasan dan kekhawatiran yang tidak
realistik pada anak tentang apa yang akan terjadi bila berpisah dengan
orang-orang yang berperan penting dalam hidupnya, misalnya orang tua.
Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan
individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan
meninggal atau tidak kembali karena suatu alasan lain) atau apa yang
terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik,
disakiti atau dibunuh) (Semiun, 2006).
Sedangkan menurut Joseph (2012), gangguan kecemasan berpisah
adalah suatu keadaan dimana individu menjadi takut dan cemas saat berada
jauh dari orang yang disayang. Karena alasan tersebut, anak itu enggan
untuk dipisahkan dari orang lain, dan mungkin karena itulah anak tidak
mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh orang
kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai oleh
orang lain (Semiun, 2006).
38
6.2 Penyebab kecemasan perpisahan
Gangguan kecemasan perpisahan seringkali terjadi setelah adanya
suatu kejadian traumatik atau yang sangat menekan kehidupan individu,
misalnya dirawat di rumah sakit, kematian orang yang disayangi, atau
pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah
(Joseph, 2012).
6.3 Tanda dan gejala kecemasan perpisahan
Gejala spesifik kecemasan perpisahan yaitu :
6.3.1 Distress berlebihan berulang – ulang saat berpisah dari orang tua
6.3.2 Khawatir yang berlebihan bahwa suatu peristiwa yang tidak
diinginkan akan terjadi
6.3.3 Penolakan untuk pergi ke sekolah atau tempat lain karena
perpisahan dengan orang – orang penting
6.3.4 Takut yang berlebihan dan enggan untuk sendiri
6.3.5 Penolakan untuk tidur sendirian
6.3.6 Mimpi buruk berulang
6.3.7 Keluhan fisik yang berulang, seperti sakit kepala, sakit perut, mual
dan muntah (Grohol, 2014)
Sedangkan menurut Kaneshiro & Zieve (2013), gejala kecemasan
perpisahan yaitu :
6.3.1 Distress berlebihan ketika dipisahkan dengan orang tua
39
6.3.2 Mimpi buruk
6.3.3 Keluhan fisik yang berulang – ulang
6.3.4 Khawatir kehilangan orang tua
6.3.5 Keengganan untuk tidur sendirian
6.4 Dampak kecemasan perpisahan
Semiun (2006), membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam
beberapa simtom, yaitu :
6.4.1 Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan
adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber
tertentu yang tidak diketahui. Individu yang mengalami kecemasan
tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat
mudah marah.
6.4.2 Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan
pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang
mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-
masalah yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau
belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa
cemas.
40
6.4.3 Simtom motorik
Individu yang mengalami kecemasan sering merasa tidak
tenang, gugup, kegiatan motorik menjadi tanpa arti dan tujuan,
misalnya jari-jari tangan atau kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat
kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba.
7. Kuesioner Kecemasan Perpisahan
Beberapa kuesioner yang dapat digunakan untuk melihat kecemasan
perpisahan yaitu Separation Anxiety Disorder Self Assessment Tool,
kuesioner ini dikembangkan oleh Hartford Hospital, kuesioner ini terdiri dari
12 pernyataan dengan pilihan jawaban YA atau TIDAK. Kuesioner ini
bertujuan untuk melihat apakah seorang anak atau seorang orang tua
mengalami kecemasan ketika berpisah dengan orang tua. Jika 12 pernyataan
dijawab “Ya” maka menunjukkan kecemasan perpisahan dengan orang tua
dan harus dilakukan konseling. Adult Separation Anxiety Questionnaire yang
dibuat oleh Manicavasagar V, Silove D, Wagner R, Drobny J pada tahun
2012. Kuesioner ini untuk mengukur tingkat kecemasan perpisahan untuk
masa dewasa atau yang dialami diatas usia 18 tahun, kuesioner ini
menggunakan pilihan dengan skala likert yaitu tidak pernah, kadang-kadang,
jarang, dan sering. Kelemahan kuesioner ini tidak dapat digunakan pada usia
remaja awal. Screen for Child Anxiety Related Disorder (SCARED),
kuesioner ini dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane
Cully dkk. Kuesioner ini berjumlah 11 pernyataan dan dibuat dalam
pernyataan favorable dan unfavorable. Masing-masing pernyataan diberi
41
penilaian 4 – 1. Kuesioner ini dibuat dengan tujuan untuk mengidentifikasi
tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat memasuki lingkungan
atau tempat baru. Setiap pernyataan disediakan empat pilihan jawaban, yaitu
SS (Sangat Sering), S (Sering), J (Jarang), dan TP (Tidak Pernah), dan
penilaian menggunakan skala Likert. Untuk pertanyaan favorable skor yang
diberikan adalah 4 = SS (Sangat Sering), 3 = S (Sering), 2 = J (Jarang), 1 = TP
(Tidak Pernah). Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable skor yang diberikan
adalah 4 = TP (Tidak Pernah), 3 = J (Jarang), 2 = S (Sering), 1 = SS (Sangat
Sering).
Dari ketiga kuesioner diatas, peneliti memilih untuk menggunakan
kuesioner Screen for Child Anxiety Related Disorder (SCARED), karena
peneliti ingin mengetahui tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua saat
remaja memasuki pesantren. Dengan hasil individu mengalami kecemasan
rendah atau kecemasan tinggi.
D. Teman Sebaya
Teman sebaya adalah anak pada usia yang sama atau pada level
kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Teman sebaya adalah sekelompok
orang yang memiliki usia yang sama dan memiliki kelompok sosial yang
sama pula, misalnya teman sekolah (Mu’tadin, 2002).
Interaksi teman sebaya memainkan peran khusus dalam perkembangan
sosioemosional anak-anak, salah satu fungsi yang paling penting dari
kelompok teman sebaya adalah untuk memberika sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia di luar keluarga (Santrock, 2007).
42
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa teman sebaya adalah
sekelompok orang yang memiliki usia yang sama dan biasanya terjadi
pertukaran informasi yang dapat mempengaruhi perilaku dari anggota lainnya.
Relasi dengan teman sebaya dapat berdampak positif ataupun negatif.
Sisi positifnya antara lain adalah anak-anak mengeksplorasi prinsip-prinsip
kesehatan dan keadilan melalui pengalaman ketika mereka mgalami
perbedaan pendapat dengan teman sebayanya (Piaget, 1932, Sullivan, 1953
dalam Santrock, 2007).
Selain itu para ahli juga mengungkapkan dampak negatif teman sebaya
bagi perilaku individu. Teman sebaya memiliki pengaruh besar dalam tingkah
laku individu, remaja yang memiliki perilaku buruk akan memberikan
pengaruh negatif kepada teman sebayanya. Salah satu pengaruh buruknya
yaitu dapat menjadikan individu sebagai pelaku tindakan bullying, karena
salah satu faktor penyebab terjadinya bullying adalah faktor teman sebaya.
Tindakan bullying dilakukan oleh remaja karena adanya teman sebaya yang
memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik secara aktif
maupun pasif), remaja menganggap bahwa perilaku bullying bukanlah suatu
masalah besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Remaja
memiliki keinginan untuk tidak lagi bergantung pada keluarganya dan mulai
mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya, untuk
mendapatkan rasa aman tersebut, remaja mengikuti perilaku- perilaku yang
teman sebayanya lakukan (Kupersmidt & Derosier, 2004 dalam Santrock,
2007).
43
E. Pesantren
1. Pengertian Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan
akhiran “an”, yang artinya tempat tinggal santri. Pesantren adalah tempat para
santri menimba ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya (Efendi & Makhfudli,
2009). Pesantren adalah institusi yang memfokuskan pengajaran agama
dengan menggunakan metode pengajaran tradisional dan mempunyai aturan-
aturan (Khuluq, 2008). Sedangkan menurut Wahid (2001) dalam Indonesian
institute for society empowerment / INSEP (2011), pesantren merupakan
kehidupan yang unik yang menunjukkan ciri-ciri subkultur. Pondok pesantren
merupakan salah satu lembaga pendidikan agama islam berupa asrama yang
terpisah antara santri putra dan santri putri (Siregar, 2013).
2. Jenis Pesantren
Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren-pesantren berusaha
mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Berdasarkan kegiatan
yang berlangsung di dalam pesantren, pesantren dapat di klasifikasikan
menjadi 2 macam, yaitu :
2.1 Pesantren salafi atau salafiah (tradisional)
Pesantren salafi merupakan pondok pesantren yang hanya
mengajarkan kitab klasik dan agama islam. Umumnya, lebih
mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional
dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat
44
selektif terhadap segala bentuk pembaruan, termasuk kurikulum
pengajarannya.
2.2 Pesantren khalafi atau khalafiah (modern)
Pesantren khalafi merupakan pondok pesantren yang selain
menyelenggarakan kegiatan pendidikan agama juga menyelenggarakan
pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, dan
SMA) maupun sekolah berciri khas agama. (Efendi & Makhfudli, 2009).
3. Tujuan Pesantren
Pesantren berfungsi untuk membentuk manusia-manusia yang mampu
membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan lingkungan.
Pesantren mempunyai fungsi sebagai berikut :
3.1 Tempat belajar ilmu – ilmu agama (keislaman)
3.2 Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan
3.3 Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah
3.4 Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif
3.5 Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa
3.6 Membentuk kader – kader dakwah islam
3.7 Sebagai garuda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk
para penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah)
3.8 Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan
korban kekerasan
45
3.9 Merespon persoalan – persoalan kemasyarakatan seperti masalah
kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi pengangguran,
memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat
3.10 Sebagai aktor pengelola perdamaian (Efendi & Makhfudli, 2009)
F. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini berdasarkan modifikasi teori Lawrence Green
(1080). Kerangka konsep ini dibagi ke dalam tiga faktor yaitu faktor predisposisi
(predisposing), faktor pemungkin (enabling), dan faktor penguat (reinforcing).
46
Faktor Pemungkin
Remaja yang mengalami
kecemasan mudah
dipengaruhi oleh:
Lingkungan
Teman sebaya
(Simbolon, 2012)
Remaja
Batasan usia 13 – 21 tahun
Perubahan yang terjadi
pada masa remaja :
perubahan fisik,
psikologis, dan sosial
(Dariyo, 2011)
Faktor Penguat
Keluarga yang
tidak harmonis
Pengaruh media
Budaya
Kekerasan yang
dialami di masa
lalu
Persepsi yang
salah tentang
perilaku korban
Perbedaan kelas
Senioritas
Karakter
individu atau
kelompok
(Astuti, 2008)
Remaja masuk pesantren
Terjadi perubahan &
mendapat peran-peran baru
(Agustiani, 2009)
Faktor Predisposisi
Kecemasan Perpisahan
Dampak negatif : persepsi
menyempit, mudah
tersinggung, mengalihkan
perhatian, mudah marah
(Astuti & Resminingsih,
2010)
Dampak positif :
kewaspadaan meningkat,
motivasi belajar meningkat,
kesadaran tinggi
(Astuti & Resminingsih,
2010)
Risiko perilaku bullying
Verbal
(Yayasan
SEJIWA,
2008)
Fisik
(Yayasan
SEJIWA,
2008)
Mental atau
psikologis
(Yayasan
SEJIWA, 2008)
47
Keterangan :
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan individu melakukan tindakan bullying yaitu
kecemasan perpisahan, keluarga yang tidak harmonis, pengaruh media, teman sebaya,
persepsi yang salah tentang perilaku korban, perbedaan kelas, senioritas, karakter
individu atau kelompok, lingkungan, budaya, dan kekerasan yang dialami di masa
lalu. Namun dalam penelitian ini hanya faktor kecemasan perpisahan yang
dikendalikan, sedangkan faktor – faktor lainnya tidak di kendalikan. Maka dari itu
peneliti tidak mengetahui apakah risiko perilaku bullying pada santri hanya
disebabkan oleh kecemasan perpisahan atau disebabkan juga oleh faktor lain.
Sumber : modifikasi kerangka teori perilaku Lawrence Green (1989), Astuti (2008),
Astuti & Resminingsih (2010), Myers (dalam Levianti, 2008), Santrock (2007),
Yayasan SEJIWA (2008).
48
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu satu
variabel independen dan satu variabel dependen. Kecemasan perpisahan dengan
orang tua sebagai variabel independen dan risiko perilaku bullying santri sebagai
variabel dependen. Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat di gambarkan
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Kecemasan perpisahan dengan
orang tua
Risiko perilaku bullying santri di
Pesantren Assanusi
49
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha = Ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap
risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon.
H0 = Tidak ada hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap
risiko perilaku bullying santri di pesantren Assanusi Cirebon.
50
C. Definis Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Skala
1 Independen
Kecemasan
perpisahan
Kekhawatiran yang
tidak jelas pada
individu tentang apa
yang akan terjadi bila
berpisah dengan
orang tuanya
(Semiun, 2006).
Menghitung skor dari
pertanyaan
kecemasan
perpisahan.
Peneliti menggunakan
kuesioner kecemasan
perpisahan yang berisi 11
pertanyaan.
Setiap pernyataan diberi
penilaian antara :
SS : 4
S : 3
J : 2
TP : 1
1. Kecemasan berpisah
tinggi jika nilai rata-rata
24
2. Kecemasan berpisah
rendah jika nilai rata-rata
< 24
(Azwar, 2012)
Ordinal
2 Dependen
Risiko
Risiko untuk
melakukan suatu
Menghitung skor dari
pertanyaan risiko
Kuesioner yang
digunakan adalah
1. Risiko Bullying
tinggi jika nilai
Ordinal
51
perilaku
bullying
tindakan untuk
menyakiti seseorang
dan menyebabkan
seseorang menderita,
tindakan ini dilakukan
secara langsung oleh
seseorang atau
kelompok yang lebih
kuat, biasanya
dilakuka dengan
perasaan senang
(Astuti, 2008).
Bullying ada tiga
bentuk, yaitu: fisik,
verbal, dan non verbal
perilaku bullying. kuesioner risiko perilaku
bullying yang berisi 28
pertanyaan.
Untuk pertanyaan positif
SS : 4
S : 3
TS : 2
STS : 1
Untuk pertanyaan negatif
SS : 1
S : 2
TS : 3
STS : 4
rata-rata 88
2. Risiko Bullying
rendah jika nilai
rata-rata < 88
(Azwar, 2012)
52
atau psikologis
(Yayasan Semai Jiwa
Amini, 2008).
53
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan antara
kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying
santri di Pesantren Assanusi Cirebon. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
dengan desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian cross-sectional
adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar
variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi
hanya satu kali dan pada waktu yang sama (Dharma, 2011).
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Sugiyono, 2012).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh santri yang duduk di bangku SMP
pesantren assanusi cirebon yang berjumlah 187 santri.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2012).
Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
random sampling yaitu stratified random sampling (pengambil sampel secara
acak stratifikasi). Jika suatu populasi mempunyai unit yang mempunyai
54
karakteristik yang berbeda-beda, maka teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah stratified random sampling (Notoatmodjo, 2010).
Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Isaac dan Michael
(Sugiyono, 2012) :
s =
d2 (N-1) + Λ
2.P.Q
Λ2
dengan dk = 1, taraf kesalahan yang diinginkan 10% -> 2,706
P = Q = 0,5
d = 0,05
s = jumlah sampel
s = 2,706 x 187 x 0,5 x 0,5
0,052 (187-1) + 2,706 x 0,5 x 0,5
= 126,5055
0,0025 (186) + 0,67
= 126,5055
0,465 + 0,67
= 126,5055
1,135
= 111,45 dibulatkan menjadi 112
Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki 90 %, maka besar sampel
yang diperoleh dengan menggunakan rumus tersebut adalah 112 santri.
Λ2.N.P.Q
55
Peneliti mengantisipasi apabila terdapat responden yang drop out atau
berhenti di tengah jalan, maka jumlah sampel ditambah 10 %. Besar sampel
setelah ditambah 10 % menjadi 112 + (10 % x 112) = 123 responden.
Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 123 santri. Jumlah populasi 187,
santri kelas VII berjumlah 68 santri, kelas VIII berjumlah 53 santri, dan kelas
IX 66 santri. Maka besar sampel untuk setiap kelas adalah :
Dalam penelitian keperawatan sampel yang diambil harus memiliki
kriteria sampel sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan
atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Santri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP)
2. Terdaftar sebagai santri pondok pesantren assanusi Cirebon
3. Bersedia menjadi responden
56
C. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2015. Mulai dari
pengambilan data sampai penyusunan hasil.
2. Tempat
Penelitian dilakukan di pondok pesantren assanusi cirebon Jl. Kebon Melati
No. 02 Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon, Jawa
Barat.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal, Marlane
Cully dkk, kuesioner ini dalam bentuk skala likert, dimana responden harus
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan dirinya. Kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner kecemasan perpisahan dan kuesioner risiko perilaku bullying.
Responden memilih jawaban untuk setiap pernyataan yang menunjukkan
kesetujuan (favourable) atau yang ketidaksetujuan (unfavourable), dengan empat
kategori jawaban yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), J (Jarang), TP (Tidak
Pernah).
Untuk pengumpulan datanya, peneliti akan menggunakan satu data demografi
dan tiga kuesioner, yaitu :
1. Data demografi, yaitu :
a. Jenis kelamin
b. Kelas
57
2. Kuesioner kecemasan perpisahan
Kuesioner ini dikembangkan oleh Boris Birmaher, Suneeta Khetarpal,
Marlane Cully dkk. Kuesioner berisi tentang kecemasan perpisahan
dengan orang tua, dengan tujuan untuk mengidentifikasi tingkat
kecemasan perpisahan dengan orang tua saat memasuki pesantren.
Kuesioner ini berisi 11 pertanyaan, masing-masing pertanyaan diberi nilai
4-1. Pertanyaan dengan jawaban sangat sering (SS) : 4, sering (S) : 3,
jarang (J) : 2, tidak pernah (TP) : 1.
3. Kuesioner risiko perilaku bullying
Kuesioner ini dibuat oleh Atfiyanah (2013), kuesioner ini
menggunakan skala likert yang memiliki empat jawaban, yaitu : SS
(sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), STS (sangat tidak sesuai).
Kuesioner ini terdiri dari 28 pernyataan dengan arah favorable dan
unfavorable.
E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
1. Uji Validitas
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen
yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2010).
Untuk melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan, responden
diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Jumlah responden
untuk uji coba instrumen yaitu sebanyak 30 orang (Siswanto dkk, 2013).
58
Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment
sebagai berikut :
( ) ( )( )
√* ( ) ( )( ( )+
Keterangan :
= koefisien korelasi
N = jumlah responden
= skor tiap item pertanyaan
= skor total
Metode pengujian validitas instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan korelasi pearson product moment, yaitu
distribusi (t tabel) untuk = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2) dengan
ketentuan instrumen valid apabila nila r hitung > r tabel pada = 0,05
dengan N + 30 artinya instrumen tersebut valid karena menyatakan adanya
korelasi antara skor item dengan jumlah skor total (Riwidikdo, 2013).
Tempat uji validitas di Pesantren Kebon Jambu. Pesantren ini dipilih
karena karakteristik nya sesuai dengan Pesantren Assanusi.
Peneliti telah melakukan uji validitas pada 30 santri di pesantren
kebon jambu cirebon. Hasil uji validitas dianalisa menggunakan rumus
Pearson Product Moment dengan bantuan perangkat lunak komputer. Dari
59
hasil analisis didapatkan bahwa r tabel (n-2) < r hitung atau 0,374 < r hitung.
Untuk pernyataan kecemasan berpisah sebanyak 11 item di dapatkan hasil
yang menunjukkan 100 % valid, dan untuk pernyataan risiko perilaku
bullying terdapat 28 item menunjukkan hasil 100 % valid. Sehingga kedua
kuesioner tersebut dapat digunakan.
2. Uji Reabilitas
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan kesamaan hasil
pengukuran atau pengamatan suatu alat pengukur dalam mengukur gejala
yang sama, dan setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk
memberikan hasil pengukuran yang konsisten (Arikunto, 2010).
Rumus :
R11 = 2(rxy)
(1+rxy)
Keterangan :
= Koefisien reliabilitas internal seluruh item
Apabila > r tabel berarti reliabel dan apabila < r tabel maka tidak
reliabel.
Hasil uji reabilitas didapatkan nilai Alpha Cronbach ( ) untuk kuesioner
kecemasan berpisah sebesar 0,844. Sedangkan untuk kuesioner risiko perilaku
60
bullying sebesar 0,940. Dari kedua hasil uji reabilitas tersebut dapat dinyatakan
bahwa kedua kuesioner tersebut reliabel dan dapat digunakan.
F. Tahapan Penelitian
a. Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel penelitian, dan
menentukan lokasi penelitian.
b. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapat gambaran dan landasan
teoritis yang tepat.
c. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan setelah proposal
penelitian mendapatkan persetujuan dari pembimbing dilanjutkan dengan
mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada institusi pendidikan
sebagai landasan permohonan mengadakan penelitian di pesantren
Assanusi Cirebon.
d. Peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner di pondok
pesantren yang berbeda yaitu pesantren kebon jambu cirebon.
e. Setelah mendapatkan surat izin dari institusi pendidikan peneliti
mengajukan izin terlebih dahulu kepada pengasuh dan pengurus
pesantren assanusi cirebon.
f. Setelah mendapatkan izin dari pihak pesantren, peneliti dibantu pengurus
pesantren untuk menjelaskan tujuan penelitian dan melakukan informed
consent kepada responden.
g. Setelah itu peneliti memilih responden yang memenuhi kriteria inklusi
untuk dijadikan sampel penelitian.
61
h. Peneliti memeriksa kembali apakah lembar kuesioner yang sudah di isi
sesuai dengan petunjuk dan mengeliminasi kuesioner yang tidak terisi
lengkap.
i. Menghitung dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian
membuat tabel data.
j. Setelah lembar kuesioner tersebut terisi, dilakukan pengolahan data
menggunakan program komputer.
G. Pengolahan Data
Proses pengolahan data penelitian menggunakan langkah – langkah sebagai
berikut :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan, meliputi kelengkapan jawaban, kejelasan
jawaban dan konsistensi antara jawaban pada isian kuesioner.
2. Coding
Coding merupakan pemberian kode numerik terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Kegiatan ini bertujuan untuk merubah data
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
3. Entri data
Entri data merupakan proses pemasukan data kedalam program atau
fasilitas analisis data.
62
4. Cleaning data
Cleaning data merupakan proses pembersihan data setelah data sudah
dimasukkan kedalam komputer untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode.
(Notoatmodjo, 2010).
H. Analisa Data
Analisa data yang akan digunakan adalah menggunakan program komputer,
yang terdiri dari dua macam analisa data, yaitu univariat dan bivariat.
1. Analisis univariat
Analisa Univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing –
masing variabel yang dimiliki. Variabel independen kecemasan perpisahan
dengan orang tua dan variabel dependen risiko perilaku bullying.
2. Analisi bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen. Yaitu untuk mengetahui hubungan antara
kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying.
Analisa data yang digunakan adalah uji Korelasi Spearman Rank. Uji
Spearman Rank digunakan untuk menguji korelasi dua variabel dimana
kedua variabelnya adalah ordinal. Hasil penelitian dibandingkan p-value
dengan signifikan alpha 0,05. Apabila p-value lebih kecil dari alpha (0,05)
maka ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan
variabel dependen, dan apabila p-value lebih besar dari alpha (0,05) maka
tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
63
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, ada tiga masalah etika penelitian keperawatan
(Hidayat, 2008)
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Informed consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti
memberikan lembar informen consent kepada santri sebelum mengisi
kuesioner. Tujuan dari informed concent adalah agar santri mengerti maksud
dan tujuan penelitian. Jika santri bersedia, maka santri harus menandatangani
lembar persetujuan. Akan tetapi jika santri tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormatinya dan tidak ada paksaan.
2. Confidentially (kerahasiaan)
Etika penulisan bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas
responden, melindung dan menghormati hak responden. Peneliti menjelaskan
kepada santri bahwa peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas santri,
dimana data-data yang diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan
penelitian.
3. Anonimity (tanpa nama)
Peneliti tidak meminta santri untuk menuliskan nama mereka. Karena
masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
64
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan.
65
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Pondok Pesantren Assanusi merupakan pondok pesantren yang sejarahnya di
mulai dari perjuangan Al-maghfirullah K.H. Muhammad Sanusi. Pesantren ini berada di
Jl. Kebon Melati No.02 Babakan Ciwaringin Cirebon 45167.pesantren Assanusi di
resmikan pada tahun 1994. Pada saat ini Pesantren Assanusi di pimpin oleh K.H Ali
Munir. Jumlah santri Assanusi berjumlah 304 santri, 187 santri duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama (SMP), 109 santri duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA),
dan 8 santri mengabdi di pesantren.
Untuk mengawasi seluruh santri di pesantren Assanusi maka pengasuh membentuk
kepengurusun, mulai dari kepengurusan pusat sampai kepengurusan kamar yang
bertujuan untuk mengontrol kegiatan maupun tingkah laku santri. Kepengurusan
pesantren dipegang oleh santri senior, kepengurusan ini terdiri dari kepala pondok, wakil
kepala pondok, bendahara, seksi keamanan, seksi ibadah, seksi kebersihan, seksi
kesehatan, dan kepala kamar di setiap kamar.
Peraturan – peraturan yang dibuat oleh pengurus wajib dipatuhi oleh seluruh santri.
Namun pengurus memberikan keringanan bagi santri baru, mereka selama sebulan tidak
dituntut untuk mengikuti semua pengajian atau peraturan pesantren, santri baru tersebut
diberikan keringanan dengan tujuan mereka akan merasa kerasan di pesantren.
Di tahun ajaran pertama selama dua semester, santri baru mulai dimasukan tentang materi
pembinaan akhlakul karimah dengan tujuan santri mengerti tentang perilaku yang baik.
66
Apabila ada santri yang melanggar peraturan atau melakukan perbuatan merugikan
kepada santri lain akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukanya. Pengurus juga memberikan kesempatan kepada santri untuk konseling
dengan ustadz atau seniornya di pondok pesantren jika memiliki masalah. Selain itu,
pihak pesantren juga bekerjasama dengan pihak sekolah formal baik itu SMA atau SMP
terutama guru BP dan wali kelas apabila ada santri yang berkelakuan tidak baik. Sehingga
jika ada santri yang berkelakuan tidak baik maka akan ditegur oleh pihak pengurus.
B. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dibawah ini merupakan karakteristik sampel penelitian
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelas.
Dibawah ini merupakan kategori responden penelitian, antara lain :
a) Jenis Kelamin Responden
Tabel 5.1
Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
(%)
Laki - laki
Perempuan
59
64
48,0 %
52,0 %
Total 123 100,0
Tabel 5.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin responden. Jenis kelamin perempuan
memperoleh jumlah tertinggi sebesar 64 responden (52,0 %).
67
b) Kelas
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas
Kelas Frekuensi Presentase (%)
VII
VIII
IX
45
35
43
36,6 %
28,5 %
35,0 %
Total 73 100,0
Tabel 5.2 menunjukkan distribusi kelas responden. Kelas VII memperoleh jumlah
tertinggi sebesar 45 responden (36,6 %), dan kelas VIII memperoleh jumlah terendah
yaitu 35 responden (28,5 %).
Kelas responden dimasukkan dalam data demografi untuk melihat presentase tiap
kelas, sehingga peneliti bisa mengetahui kelas mana yang paling banyak mengalami
kecemasan berpisah dan mana yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi.
C. Analisa Univariat
a. Gambaran Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua pada Santri Assanusi
Cirebon
Nilai kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri diukur dengan
kuesioner yang dijawab langsung oleh responden. Untuk tingkat kecemasan
perpisahan dengan orang tua pada santri Pondok Pesantren Assanusi Cirebon yaitu :
68
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua pada Santri
Assanusi Cirebon
Kecemasan
Perpisahan
Frekuensi Presentase (%)
Rendah
Tinggi
45
78
36,6 %
63,4 %
Total 123 100,0
Frekuensi kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri Pondok
Pesantren Assanusi Cirebon didapatkan hasil bahwa kebanyakan santri
mengalami kecemasan tinggi sebanyak 78 responden (63,4 %).
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua
Setiap Kelas
Kecemasan
Perpisahan
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
N % N % N %
Rendah 13 28,9 10 28,6 22 51,2
Tinggi 32 71,1 25 71,4 21 48,8
Total 45 100 35 100 43 100
Tabel 5.4 menunjukkan distribusi kecemasan perpisahan setiap kelas. Kecemasan
tertinggi dialami oleh santri kelas VII sebanyak 32 responden (71,1 %).
69
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Kecemasan Perpisahan Antar Jenis Kelamin
Kecemasan
Perpisahan
Perempuan Presentase
(%)
Laki - laki Presentase
(%)
Rendah 20 31.3 25 42.4
Tinggi 44 68.8 34 57.6
Total 64 100 59 100
Tabel 5.5 menunjukkan distribusi kecemasan perpisahan antar jenis kelamin.
Kecemasan perpisahan tertinggi terjadi pada santri perempuan sebanyak 44 responden
(68,8 %).
b. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Santri Pesantren Assanusi Cirebon
Gambaran risiko perilaku bullying pada santri Pesantren Assanusi
didapatkan hasil berdasarkan jawaban responden pada kuesioner. Untuk frekuensi
risiko perilaku bullying santri Pesantren Assanusi didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Santri Assanusi Cirebon
Risiko Perilaku Bullying Frekuensi Presentase (%)
Rendah
Tinggi
59
64
48,0 %
52, 0 %
Total 123 100,0
70
Distribusi frekuensi risiko perilaku bullying santri Pondok Pesantren Assanusi Cirebon
didapatkan hasil bahwa mayoritas santri memiliki risiko perilaku bullying tinggi
sebanyak 64 responden (52,0 %).
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Antar Jenis Kelamin
Risiko Perilaku
Bullying
Perempuan Presentase
(%)
Laki - laki Presentase
(%)
Rendah 38 59.4 23 39.0
Tinggi 26 40.6 36 61.0
Total 64 100 59 10 0
Tabel 5.7 menunjukkan distribusi risiko perilaku bullying antar jenis kelamin. Risiko
perilaku bullying tertinggi dialami oleh santri laki – laki sebanyak 36 responden
(61,0 %).
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying Setiap Kelas
Risiko Perilaku
Bullying
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
N % N % N %
Rendah 25 55,6 18 51,4 18 41,9
Tinggi 20 44,4 17 48,6 25 58,1
Total 45 100 35 100 43 100
Tabel 5.8 menunjukkan distribusi risiko perilaku bullying setiap kelas. Risiko perilaku
bullying tertinggi dialami oleh santri kelas IX sebanyak 25 responden (58,1 %).
71
D. Analisa Bivariat
Berdasarkan kerangka konsep, analisis bivariat akan menguji hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah kecemasan perpisahan dengan orang tua, sedangkan variabel dependen dalam
penelitian ini adalah risiko perilaku bullying.
Tabel 5.9
Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap Risiko
Perilaku Bullying Santri Pesantren Assanusi Cirebon
Resiko Perilaku Bullying
Kecemasan
Perpisahan
Rendah
Tinggi
Rendah Tinggi Total Nilai r P
N % N % N %
0,352
< 0,001 32 71,1 13 28,9 45 100
27 34,6 51 65,4 78 100
Total 59 48,0 64 52,0 123 100
Analisis hubungan antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko
perilaku bullying santri Assanusi Cirebon ini menggunakan uji Spearman Rank. Hasil
penelitian di dapatkan koefisien korelasi ( r ) antara kecemasan perpisahan dengan orang
tua terhadap risiko perilaku bullying santri Pesantren Assanusi Cirebon ( r ) 0,352 dengan
tingkat signifikan < 0,001. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang lemah
antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri
pesantren Assanusi Cirebon.
72
Tabel 5.10
Persentase Antara Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua Terhadap
Risiko Perilaku Bullying Antar Kelas
1. Kelas VII
Risiko Perilaku Bullying
Kecemasan
Perpisahan
Rendah
Tinggi Total
N % N % N %
Rendah 13 100 0 0 13 100
Tinggi 12 37.5 20 62.5 32 100
Total 25 55.6 20 44.4 45 100
Jumlah santri kelas VII berjumlah 45 responden, yang mengalami kecemasan
perpisahan tinggi sebanyak 32 santri, dan yang memiliki risiko perilaku bullying
tinggi sebanyak 20 santri.
2. Kelas VIII
Risiko Perilaku Bullying
Kecemasan
Perpisahan
Rendah
Tinggi Total
N % N % N %
Rendah 10 100 0 0 10 100
Tinggi 8 32.0 17 68.0 25 100
Total 18 51.4 17 48.6 35 100
Santri kelas VIII berjumlah 35 santri, yang mengalami kecemasan kecemasan
perpisahan tinggi sebanya 25 santri, dan yang berisiko untuk melakukan tindakan
bullying tinggi sebanyak 17 responden.
73
3. Kelas IX
Risiko Perilaku Bullying
Kecemasan
Perpisahan
Rendah
Tinggi Total
N % N % N %
Rendah 0 0 22 10 0 22 100
Tinggi 18 85.7 3 14.3 21 100
Total 18 41.9 25 58.1 43 100
Santri kelas IX berjumlah 43 santri. Dari ke 43 santri tersebut, yang mengalami
kecemasan tinggi sebanyak 21 responden, dan yang memiliki risiko perilaku
bullying tinggi sebanyak 25 responden.
74
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan
merupakan rincian dari hasil penelitian yang dikaitkan dengan tujuan penelitian. Hasil
dari penelitian akan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya maupun teori
yang ada.
A. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah santri putra & putri pesantren Assanusi
Cirebon yang duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP), berusia 12 – 15 tahun.
Mayoritas responden dalam penelitian ini berada di kelas VII. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 123 santri, dimana santri laki – laki berjumlah 59 (48,0 %)
dan santri perempuan berjumlah 64 (52,0 %).
B. Analisa Univariat
a. Gambaran Kecemasan Perpisahan dengan Orang Tua pada Santri di
Pesantren Assanusi Cirebon
Kecemasan perpisahan adalah bentuk kecemasan dan ketakutan anak-
anak atau remaja untuk berpisah dengan orang tuanya, kecemasan
perpisahan biasanya terjadi akibat adanya kejadian traumatik atau yang
sangat menekan kehidupan individu misalnya pindah ke lingkungan yang
lain seperti pindah rumah atau pindah sekolah (Joseph, 2012). Kecemasan
pada remaja yang berada di pesantren biasanya terjadi pada santri yang
75
baru masuk di tahun pertama pendidikannya di pesantren karena
lingkungan barunya tersebut.
Pada masa ini, remaja banyak mengalami perubahan. Perubahan –
perubahan yang dialami oleh remaja akan membuat remaja mendapatkan
peran – peran baru dan terikat pada kegiatan – kegiatan baru, dan hal ini
menyebabkan kecemasan (Agustiani, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa sebagian besar santri mengalami kecemasan tinggi sebanyak 78
responden (63,4%), dan sebagian santri mengalami kecemasan rendah
sebanyak 45 responden (36,6%). Kecemasan berpisah paling banyak terjadi
pada santri kelas VII yaitu 32 responden (71,1 %), diikuti santri yang
duduk di kelas VIII sebanyak 25 responden (71,4 %) dan kelas IX
sebanyak 21 responden (48,8 %). Jika dilihat dari jumlah presentasenya,
kecemasan tertinggi dialami oleh santri kelas VIII, namun jika dilihat dari
jumlah responden kelas VII yang banyak mengalami kecemasan berpisah
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kecemasan perpisahan tidak hanya
terjadi pada santri yang baru masuk pesantren, namun bisa terjadi pada
santri yang duduk di kelas VIII dan IX. Kecemasan perpisahan dialami
oleh santri putri lebih banyak, yaitu 44 responden (68,8 %).
Salah satu peraturan pesantren yaitu santri dilarang sering pulang ke
rumah, karena dikhawatirkan santri tersebut tidak betah tinggal
dipesantren. Peraturan tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada santri,
terlebih kunjungan orang tua pun sangat jarang. Biasanya orang tua hanya
76
berkunjung ke pesantren satu bulan sekali, dan tidak semua santri
dikunjungi oleh orang tuanya dan santri hanya bisa pulang ketika liburan
pesantren atau liburan sekolah tiba.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014),
menunjukkan bahwa santri tingkat SMP Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Kebun Jeruk Jakarta mengalami kecemasan perpisahan tinggi sebanyak 32
responden (43,8 %), dan santri yang mengalami kecemasan rendah
sebanyak 41 responden (56,2 %). Pada penelitian ini remaja mampu
beradaptasi dengan lingkungannya dan mulai bergaul dengan teman
sebayanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Amirullah (2014), menunjukkan bahwa
gangguan kecemasan terjadi sekitar 4% pada anak-anak dan remaja awal.
Hal ini terjadi disebabkan karena remaja yang awalnya selalu dekat dengan
orang tua kini harus berpisah dengan orang tuanya dan hidup di lingkungan
yang baru, hal tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kecemasan.
Kondisi yang menyebabkan remaja mengalami kecemasan yaitu ketika
remaja mulai memasuki sekolah yang baru, beban tugas sekolah yang
padat, dan pindah ke lingkungan yang lain seperti pindah rumah atau
pindah sekolah (Dewi, 2008). Selain itu, remaja mengalami kecemasan
akibat dari berpisah dengan orang tuanya.
Hal ini diperkuat oleh jawaban responden terkait pernyataan “Akankah
kamu merasa aman ketika pergi ke pesantren bersama dengan orang tua”,
hasilnya 62 responden menjawab “Sangat Setuju” dan 33 responden
77
menjawab “Setuju”. Hasil tersebut menunjukkan bahwa remaja mengalami
kecemasan ketika akan berpisah dengan orang tuanya.
b. Gambaran Risiko Perilaku Bullying pada Santri di Pesantren
Assanusi Cirebon
Perilaku bullying adalah salah satu kenakalan remaja yang terjadi di
berbagai lingkungan termasuk sekolah, perilaku bullying merupakan
aktivitas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan
ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan niat untuk mencederai
(Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009). Sedangkan risiko perilaku bullying
adalah risiko untuk melakukan suatu tindakan kekerasan yang dapat
menyebabkan seseorang menderita. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan kuesioner untuk menilai tingkat risiko perilaku bullying pada
santri di Pesantren Assanusi.
Hasil penelitian yang dilakukan pada santri di pesantren Assanusi
didapatkan hasil bahwa mayoritas santri memiliki risiko perilaku bullying
rendah sebanyak 59 responden (48,0 %), dan 64 responden (52,0 %)
mengalami risiko perilaku bullying tinggi. Risiko perilaku bullying
tertinggi dialami oleh santri putra sebanyak 36 responden (61,0 %),
sedangkan untuk santri putri yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi
sebanyak 26 responden (40,6 %).
Penyebab lain terjadinya bullying di pesantren Assanusi disebabkan
oleh faktor teman sebaya, karena santri yang tinggal di pesantren lebih
dekat dengan teman sebayanya, santri yang berusia remaja ini sering
78
menyamakan dirinya dengan teman sebaya baik dalam perbuatan maupun
perlakuan
Pesantren Assanusi ini memilki komplek kamar, yang mana di dalam
setiap komplek memiliki kepala komplek sebagai penanggung jawab para
santri ketika di lingkungan komplek, sedangkan di kamar ditempatkan
kepala kamar yang mana usia dan lama pesantrenya lebih lama dari santri
seusianya di kamar tersebut. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir
tindakan bullying dan sejenisnya. Namun ternyata hal ini masih belum
efektif karena masih terjadinya bullying.
Terkait dengan penelitian pada santri ini adalah remaja awal yang
mana berada dalam masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.
Menurut Yuliani (2013), masa remaja adalah masa yang rentan dimana
pada masa ini emosi remaja masih labil sehingga remaja mudah
dipengaruhi oleh teman sebayanya bahkan remaja mudah terjerumus
kedalam tindakan kekerasan (Yuliani, 2013).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Basyirudin (2010),
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa santri yang memiliki perilaku
bullying tinggi hanya 15 responden (19 %), sedang 51 responden (63,3 %),
dan rendah 14 responden (17,7 %). Risiko perilaku bullying sendiri
dipengaruhi oleh lingkungan individu, dimana semakin baik lingkungan
maka semakin rendah risiko perilaku bullying (Maghfiroh & Rachmawati,
2009). Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa risiko tindakan
bullying dialami juga oleh remaja yang tinggal di pesantren.
79
C. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Spearman
Rank, karena peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan
perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren
Assanusi Cirebon. Hasil uji Spearman Rank pada penelitian ini didapatkan
koefisien korelasi ( r ) antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap
risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon ( r ) 0,352 dengan
tingkat signifikan 0,000. Hasil ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang
lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap risiko perilaku
bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang mengalami
kecemasan perpisahan tinggi (63,4 %) memiliki tingkat risiko perilaku bullying
tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi individu mengalami
kecemasan perpisahan maka semakin tinggi individu mengalami risiko perilaku
bullying. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2014),
mengungkapkan bahwa individu yang mengalami kecemasan berat akibat berpisah
dengan orang tuanya dapat menampilkan perilaku agresif dari mengucapkan kata –
kata marah, bahkan sampai menendang – nendang. Berperilaku agresif pada
remaja merupakan bagian dari pengendalian emosi yang masih rendah, terutama
pada remaja yang tinggal di pesantren.
Pada penelitin ini, santri yang mengalami kecemasan perpisahan tinggi yaitu
santri kelas VII sebanayk 32 responden (71,1 %) dan mayoritas terjadi pada santri
80
putri. Namun untuk santri yang berisiko melakukan tindakan bullying yaitu santri
kelas IX sebanyak 25 responden (58,1 %), mayoritas terjadi pada santri putra.
Pada santri kelas VII yang mengalami kecemasan perpisahan rendah sebanyak
13 santri dan yang mengalami kecemasan berpisah tinggi sebanyak 32 santri, dari
45 santri tersebut yang memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 25 santri
(55.6 %) dan yang memiliki risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 20 santri
(44.4 %). Untuk santri kelas VIII yang mengalami kecemasan berpisah tinggi
sebanyak 25 santri dan kecemasan rendah sebanyak 10 santri, dari 35 santri
tersebut yang memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 18 santri (51.4 %)
dan yang berisiko tinggi sebanyak 17 responden (48.6). Sedangkan pada santri
kelas IX yang mengalami kecemasan berpisah rendah sebanyak 22 santri dan yang
mengalami kecemasan tinggi sebanyak 21 santri, dari 43 santri tersebut santri yang
memiliki risiko perilaku bullying rendah sebanyak 18 santri (41.9) dan yang
berisiko tinggi sebanyak 25 santri (58.1 %). Hasil ini menunjukkan bahwa kelas
IX mengalami kecemasan berpisah rendah, namun memiliki risiko perilaku
bullying paling tinggi.
Pesantren Assanusi tidak memiliki tempat konseling khusus, namun di
pesantren ini setiap kamarnya ada kepala kamar yang bertanggung jawab atas
santri yang berada di kamar tersebut dan biasanya santri yang baru masuk
ditititpkan kepada kepala kamar, sehingga jika santri mengalami kecemasan bisa
konsultasi kepada kepala kamar. Untuk mengatasi kecemasan yang dialami oleh
santri biasanya kepala kamar atau pihak pengurus pusat mengajak santri untuk
81
melakukan kegiatan – kegiatan yang mungkin bisa menghilangkan kecemasan
seperti olah raga. Bagi santri baru tidak semua peraturan diberlakukan, ada
beberapa peraturan yang belum diberlakukan agar santri bisa mengurangi
kecemasannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008),
menunjukkan bahwa terjadi tingkat kekerasan pada tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) sebanyak 61,1 %. Sedangkat menurut Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI), dari tahun 2011 hingga 2014 KPAI mencatat sebanyak 1.480
kasus bullying di bidang pendidikan (Setyawan, 2014). Hal ini jelas bahwa
tindakan bullying pada remaja dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Tindakan kekerasan pada remaja tidak hanya terjadi pada institusi pendidikan
formal saja, namun terjadi juga di dunia pesantren (Basyirudin, 2010). Terlebih
remaja yang tinggal di Pesantren akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan
teman sebayanya, sehingga teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada
perilaku remaja (Wong, 2008).
Terlebih di Pesantren Assanusi kedekatan antara pengasuh dengan santri tidak
begitu dekat karena terlalu banyak santri sehingga pengasuh sulit untuk
mengawasi semua santri, namun antara pengurus dan santri dekat sehingga ketika
ada santri yang mengalami cemas, pengurus dapat membantu santri tersebut untuk
mengurangi kecemasannya dengan mengajak ngobrol ataupun melakukan kegiatan
yang membuat santri bisa mengurangi kecemasannya. Namun mayoritas santri
memilih untuk menceritakan kecemasannya kepada teman sebayanya daripada ke
pengurus, namun beberapa teman sebayanya memiliki perilaku yang kurang baik
82
sehingga santri yang mengalami kecemasan mudah terpengaruh oleh teman
sebayanya dan berisiko untuk melakukan tindakan bullying.
Melihat definisi kecemasa menurut Asmadi (2008), bahwa kecemasan adalah
gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan
mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan. Hal ini terkait
dengan dunia pesantren dimana santri menjadikan perpisahan dengan orang tua
dan lingkungan serta peraturan pesantren sebagai suatu stresor yang dapat memicu
suatu bentuk kecemasan. Ditambah lagi santri dipaksa harus hidup mandiri
sehingga memiliki peran baru yang awal sebagai anak ynag tinggal di lingkunagn
rumah, namun kini menjadi santri yang dituntut harus menyiapkan semua
keperluanya sendiri. Menurut Agustiani (2009), Kecemasan dapat timbul jika
sesorang mengalami perubahan & mendapat peran-peran baru dalam kehidupanya.
Munculnya kecemasan ini dapat menimbulkan respon negatif dan positif,
respon negatif ini dapat menyebabkan berbagai hal antara lain mudah marah dan
persepsi menyempit. Sebagaimana menurut Astuti & Resminingsih (2010),
dampak negatif dari kecemasan adalah persepsi menyempit, mudah tersinggung,
mengalihkan perhatian, dan mudah marah. Dengan persepsi yang menyempit
dapat menyebakan terjadinya bullying, karena santri tersebut mencoba mencari hal
yang dapat mengalihkan perhatian dari kecemasan tersebut dengan melakukan
tindakan bullying sebagai suatu yang awalnya di anggap lelucon namun dapat
berdampak menjadi karakter individu atau kelompok, santri tersebut menjadikan
teman sesama santrinya sebagai sasaran bullying untuk membuat dirinya dan
83
temannya tertawa, yang pada awalnya berupa bullying verbal berkembang lagi
menjadi bullying psikologis dan fisik.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat keterbatasan dan menjadi kekurang
penelitian ini, antara lain :
1. Pada penelitian ini, peneliti tidak mengendalikan faktor – faktor lain dari
penyebab terjadinya tindakan bullying seperti faktor teman sebaya,
lingkungan, budaya, kekerasan yang dialami di masa lalu, pengaruh media,
persepsi yang salah tentang perilaku korban, perbedaan kelas, karakter
individu atau kelompok, senioritas, dan faktor keluarga yang tidak
harmonis. Hanya faktor kecemasan perpisahan dengan orang tua yang
dikendalikan sehingga hasilnya tidak maksimal.
2. Populasi dalam penelitian ini masih terbatas, hanya santri yang duduk di
bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menjadi responden
penelitian, untuk santri yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas
(SMA) tidak dijadikan responden.
3. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi pernyataan
untuk mengukur tingkat kecemasan perpisahan dan tingkat risiko perilaku
bullying, dan menggunakan pernyataan tertutup sehingga responden tidak
dapat mengungkapkan jawaban dengan bebas.
4. Kuesioner bullying yang digunakan tidak mencakup seluruh aspek dari
bullying, sehingga hasilnya tidak maksimal.
84
5. Peneliti mengalami kesulitan dalam menyamakan jadwal meneliti dengan
jadwal kegiatan pesantren yang padat.
85
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Diperoleh hasil gambaran kecemasan perpisahan dengan orang tua pada santri
di Pesantren Assanusi Cirebon dengan nilai kecemasan tinggi sebanyak 78
santri (63,4 %) dan nilai kecemasan rendah sebanyak 45 santri (36,6 %).
Kecemasan perpisahan tinggi dialami oleh santri kelas VII sebanyak 32
responden (71,1 %), mayoritas terjadi pada santri perempuan sebanyak 44
responden (68,8 %).
b. Diperoleh hasil gambaran risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi
Cirebon dengan nilai risiko perilaku bullying rendah sebanyak 59 responden
(48,0 %) dan risiko perilaku bullying tinggi sebanyak 64 responden (52,0 %).
Santri yang berisiko memiliki perilaku bullying terjadi pada santri kelas IX
sebanyak 25 responden (58,1 %), dan mayoritas dialami oleh santri laki-laki
sebanyak 36 responden (61,0 %).
c. Terdapat hubungan yang lemah antara kecemasan perpisahan dengan orang
tua terhadap risiko perilaku bullying santri di Pesantren Assanusi Cirebon.
Dimana semakin tinggi kecemasan perpisahan dengan orang tua maka
semakin tinggi tingkat risiko perilaku bullying.
86
B. Saran
a. Bagi Pesantren Assanusi
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengasuh
maupun pengurus pesantren agar lebih memperhatikan santri yang
mengalami kecemasan berpisah dengan orang tuanya agar tidak terjadi
tindakan bullying ataupun dampak negatif dari kecemasan. Pengasuh
ataupun pengurus dapat menjalin kerjasama dengan pelayanan
keperawatan agar dapat melakukan penanggulangan kecemasan berpisah
dan melakukan pencegahan tindakan bullying.
b. Bagi Responden
Responden harus mampu menangani kecemasannya saat berpisah
dengan orang tua agar tidak terjadi dampak-dampak negatif dari
kecemasannya tersebut.
c. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas santri mengalami
kecemasan berpisah tinggi. Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai
bahan tambahan bagi pelayanan keperawatan, khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa maupun keperawatan anak.. Perawat dapat memberikan
pendidikan kesehatan kepada remaja maupun orang tua terkait dampak
kecemasan berpisah dan dampak risiko perilaku bullying.
87
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian selanjutnya bisa mengontrol faktor – faktor lain penyebab
terjadinya bullying seperti faktor keluarga yang tidak harmonis, teman
sebaya, perbedaan kelas, senioritas, lingkungan dan budaya sehingga
penyebab terjadinya bullying pada remaja dapat diketahui. Untuk
menentukan kuesioner yang akan digunakan, peneliti harus teliti apakah
kuesioner nya dapat digunakan atau tidak dalam penelitian. Bisa juga
dengan membandingkan antara remaja yang duduk di Sekolah Menengah
Pertama(SMP) dengan remaja yang duduk di Sekolah Menengah Atas
(SMA). Metode penelitian yang digunakan bisa dengan teknik wawancara,
sehingga responden dapat menjelaskan jawabannya secara jelas dan
terbuka.
Daftar pustaka
Adilla. Nissa. Pengaruh Kontrol Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah
Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.5 No.1, Februari 2009.
Agustiani. Dr. Hendriati. Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya
dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung : Refika
Aditama, 2009.
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta : EGC, 2010.
Aminullah. M Afif. Kecemasan antara siswa SMP dan santri pondok pesantren. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan. Vol.01, No.02, Agustus 2013.
Amirullah. Kurnia. Mengenal separation anxiety: kecemasan akan perpisahan, 2014.
Diakses 17 November 2014 dari http://margina.net/mengenal-separation-anxiety-
kecemasan-akan-perpisahan
Arikunto, S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Asmadi. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Astuti, Poni Retno. Meredam Bullying : 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada
Anak. Jakarta : Grasindo, 2008.
Astuti. Endang Sri & Resminingsih. Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada
Satuan Pendidikan Menengah Jilid I. Jakarta :Grasindo, 2010.
Atfiyanah. Hubungan antara sensation seeking dan konformitas teman sebaya terhadap
kecenderungan perilaku bullying siswa SMA Triguna Tangerang. Skripsi. Jakarta
:UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
Azwar, Saifuddin. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2012.
Az-zahrani. Musfir. Konseling terapi. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Basyiruddin, Farkhan. Hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying para
santri madrasah aliyah Pondok Pesantren Assa’adah Serang Banten. Skripsi.
Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Carpenito. Lynda Juall. Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis.
Jakarta:EGC, 2009.
Dahlan, M. S. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika,
2011.
Dariyo, Agoes. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung : Refika
Aditama, 2011.
Dewi. Ismira. Anxiety disorder: dapat dialami pula oleh anak dan remaja, 2008. Diakses
16 November 2014 dari http://www.kabarindonesia.com
Dharma, Kusuma Kelana. Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penrlitian. Jakarta : CV. Trans Info
Media, 2011.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo, 2006.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktek
dalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, 2009.
Fefriawati, Rita. Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif remaja
di SMKN 5 Padang Tahun 2010. Skripsi. Padang :Universitas Andalas, 2010.
Flynt, S.W. Morton, R.C. Alabama. Elementary principals’ perception of bullying.
Education, 2, 187-191, 2006.
Grohol, John M. Separation anxiety disorder symptoms, 2014. Diakses 05 Januari 2015
dari http://psychcentral.com/disorders/separation-anxiety-disorder-symptoms/.
Hidayat, A Aziz Alimun. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta :
Salemba Medika, 2008.
Joseph G. Separation anxiety in children. Medicastor, 2012. Diakses 06 Januari 2015
dari
http://medicastore.com/penyakit/3297/Gangguan_Kecemasan_Berpisah.html.
Kaneshiro, Neil K & Zieve, David. Separation anxiety in children, 2013. Diakses 06
Januari 2015 dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002509/.
Khuluq, Drs. Lathiful, M.A. Fajar kebangunan ulama biografi K.H. Hasyim Asy’ari.
Yogyakarta : LkiS, 2008.
Kusmiyati. Berbagai perilaku kenakalan remaja yang mengkhawatirkan, 2013. Diakses
24 Maret 2015 dari http://health.liputan6.com/read/688614/berbagai-perilaku-
kenakalan-remaja-yang-mengkhawatirkan?p=3
Levianti. Konformitas dan bullying pada siswa. Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008.
Maghfirah, Ufah & Rachmawati Mira Aliza. Hubungan antara iklim sekolah dengan
kecenderungan perilaku bullying. Jurnal Psikohumanika Vol 1, No. 1, 2009.
Mashar. Riana. Emosi anak usia dini dan strategi pengembangannya. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Pieter Herri Zan, S.Psi & Lubis Dr. Namora Lionggo, M.Sc. Pengantar psikologi dalam
keperawatan. Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2010.
Potter, A.Patricia & Perry, Anne Griffin. Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta :
EGC, 2005.
Priyatna, Andi. Let’s End Bullying : Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2010.
Rahmatika, Dewi. Hubungan tingkat kecemasan perpisahan dengan orang tua terhadap
motivasi belajar santri di pondok pesantren Asshidiqiyah Kebon Jeruk Jakarta.
Skripsi. Jakarta :UIN Syarif Hidayatullah, 2014.
Riwidikdo, Handoko. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Rohima-Press, 2013.
Salkind, Neil J. Teori-teori perkembangan manusia. Bandung : Nusa Media, 2009.
Santrock. John W. Adolescence, eleventh edition-Remaja edisi kesebelas. Jakarta :
Erlangga, 2007.
Sarwono, S. W. Psikologi remaja, edisi revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Semiun. Yustinus. Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Setyawan, Davit. KPAI :Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter, 2014. Diakses 12
Juni 2015 dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-
karakter/
Simbolon. Mangadar. Perilaku Bullying pada Mahasiswa Berasrama. Jurnal Psikologi
Vol.39 No.2, Desember 2012.
Siregar, Chynthia Novalia. Tingkat kecemasan pada santri pondok pesantren. Jurnal
Psikologi Vol 01 No 01, 2013.
Siswanto dkk. Metodologi kedokteran dan kesehatan. Yogyakarta : Bursa Ilmu, 2013.
Stuart & Sundeen. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, 2006.
Sudarsono. Kenakalan remaja. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.
Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta, 2012.
Tim peneliti Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP). Al-Zaytun : The
Untold Stories. Jakarta : Pustaka Alfabet, 2011.
Utami, Yuli. Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak. Jurnal Ilmiah Vol 2
No 2, Mei – Juli 2014.
Valentini Veronica & Nisfiannoor M. Identity achievement dengan intimacy pada
remaja SMA. Jakarta : Obor Indonesia, 2006.
Videbeck. Sheila L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC, 2008.
Wharton. S. How to stop that bully : menghentikan si tukang teror. Yogyakarta :
Kanisius, 2005.
Wong dkk. Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC, 2008.
Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa). Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta : Grasindo, 2008.
Yuliani, Risa. Emosi negatif siswa kelas XI SMAN 1 Sungai Limau. Jurnal Ilmiah
Konseling Volume 2, No 1, Januari 2013.
Yusuf, Husmiati & Fahrudin, Adi. Perilaku Bullying : Asesmen Multidimensi dan
Intervensi Sosial. Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012.
Lampiran 2
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Peneliti : Silvia Rahmawati
NIM : 1111104000002
Judul penelitian: Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua
Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri di Pesantren Assanusi Cirebon
Saya yang bertanda tangan di bawah ini setelah membaca dan memahami
penjelasan penelitian, menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian
dengan judul penelitian “Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang
Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri Di Pesantren Assanusi Cirebon”.
Tanda tangan saya menyatakan bahwa saya telah diberi informasi dan memutuskan
untuk mengisi kuisioner.
Saya memahami bahwa data yang dihasilkan adalah rahasia dan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan dan tidak
merugikan saya.
Apakah anda bersedia menjadi responden?
(YA / TIDAK)
Responden
(Inisial nama…………………………………)
Lampiran 3
Kode Responden : ………………
(Diisi oleh peneliti)
Lembar Kuisioner
A. Data Demografi
Petunjuk pengisian
a. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan kondisi anda.
b. Apabila mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan kuisioner
ini, anda dapat meminta penjelasan kepada peneliti.
c. Setelah selesai mengisi kuisioner ini, segera serahkan kembali kepada
peneliti.
d. SELAMAT MENGERJAKAN……!!!
1. Apa jenis kelamin anda?
a. Laki – laki
b. Perempuan
2. Kelas berapa anda?
a. VII
b. VIII
c. IX
Petunjuk pengisian
a. Isilah dengan memberi tanda ceklis ( √ ) pada pilihan jawaban yang
telah disediakan sesuai dengan keadaan anda, apabila jawaban belum
sesuai maka berilah dua garis ( = ) pada jawaban anda sebelumnya,
kemudian beri tanda ceklis ( √ ) pada jawaban anda yang telah sesuai
Contoh :
Pada contoh, jawaban yang diberi tanda ceklis ( √ ) adalah Setuju ( S ). Dengan
demikian anda setuju bahwa pernyataan tersebut mencerminkan diri anda.
B. Kecemasan Berpisah
No Pernyataan Sangat
sering (SS)
Sering
(S)
jarang (J) Tidak
pernah
(TP)
1 Saya senang tinggal di pesantren √
No Pernyataan SS S J TP
1 Seberapa sering kamu merasa tidak nyaman
pergi ke pesantren karena takut / khawatir
terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
pesantren (misalnya : ujian hafalan, kyai /
ustadz, alarm bahaya)
2 Seberapa sering anda mengingat orang tua atau
keluarga anda saat di pesantren
3 Seberapa sering kamu tidak ingin pergi ke
pesantren karena kamu ingin bersenang –
senang diluar pesantren
4 Jika kamu mempunyai perasaan buruk (misal:
takut, gugup, sedih) tentang pesantren, apakah
itu membuatmu lebih mudah untuk pergi ke
pesantren
5 Jika kamu mudah memiliki teman baru,
akankah itu membuatmu mudah untuk pergi ke
pesantren
6 Akankah kamu merasa aman ketika pergi ke
pesantren bersama dengan orang tua
7 Saya berkeinginan ke pesantren jika saya dapat
melakukan banyak hal yang saya sukai setelah
selesai kegiatan pesantren (misal: bermain
dengan teman seperti sepak bola, dan lain -
lain)
8 Saya merasa takut jika saya tidur jauh dari
rumah
9 Saat tinggal di pesantren saya mimpi buruk
tentang sesuatu yang buruk terjadi padaku dan
orang tua ku
10 Saat tinggal di pesantren saya takut sendirian
11 Saya tidak suka berada jauh dari keluarga saya
C. Risiko Perilaku Bullying
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya tidak akan melakukan kekerasan dengan
menggunakan kaki (menendang)
2 Saya tidak pernah berniat mengolok-olok
teman saya
3 Saya tidak akan mencela teman yang
prestasinya tidak bagus
4 Saya berteriak ketika santri lain sedang belajar
5 Saya suka mengambil uang atau barang milik
santri lain tanpa sepengetahuannya
6 Saya tidak akan mengolok-olok teman saya
dengan nama panggilan atau julukan
7 Saya akan memberi nama julukan yang tidak
sesuai dengan namanya kepada santri yang
tidak saya suka, dan itu merupakan hal yang
biasa menurut saya
8 Saya akan meneror santri lain dengan
menggunakan ancaman jika saya tidak suka
dengan santri tersebut
9 Ketika seorang teman menitipkan barang
miliknya, saya akan menjaganya dengan baik
10 Saya akan menyenggol teman hingga jatuh jika
teman tersebut membuat saya kesal
11 Saya senang mengganggu kegiatan santri lain
yang tidak saya suka
12 Saya akan menggunakan kekerasan fisik
kepada teman yang membuat saya jengkel
13 Sah saja bila mempunyai keinginan untuk
mencela orang lain yang lebih rendah
tingkatannya daripada saya
14 Ketika berhadapan dengan santri yang bersikap
“songong”, saya akan memukulnya
15 Sebagai santri yang baik, saya akan selalu
memanggil teman sesuai dengan namanya
16 Saya suka membantu santri lain belajar dengan
tenang
17 Saya akan menyembunyikan atau menyobek
buku pelajaran santri yang menyebalkan
18 Sikap saling menghargai akan selalu saya jaga
19 Saya akan menginjak kaki santri lain yang
menghalangi jalan saya
20 Saya akan memanggil teman dengan nama-
nama binatang, karena itu merupakan hal yang
wajar menurut saya
21 Saya akan megotori baju santri lain yang saya
inginkan
22 “bodoh” adalah kata yang tepat ketika saya
akan mengejek orang lain
23 Saya akan mencela santri yang tidak mau
mengikuti perintah saya
24 Saya mendukung teman yang suka mencela
orang lain, karena itu merupakan hiburan bagi
saya
25 Saya akan mengancam teman yang lebih
rendah dari saya agar dia taat dan patuh kepada
saya
26 Saya suka menyinggung teman saya dengan
perkataan yang tidak baik
27 Saya senang bila dapat merusak alat belajar
atau barang siswa lain
28 Bagi saya menggunakan barang orang lain
tanpa seizinnya adalah hal yang biasa
Lampiran 5
Hasil Olahan SPSS Univariat
1) Karakteristik Responden
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 59 48.0 48.0 48.0
perempuan 64 52.0 52.0 100.0
Total 123 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 12 29 23.6 23.6 23.6
13 45 36.6 36.6 60.2
14 26 21.1 21.1 81.3
15 23 18.7 18.7 100.0
Total 123 100.0 100.0
Kelas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid VII 45 36.6 36.6 36.6
VIII 35 28.5 28.5 65.0
IX 43 35.0 35.0 100.0
Total 123 100.0 100.0
2) Frekuensi Kecemasan Perpisahan
Kecemasan Perpisahan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 45 36.6 36.6 36.6
tinggi 78 63.4 63.4 100.0
Total 123 100.0 100.0
Laki - laki
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 25 42.4 42.4 42.4
tinggi 34 57.6 57.6 100.0
Total 59 100.0 100.0
Perempuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 20 31.3 31.3 31.3
tinggi 44 68.8 68.8 100.0
Total 64 100.0 100.0
Kelas VII
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 13 28.9 28.9 28.9
tinggi 32 71.1 71.1 100.0
Total 45 100.0 100.0
Kelas VIII
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 10 28.6 28.6 28.6
tinggi 25 71.4 71.4 100.0
Total 35 100.0 100.0
Kelas IX
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 22 51.2 51.2 51.2
tinggi 21 48.8 48.8 100.0
Total 43 100.0 100.0
3) Frekuensi Risiko Perilaku Bullying
Risiko Perilaku Bullying
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 59 48.0 48.0 48.0
tinggi 64 52.0 52.0 100.0
Total 123 100.0 100.0
Bullying Perempuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 38 59.4 59.4 59.4
tinggi 26 40.6 40.6 100.0
Total 64 100.0 100.0
Kelas VII
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 25 55.6 55.6 55.6
tinggi 20 44.4 44.4 100.0
Total 45 100.0 100.0
Bullying Laki- laki
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 23 39.0 39.0 39.0
tinggi 36 61.0 61.0 100.0
Total 59 100.0 100.0
Kelas VIII
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 18 51.4 51.4 51.4
tinggi 17 48.6 48.6 100.0
Total 35 100.0 100.0
Kelas IX
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid rendah 18 41.9 41.9 41.9
tinggi 25 58.1 58.1 100.0
Total 43 100.0 100.0
Lampiran 6
Hasil Uji Normalitas dan Crosstabs
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kecemasanberp
isah
risikoperilakub
ullying
N 123 123
Normal Parametersa,,b
Mean 24.27 88.54
Std. Deviation 4.251 11.201
Most Extreme
Differences
Absolute .102 .069
Positive .102 .047
Negative -.078 -.069
Kolmogorov-Smirnov
Z
1.136 .766
Asymp. Sig. (2-tailed) .152 .601
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Lampiran 7
Analisa Uji Bivariat
Correlations
kecemasanperp
isahan
risikoperilakub
ullying
Spearman's rho Kecemasan Perpisahan Correlation Coefficient 1.000 .352**
Sig. (2-tailed) . .000
N 123 123
Risiko Perilaku
Bullying
Correlation Coefficient .352**
1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 123 123
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kecemasan Perpisahan
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.844 11
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
P1 30.93 24.616 .516 .834
p2 30.80 26.993 .419 .839
p3 31.00 23.310 .787 .806
p4 31.80 28.303 .384 .841
p5 30.77 26.323 .641 .824
p6 30.77 26.323 .641 .824
p7 30.77 26.323 .641 .824
p8 30.90 27.886 .328 .846
p9 30.77 26.323 .641 .824
p10 31.03 24.378 .502 .837
p11 31.13 25.706 .463 .838
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Risiko Perilaku Bullying
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.940 28
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
p1 87.03 125.606 .787 .936
p2 87.28 132.350 .522 .939
p3 87.48 133.401 .595 .938
p4 86.72 133.421 .537 .939
p5 87.48 133.401 .595 .938
p6 86.97 135.392 .374 .941
p7 86.83 133.291 .563 .939
p8 87.48 133.401 .595 .938
p9 87.48 133.401 .595 .938
p10 87.03 148.106 -.524 .946
p11 87.17 137.148 .376 .941
p12 87.48 133.401 .595 .938
p13 86.86 124.623 .817 .935
p14 86.72 133.635 .567 .939
p15 86.52 134.401 .640 .938
p16 87.48 133.401 .595 .938
p17 86.66 129.948 .806 .936
p18 86.69 130.936 .642 .938
p19 86.52 134.401 .734 .937
p20 86.76 128.833 .688 .937
p21 86.55 134.113 .748 .937
p22 86.48 135.759 .626 .938
p23 86.45 135.542 .665 .938
p24 86.69 133.365 .582 .938
p25 86.72 128.278 .858 .935
p26 86.66 133.591 .523 .939
p27 86.79 133.099 .567 .939
p28 86.72 136.421 .545 .939
Persentase Kecemasan Perpisahan dengan Risiko Perilaku Bullying
Case Processing Summary (Kelas VII)
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kecemasanberpisah *
risikoperilakubullying
45 100.0% 0 .0% 45 100.0%
kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation
risikoperilakubullying
rendah tinggi Total
kecemasanberpisah rendah Count 13 0 13
% within
kecemasanberpisah
100.0% .0% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
52.0% .0% 28.9%
% of Total 28.9% .0% 28.9%
tinggi Count 12 20 32
% within
kecemasanberpisah
37.5% 62.5% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
48.0% 100.0% 71.1%
% of Total 26.7% 44.4% 71.1%
Total Count 25 20 45
% within
kecemasanberpisah
55.6% 44.4% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 55.6% 44.4% 100.0%
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .570 .083 4.550 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .570 .083 4.550 .000c
N of Valid Cases 45
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Case Processing Summary (Kelas VIII)
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kecemasanberpisah *
risikoperilakubullying
35 100.0% 0 .0% 35 100.0%
kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation
risikoperilakubullying
rendah tinggi Total
kecemasanberpisah rendah Count 10 0 10
% within
kecemasanberpisah
100.0% .0% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
55.6% .0% 28.6%
% of Total 28.6% .0% 28.6%
tinggi Count 8 17 25
% within
kecemasanberpisah
32.0% 68.0% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
44.4% 100.0% 71.4%
% of Total 22.9% 48.6% 71.4%
Total Count 18 17 35
% within
kecemasanberpisah
51.4% 48.6% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 51.4% 48.6% 100.0%
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. T
b Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R .615 .097 4.476 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .615 .097 4.476 .000c
N of Valid Cases 35
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Case Processing Summary (Kelas IX)
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kecemasanberpisah *
risikoperilakubullying
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
kecemasanberpisah * risikoperilakubullying Crosstabulation
risikoperilakubullying
rendah tinggi Total
kecemasanberpisah rendah Count 0 22 22
% within
kecemasanberpisah
.0% 100.0% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
.0% 88.0% 51.2%
% of Total .0% 51.2% 51.2%
tinggi Count 18 3 21
% within
kecemasanberpisah
85.7% 14.3% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
100.0% 12.0% 48.8%
% of Total 41.9% 7.0% 48.8%
Total Count 18 25 43
% within
kecemasanberpisah
41.9% 58.1% 100.0%
% within
risikoperilakubullying
100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 41.9% 58.1% 100.0%
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Interval by Interval Pearson's R -.868 .068 -11.219 .000c
Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.868 .068 -11.219 .000c
N of Valid Cases 43
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.