HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK CORPORATE...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK CORPORATE...
1
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK CORPORATE
GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
(Studi Empiris pada Perusahaan High Profile yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia)
FITRI HANDAYANI
SHIDDIQ NUR RAHARDJA
ABSTRACT
The aim of this research is to prove the relationship between certain characteristics of corporate governance on the disclosure of corporate social responsibility on companies listed in Indonesia Stock Exchange. Disclosure of corporate social responsibility by using the GRI indicators (Global Reporting Initiatives), which consists of six categories: economic, environmental, labor practices and decent work, human rights, society and product responsibility. Review of previous studies show the diversity of results. Therefore, this research attempts to develop a previous study by using the six characteristics of corporate governance as independent variables. They are size of the board of commissioners, independent commissioners, proportion of women the board of commissioners, audit committee size, independent audit committees, and institutional ownership.
The population of this research is a high profile companies listed (go public) at the Indonesian Stock Exchange. The selection of this sample using purposive sampling method. Based on purposive sampling method, sample size of this research is 79 companies. Analysis tool to test the hypothesis that multiple regression analysis by using SPSS for Windows 13.0.
The results of this research indicate that only the size of the audit committee have a positive and significant effect on the disclosure of corporate social responsibility; but the size of the board of commissioners, independent commissioners, the proportion of women in the board of commissioners, independent audit committee, and institutional ownership does not have a significant influence. These results of this research generally coincide with the previous research findings on disclosure of corporate social responsibility. Keywords: Disclosure of Corporate Social Responsibility, Size of The Board of
Commissioners, Independent Commissioners, Proportion of Women in The Board of Commissioners, Audit Committee Size, Independent Audit Committees, Institutional Ownership
2
I. PENDAHULUAN
Praktik tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74, perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial. Manfaat yang akan diperoleh perusahaan yang
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu meningkatkan citra positif perusahaan,
akses modal, mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas, dan mempermudah
pengelolaan manajemen risiko (risk management) (Daniri, 2009). Pernyataan Daniri (2009)
mengenai manfaat pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Solomon (2007) pada perusahaan di Amerika Serikat yang
melakukan praktik tanggung jawab sosial. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Solomon
(2007) menunjukkan bahwa apabila suatu perusahaan melakukan praktik tanggung jawab
sosial perusahaan, maka kinerja finansial perusahaan tersebut meningkat, akses modal, dan
meningkatkan citra positif perusahaan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
pasal 66 ayat 1 dan 2, direksi wajib mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosial
perusahaan dalam laporan tahunan. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
memainkan peranan penting bagi perusahaan karena perusahaan berinteraksi dengan
masyarakat dan aktivitas perusahaan memiliki dampak sosial dan lingkungan. Dengan
demikian, praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan alat
manajerial yang digunakan perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan.
Selain itu, praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat dipandang sebagai
wujud akuntabilitas perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak sosial dan
lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan (Ghozali dan Chariri, 2007).
Namun demikian, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia masih rendah (Sulastini, 2007; Nurkhin,
2009). Hal ini dikarenakan belum adanya kesepakatan mengenai standar pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat dijadikan acuan bagi dewan direksi perusahaan
dalam menyiapkan laporan tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, motivasi yang
mendorong dewan direksi secara sukarela mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan
adalah hanya untuk melegitimasi tindakan perusahaan dan mematuhi persyaratan yang
terdapat dalam Undang–Undang (Deegan, 2002).
3
Penerapan konsep Good Corporate Governance merupakan salah satu upaya untuk
memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait di pasar modal (Agoes dan
Ardana, 2009). Penerapan konsep Good Corporate Governance diharapkan dapat
meningkatkan pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (Daniri,
2009). Oleh karena itu, dewan direksi perusahaan harus melaporkan kinerja ekonomi, sosial
dan lingkungan kepada pemangku kepentingan yang terkait dengan aktivitas perusahaan
(Said, et al., 2009). Dewan komisaris juga harus melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada dewan direksi (Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas).
Berbagai penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan menunjukkan keanekaragaman hasil. Seperti penelitian yang menunjukkan
adanya hubungan yang positif dan signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan oleh Sembiring (2003) dan
Sulastini (2007). Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Said, et al. (2009)
menemukan hubungan yang tidak signifikan dari kedua variabel tersebut. Menurut Belkaoui
dan Karpik (1989) dalam Sembiring (2003), keanekaragaman hasil tersebut sebagian
disebabkan karena model yang dikembangkan merupakan model yang sangat sederhana dan
pengukuran yang digunakan tidak konsisten.
Hubungan antara komisaris independen dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan juga terjadi ketidakkonsistenan hasil. Handayani, et al. (2009) dan Said, et al.
(2009) tidak menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara kedua variabel
tersebut. Disisi lain, beberapa penelitian yang dilakukan oleh Huafang dan Jianguo (2007);
Nurkhin (2009); dan Khan (2010) menunjukkan adanya hubungan yang positif dan
signifikan.
Hubungan antara proporsi wanita dalam dewan komisaris dengan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan juga terjadi ketidakkonsistenan hasil. Wang dan Coffey
(1992), Williams (2003), dan Huse, et al. (2009) menemukan hubungan yang positif dan
signifikan antara kedua variabel tersebut. Disisi lain, beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Khan (2010) menunjukkan tidak memiliki hubungan yang positif dan signifikan.
Hubungan antara kepemilikan institusional dengan pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan hal yang sulit dipahami misalnya Novita dan Djakman (2008);
Handayani, et al. (2009) dan Nurkhin (2009) menunjukkan tidak memiliki hubungan yang
4
positif dan signifikan. Disisi lain, Murwaningsari (2009) menemukan hubungan yang positif
dan signifikan antara kedua variabel.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dikembangkan dengan menguji kembali
ukuran dewan komisaris, komisaris independen, proporsi dewan komisaris wanita, ukuran
komite audit, komite audit independen, dan kepemilikan institusional terhadap tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Untuk itu, dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
“Apakah ukuran dewan komisaris, komisaris independen, proporsi wanita dalam dewan
komisaris, ukuran komite audit, komite audit independen, dan kepemilikan institusional
berhubungan dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang disajikan
oleh perusahaan high profile pada annual report perusahaan tersebut?”
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi manajemen perusahaan,
terutama manajemen perusahaan high profile, dalam pengambilan kebijakan oleh manajemen
perusahaan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada penyajian
laporan keuangan. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan gambaran kepada
pemerintah mengenai tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia,
sehingga pemerintah dapat mempertimbangkan hal ini dalam penyusunan Undang-Undang
tentang Perseroan Terbatas, khususnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
II. TELAAH TEORI
2.1. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Berdasarkan teori stakeholder, perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi
untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya
(pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak
lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan
yang diberikan stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Gray, et
al. (1995) mengatakan bahwa:
Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-nya.
Definisi stakeholder telah berubah secara substansial selama empat dekade terakhir.
Pada awalnya, pemegang saham dipandang sebagai satu-satunya stakeholder perusahaan
5
(Ghozali dan Chariri, 2007). Pandangan ini didasarkan pada argumen yang disampaikan oleh
Friedman (1962) dalam Ghozali dan Chariri (2007) yang mengatakan bahwa tujuan utama
perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemiliknya. Namun demikian,
Freeman (1983) dalam (Ghozali dan Chariri, 2007) tidak setuju dengan pandangan ini dan
memperluas definisi stakeholder dengan memasukkan konstituen yang lebih banyak,
termasuk kelompok yang dianggap tidak menguntungkan (adversarial group). Misalnya,
pihak yang memiliki kepentingan tertentu dan regulator (Roberts, 1992).
Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh karena
itu, power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang mereka miliki atas sumber
tersebut. Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber
ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh,
kemampuan untuk mengatur perusahan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi
atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Deegan, 2003). Oleh karena itu, “ketika
stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan
akan bereaksi dengan cara yang memuaskan keinginan stakeholder” (Ullman, 1985 dalam
Ghozali dan Chariri, 2007). Lebih lanjut, Ullman (1985) dalam Ghozali dan Chariri (2007)
mengatakan bahwa organisasi akan memilih stakeholder yang dipandang penting, dan
mengambil tindakan yang dapat menghasilkan hubungan harmonis antara perusahaan dengan
stakeholder-nya.
Atas dasar argumen di atas, teori stakeholder secara eksplisit mempertimbangkan
dampak harapan dari kelompok stakeholder yang berbeda dalam masyarakat atas kebijakan
pengungkapan informasi mengenai aktivitas perusahaan. Pengungkapan informasi mengenai
aktivitas perusahaan merupakan suatu alat manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi
yang dibutuhkan oleh berbagai kelompok stakeholder yang kuat (karyawan perusahaan,
pemegang saham, investor, konsumen, regulator, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan
sebagainya). Oleh karena itu, manajer menggunakan informasi ini untuk mengelola
stakeholder yang kuat agar mendapatkan dukungan dari stakeholder dimana dukungan ini
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan (Gray, et al., 1996 dalam Reverte,
2009).
6
2.2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Landasan teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan
dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi.
Shocker dan Sethi (1974) dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan penjelasan tentang
konsep kontrak sosial sebagai berikut:
Semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial, baik eksplisit maupun implisit, dimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya didasarkan pada: 1. Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat luas. 2. Distribusi manfaat ekonomi, sosial, atau politik kepada kelompok sesuai dengan
power yang dimiliki.
Di dalam masyarakat yang dinamis, tidak ada sumber power institusional dan
kebutuhan terhadap pelayanan yang bersifat permanen. Oleh karena itu, suatu institusi harus
lolos uji legitimasi dan relevansi dengan cara menunjukkan bahwa masyarakat memang
memerlukan jasa perusahaan dan kelompok tertentu yang memperoleh manfaat dari
penghargaan (reward) yang diterimanya betul-betul mendapat persetujuan masyarakat
(Ghozali dan Chariri, 2007).
2.3. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sering disebut sebagai social
disclosure, corporate social reporting, social accounting, atau corporate social responsibility
(Hackston dan Milne, 1996; Sembiring, 2003). Pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan dapat didefinisikan sebagai ketentuan informasi finansial dan nonfinansial yang
berhubungan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan sosial dan fisik organisasi
tersebut, seperti dinyatakan dalam laporan tahunan perusahaan atau salinan laporan sosial
(Guthrie dan Mathews, 1985 dalam Hackston dan Milne, 1996).
Menurut Freedman (1962) dalam Siegel dan Marconi (1989), ada tiga tipe dari
pengungkapan kinerja sosial perusahaan, yaitu:
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit), pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak
ekonomi, sosial, dan lingkungan dari program perusahaan yang berorientasi sosial.
Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas perusahaan yang
memiliki konsekuensi sosial, kemudian auditor mengestimasi dan mengukur dampak yang
ditimbulkan oleh aktivitas tersebut.
2. Laporan Sosial (Social Report), berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan
laporan sosial telah diajukan oleh para akademisi dan praktisi. Menurut Henny dan
7
Murtanto (2001), pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melaporkan
tanggung jawab sosialnya antara lain:
a) Inventory Approach, dimana perusahaan mengkompilasi dan mengungkapkan suatu
daftar yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosialnya. Daftar ini harus memuat
semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif.
b) Cost Approach, perusahaan membuat daftar aktivitas sosialnya dan mengungkapkan
jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut.
c) Program Management Approach, perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas
tanggung jawab sosialnya, tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut, serta hasil yang
telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
d) Cost-Benefit Approach, perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak
sosial serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan
pendekatan ini adalah untuk mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan
perusahaan tersebut terhadap masyarakat.
3. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan (Social Disclosure in
Annual Report), pengungkapan aktivitas sosial perusahaan dalam hal ini dilakukan melalui
media laporan tahunan.
2.4. Karakteristik Corporate Governance dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
2.4.1. Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam
mekanisme corporate governance. Dewan komisaris berperan dalam mengawasi pelaksanaan
bisnis perusahaan yang sedang dikelola oleh dewan direksi mereka dengan sebaik-baiknya
(Said, et al., 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Said, et al. (2009) menemukan
hubungan yang tidak signifikan dari kedua variabel tersebut. Sementara itu, penelitian
sebelumnya (Sembiring, 2003; Sulastini, 2007) menemukan adanya hubungan yang positif
dan signifikan antara ukuran dewan komisaris dan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Sembiring (2003); dan Sulastini (2007) menyatakan bahwa semakin besar ukuran
dewan komisaris maka pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas.
Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran dewan komisaris, maka akan semakin mudah
untuk mengendalikan CEO (manajemen puncak) dan monitoring yang dilakukan akan
semakin efektif. Apabila dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka
8
tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Dengan
demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1: Adanya hubungan yang positif antara ukuran dewan komisaris dan tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan.
2.4.2. Komisaris Independen
Literatur empiris mengenai corporate governance menunjukkan bahwa tingkat
independensi dewan komisaris berkaitan dengan komposisi, dan independensi akan
menumbuhkan efektivitas dewan komisaris (Huafang dan Jianguo, 2007; Nurkhin, 2009;
Khan, 2010). Webb (2004) dalam Said, et al. (2009) meneliti mengenai perbedaan antara
struktur dewan komisaris pada perusahaan yang bertanggung jawab sosial dan nonsosial.
Webb (2004) dalam Said, et al. (2009) menemukan bahwa perusahaan yang bertanggung
jawab sosial memiliki lebih banyak komisaris yang outsiders/independen dibandingkan
dengan perusahaan yang bertanggung jawab nonsosial. Komisaris independen memiliki
semangat yang tinggi untuk menjaga kepentingan para pemegang saham dengan baik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa komisaris independen memiliki peranan penting dalam
meningkatkan image perusahaan dan bertindak sebagai suatu peran pemantauan untuk
memastikan bahwa perusahaan telah dikelola dengan benar oleh dewan direksi. Konsekuensi
dari ketidakterlibatan perusahaan dalam tanggung jawab sosial perusahaan akan
mencerminkan citra buruk bagi perusahaan.
Komisaris independen dianggap sebagai alat untuk memantau perilaku dewan direksi
(manajemen), sehingga mengakibatkan lebih banyak pengungkapan sukarela tentang
informasi perusahaan (Huafang dan Jianguo, 2007; Rosenstein dan Wyatt, 1990 dalam Said,
et al., 2009; Nurkhin, 2009; Khan, 2010). Selain itu, Forker (1992) dalam Said, et al. (2009)
menemukan bahwa dewan komisaris independen dengan persentase lebih besar dalam dewan
komisaris meningkatkan pemantauan kualitas pengungkapan finansial dan sosial, dan
mengurangi manfaat informasi dari pemotongan pajak. Akan tetapi, Handayani, et al. (2009)
dan Said, et al. (2009) tidak menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara dewan
komisaris independen dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan
demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2: Adanya hubungan yang positif antara proporsi dewan komisaris independen dan tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.4.3. Proporsi Wanita dalam Dewan Komisaris
Literatur empiris mengenai corporate governance menunjukkan bahwa keragaman
dewan komisaris telah berubah menjadi suatu unsur atas susunan corporate governance yang
9
signifikan dalam beberapa tahun terakhir (Khan, 2010). Branco dan Rodrigues (2008)
menyatakan bahwa tema keanekaragaman dewan komisaris sesuai dengan struktur teori
stakeholder. Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa keragaman dewan komisaris
terkait dengan orientasi yang kuat terhadap pelaporan sosial perusahaan dan intensitas kinerja
sosial yang lebih tinggi (Wang dan Coffey, 1992; Williams, 2003; Huse, et al., 2009). Akan
tetapi, Khan (2010) menemukan bahwa proporsi wanita dalam dewan komisaris tidak
memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan pada bank komersial di Bangladesh.
Carter, et al. (2003) menunjukkan bukti empiris mengenai hubungan positif yang
signifikan antara keanekaragaman dewan komisaris, yang didefinisikan sebagai persentase
wanita, Afrika, Amerika, Asia dan Hispanik dalam dewan komisaris; dan nilai perusahaan.
Carter, et al. (2003) berpendapat mendukung adanya keragaman dewan komisaris yaitu
keragaman dewan komisaris dapat meningkatkan independensi dewan komisaris dengan
alasan bahwa adanya perbedaan gender, etnis, atau latar belakang budaya dapat mengajukan
pertanyaan yang tidak akan muncul dari dewan komisaris dengan latar belakang yang lebih
tradisional.
Selain itu, Huse dan Solberg (2006) mengilustrasikan bahwa wanita dapat
diikutsertakan dalam dewan komisaris melalui pembentukan aliansi, mempersiapkan dan
melibatkan dirinya dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh dewan komisaris,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang penting. Adams dan Ferreira (2004) dalam
Khan (2010) menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris wanita yang lebih tinggi
cenderung membuat rapat dewan lebih memungkinkan dan pola kehadiran yang khusus pada
pertemuan dewan komisaris, dimana membuat dewan komisaris yang berbeda lebih sukses
dibandingkan dewan komisaris yang homogen. Adams dan Ferreira (2004) dalam Khan
(2010) juga berpendapat bahwa sudah menjadi sifat wanita lebih menstabilkan dibandingkan
laki-laki. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H3: Adanya hubungan yang positif antara proporsi wanita dalam dewan komisaris dan
tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.4.4. Ukuran Komite Audit
Penelitian sebelumnya (Pincus, et al., 1989; Einchenseher dan Shields, 1985; Menon
dan Williams, 1994 dalam Saleh, et al., 2009) menemukan hubungan yang tidak signifikan
antara ukuran komite audit dan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, komite audit harus
memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawabnya agar efektivitas
10
komite audit dalam mengendalikan dan memantau manajemen puncak dapat tercapai (Vinten
dan Lee, 1993 dalam Saleh, et al., 2009).
Sembiring (2003) menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
ukuran komite audit dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Semakin besar
ukuran komite audit maka pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan semakin luas.
Hal ini dikarenakan semakin besar ukuran komite audit, maka peran komite audit dalam
mengendalikan dan memantau manajemen puncak akan semakin efektif. Hal ini
mengakibatkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan semakin luas. Berdasarkan
penjelasan di atas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
H4: Adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dan tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan.
2.4.5. Komite Audit Independen
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa komite audit memiliki peran yang
efektif dalam meningkatkan standar tata kelola perusahaan (corporate governance) (Nasution
dan Setiawan, 2007; Handajani, et al., 2009; Said, et al., 2009). Nasution dan Setiawan
(2007) menyediakan dukungan untuk asosiasi antara kehadiran komite audit dan pelaporan
keuangan yang lebih handal. Keberadaan komite audit berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela (Handajani, et al., 2009; Said, et al., 2009).
Peran komite audit adalah menyediakan suatu arti untuk mengkaji proses perusahaan
dalam menghasilkan data keuangan dan pengendalian internal perusahaan. Oleh karena itu,
keberadaan komite audit diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas pelaporan
keuangan (Said, et al., 2009). Berdasarkan Peraturan Bapepam Nomor IX.I.5 Tahun 2004,
dewan komisaris harus membentuk komite audit dengan setidaknya satu orang komisaris
independen atau lebih. Keberadaan komite audit dengan proporsi komisaris independen yang
lebih tinggi akan mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan pengendalian internal yang
akan mengakibatkan kualitas pengungkapan yang lebih tinggi (Forker, 1992 dalam Said, et
al., 2009). Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H5: Adanya hubungan yang positif antara proporsi komisaris independen yang duduk dalam
komite audit dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.4.6. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi atau
lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain)
(Tarjo, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Novita dan Djakman (2008); Handayani, et al.
(2009); Nurkhin (2009) menemukan adanya hubungan yang tidak signifikan antara
11
kepemilikan institusional dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Akan tetapi,
Arif (2006) menyatakan bahwa tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga
dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen. Hal senada juga dikemukan oleh Barnae dan Rubin (2005) dalam Novita dan
Djakman (2008); Murwaningsari (2009) bahwa institutional shareholders, dengan
kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan
perusahaan. Apabila dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, aktivitas
monitoring yang dilakukan oleh investor institusi dapat memaksa manajemen untuk
mengungkapkan informasi sosialnya (Nurkhin, 2009). Hal ini dikarenakan investor institusi
memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan yang lebih ketat atas aktivitas
yang terjadi dalam perusahaan (Permanasari, 2010).
Sebagai bentuk institusi memerlukan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan terjadi pada perbankan Eropa, dimana perbankan di Eropa menerapkan kebijakan
dalam pemberian pinjaman hanya kepada perusahaan yang mengimplementasikan tanggung
jawab sosial perusahaan dengan baik (Novita dan Djakman, 2008). Berdasarkan penjelasan di
atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H6: Adanya hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dan tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1. Variabel Dependen
3.1.1.1. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Penelitian ini menggunakan content analysis untuk mengukur pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Pertimbangan menggunakan content analysis dalam
penelitian ini karena penelitian ini berfokus pada luas atau jumlah pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan (Amran, 2009). Content analysis merupakan suatu metode kodifikasi
teks (atau isi) dari suatu tulisan atau kategori tergantung pada kriteria yang dipilih (Weber,
1988 dalam Said, et al., 2009).
Checklist dilakukan untuk setiap item yang diungkapkan oleh perusahaan (Sembiring,
2003). Checklist menggunakan pendekatan dikotomi yaitu nilai 1 akan diberikan jika setiap
item tanggung jawab sosial perusahaan sesuai dengan indikator GRI (Global Reporting
12
Initiatives). Akan tetapi, nilai 0 akan diberikan jika tidak terdapat item tanggung jawab sosial
perusahaan yang sesuai dengan indikator GRI (Global Reporting Initiatives) (Novita dan
Djakman, 2008; Nurkhin, 2009). Total checklist dihitung untuk mendapatkan jumlah item
yang diungkapkan perusahaan. Indeks pengungkapan masing-masing perusahaan kemudian
dihitung dengan membagi jumlah item yang diungkapkan perusahaan dengan jumlah item
yang diharapkan diungkapkan perusahaan sesuai dengan indikator GRI (Global Reporting
Initiatives) (yaitu sebanyak tujuh puluh sembilan item). Perhitungan indeks pengungkapan ini
konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia (Sembiring, 2003),
yang dapat dinotasikan dalam rumus sebagai berikut:
79
VCSDI =
Dimana: CSDI = Indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
V = Jumlah item yang diungkapkan perusahaan
3.1.2. Variabel Independen
3.1.2.1. Ukuran Dewan Komisaris
Indikator ukuran dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini yaitu proporsi
jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan terhadap jumlah minimal anggota dewan
komisaris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 5.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 5, Perseroan Terbuka
wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota dewan komisaris.
3.1.2.2. Komisaris Independen
Indikator komisaris independen yang digunakan dalam penelitian ini konsisten
dengan Handajani, et al. (2009), Nurkhin (2009) dan Said, et al. (2009) yaitu proporsi
komisaris independen terhadap total dewan komisaris.
3.1.2.3. Proporsi Wanita dalam Dewan Komisaris
Indikator proporsi wanita dalam dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian
ini konsisten dengan Khan (2010) yaitu proporsi dewan komisaris wanita terhadap total
dewan komisaris.
3.1.2.4. Ukuran Komite Audit
Indikator ukuran komite audit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu proporsi
jumlah anggota komite audit suatu perusahaan terhadap jumlah minimal anggota komite audit
sesuai dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.I.5 Tahun 2004. Berdasarkan Peraturan
Bapepam Nomor IX.I.5 Tahun 2004, komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang
13
Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar
Emiten atau Perusahaan Publik.
3.1.2.5. Komite Audit Independen
Indikator komite audit independen yang digunakan dalam penelitian ini konsisten
dengan Said, et al. (2009) yaitu jumlah komite audit independen terhadap total anggota
komite audit.
3.1.2.6. Kepemilikan Institusional
Indikator kepemilikan institusional yang digunakan dalam penelitian ini konsisten
dengan Novita dan Djakman (2008), Murwaningsari (2009), dan Nurkhin (2009) yaitu
proporsi jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap total jumlah lembar
saham yang beredar.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan high profile yang terdaftar (go public) di
Bursa Efek Indonesia seperti yang tercantum dalam Indonesian Capital Market Directory
(ICMD) 2009. Perusahaan yang termasuk dalam kategori high profile dimana perusahaan
tersebut digunakan sebagai populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang bergerak di
bidang minyak dan pertambangan, kimia, perhutanan dan agribisnis, kertas, otomotif,
tembakau dan rokok, produk makanan dan minuman, media dan komunikasi, kesehatan,
pariwisata, infrastructure, utilities dan transportasi, engineering, dan teknologi informasi
(Hackston dan Mine, 1996; Sembiring, 2003). Jumlah perusahaan high profile yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia berdasarkan data yang terdapat pada Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) 2009 yaitu 179 perusahaan.
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang
ditentukan (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Berdasarkan metode purposive sampling, jumlah
sampel pada penelitian ini sebanyak 79 perusahaan.
3.3. Model Penelitian
Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
CSD = α0 – β1UDK + β2 DKI + β3PWDK + β4UKA + β5KAI + β6KI + ε (3.8)
Keterangan:
CSD = indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
α0 = intercept
β = koefisien regresi model
14
UDK = ukuran dewan komisaris
DKI = komisaris independen
PWDK = proporsi wanita dalam dewan komisaris
UKA = ukuran komite audit
KAI = komite audit independen
KI = kepemilikan institusional
ε = error term
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pada variabel pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) menunjukkan
bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) yang terkecil (Minimum)
adalah 0,05 dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) terbesar
(Maksimum) adalah 0,62. Rata-rata pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI)
dari 79 perusahaan adalah 0,20 dengan standar devasi sebesar 0,115. Nilai skewness dan
kurtosis pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) masing-masing adalah
1,588 dan 3,040; sehingga dapat disimpulkan bahwa data pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan (CSDI) terdistribusi secara normal. Nilai sum pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan (CSDI) merupakan penjumlahan dari 79 perusahaan yaitu sebesar
16,05.
4.2. Uji Asumsi Klasik
Pada penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi. Hal ini dikarenakan periode
penelitian ini hanya satu tahun.
4.2.1. Uji Multikolonieritas
Hasil perhitungan nilai Tolerance menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen
yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor
(VIF) juga menunjukkan hal yang sama, tidak ada satu variabel independen yang memiliki
nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas
antarvariabel dalam model regresi.
4.2.2. Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik scatterplots terlihat titik-titik menyebar secara acak (random) baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi
15
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) berdasarkan masukan variabel
independen UDK (Ukuran Dewan Komisaris), DKI (Komisaris Independen), PWDK
(Proporsi Wanita dalam Dewan Komisaris), UKA (Ukuran Komite Audit), KAI (Komite
Audit Independen), dan KI (Kepemilikan Institusional).
4.2.3. Uji Normalitas
Dari grafik histogram tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan
berbentuk simetris tidak menceng ke kanan atau ke kiri. Pada grafik normal probability plots
titik-titik menyebar berhimpit di sekitar diagonal dan hal ini menunjukkan bahwa residual
terdistribusi secara normal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi
asumsi normalitas. Hasil pengujian one sample Kolmogorov Smirnov juga menunjukkan
residual berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 1,111
dengan taraf signifikansi sebesar 0,169 (p value = 0,169 > 0,05).
4.3. Pengujian Goodness of Fit Model Regresi
4.3.1. Koefisien Determinasi (R2)
Dari tampilan output SPSS model summary besarnya adjusted R2 adalah 0,088. Hal
ini berarti 8,8% variasi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) dapat
dijelaskan oleh variasi dari keenam variabel independen yaitu ukuran dewan komisaris
(UDK), komisaris independen (DKI), proporsi wanita dalam dewan komisaris (PWDK),
ukuran komite audit (UKA), komite audit independen (KAI), dan kepemilikan institusional
(KI). Sedangkan sisanya (100% - 8,8% = 91,2%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar
model. Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 0,11034. Makin kecil nilai SEE akan
membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.
4.3.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 2,258 dengan p value
sebesar 0,047. Karena p value lebih kecil daripada 0,05; maka model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI) atau dapat
dikatakan bahwa ukuran dewan komisaris (UDK), komisaris independen (DKI), proporsi
wanita dalam dewan komisaris wanita (PWDK), ukuran komite audit (UKA), komite audit
independen (KAI), dan kepemilikan institusional (KI) secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI).
4.3.3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa dari keenam variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model regresi yaitu variabel ukuran dewan komisaris (UDK),
komisaris independen (DKI), proporsi wanita dalam dewan komisaris (PWDK), komite audit
16
independen (KAI), dan kepemilikan institusional (KI); tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari p value untuk ukuran
dewan komisaris (UDK) sebesar 0,056; p value untuk komisaris independen (DKI) sebesar
0,322; p value untuk proporsi wanita dalam dewan komisaris wanita (PWDK) sebesar 0,419;
p value untuk komite audit independen (KAI) sebesar 0,943; dan p value untuk kepemilikan
institusional sebesar 0,414. P value ketiga variabel tersebut jauh diatas 0,05. Sebaliknya, p
value untuk ukuran komite audit (UKA) sebesar 0,026. Karena p value = 0,026 < 0,05; maka
dapat disimpulkan ukuran komite audit (UKA) berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSDI).
4.4. Pembahasan
4.4.1. Ukuran Dewan Komisaris dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata
lain, hipotesis 1 dalam penelitian ini yaitu “adanya hubungan yang positif antara ukuran
dewan komisaris dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan” tidak dapat
diterima. Hal ini tercermin dari p value = 0,056 (p value > 0,05). Dengan demikian, besar
kecilnya ukuran dewan komisaris tidak akan mempengaruhi tingkat pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini mungkin sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Said, et al. (2009) bahwa tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan hanya bergantung pada proporsi komisaris independen dalam komite audit dan
kepemilikan saham oleh pemerintah, bukannya pada ukuran dewan komisaris.
Selain itu, hasil penelitian ini juga mencerminkan bahwa rata-rata ukuran dewan
komisaris perusahaan high profile sebesar 1,911 atau dapat dikatakan ukuran dewan
komisaris perusahaan high profile masih rendah, sehingga belum mampu mempengaruhi luas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini dikarenakan kemampuan dewan
komisaris dalam mengendalikan CEO (manajemen puncak) dan memonitor tindakan
manajemen puncak kurang maksimal, sehingga belum dapat menekan manajemen perusahaan
untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan secara detail dalam laporan tahunan
perusahaan.
Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sembiring (2003) dan Sulastini (2007). Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Said, et al. (2009) yang menemukan bahwa ukuran dewan komisaris tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
17
4.4.2. Komisaris Independen dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata
lain, hipotesis 2 dalam penelitian ini yaitu “adanya hubungan yang positif antara proporsi
komisaris independen dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan” tidak
dapat diterima. Hal ini tercermin dari p value = 0,322 (p value > 0,05). Dengan demikian,
besar kecilnya komisaris independen tidak akan mempengaruhi tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian
Huafang dan Jianguo (2007); Rosenstein dan Wyatt (1990) dalam Said, et al. (2009);
Nurkhin (2009); dan Khan (2010). Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Handayani, et al. (2009) dan Said, et al. (2009) tidak menemukan hubungan yang
positif dan signifikan antara komisaris independen dan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa proporsi komisaris independen dalam
dewan komisaris pada perusahaan high profile di Indonesia masih rendah, sehingga
kemampuan komisaris independen dalam memantau perilaku dewan direksi (manajemen)
belum maksimal. Hal ini terlihat dari rata-rata jumlah komisaris independen dalam dewan
komisaris pada perusahaan di Indonesia sebanyak 41% dari total anggota dewan komisaris.
Oleh karena itu, keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan belum berpengaruh
dalam pemantauan kualitas pengungkapan finansial dan tanggung jawab sosial perusahaan.
4.4.3. Proporsi Wanita dalam Dewan Komisaris dan Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi wanita dalam dewan komisaris tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan kata lain, hipotesis 3 dalam penelitian ini yaitu “adanya hubungan yang positif antara
proporsi wanita dalam dewan komisaris dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan” tidak dapat diterima. Hal ini tercermin dari p value = 0,419 (p value > 0,05).
Dengan demikian, besar kecilnya proporsi wanita dalam dewan komisaris tidak akan
mempengaruhi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian Wang dan Coffey (1992), Williams (2003), dan Huse, et
al. (2009). Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Khan (2010) yang
menemukan bahwa proporsi wanita dalam dewan komisaris tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini
mungkin sesuai dengan pendapat Khan (2010) yang menyatakan bahwa tingkat
18
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan hanya dipengaruhi oleh dewan komisaris
independen dan keberadaan warga negara asing dalam dewan komisaris, bukannya pada
keberadaan wanita dalam dewan komisaris.
Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa keberadaan wanita dalam dewan komisaris
pada perusahaan high profile di Indonesia masih rendah, sehingga tidak dapat mempengaruhi
independensi dewan komisaris. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jumlah wanita dalam
dewan komisaris pada perusahaan high profile di Indonesia sebanyak 9,7% dari total anggota
dewan komisaris. Dengan kata lain, dewan komisaris dalam suatu perusahaan high profile di
Indonesia masih didominasi oleh pria. Oleh karena itu, keberadaan komisaris wanita dalam
suatu perusahaan high profile di Indonesia belum berpengaruh dalam pengambilan keputusan
yang penting, terutama yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
4.4.4. Ukuran Komite Audit dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran komite audit berpengaruh secara
signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata lain,
hipotesis 4 dalam penelitian ini yaitu “adanya hubungan yang positif antara ukuran komite
audit dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan” dapat diterima. Hal ini
tercermin dari p value = 0,026 (p value < 0,05). Dengan demikian, semakin besar ukuran
komite audit maka semakin luas pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat oleh
perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sembiring
(2003) yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran komite audit, maka peran komite audit
dalam mengendalikan dan memantau manajemen puncak akan semakin efektif. Dikaitkan
dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan
semakin besar untuk mengungkapkannya.
4.4.5. Komite Audit Independen dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komite audit independen tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata
lain, hipotesis 5 dalam penelitian ini yaitu “adanya hubungan yang positif antara proporsi
komisaris independen yang duduk dalam komite audit dan tingkat pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan” tidak dapat diterima. Hal ini tercermin dari p value = 0,943 (p value
> 0,05). Dengan demikian, besar kecilnya proporsi komisaris independen yang menjabat
sebagai komite audit terhadap total anggota komite audit tidak akan mempengaruhi luas
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat oleh perusahaan. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007),
19
Handajani, et al. (2009), dan Said, et al. (2009) yang menemukan bahwa komite audit
independen berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa proporsi komisaris independen yang
menjabat sebagai anggota komite audit perusahaan high profile di Indonesia masih rendah,
sehingga tidak berpengaruh terhadap tingkat pengendalian internal perusahaan. Hal ini
terlihat dari rata-rata jumlah komisaris independen dalam komite audit perusahaan high
profile di Indonesia sebanyak 33% dari total anggota komite audit. Keberadaan komite audit
dengan proporsi komisaris independen yang rendah belum dapat meningkatkan pengendalian
internal perusahaan, sehingga belum mampu menekan manajemen perusahaan untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan secara detail dalam laporan tahunan
perusahaan.
4.4.6. Kepemilikan Institusional dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata
lain, hipotesis 6 dalam penelitian ini yaitu “adanya hubungan yang positif antara kepemilikan
institusional dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan” tidak dapat
diterima. Hal ini tercermin dari p value = 0,414 (p value > 0,05). Dengan demikian, besar
kecilnya kepemilikan saham oleh institusi tidak akan mempengaruhi luas pengungkapan
tanggung jawab sosial yang dibuat oleh perusahaan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Murwaningsari (2009) yang menemukan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Novita dan Djakman (2008); Handayani, et al. (2009) dan Nurkhin (2009).
yang menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa kepemilikan saham oleh institusi yang
terdiri dari perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain di
Indonesia belum mulai mempertimbangkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai salah
satu kriteria dalam melakukan investasi, sehingga para investor institusi ini juga cenderung
tidak menekan manajemen perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial
perusahaan secara detail dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini tercermin dalam
kepemilikan institusional yang besar dengan rata-rata sebesar 68,6% dimana merupakan
20
investor institusional mayoritas. Menurut Diyah dan Erman (2009) dalam Permanasari
(2010), investor institusional mayoritas memiliki kecenderungan untuk berkompromi atau
berpihak kepada manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Hal
ini mengakibatkan tindakan manajemen cenderung mengarah pada kepentingan kepentingan
pribadi. Apabila dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka
manajemen perusahaan mengungkapkannya tidak secara detail.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat dikemukakan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh
perusahaan high-profile industry di Indonesia masih rendah. Hal ini tercermin dari rata-
rata pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sebesar 20,3% dari jumlah item
yang diharapkan diungkapkan perusahaan sesuai dengan indikator GRI.
2. Penelitian ini menemukan bahwa ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen,
proporsi wanita dalam dewan komisaris wanita, ukuran komite audit, komite audit
independen, dan kepemilikan institusional secara bersama-sama berpengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
3. Penelitian ini menemukan bahwa ukuran komite audit berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Penelitian ini juga menemukan bahwa ukuran dewan komisaris, dewan komisaris
independen, proporsi wanita dalam dewan komisaris, komite audit independen, dan
kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan.
5.2. Keterbatasan
Beberapa keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian ini menggunakan GRI (Global Reporting Initiatives) sebagai dasar item
pengungkapan tanggung jawab sosial.
21
2. Adanya unsur subjektifitas dalam menentukan indeks pengungkapan. Hal ini dikarenakan
tidak adanya suatu ketentuan baku dalam penentuan standar pengungkapan, sehingga nilai
pengungkapan yang diperoleh dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.
3. Adjusted R2 yang rendah menunjukkan penelitian ini masih belum mampu membuktikan
argumen-argumen teoritis yang dikemukakan secara riil, sehingga penelitian di masa
mendatang sangat dibutuhkan untuk memperbaiki segala keterbatasan penelitian baik yang
telah maupun yang belum diungkap.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil dan simpulan yang diperoleh, maka implikasi kebijakan dan saran
bagi penelitian yang akan datang yaitu:
1. Penelitian ini berguna bagi manajemen perusahaan high-profile industry di Indonesia
dalam pengambilan kebijakan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan secara lebih detail dalam laporan tahunan.
2. Penelitian ini berguna bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai bahan pertimbangan
dalam penyusunan standar akuntansi sosial dan lingkungan..
3. Penelitian ini membantu pemerintah untuk memastikan tingkat aktivitas tanggung jawab
sosial perusahaan high profile melalui pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan dasar item pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan selain GRI (Global Reporting Initiatives).
5. Tingkat Adjusted R2 yang rendah (Adjusted R2 = 0,263) dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini mempunyai pengaruh yang
lebih besar terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan demikian,
penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan atau menggunakan variabel lain untuk
menemukan suatu model penduga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
22
VI. REFERENSI
Abdullah, Shamsul-Nahar. 2007. “Board Composition, Audit Committee and Timeliness of Corporate Financial Reports in Malaysia.” Journal of Corporate Ownership and Control, Vol. 4, Issue 2, h. 33-45
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat Amran, A., A. M. Rosli Bin, dan B. C. H. Mohd Hassan. 2009. “Risk Reporting: An
Exploratory Study on Risk Management Disclosure in Malaysian Annual Reports.” Journal of Managerial Auditing, Vol. 24, No. 1, h. 39-57
Arif, Intan Yusnita. 2006. “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Agency Cost (Studi pada Perusahaan di BEJ).” Jurnal Ilmiah Bidang Manajemen dan Akuntansi, Vol. 3, No. 2, h. 194-213
Botosan, Christine A. 1997. “Disclosure Level and the Cost of Equity Capital.” The
Accounting Review, Vol. 72, No. 3, h. 323-349 Branco, C.M. dan L. L. Rodrigues. 2008. ‘‘Social Responsibility Disclosure: A Study of
Proxies for The Public Visibility of Portuguese Banks.’’ The British Accounting Review, Vol. 40, h. 161-81
Carter, D.A., B. J. Simkins, dan W. G. Simpson. 2003. ‘‘Corporate Governance, Board
Diversity and Firm Value.’’ The Financial Review, Vol. 38, h. 33-53 Daniri, Mas Achmad. 2009. “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”,
http://www.madani-ri.com, diakses 13 Oktober 2010 Deegan, Craig. 2002. “Introduction: The Legitimising Effect of Social and Environmental
Disclosures – A Theoritical Foundation.” Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol. 15, No. 3, h. 282-311
Deegan, Craig. 2003. Financial Accounting Theory. Australia: The McGraw Hill Companies,
Inc. Eiteman, D., A. I. Stonehill dan M. H. Moffett. 2010. Multinational Business Finance 12th
edition. Boston: Prentice-Hall Ghozali, Imam. 2007. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Gray, Rob, Reza Kouhy dan Simon Lavers. 1995. “Corporate Social and Environmental
Reporting: A Review of The Literature and A Longitudinal Study of UK Disclosure.” Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, h. 47-77
23
Hackston, David dan Markus J. Milne. 1996. “Some Determinants of Social and Environmental Disclosure in New Zealand Companies”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 9, No. 1, h. 77-108
Handajani, Lilik, Sutrisno, dan Grahita Chandrarin. 2009. “The Effect of Earnings
Management and Corporate Governance Mechanism to Corporate Social Responsibility Disclosure: Study at Public Companies in Indonesia Stock Exchange.” Simposium Nasional Akuntansi 12, Palembang, 4 - 6 November 2009
Henny dan Murtanto. 2001. “Analisis Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan.” Media
Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol. 1, no. 2, h. 21-48 Huafang, Xiao dan Yuan Jianguo. 2007. “Ownership structure, Board Composition and
Corporate Voluntary Disclosure Evidence from Listed Companies in China.” Managerial Auditing Journal, Vol. 22, No. 6, h. 604-619
Huse, Morten dan Anne Grethe Solberg. 2006. “Gender-Related Boardroom Dynamics: How
Scandinavian Women Make and Can Make Contributions on Corporate Boards.” Women in Management Review, Vol. 21, No. 2, h. 113-130
Huse, Morten, S. T. Nielsen, dan I. M. Hagen. 2009. “Women and Employee – Elected Board
Members, and Their Contributions to Board Control Tasks.” Journal of Business Ethics, Vol. 89, h. 581-597
Husillos, Javier, P. Archel, C. Larrinaga, dan C. Spencer. 2007. “Social Disclosure,
Legitimacy Theory and The Role of The State.” Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 22, No. 8, h. 1284-1307
Jauhari, Atiq Tantowi. 2010. “Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam Manajemen
Strategis”, atiqtj.wordpress.com, diakses 18 Oktober 2010 Khan, Md. Habib-Uz-Zaman. 2010. “The Effect of Corporate Governance Elements on
Corporate Social Responsibility (CSR) Reporting: Empirical Evidence From Private Commercial Banks of Bangladesh.” International Journal of Law and Management, Vol. 52, No. 2, h. 82-109
Makela, Hannele dan Salme Nasi. 2010. “Social Responsibilities of MNCs in Downsizing
Operations: A Finnish Forest Sector Case Analysed from The Stakeholder, Social Contract and Legitimacy Theory Point of View.” Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 23, No. 2, h. 149-174
Munif, Aulia Zahra. 2010. “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pengungkapan
Corporate Social Responsibility di Indonesia (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Listing di BEI ).” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Universitas Diponegoro
Murwaningsari, Etty. 2009. “Hubungan Corporate Governance, Corporate Social
Responsibilities dan Corporate Financial Performance dalam Satu Continuum.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 11, No. 1, h. 30-41
24
Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia.” Simposium Nasional Akuntansi 10, Makassar, 26 - 28 Juli 2007
Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Luas
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris Pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006.” Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak, 23 - 24 Juli 2008
Nurkhin, Ahmad. 2009. “Corporate Governance dan Profitabilitas; Pengaruhnya Terhadap
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia).” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Magister Akuntansi, Universitas Diponegoro
Nurlela, Rika dan Islahuddin. 2008. “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap
Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak, 23 - 24 Juli 2008
O’Donovan, Gary. 2002. “Environmental Disclosures in the Annual Report: Extending The
Applicability and Predictive Power of Legitimacy Theory.” Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 15, No. 3, h. 344-371
Patten, D.M. 1991. “Exposure, Legitimacy, and Social Disclosure.” Journal of Accounting
and Public Policy, Vol. 10, h. 297-308 Permanasari, Wien Ika. 2010. “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan
Institusional, dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Universitas Diponegoro
Reverte, Carmelo. 2009. “Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure
Ratings by Spanish Listed Firms.” Journal of Business Ethics, Vol. 88, h. 351-366 Roberts, R.W. 1992. “Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure: An
Application of Stakeholder Theory.” Accounting, Organisations and Society, Vol. 17, No. 6, h. 595-612
Saleh, Norman Mohd, M. M. Rahmat, dan T. M. Iskandar. 2009. “Audit Committee
Characteristics in Financially Distressed and Non-Distressed Companies.” Managerial Auditing Journal, Vol. 24, No. 7, h. 624-638
Said, Roshima, Y. Zainuddin, dan H. Haron. 2009. “The Relationship Between Corporate
Social Responsibility Disclosure and Corporate Governance Characteristics in Malaysian Public Listed Companies.” Social Responsibility Journal, Vol. 5, No. 2, h. 212-226
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Fourth
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
25
Sembiring, Eddy Rismanda. 2003. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat (Go Public) di BEJ.” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Magister Akuntansi, Universitas Diponegoro
Siegel, G., dan H.R. Marconi. 1989. Behavioral Accounting. Ohio: South Western Publishing
Co. Solomon, Jill. 2007. Corporate Governance and Accountability. West Sussex: John Wiley &
Sons, Ltd. Sulastini, Sri. 2007. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Social Disclosure
Perusahaan Manufaktur yang Telah Go Public.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Universitas Negeri Semarang
Sutantoputra, Aries Widiarto. 2009. “Social Disclosure Rating System For Assessing Firms’
CSR Reports.” Corporate Communications: An International Journal, Vol. 14, No. 1, h. 34-48
Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital.” Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak, 23 - 24 Juli 2008
Wang, Jia dan Betty S. Coffey. 1992. “Board Composition and Corporate Philanthropy.”
Journal of Business Ethics, Vol. 11, h. 771-778 Williams, Robert J. 2003. “Women on Corporate Boards of Directors and Their Influence on
Corporate Philanthropy.” Journal of Business Ethics, Vol. 42, h. 1-10
26
Lampiran A Daftar Item Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdasarkan Indikator Global Reporting Initiatives (GRI)
NO. KODE SIFAT INDIKATOR
Indikator Kinerja Ekonomi Aspek: Kinerja Ekonomi
1. EC1 CORE
Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan, biaya operasional, imbal jasa karyawan, donasi, dan investasi komunitas lainnya, laba ditahan, dan pembayaran kepada penyandang dana serta pemerintah.
2. EC2 CORE Implikasi finansial dan risiko lainnya akibat perubahan iklim serta peluangnya bagi aktivitas organisasi.
3. EC3 CORE Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti. 4. EC4 CORE Bantuan finansial yang signifikan dari pemerintah. Aspek: Kehadiran Pasar
5. EC5 ADD Rentang rasio standar upah terendah dibandingkan dengan upah minimum setempat pada lokasi operasi yang signifikan.
6. EC6 CORE Kebijakan, praktek, dan proporsi pengeluaran untuk pemasok lokal pada lokasi operasi yang signifikan.
7. EC7 CORE Prosedur penerimaan pegawai lokal dan proporsi manajemen senior lokal yang dipekerjakan pada lokasi operasi yang signifikan.
Aspek: Dampak Ekonomi Tidak Langsung
8. EC8 CORE Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur serta jasa yang diberikan untuk kepentingan publik secara komersial, natura, atau pro bono.
9. EC9 ADD Pemahaman dan penjelasan dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk seberapa luas dampaknya.
Indikator Kinerja Lingkungan Aspek: Material
10. EN1 CORE Penggunaan Bahan; diperinci berdasarkan berat dan volume 11. EN2 CORE Persentase Penggunaan Bahan Daur Ulang
Aspek: Energi 12. EN3 CORE Penggunaan Energi Langsung dari Sumber Daya Energi Primer 13. EN4 CORE Pemakaian Energi Tidak Langsung berdasarkan Sumber Primer
14. EN5 ADD Penghematan Energi melalui Konservasi dan Peningkatan Efisiensi
15. EN6 ADD Inisiatif untuk mendapatkan produk dan jasa berbasis energi efisien atau energi yang dapat diperbarui, serta pengurangan persyaratan kebutuhan energi sebagai akibat dari inisiatif tersebut.
16. EN7 ADD Inisiatif untuk mengurangi konsumsi energi tidak langsung dan pengurangan yang dicapai
Aspek: Air 17. EN8 CORE Total pengambilan air per sumber
18. EN9 ADD Sumber air yang terpengaruh secara signifikan akibat pengambilan air
19. EN10 ADD Persentase dan total volume air yang digunakan kembali dan didaur ulang
Aspek: Biodiversitas (Keanekaragaman Hayati)
20. EN11 CORE Lokasi dan Ukuran Tanah yang dimiliki, disewa, dikelola oleh organisasi pelapor yang berlokasi di dalam, atau yang berdekatan dengan daerah yang diproteksi (dilindungi) atau daerah-daerah
27
yang memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di luar daerah yang diproteksi.
21. EN12 CORE
Uraian atas berbagai dampak signifikan yang diakibatkan oleh aktivitas, produk, dan jasa organisasi pelapor terhadap keanekaragaman hayati di daerah yang diproteksi (dilindungi) dan di daerah yang memiliki keanekaragaman hayati bernilai tinggi di luar daerah yang diproteksi (dilindungi)
22. EN13 ADD Perlindungan dan Pemulihan Habitat
23. EN14 ADD Strategi, tindakan, dan rencana mendatang untuk mengelola dampak terhadap keanekaragaman hayati
24. EN15 ADD
Jumlah spesies berdasarkan tingkat risiko kepunahan yang masuk dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List Species) dan yang masuk dalam daftar konservasi nasional dengan habitat di daerah-daerah yang terkena dampak operasi
Aspek: Emisi, Efluen, dan Limbah
25. EN16 CORE Jumlah emisi gas rumah kaca yang sifatnya langsung maupun tidak langsung dirinci berdasarkan berat
26. EN17 CORE Emisi gas rumah kaca tidak langsung lainnya diperinci berdasarkan berat
27. EN18 ADD Inisiatif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan pencapaiannya
28. EN19 CORE Emisi bahan kimia yang merusak lapisan ozon (ozon-depleting substances/ODS) diperinci berdasarkan berat
29. EN20 CORE NOX, SOX, dan emisi udara signifikan lainnya yang diperinci berdasarkan jenis dan berat
30. EN21 CORE Jumlah buangan air menurut kualitas dan tujuan 31. EN22 CORE Jumlah berat limbah menurut jenis dan metode pembuangan 32. EN23 CORE Jumlah dan volume tumpahan yang signifikan
33. EN24 ADD
Berat limbah yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah yang dianggap berbahaya menurut Lampiran Konvensi Basel I, II, III, dan VIII, dan persentase limbah yang diangkut secara internasional.
34. EN25 ADD Identitas, ukuran, status proteksi dan nilai keanekaragaman hayati badan air serta habitat terkait yang secara signifikan dipengaruhi oleh pembuangan dan limpasan air organisasi pelapor.
Aspek: Produk dan Jasa
35. EN26 CORE Inisiatif untuk mengurangi dampak lingkungan produk dan jasa dan sejauh mana dampak pengurangan tersebut.
36. EN27 CORE Persentase produk terjual dan bahan kemasannya yang ditarik menurut kategori
Aspek: Kepatuhan
37. EN28 CORE Nilai moneter Denda yang signifikan dan jumlah sanksi nonmoneter atas pelanggaran terhadap hukum dan regulasi lingkungan.
Aspek: Pengangkutan/Transportasi
38. EN29 ADD Dampak lingkungan yang signifikan akibat pemindahan produk dan barang-barang lain serta material yang digunakan untuk operasi perusahaan, dan tenaga kerja yang memindahkan.
Aspek: Menyeluruh
39. EN30 ADD Jumlah pengeluaran untuk proteksi dan investasi lingkungan menurut jenis.
Indikator Kinerja Praktek Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak
28
Aspek: Pekerjaan
40. LA1 CORE Jumlah angkatan kerja menurut jenis pekerjaan, kontrak pekerjaan, dan wilayah.
41. LA2 CORE Jumlah dan tingkat perputaran karyawan menurut kelompok usia, jenis kelamin, dan wilayah.
42. LA3 ADD Manfaat yang disediakan bagi karyawan tetap (purna waktu) yang tidak disediakan bagi karyawan tidak tetap (paruh waktu) menurut kegiatan pokoknya.
Aspek: Tenaga Kerja/Hubungan Manajemen
43. LA4 CORE Persentase karyawan yang dilindungi perjanjian tawar-menawar kolektif tersebut.
44. LA5 CORE Masa pemberitahuan minimal tentang perubahan kegiatan penting, termasuk apakah hal itu dijelaskan dalam perjanjian kolektif tersebut.
Aspek: Kesehatan dan Keselamatan Jabatan
45. LA6 ADD
Persentase jumlah angkatan kerja yang resmi diwakili dalam panitia Kesehatan dan Keselamatan antara manajemen dan pekerja yang membantu memantau dan memberi nasihat untuk program keselamatan dan kesehatan jabatan.
46. LA7 CORE Tingkat kecelakaan fisik, penyakit karena jabatan, hari-hari yang hilang, dan ketidakhadiran, dan jumlah kematian karena pekerjaan menurut wilayah.
47. LA8 CORE
Program pendidikan, pelatihan, penyuluhan/bimbingan, pencegahan, pengendalian risiko setempat untuk membantu para karyawan, anggota keluarga dan anggota masyarakat, mengenai penyakit berat/berbahaya.
48. LA9 ADD Masalah kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam perjanjian resmi dengan serikat karyawan.
Aspek: Pelatihan dan Pendidikan
49. LA10 CORE Rata-rata jam pelatihan tiap tahun tiap karyawan menurut kategori/kelompok karyawan
50. LA11 ADD Program untuk pengaturan keterampilan dan pembelajaran sepanjang hayat yang menunjang kelangsungan pekerjaan karyawan dan membantu mereka dalam mengatur akhir karier.
51. LA12 ADD Persentase karyawan yang menerima peninjauan kinerja dan pengembangan karier secara teratur.
Aspek: Keberagaman dan Kesempatan Setara
52. LA13 CORE
Komposisi badan pengelola/penguasa dan perincian karyawan tiap kategori/kelompok menurut jenis kelamin, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan keanekaragaman indikator lain.
53. LA14 CORE Perbandingan/rasio gaji dasar pria terhadap wanita menurut kelompok/kategori karyawan.
Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia Aspek: Praktek Investasi dan Pengadaan
54. HR1 CORE Persentase dan jumlah perjanjian investasi signifikan yang memuat klausul HAM atau telah menjalani proses skrining/filtrasi terkait dengan aspek hak asasi manusia.
55. HR2 CORE Persentase pemasok dan kontraktor signifikan yang telah menjalani proses skrining/filtrasi atas aspek HAM
56. HR3 ADD Jumlah waktu pelatihan bagi karyawan dalam hal mengenai kebijakan dan serta prosedur terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi, termasuk persentase
29
karyawan yang telah menjalani pelatihan. Aspek: Nondiskriminasi
57. HR4 CORE Jumlah kasus diskriminasi yang terjadi dan tindakan yang diambil/dilakukan
Aspek: Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama Berkumpul
58. HR5 CORE Segala kegiatan berserikat dan berkumpul yang diteridentifikasi dapat menimbulkan risiko yang signifikan serta tindakan yang diambil untuk mendukung hak-hak tersebut.
Aspek: Pekerja Anak
59. HR6 CORE
Kegiatan yang identifikasi mengandung risiko yang signifikan dapat menimbulkan terjadinya kasus pekerja anak, dan langkah-langkah yang diambil untuk mendukung upaya penghapusan pekerja anak.
Aspek: Kerja Paksa dan Kerja Wajib
60. HR7 CORE
Kegiatan yang teridentifikasi mengandung risiko yang signifikan dapat menimbulkan kasus kerja paksa atau kerja wajib, dan langkah-langkah yang telah diambil untuk mendukung upaya penghapusan kerja paksa atau kerja wajib.
Aspek: Praktek/Tindakan Pengamanan
61. HR8 ADD Persentase personel penjaga keamanan yang terlatih dalam hal kebijakan dan prosedur organisasi terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi.
Aspek: Hak Penduduk Asli
62. HR9 ADD Jumlah kasus pelanggaran yang terkait dengan hak penduduk asli dan langkah-langkah yang diambil.
Indikator Kinerja Masyarakat Aspek: Komunitas
63. S01 CORE
Sifat dasar, ruang lingkup, dan keefektifan setiap program dan praktek yang dilakukan untuk menilai dan mengelola dampak operasi terhadap masyarakat, baik pada saat memulai, pada saat beroperasi, dan pada saat mengakhiri.
Aspek: Korupsi
64. S02 CORE Persentase dan jumlah unit usaha yang memiliki risiko terhadap korupsi.
65. S03 CORE Persentase pegawai yang dilatih dalam kebijakan dan prosedur antikorupsi.
66. S04 CORE Tindakan yang diambil dalam menanggapi kejadian korupsi. Aspek: Kebijakan Publik
67. S05 CORE Kedudukan kebijakan publik dan partisipasi dalam proses melobi dan pembuatan kebijakan publik.
68. S06 ADD Nilai kontribusi finansial dan natura kepada partai politik, politisi, dan institusi terkait berdasarkan negara di mana perusahaan beroperasi.
Aspek: Kelakuan Tidak Bersaing
69. S07 ADD Jumlah tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan antipersaingan, anti-trust, dan praktek monopoli serta sanksinya.
Aspek: Kepatuhan
70. S08 CORE Nilai uang dari denda signifikan dan jumlah sanksi nonmoneter untuk pelanggaran hukum dan peraturan yang dilakukan.
Indikator Kinerja Tanggung Jawab Produk Aspek: Kesehatan dan Keamanan Pelanggan
30
71. PR1 CORE
Tahapan daur hidup di mana dampak produk dan jasa yang menyangkut kesehatan dan keamanan dinilai untuk penyempurnaan, dan persentase dari kategori produk dan jasa yang penting yang harus mengikuti prosedur tersebut.
72. PR2 ADD Jumlah pelanggaran terhadap peraturan dan etika mengenai dampak kesehatan dan keselamatan suatu produk dan jasa selama daur hidup, per produk.
Aspek: Pemasangan Label bagi Produk dan Jasa
73. PR3 CORE Jenis informasi produk dan jasa yang dipersyaratkan oleh prosedur dan persentase produk dan jasa yang signifikan yang terkait dengan informasi yang depersyaratkan tersebut.
74. PR4 ADD Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes mengenai penyediaan informasi produk dan jasa serta pemberian label, per produk.
75. PR5 ADD Praktek yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan termasuk hasil survei yang mengukur kepuasan pelanggan.
Aspek: Komunikasi Pemasaran
76. PR6 CORE Program-program untuk ketaatan pada hukum, standar dan voluntary codes yang terkait dengan komunikasi pemasaran termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship.
77. PR7 ADD Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes mengenai komunikasi pemasaran termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship, menurut produknya.
Aspek: Keleluasaan Pribadi (privacy) Pelanggan
78. PR8 ADD Jumlah keseluruhan dari pengaduan yang berdasar mengenai pelanggaran keleluasaan pribadi (privacy) pelanggan dan hilangnya data pelanggan.
Aspek: Kepatuhan
79. PR9 CORE Nilai moneter dari denda pelanggaran hukum dan peraturan mengenai pengadaan dan penggunaan produk dan jasa.
31
Lampiran B Daftar Sampel Perusahaan High Profile NO. KODE
SAHAM NAMA EMITEN BIDANG
1. AIMS Akbar Indo Makmur Stimec Perdagangan Batu Bara 2. AKRA AKR Corporindo Perdagangan Bahan Kimia 3. OKAS Ancora Indonesia Resources Pertambangan 4. ANTA Anta Express Tour & Travel Service Pariwisata 5. ASGR Astra Graphia Computer and Services 6. BNBR Bakrie & Brothers Perdagangan Umum Industri 7. BTEL Bakrie Telecom Telekomunikasi 8. BAYU Bayu Buana Pariwisata 9. RMBA Bentoel International Investama Industri Rokok 10. BLTA Berlian Laju Tanker Transportasi 11. BHIT Bhakti Investama Perindustrian & Pertambangan 12. BCIP Bumi Citra Indah Permai Pembangunan Kawasan Industri 13. DKFT Central Omega Resources Pertambangan 14. CENT Centrin Online Computer and Services 15. CMPP Centris Multi Persada Pratama Transportasi 16. KARK Dayaindo Resources International Pertambangan Batu Bara 17. DSSA Dian Swastatika Sentosa Energi dan Infrastruktur 18. DGIK Duta Graha Indah Engineering 19. DNET Dyviacom Intrabumi Computer and Services 20. EMTK Elang Mahkota Teknologi Teknologi, Komunikasi, &Media 21. ELSA Elnusa Pertambangan Migas 22. FAST Fast Food Indonesia Food and Beverages 23. KBLV First Media Media 24. FORU Fortune Indonesia Media 25. BMTR Global Mediacom Telekomunikasi & Media 26. GMCW Grahamas Citrawisata Pariwisata 27. HOME Hotel Mandarine Regency Pariwisata 28. SHID Hotel Sahid Jaya International Pariwisata 29. HITS Humpuss Intermoda Transportasi Transportasi 30. IATA Indonesia Air Transport Transportasi 31. INPP Indonesia Paradise Property Pariwisata 32. IDKM Indosiar Karya Media Media 33. INVS Inovisi Infracom Telekomunikasi
34. INTA Intraco Penta Perdagangan & Penyewaan Alat Berat
35. ICON Island Concepts Indonesia Pariwisata 36. JSMR Jasa Marga Infrastruktur & Utilities 37. JTPE Jasuindo Tiga Perkasa Advertising, Printing, & Media 38. RINA Katarina Utama Telekomunikasi 39. LTLS Lautan Luas Manufaktur Bahan Kimia 40. ITTG Leo Investment Pertambangan Nikel 41. MNCN Media Nusantara Citra Media 42. MTDL Metrodata Elektronik Computer and Services 43. MITI Mitra Investindo Pertambangan 44. FREN Mobile-8 Telecom Telekomunikasi
32
45. MLPL Multipolar Teknologi Informatika 46. MYOH Myoh Technologi Computer and Services 47. META Nusantara Infrastruktur Infrastruktur & Utilities 48. PDES Panorama Destinasi Pariwisata 49. PANR Panorama Sentrawisata Pariwisata 50. WEHA Panorama Transportasi Transportasi 51. TMAS Pelayaran Tempuran Emas Transportasi 52. PGLI Pembangunan Graha Lestari Indah Pariwisata 53. PJAA Pembangunan Jaya Ancol Pariwisata 54. PGAS Perusahaan Gas Negara Energi 55. PTSP Pioneerindo Gourmet International Pariwisata 56. PLIN Plaza Indonesia Realty Pariwisata 57. POOL Pool Advista Indonesia Investment Company 58. PNSE Pudjiadi & Sons Estate Pariwisata 59. PSKT Pusako Tarinka Pariwisata 60. RUIS Radiant Utama Interisco Pertambangan Migas 61. RAJA Rukun Raharja Transportasi 62. SMDR Samudera Indonesia Transportasi 63. TOWR Sarana Menara Nusantara Telekomunikasi 64. SONA Sona Topas Tourism Industri Pariwisata 65. LPLI Star Pacific Teknologi Informasi 66. SAFE Steady Safe Transportasi
67. SUGI Sugi Samapersada Distribusi Suku Cadang Kendaraan Bermotor
68. SCMA Surya CitraMedia Media 69. TLKM Telekomunikasi Indonesia Telekomunikasi 70. TMPO Tempo Inti Media Media 71. TGKA Tigaraksa Satria Food and Beverages 72. TIRA Tira Austenite Perdagangan Gas Industri 73. TRAM Trada Maritime Transportasi 74. TRIL Triwira Insanlestari Engineering 75. TURI Tunas Ridean Engineering 76. UNTR United Tractors Kontraktor Penambangan 77. WAPO Wahana Phonix Mandiri Agrobisnis 78. WICO Wicaksana Overseas Food and Beverages 79. ZBRA Zebra Nusantara Transportasi
33
Lampiran C Variabel Independen dan Dependen
NO. KODE SAHAM
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
UDK DKI PWDK UKA KAI KI CSDI 1 AIMS 1,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,4205 0,08 2 AKRA 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,7082 0,56 3 OKAS 2,00 0,25 0,00 1,33 0,25 0,9061 0,62 4 ANTA 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,9022 0,35 5 ASGR 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,7687 0,34 6 BNBR 2,00 0,50 0,00 1,00 0,67 0,4401 0,47 7 BTEL 2,50 0,40 0,00 1,00 0,33 0,6041 0,35 8 BAYU 2,00 0,00 0,00 1,00 0,00 0,7046 0,16 9 RMBA 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,9974 0,37 10 BLTA 2,00 0,50 0,00 1,00 0,67 0,7643 0,32 11 BHIT 2,50 0,40 0,40 1,00 0,67 0,4622 0,24 12 BCIP 2,00 0,25 0,00 0,00 0,00 0,9957 0,16 13 DKFT 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8000 0,15 14 CENT 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,7771 0,20 15 CMPP 2,00 0,25 0,00 1,00 0,33 0,6296 0,09 16 KARK 1,50 0,33 0,00 0,67 0,00 0,3344 0,28 17 DSSA 2,50 0,40 0,20 1,00 0,33 0,5990 0,29 18 DGIK 2,50 0,20 0,00 1,00 0,67 0,6440 0,28 19 DNET 1,50 0,33 0,67 0,00 0,00 0,7897 0,09 20 EMTK 2,50 0,40 0,00 0,00 0,00 0,3370 0,16 21 ELSA 2,50 0,40 0,00 1,67 0,40 0,7825 0,58 22 FAST 3,00 0,33 0,17 0,67 0,50 0,8000 0,29 23 KBLV 4,00 0,75 0,13 1,00 0,33 0,8888 0,22 24 FORU 2,00 0,50 0,25 1,00 0,33 0,1505 0,20 25 BMTR 4,00 0,38 0,00 1,00 0,33 0,7562 0,29 26 GMCW 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8471 0,19 27 HOME 1,50 0,33 0,33 1,00 0,33 0,6708 0,22 28 SHID 3,50 0,29 0,29 1,00 0,33 0,9041 0,20 29 HITS 1,00 1,00 0,00 1,33 0,50 0,8372 0,22 30 IATA 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,7817 0,24 31 INPP 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8168 0,18 32 IDKM 2,50 0,40 0,00 1,00 0,33 0,4082 0,11 33 INVS 1,50 0,33 0,67 1,00 0,33 0,6522 0,16 34 INTA 1,50 0,33 0,33 1,00 0,33 0,8650 0,34 35 ICON 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,5812 0,18 36 JSMR 3,00 0,33 0,00 1,00 0,33 0,1930 0,28 37 JTPE 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,6753 0,18 38 RINA 2,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,7408 0,09
34
39 LTLS 2,50 0,40 0,20 1,33 0,50 0,6303 0,16 40 ITTG 1,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,4582 0,09 41 MNCN 2,50 0,40 0,00 1,00 0,67 0,8550 0,18 42 MTDL 1,50 0,33 0,00 1,33 0,25 0,1293 0,19 43 MITI 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,3769 0,18 44 FREN 1,50 1,00 0,00 1,00 0,33 0,5466 0,16 45 MLPL 2,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,3199 0,09 46 MYOH 2,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,8339 0,16 47 META 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,6810 0,09 48 PDES 1,50 0,33 0,33 1,00 0,33 0,6993 0,08 49 PANR 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8417 0,15 50 WEHA 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,7278 0,10 51 TMAS 1,50 0,67 0,67 1,00 0,67 0,8778 0,13 52 PGLI 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8574 0,09 53 PJAA 2,50 0,40 0,20 1,00 0,33 0,9000 0,32 54 PGAS 2,50 0,40 0,40 1,67 0,20 0,3868 0,37 55 PTSP 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,9733 0,13 56 PLIN 2,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,7743 0,16 57 POOL 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8082 0,13 58 PNSE 1,50 0,33 0,33 1,00 0,33 0,8073 0,14 59 PSKT 2,00 0,25 0,00 1,00 0,33 0,2245 0,20 60 RUIS 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,7719 0,18 61 RAJA 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,4450 0,08 62 SMDR 3,00 0,50 0,17 1,00 0,33 0,6748 0,09 63 TOWR 1,00 0,50 0,00 0,00 0,00 1,0000 0,18 64 SONA 2,50 0,40 0,00 1,00 0,33 0,7761 0,14 65 LPLI 1,50 0,67 0,00 1,00 0,33 0,2005 0,09 66 SAFE 1,00 1,00 0,00 1,00 0,33 0,8099 0,18 67 SUGI 1,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,6595 0,05 68 SCMA 2,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,8630 0,16 69 TLKM 2,50 0,40 0,00 2,00 0,33 0,4460 0,30 70 TMPO 2,50 0,40 0,00 1,00 0,67 0,8275 0,16 71 TGKA 2,50 0,40 0,60 1,00 0,33 0,9321 0,15 72 TIRA 2,00 0,25 0,25 1,00 0,33 0,9643 0,15 73 TRAM 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,5417 0,25 74 TRIL 1,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,8161 0,10 75 TURI 2,50 0,40 0,60 1,33 0,25 0,9224 0,19 76 UNTR 4,00 0,38 0,00 1,00 0,33 0,5950 0,25 77 WAPO 1,00 0,50 0,50 0,67 0,00 0,6131 0,16 78 WICO 1,50 0,33 0,00 1,00 0,33 0,8759 0,06 79 ZBRA 1,00 0,50 0,00 1,00 0,33 0,8418 0,10
35
Lampiran D Output SPSS Statistik Deskriptif
Lampiran E Hasil Pengujian Regresi Variabel Ukuran Dewan Komisaris, Komisaris
Independen, Proporsi Wanita dalam Dewan Komisaris, Ukuran Komite Audit, Komite Audit Independen, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Descriptive Statistics
79 3,00 1,00 4,00 151,00 1,9114 ,69688 ,486 1,142 ,271 1,387 ,535
79 1,00 ,00 1,00 32,14 ,4068 ,15962 ,025 1,954 ,271 6,045 ,535
79 ,67 ,00 ,67 7,69 ,0973 ,18699 ,035 1,919 ,271 2,696 ,535
79 2,00 ,00 2,00 78,00 ,9873 ,29450 ,087 -1,069 ,271 6,787 ,535
79 ,67 ,00 ,67 26,35 ,3335 ,14755 ,022 ,069 ,271 2,113 ,535
79 ,8707 ,1293 1,0000 54,2225 ,686361 ,217465 ,047 -,869 ,271 -,008 ,535
79 ,57 ,05 ,62 16,05 ,2032 ,11555 ,013 1,588 ,271 3,040 ,535
79
VariablesUDK
DKI
PWDK
UKA
KAI
KI
CSDI
Valid N(listwise)
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic StatisticStd.Error Statistic
Std.Error
N Range Minimum
Maximum
Sum Mean Std.Deviatio
Variance
Skewness Kurtosis
Variables Entered/Removedb
KI, DKI,PWDK,UKA, UDK,KAI
a. Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: CSDIb.
Model Summaryb
,398a ,158 ,088 ,11034Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), KI, DKI, PWDK, UKA, UDK, KAIa.
Dependent Variable: CSDIb.
ANOVAb
,165 6 ,027 2,258 ,047a
,877 72 ,012
1,042 78
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), KI, DKI, PWDK, UKA, UDK, KAIa.
Dependent Variable: CSDIb.
36
Coefficientsa
,034 ,078 ,436 ,664
,036 ,019 ,218 1,939 ,056 ,928 1,078
-,081 ,081 -,112 -,998 ,322 ,932 1,073
-,055 ,068 -,089 -,813 ,419 ,973 1,028
,109 ,048 ,278 2,273 ,026 ,783 1,277
-,007 ,098 -,009 -,072 ,943 ,747 1,339
,048 ,059 ,091 ,822 ,414 ,951 1,051
(Constant)
UDK
DKI
PWDK
UKA
KAI
KI
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: CSDIa.
Coefficient Correlationsa
1,000 ,057 -,118 ,162 ,059 -,135
,057 1,000 -,028 ,013 ,168 -,210
-,118 -,028 1,000 ,034 -,103 ,047
,162 ,013 ,034 1,000 -,053 -,426
,059 ,168 -,103 -,053 1,000 -,171
-,135 -,210 ,047 -,426 -,171 1,000
,003 ,000 ,000 ,000 6,42E-005 -,001
,000 ,007 ,000 4,91E-005 ,000 -,002
,000 ,000 ,005 ,000 ,000 ,000
,000 4,91E-005 ,000 ,002 -4,7E-005 -,002
6,42E-005 ,000 ,000 -4,7E-005 ,000 ,000
-,001 -,002 ,000 -,002 ,000 ,010
KI
DKI
PWDK
UKA
UDK
KAI
KI
DKI
PWDK
UKA
UDK
KAI
Correlations
Covariances
Model1
KI DKI PWDK UKA UDK KAI
Dependent Variable: CSDIa.
Collinearity Diagnosticsa
5,792 1,000 ,00 ,00 ,00 ,01 ,00 ,00 ,00
,756 2,767 ,00 ,00 ,00 ,95 ,00 ,00 ,00
,140 6,431 ,00 ,29 ,53 ,00 ,00 ,00 ,00
,129 6,694 ,01 ,02 ,00 ,03 ,03 ,49 ,23
,097 7,742 ,00 ,33 ,22 ,00 ,00 ,17 ,35
,066 9,365 ,01 ,17 ,06 ,00 ,63 ,28 ,02
,019 17,366 ,98 ,18 ,19 ,00 ,34 ,04 ,40
Dimension1
2
3
4
5
6
7
Model1
EigenvalueCondition
Index (Constant) UDK DKI PWDK UKA KAI KI
Variance Proportions
Dependent Variable: CSDIa.
37
Residuals Statisticsa
,0627 ,3291 ,2032 ,04598 79
-3,054 2,738 ,000 1,000 79
,017 ,058 ,031 ,012 79
,0509 ,3368 ,2015 ,04898 79
-,15048 ,35764 ,00000 ,10601 79
-1,364 3,241 ,000 ,961 79
-1,388 3,284 ,007 ,997 79
-,15592 ,37869 ,00168 ,11442 79
-1,397 3,536 ,017 1,028 79
,858 20,305 5,924 5,463 79
,000 ,145 ,011 ,026 79
,011 ,260 ,076 ,070 79
Predicted Value
Std. Predicted Value
Standard Error ofPredicted Value
Adjusted Predicted Value
Residual
Std. Residual
Stud. Residual
Deleted Residual
Stud. Deleted Residual
Mahal. Distance
Cook's Distance
Centered Leverage Value
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: CSDIa.
43210-1-2
Regression Standardized Residual
14
12
10
8
6
4
2
0
Freq
uen
cy
Mean = 6.25E-16Std. Dev. = 0.961N = 79
Dependent Variable: CSDI
Histogram
38
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Exp
ecte
d C
um
Pro
b
Dependent Variable: CSDI
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
3210-1-2-3-4
Regression Standardized Predicted Value
4
3
2
1
0
-1
-2
Reg
ress
ion
Stu
den
tize
d R
esid
ual
Dependent Variable: CSDI
Scatterplot
39
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
79
,0000000
,10601002
,125
,125
-,092
1,111
,169
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.