HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY DENGAN ...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY DENGAN ...
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY
DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA
OLEH
COSMAS FATHAN HUTAGAOL
802012005
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Cosmas Fathan Hutagaol
NIM : 802012005
Program studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY DENGAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA
Yang dibimbing oleh:
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 9 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan,
Cosmas Fathan Hutagaol
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY DENGAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA
Oleh
Cosmas Fathan Hutagaol
802012005
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 23 Agustus 2016
Oleh:
Pembimbing
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Diketahui oleh,
Kaprogdi
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Disahkan oleh,
Dekan
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE PERSONALITY DENGAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
PADA KARYAWAN HOTEL “X” DI SALATIGA
Cosmas Fathan Hutagaol
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dimensi Big Five
Personality dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel X
di Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan hotel “X” di Salatiga,
sejumlah 73 karyawan, dengan menggunakan teknik sampel jenuh. Metode penelitian
yang digunakan untuk mengambil data adalah big five inventory (bfi) scale dan
organizational citizenship behavior scale. Analisa data menggunakan korelasi dari
spearman rho. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara
dimensi extraversion (r = 0,496 , p < 0,05), agreeableness (r = 0,678, p < 0,05),
conscientiousness (r = 0,632, p < 0,05), dan openness to experience (r = 0,546, p < 0,05)
dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di
Salatiga, sedangkan dimensi neuroticism (r = -0,465, p < 0,05) menunjukkan adanya
hubungan negatif yang signifikan dengan OCB.
Kata kunci: extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness to experience, organizational citizenship behavior
(ocb).
ii
Abstract
The aim of the present study is to understand relationship between dimentions of Big
Five Personality and Organizational Citizenship Behavior OCB toward employees of
hotel “X” in Salatiga. The subjects of this research are employees of hotel “X” in
Salatiga, total subjects are 71 employees, by using boring sample method. The research
method that used to collect the data is method scale that are big five inventory (bfi) and
organizational citizenship behavior scale. Data was analyzed with correlation
Sprearman rho. The result showed is positive significan relationship beetween
dimensions of extraversion (r = 0,496 , p < 0,05), agreeableness (r = 0,678, p < 0,05),
conscientiousness (r = 0,632, p < 0,05), and openness to experience (r = 0,546, p <
0,05) with Organizational Citizenship Behavior (OCB) in employees of hotel “X” in
Salatiga, then for dimension of neuroticism neuroticism (r = -0,465, p < 0,05) showed a
negative significant correlation with OCB.
Keywords: extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness to experience, organizational citizenship behavior (ocb).
1
PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia,
dimana pariwisata menjadi salah satu kontributor terbesar terhadap devisa negara.
Pengembangan pariwisata telah terbukti mampu memberi dampak positif dengan
adanya perubahan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Secara ekonomi, pariwisata
memberi dampak pada perluasan usaha dan kesempatan kerja, peningkatan income
perkapita dan peningkatan devisa negara. Di Indonesia sendiri, pariwisata memegang
peranan penting dalam ekonomi karena menjadi salah satu sektor devisa terbesar, dan
perhitungan kontribusi ekonomi pariwisata dilakukan berdasarkan neraca Nesparnas
(Panji Priambudi, 2013).
Berdasarkan laporan The World Travel & Tourism Council (WWTC),
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan pariwisata paling bagus di
antara negara-negara anggota G20. WWTC memperkirakan pada 2014 Indonesia
berpeluang mencapai pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) sebesar 14,2
persen dan wisatawan nusantara (wisnus) sebesar 6,3 persen. Kontribusi sektor
pariwisata terhadap perekonomian diperkirakan bisa mencapai 8,1 persen (Kompas, 1
April 2014).
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Januari
hingga September 2015 sebanyak 7.191.771 wisman atau tumbuh 3,53 persen
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 6.946.849 wisman. Menteri
Pariwisata Arief Yahya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (2/11/2015),
menyebutkan pada September 2015 mencapai 869.179 wisman atau tumbuh sebesar
9,84 persen dibandingkan periode September 2014 sebanyak 791.296 wisman
(bisnis.com).
2
Prospek pariwisata ke depan bagi Negara Indonesia sangat menjanjikan bahkan
sangat memberikan peluang besar. Berdasarkan perkiraan WTO mengenai Prospek
Pariwisata kedepanya yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang
(tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di
kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia
sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020. Angka yang fantastis ini bisa menjadi peluang
yang besar bagi Indonesia untuk memaksimalkan potensi pariwisatanya.
Industri perhotelan menjadi salah satu usaha yang terkena dampak dari
peningkatan pariwisata, dengan bertambahnya jumlah wisatawan asing ataupun
domestik, sehingga mempengaruhi pendapatan dari bisnis perhotelan ini. Pada
umumnya dalam industri perhotelan, sebuah hotel dianggap pelayanannya prima jika
karyawan hotel tersebut dapat melayani tamu dan pelanggannya dengan baik.
Kepuasan pelanggan merupakan konstruk yang berdiri sendiri dan di pengaruhi oleh
kualitas layanan (Oliver, 1980). Kualitas layanan juga dapat mempengaruhi loyalitas
pelanggan secara langsung (Zeithaml dkk., 1996) dan mempengaruhi loyalitas
pelanggan secara tidak langsung melalui kepuasan (Caruana, 2002), untuk itu
perusahaan dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya yang dimiliki untuk
meningkatkan kualitas pelayanan perusahaan. Agar tidak kalah bersaing, hotel dituntut
untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Pada era persaingan saat ini dibutuhkan
sumber daya manusia (SDM) yang dapat bekerja secara efektif dan efisien. Ulrich
(1998) mengatakan bahwa kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumber daya
manusia yaitu sebagai inisiator dan agen perubahan terus-menerus, pembentuk proses
serta budaya yang secara bersama meningkatkan kemampuan perubahan organisasi.
3
Organisasi yang tidak didukung pegawai/karyawan yang sesuai baik dari aspek
kuantitas, kualitas, strategi, dan operasional yang baik, maka dapat dipastikan organisasi
tersebut akan sulit mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dimasa yang
akan datang (Riva‟i, 2004). Organisasi perhotelan juga membutuhkan
karyawan/pegawai yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan
mau memberikan kinerja yang melebihi harapan organisasi.
Hardaningtyas (2004), mengatakan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi
oleh sikap dan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Kinerja karyawan yang
tinggi dapat dicapai dengan meningkatkan perilaku intra-role dan extra-role. Perilaku
intra-role adalah perilaku yang telah terdeskripsi secara formal yang harus dikerjakan
dalam suatu organisasi, sedangkan perilaku extra-role adalah perilaku yang tidak
terdeskripsi secara formal yang dilakukan oleh karyawan seperti membantu rekan
kerja menyelesaikan tugas, kesungguhan dalam mengikuti rapat-rapat perusahaan,
sedikit mengeluh banyak bekerja, dan lain -lain. Organ dan Bateman (1983) serta
Smith, Organ, dan Near (1983) menamakan kinerja extra-role dengan istilah
Organizational Citizenship Behaviors (OCB).
Dampak positif yang diberikan OCB yaitu dapat memberikan fleksibilitas yang
diperlukan untuk bekerja dengan banyak keadaan yang tak terduga dan membantu
karyawan dalam suatu organisasi untuk mengatasi kondisi stres dengan saling
bergantung (Smith et. al, 2011 dalam Mohammad et. al, 2011). Fakta menunjukkan
bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan
memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain (Robbins dan Judge, 2008).
Organ juga (dalam Jahangir et al, 2004) mengungkapkan bahwa organisasi akan dapat
bertahan atau berhasil jika anggotanya memiliki OCB atau berperilaku sebagai warga
4
organisasi yang baik dengan terlibat dalam segala macam perilaku positif. Katz dalam
Bolino, Turnely dan Bloodgood (2002) mengatakan bahwa lebih efektif jika karyawan
memberikan kontribusi yang melebihi tugas-tugas formalnya. Namun, OCB juga
memberikan dampak negatif seperti mengurangi keterlibatan karyawan dalam
pengambilan keputusan pekerjaan (Bolino et. al ; Podsakoff & Mackenzie dalam
Maamari, 2013).
OCB menjadi penting untuk diteliti karena deskripsi kerja formal tidak bisa
mencakup seluruh perilaku yang diperlukan bagi organisasi yang mencapai tujuan
(Vanyperen et. Al dalam Lishchinsky, 2014). Dalam industri jasa seperti perhotelan,
peranan OCB juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan yang dapat
berdampak positif terhadap kepuasan konsumen. Menurut Jayanti (2010) ada
keterkaitan yang erat antara OCB dengan kepuasan pelanggan yaitu semakin tinggi
tingkat OCB di kalangan karyawan sebuah perusahaan, semakin tinggi tingkat kepuasan
pelanggan pada perusahaan tersebut.
Fenomena yang terjadi pada salah satu hotel di Salatiga Jawa Tengah,
berdasarkan wawancara dengan HRM Hotel “X” di Salatiga bahwa, jika ada
departemen yang telah menyelesaikan pekerjaannya, mereka bersedia untuk
memberikan bantuan terhadap departemen yang masih bekerja. Kemudian, ada
karyawan yang bersedia untuk menggantikan shift rekannya yang harus meninggalkan
tempat kerja karena ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Para karyawan juga
mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh pihak hotel. Namun, OCB pada karyawan
belum maksimal, sehingga untuk memaksimalkan dan meningkatkan perilaku extra-role
atau OCB, pihak hotel melakukan coaching dan training pada karyawan-karyawannya.
5
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku karyawan yang
melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh
sistem reward formal (Organ dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood, 2002).
Karyawan perhotelan membutuhkan perilaku-perilaku extra-role ini demi
menunjang peningkatan mutu dan kualitas dari organisasinya. Robbins (2001)
menyatakan contoh perilaku yang termasuk kelompok OCB adalah membantu rekan
kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari konflik dengan
rekan kerja, melindungi properti organisasi, menghargai peraturan yang berlaku di
organisasi, toleransi pada situasi yang kurang ideal/menyenangkan di tempat kerja,
memberi saran-saran yang membangun di tempat kerja, serta tidak membuang-buang
waktu di tempat kerja.
Menurut Organ (1988), OCB terdiri dari lima dimensi:
a. Altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan
kepada individu dalam suatu organisasi.
b. Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah
sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi
serta menghargai kebutuhan mereka.
c. Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja
tanpa mengeluh.
d. Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada
kelangsungan hidup organisasi.
6
e. Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi –
seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi.
Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB mempengaruhi keefektifan organisasi karena
beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan
kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga,
OCB dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional untuk
tujuan-tujuan produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan
penyediaan sumberdaya organisasi secara umum untuk tujuan-tujuan pemeliharaan
karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-
aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.
Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan
mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi
merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB dapat meningkatkan
stabilitas kinerja organisasi. Dan terakhir, OCB dapat meningkatkan kemampuan
organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungannya.
Sementara itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi OCB. Menurut Organ
(1995) dan Sloat (1999) dalam Zurasaka (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi
OCB, yaitu: 1) Budaya dan iklim organisasi, 2) Kepribadian dan suasana hati, 3)
Persepsi terhadap dukungan organisasional, 4) Persepsi terhadap kualitas
hubungan/interaksi atasan bawahan, 5) Masa kerja, dan 6) Jenis Kelamin.
Basrah (2012) juga mengkategorikan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB
terdiri dari perbedaan individu, sikap pada pekerjaan, dan faktor-faktor kontekstual,
dimana kepribadian termasuk dalam faktor perbedaan individu. Menurut Feist dan
7
Feist (2009), kepribadian didefinisikan sebagai pola watak yang relatif permanen
dan karakter yang unik dimana keduanya memiliki konsistensi dan keunikan pada
perilaku individu. Kepribadian dianggap sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap OCB karena kepribadian merupakan suatu yang melekat pada
individu dan sulit diubah sehingga memiliki pengaruh yang lebih stabil dan bertahan
pada OCB (Purba dan Seniati, 2004).
Big Five Personality
Salah satu teori kepribadian yang sering digunakan untuk menjelaskan
kepribadian seseorang adalah The Big Five Personality. Dalam The Big Five
Personality terdapat lima dimensi kepribadian, yaitu Extraversion (E),
Agreeableness (A), Conscientiousness (C), Neuroticism (N), dan Openness to New
Experience (O). The Big Five Personality Factor atau lima faktor kepribadian menurut
(Costa & McCrae, 1992; John, 1990 ; Costa & McCrae (Pervin, Cervone & John, 2005).
a. Extraversion didefinisikan sebagai dimensi kepribadian yang enerjik terhadap
dunia sosial dan material serta memiliki watak mudah bergaul, aktif, asertif, dan
memiliki emosi yang positif. Extraversion mengukur jumlah dan intensitas dari
interaksi interpersonal; level aktivitas; kebutuhan untuk stimulasi; dan kapasitas
untuk kegembiraan.
b. Agreeableness didefinisikan sebagai dimensi kepribadian yang berorientasi
prososial pada orang lain serta memiliki watak altruisme, lemah lembut dan
mudah percaya. Agreeableness mengukur kualitas dari salah satu orientasi
interpersonal mendekati sebuah rangkaian kesatuan dari perasaan haru sampai
antagonisme dalam pikiran, perasaan, dan tindakan.
8
c. Conscientiousness didefinisikan sebagai dimensi kepribadian dengan kontrol
impuls yang memfasilitasi pengerjaan tugas dan juga perilaku goal-oriented
seperti berpikir sebelum bertindak, mengikuti norma dan aturan, terorganisasi,
serta memprioritaskan tugas. Conscientiousness mengukur derajat individu
dalam organisasi, ketekunan, dan motivasi pada tujuan yang diperlihatkan secara
langsung dengan perilaku. Kontras dengan hal yang dapat diandalkan, orang-
orang yang terlalu memilih dan tidak mudah puas dengan orang-orang yang lesu
dan tidak rapi.
d. Neuroticism didefinisikan sebagai kepribadian dengan emosi negatif sehingga
rentan mengalami kecemasan, depresi, sedih, agresif, dan lain-lain. Neuroticism
mengidentifikasi kecenderungan individu dalam keadaan distres secara
psikologis, ide yang kurang realistis, keinginan (idaman) berlebihan atau
mendesak, dan respon coping maladaptif.
e. Openness to new experience yang didefinisikan sebagai dimensi kepribadian
dengan daya imajinasi yang tinggi, orisinil, memiliki mental dan pengalaman
hidup yang kompleks, serta berani mencoba hal-hal baru diluar kebiasaannya
(Costa & McCrae, 1992; John, 1990). Openness to experience mengukur
pencarian proaktif dan apresiasi terhadap pengalaman untuk kepentingannya
sendiri; toleransi dan eksplorasi dari hal-hal yang tidak biasa.
Individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion umumnya suka bergaul,
tegas, aktif, berani, energik, menantang, dan ekspresif (Goldberg , 1992). Sebaliknya,
mereka yang memiliki skor rendah cenderung pemalu, patuh, diam, dan terhambat.
Dengan demikian, mereka yang tinggi pada extraversion menampilkan perilaku yang
lebih fleksibel yang membuat mereka lebih mungkin untuk menunjukkan OCB. Jadi,
9
individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion akan lebih menunjukkan perilaku
OCB. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah cenderung kurang menunjukkan
perilaku OCB.
Individu yang memiliki skor agreeableness tinggi umumnya ramah, baik hati,
koperatif , penolong, sopan, dan fleksibel (Barrick & Mount, 1991; Witt, Burke, Barrick
& Mount, 2002). Dalam konteks pekerjaan, karyawan yang menyenangkan
menunjukkan kompetensi interpersonal yang tinggi (Witt et al., 2002) dan bisa
berkolaborasi secara efektif sesuai dengan tindakan yang diperlukan (Gunung et al.,
1998). Sedangkan yang memperoleh skor rendah cenderung kejam, penuh
syakwasangka, pelit, penentang, selalu mengkritik, mudah terluka (Pervin, Cervone &
John, 2005). Jadi, individu yang memiliki skor tinggi pada agreeableness akan lebih
menunjukkan perilaku OCB. Sedangkan, individu yang memiliki skor agreeableness
yang rendah cenderung kurang menunjukkan perilaku OCB.
Individu yang memiliki skor tinggi pada conscientiousness umumnya
melakukan pekerjaannya lebih baik daripada mereka yang memiiki skor rendah (Barrick
& Mount, 1991). Mereka teliti, dapat diandalkan, efisien, dan pekerja keras. Mereka
cenderung untuk mengambil inisiatif dalam memecahkan masalah di tempat
kerjanya(Witt et al., 2002). Sedangkan individu yang memperoleh skor rendah
cenderung bebal, malas, tidak teratur/tertib, selalu terlambat, tidak berarah-tujuan, dan
mudah menyerah (Pervin, Cervone & John, 2005). Jadi, individu yang memiliki skor
tinggi pada conscientiousnessakan lebih menunjukkan perilaku OCB. Sedangkan
individu yang memiliki skor rendah pada conscientiousness cenderung kurang
menunjukkan perilaku OCB.
10
Individu yang memiliki skor tinggi pada openness to experience lebih
cenderung menunjukkan sifat-sifat seperti kreativitas, memiliki rasa ingin tahu,
unconventionality, otonomi , dan mengubah penerimaan (Goldberg, 1992) . Mereka
suka mencari pengalaman baru, dan suka dengan ide-ide baru. Sehingga dia akan
bersedia mengerjakan tugas rekannya karena ketertarikan untuk belajar hal-hal baru.
Sedangkan pribadi yang memperoleh skor rendah cenderung riil, tidak kreatif, tunduk
pada konvepsi, menyukai rutinitas, tidak mau tahu, konservatif (Pervin, Cervone &
John, 2005). Jadi, individu yang memiliki skor tinggi pada openness to experience akan
lebih menunjukkan perilaku OCB. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah
cenderung kurang menunjukkan perilaku OCB.
Individu yang memiliki skor neuroticism yang tinggi biasanya cenderung
depresi, cemas, marah, malu, khawatir dan gelisah atau merasa tidak aman (Barrick &
Mount, 1991). Sehingga bisa mempengaruhi relasi dengan orang lain. Sedangkan orang
dengan skor neuroticism rendah cenderung lebih tenang dan bisa mengontrol emosi
dengan baik. Individu yang memiliki skor rendah juga tenang, bertemperamen lembut,
puas diri, merasa nyaman, dingin, kukuh (Pervin, Cervone & John, 2005). Jadi, individu
yang memiliki skor neuroticism yang rendah akan lebih menunjukkan perilaku OCB.
Sedangkan individu yang menunjukkan skor neuroticism yang tinggi cenderung kurang
menunjukkan perilaku OCB.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai Big Five Personality dan OCB
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara conscientiousness, openness to
experience, dan neuroticism dengan OCB. Sedangkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara extraversion dan agreeableness dengan OCB (Elanain, 2007).
11
Berdasarkan penelitian dari Kappagoda (2004) menunjukan bahwa ada
hubungan positif dan signifikan antara extraversion, agreeableness, conscientiousness,
openness to experience dengan OCB, dan hubungan yang signifikan negatif antara
neuroticism dengan OCB.
Hasil dalam jurnal penelitian (Kumar, 2009) menunjukkan ada hubungan
antara extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan neuroticism dengan OCB.
Sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara openness to experience dengan
OCB.
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis bermaksud melakukan studi lebih
lanjut untuk menganalisis hubungan antara dimensi-dimensi The Big Five Personality
(Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to
experience) dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan dimensi-dimensi
kepribadian mana saja dari The Big Five Personality yang dapat memprediksikan secara
signifikan OCB pada karyawan hotel “X” dengan hipotesis sebagai berikut:
H1: Extraversion berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.
H2: Agreeableness berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.
H3: Conscientiousness berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.
H4: Neuroticism berhubungan negatif dan signifikan dengan OCB.
H5: Openness to experience berhubungan positif dan signifikan dengan OCB.
12
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional, dimana pola
penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif dan signifikan
antara dua variabel yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan/korelasi antara dimensi Big Five Personality (Ekstraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Opennes to Experience, Neuroticism) dengan Organizational
Citizenship Behavior (OCB).
Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan hotel “X” di Salatiga. Sampel dalam
penelitian ini adalah 81 karyawan di Hotel “X” di Salatiga yang didapatkan melalui
teknik sampling jenuh, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua
anggota populasi menjadi sampel penelitian (Sugiono, 2009). Namun, karena angket
yang kembali hanya berjumlah 73, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian
ini berjumlah 73 subjek/karyawan hotel “X” di Salatiga.
Alat ukur
1. Skala Big Five Personality
Variabel dimensi Big Five Personality menggunakan The Big Five
Inventory (BFI) yang dikembangkan oleh Benet-Martinez & John (1998) yang
mulanya terdiri dari 44 aitem sebelum uji deskriminasi aitem dan uji reliabilitas
aitem. Partisipan akan diminta menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban dengan
menggunakan skala Likert 4 poin (“sangat tidak setuju”, “tidak setuju”,
13
“setuju”,dan “sangat setuju”). Skor skala The Big Five Personality yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skor pada masing-masing dimensi The
Big Five Personality sehingga perlu dilakukan uji daya beda dan uji reliabilitas
alpha (a) pada masing-masing dimensi. Reliabilitas alpha (a) pada masing-
masing aspek The Big Five Inventory (BFI), yaitu extraversion 0.88,
agreeableness 0.79, conscientiousness 0.82, neuroticism 0.84, dan openess to
experince 0.82. Menurut Thorndike et al. (1991), koefisien korelasi yang
mencapai ≥ 0.20 daya pembedanya dianggap memuaskan. Brikut adalah hasil uji
daya beda dan reliabilitas alpha (a) pada masing-masing dimensi Big Five
Personality:
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian extraversion
yang awalnya 8 aitem menyisakan 6 aitem dari setiap aitem yang bergerak mulai
dari 0.233 – 0.623 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0,711). Hal
ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi extraversion bersifat reliabel.
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian agreeableness
yang awalnya 9 aitem menyisakan 8 aitem dari setiap aitem yang bergerak mulai
dari 0,393 – 0,736 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0,811). Hal
ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi agreeableness bersifat reliabel.
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian
conscientiousness sebanyak 9 aitem (tidak ada yang gugur) dari setiap aitem
yang bergerak mulai dari 0,387 – 0,736 dengan koefisien Alpha Cronbach
sebesar (α = 0,863). Hal ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi
conscientiousness bersifat reliabel.
14
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian neuroticism yang
awalnya 8 aitem menyisakan 6 aitem dari setiap aitem yang bergerak mulai dari
0,239 – 0,537 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0,684). Hal ini
menunjukkan bahwa skala BFI dimensi neuroticism bersifat reliabel.
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas dimensi kepribadian openness to
experience yang awalnya 10 aitem menyisakan 8 aitem dari setiap aitem yang
bergerak mulai dari 0,237 – 0,772 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α
= 0,819). Hal ini menunjukkan bahwa skala BFI dimensi openness to experience
bersifat reliabel.
2. Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Variabel Organizational Citizenship Behavior menggunakan 24 aitem
five-dimension scale yang dikembangkan oleh Podsakoff dkk (1990) yang berisi
5 dimensi OCB, yakni altruism, conscientiousness, sportmanship, courtesy, dan
civic virtue. Partisipan akan diminta menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban
dengan menggunakan skala Likert 4 poin (“sangat tidak setuju”, “tidak
setuju”, “setuju”,dan “sangat setuju”). Uji reliabilitas berdasarkan penelitian
sebelumnya berkisar 0.70 sampai 0.93 (Farh, Earley, & Lin, 1997).
Menurut Thorndike et al. (1991), koefisien korelasi yang mencapai ≥
0.20 daya pembedanya dianggap memuaskan, sehingga hasil seleksi aitem dan
reliabilitas Organizational Citizenship Behavior (OCB) menyisakan 18 aitem
dari setiap aitem yang bergerak mulai dari 0.267 – 0.721 dengan koefisien Alpha
Cronbach sebesar (α = 0,855). Hal ini menunjukkan bahwa skala Organizational
Citizenship Behavior (OCB) bersifat reliabel.
15
Dalam uji coba kedua alat ukur dalam penelitian ini, penulis
menggunakan try out terpakai, yaitu subyek yang digunakan untuk try out
sekaligus digunakan untuk penelitian, guna menghemat waktu, tenaga, dan biaya
(Hadi, 2004). Pada metode try out terpakai, penyebaran skala atau pengambilan
data hanya dilakukan satu kali, dalam arti data subyek yang telah digunakan
untuk uji coba juga akan digunakan sebagai data penelitian.
Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel
penelitian adalah korelasi Product Moment bila memenuhi uji asumsi. Namun, jika
tidak memenuhi uji asumsi maka akan digunakan korelasi Spearman’s rho. Dalam
penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer
statistik yaitu SPSS version 20.0 for windows.
HASIL
Data Deskriptif
Tabel 1. Statistik Despriptif Skala Big Five Inventory dan Organizational Citizenship
Behavior (OCB).
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Ocb 73 44 68 56,08 5,166
Extraversion 73 13 22 17,74 2,345
Agreeableness 73 19 32 25,36 2,927
Conscientiousness 73 21 36 27,53 3,440
Neuroticsm 73 8 18 12,73 2,162
Openness 73 16 31 24,25 2,773
Valid N (listwise) 73
16
Berdasarkan tabel 1, perolehan rerata hasil pengisian Skala Organizational
Citizenship Behavior (OCB) yaitu 56,08. Sedangkan The Big Five Inventory sesuai
urutan rerata dari skor tertinggi sampai terendah sebagai berikut: 1) Conscientiousness
rerata 27,53. 2) Agreeableness rerata 25,36. 3) Openness to experience rerata 24,25. 4)
extraversion rerata 17,74. 5) Neuroticism rerata 12,73. Jadi, dimensi kepribadian
conscientiousness merupakan skor faktor kepribadian karyawan hotel “X” Salatiga yang
tertinggi, sedangkan skor dimensi kepribadian neuroticism yang terendah.
Selanjutnya, peneliti membedakan kategori dari masing-masing dimensi
kepribadian dengan menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan
mean empiris dilihat dari kurva normal (Azwar, 2008). Kategorisasi yang dilakukan
oleh peneliti terbagi ke dalam 4 kategori, yaitu sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat
tinggi. Berdasarkan rumus pengkategorian skor dari Azwar (2008), peneliti kemudian
mengkategorikan variabel Organizasional Citizenship Behavior (OCB) dan dimensi
dalam Big Five Personality ke dalam tabel-tabel di bawah ini:
Tabel 2. Kategorisasi Skor Variabel Organizational Citizenship Behavior (OCB)
No Interval Kategori Mean F Presentase
1 58,5 ≤ x < 72 Sangat
Tinggi
21 28,8 %
2 45 ≤ x < 58,5 Tinggi 56,08 51 70%
3 31,5 ≤ x < 45 Rendah 1 1,4%
4 18 ≤ x < 31,5 Sangat
Rendah
0 0 %
Jumlah 73 100 %
SD = 5,166 Min = 44 Max = 68
17
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa pada variabel OCB, ada sebanyak 51
karyawan (70 %) berada pada kategori “Tinggi”, 21 karyawan (28,8 %) berada pada
kategori “Sangat Tinggi”, dan 1 karyawan (1,4 %) berada pada kategori “Rendah”. Dari
tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-rata karyawan (56,08) berada pada
kategori “Tinggi”.
Tabel 2.1. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Extraversion
No Interval Kategori Mean F Presentase
1 19,5 ≤ x < 24 Sangat
Tinggi
20 27,4 %
2 15 ≤ x < 19,5 Tinggi 17,74 49 67,1 %
3 10,5 ≤ x < 15 Rendah 4 5,5 %
4 6 ≤ x < 10,5 Sangat
Rendah
0 0
Jumlah 73 100 %
SD = 2,345 Min = 13 Max = 22
Berdasarkan tabel 2.1, dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian
extraversion, sebanyak 49 karyawan (67,1 %) berada pada kategori “Tinggi”, 20
karyawan (27,4 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”, dan 4 karyawan (5,5 %)
berada pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-
rata karyawan (17,74) berada pada kategori “Tinggi”.
Tabel 2.2. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Agreeableness
No Interval Kategori Mean F Presentase
1 26 ≤ x < 32 Sangat
Tinggi
28 38,4 %
18
2 20 ≤ x < 26 Tinggi 25,36 44 60,3 %
3 14 ≤ x < 20 Rendah 1 1,4 %
4 8 ≤ x < 14 Sangat
Rendah
0 0
Jumlah 73 100 %
SD = 2,927 Min = 19 Max = 32
Berdasarkan tabel 2.2, dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian
agreeableness, sebanyak 44 karyawan (60,3 %) berada pada kategori “Tinggi”, 28
karyawan (38,4 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”, dan 1 karyawan (1,4 %)
berada pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-
rata karyawan (25,36) berada pada kategori “Tinggi”.
Tabel 2.3. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Conscientiousness
No Interval Kategori Mean F Presentase
1 29,25 ≤ x < 36 Sangat
Tinggi
15 46 %
2 22,5 ≤ x < 29,25 Tinggi 27,53 57 46 %
3 15,75 ≤ x < 22,5 Rendah 1 8 %
4 9 ≤ x < 15,75 Sangat
Rendah
0 0
Jumlah 73 100 %
SD = 3,440 Min = 21 Max = 36
Berdasarkan tabel 2.3, dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian
conscientiousness, sebanyak 15 karyawan (46 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”,
57 karyawan (46 %) berada pada kategori “Tinggi”, serta 1 karyawan (1,4 %) berada
19
pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-rata
karyawan (27,5) berada pada kategori “Tinggi”.
Tabel 2.4. Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Neuroticism
No Interval Kategori Mean F Presentase
1 19,5 ≤ x < 24 Sangat
Tinggi
0 0 %
2 15 ≤ x < 19,5 Tinggi 14 19,3 %
3 10,5 ≤ x < 15 Rendah 12,73 52 71,2 %
4 6 ≤ x < 10,5 Sangat
Rendah
7 9,6 %
Jumlah 73 100 %
SD = 2,162 Min = 8 Max = 18
Berdasarkan tabel 2.4 dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian
neuroticism, sebanyak 52 karyawan (71,2 %) berada pada kategori “Rendah”, serta 14
karyawan (19,3 %) berada pada kategori “Tinggi”, dan 7 karyawan (9,6 %) berada
pada kategori “sangat rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-
rata karyawan (12,73) berada pada kategori “Rendah”.
Tabel 2.5 Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Openness to experience
No Interval Kategori Mean F Presentase
1 26 ≤ x < 32 Sangat
Tinggi
16 22 %
2 20 ≤ x < 26 Tinggi 24,25 54 73,9 %
3 14 ≤ x < 20 Rendah 3 4,2 %
4 8 ≤ x < 14 Sangat
Rendah
0 0 %
20
Jumlah 73 100 %
SD = 2,773 Min = 16 Max = 31
Berdasarkan tabel 2.5 dapat dilihat bahwa pada dimensi kepribadian openness to
experience, sebanyak 54 karyawan (73,9 %) berada pada kategori “Tinggi”, 16
karyawan (22 %) berada pada kategori “Sangat Tinggi”, dan 3 karyawan (4,2 %)
berada pada kategori “Rendah”. Dari tabel di atas juga dapat di lihat bahwa mean/rata-
rata karyawan (24,25) berada pada kategori “Tinggi”.
Uji Asumsi
Penelitian ini adalah penelitian korelasi yang digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya korelasi antara Big Five Personality dan Organizational Citizenship
Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di Salatiga. Namun, sebelum dilakukan uji
korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis
statistik parametrik atau non-parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.
1. Uji Normalitas
Tabel 3. Normalitas skala Big Five Inventory danOCB.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Ocb Extraversi
on
Agreeablen
ess
Conscientio
usness
Neurotics
m
opennes
s
N 73 73 73 73 73 73
Normal
Parametersa,b
Mean 56,08 17,74 25,36 27,53 12,73 24,25
Std.
Deviation 5,166 2,345 2,927 3,440 2,162 2,773
Most Extreme
Differences
Absolute ,136 ,199 ,226 ,219 ,245 ,234
Positive ,136 ,199 ,226 ,219 ,166 ,234
Negative -,078 -,106 -,128 -,163 -,245 -,148
Kolmogorov-Smirnov Z 1,162 1,701 1,934 1,873 2,095 2,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,134 ,006 ,001 ,002 ,000 ,001
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
21
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov yang menunjukkan skala
Organizational Citizenship Behavior (OCB) (K-S-Z = 1,162, p = 0,134> 0,05),
Extraversion (K-S-Z = 1,701, p = 0,006 < 0,05), Agreeableness (K-S-Z = 1,934, p =
0,01< 0,05), Conscientiousness (K-S-Z = 1,873, p = 0,002), Neuroticism (K-S-Z =
2,095, p = 0,00, Openness to experience (K-S-Z = 2,000, p = 0,01). Hasil ini
menunjukkan data Organizational Citizenship Behavior (OCB) berdistribusi
normal, sedangkan data Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to experience) tidak berdistribusi
normal.
2. Uji Linearitas
Tabel 4. Linearitas skala dimensi kepribadian extraversion dan OCB.
ANOVA Table
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
ocb *
extraversion
Between
Groups
(Combined) 1119,549 9 124,394 9,772 ,000
Linearity 535,575 1 535,575 42,074 ,000
Deviation from
Linearity 583,974 8 72,997 5,734 ,000
Within Groups 801,958 63 12,729
Total 1921,507 72
Dari hasil uji linearitas tabel 4 diperoleh nilai F sebesar 42,074 dengan sig.=
0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian extraversion
dengan OCB adalah linear.
22
Tabel 4.1. Linearitas skala dimensi kepribadian agreeableness dan OCB.
ANOVA Table
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
ocb *
agreeableness
Between
Groups
(Combined) 1285,182 11 116,835 11,200 ,000
Linearity 1079,276 1 1079,276 103,46
3 ,000
Deviation from
Linearity 205,906 10 20,591 1,974 ,052
Within Groups 636,325 61 10,432
Total 1921,507 72
Dari hasil uji linearitas tabel 4.1 diperoleh nilai F sebesar 103,46 dengan sig = 0,000
(p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian agreeableness
dengan OCB adalah linear.
Tabel 4.2. Linearitas skala dimensi kepribadian conscientiousness dan OCB.
ANOVA Table
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
ocb *
conscientiousness
Between
Groups
(Combined) 1223,111 12 101,926 8,757 ,000
Linearity 1036,436 1 1036,436 89,041 ,000
Deviation from
Linearity 186,675 11 16,970 1,458 ,172
Within Groups 698,396 60 11,640
Total 1921,507 72
Dari hasil uji linearitas tabel 4.2 diperoleh nilai F sebesar 89,041 dengan sig =
0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian
conscientiousness dengan OCB adalah linear.
23
Tabel 4.3. Linearitas skala dimensi kepribadian neuroticism dan OCB.
ANOVA Table
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
ocb *
neuroticsm
Between
Groups
(Combined) 1000,757 9 111,195 7,608 ,000
Linearity 717,433 1 717,433 49,089 ,000
Deviation from
Linearity 283,324 8 35,416 2,423 ,024
Within Groups 920,750 63 14,615
Total 1921,507 72
Dari hasil uji linearitas tabel 4.3 diperoleh nilai F sebesar 49,089 dengan sig =
0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian neuroticism
dengan OCB adalah linear.
Tabel 4.4. Linearitas skala dimensi kepribadian openness to experience dan OCB.
ANOVA Table
Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
ocb *
openness
Between
Groups
(Combined) 1158,676 13 89,129 6,894 ,000
Linearity 636,364 1 636,364 49,219 ,000
Deviation from
Linearity 522,312 12 43,526 3,366 ,001
Within Groups 762,831 59 12,929
Total 1921,507 72
Dari hasil uji linearitas tabel 4.4 diperoleh nilai F sebesar 49,219 dengan sig =
0,000 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dimensi kepribadian openness to
experience dengan OCB adalah linear.
Uji Korelasi
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang
diperoleh tidak berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear maka uji
korelasi dilakukan dengan menggunakan statistik non-parametrik. Uji korelasi yang
24
digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman‟s Rho. Tabel 14 menunjukkan
hasil dari uji korelasi.
Tabel 14. Korelasi antara dimensi Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Neuroticism, Openness to experience) dengan Organizational
Citizenship Behavior.
Correlations
Ocb extravers
ion
Agreeable
ness
conscienti
ousness
Neurotic
sm
Openne
ss
Spearman's
rho Ocb
Correlation
Coefficient 1,000 ,496
** ,678
** ,632
** -,465
** ,546
**
Sig. (1-tailed) . ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 73 73 73 73 73 73
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
25
PEMBAHASAN
Dari uraian hasil penelitian mengenai hubungan antara dimensi Big Five
Personality dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel
“X” di Salatiga didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan/korelasi antara kedua
variabel tersebut. Berdasarkan analisis deskriptif (tabel 2) diperoleh data bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan hotel “X” di Salatiga
sebanyak 51 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”.
Hasil uji korelasi menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara
dimensi kepribadian extraversion dengan OCB, r = 0,496 dengan taraf sig = 0,00 (p <
0,05). Hubungan antara dimensi kepribadian extraversion dengan OCB serupa dengan
hasil penelitian Kappagoda (2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang
menemukkan bahwa ada korelasi yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian
extraversion dengan OCB. Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.1) diperoleh data bahwa
dimensi extraversion sebanyak 49 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”.
Individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion umumnya suka bergaul,
tegas, aktif, berani, energik, menantang, dan ekspresif (Goldberg, 1992). Menurut Purba
dan Seniati (2004) untuk mampu menjadi teman yang baik bagi rekan kerja atau
anggota baru, anggota harus memiliki perilaku extraversion yang tinggi, yang berarti
mudah bergaul, banyak teman, banyak bicara, dan aktif. Sebaliknya, individu yang
memiliki skor extraversion rendah cenderung cuek, penyendiri, pendiam, serius, pasif,
tidak berperasaan (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini bisa saja menghambat
munculnya perilaku OCB seperti membantu pekerjaan rekannya. Hal ini menunjukkan
26
bahwa mereka yang tinggi pada skor extraversion akan lebih mungkin untuk
menunjukkan perilaku OCB.
Ada korelasi positif dan signifikan antara dimensi kepribadian agreeableness
dengan OCB, r = 0,678 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi
kepribadian agreeableness dengan OCB serupa dengan hasil penelitian Kappagoda
(2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa ada korelasi
yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian agreeableness dengan OCB.
Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.2) diperoleh data bahwa dimensi agreeableness
sebanyak 44 (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi”.
Individu yang memiliki skor agreeableness tinggi umumnya ramah, baik hati,
koperatif, penolong, sopan, dan fleksibel (Barrick & Mount, 1991; Witt, Burke, Barrick
& Mount, 2002). Nilai kebersamaan dari Hofstede (Purba dan Seniati, 2004) diberi
istilah kolektivisme, ditunjukkan oleh perilaku agreeableness yaitu mudah bergaul dan
suka berteman, sehingga seringkali mempunyai cara untuk menciptakan ikatan-ikatan
keluarga dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan darah tetapi secara sosial
dekat dengannya. Individu yang tinggi pada dimensi ini cenderung mampu menjaga
keharmonisan dalam hubungan yang kurang nyaman dalam bekerja, dan bersedia
mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Sebaliknya,
individu yang memperoleh skor rendah cenderung kejam, penuh syakwasangka, pelit,
penentang, selalu mengkritik, mudah terluka (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini
bisa saja menghambat munculnya perilaku OCB seperti sikap prososial karena
hubungan sosial dan emosional yang tidak baik dengan orang lain. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka yang tinggi pada skor agreeableness cenderung lebih mungkin untuk
menunjukkan perilaku OCB.
27
Ada korelasi positif dan signifikan antara dimensi kepribadian conscientiousness
dengan OCB, r = 0,632 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi
kepribadian conscientiousness dengan OCB serupa dengan hasil penelitian Kappagoda
(2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa ada korelasi
yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian conscientiousness dengan OCB.
Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.3) diperoleh data bahwa dimensi conscientiousness
sebanyak 57 karyawan (dari 73 karyawan) berada pada kategori “Tinggi” dan 15
karyawan berada pada kategori “ Sangat Tinggi”. Individu yang memiliki skor tinggi
pada conscientiousness umumnya melakukan pekerjaan lebih baik daripada mereka
yang memiliki skor rendah (Barrick & Mount, 1991).
Karyawan yang bersedia bekerja keras dan menyelesaikan pekerjaannya hingga
tuntas dan memiliki serta menjalankan prinsip-prinsip etika dalam melakukan
pekerjaannya cenderung tidak terpengaruh jika rekan kerjanya mendapatkan hak
istimewa dari atasan yang tidak didapatkannya, tetap antusias dan sungguh-sungguh
dalam melakukan pekerjaan dan sukarela mengambil tanggung jawab ekstra dalam
pekerjaan (Purba dan Seniati, 2004). Sebaliknya, yang memperoleh skor rendah
cenderung bebal, malas, tidak teratur/tertib, selalu terlambat, tidak berarah-tujuan, dan
mudah menyerah (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini bisa saja menghambat
munculnya perilaku OCB seperti menaati peraturan dari organisasi. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka yang tinggi pada skor conscientiousness cenderung lebih
mungkin menunjukkan perilaku OCB.
Adanya korelasi negatif yang signifikan antara dimensi kepribadian neuroticism
dengan OCB, r = -0,465 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi
kepribadian neuroticism dengan OCB serupa dengan hasil penelitian Kappagoda (2004)
28
dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang
signifikan dan positif antara dimensi kepribadian neuroticism dengan OCB. Dari hasil
analisis deskriptif (tabel 2.4) diperoleh data bahwa dimensi neuroticism sebanyak 52
(dari 73 karyawan) berada pada kategori “Rendah” dan 7 (dari 73 karyawan) berada
pada kategori “Sangat Rendah”.
Individu yang memiliki skor rendah pada dimensi kepribadian neuroticism
cenderung tenang, bertempramen lembut, puas diri, merasa nyaman, dingin, dan kukuh
(Pervin, Cervone, & John, 2005), sehingga individu akan lebih bisa mengontrol
emosinya dengan baik. Sebaliknya, individu yang memiliki skor tinggi pada
neuroticism cenderung cemas, temperamental, mengasihanivdiri, sadar diri, emosional,
dan rentan (Pervin, Cervone & John, 2005). Hal ini bisa saja menghambat munculnya
perilaku OCB karena individu/karyawan yang dipenuhi emosi negatif cenderung tidak
memiliki relasi atau hubungan yang baik dengan orang lain/rekan kerjanya. Hal ini
menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki skor rendah pada dimensi neuroticism
cenderung lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku OCB.
Adanya korelasi antara dimensi kepribadian openness to experience dengan
OCB, r = 0,546 dengan taraf sig = 0,00 (p < 0,05). Hubungan antara dimensi
kepribadian openness to experience dengan OCB serupa dengan hasil penelitian
Kappagoda (2004) dan Abbas Muzeal Mushraf et al. (2015) yang menunjukkan bahwa
ada korelasi yang signifikan dan positif antara dimensi kepribadian openness to
experience dengan OCB. Dari hasil analisis deskriptif (tabel 2.5) diperoleh data bahwa
dimensi openness to experience sebanyak 54 (dari 73 karyawan) berada pada kategori
“Tinggi”. Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi kepribadian openness to
experience cenderung kreatif, memiliki rasa ingin tahu, otonomi, dan mengubah
29
penerimaan (Goldberg, 1992). Kepribadian ini menilai bagaimana ia menggali sesuatu
yang yang baru dan tidak biasa (Costa & Mc Crae dalam Pervin & John, 2001),
kecenderungannya individu akan bersedia mengerjakan tugas rekannya karena
ketertarikan untuk belajar hal-hal yang baru. Sebaliknya, individu yang memperoleh
skor rendah cenderung riil, tidak kreatif, tunduk pada konvepsi, menyukai rutinitas,
tidak mau tahu, konservatif (Pervin, Cervone & John, 2005), hal ini bisa saja merugikan
organisasi karena karyawan yang tidak produktif cenderung sukar untuk menunjukkan
OCB, seperti sikap peduli terhadap kelangsungan organisasinya (civic virtue). Hal ini
menunjukkan bahwa individu yang memiliki skor openness to experience yang tinggi
cenderung akan menunjukkan perilaku OCB.
Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan dimensi-dimensi Big Five
Personality: 1) Extraversion terhadap variabel OCB sebesar 24,6 %, 2) Agreeableness
terhadap OCB sebesar 45,9 %, 3) Conscientiousness terhadap OCB sebesar 39,9 %, 4)
Neuroticism terhadap OCB sebesar 21,6 %, dan 5) Openness to experience terhadap
OCB sebesar 29,8 %. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi OCB yaitu, budaya dan
iklim organisasi, persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas
hubungan/interaksi atasan bawahan, masa kerja, dan jenis kelamin (Organ, 1955, &
Sloat, 1999, dalam Zurasaka, 2008).
30
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara dimensi
Big Five Personality dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada
karyawan hotel “X” di Salatiga, maka dapat disimpulkan:
1. Ada hubungan positif dan signifikan antara dimensi extraversion dengan
OCB.
2. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi agreeableness
dengan OCB.
3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi conscientiousness
dengan OCB.
4. Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara dimensi neuroticism
dengan OCB.
5. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dimensi openness to
experience dengan OCB.
6. Rata-rata karyawan memiliki skor dimensi Big Five Personality
(extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to
experience) yang berada pada kategori tinggi, serta skor nauroticism yang
berada pada kategori rendah dan rata-rata karyawan menunjukkan perilaku
OCB yang berada pada kategori tinggi.
31
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian sebagai
berikut:
a. Bagi Pihak Hotel
- Hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi acuan bagi management hotel
untuk membuat training dengan mempertimbangkan hubungan antara
dimensi Big Five Personality dengan OCB, agar dapat membentuk,
mengembangkan, serta meningkatkan 5 aspek/dimensi kepribadian pada
karyawannya, sehingga bisa memunculkan perilaku extra role/OCB lebih
maksimal.
b. Bagi peneliti selanjutnya
- Bagi peneliti selanjutnya dapat memperluas cakupan populasinya agar
jumlah subjek penelitian lebih banyak. Serta, hasil penelitian ini bisa
menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi OCB, seperti dukungan organisasi,
jenis kelamin, dan lain-lain.
32
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2003). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barrick, M. R., & Mount, M. K. (1991). The big five personality dimensions and job
performance: A Meta Analysis. Personnel Psychology, 44, 1–26.
Basrah., & Hendryadi. (2012). Faktor yang mempengaruhi OCB.
Beneti-Martinez, V., & John, O. P. (1998). Los Cinco Grandes across cultures and
ethnic groups: Multitrait-multimethod analyses of the Big Five in Spanish and
English. Journal of Personality and Social Psychology, 75, 729-750.
Bisnis.com. Jakarta: Industri Pariwisata: Jumlah Wisatawan Asing ke Indonesia 7,1
Juta. http://industri.bisnis.com/read/20151102/12/488166/industri-pariwisata-
jumlah-wisatawan-asing-ke-indonesia-71-juta.
Bolino, M.C., Turnley, W.H., & Bloodgood, J.M. (2002). “Citizenship behavior and the
creation of social capital in organization”. Academy of Management Journal,
7(4), pp. 502-522.
Caruana, A. (2002). Service loyalty the effects of service quality and the mediating role
of customer satisfaction. European Journal of Marketing, 36.
Elanain, H. A. (2009). “Relationship between personality and organizational
citizenship behavior: does personality influence employee citizenship?”,
International Review of Business Research Papers, 3(4), 31-43.
Feist, Jess., & Gregory, J. Feist. (2009). Theories of Personality (7th Ed.).
Singapore: McGraw-Hill.
Goldberg, L. R. (1992). “The development of markers for the big five factor structure”,
Psychological Assessment, 4, pp. 26-42.
Hadi, S. (2004). Metodologi research jilid 1. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Hardaningtyas, D. (2004). Pengaruh tingkat kecerdasan emosi dan sikap pada budaya
organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai
PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia III. Tesis Dipublikasikan, adln.lib.unair.ac.id,
Universitas Airlangga.
Jahangir, N., Akbar, MM., & Haq, M. (2004). Perilaku kewargaan organisasi: sifat dan
pendahulunya, Journal of BRAC University, 2, 75-85.
John, O.P. (1990). The “Big Five” factor taxonomy: Dimensions of personality in the
natural language amd in questionnaires. In L. A. Pervin (Ed.), Handbook of
Personality: Theory and research (pp. 66-100). New York: Guilford Press.
33
Kappagoda, S. (2004). “The impact of five factor model of personality on
organizational citizenship behavior of non-managerial employees in the banking
sector in Srilanka”.
Kumar, K. (2009). “Linking the „Big Five‟ Personality domains to organizational
citizenship behavior”, International Journal of Psychological Studies, 1 (2).
Kompas. (2014). “Menparekraf: Perkembangan pariwisata indonesia paling bagus”.
http://travel.kompas.com/read/2014/04/02/0949478/Menparekraf.Perkembangan
.Pariwisata.Indonesia.Paling.Bagus
Kompasiana. (2013), “Pariwisata sebagai sebuah pilar ekonomi”.
http://www.kompasiana.com/aulia45/pariwisata-sebagai-sebuah-pilar
ekonomi_552838096ea834ea068b45da
Lishchinsky, O. S., & Tsemach, S. (2014). Psychological empowerment as mediator
between teacher‟s perception of authentic leadership and their withdrawal and
citizenship behavior. Educational Administration Quarterly, 50 (4), 675-712.
Maamari, B. E., & Messarra, L. C. (2012). An Empirical study of the relationship
between organizational climate and organizational citizenship behavior.
European journal of management, 12(3), 165-176.
Mushraf, A. M., Al-Saqry, R., & Obaid, H. J. (2015). The impact of big five personality
factors on organizational citizenship behaviour. International Journal of
Management Science, 93-97.
Oliver, R.L. (1980). A cognitive model of the antecedents and consequences of
satisfaction decisions. Journal of Marketing Research, 17.
Organ, D.W., & Bateman, T. S. (1983), Job satisfaction and the good soldier: The relationship between
affect and employee “citizenship”. Academy of Management Journal, 26, 587-595.
Organ, D. W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier syndrome.
Lexington, MA: Lexington Books.
Pervin, L.A, Cervone, D & John, O.P. (2005). Personality theory and research. John
Wiley & Sons, Inc.
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Moorman, R. H., & Fetter, R. (1990).
Transformational leader behaviors and their effects on followers‟ trust in leader,
satisfaction, and organizational citizenship behaviors. Leadership Quarterly, 1,
107–142.
Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000).
Organizational citizenship behavior: A critical review of the theoretical and
empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management,
26, 513-563
Priambudi, P. (2013). Pengaruh destination image terhadap behavioral Intention
wisatawan nusantara di pulau Belitung.
34
Purba, D. E., & Seniati, A. N. C. (2004). Pengaruh kepribadian dan komitmen
organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Makara, Sosial
Humaniora, 8(3), 105-111.
Riva‟i., & Veithzal. (2004). Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan: dari
teori ke praktek. Jakarta, RadjaGrapindo Persada.
Robbins., & Judge. (2008). Perilaku Organisasi, Buku 1, Cet. 12. Jakarta: Salemba
Empat.
Robbins, S.P., & M. Coulter. (1996). Management, 5thed. New Jersey: Prentice-Hall.
Robbins, S.P., (2001). Organizational Behavior, 9thed. New Jersey: Prentice-Hall.
Mohammad, J., Habib, F. Q., & Alias, M. A. (2011). Job satisfaction and organizational
citizenship behavior: an empirical study at higher learning institutions. Asian
Academy of Management Journal, 149-165.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif., dan R., & D. Bandung,
Alfabeta Karlingger. (1985). Asas-Asas Penelitian Behavioristik. Yogyagkarta.
Penerbit : UGM.
Thorndike, R.M., Cunningham, G.K., Thorndike, R.L., & Hagen, E.P. (1991).
Measurement and evaluation in psychology and education. New York, NY:
Macmillan Publishing Company.
Ulrich, D. (1998). A new mandate for human resources. Harvard business review.
January – February, 124-134.
Witt, L. A., Burke, L. A., Barrick, M. R. & Mount, M. K. (2002), “The interactive
effects of conscientiousness and agreeableness on job performance”, Journal of
Applied Psychology, 87,pp. 164-169.
Zeithaml, V.A., Berry, L.L., & Parasuraman, A. (1996). The Behavioral Consequences
of Service Quality. Journal of Marketing, 60.
Zurasaka, A. (2008). Teori Perilaku Organisasi. http://zurasaka.wordpress.com
/2008/11/25/perilaku-organisasi.