HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

24
HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, dan Kemitraan. Di beberapa lokasi di lampung, contoh-contoh kecil penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik serta dapat diterima dan dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat. Masyarakat yang melaksanakan program HKm bisa mematuhi ketentuan- ketentuan yang disyaratkan. HKm kemudian tidak berkembang hanya sebagai pelaksanaan program penyelamatan hutan, tetapi juga sebuah sarana pembelajaran. Tentu saja pembelajaran tersebut perlu terus dikembangkan sambil menyelesaikan rintangan yang bergelombang. Peluang masyarakat disekitar hutan untuk meraih kesejahteraannya sembari melestarikan hutan sudah ada didepan mata. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapatkan izin pengelolaan definitif selama 35 tahun. Kelompok-kelompok lainnya juga sedang berlomba- lomba untuk mendapat izin definitif . Program HKm khususnya di provinsi Lampung harus dijadikan momentum yang baik untuk menunjukan kepada publik bahwa masyarakat juga mampu mengelola hutan secara lestari. Keberhasilan penyelenggaraan HKm sangat bergantung pada kelompok tani HKm itu sendiri. Oleh karena itu, kelompok tani HKm harus mampu menjawab keraguan publik terhadap kemampuan masyarakat mengelola hutan secara lestari. HUTAN KEMASYARAKATAN Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu berbagai klaim kepemilikanpun muncul yang menyebabkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat, dan antara pemegang konsesi (HPH/HPHTI) dengan masyarakat. Untuk penyelesaian konflik tersebut, perlu pengaturan yang lebih adil dalam menetapkan siapa subyek dalam pengelolaan hutan agar pengelolaan berlangsung secara efektif. Faktor

description

hukum hutabn

Transcript of HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

Page 1: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, dan Kemitraan. Di beberapa lokasi di lampung, contoh-contoh kecil penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik serta dapat diterima dan dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat.

Masyarakat yang melaksanakan program HKm bisa mematuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan. HKm kemudian tidak berkembang hanya sebagai pelaksanaan program penyelamatan hutan, tetapi juga sebuah sarana pembelajaran. Tentu saja pembelajaran tersebut perlu terus dikembangkan sambil menyelesaikan rintangan yang bergelombang.

Peluang masyarakat disekitar hutan untuk meraih kesejahteraannya sembari melestarikan hutan sudah ada didepan mata. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapatkan izin pengelolaan definitif selama 35 tahun. Kelompok-kelompok lainnya juga sedang berlomba-lomba untuk mendapat izin definitif .

Program HKm khususnya di provinsi Lampung harus dijadikan momentum yang baik untuk menunjukan kepada publik bahwa masyarakat juga mampu mengelola hutan secara lestari. Keberhasilan penyelenggaraan HKm sangat bergantung pada kelompok tani HKm itu sendiri. Oleh karena itu, kelompok tani HKm harus mampu menjawab keraguan publik terhadap kemampuan masyarakat mengelola hutan secara lestari.

HUTAN KEMASYARAKATAN

Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu berbagai klaim kepemilikanpun muncul yang menyebabkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat, dan antara pemegang konsesi (HPH/HPHTI) dengan masyarakat. Untuk penyelesaian konflik tersebut, perlu pengaturan yang lebih adil dalam menetapkan siapa subyek dalam pengelolaan hutan agar pengelolaan berlangsung secara efektif. Faktor kesejahteraan merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan.

Kebijakan yang digunakan untuk melegitimasi masyarakat hukumm adat memanfaatkan hutan ialah pasal 67 Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal itu antara lain menetapkan masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak mengambil hasil hutan untuk kebutuhan hidup sehari-hari,berhak mengelola hutan berdasarkan hokum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang, dan berhak mendapatkan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraannya. UU No 41/1999 itu menetapkan pengukuhan keberadaan dan penghapusan masyarakat hokum adat ditetapkan oleh perda. Pemerintah pusat akan mengatur hak-hak masyarakat hukum adat itu melalui peraturan pemerintah.

Ketentuan diatas, disatu sisi membuka peluang bagi masyarakat hukum adat memungut hasil hutan. Disisi lain beberapa rumusan dalam ketentuan tersebut belum memberikan rasa keadilan

Page 2: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

dan ada ketidak jelasan. Tidak jelas hak antara pemungutan hasil hutan dengan pengelolaan dan pemanfaatan hasi hutan lengkap.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, yang dimaksud dengan “pemungutan hasil hutan” adalah segala bentuk kegiatan mengambil hasil hutan berupa kayu dan atau bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Ketentuan umum ini dijabarkan dalam pasal 32 PP No 34/2002 yang juga menyatakan pemungutan hasil hutan kayu hanyalah untuk memenuhi kebutuhan hidup individu dan atau fasilitas umum penduduk sekitar dengan volume satu izin tidak boleh melebihi 20 meter kubik. Sedang hasil hutan bukan kayu seperti rotan, manau, getah, buah-buahan dapat diperdagangkan dengan volume maksimal 20 ton setiap izin. Jadi hasil hutan kayu tidak untuk diperdagangkan.

Sektor kehutanan menjadi penyumbang devisa Negara terbesar kedua setelah migas. Rusaknya hutan, maka menghilangkan peluang Indonesia untuk menambah devisa Negara. Dalam rangka menekan laju kerusakan hutan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan berbagai program rehabilitasi dan perlindungan hutan. Selain dengan melakukan program rehabilitasi hutan dan lahan dengan menanam pohon, salah satu langkah yang ditempuh dalam menimalisasi perubahan fungsi hutan adalah melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam pola Community Base Forest Management (CBFM) atau Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang mengupayakan keseimbangan antara kelestarian ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dibeberapa lokasi di Lampung, contoh-contoh penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik serta dapat diterima dan dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Peluang bagi masyarakat hutan untuk meraih kesejahteraan sembari melestarikan hutan sudah ada di depan mata. Sangat disayangkan jika peluang tersebut dibiarkan hilang sehingga hutan di Lampung akan makin rusak dan masyarakat sekitar hutan akan terus terpuruk dalam kubangan kemiskinan. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapat ijin. Kelompok lain juga sedang berusaha untuk mendapatkan ijin, namun tantangan berat masih saja ada. Kesulitan mendapatkan ijin juga diakibatkan adanya keraguan publik terhadap terhadap kemampuan masyarakat mengelolah hutan secara lestari. Selain itu terhambatnya ijin di meja menteri dikarenakan adanya isu-isu yang didengar menteri terkait dengan jual beli lahan di areal HKm menambah deretan permasalahan terhambatnya ijin

Sektor kehutanan menjadi penyumbang devisa Negara terbesar kedua setelah migas. Rusaknya hutan, maka menghilangkan peluang Indonesia untuk menambah devisa Negara. Dalam rangka menekan laju kerusakan hutan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan berbagai program rehabilitasi dan perlindungan hutan. Selain dengan melakukan program rehabilitasi hutan dan lahan dengan menanam pohon, salah satu langkah yang ditempuh dalam meminimalisasi perubahan fungsi hutan adalah melibatkan masyarakat sekitar hutan dalam pola Community Base Forest Management (CBFM) atau Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang mengupayakan keseimbangan antara kelestarian ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Page 3: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

Dibeberapa lokasi di Lampung, contoh-contoh penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik serta dapat diterima dan dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Peluang bagi masyarakat hutan untuk meraih kesejahteraan sembari melestarikan hutan sudah ada di depan mata. Sangat disayangkan jika peluang tersebut dibiarkan hilang sehingga hutan di Lampung akan semakin rusak dan masyarakat sekitar hutan akan terus terpuruk dalam kubangan kemiskinan. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapat ijin. Kelompok lain juga sedang berusaha untuk mendapatkan ijin, namun tantangan berat masih saja ada. Kesulitan mendapatkan ijin juga diakibatkan adanya keraguan publik terhadap terhadap kemampuan masyarakat mengelolah hutan secara lestari. Selain itu terhambatnya ijin di meja menteri dikarenakan adanya isu-isu yang didengar menteri terkait dengan jual beli lahan di areal HKm menambah deretan permasalahan terhambatnya ijin.

TINJAUAN PUSTAKAPengertian hutan kemasyarakatanHutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestrymemiliki beberapa pengertian, yaitu :1.Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri kehutanan RI no 31 tahun 2000 adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya2.Hutan kemasyarakatan menurut definisi Gilmour dan Fisher yang disitasi Soemarwoto (2000) adalah pengendalian dan pengelolaan sumberdaya hutan oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga dan sebagai bagian terpadu dari sistem pertanian setempat.Dalam pelaksanaannya program hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo (1997) terdapat beberapa istilah yang perlu dipahami, diantaranya :1.Perhutanan sosial diartikan sebagai pelibatan masyarakat dalam bentuk pemberian ijin penguasaan oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai wujud partisipasi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam pembangunan kehutanan untuk merencanakan, mengusahakan, memelihara, mengendalikan dan mengawasi serta memanfaatkan hasil hutan (baik kayu maupun bukan kayu) dengan tujuan

Page 4: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya2.Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (HPHKm) adalah hak yangdiberikan oleh Menteri kepada masyaraka setempat melalui koperasinya Universitas Sumatera Utarauntuk melakukan program hutan kemasyarakatan dalam jangka waktu tertentu3.Peserta hutan kemasyarakatan adalah orang yang kehidupannya dari hutan atau kawasan hutan yang secara sukarela berperan aktif dalam kegiatan hutan kemasyarakatan4.Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara indonesia yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang membentuk komunitas yang didasarkan pada kesamaan mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan, kesejahteraan, keterikatan tempat tinggal, serta peraturan tata tertib kehidupan bersama.Sejarah hutan kemasyarakatanKerusakan hutan hujan tropis di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan kehutanan Indonesia yang menjadikan hutansebagai objek paling dragmatis memberikan keuntungan dalam jangka waktu yang pendek. Hutan dijadikan komoditi yang paling mudah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dijadikan alasan guna melakukan eksploitasi hutan tanpa memperhitungkan daya dukung, keberlanjutan dan kelestarian hutan (Koesmono, 1999). Pengusahaan hutan secara besar-besaran dengan pola HPH (hak pengusahaan hutan) dimulai sejak dikeluarkannya UU No 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan dan PP No 21 tahun 1970 tentang HPH dan HPHH (Hak Pemungutan Hasil Hutan). Hal ini semakin memperburuk keadaan hutan Indonesia (Koesmono, 1999).Universitas Sumatera Utara

Page 5: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

Persoalan penting lainnya yang dihadapi oleh kehutanan Indonesia adalah konflik dengan masyarakat setempat pada semua fungsi hutan. Konflik ini terjadi karena adanya penggusuran secara besar-besaran terhadap hak kepemilikan atau karena adanya masyarakat setempat yang tidak memiliki akses terhadap lahan pertanian (Raja, 2003).Seiring dengan berhembusnya reformasi, terjadi perubahan/pergeseran orientasi pengelolaan hutan yang lebih meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan. Dalam kaitannya dengan hal ini, Dephut mulai memberikan perhatian yang semakin besar kepada program-program hutan kemasyarakatan (Koesmono, 1999).Ide pembangunan kehutanan dengan pola hutan kemasyarakatan sebenarnya mulai dirintis sejak tahun 1995, dengan ditetapkannya SK Menhut No. 622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman Hutan Kemasyarakatan. Namun pelaksanaannya sendiri kurang berjalandengan baik karena masih kurang tersosialisasinya program tersebut di masyarakat dan belum adanya petunjuk teknis dan pelaksanaannya. Untuk mengatasinya, ditetapkan SK Menhutbun No.41 Tahun 1999, dan ditetapkan pada surat keputusan yang baru yang sesuai dengan undang-undang tersebut yaitu Sk Menhut No.31 Kpts-II/2001 tentang penyelengaraan hutan kemasyarakatan (Priyo, 1999).Di Sumatera Utara, program hutan kemasyarakatan mulai dilaksanakan pada tahun anggaran 1996/1997 di Desa Siujan-Ujan dan Tolong Buho (Wardoyo, 1997). Berdasarkan hal tersebut, Desa Gudang Garam kemudian mengajukan usul ke BRLKT pada tahun 1998 untuk menjadikan desa ini termasuk ke dalam program hutan kemasyarakatan. Berdasarkan usulan tersebut, kemudian Balai Universitas Sumatera

Page 6: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

UtaraReboisasi Lahan Dan Konservasi Tanah (BRLKT) melakukan peninjauan, pemplotan dan pengukuran lahan. Setelah dianggap layak, maka kemudian dilaksanakan program hutan kemasyarakatan Desa Gudang Garam (Dephutbun, 1999). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Koesmono (1999) bahwa yang mendorong perlu dan tidaknya membangun hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan tertentu adalah adanya hutan yang memenuhi syarat-syarat untuk dibentuk menjadi unit hutan kemasyarakatan dan adanya kelompok masyarakat yang berminat.Maksud dan Tujuan Hutan Kemasyarakatan Maksud dari pelaksanaan hutan kemasyarakatan adalah pemberdayaan masyarakat dan pemberian kepercayaan kepada masyarakat setempat yang tinggal di dalam sekitar kawasan hutan untuk mengusahakan hutan negara sesuai dengan kebutuhan, kemampuan danpengetahuan sehingga kelestarian sumberdaya hutan dapat dipertahankan (Dephutbun, 1999).Pembangunan hutan kemasyarakatan bertujuan untuk :1.Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat2.Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat pengusaha hutan3.Mengembangkan keanekaragaman hasil hutan yang menjamin kelestarian fungsi dan manfaat hutan4.Meningkatkan mutu, produktivitas dan keamanan hutan5.Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan negara dan masyarakatUniversitas Sumatera Utara6. Mendorong serta mempercepat pembangunan wilayah(Dephutbun, 1999).

Page 7: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

-prinsip dasar sebagai berikut :

1.Masyarakat sebagai pelaku utamaSejalan dengan pembangunan kehutanan yang ingin memberdayakan masyarakat, maka dalam kawasan hutan kemasyarakatan, yang menjadi pelaku utama dalam pelaksanaannya adalahmasyarakat yang berada di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang kawasannya ditetapkan sebagai areal hutan kemasyarakatan (Wardoyo, 1997).Pelaksanaan hutan kemasyarakatan diprioritaskan pada masyarakat setempat yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan. Hutan dan masyarakat sekitarnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang satu sama lain saling ketergantungan. Hutan bagi masyarakat tradisional dianggap sebagai Universitas Sumatera Utarasumber penghasil makanan/kebutuhan, seperti buah-buahan, berburu binatang, bahan bakar, dan lain Pelaksanaan hutan kemasyarakatanModel hutan kemasyarakatan sebenarnya hanya sesuai diterapkan dalam pengelolaan dan sekaligus pelestarian areal-areal hutan yang berukuran kecil, dan kebanyakan berada pada lokasi-lokasi terpencil, baik di dalam maupun di luar kawasan yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan negara. Luas kawasan hutan yang cocok untuk model hutan kemasyarakatan adalah antara 40-10.000 Ha (Dephutbun, 1999).Kawasan hutan yang dijadikan areal hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan kawasan pelestarian alam pada zonasi pemanfaatan taman hutan raya dan wisata (Dephutbun, 1999).Pelaksanaan hutan kemasyarakatan memiliki prinsip

Page 8: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

-lain. Sebaliknya masyarakat modern lebih memandang hutan sebagai sumber bahan mentah bagi proses manufaktur untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih lanjut. Atas dasar ini, semua diaktualisasikan dalam bentuk pemberian hak pengusahaan kepada masyarakat lokal untuk mengusahakannya (Wardoyo, 1997).2. Memiliki kepastian hak dan kewajiban semua pihakHak dan kewajiban semua pihak yang terlibat dalam pelasksanaan hutan kemasyarakatan, baik itu masyarakat dan pemerintah diatur sangat jelas. Masyarakat sebagai peserta hutan kemasyarakatan berhak atas hasil hutan non kayu dan melakukan pemeliharaan hutan kemasyarakatan sesuai dengan lokalisasi yang diterapkan. Di dalam pelaksanaannya setiap peserta kegiatan hutan kemasyarakatan mendapat ijin mengelolaareal hutan kemasyarakatan seluas maksimum 4 ha untuk peserta perorangan, untuk peserta kelompok seluas 4 ha jumlah anggota kelompok yang ikut serta sebagai peserta, dan untuk koperasi maksimum seluas 4 ha dikalikan jumlah anggota koperasi yang turut serta sebagai peserta hutan kemasyarakatan (Wardoyo,1997).Selain hak tersebut peserta hutan kemasyarakatan juga memiliki kewajiban yakni terlibat langsung dalam proses penyusunan rencana dan pelaksanaan program hutan kemasyarakatan, serta hal-hal yang terkait di dalamnya. Selain kewajiban tersebut di atas, masyarakat sebagai peserta hutan kemasyarakatan juga memiliki kewajiban untuk tetap menjaga kelestarian fungsi dan manfaat hutan. Sedangkan pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau program menjalankan Universitas Sumatera Utarafungsi kontrolnya mengawasi pelaksanaan hutan kemasyarakatan secara seksama agar diperoleh hasil yang maksimal (Priyo, 1999).3. Keragaman komoditas (kayu dan non kayu), keadilan dan kelestarian, sederhana dan dinamisKomoditas tanaman yang digunakan dalam hutan kemasyarakatan harus dipilih sesuai dengan karakteristik daerah dan lahan yang akan ditanami. Sebelum

Page 9: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

melakukan pemilihan komoditas harus dilakukan inventarisasi dan identifikasi tanaman yang ada di daerah tersebut. Pemilihan komoditi termasuk hal yang sangat penting. Secara teknis pemilihan jenis komoditi ini mempertimbangkan faktor fisik teknis/ekologi, faktor sosial ekonomi dan sosial budaya (Wardoyo, 1997). Faktor fisik teknis/ekologi yang harus diperhatikan antara lain adalah tinggi tempat, kemiringan (topografi), kesuburan tanah, iklim (curah hujan, suhu), kondisi vegetasi awal. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dari segi sosial ekonomi adalah komoditas harus mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, disukai masyarakat setempat dan mempunyai prospek pasar yang baik dan mempunyai fungsi Multiple Purpose Tree Species (MPTS). Selain faktor tersebut juga harus diperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, antara lain adat-istiadat, keberadaan pemimpin masyarakat baik formal maupun tidak formal, serta kelembagaan adat (Wardoyo, 1997).Tahap-tahap pelaksanaan hutan kemasyarakatan :1.Pencadangan areal hutan kemasyarakatan. Dapat dicadangkan pada kawasan hutan produksi, kawasan lindung, dan pada pelestarian alam pada zona pemanfaatanUniversitas Sumatera Utara2.Penyiapan kondisi masyarakat. Merupakan kegiatan awal yang penting dilaksanakan sebelum pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan3.Terbentuknya kelembagaan masyarakat berdasarkan aspirasi dan inisiatif masyarakat itu sendiri dalam mengelola hutan secara lestari.

Page 10: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

Penyiapan kondisi masyarakat dilakukan melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakan dan peraturan hutan kemasyarakatan4.Perencanaan. Rencana pengembangan hutan kemasyarakatan diawali dengan diperolehnya hak pengusahaan hutan kemasyarakatan, koperasi masyarakat lokal wajib menyusun Rencana Induk Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan(RPHKm), Rencana Lima Tahunan Hutan Kemasyarakatan (RKLHKm)5.Pelaksanaan. Hutan kemasyarakatan dikelola oleh koperasi masyarakat lokal sebagai pemegang hak pengusahaan hutan kemasyarakatan6.Pemantauan dan evaluasi di lapangan. Sebagai pemegang hak pengusahaan hutan kemasyarakatan, koperasi memantau sendiri kegiatan pengelolaan hutan kemasyarakatan(Dephutbun, 1999).Berdasarkan bentuk kegiatan, hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo (1997) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :1. Aneka Usaha KehutananMerupakan suatu bentuk kegiatan hutan kemasyarakatan, dengan memanfaatkan ruang tumbuh atau bagian dari tumbuh-tumbuhan hutan. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam aneka usaha kehutanan antara lain budidaya rotan, Universitas Sumatera Utarapemungutan getah-getahan, minyak-minyakan, buah-buahan/biji-

Page 11: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

bijian, budidaya lebah madu, jamur dan obat-obatanHubungan antara pemanfaatan hutan, ruang tumbuh dan bagian-bagian tanaman dengan alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan. Alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan sangat tergantung pada kondisi awal tegakan pokok yang telah ada 2. AgroforestryAgroforestrymerupakan suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang memanfaatkan lahan secara optimal dalam suatu hamparan, yang menggunakan produksi berdaur panjang dan berdaur pendek, baik secara bersamaan maupun berurutan Agroforestrymerupakan komoditas tanaman yang kompleks, yang didominasi oleh pepohonan dan menyediakan hampir semua hasil dan fasilitas hutan alam. Agroforestrydapat dilaksanakan dalam beberapa model, antara lain tumpang sari(cara bercocok tanam antara tanaman pokok dengan tanaman semusim), silvopasture(campuran kegiatan kehutanan, penanaman rumput dan peternakan), silvofishery (campuran kegiatanpertanian dengan usaha perikanan di daerah pantai), dan farmforestry (campuran kegiatan pertanian dengan kehutanan)Perkembangan Pengelolaan Hutan KemasyarakatanProgram hutan kemasyarakatan mulai dilaksanakan pada tahun 1998 di Desa Gudang Garam. Sebel

Page 12: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

um program hutan kemasyarakatan dilaksanakan di areal tersebut, sudah ada yang mengelola lahan tersebut dengan sistem ladang Universitas Sumatera Utara

Hutan Kemasyarakatan : Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

HKm hanya diberikan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Ketentuannya, hutannya tidak dibebani hak atau ijin dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Ijin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) di berikan untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat di perpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun.

. Kebijakan pemerintah dalam menerapkan asas manfaat dan lestari

Tampaknya asas manfaat dan lestari ini belum dapat diterapkan secara penuh. Hal ini terbukti dengan adanya kerusakan hutan yang sudah mencapai titik kulminasi yang sangat memprihatinkan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia telah menyatakan bahwa, laju kerusakan hutan pada kurun waktu 1998-2000 telah mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun. Berdasar data Forest Watch Indonesia (FWI) laju kerusakan hutan dalam 3 tahun terakhir yaitu tahun 2001-2003 telah mencapai 4,1 juta hektar pertahun. (www.gatra.com Laju Kerusakan Hutan di Indonesia  Terparah di Planet Ini, dikutip dari Henri Subagiyo, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hak Kepemilikan Jaminan Fiducia dalam Upaya Pemberantasan Illegal Logging, dalam Jurnal Konstitusi, Volome 3 nomor 3 Mei 2006).

Kerusakan hutan ini menyebabkan semakin buruknya kondisi lingkungan hidup termasuk hutan di Indonesia. Pengelolaan SDA yang tidak sesuai dengan daya dukungnya menyebabkan timbulnya kerusakan SDA yang sangat parah. Hampir semua SDA di Indonesia mengalami penurunan kualitas dan kuantitas dari waktu ke waktu karena pengelolaan yang tidak memperhatikan asas manfaat dan lestari.

Untuk mengatasi degradesi kualitas dan kuantitas SDA tersebut, Pemerintah Republik Indonesia dalam Agenda Pembangunan Nasional tahun 2004-2009 menyebutkan bahwa: SDA dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dengan demikian maka, pengelolaan SDA harus memperhatikan asas manfaat dan lestari serta bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Asas ini harus diterapkan dalam semua sektor pembangunan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup (Sustainable Development).

Page 13: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

Berkaitan dengan Agenda Pembangunan Nasional tersebut, pemerintah menentukan sasaran pembangunan di bidang kehutanan yaitu:

1. Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan pembalakan liar (illegal logging) dan penyelundupan kayu;

2. Penetapan kawasan hutan dalam tata-ruang seluruh propinsi di Indonesia, setidaknya 30 % dari luas hutan yang telah ditata-batas;

3. Penyelesaian penetapan kesatuan pengelolaan hutan;4. Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan;5. Meningkatkan hasil hutan non kayu sebesar 30 % dari produksi tahun 2004;6. Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), minimal seluas 5 hektar, sebagai basis

pengembangan ekonomi hutan;7. Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di 282 DAS prioritas untuk menjamin pasokan air

serta sistem penopang kehidupan lainnya;8. Desentralisasi kehutanan melalui pembagian wewenang dan tanggung-jawab yang

disepakati oleh Pusat dan Daerah;9. Berkembangnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam

pengelolaan hutan lestari

Dalam nomor 1 Agenda Pembangunan Nasional tersebut dinyatakan bahwa, pemberantasan pembalakan liar (illegal Logging) menjadi urutan pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pakar ekonomi Dr Budi P Resosudarmo mengemukakan bahwa, kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia akibat illegal logging ini mencapai USD 12 milliar pertahun. Departeman Kehutanan sendiri memperkirakan kerugian negara akibat illegal logging telah mencapai Rp 30,42 triliun pertahun. (Henri Subagiyo, op cit, h.85)

Komitmen pemerintah untuk memberantas illegal loggong ditindak-lanjuti dengan berlakunya Instruksi Presiden Nomor. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan  Hutan  dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Indonesia. Dalam Instruksi Presiden itu, Presiden memberi mandat kepada 18 instansi pemerintah untuk memberantas pembalakan liar (illegal logging) beserta peredarannya, yaitu kepada : Menko Bidang Politik dan HAM (koordinator), Menteri Kehutanan, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Perindustrian, Menakertrans, Menteri Lingkungan Hidup, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, Gubernur dan Bupati/Walikota.

Dalam Inspres tersebut Presiden memerintahkan kepada semua instansi pemerintah itu untuk menindak secara tegas para pelaku pembalakan liar dan peredarannya yang diharapkan dapat memberantas illegal loggong.

Di samping kerusakan hutan terutama disebabkan oleh pembalakan liar, juga disebabkan oleh adanya konversi hutan menjadi perkebunan dan pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Pengrusakan hutan ini menyebabkan timbulnya bencana alam misalnya berupa banjir dan tanah longsor yang berkepanjangan yang sering kali memakan korban jiwa dan harta benda.

Page 14: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

III. Kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan penyelenggaraan hutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

Pengelolaan SDA termasuk hutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, secara tegas diatur dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, Pasal 2 ayat 3 UUPA dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 sebagaimana telah dijelaskan di atas. Tampaknya dalam praktik asas ini belum diterapkan secara optimal. Hal ini terbukti dengan tingkat kemakmuran rakyat khususnya yang berdomisili di sekitar hutan masih memprihatinkan.

Pemerintah Orde Baru menggunakan paradigma pengelolaan dan pengusahaan hutan yang didominasi oleh negara. Dengan paradigma ini memberi wewenang yang absolut kepada pemerintah untuk menguasai, mengatur, mengelola dan mengusahakan SDA semata-mata sebagai sumber pendapatan (devisa) negara. Melalui piranti hukum dan kebijakan yang bernuansa represif, secara sistematik negara cenderung mengabaikan dan menggusur akses, kepentingan serta hak-hak masyarakat atas sumber daya hutan, dan bahkan mengkriminalisasi masyarakat lokal yang mencoba mengakses sumber daya hutan untuk kebutuhan hidup subsistemnya. Kosekwensinya, terjadi proses marginalisasi dan viktimisasi yang tidak hanya menyangkut sumber-sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga memarginali-sasi kekayaan sosial dan kulturan masyarakat (social and cultural assets), khususnya pengetahuan, teknologi, tradisi-tradisi, dan praktik-praktik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan masyarakat. (I Nyoman Nurjaya, 2001, Magersari: Studi Kasus Pola Hubungan Kerja Penduduk Setempat Dalam Pengusahaan Hutan, Disertasi, h.194)

Salah satu peraturan perundang-undangan yang menggusur hak-hak masyarakat hukum adat terdadap hutannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan hutan. Dalam Pasal 6 peraturan pemerintah tersebut berbunyi:

(1)  Hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya untuk memungut hasil yang didasarkan atas suatu peraturan hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, pelaksanaannya perlu ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan pengusahaan hutan.

(2)  Pelaksanaan tersebut dalam ayat (1) pasal ini harus seizin Pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang diwajibkan meluluskan pelaksanaan hak tersebut pada ayat (1) pasal ini  yang diatur dengan suatu tata tertib sebagai hasil musyawarah antara Pemegang Hak dan Masyarakat Hukum Adat dengan bimbingan dan pengawasan Dinas Kehutanan.

(3)  Demi keselamatan umum, di dalam areal hutan yang sedang dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan, pelaksanaan hak rakyat untuk memungut hasil hutan dibekukan.

Menurut Pasal 6 ayat 3 tersebut, demi keselamatan umum, di dalam areal yang sedang dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan, pelaksanaan hak-hak masyarakat hukum adat untuk memungut hasil hutan dibekukan. Dalam peraturan pemerintah tersebut tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan dibekukan itu. Dibekukan artinya, dimatikan atau ditiadakan, sehingga di areal hutan yang sedang dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan, pelaksanaan hak-hak masyarakat hukum adat untuk memungut hasil hutan ditiadakan. Akibatnya, masysrakat hukum

Page 15: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

adat setempat tidak boleh lagi (dilarang) untuk mengambil hasil hutan di areal hutan adatnya. (Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria, h. 143-144)

Pada dekade terakhir ini timbul gagasan  untuk mengubah paradigma lama yaitu State Dominate Control and Management dengan mengenalkan paradigma baru yaitu paradigma yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat lokal yang terkenal dengan nama paradigma pengelolaan sumber daya hutan yang berbasis masyarakat (Community Based Forest Management), dengan melibatkan serta memberi peran yang lebih proporsional kepada masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengusahaan sumber daya hutan (I Nyoman Nurjaya, op cit, h.195)

Oleh karena itu, untuk mendongkrak tingkat kemakmuran rakyat khususnya yang berdomisili di sekitar hutan, paradigma yang bertumpu pada domonasi negara harus diganti dengan paradigma yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan (Community Based Forest Management), dan pengingkaran hak-hak masyarakat hukum adat terhadap hutan adatnya harus segera diakhiri.

IV. Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan

1.1. Kekayaan alam yang ada di Indonesia dikuasai oleh negara. Arti dikuasai oleh

negara bukanlah berarti “dimiliki” tetapi berarti hak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur (wewenang regulasi):

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan SDA;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa;

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang menganai bumi, air dan ruangf angkasa.

4. Asas dan tujuan penyelenggaraan kehutanan adalah, berasaskan manfaat dan lestari dengan tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

5. Kebijakan pemerintah dalam menerapkan asas manfaat dan lestari, tampaknya belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini terbukti dengan makin rusaknya hutan di Indonesia yang menyebabkan timbulnya bencana alam yang berkepanjangan. Kerusakan hutan ini antara lain disebabkan oleh: adanya pembalakan liar dan konversi hutan menjadi perkebunan serta pemberian hak Pengusahaan Hutan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan

6. Kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan penyelenggaraan kehutanan yaitu sebesar-besar kemakmuran rakyat juga belum dapat dicapai secara memuaskan. Hal ini ditandai dengan semakin terpuruknya tingkat kemakmuran rakyat khususnya yang bermukim di sekitar hutan.

Page 16: HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat.docx

B. Saran-saran:

1. Untuk mewujudkan asas manfaat dan lestari, disarankan:2. Dalam pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan konversi hutan menjadi

perkebunan harus memperhatikan daya dukung lingkungan;3. Pemberantasan pembalakan liar (Illegal Logging) dan peredarannya perlu ditingkatkan.4. Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kehutanan yaitu untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat, disarankan: 1. Melindungi hak-hak masyarakat hukum adat terhadap hutan adatnya dari

intervensi pemerintah khususnya dalam pemberian Hak Pengusahaan Hutan.2. b. Mengubah paradigma lama dalam pengelolaan dan pengusahaan hutan yang

didominasi oleh negara (State Dominated Control Management) menjadi paradigma baru yaitu Community Based Forest Management yang melibatkan dan memberi peran yang proporsional kepada masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengusahaan sumber daya hutan.

Daftar Pustaka

Bambang Pamuladi, 1995, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta;

Henri Subagiyo, 2006, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hak Kepemilikan Jaminan Fidusia Dalam Upaya Pemberantasan ”Illegal Logging”, dalam Jurnal Konstitusi, Volume 3 nomor 2 Mei 2006

I Nyoman Nurjaya, 2001, Magersari: Studi Kasus Pola Hubungan Kerja Penduduk Setempat Dalam Pengusahaan Hutan, Disertasi, Universitas Indonesia

Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Yogyakarta

*Guru Besar Ilmu Hukum Agraria FH-UB dan Dewan Pakar PPHA FH-UB

This entry was posted in Karya Anggota PPHA, Makalah, Prof.Dr.M.Bakri, Ultah UUPA dan Hari Tani. Bookmark the