HIPERTENSI + INSOMNIA

download HIPERTENSI + INSOMNIA

of 24

description

lapsus

Transcript of HIPERTENSI + INSOMNIA

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA2.1 Lansia (Lanjut Usia)

2.1.1 Pengertian Lansia

Usia Lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. (Keliat,1999 ; Maryam dkk,2008).

Menurut Pasal 1 ayat 2,3,4 UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Siti Bandiyah (2009), lanjut usia dikelompokkan menjadi empat tahap :

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

2.1.2 Klasifikasi

Berikut terdapat lima klasifikasi pada lansia :

a. Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia risiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003 ; Maryam.dkk., 2008)

2.1.3 Karakteristik Lansia

Menurut (Budi Anna Keliat, 1999 ; Maryam.dkk 2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UU No.13 tentang kesehatan)

b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4 Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya.

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenui undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal

pasif, dan acuh tak acuh. (Maryam dkk., 2008)

2.1.5 Mitos dan stereotip Seputar Lansia

Menurut (Sheiera Saul, 1974 ; Nugroho, 2000) mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut :

a. Mitos kedamaian dan ketenangan

Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati.

Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.

b. Mitos konservatif dan kemunduran

Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan keadaan yang berlaku.

Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah, keras kepala, dan cerewet. Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pikiran demikian.

c. Mitos berpenyakitan

Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan.

Kenyataannya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.

d. Mitos senilitas

Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.

e. Mitos tidak jatuh cinta

Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.

f. Mitos seksualitas

Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang.

Kenyataannya, kehidupan seks para lansia normal-normal saja

g. Mitos ketidakproduktifan

Lanjut usia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif bahkan menjadi beban keluarganya. Kenyataannya, banyak individu yang mencapai ketenaran, kematangan, serta produktivitas mental dan material di masa lanjut usia.

2.1.6 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Beberapa perubahan yang mengarah kepada kemunduran organ tubuh seperti yang disebutkan oleh (Kartari, 1990 ; Bandiyah, 2009) diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Kulit

Kulit berubah menjadi lebih tipis, kering, keriput, dan elastisitas menurun. Dengan demikian, fungsi kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap masuknya kuman terganggu.

b. Rambut

rontok, warna menjadi putih, kering, dan tidak mengkilap. Ini berkaitan dengan perubahan generatif kulit.

c. Otot

jumlah sel otot berkurang, ukurannya mengecil atau trjadi atropi sementara jumlah jaringan ikat bertambah volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun, serta kekuatannya berkurang.

d. Jantung dan pembuluh darah

pada usia lanjut kekuatan mesin pompa jantung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting khusus di jantung dan otak mengalami kekakuan. Katup jantung menebal dan kaku,kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.

e. Respirasi

otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun,kapasitas residu menigkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun,serta terjadi penyempitan pada bronkus.

f. Tulang

pada proses menua, kadar kapur (kalsium) dalam tulang menurun, akibatnya tulang menjadi keropos (osteoporosis) dan mudah patah.

g. Seks

produksi hormon sex pada pria dan wanita menurun degan bertambahnya umur.

2.1.7 Masalah Fisik Yang Dialami Lansia

Masalah fisik sehari-hari yang sering dihadapi atau ditemukan pada lanjut usia adalah :

a. Mudah jatuh

b. Mudah lelah

c. Kekacauan mental akut

d. Nyeri dada

e. Sesak napas pada waktu melakukan kerja fisik

f. Berdebar-debar atau palpitasi

g. Pembengkakan kaki bagian bawah

h. Nyeri pinggang atau punggung

i. Nyeri pada sendi pinggul

j. Berat badan menurun

k. Sukar menahan buang air seni

l. Gangguan pada ketajaman penglihatan

m. Gangguan pada pendengaran (Presbiakusis)

n. Mudah gatal-gatal

o. Keluhan pusing-pusing

p. Keluhan perasaan dingin-dingin dan kesemutan pada anggota badan

q. Gangguan tidur (Nugroho, 2000)

2.1 TIDUR

2.1.1. Definisi

Tidur merupakan suatu proses aktif yang memiliki variasi siklus normal dalam kesedaran mengenai keadaan sekitar (Sherwood,2001). Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang sedang tidur tidak secara sadar waspada akan dunia luar tetapi tetap memiliki pengalaman kesadaran dalam batin, misalnya mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan oleh rangsangan external, misalnya bunyi alarm. Sedangkan menurut Mardjono, 2008 tidur adalah suatu proses aktif dan bukannya soal pengurangan inklus spesifik saja. Proses aktif tersebut merupakan aktifitas sinkronisasi bagian ventral dari substansia retikularis medulla oblongata.2.1.2. Pola tidur

Terdapat dua jenis tidur yaitu tidur paradoksal atau Rapid Eye Movemen (REM) dan tidur gelombang lambat atau Non/REM (NREM).Tidur NREM dibagi menjadi 4 stadium. Seoprang yang baru tertidur memasuki stadium 1 yang ditandai oleh aktivitas elektroensevalogram (EEG) frekuensi tinggi amplitude rendah. Stadium 2 ditandai oleh munculnya kumparan tidur (Sleep Spindle). Disini terjadi letupan-letupan gelombang mirip alpha (10-14 Hz, 50V). Pada stadium 3 pola yang timbul adalah gelombang dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitude meningkat. Perlambatan maksimum gelombang-gelombang besar dijumpai pada stadium 4. Dengan demikian, karakteristik tidur dalam adalah pola gelombang lambat ritmik yang menunjukkan adanya sinkronisasi yang jelas (Ganong, 2003).Perubahan-perubahan aktivitas otak selama tidur adalah sesuai dengan tahap-tahap tidur. Tahap tidur pertama sesuai dengan keadaan dimana seseorang baru saja terlena. Seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata, dan kedua bola mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG tahap tidur pertama ini, memperlihatkan penurunan voltase dengan gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya. Keadaan tidur masuk kepada tahapan kedua apabila timbul sekelompok gelombang yang berfrekuensi 14-18 siklus perdetik pada aktibitas dasar yang berfrekuensi 3-6 siklus perdetik. Kelompok gelombang-gelombang tersebut dikenal sebagai gelombang tidur atau Sleep Spindles. Dalam tahap kedua ini kedua bola mata berhenti bergerak. Tetapi tonus otot masih tetap terpelihara. Pada tahap tidur ketiga, EEG memperlihatkan gelombang dasar yang lambat (1-2 siklus perdetik) dengan sekali-sekali timbulnya Sleep Spindles. Pada tahap tidur ke empat hanya gelombang lambat saja tanpa Sleep Spindles. Keadaan fisik pada tahap ketiga dan keempat ini adalah lemah lunglai, karena tonus otot sangat rendah. Pada tahap tidur kelima, tonus otot meninggi kembali, terutama otot-otot rahang bawah. Bahkan otot-otot an ggota gerak dan badan dapat mengalami kejang. Bola mata yang selama tahap ketiga dan keempat berhenti bergerak pada tahap kelima mulai bergerak kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena itu tahap tidur kelima ini dinamakan Rapid Eye Movement Sleep (REMS) atau paradoksal Sleep. Tahap tidur pertama sampai keempat dimana gerak bola mata tidak secepat sewaktu tahap kelima dinamakan Non Rapid Eye movement Sleep (NREMS). Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata 7 jam kedua macam tidur itu yaitu REMS dan NREMS, berselingan 4-6 kali apabila seseorang kuranng cukup mengalami REMS, maka esok harinya ia akan mennunjukkan kecendrungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendallikan emosinya, nafsu makan bertambah dan nafsu birahi p;un lebih meningkat. Sedangkan, jika NREMS kurang cukup keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008).2.1.3. Mekanisme tidur

Tidur normal dapat dibagi menjadi 2 tahap:

1. Non Rapid Eye Movement (NREM)

2. Rapid Eye Movement (REM)

Kedua status ini berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahap tidur yang tenang. REM ditandai dengan pergerakan bola mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan aktivitas syaraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkatan aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradox (Rachman,2007).

Tidur REM tidak berdiri sendiri, selalu disuperim posisikan pada tidur gelombang lambat. Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-25 menit, rata-rata timbul setiap 95 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat 1 dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (ciri dalam keadaan mimpi), terjadi gerakan otot yang tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau Rapid Eye Movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur geolmbang lambat.Tidur NREM secara umum meliputi 80% dari seluruh waktu tidur sedangkan tidur REM kurang lebih 20%. Menurut Hobson dan Maccarly tidur REM dan NREM merupakan siklus yang berlangsung selama periode tidur. Tidur NREM disebabkan menurunnya aktivitas neuron monoaminergik (noredrenergik dan serotonergik) yang aktif pada waktu bangun dan menekan aktivitas neuron polinergik. Tidur REM disebabkan inaktivitas neuron monoaminergik sehingga memicu aktivitas neuron polilnergik (neuron retikulerpons). (Rachman, 2007)

2.1.4. Pengaruh Usia

Observasi siklus tidur-bangun (Sleep-wake Cycle) pada manusia menunjukan hubungan dengan usia.

a. Lama Waktu tidur

Bayi tidur selam 16-20 jam sehari, anak-anak selam 10-12 jam, pada usia 10 tahun waktu tidur turun menjadi 9-12 jam dan pada dewasa muda menjadi 7-7,5 jam. Pada usia tua turun pelan-pelan menjadi 6,5 jamb. Pola Tidur

Irama sirkadian mulai muncul sesudah beberapa minggu pertama sesudah kelahiran bayi normal. Dengan matangnya anak, tidur pagi hilang, kemudian tidur siang. Pada tahun ke 3-4 tidur menjadi terkonsolidasi kedalam satu periode tidur malam yang panjang. Perlu diketahui bahwa lebih dari separuh populasi dunia tetap meneruskan tidur siang termasuk di Indonesia sebagai pola tidur bangun sepanjang hayatnya.

Pola tidur bangun ini menetap selama masa dewasa muda dan dewasa kecuali ada gangguan emosional dan penyakit fisik.

Fragmentasi pola tidur mulai pada masa tua. Bangun malam hari makin meningkat frekuensinya dan tidur siang hari yang singkat (beberapa detik sampai menit tidak sama dengan micro sleep) makin lama makin panjang (longer nap) sehingga siklus tidur terbalik , siang mengantuk/ tidur tetapi malam hari terbangun dan berjalan didalam rumah sehingga menganggu anggota keluarganya.

Pada anak muda yang aktif sering mengalami Delayed Sleep Phase Syndrome (Waktu tidur dan bangun lebih lambat) sedang pada orang tua sering mengalami Advanced Sleep Phase Syndrome (sore sudah mengantuk dan pagi sudah bangun), tidur dan bangun lebih awal.

2.1.5. Gangguan tidur

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktik. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan mengakibatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan dengan orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Didalam praktik sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal di atas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapi pada tahun-tahun yang akan datang (Japardi, 2002).

2.1.5.1 Pembagian gangguan tidur

Pembagian gangguan tidur yang lama berdasarkan gambaran klinis :

1. Disorders of initiating and maintaining sleep (DOIMS) = Insomnia

2. Disorders of excessive somnolence (DOES) = Hipersomnia

3. Disorders of the sleep-wake schedule (DSWS)

4. Disfunction associated with sleep, sleep stages or partial araousal = Parasomnia

2.1.5.2 Insomnia

Adalah keluhan kurang tidur

Klasifikasi berdasarkan durasi insomnia:

1. Berlangsung 1 sampai beberapa malam (Transient Insomnia). Causa biasanya; stress situasional, perubahanwaktu tidur dan lingkungan (seperti jet lag)

2. Berlangsung beberapa hari samapi 3 minggu (Short Term Insomnia). Causa biasanya: stress yang lama seperti sesudah operasi atau sakit.

3. Berlangsung beberapa bulan sampai tahun (Long Term Chronic Insomnia). Causa: gangguan tidur primer

2.1.5.3 Macam-macam insomnia

1. Psycho physiologic insomniaMerupakan kelainan behaviour dimana penderita merasa tidak dapat tidur lebih dahulu, yang biasanya dicetuskan oleh stress emosional yang lama-lama menetap.

Terapi: Behaviour therap2. Primary insomnia (Idiopatik)

Insomnia yang berlangsung lama biasanya seumur hidup tanpa adanya gejala-gejala neurosis, depresi maupun penyakit psikiatris dan medis.

3. Extrinsic insomnia

Insomnia akibat factor instrinsik seperti :a. Perubahan ruangan tidur (dihotel, rumah sakit)

b. Sebelum atau sesudah stress kehidupan (perubahan pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, penyakit, dll)c. Lingkungan tidur tidak kondusif (suara bising, lampu, pasangan tidur mendengkur, dll)

d. Altitude insomnia

e. Drug atau alcohol devenden sleep disorder seperti cafein, amphetamine, cocain, rokok, alcohol, penghentian obat tidur dan penenang (drug with drawl insomnia)

4. Rest less leg syndrome (RLS)

Adalah keinginan yang tidak dapat ditahan untuk menggerakkan tungkainya terutama waktu berbaring di tempat tidur sebelum masuk tempat tidur.penderita merasakan rasa merambat dibetis/paha yang hilang bila digerakkan atau berjalan. Penyebab: anemia defisiensi Fe atau folic acid atau gagal ginjal Neuropathy Prifer.5. Periodic limb movement disorders = nocturnal myoclusDitemukan pada pemeriksaan polisonografi pada 17% penderita insomnia dan 11% penderita hipersomnia. Patofisiologinya belum diketahui. Terapi: carbidopa+levodopa, clonazepam

6. Ganggaun psikologi: merupakan penyebab terbanyak insomnia.2.1.5.4 Penyebab Insomnia

Banyak hal yang bisa menyebabkan insomnia pada orang tua. Sebagian besar penyebab dapat diobati. Penyebab insomnia pada orang tua dibagi menjadi 4 kelompok. : Fisik:

a. Penyakit jantung.

b. COPD, asma, atau masalah paru-paru lainnya

c. Jangka panjang nyeri.

d. Kandung kemih atau prostat masalah.

e. Epilepsi.

f. Sleep apnea.

g. Dementia atau penyakit Alzheimer.

h. Bersama penyakit, seperti arthritis atau bursitis.

i. Gastroesophageal reflux. Lingkungan / Perilaku:

a. Kebisingan.

b. Makan tengah malam.

c. Akhir-malam latihan.

d. Gaya hidup aktif.

Obat:

a. Kafein (kopi, teh, minuman cola, coklat, beberapa obat dingin).

b. Alkohol.

c. Nikotin.

d. Beberapa obat-obatan antidepresan.

e. Obat-obatan stimulan.

f. Mengambil beberapa obat pada malam hari dapat menyebabkan Anda untuk bangun di malam hari, seperti diuretik (pil air).

Mental:

a. Kecemasan.

b. Depresi.

c. Pensiun

d. Kehilangan identitas pribadi.

e. Kematian pasangan, anggota keluarga, atau teman.

f. Stres.

g. Masalah keuangan.

h. Keyakinan bahwa Anda berada dalam kesehatan buruk. (Reuters, 2010)2.2 HIPERTENSI

2.2.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003). Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi esensial (primer) dan hipertensi skunder. Hipertensi esensial (primer) merupakan tipe yang hampir sering terjadi 95 persen dari kasus terjadinya hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Sedangkan hipertensi sekunder berkisar 5 persen dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (Palmer, 2007).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa stadium.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi

KategoriSistolikDiastolik

NormalDi bawah 130 mmHg Di bawah 85 mmHg

Hipertensi perbatasan130-139 mmHg 85-89 mmHg

Hipertensi ringan (stadium 1)140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi sedang (stadium 2)160-179 mmHg 100-109 mmHg

Hipertensi Berat (stadium 3)180-209 mmHg 110-119 mmHg

Hipertensi Maligna (stadium 4)210 mmHg atau lebih120 mmHg atau lebih

Diambil dari Wiryowidagdo (2002). Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi, &Kolesterol. Jakarta: Agromedia Pustaka.

2.2.3 Respon Penderita Hipertensi Pada waktu tidur malam hari tekanan darah berada dalam kondisi rendah, sebaliknya tekanan darah dipengaruhi oleh kegiatan harian sehingga bila semakin aktif seseorang maka semakin naik tekanan darahnya. Dapat dibayangkan semakin tinggi tekanan darah seseorang maka semakin tinggi kekuatan yang mendorong darah dan dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan perdarahan (haemmorrhage) yang dapat terjadi di otak dan jantung sehingga dapat mengakibatkan, stroke, gagal jantung bahkan kematian (Hayens, 2003).

Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke (Lenny, 2008).

Pada penelitian ini, untuk menghindari hasil penelitian yang bias, maka penderita hipertensi yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu penderita hipertensi yang tidak mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi sehingga dapat dilihat hasil pemanfaatan mentimun (cucumis sativus) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Oleh karena itu, pada penelitian ini lebih difokuskan untuk melihat pemanfaatan mentimun (Cucumis Sativus) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi yang ringan dan sedang saja.

2.2.4 Bahaya Hipertensi Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens, 2003). Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi adalah stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Ina, 2008).

Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di seluruh dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et al., 2003 dalam Kaplan, 2006). Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi adalah salah satu penyebab kematian nomor satu, secara global. Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang tinggi. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.

2.2.5 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis atau dan penatalaksanaan non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.

2.2.6 Penatalaksanaan Farmakologis

Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu:

1. Diuretik

2. Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan (Dalimartha, et al, 2008). Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali. 3. Penghambat adrenergik (-bloker)

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial (Lenny, 2008). Pemberian -bloker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial karena pada pemberian -bloker dapat mengkambat reseptor beta 2 di jantung lebih banyak dibandingkan reseptor beta 2 di tempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi pembukaan ini dengan -bloker dapat memperburuk penderita asma (Hayens, 2003).4. Vasodilator

Agen vasodilator bekeja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh darah (Wikipedia, 2008). Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Dalimartha, et al, 2008). 5. Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)

Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003). 6. Antagonis Kalsium

Antagonis Kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi jalan masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan darah. Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar (Hayens, 2003). Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008). 7. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, faktor yang menentukan dan membantu kesembuhan pada dasarnya adalah diri sendiri (Palmer, 2007).

Enam langkah dalam perubahan gaya hidup yang sehat bagi para penderita hipertensi yaitu:

a. Mengontrol Pola Makan

Hayens (2003) menyarankan mengkonsumsi garam sebaiknya tidak lebih dari 2000 sampai 2500 miligram. Karena tekanan darah dapat meningkat bila asupan garam meningkat. Dimana pembatasan asupan sodium dapat mempertinggi efek sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi kecuali kalcium antagonis.

Dalimartha, et al (2008) menyarankan lemak kurang dari 30% dari konsumsi kalori setiap hari. Mengonsumsi banyak lemak akan berdampak pada kadar kolestereol yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi meningkatkan resiko terkena penyakit jantung (Sheps, 2005). b. Tingkatkan Konsumsi Potasium dan Magnesium

Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah (Dalimartha, et al, 2008). c. Makan Makanan Jenis Padi-padian

Penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition yang ditulis dalam Dalimartha, et al (2008) ditemukan bahwa pria yang mengkonsumsi sedikitnya satu porsi sereal dari jenis padi-padian per hari mempunyai kemungkinan yang sangat kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin banyak konsumsi padi-padian, semakin rendah resiko penyakit jantung koroner, termasuk terkena hipertensi (Dalimartha, et al, 2008).d. Aktivitas (Olah Raga)

Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Yundini, 2006). Palmer (2007) mengatakan bahwa ada delapan cara untuk meningkatkan aktivitas fisik yaitu: dengan menyempatkan berjalan kaki misalnya mengantar anak kesekolah, sisihkan 30 menit sebelum erangkat bekerja untuk berenang di kolam renang terdekat, gunakan sepeda untuk pergi kerja selama 2 sampai 3 hari dalam satu minggu, mulailah berlari setiap hari dimana melakukan latihan ringan pada awalnya dan tingkatkan secara perlahan-lahan, pada sat istirahat makan siang tinggalkan meja kerja anda dan mulailah berjalan, pergilah bermain ice-skating, roller-blade atau bersepeda bersama keluarga atau teman, satu hari dalam satu minggu, lakukan aktivitas baru misalnya bergabung dengan klub tenis atau bulu tangkis atau belajar dansa, yang terakhir pilih tangga dibandingkan lift atau eskalator. e. Bantuan dari Kelompok Pendukung

Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup sehat (Dalimartha, et al, 2008). Sehingga keluarga dan teman-teman mengerti sepenuhnya tentang besarnya resiko jika tekanan darah kita tidak terkendali. Dengan demikian keluarga dan teman akan membantu dengan memperhatikan makanan kita atau mengingatkan saat tiba waktunya untuk minum obat atau untuk melakukan aktivitas berjalan-jalan setiap hari dan mungkin saja mereka bahkan akan menemani kita (Sheps, 2005). Penelitian yang ditulis dalam Dalimartha, et al (2008) menunjukkan dukungan kelompok terbukti berhasil dalam mengubah gaya hidup untuk mencegah hipertensi f. Berhenti Merokok dan Hindari Konsumsi Alkohol berlebih

Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan darah. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin), sehingga dengan pelepasan hormon ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Sheps, 2005).

Demikian juga dengan alkohol, efek semakin banyak mengkonsumsi alkohol maka semakin tinggi tekanan darah, sehingga peluang terkena hipertensi semakin tinggi (Hayens, 2003). Menurut Sheps (2005) alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) dan hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air. Selain itu minum-minuman alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium berkaitan dengan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2005). Beberapa laporan mnyimpulkan bahwa efek alkohol dimulai dari asupan alkohol yang paling rendah. Jadi, seseorang yang tidak mengkonsumsi alkohol maka cenderung memiliki tekanan darah yang normal. Laporan lain menunjukkan ada batas atau ambang tertentu dari alkohol yang dapat mempengaruhi tekanan darah (Hayens, 2003).

2.3 LANSIA

2.3.1 Pengertan Lansia

Menurut Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1 pasal 1 Ayat 2 adalah sebagai berikut :seorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lansia setelah yang bersangkutan mencapai umur 60 tahun atau lebih. 2.3.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lansia meliputi :a. Usia Pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

b. Usia Lanjut (elderly), ialah kelompok usia 60 sampai 74 tahun

c. Usia Lanjut Tua (Old), ialah kelompok usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very Old), ialah usia diatas 90 tahun

2.3.3 Perubahan-perubahan pada Lansia

Pada masa lansia terjadi beberapa perubahan akibat proses menua. Menurut Nugroho (2008), perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut :A. Perubahan Fisik

Berkurangnya kemampuan pendengaran, berkurangnya kemampuan penglihatan serta menurunnya daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Tekanan darah menngkati diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer . Kemampuan indera pengecap menurun, kehilangan gigi yang penyebab utamanya periodontal disease. Pada lansia juga terjadi peningkatan frekuensi air seni, adanya pembesaran prostat pada sekitar 75 % pria yang berusia diatas 65 tahun. Produksi dari hampir semua hormone menurun, Pituitari : pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah;, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormone kelamin, missal : progesteron, estrogen, testosterone. Perubahan kulit mengkerut atau keriput akibat berkurangnya jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menipis kuku jari menjadi keras dan rapuh, Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, atropi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut-serabut otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.

B. Perubahan Mental

Perubahan berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak, adanya keinginan berumur panjang, mengharapkan tetap mendapat peranan dimasyarakat, ingin tetap berwibawa.C. Perubahan Psikososial

Kehilangan finansial (pendapatan berkurang), kehilangan status, kehilangan teman atau relasi, kehilangan pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.2.4 HUBUNGAN GANGGUAN TIDUR DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA

1. Data-data yang dikump[ulkan oleh para peneliti mendapati berkurangnya waktu tidur lebih dari 1 jam dalam 20-30 tahun terakhir. Faktor-faktor sosial seperti akses internet, peralatan elektronik di tempat tidur seperti televise, jadwal sekolah yang padat, peningkatan konsumsi kafein dan factor-faktor stress lainnya dapat mempengaruhi kualitas tidur.

2. Dokter Susan Redline dari case Western Reserve, yang merupakan salah seorang peneliti senior dalam penelitian ini, mengatakan bahwa dokter ahli jantung perlu memberikan perhatian khusus terhadap pasien yang mengalami gangguan tidur, karena gangguan tidur dianggap sebagai salah satu factor resiko hipertensi, baik pada pasien dewasa maupun pada pasien anak dan remaja. Kualitas dan kuantitas tidur dapat mempengaruhi proses hemostasis dan bila proses ini terganggu, dapat menjadi salah satu factor meningkatnya resiko penyakit cardiovaskuler.3. Tekanan darah dipengaruhi oleh system otonom yakni simpatis dan parasimpatis. Pada orang yang kualitas tidurnya buruk, didapatkan peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis (Wendi, at al, 2007)

4. Selain modifikasi gaya hidup (pengaturan diet dan olah raga), kualitas tidur sangatlah penting dalam mempertahankan kualitas tidur. Pencegahan hipertensi di masa yang akan datang bukan hanya terbatas pada program oleh raga dan pengaturan berat badan, namun juga optimalisasi jam tidur. Sangatlah penting untik memantau kualitas dan kuantitas tidur pada lansia sebagai bagian dalam meningkatkan kesehatan masyarakat hidup (Jafaheri, 2008)