Hidropneumothorax Radio

34
HIDROPNEUMOTHORAX I. LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama OS : Martinus Payung (35 TH) Jenis kelamin/Tgl lahir : Laki-laki/ 22-11-1979 No. RM : 654119 Alamat : Jl. Rampang 2 LR NO. 3 Ruang perawatan : ICU RSWS Tanggal MRS : 09-03-2014 B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Luka tusuk di dada diri Anamnesis Terpimpin : Seorang laki-laki 35 tahun post-op torakotomi ec hemothorax sinistra ec laserasi lobus inferior pulmo sinistra ec vulnus ictum penetrans hemithorax sinistra. Pasien dengan luka tusuk dirujuk dari RS Ibnu Sina pada jam 16.00 WITA dengan kondisi sudah terpasang WSD, cairan keluar ±2000 cc C. PEMERIKSAAN FISIS Primary survey : A : Clear

description

radio

Transcript of Hidropneumothorax Radio

HIDROPNEUMOTHORAX

I. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama OS : Martinus Payung (35 TH)

Jenis kelamin/Tgl lahir : Laki-laki/ 22-11-1979

No. RM : 654119

Alamat : Jl. Rampang 2 LR NO. 3

Ruang perawatan : ICU RSWS

Tanggal MRS : 09-03-2014

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Luka tusuk di dada diri

Anamnesis Terpimpin :

Seorang laki-laki 35 tahun post-op torakotomi ec hemothorax sinistra ec laserasi lobus

inferior pulmo sinistra ec vulnus ictum penetrans hemithorax sinistra. Pasien dengan luka

tusuk dirujuk dari RS Ibnu Sina pada jam 16.00 WITA dengan kondisi sudah terpasang

WSD, cairan keluar ±2000 cc

C. PEMERIKSAAN FISIS

Primary survey : A : Clear

B : 48x/menit

C : Nadi : 158x/menit, TD :110/60 mmHg

D : GCS <7

E : Suhu : 36,0 °C

Secondary survey :

Regio thoraks sinistra :

Inspeksi : Tampak luka tusuk dengan ukuran 4 x 1 cm, tampak omentum keluar dari

luka tusuk, perdarahan aktif (+), udem (+), hematoma (-)

Palpasi : NT (+), krepitasi (+)

Perkusi : Sonor Ka > Ki

Auskultasi : BP : vesikuler, Ka > Ki

Regio axilla sinistra :

Inspeksi : Tampak luka tusuk dengan ukuran 3 x 1 cm, udem (+), hematoma (-)

Palpasi : NT (+)

D. LABORATORIUM

JENIS PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN

DARAH

RUTIN

(09-03-2014)

WBC 14,7 4,00 – 10,00 x 103 /ul

RBC 1,77 4,00 – 6,00 x 106 /ul

HGB 5,5 12,0 – 16,0 g/dl

HCT 16,2 37,0 – 48 %

MCV 91 80,0 – 97 fl

MCH 31,2 26,5 – 33,5 pg

MCHC 34,2 31,5 – 35,0 g/dl

RDW 13,2 10 – 15 %

PLT 113 150 – 400 x 103 /ul

MPV 8,2 6,0 – 11,0 um3

PCT 0,092 0,15 – 0,50 %

PDW 15,0 10,- 18,0 fl

E. RADIOLOGI

NO TANGGAL JENIS FOTO DESKRIPSI KESAN

1 09 MARET

2014

Klinis :

Vulnus

Ictum

Penetrans

Hemithora

x Sinistra

Foto Thorax AP :

Tampak

hiperluscens

avascular

disertai

perselubungan

homogen pada

hemithorax kiri

setinggi ICS III

kiri belakang

yang

memberikan

gambaran air-

fluid level

menutupi sinus,

diafragma, serta

batas kiri

jantung, disertai

organ-organ

mediastinum

yang shift ke

kanan

COR : CTI sulit

dinilai, aorta

sulit dinilai

Sinus dan

Hydropneumothorax

sinistra

diafragma

kanan baik

Tulang – tulang

intak

2 10 MARET

2014

Klinis :

Haemothorax

sinistra

dengan

pemasangan

WSD

Foto thorax AP :

ETT terpasang

dengan ujung

tip 7,1 cm

diatas carina

CVC terpasang

pada

hemithorax kiri

dengan ujung

tip berada pada

paravertebra

kanan setinggi

CV T5 kanan

(kesan pada

vena cava

superior)

Chest tube

terpasang

dengan tip

setinggi costa

IV kiri belakang

Corakan

bronkovascular

dalam batas

normal

Tidak tampak

Foto kontrol

proses spesifik

aktif pada

kedua lapangan

paru

Cor membesar

dengan CTI 0,6,

aorta normal

Kedua sinus

dan diafragma

baik

Tulang-tulang

intak

3 11 MARET

2014

Klinis:

Post-op

torakotomi

Foto thorax AP :

ETT terpasang

dengan ujung

distal berada

pada 6,67 cm

diatas carina

CVC terpasang

pada

hemithorax kiri

dengan ujung

distal berada

setinggi

paravertebral

CV T5 kanan

Ground glass

appearance

disertai

periapical

capping pada

Efusi pleura bilateral

kedua

hemithorax

dengan sinus

terselubung

COR: CTI

dalam batas

normal, aorta

normal

Tulang-tulang

tervisualisasi

intak

F. DISKUSI RADIOLOGIS

Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks (gambar 1) merupakan perpaduan antara

gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada hidropneumothorax cairan pleura

selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan

dijumpai air fluid level meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena

adanya udara di atas cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat

translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih

tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak

homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang

menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.3,4

Gambar 1

Gambaran Radiologis Pneumothoraks

Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa

struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang

berasal dari pleura visceral (gambar 2 dan 3).5

Gambar 2

Gambar 3

Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk cembung, yang

memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila pneumotoraksnya tidak begitu besar,

foto dengan pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang

jelas. Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama

ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga

intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara jaringan paru

dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat pneumotoraks, yakni kenaikan

densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan densitas pneumotoraks. 1

Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu dalam

menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih tebal/padat dibanding

pneumotoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis ekspirasi tetapi ruang pneumotoraks

tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif pneumotoraks lebih berhubungan dengan apru-paru

sehabis ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil berhubungan dengan

pneumotoraks. Sehingga lebih mudah untuk menggambarkannya.1

Foto lateral decubitus pada sisa yang sehat dapat membantu dalam membedakan

pneumotoraks dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara bebas dalam rongga pleura

lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral. 1

Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi

kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu sela

iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru

yang bersebelahan dengan pneumotoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang

volumenya, dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru-paru.6,7

Ketika pneumotoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara terkumpul dalam

ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis. Oleh karena itu distribusi udara

yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan pengempisan lobus. Pada tension pneumotoraks

pergeseran dari struktur mediastinal kesan pada paru dan kesan pada diafragma sudah terlihat.

Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya

horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan cairan. Ketika udara intrapleura

terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan kadang-kadang

pneumotoraks bisa terlihat pada subpulmonary, terutama pada pasien COPD (Chronic

Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi paru dan juga diobservasi sepanjang

permukaan tenagh dari paru bayi yang baru lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang.

Dalam situasi ini harus dibedakan dengan pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan

terlihat pada neonatus, yang mengindikasikan pneumotoraks bilateral, karena garis ini biasanya

tidak terlihat pada pasien. Pada bayi neonatus pneumotoraks dapat dievaluasi dengan foto

anteroposterior atau lateral pada saat yang sama.7

Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk atau terlentang,

udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial sepanjang medistinum, pada suatu

posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara

mungkin dapat diamati dalam celah interlobus, terutama sekali di dalam celah kecil sisi kanan

pneumotoraks. Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang

pada pasien pneumotoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen yang relatif pada kedalaman sulcus

costophrenicus samping yang menandakan udara dalam area ini.7

Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena itu, CT dapat

digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran pneumothoraks adalah hal

yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada CT sesuai

potongan aksis.7

Secara ringkas, hasil dianogsa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat dalam

pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien dalam posisi terlentang,

proyeksi samping mungkin bisa untuk ,mengkonfirmasikan kehadiran pneumothoraks manakala

proyeksi dari depan samar-samar. Ketika pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali

berharga; dan ada kalanya, ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto

lateral diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak ditemukan pada

hilus atau dibawah pada pasien pneumothoraks yang besar atau luas.7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus dibedakan menjadi

pleura visceral yang melapisi paru dan pleura parietal yang melapisi dinding dalam hemithoraks. Diantara

kedua pleura tadi terbentuk suatu ruangan yang dikenal sebagai rongga cairan pleura yang juga disebut

ruang potensial. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan pleura sekitar 8 – 10 cc. penyakit-

penyakit yang berhubungan dengan rongga pleura seperti efusi pleura dan pneumothoraks. Bila terdapat

udara dan cairan bersamaan di dalam rongga pleura disebut hidropneumothoraks.1, 2

Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga

pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa

merupakan komplikasi dari TB paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari

jaringan nekrotik pengkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan

udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi,

semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura akan meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang

terkumpul dalam rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.

Hidropneumothoraks sering dikaitkan dengan piopneumothoraks yaitu keadaan di mana terdapat nanah

(empeima) di dalam rongga pleura. Nanah terbentuk dari proses inflamasi akibat terjadinya peradangan

atau infeksi pada pleura. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup maupun yang mati dan

peningkatan kadar protein di dalam cairan pleura, maka cairan pleura akan menjadi keruh dan kental.

Secara general, pengenalan radiologis dan diagnosis pneumothoraks, efusi pleura dan

hidropneumothoraks sangat diperlukan karena hal ini menentukan terapi dan tatalaksana awal terbaik

yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya terapi yang tidak sesuai dan komplikasi yang tidak

diharapkan.

B. DEFINISI

Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga

pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.1

C. INSIDEN DAN PREVALENSI

Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothoraks belum dilakukan secara

menyeluruh karena episodenya sulit diketahui, namun insidens pneumothoraks berkisar antara

2,4 – 17,8 per 100.000 penduduk setahun. Menurut Barrie, insidens kejadian menurut seks ratio

laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks

ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasa bersifat serosa, serosanguinesa

atau kemerahan (berdarah). Hidrothoraks dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya

pneumothoraks pada kasus-kasus trauma (tension hydropneumothorax), perdarahan intrapleura

atau perforasi esophagus (akibat cairan lambung yang masuk ke dalam rongga pleura).3 Ada

penelitian yang menjelaskan bahwa pneumothoraks lebih sering terjadi pada hemithoraks kanan

dibandingkan dengan hemithoraks kiri. Insiden empiema di bagian paru RSUD Dr.Soetomo

Surabaya, pada tahun 1987 dirawat 3,4% dari 2.192 penderita rawat inap dengan perbandingan

ratio pria:wanita = 3:4.5

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Pleura adalah suatu mebran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding thoraks. Pleura

merupakan lapisan pembungkus untuk pulmo. Dimana antara pleura yg membungkus pulmo

dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi

atas 2 bagian :

Pleura Visceralis/ Pulmonis : bagian pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo.

Pleura Parietalis : bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.

Kedua lapisan pleura ini berhubungan pada hilus pulmonis sebagai ligamentum pulmonale

(pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut

dengan cavum pleura dimana di dalam cavum ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi

untuk menjaga kondisi mekanis paru agar tidak terjadi gesekan antar pleura saat pernapasan.

Arah aliran dari cairan pleura tersebut ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik

di kapiler sistemik.

Pada saat inspirasi, tekanan di dalam paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan paru

dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru dakibatkan oleh

pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat dua faktor yaitu 1) faktor

torakal dan 2) faktor abdominal. Faktor torakal yang merupakan gerakan otot-otot pernafasan

dinding dada akan memperbesar rongga dada kearah transversal dan anterosuperior, sementara

faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada.

Akibatnya membesar rongga dada dan terciptanya tekanan negatif pada kavum pleura, udara

akan terisap dalam paru-paru sehingga mengembang dan volumenya bertambah sekaligus

menyebabkan tekanan intrapulmoner menurun.

Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari tekanan

atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga dada

kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan

mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang

kaya dengan CO2 akan keluar dari paru-paru ke atmosfer.

Gambar 1: anatomi paru kanan dan paru kiri

E. PATHOGENESIS

Right lung

Left lung

Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negatif

dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding dada sehingga

udara dari luar akan terhisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat

ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi

daripada tekanan udara alveoli atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui

bronkus.1, 2

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan

akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau mengejan. Peningkatan

tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan.

Apabila di bagian perifer bronki atau alveoli ada bagian yang lemah, maka kemungkinan

terjadinya robekan bronki atau alveoli akan sangat mudah.1, 2

Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu jika ada

kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang

robek tersebut berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveolus dan septa-septa alveolus yang

pecah kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses

non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering

dari pneumothoraks.1, 2

Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola” yang bocor

yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum. Sirkulasi paru dapat

menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran tertutup dan paru tidak mengadakan

ekspansi kembali dalam beberap minggu , jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah

ekspansi kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga

pleura dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.1, 2

Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru dan

pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik perkejuan sehingga

tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan udara dapat masuk dalam paru

pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan

udara dalam rongga pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul

dalam rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.1, 2

Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada

kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang

terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :

a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan

memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks.

Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat

inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara

semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan

menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.

b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura

dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka

udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang

seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar

masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat

ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui

lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks.1, 2

F. GEJALA KLINIS

Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat tergantung pada

besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien

menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto

dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumotoraks terluput dari pengamatan. 1

Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta

diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah

ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala

masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat. 1

Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap bila terjadi

perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa

sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-

pneumotoraks). 1

Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumotoraksnya

sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara

nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit. 1

Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan mediastinum dapat

terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada

sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung

menurun.1

Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan

bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan berkembang menjadi

hidropneumotoraks. Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas,

diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada. 1

Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan sesak nafas dan takikardi yang dapat disertai

dengan atau tanpa sianosis pada hidropneumotorak ventil atau ada penyakit dasar paru

(hidropneumothoraks sekunder).

Inspeksi: mungkin terlihat sesak napas, pergerakan dada yang berkurang, batuk-batuk,

sianosis serta iktus kordis yang tergeser kearah yang sehat.

Palpasi: dapat dijumpai ruang antar iga dapat normal atau melebar (retraction of intercostal

space, trakea tergeser kearah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau terdorong ke sisi

toraks yang sehat, vocal fremitus melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.

Perkusi: Suara ketok pada sisi sakit, dapat ditemukan hipersonor sampai timpani dan tidak

menggetar. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat apabila tekanan intrapleura

tinggi.

Auskultasi: Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang, Suara vokal

melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif. 1

Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan roentgen foto thoraks. Pada roentgen

foto thoraks PA akan terlihat adanya garis penguncupan paru yang halus seperti rambut

sekiranya disertai dengan atelektasis.

Gambar 2: penguncupan paru seperti halus rambut

Apabila pneumothoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak garis

datar yang merupakan batas udara dan cairan. Sebaiknya foto roentgen thoraks dibuat dalam

keadaan ekspirasi maksimal.7

Gambar: tension hidropneumothoraks

G. DIAGNOSIS BANDING

1. PIOPNEUMOTHORAX

Sebuah pleura - toraks empiema (atau biasa disebut hanya sebagai empiema) mengacu pada

pleura purulen yang terinfeksi dan sering menyebabkan efusi pleura dan koleksi pleura unilateral

yang besar . Ini adalah kondisi yang berpotensi mengancam nyawa dan membutuhkan diagnosis

tepat yang cepat dan pengobatan.

EPIDEMIOLOGI

Empiema biasanya komplikasi kelainan lain yang mendasarinya dan dengan demikian

demografi akan mengikuti orang-orang dari utama penyebab misalnya pneumonia, abses sub –

diafragma, esofagus perforasi dll . Pasien dengan HIV / AIDS lebih mungkin untuk memiliki

pneumonia dan pada gilirannya lebih mungkin untuk mengembangkan empiema yang dapat

terjadi pada lebih dari 5 % kasus pneumonia. 5

GEJALA KLINIS

Tanda-tanda klinis dan gejala dalam isolasi tidak spesifik dan infeksi paru meniru

kompartemen apapun, dengan demam dan peningkatan jumlah sel darah putih yang umum.

Dalam pengaturan koleksi pleura, konsolidasi dan gejala infeksi, pencitraan saja tidak dapat

menyingkirkan infeksi , dan thoracocentesis dengan penilaian mikrobiologi diperlukan .

Kehadiran locules gas dalam koleksi atau menebal meningkatkan margin pleura yang sangat

indikasi infeksi (lihat di bawah) . Selain itu diagnosis dugaan dapat dibuat jika pH cairan < kadar

glukosa 7.0 atau cairan memiliki < 40mg/dl.4

Mikrobiologi : Organisme menyinggung sedikit beragam sesuai dengan usia di mana empiema

berkembang dan mendasari kelainan / situs utama infeksi . Untuk empiema parapneumonik

organisme yang paling sering adalah : 9, 10

masa kanak-kanak

pneumococcus

penicillin-resistant staphylococcus

bakteri gram negative

bakteri anaerob : biasanya polymicrobial

GAMBARAN RADIOLOGI

Dalam pengaturan trauma atau pembedahan toraks staphylococcus aureus biasanya terlibat 10

fitur radiografi yang bisa menyerupai efusi pleura dan dapat meniru abses paru perifer, meskipun

sejumlah fitur yang biasanya memungkinkan perbedaan antara keduanya.3 Cairan pleura

empiema biasanya unilateral atau nyata asimetris. Umumnya empiema membentuk sudut tumpul

dengan dinding dada dan karena bentuknya lenticular mereka jauh lebih besar dalam satu

proyeksi (misalnya frontal) dibandingkan dengan proyeksi ortogonal (misalnya lateral). Bentuk

lenticular (biconvex) juga sugestif dari diagnosis sebagai transudatif atau cairan steril efusi

pleura cenderung cresentic dalam bentuk (yaitu cekung terhadap paru-paru).

PENGOBATAN DAN PROGNOSIS

Evakuasi dari cairan yang terinfeksi bersama dengan antibiotik yang tepat adalah andalan

pengobatan , dan tidak hanya akan meningkatkan kelangsungan hidup tetapi juga mudah-

mudahan mencegah pembentukan fibrothorax.

Evakuasi dapat dilakukan dengan penempatan tabung dada (chest tube) perkutan dan

seiring dengan pemberian agen fibrinolitik (misalnya streptokinase atau urokinase) ke dalam

rongga pleura untuk memecah septasi dari cairan pleura terinfeksi yang bergumpal. Tindakan

operasi antara dekortikasi terbuka atau Clagett torakotomi dapat dilakukan. 5

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary

survey-secondary survey). Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksanaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif

(berturutan).

Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah:

portable x-ray, portable blood examination, portable bronkoscope, Tidak dibenarkan melakukan

pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk

menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan

WATER-SEALED DRAINAGE (WSD) : merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk

mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks dan mediastinum

menggunakan pipa penghubung.

I. KOMPLIKASI

Kolaps paru (atelectasis)

Efusi pleura bilateral

Infeksi sekunder : pneumonia, TB paru, bronkiektasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta.

2. Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, EGC

3. Sjahriar rasad, 2009, Radiologi diagnostik, jakarta, Balai penerbit FKUI

4. Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta.

5. Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG Asian.

6. Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul and Juhl,

Clippincott-Raven, Philadelphia.

7. David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill Livingstone,

Edinburgh, london, Melbourne and New York.

8. Djojodibroto Darmanto. Respirologi ( Respiratory Medicine). Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Hal 231-4

9. Madappa Tarun. Atelectasis. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/296468-overview. Last update : August 25,2009.

Accesed on December 25,2011.

10. Soemantri S, Bronkhitis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2,

Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990; Hal 754-61.

11. Ganong W.F, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, 1998, Hal 673.

12. Yunus F, Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi, Cermin Dunia Kedokteran, No. 114,

Jakarta, 1997, Hal 28-31.

13. Mangunnegoro H, PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, 2001 Hal 1-24.

14. Boat. T.F, Emfisema and Full Air Fluid, In : Behrman R.E, et.al. (ed), 1993, Nelson Textbook of

pediatrics, fourteenth edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia , page 1013-16

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2014

UNIVERSITAS HASANUDDIN

HIDROPNEUMOTHORAKS

Oleh :

Risman B.S C111 10 267

Dwi Putri Mentari C111 09 133

Nadhirah M.Noh C111 10 847

Nur Ulul Amran C111 09 329

Muna Munirah Zamry C111 10 842

Pembimbing Residen :

dr. Jessie Widyasari

Dosen Pembimbing :

dr. Luthfy Attamimi , Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

1. Risman B.S C111 10 267

2. Dwi Putri Mentari C111 09 133

3. Nadhirah M.Noh C111 10 847

4. Nur Ulul Amran C111 09 329

5. Muna Munirah Zamry C111 10 842

Judul Laporan Kasus : Hidropneumothoraks

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 19 Maret 2014

Dosen Pembimbing Pembimbing Residen

dr. Luthfy Attamimi , Sp.Rad dr. Jessie Widyasari

Mengetahui

Kepala Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)