Hi Per Bilirubin

27
Hiperbilirubin-KTI Bidan Norma Trionika (D3 STIKes Medika Cikarang-Bekasi) created by : Sayf182 ([email protected]) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo, 2005). Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup (Depkes, 2007). Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan. Angka kejadian hiperbilirubin pada bayi sangat bervariasi. Di RSCM tahun 2007, persentase hiperbilirubin pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,95%. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulcosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik. (Sarwono, 2005).

description

bilirubin

Transcript of Hi Per Bilirubin

Hiperbilirubin-KTI BidanNorma Trionika (D3 STIKes Medika Cikarang-Bekasi)created by : Sayf182 ([email protected])

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang.Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo, 2005).Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup (Depkes, 2007).Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010, maka salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan. Angka kejadian hiperbilirubin pada bayi sangat bervariasi. Di RSCM tahun 2007, persentase hiperbilirubin pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,95%.Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulcosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik. (Sarwono, 2005).Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan ada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu setiap bayi dengan ikterus harus dapat perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis (hiperbilirubinemia).Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai adalah unntuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia. Sampai saat ini cara-cara itu dapat dibagi dalam 3 jenis usaha, yaitu:1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran hiperbilirubin.2. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus, misalnya dengan terapi sinar ( Phototerapy).3. Mengeluarkan biilirubin dari peredaran darah, yaitu dengan transfuse tukar darah.Setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan bekembang menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu penngamatan klinik ini dan dapat menuntun kita untuk melakukan pemeriksaan yang tepat.Berdasarkan data tersebut penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian sederhana mengenai Karakteristik pada neonatus dengan hiperbirubin di RSU Cibitung, Bekasi Periode Januari-Juli 2009.B. Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu Bagaimana karakteristik pada Neonatus dengan hiperbilirubin di RSU Cibitung, Bekasi Periode Januari-Juli 2009?.C. Tujuan penelitan1. Tujuan umumMengetahui karakteristik pada neonatus dengan hiperbilirubin di RSU Cibitung, Bekasi Periode Januari-Juli 2009.2. Tujuan khususa. Mengetahui hiperbilirubin pada neonatus denga karakteristik usia gestasi.b. Mengetahui hiperbilirubin pada neonatus denga karakteristik berat badan lahir.c. Mengetahui hiperbilirubin pada neonatus denga karakteristik jenis persalinan.d. Mengetahui hiperbilirubin pada neonatus denga karakteristik jenis kelamin.

D. Manfaat penelitian1. Manfaat teoritisMenambah kajian pustaka tentang hiperbilirudin pada neonatus.2. Manfaat praktisa. Bagi RSU Cibitung, BekasiHasil peelitian dapat digunakan untuk meningkatkan upaya pencegahan hiperbi.lirubin pada neonatus khususnya di RSU Cibitung, sehingga angka kejadian hiperbilirubin dapat menurunb. Bagi institusi pendidikanSebagai masukan dalam meningkatkan informasi ilmu kebidanan dan sebagai bahan pembanding bagi perkembangan ilmu kebidanan di masa yang akan dating.c. Bagi penulisSelain menambah wawasan juga sebagai masukan tentang penatalaksanaan manajemen kebidanan pada neonatus dengan hiperbilirubin yang bermutu sesuai dengan standar.E. Ruang lingkup penelitian1. Ruang lingkup ilmuwanRuang lingkup ilmuwan yang digunakan yaitu ilmu kesehatan maternal dan neonatal.2. Ruang lingkup masalahRuang lingkup masalah yang akan dipaparkan yaitu karakteristik hiperbilirubin pada neonatus di RSU Cibitung, Bekasi Periode Januari-Juli 2009.3. Ruang lingkup metodeMetode yang penulis gunakan adalah metode deskriftif dengan mengolah data sekunder dengan melihat status pasien di medical record.4. Ruang lingkup populasi dan samplePopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir di RSU Cibitung, Bekasi Periode Januari-Juli 2009, sedangkan sample yang digunakan adalah sebagian bayi baru lahir yang mengalami hiperbilirubin di RSU Cibitung, Bekasi Periode Januari-Juli 2009.5. Ruang lingkup tempat dan waktuTempat : RSU Cibitung, BekasiWaktu : Tanggal 20-22 Juli 200

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiIkterus ( Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi dalam darah, sehingga kulit ( terutama) dan atau bayi ( neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dL, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5 mg/dL (www.yanmedik-depkes.net).Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia dibagi dua, Yaitu : hiperbilirubinemia fisiologis dan hiperbilirubinemia patologis. Hiperbilirubinemia fisiologis apabila kadar bilirubin tidak >10 mg/dL pada bayi kurang bulan dan 12 mg/dL pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadar >10 mg/dL (www.yanmedik-depkes.net).Sedangkan kern ikterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjungsi dalam sel-sel otak. Kern ikterus adalah perlekatan bilirubin di otak terutama pada korpus stratum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokorpus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus IV (www.medlinux.blogspot.com).B. Klasifikasi Ikterus1. Ikterus FisiologisIkterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut :a. Timbul pada hari kedua- ketiga.b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dL pada kurang bulan.c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg/dL per hari.d. Kadar bilirubin direk ( larut dalam air) kurang dari 1 mg/dL.e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

2. Ikterus Patologis/ HiperbilirubinemiaIkterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu:- Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.- Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dL pada neonatus kurang bulan.- Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5 mg/dL per hari.- Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.- Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.- Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg/dL.3. Kern IkterusAdalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada pada korpus stratum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokorpus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus IV.

C. Metabolisme BilirubinMetabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut:1. ProduksiBilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin disertai beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reproduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekspresikan dan mudah melalui membrane biologic seperti plasma dan sawar darah otak.2. TransportasiBilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga masuk kedalam sel hati. Segera setrelah ada dalam sel hati terjadi persenyawaan dalam ligandin ( protein-Y), protein-Z dan glutation hati lain yang membawa ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya konjugasi.3. KonjugasiDi dalam hepar bilirudin mengalami proses konjugasi. Proses ini timbul karena adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirudin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.

4. EkskresiSebagian besar bilirudin yang terkonjungsi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses enterohepatik. Pada janin sebagian bilirubin yang diserap kembali diekskresi melalui plasenta. Pada BBL ekskresi melalui plasenta terputus, karena itu bila fungsi hepar belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis, atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, maka keadaan bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun, sehingga terjadi akumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa di kemudian hari. Karena itu bayi penderita ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada konsentrasi tertentu (hiperbilirubinemia), pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya sehingga pengobatan pun dapat dilaksanakan secara dini. Kadar bilirubin yang menimbulkan efek patologik ini disebut hiperbilirubinemia.Hemolisis

Gambar 2.1 Metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.D. EtiologiHiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:1. Peningkatan produksi :a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.b. Pendarahan tertutup, misalnya pada trauma kelahiran.c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdepat pada bayi hipoksia atau asidosis.d. Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase).e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).f. Kurangnya enzim glukoronil transeferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat, misalnya pada berat badan lahir rendah.g. Kelainan congenital (Rotor Syndrome) dan dubin hiperbilirubinemia.2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya pada hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikro organisme atau toksin yang langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmosis, siphilis.4. Gangguan ekspresi yang terjadi intra atau ekstra hapatik.5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

E. PatofisiologiPeningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi, misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Saat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia.F. Tanda dan Gejala1. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.2. Letargik ( lemas).3. Kejang.4. Tidak mau menghisap.5. Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental.6. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.7. Perut buncit.8. Pembesaran pada hati.9. Feses berwarna seperti dempul.10. Tampak ikterus, sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa. Kuning pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic/ infeksi.11. Muntah, anoreksia, warna urin gelap.

G. KomplikasiTerjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pda kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.

H. Penegakan DiagnosisMetode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostic dan tata laksana lebih lanjut.WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkuntan.- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.2. Bilirubin serumPemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini meupakan tindakan invasive yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sample serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total >20 mg/dL atau usia bayi >2 minggu.3. Bilirubinometer TranskutanBilirubinometer adalah instrument spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirumenia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14,4 mg/dL (249 umol/l). dari penelitian ini didapat bahwa pemeriksaan Tcb dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0,76, p2 minggu pada bayi cukup bulan dan >3 minggu pada bayi kurang bulan

Bayi tampak sehat

Bila ada fasilitas: hasil tes Coombs positif

Faktor pendukung: urin gelap, feses pucat, peningkatan bilirubin direks Ikterus akibat obat

Ensefalopati

Ikterus berkepanjangan ( prolonged ikterus)

Ikterus pada bayi premature(Depkes, 2007)

J. Penatalaksanaan1. Ikterus fisiologisa. Beri ASI sesering mungkin selama bayi menginginkan.b. Jaga agar bayi tetap hangat dengan menerapkan metode kanguru, kepala bayi ditutup dengan topi. Ganti pakaian/selimut bayi setiap kali basah dengan yang kering, bersih dan hangat.c. Baringkan bayi dalam ruangan dekat jendela dengan penyinaran cukup (sinar matahari pagi) selama 30 menit. Untuk 3-4 hari.d. Anjuran segera ke puskesmas/bidan di desa bila ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:- Bayi bertambah parah.- Kotoran bayi warna dempul.e. Anjurkan ibu control setelah 2 hari.2. Tata laksana hiperbilirubinemiaa. HemolitikPaling sering disebabkan oleh inkompatibilitas factor rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya. Bila nilai bilirubin serum memenuhi criteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan terapi sinar. Bila rujukan untuk dilakukan transfuse tukar memungkinkan: Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfuse tukar, kadar hemoglobin