Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

download Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

of 34

description

hepatotoksisitas imbas obat

Transcript of Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page1

    Pendahuluan

    Definisi Tuberkulosis

    Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu

    penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini

    adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya

    menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ

    lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks

    Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi

    tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah

    kasus. (PDPI, 2006)

    Epidemiologi Tuberkulosis

    Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih

    menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan

    tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat

    8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002 dan 3,9 juta adalah kasus BTA positif.

    Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHOjumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia.

    Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk setelah China dan India di dunia untuk jumlah

    penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya

    meninggal. Perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.

    Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB

    menempati rangking nomer 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi

    nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. (Amin dan Asril, 2006)

    Etiologi Tuberkulosis

    Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis.

    Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo

    Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosismeliputi M. tuberculosis,M. bovis,M.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakithttp://id.wikipedia.org/wiki/Infeksihttp://id.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_tuberculosishttp://id.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_tuberculosishttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Organhttp://id.wikipedia.org/wiki/Organhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_tuberculosishttp://id.wikipedia.org/wiki/Infeksihttp://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit
  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page2

    africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis

    merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. (Mansjoer, 2001)

    M.tuberculosisberbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3, tidak membentuk

    spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya,

    misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan

    gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka

    mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang

    juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesiesNocardia,Rhodococcus,Legionella micdadei, dan

    protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan

    dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas

    dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekullain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen,

    menjadikanM. tuberculosisdapat bertahan hidup di dalam makrofaga. (PDPI, 2006)

    Patogenesis Tuberkulosis

    TB paru terdiri dari primer dan post primer, TB paru primer adalah infeksi yang

    menyerang pada orang yang belum mempunyai kekebalan spesifik, sehingga tubuh melawan

    dengan cara tidak spesifik. Pada fase ini kuman merangsang tubuh membentuk sensitized cell

    yang khas sehingga uji PPD (Purified Protein Derivative) akan positif. Di paru terdapat fokus

    primer dan pembesaran kelenjar getah bening hilus atau regional yang disebut komplek primer.

    Pada infeksi primer ini biasanya masih sulit ditemukan kuman dalam dahak. (Silbernagl dan

    Lang, 2007)

    Kuman tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan paru

    sehinggaakan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.

    Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarangreaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

    (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembearan kelenjar getah bening

    (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional akan mengalami

    salah satu nasib berikut:

    1. Sembuh dengan tidak meniggalkan cacat sama sekali (resuscitation ad integrum)

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page3

    2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Gohn, garis fibrotic,sarang perkapuran di hilus)

    3. Menyebar dengan cara:a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah

    epituberklosis.

    b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke parusebelahnya atau tertelan

    c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengandaya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat

    sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,

    penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberculosis

    milier, meningitis TB, dll. (PDPI, 2006)

    TB paru post primer adalah TB paru yang menyerang orang yang telah mendapatkan

    infeksi primer dan dalam tubuh orang tersebut sudah ada reaksi hipersensitif yang khas. Infeksi

    ini berasal dari reinfeksi dari luar atau reaktivasi dari infeksi se-belumnya. Proses awal berupa

    satu atau lebih pnemonia lobuler yang disebut fokus dari Assman. Fokus ini dapat sembuh

    sendiri atau menjadi progresif (meluas), melunak, pengejuan, timbul kavitas yang menahun dan

    mengadakan penyebaran ke beberapa tempat. (Depkes, 2005)

    Gejala penting TB paru post primer adalah :1) Batuk lebih dari 4 minggu, gejala ini paling dini dan paling sering dijumpai, biasanya

    ringan dan makin lama makin berat.

    2) Batuk darah atau bercak saja.

    3) Nyeri dada yang berkaitan dengan proses pleuritis di apikal.

    4) Sesak nafas yang berkaitan dengan retraksi, obstruksi, thrombosis, atau rusaknya

    Parenkim paru yang luas

    5) Wheezing yang berkaitan dengan penyempitan lumen endo-bronkhial.

    6) Gejala umum yang tidak khas yaitu lemah badan, demam, anoreksia, berat badan turun

    Klasifikasi Tuberkulosis

    Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

    1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page4

    TB paru dibagi atas:

    a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

    - Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

    - Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan

    radiologik menunjukkangambaran tuberkulosis aktif

    - Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

    b. Tuberkulosis paru BTA (-)

    - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan

    kelainan radiologik

    menunjukkan tuberkulosis aktif

    - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

    tuberculosispositif

    2. Berdasarkan tipe pasienTipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe

    pasien yaitu :

    a. Kasus baru

    Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah

    pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

    b. Kasus kambuh (relaps)

    Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

    dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

    dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif /

    perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

    - Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu

    antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

    - Infeksi jamur

    - TB paru kambuh

    Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

    c. Kasus defaultedatau drop out

    Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

    masa pengobatannya selesai.d. Kasus gagal

    -Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

    akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

    - Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA

    positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan

    e. Kasus kronik / persisten

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page5

    Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan

    ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik. (PDPI, 2006)

    Diagnosa Tuberkulosis

    Untuk menegakkan diagnosis TB paru, perlu diketahui tentang : gambaran klinik,

    pemeriksaan jasmani, gambatan foto toraks, pemeriksaan basil tahan asam, pemeriksaan uji

    tuberkulin dan pemeriksaan laboratorium penunjang.

    Gambaran klinik

    Gambaran klinik TB paru dapat dibagi atas : gejala sistemik (umum) dan gejala respiratorik

    (paru).1) Gejala sistemik (umum), berupa :

    a) Demam

    Salah satu keluhan pertama penderita TB paru adalah demam seperti gejala influenza.

    Biasanya demam dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat malam, kadang-kadang

    suhu badan dapat mencapai 40 41 C. Serangan seperti influenza ini bersifat hilang timbul,

    dimana ada masa pulih diikuti dengan se rangan berikutnya setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan

    (dikatakan sebagai multiplikasi 3 bulan). Rasmin mengatakannya sebagai serangan influenza

    yang melompat-lompat dengan masa tidak sakit semakin pendek dan masa serangan semakin

    panjang.

    b) Gejala yang tidak spesifik

    TB paru adalah peradangan yang bersifat kronik, dapat ditemukan rasa tidak enak badan

    (malaise), nafsu makan berkurang yang menyebabkan penurunan berat badan, sakit kepala dan

    badan pegal-pegal. Pada wanita kadang-kadang dapat dijumpai gangguan siklus haid.

    2) Gejala respiratorik (paru)

    a) Batuk

    Pada awal teljadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru; batuk baru

    akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus,

    bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi produktif karena

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page6

    diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat

    mukoid atau purulen.

    b)Batuk darah

    Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah; berat atau ringannya batuk darah tergantung

    dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah ini tidak selalu terjadi pada setiap

    TB paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda perluasan proses TB paru. Batuk darah tidak

    selalu ada sangkut pautnya dengan terdapatnya kavitas pada paru.

    c)Sesak napas

    Sesak napas akan terjadi akibat luasnya kerusakan jaringan paru, didapatkan pada

    penyakit paru yang sudah lanjut. Sedangkan pada penyakit yang baru tidak akan dijumpai gejala

    ini.

    d)Nyeri dada

    Biasanya terjadi bila sistem saraf terkena, dapat bersifat lokal atau pleuritik.

    Pemeriksaan jasmani

    Secara umum pemeriksaan jasmani paru menggambarkan keadaan struktural jaringan

    paru, pemeriksaan ini tidak memberikan keterangan apa penyebab penyakit paru tersebut.

    Namun demikian mungkin ada beberapa hal yang dapat dipakai sebagai pegangan pada TB paru

    yaitu lokasi dan kelainan struktural yang terjadi. Pada penyakit yang lanjut mungkin dapatdijumpai berbagai kombinasi kelainan seperti konsolidasi, fibrosis, kolaps atau efusi.

    Gambaran foto toraks

    Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan pada paru ialah foto toraks PA

    dan lateral, sedangkan foto top lordotik, oblik, tomogram dan floroskopi dikerjakan atas indikasi.

    Crofton mengemukakan beberapa karakteristik radiologik pada TB paru :

    - Bayangan lesi terutama pada lapangan atas paru- Bayangan berawan atau berbercak- Terdapat kavitas tunggal atau banyak- Terdapat kalsifikasi- Lesi bilateral terutama bila terdapt pada lapangan alas paru- Bayangan abnormal menetap pada foto toraks ulang setelah beberapa minggu.

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page7

    Letak lesi pada orang dewasa biasanya pada segmen apikal dan posterior lobus atas,

    segmen posterior lobus bawah, meskipun dapat juga mengenai semua segmen.

    Gambaran radiologik TB paru tidak memperlihatkan hanya satu bentuk sarang saja, akan

    tetapi dapat terlihat berbagai bentuk sarang secara bersamaan sekaligus yang merupakan bentuk

    khas TB paru. Adapun bentuk sarang yang dijumpai pada kelainan radiologik adalah : sarang

    dini/sarang minimal, kavitas non sklerotik, kavitas sklerotik, keadaan penyebaran penyakit yang

    sudah lanjut. Kelainan radiologik foto toraks hendaklah dinilai secara teliti, karena TB paru

    dapat memberikan semua bentuk abnormal pada pemeriksaan radiologik dan dikenal dengan

    istilah "great imitator". (PDPI, 2006)

    Pemeriksaan basil tahan asam

    Penemuan basil tahan asam (BTA) dalam sputum, mempunyai arti yang sangat penting

    dalam menegakkan diagnosis TB paru, namun kadang-kadang tidak mudah untuk menemukan

    BTA tersebut. BTA barn dapat ditemukan dalam sputum, bila bronkus sudah terlibat, sehingga

    sekret yang dikeluarkan melalui bronkus akan mengandung BTAPemeriksaan mikroskopik

    langsung dengan BTA (--), bukan berarti tidak ditemukan Mycobacterium tuberculosis sebagai

    penyebab, dalam hal penting sekali peranan hasil biakan kuman. Faktor-faktor yang dapat

    menyebabkan basil bakteriologik negatip adalah :

    -

    belum terlibatnya bronkus dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit,- terlalu sedikitnya kuman di dalam sputum akibat dari cara pengambilan bahan yang tidak

    adekuat,

    - cara pemeriksaan bahan yang tidak adekuat,- pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin.

    Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA dalam

    sputum, maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan. Sedangkan justru pada

    TB paru yang baru dengan sputum BTA (--) dan belum menular pada orang lain, paling mudah

    diobati dan disembuhkan sempurna. (PDPI, 2006)

    Pemeriksaan uji tuberkulin

    Pemeriksaan uji tuberkulin merupakan prosedur diagnostik paling penting pada TB paru

    anak, kadang-kadang merupakan satu-satunya bukti adanya infeksiMycobacterium tuberculosis.

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page8

    Sedangkan pada orang dewasa, terutama di daerah dengan prevalensi TB paru masih tinggi

    seperti Indonesia sensitivitasnya rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Handoko dkk terhadap

    penderita TB paru dewasa yang menyimpulkan bahwa reaksi uji tuberkulin tidak mempunyai arti

    diagnostik, hanya sebagai alat bantu diagnostik saja, sehingga uji tuberkulin ini jarang dipakai

    untuk diagnosis kecuali pada keadaan tertentu, di mana sukar untuk menegakkan diagnosis.

    (PDPI, 2006)

    Pemeriksaan laboratorium penunjang

    Pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat menunjang untuk mendiagnosis TB paru dan

    kadang-kadang juga dapat untuk

    mengikuti perjalanan penyakit yaitu :

    - laju endap darah (LED)

    - jumlah leukosit

    - hitung jenis leukosit.

    Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, leukosit agak meninggi dengan geseran ke kiri dan

    limfosit di bawah nilai normal, laju endap darah meningkat. Dalam keadaan regresi/menyembuh,

    leukosit kembali normal dengan limfosit nilainya lebih tinggi dari nilai normal, laju endap darah

    akan menurun kembali. (PDPI, 2006)

    Pengobatan Tuberkulosis

    Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu, fase intensif (2-3 bulan) dan fase

    lanjutan 4-7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

    Obat Anti Tuberkulosis

    Obat yang dipakai :

    1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan:- INH- Rifampicin- Pirazinamid- Streptomisin- Etambutol

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page9

    2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)- Kanamisin- Amikasin- Kuinolon- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin dan asam klavulanat- Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain: Kapreomisin,

    Sikloserin, PAS, Derivat INH dan Rifampisin, Thioamides (ethioamide dan

    prothioamide)

    Kemasan

    - Obat Tunggal, disajikan secara terpisah, yakni INH, Rifampisin, Pirazinamid danEtambutol

    - Obat Kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC). Kombinasi dosis tetapini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

    Dosis Obat

    Obat Dosis

    (mg/kgBB/hari)

    Dosis yang Dianjurkan

    (mg/kgBB/hari)

    Dosis

    Max

    Dosis (mg) / Berat Badan (kg)

    Harian Intermitten 60

    R 8-12 10 10 600 300 450 600

    H 4-6 5 10 300 150 300 450Z 20-30 25 35 750 1000 1500

    E 15-20 15 30 750 1000 1500

    S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

    Tabel 1. Dosis Obat Tuberkulosis (PPDI, 2006)

    Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang paling penting

    untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (Multidrug resistance tuberculosis).

    Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemic TB merupakan priority utam WHO.

    International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan

    untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB

    primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberculosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO.

    Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

    1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page10

    2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatanyang tidak disengaja

    3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar danstandar

    4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan

    penggunaan monoterapi

    Penetuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah

    ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis

    terapi dan non toksik. (PDPI, 2006)

    Paduan Obat Anti Tuberkulosis

    Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:

    1. TB Paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto thoraks lesi luas. Paduan obat yangdianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3

    Paduan ini dianjurkan untuk:

    a. TB Paru BTA (+), kasus barub.

    TB Paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas

    2. TB Paru (kasus baru), BTA negative, pada foto thoraks lesi minimal. Paduan obat yangdianjurkan: 2RHZE/4RH atau 6RHE atau 2RHZE/4R3H3

    3. TB Paru kasus kambuhSebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan dengan

    hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE

    selama 5 bulan

    4. TB Paru kasus gagal pengobatanSebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6

    bulan Kanamisin, Ofloksasin, Etionamid, Sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan Ofloksasin,

    Etionamid, Sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat

    diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi dapat

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page11

    diberikan obat RHE selama 5 bulan. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk

    mendapatkan hasil yang optimal.

    5. TB Paru kasus putus obatPasien TB Paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan

    criteria sebagai berikut:

    a. Berobat > 4 bulan- BTA saat ini negative

    Klinis dan radilogi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan.

    Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan

    diagnosis TB denganmempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila

    terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat

    dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

    - BTA saat ini positifPengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kaut dan jangka waktu

    pengobatan yang lama.

    b. Berobat < 4 bulan- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kaut

    dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

    -

    Bila TB negative, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan.6. TB Paru kasus kronik

    - Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikanRHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi

    (minmal terdapat 4 macam OAT yang massif sensitive) ditambah dengan obat lini 2

    seperti kuinolon, betalaktam, makrolid, dll. Pengobatan minimal 18 bulan. Jika tidak

    mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan pembedahan untuk

    meningkatkan kemungkinan penyembuhan. Kasus TB kronik perlu dirujuk ke dokter

    spesialis paru. (PDPI, 2006)

    -Efek Samping Obat

    Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

    sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page12

    terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi

    dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi simptomatis maka pengobatan

    OAT dapat dilanjutkan.

    1. IsoniazidEfek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan,

    rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian

    piridoksin dengan dosis 100 mg/hari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan

    tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi

    piridoksin (syndrome pellagra). Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat

    yang terjadi pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

    hentkan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.

    2. RifampisinEfek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis

    ialah:

    - Sindrom Flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang- Sindrom dispepsi, berupa sakit perut, mual, anorexia, muntah-muntah kadang diare.- Gatal-gatal dan kemerahanEfek samping yang berat namun jarang terjadi:

    -

    Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut, OAT harus distop dulu danpenatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.

    - Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu darigejala ini terjadi, Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi

    walaupun gejalanya telah menghilang.

    - Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak nafas.Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.

    Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya. Hal ini

    harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

    3. PirazinamidEfek samping utama adalah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

    pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang

    dapat menyebabkan arthritis gout. Hal ini kemingkinan disebabkan berkurangnya

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page13

    ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,

    kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

    4. EtambutolEtambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,

    buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut

    tergantung dengan dosis yang diapakai, jarang sekali terjadi pada dosis 15-25

    mg/kgBB/hari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan

    akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya

    etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler untuk dideteksi.

    5. Streptomisin.Efek samping utama adalah kelainan syaraf VIII (Nervus Vestibulocochlearis) yang

    berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan

    meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko

    tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek

    samping yang terlihat adalah telinga berdenging (tinnitus), pusing dan kehilangan

    keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya

    dikurangi 0,25 gram. Jika pengobatan diteruskan makan kerusakan alat keseimbangan

    makin parah dan menetap.

    Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakitkepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang

    terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera

    setalah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gram.

    Streptomisisn dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada

    perempuan hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin. (PDPI, 2006)

    Pengobatan Tuberkulosis pada Keadaan Khusus

    Gejala TBC adalah dimulai dengan batuk-batuk ringan, tetapi lama-lama tambah hebat

    hingga keluar darah sedikit-sedikit. Gejala-gejala lainnya adalah: penderita tampak pucat, badan

    lemah semakin kurus, suhu badan naik dan kalau malam hari mengeluarkan keringat. Kadang-

    kadang ada juga yang suaranya sampai habis.

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page14

    Menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya sebagai daya pertahanan alam. Menjuhi

    sumber penularan. Selain itu bagi yang biasa ke dokter, dapat juga minta penyuntikan vaksin

    BCG. Seorang ibu yang menderita TBC paru-paru, sebaiknya tidak menyusui anaknya selama

    belum sembuh. Seseorang yang menderita penyakit tertentu, di samping TB, memerlukan

    pengobatan yang berhati-hati sehingga tidak terjadi kesalahan pemberian obat.

    a. Kehamilan

    Pada prinsipnya pengobatan Tuberkolosis (TB) pada kehamilan tidak berbeda dengan

    pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua Obat Anti Tuberkolosis (OAT)

    aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan

    karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat

    mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi

    yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya

    sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan

    dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

    b. Ibu menyusui dan bayinya

    Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan

    pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang

    menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat

    merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi

    tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH

    diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page15

    c. Penderita TB pengguna kontrasepsi

    Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB),

    sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang penderita TB sebaiknya

    mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis

    tinggi (50 mcg).

    d. Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS

    Tatalaksana pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama

    seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya dengan

    penderita TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan penderita TB-HIV adalah

    dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan

    stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus

    memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal)

    Pengobatan penderita TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk

    menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.

    e. Penderita TB dengan hepatitis akut

    Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda

    sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat

    diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai

    hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6

    bulan.

    f. Penderita TB dengan kelainan hati kronik

    Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum

    pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page16

    bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali,

    pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita dengan

    kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah

    2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

    g. Penderita TB dengan gagal ginjal

    Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan

    dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan

    dengan dosis standar pada penderita-penderita dengan gangguan ginjal.

    Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari

    penggunaannya pada penderita dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal

    tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.

    Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

    h. Penderita TB dengan Diabetes Melitus

    Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral

    anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapatdigunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti

    diabetes oral. Pada penderita Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika,

    oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan

    tersebut.

    i. Penderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

    Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa

    penderita seperti:

    Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page17

    TB dengan Perikarditis konstriktiva.

    Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian

    diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan

    pengobatan. (WHO, 2003)

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page18

    Hepatotoksisitas Imbas Obat

    Metabolisme Obat

    Hati memetabolisme hampir setiap obat atau racun yang masuk ke dalam tubuh. Sebagian

    besar obat bersifat lipofilik sehingga mampu menembus membran sel intestinal. Kemudian obat

    di ubah menjadi hidrofilik melalui proses biokimiawi dalam hepatosit, sehingga lebih larut air

    dan diekskresi dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatic ini melibatkan jalur oksidatif

    terutama melalui system enzim sitokrom P-450. Metabolisme obat terjadi dalam 2 fase. Pada

    fase pertama, terjadi reaksi oksidasi atau hidroksilasi. Semua obat tidak mungkin menjalani

    langkah ini, dan beberapa dapat langsung menjalani fase kedua. (Mehta, Nilesh, 2010)

    Sitokrom P-450 mengkatalisis reaksi pada fase pertama (terletak dalam retikulum

    endoplasma halus hati). Sebagian besar produk bersifat sementara dan sangat reaktif. Reaksi ini

    dapat mengakibatkan pembentukan metabolit yang jauh lebih beracun daripada substrat induk

    dan dapat mengakibatkan luka pada hati. Sebagai contoh, metabolit acetaminophen, N-asetil-p-

    benzoquinon-imina (NAPQI), bersifat toksik apalagi jika dikonsumsi dengan dosis tinggi.

    NAPQI bertanggung jawab atas luka pada hati dalam kasus keracunan. (Mehta, Nilesh, 2010)

    Setidaknya 50 enzim telah diidentifikasi, dan berdasarkan struktur, mereka dikategorikanke dalam 10 kelompok, dengan kelompok 1, 2, dan 3 menjadi yang paling penting dalam

    metabolisme obat. Sitokrom P-450 dapat memetabolisme banyak obat. Obat dapat mengalami

    biotransformasi kompetitif dan menghambat satu sama lain, sehingga terjadi interaksi obat.

    Beberapa obat dapat menginduksi dan menghambat Sitokrom P-450 enzim. Fase kedua dapat

    terjadi baik di dalam ataupun di luar hati. Terjadi reaksi konjugasi dengan bagian (yaitu, asetat,

    asam amino, sulfat, glutathione, asam glukuronat) sehingga akan meningkatkan kelarutan obat.

    Selanjutnya, obat dengan berat molekul tinggi akan dikeluarkan dalam empedu, sementara ginjal

    mengeluarkan obat dengan molekul yang lebih kecil. Obat yang menginduksi dan menghambat

    sitokrom P-450 enzim adalah sebagai berikut:

    Inducerso Phenobarbital

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page19

    o Phenytoino Carbamazepineo Primidoneo Ethanolo Glucocorticoidso Rifampino Griseofulvino Quinineo Omeprazole - Induces P-450 1A2

    Inhibitorso Amiodaroneo Cimetidineo Erythromycino Grape fruito Isoniazido Ketoconazole (Mehta, Nilesh, 2010)

    Sebagian besar obat memasuki saluran cerna, dan hati sebagai organ diantara permukaan

    absorptif dari saluran cerna dan organ target obat dimana hati berperan penting dalam

    metabolisme obat. Sehingga hati rawan mengalami cedera akibat bahan kimia terapeutik.

    Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap

    obat. Walaupun kejadian jejas hati jarang terjadi, tapi efek yang ditimbulkan bisa fatal. Reaksi

    tersebut sebagian besar idiosinkratik pada dosis terapeutik yang dianjurkan, dari 1 tiap 1000

    pasien sampai 1 tiap 100.000 pasien dengan pola yang konsisten untuk setiap obat dan untuk

    setiap golongan obat. Sebagian lagi tergantung dosis obat. Hepatoksisitas imbas obat merupakan

    alasan paling sering penarikan obat dari pasaran di Amerika Serikat dan di dalamnya termasuk

    lebih dari 50 persen kasus gagal hati akut. (Bayupurnama, Putut, 2006)

    Mekanisme Hepatotoksisitas

    Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transport pada

    membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit imbas empedu. Terjadi

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page20

    penumpukan asam-asam empedu di dalam hati karena gangguan transport pada kanalikuli yang

    meghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptor ini mengalami

    pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu banyak

    reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan

    menghasilkan reaksi-reaksi energy tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan

    enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tak punya peran. Kompleks obat-enzim ini

    bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-

    imunogen sasaran serangan sitolitim ke sel T, merangsang respon imun multifaset yang

    melibatkan sel-sel T sitotoksik dan bebagai sitokin. Obat-obat tertentu menghambat fungsi

    mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-

    metabolit toksis yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel saluran empedu. Cedera

    pada hepatosit dapat terjadi akibat toksisitas langsung, terjadi melalui konversi xenobiotik

    menjadi toksin aktif oleh hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme imunologik (biasanya oleh obat

    atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel menjadi immunogen).

    (Bayupurnama, Putut, 2006)

    Reaksi obat diklasifikasikan sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsic) dan yang tidak

    dapat diduga (idiosinkratik). Reaksi Intrinsik terjadi pada semua orang yang mengalami

    akumulasi obat pada jumlah tertentu. Reaksi idiosinkratik tergantung pada idiosinkrasi pejamu

    (terutama pasien yang menghasilkan respon imun terhadap antigen, dan kecepatan pejamu

    memetabolisme penyebab). (Bayupurnama, Putut, 2006)

    Implikasi Klinis

    Gambaran klinis hepatoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis dengan penyakit

    hepatitis atau kolesatsis dengan etiologi lain. Riwayat pemakaian obat-obat atau substansi-

    substansi hepatotoksiklain harus dapat diungkap. (Bayupurnama, Putut, 2006)

    Cedera hati mungkin timbul atau memerlukan waktu beberapa minggu dan bulan, dan

    dapat berupa nekrosis hepatosit, kolestasis, disfungsi hati. Gambaran klinis pada hepatitis kronis

    akibat virus atau autoimun, tidak dapat dibedakan dengan hepatitis kronis akibat obat, baik

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page21

    secara klinis maupun histologist, sehingga pemeriksaan serologis virus sering dipakai untuk

    mengetahui perbedaannya. (Bayupurnama, Putut, 2006)

    Beberapa International Consensus Criteria, maka diagnosis hepatotoksisitas imbas obat

    berdasarkan :\

    1. Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi nyata adalahsugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel (kurang dari 5 hari atau lebih

    dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat

    untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat dan tidak

    lebih dari 15 hari dari penghentian obat.

    2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hatipaling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif

    (pemurunan konsentrasi enzim hati paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi

    hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.

    3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah diekslusi dengan pemeriksaan teliti, termasukbiopsy hati pada tiap kasus

    4. Dijumpai respon positif pada pemeriksaan ulang dengan obat yang sama paling tidakkenaikan dua kali lipat enzim hati

    Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika dua

    dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respon positif pada pemaparan ulang obat. (Mehta,

    Nilesh, 2010)

    Mengidentifikasikan reaksi obat dengan pasti adalah hal yang sulit, tetapi kemungkinan

    sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada setiap pasien dengan

    disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya

    obat herbal atau obat alternative lainnya. Obat harus selalu menjadi diagnosis banding pada

    setiap abnormalitas tes fungsi hati dan/atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yang

    menjadi penyebab berhubungan dengan risiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa

    pasien tidak sakit sebelum minum obat, menjadi sakit selama minum obat tersebut dan membaik

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page22

    secara nyata setelah penghentian obat merupakan hal essensial dalam diagnosis hepatotoksisitas

    imbas obat. (Mehta, Nilesh, 2010)

    Awitan umumnya cepat, gejalanya dapat berupa malaise, ikterus, gagal hati akut terutama

    jika masih meminum obat setelah awitan hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosist lebih dominan

    maka konsentrasi aminotransferas dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas

    normal, sedangkan kenaikan alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasi. Mayoritas

    reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat

    nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam

    beberapa hari atau minggu sejak minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah

    obat penyebab dihentikan pemakaiannya. (Mehta, Nilesh, 2010)

    Beberapa obat menunjukkan reaksi alergi yang menonjol, seperti fenitoin yang

    berhubungan dengan demam, limfadenopati, rash, dan jejas hepatosit yang berat. Pemenuhan

    reaksi imunoalergik umumnya lambat sehingga diduga allergen tetap bertahan di hepatosit

    selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Overdosis asetaminofen (lebih dari 4 gram

    per 24 jam) merupakan contoh hepatoksisitas obat yang tergantung dosis (dose dependent) yang

    dengan cepat menyebabkan jejas hepatosit terutama area sentrilobular. Konsentrasi

    aminotransferase biaanya sangat tinggi, melebihi 3500 IU/L. (Mehta, Nilesh, 2010)

    Faktor Risiko Kelainan Hapatoseluler Imbas Obat

    1. Ras: Beberapa obat tampaknya memiliki toksisitas yang berbeda berdasarkan ras/suku bangsa.

    Misalnya, orang kulit hitam dan Hispanik mungkin lebih rentan terhadap isoniazid (INH).

    Tingkat metabolisme berada di bawah kendali sitokrom P-450 dan dapat bervariasi antar

    individu.

    2. Umur:Terlepas dari paparan disengaja, reaksi obat pada hati jarang terjadi pada anak-anak.

    Orang tua mempunyai risiko lebih tinggi cedera hati karena clearance menurun, adanya interaksi

    antar obat, berkurangnya aliran darah ke hati, dan menurunnya volume hati. Selain itu, pola

    makan yang buruk, infeksi, dan rawat inap yang sering menjadi salah satu alasan penting

    terjadinya hepatotoksisitas imbas obat.

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page23

    3. Seks: Meskipun alasan tidak diketahui, reaksi obat hati lebih sering terjadi pada wanita.

    4. Konsumsi alkohol: orang yang sering mengkonsumsi alkohol rentan terhadap keracunan obat

    karena alkohol menyebabkan cedera pada hati yang mengubah metabolisme obat. Alkohol

    menyebabkan deplesi penyimpanan glutation (hepatoprotektif) yang membuat orang lebih rentan

    terhadap toksisitas obat.

    5. Penyakit hati: Secara umum, pasien dengan penyakit hati kronis mengalami peningkatan

    risiko cedera hati. Meskipun total sitokrom P-450 berkurang, beberapa orang mungkin akan

    terpengaruh lebih dari yang lain. Modifikasi dosis pada orang dengan penyakit hati harus

    didasarkan pada pengetahuan enzim spesifik yang terlibat dalam metabolisme. Pasien dengan

    infeksi HIV yang koinfeksi dengan virus hepatitis B atau C akan meningkatkan risiko untuk efek

    hepatotoksik apabila diobati dengan terapi antiretroviral. Demikian pula, pasien dengan sirosis

    beresiko mengalami peningkatan dekompensasi dengan obat beracun.

    6. Faktor genetik: Sebuah gen yang unik pada pengkodean P-450 protein. Perbedaan genetik di

    P-450 enzim dapat menyebabkan reaksi yang abnormal terhadap obat. Debrisoquineadalah obat

    antiaritmiayang mengalami metabolisme yang tidak baik karena ekspresi abnormal P-450-II-D6.

    Hal ini dapat diidentifikasi dengan amplifikasi polymerase chain reaction gen mutan. Hal inimengakibatkan kemungkinan deteksi masa depan orang-orang yang dapat memiliki reaksi

    abnormal terhadap suatu obat.

    7. Komorbiditas lain: penderita AIDS, orang-orang yang kekurangan gizi, dan orang-orang

    yang berpuasa mungkin rentan terhadap reaksi obat karena penyimpanan glutation rendah.

    8. Formulasi obat: obat long-actingdapat menyebabkan cedera lebih pendek dibandingkan obat

    short-acting

    9. Faktor Hostdapat meningkatkan kerentanan terhadap obat dan kemungkinan mendorong

    terjadinya penyakit hati, yakni:

    o Wanita - Halotan, nitrofurantoin, sulindac

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page24

    o Pria - Asam Amoksisilin-klavulanat (Augmentin)

    o Usia Dewasa- Asetaminofen, halotan, INH, asam amoksisilin-klavulanat

    o Usia Muda - Salisilat, asam valproik

    o Puasa atau malnutrisi - Asetaminofen

    o Indeks massa tubuh Besar / obesitas - Halotan

    o Diabetes mellitus - Methotrexate, niacin

    o Gagal ginjal - Tetracycline, allopurinol

    o AIDS - Dapson, trimetoprim-sulfametoksazol

    o Hepatitis C - Ibuprofen, ritonavir, flutamide

    o Penyakit Hati sebelumnya - Niasin, tetrasiklin, methotrexate (Mehta, Nilesh, 2010)

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page25

    Hepatotoksisitas Imbas Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

    Penyebab Tuberkulosis (TB) diketahui lebih dari satu abad dan selama hampir 50 tahun

    sudah ditemukan berbagai macam obat yang efektif untuk mengatasinya. Namun, masalah TB

    dunia sekarang lebih besar dari sebelumnya. Penyebab pasti ini tidak diketahui. Hal ini

    diperkirakan karena hubungan antara TB dengan infeksi HIV serta terjadinya Multiple Drug

    Resistant Tuberkulosis (TB-MDR). Setiap tahun diperkirakan ada satu juta

    kasus baru dan dua juta kematian terjadi akibat TB di dunia. (Amin dan Asril, 2006)

    Selain itu, efek samping dan toksisitas obat juga memiliki sebuah ancaman baik untuk

    dokter dan pasien dalam melanjutkan terapi. Di antara berbagai efek yang disebabkan oleh obat

    TB, kerusakan hati yang paling banyak. Kerusakan hati disebabkan oleh sebagian besar obat lini

    pertama dan hal ini tidak hanya menjadi sebuah tantangan serius dalam menghadapi pengobatan

    dan perawatan TB tetapi juga menimbulkam kesulitan dalam memulai pengobatan. Regimen

    pengobatan untuk TB Nasional yang direkomendasikan yakni Isoniazid (INH), Rifampisin (R),

    Etambutol (E), pirazinamid (P) dan Streptomisin (S). (Kishore, dkk, 2010)

    Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/ streptomisin (S) (3

    obat pertama bersifat hepatotoksik). Factor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut,

    pasien wanita, status nutrisi buruk, alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV, prevalensi

    tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan dan

    status asetilatornya) dan Faktor Genetik. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC dengan HCV atau

    HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat. Telah dibuktikan secara meyakinkan adanya

    keterkaitan antara HLA-DR2 dengan tuberculosis pada berbagai populasi dan keterkaitan variasi

    gen NRAMPI dengan kerentanan terhadap tuberculosis. (Kishore, dkk, 2010)

    Manifestasi Klinis Hepatotoksisitas Imbas OAT

    Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait mirip dengan

    hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas dengan tingkat gejala yang

    bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual, muntah, anoreksia, jaundice, dll.

    Enzim hati transaminase mengalami kenaikan seperti pada kegagalan hati akut. (Kishore, dkk,

    2010).

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page26

    Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan memberikan

    gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat dijadikan acuan diagnose

    hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang dijangkiti akan mengalami sakit seperti

    kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-muntah, sclera ikterik, jaundice, pusing

    dan kencing yang berwarna hitam pekat

    Efek Hepatotoksik OAT

    Disfungsi hati dapat didefinisikan sebagai peningkatan enzim hati alanine transaminase

    (ALT) hingga 1,5 kali di atas batas atas normal atau paling tidak terdapat peningkatan dua kali

    dalam empat minggu pengobatan tuberculosis. Kenaikan progresif ALT dan kadar bilirubin jauh

    lebih berbahaya. Beberapa penulis menyarankan menghentikan obat-obatan hepatotoksik jikatingkat ALT meningkat tiga kali atau lebih dibandingkan dengan normal, sementara yang lain

    merekomendasikan lima kali.Drug-Induced Hepatitisdapat diklasifikasikan berdasarkan potensi

    masing-masing OAT yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)

    Isoniazid (INH)

    Sekitar 10-20% dari pasien selama 4-6 bulan pertama terapi memiliki disfungsi hati

    ringan yang ditunjukkan oleh peningkatan ringan dan sementara serum AST, ALT dan

    konsentrasi bilirubin. Beberapa pasien, kerusakan hati yang terjadi dapat menjadi progresif dan

    menyebabkan hepatitis fatal. Asetil hidrazin, suatu metabolit dari INH bertanggung jawab atas

    kerusakan hati. INH harus dihentikan apabila AST meningkat menjadi lebih dari 5 kali

    nilai normal. Sebuah penelitian prospektif kohort, sebanyak 11.141 pasien yang menerima terapi

    pencegahan INH dilaporkan memiliki tingkat terjangkit hepatitis lebih rendah. Sebanyak 11 dari

    mereka (0,10% dari mereka yang memulai, dan 0,15% dari mereka yang menyelesaikan terapi)

    terjangkit hepatitis. Dilaporkan juga dari bulan Januari 1991 sampai Mei 1993, oleh Pusat

    Transplantasi Hati di New York dan Pennsylvania bahwa terkait hubungan antara pasien

    hepatitis dengan terapi INH. Terdapat 8 pasien yang sedang menjalankan monoterapi INH dg

    dosis biasa 300 mg per hari (untuk mencegah TB) terjangkit hepatitis. Hepatotoksisitas jarang

    terjadi pada anak-anak yang menerima INH. Dalam 10 tahun analisis retrospektif, kejadian

    hepatotoksisitas pada 564 anak yang menerima INH (10 miligram per kilogram per hari (mg / kg

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page27

    / hari) dan dosis maksimum 300 mg / hari) untuk profilaksis pada pengobatan TB adalah 0,18% .

    Namun demikian, kejadian hepatotoksisitas pada anak-anak yang menerima INH dan rifampisin

    untuk TB adalah 3,3% di lain Studi retrospektif (14 dari 430 anak-anak). (Kishore, dkk, 2010)

    Rifampisin

    Rifampicin dapat mengakibatkan kelainan pada fungsi hati yang umum pada tahap awal terapi.

    Bhakan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan hepatotoksisitas berat, lebih lagi pada mereka

    dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya, sehingga memaksa dokter untuk mengubah

    pengobatan dan memilih obat yang aman untuk hati. Rifampicin menyebabkan peningkatan

    transient dalam enzim hati biasanya dalam 8 minggu pertama terapi pada 10- 15% pasien,

    dengan kurang dari 1% dari pasien menunjukkan rifampisin terbuka-induced hepatotoksisitas.

    Sebanyak 16 pada 500.000 pasien yang menerima rifampisin dilaporkan meninggal berkaitan

    dengan hepatotoksisitas Rifampicin. Insiden hepatotoksisitas yang lebih tinggi dilaporkan terjadi

    pada pasien yang menerima rifampisin dengan anti TB lain terutama Pirazinamid, dan

    diperkirakan sebanyak kurang dari 4%. Data ini telah merekomendasikan bahwa rejimen ini

    tidak dianjurkan untuk pengobatan laten tuberculosis. (Kishore, dkk, 2010)

    Pirazinamid

    Efek samping yang paling utama dari obat ini adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas dapatterjadi sesuai dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama terapi. Di Centre Disease Control

    (CDC) Update, 48 kasus hepatotoksisitas yang dilaporkan pada pengobatan TB dengan rejimen

    2 bulan Pirazinamid dan Rifampisin antara Oktober 2000 dan Juni 2003. 37 pasien pulih dan 11

    meninggal karena gagal hati. Dari 48 kasus yang dilaporkan, 33 (69%) terjadi pada kedua bulan

    terapi. (Kishore, dkk, 2010)

    Etambutol

    Ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB. Tes fungsi hati

    yang abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan etambutol yang

    dikombinasi dengan OAT lainnya yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page28

    Streptomisin

    Tidak ada kejadian hepatotoksisitas yangdilaporkan. (Kishore, dkk, 2010)

    Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Hepatotoksisitas Imbas Obat

    Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug

    induced hepatitis).

    Penatalaksanaan:

    - Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2), maka OAT distop- SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop- SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan pengobatan dengan pengawasan

    Paduan obat yang dianjurkan

    - Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)- Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klini dan laboratorium kembali

    normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan Isoniazid (H) desensitisasi

    sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama itu perhatikan klinis dan periksa

    laboratorium saat Isoniazid dosis penuh. Bila klinis dan laboratorium kembali normal,tambahkan Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).

    Sehingga paduan obat menjadi RHES.

    - Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi (PDPI, 2006)

    Pada pasien tuberculosis dengan hepatitis C atau HIV mempunyai risiko hepatotksisitas

    terhadap obat aniti tuberculosis lima kali lipat. Sementara pasien dengan karier HBsAg positif

    dan HBeAg negative yang inaktif dapat diberikan obat standard jangka pendek, yakni Isoniazid,

    Rifampisin, Etambutol, dan/atau Pirazinamid dengan syarat pengawasan tes fungsi hati paling

    tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar 10% pasien tuberculosis yang mendapatkan Isoniazid

    mengalami kenaikan konsentrasi aminotransferase serum dalam minggu-minggu pertama terapi

    yang nampaknya menunjukkan respon adaptif terhadap metabolit toksik obat. Isoniazid

    dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan konsentrasi aminotransferase sampai batas

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page29

    normal dalam beberapa minggu. Hanya sekitar 1% yang berkembang menjadi seperti hepatitis

    viral, 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan

    kemudian. (Xial, Yin Yin, dkk, 2010).

    Rekomendasi Mengelola OAT

    Pengelolaan OAT perlu diperhatikan agar kejadian hepatitis imbas obat dapat

    diminimalisir sehingga pengobatan TB dapat berjalan efektif. Rekomendasi Nasional untuk

    mengelola hepatotoksisitas imbas OAT antara lain:

    Jikapasien tediagnosis hepatitis imbas obat OAT, maka pemberian OAT tersebut harus

    dihentikan

    Tunggu sampaijaundicehilang atau sembuh terlebih dahulu

    Jikajaundicemuncul lagi, dan pasien belum menyelesaikan tahap intensif, berikan dua bulan

    Streptomisin, INH dan Etambutol diikuti oleh 10 bulan INH dan Etambutol.

    Jika pasien telah menyelesaikan tahap intensif,berikan INH dan Etambutol sampai 8bulan pengobatan untuk Short Course Kemoterapi (SCC) atau 12 bulan untuk rejimen standar.

    (Kishore, dkk, 2010)

    RekomendasiBritish Thoracic Society(BTS) untuk restart terapi pada pasien hepatotoksisitas INH harus diberikan dengan dosis awal 50 mg / hari, dinakikkan perlahan sampai 300 mg / hari

    setelah 2-3 hari. Jika tidak terjadi reaksi, lanjutkan.

    Setelah 2-3 hari tanpa reaksi terhadap INH, tambahkan Rifampisin dengan dosis 75 mg / hari

    lalu naikkan menjadi 300 mg setelah 2-3 hari, dan kemudian 450 mg ( 50

    kg) yang sesuai untuk berat badan pasien. Jika tidak ada reaksi yang terjadi, lanjutkan.

    Akhirnya, pirazinamid dapat ditambahkan pada dosis 250 mg / hari, meningkat menjadi 1,0 g

    setelah 2-3 hari dan kemudian ke 1,5 g ( 50 kg). (Kishore, dkk, 2010)

    Strategi Untuk Meminimalisir Terjadinya Hepatotoksisitas OAT

    Tes fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan TB dan sebaiknya

    dipantau setiap 2 minggu selama awal dua bulan pada kelompok berisiko seperti pasien dengan

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page30

    gangguan hati yang sudah ada, alkoholik, yang lansia dan kurang gizi. Hal ini tidak hanya

    menjadi tanggung jawab para profesional kesehatan akan tetapi pendidikan kesehatan ini harus

    dibebankan kepada semua pasien yang menjalani pengobatan TB secara rinci tidak hanya

    mengenai kepatuhan dan manfaat dari OAT tetapi juga efek samping. Para pasien harus waspada

    dan melaporkan segera jika terjadi gejala yang mengarah pada hepatitis seperti hilangnya nafsu

    makan, mual, muntah, jaundice, yang terjadi selama pengobatan. Selanjutmya, kondisi klinis

    pasien harus dinilai tidak hanya dalam hal pengendalian penyakit tetapi juga dalam gejala dan

    tanda-tanda hepatitis pada mereka ikuti. OAT harus dihentikan segera jika ada kecurigaan klinis

    reaksi hepatitis. Lalu tes fungsi hati harus diperiksa seperti ALT, AST dan kadar bilirubin.

    (Kishore, dkk, 2010)

    Kriteria yang Dapat Digunakan Untuk Menentukan Perkembangan Hepatotoksisitas

    Imbas OAT

    1.Periksa kimia normal hati sebelum memulai rejimen obat OAT

    2. Tidak ada penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat sebelum memulai pemberian OAT

    3. Pasien harus menerima INH, Rifampicin atau Pirazinamid dengan dosis standar, sendiri atau

    dalam kombinasi untuk minimal sebelum pengembangan kimia hati yang abnormal.

    4. Saat menerima pengobatan OAT, harus ada peningkatan ALT dan / atau untuk AST> 120 IU /L (normal

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page31

    memulai pengobatan dan kemudian setiap dua bulan selanjutnya, kecuali ada masalah yang

    terdeteksi. Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi akibat pemakaian Rifampicin (blok ekskresi

    bilirubin) dan namun biasanya kembali normal setalah 10 hari (peningkatan enzim hati untuk

    mengimbangi produksi). Peningkatan pada transaminase hati (ALT dan AST) yang utama di tiga

    minggu pertama pengobatan. Jika pasien asimtomatik dan elevasi tidak berlebihan maka tidak

    ada tindakan yang perlu diambil. Beberapa ahli menganggap pengobatan harus dihentikan jika

    penyakit kuning menjadi bukti klinis.

    Jika hepatitis klinis signifikan terjadi saat pengobatan TB, maka semua obat harus

    dihentikan sampai kadar transaminase kembali normal. Jika pengobatan TB tidak dapat

    dihentikan, maka dapat diberikan Streptomycin dan Etambuto sampai kadar transaminasekembali normal (kedua obat tidak berhubungan dengan hepatitis).

    Obat harus kembali diperkenalkan secara individual. Ini tidak dapat dilakukan dalam

    suasana rawat jalan, dan harus dilakukan di bawah pengawasan ketat. Seorang perawat harus

    hadir untuk mengambil nadi pasien dan tekanan darah pada 15 interval menit selama minimal

    empat jam setelah tiap dosis uji diberikan (masalah yang paling akan terjadi dalam waktu enam

    jam pemberian dosis uji, (jika mereka akan terjadi). Pasien dapat menjadi sangat tiba-tiba sakit

    dan akses ke fasilitas perawatan intensif harus tersedia Obat-obatan yang harus diberikan dalam

    urutan ini.:

    * Hari 1: INH pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis

    * Hari 2: INH pada 1 / 2 dosis

    * Hari 3: INH dengan dosis penuh

    * Hari 4: RMP pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis

    * Hari 5: RMP jam 1 / 2 dosis

    * Hari 6: RMP pada dosis penuh

    * Hari 7: EMB pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page32

    * Hari 8: EMB pada 1 / 2 dosis

    * Hari 9: EMB pada dosis penuh

    Tidak lebih dari satu tes dosis per hari harus diberikan, dan semua obat lain harus

    dihentikan sementara dosis uji yang sedang dilakukan. Maka pada hari 4, misalnya, pasien hanya

    menerima RMP dan tidak ada obat lain yang diberikan. Jika pasien melengkapi sembilan hari

    dosis tes, maka wajar untuk menganggap bahwa PZA telah menyebabkan hepatitis dan tidak ada

    dosis uji PZA perlu dilakukan.

    Alasan untuk menggunakan perintah untuk pengujian obat-obatan adalah karena kedua

    obat yang paling penting untuk mengobati TB INH dan RMP, jadi ini adalah diuji pertama: PZA

    adalah obat yang paling mungkin menyebabkan hepatitis dan juga merupakan obat yang bisapaling mudah dihilangkan . EMB berguna ketika pola kepekaan organisme TB tidak diketahui

    dan dapat dihilangkan jika organisme diketahui sensitif terhadap INH. Rejimen masing-masing

    menghilangkan obat standar tercantum di bawah ini.

    Urutan di mana obat yang diuji dapat bervariasi menurut pertimbangan sebagai berikut:

    1. Obat yang paling bermanfaat (INH dan RMP) harus diuji dahulu, karena tidak adanya obat-

    obatan dari rejimen pengobatan sangat merusak kemanjurannya

    2. Obat yang paling mungkin menyebabkan reaksi harus diuji sebagai paling akhir (dan

    mungkin tidak perlu diuji sama sekali). (Wikipedia, 2008)

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page33

    Daftar Pustaka

    1) Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid II. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006.

    2) Bayupurnama, Putut. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Ajar Ilmu Penyakit DalamUniversitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006.

    3) Aditama, Yoga dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.Indah Offset Citra Grafika. Jakarta. 2006

    4) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 9. Jakarta. DepartemenKesehatan Republik Indonesia. 2005

    5) Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta.EGC. 2007

    6) Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 2001

    7) Kishore PV, Palaian S, Paudel R, Mishra P, Prabhu M, Shankar PR. Drug InducedHepatitis with Anti-tubercular Chemotherapy: Challenges and Difficulties in Treatment.

    Kathmandu University Medical Journal (2007), Vol. 5, No. 2, Issue 18, 256-260

    8)

    Xial, Yin Yin dkk. Adverse Reactions in China National Tuberculosis Prevention and

    Control Scheme Study (ADACS). BMC Public Health 2010, 10:267

    9) Jaime, Ungo dkk.Antituberculosis Druginduced Hepatotoxicity The Role of Hepatitis CVirus and the Human Immunodeficiency Virus. The University of Miami School of

    Medicine, Division of Pulmonary Diseases and Critical Care Medicine

    10)Mehta, Nilesh MD dkk. Drug-Induced Hepatotoxicity. Department of Gastroenterologyand Hepatology. 2010

    11)World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for NationalProgram. 2003

    12)www.wikipedia.org

  • 5/26/2018 Hepatotoksisitas Imbas Obat Versi Baru

    Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page34