Hepatitis B.doc

38
LAPORAN KASUS KOLELITIASIS DAN HEPATITS B PEMBIMBING : DR A. NURMAN SPPD-KGEH PENYUSUN : NADIRAH BINTI ROSLAN 030.08.288 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO PERIODE 21 JANUARI 2012– 30 MARET 2013 1

description

makalah

Transcript of Hepatitis B.doc

Page 1: Hepatitis B.doc

LAPORAN KASUS

KOLELITIASIS DAN HEPATITS B

PEMBIMBING :

DR A. NURMAN SPPD-KGEH

PENYUSUN :

NADIRAH BINTI ROSLAN

030.08.288

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT TNI ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO

PERIODE 21 JANUARI 2012– 30 MARET 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

1

Page 2: Hepatitis B.doc

PENGESAHAN

Dengan hormat,

Laporan kasus pasien dengan kolelitiasus dan hepatitis B dalam rangka memenuhi kewajiban

di kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr.

Mintohardjo telah dilaksanakan oleh

Nama : Nadirah bt. Roslan

NIM : 030.08.288

Fakultas : Kedokteran Universitas Trisakti

Periode kepaniteraan : 21Januari-30 Maret 2013

Dan hasilnya telah disetujui dan dikoreksi pembuatannya oleh :

Pembimbing,

Dr.A. Nurman SPPD-KGEH Jakarta, 11 Februari 2013

2

Page 3: Hepatitis B.doc

TINJAUAN PUSTAKA

KOLELITIASIS

Pendahuluan

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20

juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika, batu

kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.1

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada

penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara

kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan

yang lain.2

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka banyak

penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah

kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang

invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. 1

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat

duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu

kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan

seringkali tanpa gejala (silent stone).3

EPIDEMIOLOGI

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus

tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.

Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu.

Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.4

3

Page 4: Hepatitis B.doc

ANATOMI

Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada

permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus

berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus

berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus

bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum

dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu

dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum

mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum

dengan permukaan visceral hati.5

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica

mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena

– vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum

vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum

sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju

kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

4

Page 5: Hepatitis B.doc

FISIOLOGI SALURAN EMPEDU

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea

mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya

mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga

permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga

mempunyai banyak mikrovilli.5

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke

duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian

keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk

duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke

kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu

sebelum disalurkan ke duodenum.6

5

Page 6: Hepatitis B.doc

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak

menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian

masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,

otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga

memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu

dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absorbsi lemak.5

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

- Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa

sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya

dalam kontraksi kandung empedu.

- Neurogen :

- Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau

dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai

Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu

akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang

peran penting dalam perkembangan inti batu. 1

6

Page 7: Hepatitis B.doc

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU

Komposisi Cairan Empedu4

1. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam

Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah :

- Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,

sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat

dicerna lebih lanjut.

- Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam

lemak.4

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah

menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen

7

Page 8: Hepatitis B.doc

usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama

feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari

ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau

reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4

2. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu

membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi

bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas

diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah

merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

PATOGENESIS PEMBENTUKAN BATU EMPEDU

1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :

- Batu Kolesterol Murni

- Batu Kombinasi

- Batu Campuran (Mixed Stone)

2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling

banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :

- Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium

- Batu pigmen murni

3. Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :

- Batu Kolesterol

- Batu Campuran (Mixed Stone)

8

Page 9: Hepatitis B.doc

- Batu Pigmen.3

· Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam

air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di

dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.

Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu,

dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana

kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol

akan mengendap.4

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih

banyak.

- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.

- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.

- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum

terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat

rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan

saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai

tiga tahun.4

b. Fase Pembentukan inti batu

9

Page 10: Hepatitis B.doc

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa

berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti

batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan

rasio dengan asam empedu.1

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa

berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup

kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke

dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi

akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total

parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut

kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa

kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang

berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi

bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.

Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli.

Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja

glukuronidase.1

10

Page 11: Hepatitis B.doc

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian

dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti

telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 1

MANIFESTASI KLINIS

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi

dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.3

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang

timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula

disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan

tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu

dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.1

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal

dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik

bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi

akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60

menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke

abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina

pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum

pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang

berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,

koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses

11

Page 12: Hepatitis B.doc

hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan

mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.1

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul

akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 7

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering

mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan

dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo

kolitiasis, panleneatitis dan kolangitis. 7

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus

(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu

(koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit

diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang

nyata. 8

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan

gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis

akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan

akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis

koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan

pankreatitis.8

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi

komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan

fosfatase alkali.

12

Page 13: Hepatitis B.doc

2. Foto Polos Abdomen

Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto

polos abdomen.

3. Kolesistografi

Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus

sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan

pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan

bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung

empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak

dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.

1. Ultra Sonografi

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan

spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman

karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat

dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung

pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan

agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini

bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu,

ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu

intraduktal.

1. Tomografi Komputer

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek gambar suara

secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya biaya

pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

13

Page 14: Hepatitis B.doc

PENGELOLAAN KOLELITIASIS

A. TINDAKAN OPERATIF

1. Kolesistektomi

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.

Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan

pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli

menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat “silent

stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat

bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan

berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.

Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :

- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.

- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes

Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

1. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran

empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang

mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini.

Indikasi dari kolesistostomi adalah

o Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan

14

Page 15: Hepatitis B.doc

o Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai,

kesulitan teknik operasi dan

o Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan

kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.

B. TINDAKAN NON OPERATIF

1. Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu

melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo,

Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 1

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar

60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per

hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering

timbul rekurensi kolelitiasis.

Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

- Wanita hamil

- Penyakit hati yang kronis

- Kolik empedu berat atau berulang-ulang

- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1

Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati,

terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA)

merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan

fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi

antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari.

15

Page 16: Hepatitis B.doc

Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol

mencapai puncaknya pada malam hari. 1

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase

sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari

terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu

berhasil. 1

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi

batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu

menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat

serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi

lebih mudah. 1

Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu

melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi

beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya.

C. DIETETIK

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat

pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu

memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk

memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. 1

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu

tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan

gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.3

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet

dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat

membantu.

Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :

16

Page 17: Hepatitis B.doc

-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.

-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.

-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

17

Page 18: Hepatitis B.doc

HEPATITIS B

Definisi

Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B

(VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada hati. Penyakit ini banyak

dikenal sebagai penyakit kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu

gejala dari penyakit hepatitis itu.8

Epidemiologi

Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika dan sebelah

Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik melalui peyalahgunaan

obat – obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktor – faktor penting yang lainnya.

Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan Jepang sebesar 2 -7 % yang umumnya

menyerang anak – anak. Prevelensi tinggi berada di wilayah China, Asia tenggara dan Afrika,

dimana penularan terjadi umumnya pada baru lahir dengan endemisitas > 8%.9

Etiologi

Mikroorganisme penyebab penyakit hepatitis B sering disebut HBV. Virus DNA serat ganda

parsial (partially double stranded), panjang genom sekitar 3200 pasangan basa. Mempunyai

envelope/selubung. Di dalam darah penderita hepatitis B akut ditemui bentuk partikel virus,

yaitu8 :

1.      Sferikal pleomorfik, diameter 16-25 nm, terdiri dari komponen selubung saja.

Jumlahnya lebih banyak dari partikel lainnya.

2.      Tubular atau filamen, diameter 22-200 nm, juga komponen selubung.

3.      Partikel virion lengkap atau partikel Dane, terdiri dari genom HBV dan selubung,

diameter 42 nm.

Protein yang dibuat oleh virus ini yang bersifat antigenik serta memberi gambaran tentang

keadaan penyakit adalah:

1.      Antigen permukaan/surface antigen/HbsAg, bnerasal dari selubung. Antigen yang

semata-mata disandi oleh gen D disebut sebagai mayor protein, yang oleh daerah pre-S2

dinamakan middle protein dan yang oleh Pre-S1 disebut large protein.18

Page 19: Hepatitis B.doc

2.      Antigen core/ core antigen HbsAg, disandi oleh daerah core.

3.      Antigen e/ e antigen/HbsAg, disandi oleh gen pre-core.

Sumber Penularan

VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat melalui darah atau bahan

yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina),

darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HbsAg dapat jugaditemukan pada Air Susu Ibu (ASI),

air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung9.

19

Page 20: Hepatitis B.doc

Cara Penularan

Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal.

a. Transmisi vertikal

Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB ditularkan dari ibu kepada bayinya

yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang

sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis

B 8.

b. Transmisi horisontal

Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak

erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang

tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B8

Patogenesis

Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik merusak sel hati masih belum jelas,

bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal – hal tersebut. Informasi dari kenyataanya ini

meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan patogenetik. Ada dua kemungkinan : (1) Efek

simptomatik langsung dan (2) adanya induksi dan reaksi imunitas melawan antigen virus atau

antigen hepatosit yang diubah oleh virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di

infeksi virus. Organ hati pada tubuh manusia.

Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga timbul kerusakan sel

hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan mekanisme persistensi. Pencetusnya

adalah antigen virus, autogenetic atau obat. Targetnya dapat berupa komponen struktur sel,

ultrastruktur atau jalur enzimatik. Sedangkan persistensinya dapat akibat mekanisme virus

menghindar dari sistem imun tubuh, ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang

terus - menerus 10.

Patofisiologi

Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB)

mula – mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami 20

Page 21: Hepatitis B.doc

penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma virus Hepatitis B (VHB)

melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjuntnya nukleokapsid

akan menembus dinding sel hati. Di dalam asam nukleat virus Hepatitis B (VHB) akan keluar

dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hopses dan berintegrasi pada DNA

tersebut. Selanjutnya DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk

membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme

terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita

terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B, Non A dan Non B adalah sama

yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi

sel – sel hati dengan histosit 8.

Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah identik pada proses

pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit dihancurkan dan melepaskan Fe +

Globulin + billiburin. Pengahancuran eritrosit terjadi di limpa, hati, sum – sum tulang

belakang dan jaringan limpoid.

Manifestasi Klinis 9

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manefestasi klinis hepatitis B dibagi dua,

yaitu :

a. Hepatitis B akut yang khas :

1. Stadium Prodromal

Berlangsung 4 – 7 hari dengan gejala :

Demam dengan suhu 38 – 39 º C

Faringitis, batuk, koriza

Anoreksia, sakit perut

Nausea

Malaise, mialgia, arhralgia, fotofobia

Sakit kepala

21

Page 22: Hepatitis B.doc

Diare sering terjadi pada anak

Urine berwarna gelap ditemukan 1 –5 hari sebelum kuning muncul.

2. Stadium Ikterik

Berlangsung kira-kira 3 – 6 minggu dengan timbulnya gejala kuning ikterik, maka biasanya

gejala prodromal menghilang.

Ikterus mula-mula terlihat pada sklera kemudian pada kulit seluruh tubuh, ikterik

dapat juga tidak begitu kentara pada anak kecil sehingga hanya terdeteksi dengan uji

laboratorium.

Tinja berwarna pucat (claycoloured)

Hati membesar dan nyeri tekan

Mengeluh nyeri perut kanan atas

3. Stadium Pasca Ikterik

Pada stadium ini gejala-gejala konstitusi menghilang, hati membesar. Penyembuhan pada

anak-anak cepat dibanding orang dewasa yaitu pada akhir bulan kedua, karena panyebab

berbeda, biasanya penyembuhan sempurna setelah 3 – 4 bulan.

b) Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa

buruk dalam 7 – 10 hari, 50% akan berakhir dengan kematian.

b. Hepatitis B kronik

Hepatitis B kronik yaitu kira – kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan mengalami

hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukan perbaikan yang

mantap 10

Diagnosis

Tes fungsi hati (LFT), termasuk kadar alanine aminotransferase (ALT) dan / atau aspartate

aminotransferase (AST), alkali fosfatase (ALP), kadar bilirubin total dan bilirubin direk,

22

Page 23: Hepatitis B.doc

bilirubin urin dan urobilinogen. Studi hematologi dan koagulasi termasuk waktu prothrombin

(PT), kadar total protein, albumin, darah lengkap (CBC) count. Dalam kasus yang parah,

tingkat amonia serum dapat diperoleh.

2.Pemeriksaan serologi

3.Pemeriksaan virology: Mengukur jumlah HBV DNA serum virus;

4. Pemeriksaan histology: Menilai tingkat kerusakan hati;

Interpretasi tes serologi hepatitis B

23

Page 24: Hepatitis B.doc

24

Page 25: Hepatitis B.doc

Komplikasi8

Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang

panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik persisten, dan

terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5

% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun terlambat, pasien – pasien hepatitis kronik

persisten akan sembuh kembali.

Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal.

Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum alkohol dan aktivitas fisik

yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan

kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan

yang tidak sempurna.

Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah

perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain itu juga

adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang berkaitan dengan

patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis terakit dengan virus

hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan kanker hati (Sylvia, 1995).

Penatalaksanaan

Hepatitis B akut9

Tidak ada pengobatan yang sfesifik  untuk penyakit hepatitis virus ini, asalkan dirawat

dengan baik, biasanya dapat disembuhkan setelah 6 bulan. Penderita harus istirahat total 1-4

minggu, makan cukup protein tetapi rendah lemak  dan disertai dengan mengkonsumsi

suplemen vitamin dan mineral. Pengobatan hanya ditujukan untuk simptomatisnya saja,

seperti demam dapat diturunkan dengan obat penurun panas, tetapi gejala ikterik, mual,

muntah, rasa tidak enak padaperut kanan atas berkurang seiring dengan perjalanan

penyakitnya.

Hepatitis B kronik9

Tujuan terapi adalah untuk eradikasi/menekan replikasi virus supaya mencegah dari

timbulnya sirosis hepatis dan HCC. Untuk beberapa pasien dengan hepatitis kronis, di

Indonesia terdapat  dua  jenis  strategi  pengobatan  hepatitis  B,  yaitu  terapi  dengan durasi

25

Page 26: Hepatitis B.doc

terbatas atau terapi jangka panjang. Terapi dengan analog nukleosida dapat diberikan seumur

hidup atau hanya dalam waktu terbatas, sementara interferon hanya diberikan dalam waktu 

terbatas mengingat beratnya  efek samping pengobatan. Sampai  saat  ini belum bisa

diputuskan pilihan  terapi mana yang paling unggul untuk semua pasien. Pemilihan strategi

terapi yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi individu tiap pasien. Tenofovir atau

entecavir adalah obat yang dinilai paling efektif untuk digunakan, namun mengingat

tingginya biaya dan ketersediaan obat, lamivudin, telbivudin, dan adefovir juga tetap dapat

digunakan di Indonesia. Obat-obat tersebut dapat menurunkan atau menghapus hepatitis B

dari darah dan mengurangi risiko sirosis dan kanker hati. Pasien dengan hepatitis kronis harus

menghindari alkohol dan harus selalu memeriksa dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat

atau suplemen herbal tambahan

Terapi antiviral : IFN : interferon dan pegylated interferon 2-a

Lamivudine, adenovir, entecavir

Prognosis

Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu

menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan perbaikan

biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis

kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut

menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap

asimtomatik dan jarang terjadi kegagalan hati. Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai

mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari

delapan pasien yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan

hanya satu diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia. Di seluruh dunia

ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia 9.

26

Page 27: Hepatitis B.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. C. Devid, Jr. Sabiston (2002), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku

Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.

2. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW,

Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 :

94 : 1996 – 84.

3. Lesmana, L.A, 2001, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

I ed 3, hal 380 – 83, Balai Penerbit FK UII, Jakarta.

4. Mansjoer A. etal, 2003. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Penerbit

Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

5. Reksoprodjo S. 2004. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

6. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266, Penerbit EGC,

Jakarta.

27

Page 28: Hepatitis B.doc

7. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2005. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Revisi, hal.

767 – 733, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

8. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. ed. London :

Blackwell Scientific Publication, 2002.

9. WHO. 2010. Hepatitis A, B, and C. http://www.who.org. Diakses pada tanggal 11 Februari

2013.

10. Wilson, Walter R. And Merle A. Sande. 2001. Current Diagnosis & Tratment in

Infectious Disease. The mcGraw-hill Companies, United States of America.

28