hendra laporan ppok

download hendra laporan ppok

of 20

Transcript of hendra laporan ppok

Laporan Pendahuluan PPOK atau COPD

1. Definisi PPOKPPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang disebabkan oleh bronchitis kronis atau emfisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif non reversible kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan napas dan kadangkala parsial reversible. (Tierney,2002) Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah: Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. (Smeltzer, 2001)Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya.

2. Etiologi dan Pembagian Derajat PPOKAsap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.Etiologi dari PPOK : Bronkitis Kronis Merokok Polusi Udara Iklim Emphysema Predisposisi genetic Merokok Polusi udara Asthma Bronkiale Faktor Prediasposisinya adalah : Alergen (debu, bulu binatang, kulit dll) Infeksi saluran nafas Stress Olahraga (Kegiatan Jasmani Berat) Obat-obatan Polusi udara Lingkungan kerja Lain-lain, (iklim, bumbu masak, bahan pengawet dll)Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat 1. Derajat I: PPOK ringanDengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.2. Derajat II: PPOK sedangSemakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.3. Derajat III: PPOK beratDitandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.4. Derajat IV: PPOK sangat beratKeterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

3. Epidemiologi PPOKData Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Di Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun untuk menanggulangi penyakit ini, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal.PPOK juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang diturunkan. Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOK. Tetapi kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK.Penyakit PPOK merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa.Survey tahun 2001 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 12,1 juta orang menderita PPOK, 9 juta menderita bronchitis kronis dan sisanya menderita emfisema, atau kombinasi keduanya. Berdasarkan The Asia Pasific COPD Rountable Group (2001) menunjukkan jumlah penderita PPOK sedang hingga berat di Negara-negara Asia Pasifik mencapai 56,6 juta penderita dengan prevalensi sebesar 6,3%.

4. Faktor Resiko PPOKa) Faktor pejamuFaktor pejamu (host) meliputi genetik, hiper responsif jalan napas danpertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK.Jenis kelamin, dahulu PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria.Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya. Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease, bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko menderita PPOKb) Faktor (kebiasaan) merokokAsap rokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalens tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Tidak seluruh perokok menjadi PPOK, hal ini mungkin berhubungan dengan faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakanfaktor risiko PPOK.Asap rokok yang dihisap ke dalam paru oleh perokoknya disebut asap rokok utama (main stream smoke), sedang asap yang berasal dari ujung rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan (side stream smoke). Polusi udara yang ditimbulkan oleh asap rokok utama yang dihembuskan lagi oleh prokok dan asap rokok sampingan disebut asap rokok lingkungan (ARL) atau Environmenttal Tobacco Smoke (ETS).Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tigggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau terbakar pada temperature lebih rendah ketika rokok sedang tidak dihisap, membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Oleh karena itu ARL berbahaya bagi kesehatan dan tidak ada kadar pajanan minimal ARL yang aman. Terdapat sekitar 4.000 zat kimia berbahaya keluar melalui asap rokok tersebut, antara lain terdiri dari aseton (bahan cat), amonia (pembersih lantai), arsen (racun), butane (bahan bakar ringan), kadmium (aki kendaraan), karbon monoksida (asap knalpot), DDT (insektisida), hidrogen sianida (gas beracun), methanol (bensin roket), naftalen (kamper), toluene (pelarut industri), dan vinil klorida (plastik).c) Faktor lingkungan (polusi udara)Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, briket batu bara, asap kayu bakar, asap obat nyamuk bakar, dan lain-lain), polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, kebakaran hutan, gunung meletus, dan lain-lain, dan polusi di tempat kerja (bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun).Pajanan yang terus menerus oleh gas dan bahan kimia hasil industri merupakab faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap rokok. Sedangkan polusi dalam ruangan (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko lainnya. Riwayat infeksi berat semasa anakanak berhubungan dengan penurunan faal paru dan meningkatkan gangguan pernapasan saat dewasa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh hiperesponsif jalan napas dan infeksi virus. Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada rumah tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi.Selain itu polusi udara dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan fungsi tubuh, termasuk gangguan faal paru. Polusi udara juga dapat meningkatkan kejadian asma bronkial dalam masyarakat. Zat yang paling banyak pengaruhnya terhadap saluran pernapasan dan paru adalah sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan ozon. Ketiga zat tersebut dapat menurunkan faal paru.

5. Patofisiologi PPOKPolusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hipereksesi lendir dan inflamasi

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Bronkiolus menyempitBatuk tidak efektifnafsu makan Dan tersumbatketidakefektifan BB derastisbersihan jalan nafas Nafas pendekobstruktif alveolinutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan pola nafasrentan thd infeksialveoli kolapspernafasan Ketidakefektifan Penurunan ventilasi parupola nafasResiko InfeksiKerusakan campuran gasKetidaksamaan ventilasihipoksemiaPerfusi kelemahanGangguan pertukaran GasADL dibantu

Intoleransi aktivitas

6. Manifestasi Klinis PPOKGejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harusdiperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasaterjadi pada proses penuaan. Batuk kronikBatuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan Berdahak kronikKadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitasSeringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak.Skala sesak :Skala SesakKeluhan sesak berkaitan dengan aktivitas

0Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

1Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat

2Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

4Sesak bila mandi atau berpakaian

7. Pemeriksaan Diagnostik PPOK Chest X-Ray Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

Pemeriksaan Fungsi Paru Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator. TLC Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema. Kapasitas InspirasiKapasitas inspirasi menurun pada emfisema FEV1/FVC Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma. ABGs Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadapnhiperventilasi (emfisema sedang atau asthma). Bronchogram Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis) Darah lengkap Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma). Kimia Darah Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer. Sputum Kultur Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi. ECG Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

8. Penatalaksanaan PPOKa. UmumPenatalaksanaan umum : Pendidikan terhadap penderita dan keluarganya. Menghindari rokok dan zat-zat inhalasi lain yang bersifat iritasi. Menghindari infeksi. Lingkungan yang sehat. Kebutuhan cairan yang cukup. Imunoterapi.

b. Obat BronkodilatorDianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik Anti inflamasiPilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik AntibiotikTidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat. MukolitikTidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatansimptomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental. AntitusifDiberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.

c. Terapi O2Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat Oksigen: Mengurangi sesak Memperbaiki aktivitas Mengurangi hipertensi pulmonal Mengurangi vasokonstriksi Mengurangi hematokrit Memperbaiki fungsi neuropsikiatri Meningkatkan kualitas hidup

Indikasi : Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht>55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen : Pemberian oksigen jangka panjang Pemberian oksigen pada waktu aktivitas Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napasAlat bantu pemberian oksigen: Nasal kanul Sungkup venture Sungkup rebreathing Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.d. Rehabilitasi Pasien PPOK cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah : FisioterapiTujuan dari fisioterapi adalah membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk, mengatasi gangguan pernafasan pasien,memperbaiki gangguan perkembangan thoraks, meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan dan mengurangi spasme otot leher. Rehabilitasi psikisRehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Rehabilitasi pekerjaanRehabilitasi pekerjaan berguna untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur.

9. Komplikasi PPOKKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah : Gagal nafas Gagal nafas kronikHasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 Bronkodilator adekuat Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur Antioksidan Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal nafas akut pada gagal nafas kronikGagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : Sesak napas dengan atau tanpa sianosis Sputum bertambah dan purulen Demam Kesadaran menurun Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Kor pulmonalDitandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.Kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. HipoksemiaHipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen > :Streptococcus pneumoniae.Hemophylus influenzae.Moraxella catarrhalis. Radiologi :Thorax foto (AP dan lateral).Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru-paru.Pada emphysema paru : Distensi > Diafragma letak rendah dan mendatar. Ruang udara retrosternal > (foto lateral). Jantung tampak memanjang dan menyempit. Bronkogram : menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat. EKG.Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.5. Lain-lain perlu dikaji Berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.Aktivitas dan Istirahat

GejalaKeletihan, kelelahan, malaise

Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Perlu tidur dalam posisi duduk cukup tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

TandaKelelahan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot

Sirkulasi

GejalaPembengkakan pada ekstremitas bawah

TandaPeningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantungDistensi vena leher, sianosis perifer

Integritas ego

Gejala/tandaAnsietas, ketakutan dan peka rangsang

Makanan/cairan

Gejala Mual/muntah, Nafsu makan menurun, ketidakmampuan makan karena distress pernafasanPenurunanan BB menetap (empisema) dan peningkatan BB karena edema (Bronkitis)

TandaTurgor kulit buruk, edema, berkeringat, penurunan BB, penurunan massa otot

Hygiene

GejalaPenurunan Kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas tubuh

TandaKebersihan buruk, bau badan

Pernafasan

GejalaNafas pendek, khususnya pada saat kerja, cuaca atau episode serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut selam 3 tahun sedikitnya 2 tahun. Sputum hijau, putih, kuning dengan jumlah banyak (bronchitis)Episode batuk hilang timbul dan tidak produktif (empisema), Riwayat Pneumonia, riwayat keluarga defisiensi alfa antitripsin

TandaRespirasi cepat dangkal, biasa melambat, fas ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (empisema)Pengguanaan otot Bantu pernafasan, Dada barell chest, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas, Ronki, wheezing, redupPerkusi hypersonor pada area paru (udara terjebak, dan dapat juga redup/pekak karena adanya cairan).Kesulitan bicara 94 5 kalimat 0Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh.

SeksualitasLibido menurun

Interaksi sosial

GejalaHubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukung

TandaKeterbatasan mobilitas fisikKelalaian hubungan antar keluarga

Diagnosa keperawatan1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan jalan nafas, kelelahan otot pernafasan, peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi mukus/peningkatan sekresi lendir3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan atau kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia.4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adequatnya immunitas tubuh6. Kurang pengetahuan berhu bungan dengankurang informasi

Diagnosa KeperawatanTujuanRencana tindakanRasional

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan jalan nafas, kelelahan otot pernafasan, peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi.Kriteria hasil1. Gas arteri dalam batas normal2. Warna kulit perifer membaik (tidak cianosis)3. RR : 12 24 x /menit4. Bunyi nafas bersih5. Batuk (-)6. Ketidaknyamanan dada ()7. Nadi 60 100 x/menit8. Dyspnea ()1. Observasi status pernafasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri2. Awasi perkembangan membran mukosa / kulit (warna)3. Observasi tanda vital dan status kesdaran.

4. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien5. Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan6. Pertahankan posisi fowler dengan tangan abduksi dan disokong dengan bantal atau duduk condong ke depan dengan ditahan meja.7. Kolaborasi untuka. Berikan obat yang telah diresepkan b. Berikan obat depresan saraf dengan hati-hati (sedatif/narkotik).

1. Memantau perkembangan kegawatan pernafasan2. Gangguan Oksigenasi perifer tampak cianosis3. Menentukan status pernafasan dan kesadaran 4. Mengurangi penggunaan energi berlebihan yang membutuhkan banyak Okigen5. Memenuhi kebutuhan oksiegen 6. Meningkatkan kebebasan suplay oksiegn7. Obat depresan akan mendepresi system pernafasan dan menyebabkan gagal nafas

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi mukus/peningkatan sekresi lendirKlien dapat mening-katkan bersihan jalan nafasKriteria hasil1. Mampu mendemonstrasikan batuk terkontrol2. Intake cairan adekuat1. Kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekresi, jika tidak mampu :a. Ajarkan metode batuk terkontrolb. Gunakan suction (jika perlu untuk mengeluarkan sekret)c. Lakukan fisioterapi dada2. Secara rutin tiap 8 jam lakukan auskultasi dada untuk mengetahui kualitas suara nafas dan kemajuannya.3. Berikan obat sesuai dengan resep; mukolitik, ekspektorans4. Anjurkan minum kurang lebih 2 liter per hari bila tidak ada kontra indikasi5. Anjurkan klien mencegah infeksi / stressora. Cegah ruangan yang ramai pengunjung atau kontak dengan individu yang menderita influenzab. Mencegah iritasi : asap rokokc. Imunisasi : vaksinasi Influensa.

1. Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan meningkatkan kemampuan klien merawat diri / membersihkan/membebaskan jalan nafas

2. Memantau kemajuan bersihan jalan nafas

3. Mengencerkan secret agar mudah dikeluarkan4. mengencerkan sekert

5. Menghindarkan bahan iritan yang menyebabkan kerusakan jalan nafas

3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan, kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksiaKlien akan menunjukkan kemajuan/peningkatan status nutrisiKriteria hasila. Klien tidak mengalami kehilangan BB lebih lanjutb. Masukan makanan dan cairan meningkatc. Urine tidak pekatd. Output urine meningkat.e. Membran mukosa lembabf. Kulit tidak keringg. Tonus otot membaik1. Kaji kebiasaan diit. Catat derajat kesulitan makan/masukan. Evaluasi BB

2. Berikan perawaatan oral

3. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbont4. Sajikan menu dalam keadaan hangat

5. Anjurkan makan sedikit tapi sering

6. Kolaborasi tim nutrisi untuk menentukan diit1. Pasien distress pernafasan sering anoreksia. Dan juga sering mempunyai pola makan yang buruk. Sehingga cenderung Bb menurun2. kebersihan oral menhilangkan bakteri penumbuh bau mulut dan eningkatkan rangsangan /nafsu makan3. menimbulkan distensi abdomen dan meningkatkan dispnea4. Menu hangat mempenga-ruhi relaksasi spingkter / saluran pencrnaan shg respon mual/muntah berkurang5. menegah perut penuh dan menurunkan resiko mual6. Menentukan diit yang tepat sesuai perhitungan ahli gizi

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.Kriteria Hasil :0. Klien mengungkapkan bahwa ia tidak cemas.0. Ekspresi wajah rileks.0. RR : 12 24 X / menit.0. N : 60 - 100 X / menit1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.

1. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.1. Lakukan pendekatan kepada klien dengan tenang dan meyakinkan dan hindari pemberian informasi atau instruksi yang bertele-tele dan terus menerus.1. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan pemeriksaan diagnostik serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.

1. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.1. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.

1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.1. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.1. Dapat meringankan beban pikiran pasien.1. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.1. Penjelasan yang sederhana dan singkat tentang tujuan intervensi dan pemeriksaan diagnostik serta anjurkan kepada klien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan dapat mengurangi beban pikiran pasien.1. Sikap positif dari tim kesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.1. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.1. Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

Daftar PustakaArdarsini, Eka Putri. 2010. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan PPOK. Program studi Ilmu Keperawatan : Fakultas Kedokteran Universitas UdayanaFarida, Y. 2004. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Bagian Radiologi RSUP Fatmawati Jakarta, (online) http://www.geocities.com/kosksp3sakti/referat/PPOK.doc, diakses tanggal 27 februariGold. 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (p. 16-19). (Online) Didapat dari : (http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116, diakses 27 Februari 2012).Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta Diakses tanggal 27 Februari pukul 09:30. http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/pengendalian_ppok.pdfMansjoer, Arif dkk.2000. Kapita Selekta kedokteran Edisi III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Media AescullapiusNanda Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi2009-2011(M. Ester, Ed.). Alih Bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti & Estu Tiar. 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006. Pantangan merokok pada penderita penyakiit paru obstruktif kronik. http://klikpdpi.com diakses tanggal 27 Februari 2012Rahmatika, Anita.2009. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Dirawat di Rawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara : MedanSubhan. 2002. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Ruang Paru LK RSUD dr. Sutomo. Disertasi Diterbitkan. Surabaya: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.Suharto. 2000. Fisioterapi pada Empisema. Cermin Dunia Kedokteran No.128 : Jakarta

20