Hematuri ANak Rev
-
Upload
yogi-agil-murdjito -
Category
Documents
-
view
75 -
download
0
description
Transcript of Hematuri ANak Rev
BAB I
PENDAHULUAN
Darah dalam kemih merupakan suatu petanda yang perlu segera ditindak
lanjuti dengan berbagai pemeriksaan laboratorium. Hematuri merupakan salah
satu gejala yang penting pada berbagai penyakit ginjal dan saluran kemih.1
Hematuri sering dijumpai pada kelainan ginjal dan saluran kemih,
meskipun prevalensi hematuri mikroskopis asimtomatis pada anak sekolah
hanyalah sebesar 0.5 - 1.6%. Prevalensi hematuri makroskopis lebih rendah yaitu
sekitar 0,13%. Hematuri dapat merupakan petanda dari suatu penyakit yang serius
sehingga oleh karenanya sangat penting untuk dipastikan adanya sel darah merah
dalam kemih serta ditentukan tingkat keparahan dan persistensinya.1
Hematuri dapat dijumpai dalam berbagai keadaan, seperti pada penyakit
ginjal, sebagai bagian dari penyakit sistemik, sebagai gejala dari infeksi saluran
kemih atau sebagai gejala penyakit lain yang secara kebetulan dijumpai pada saat
pemeriksaan rutin. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memegang peran penting
dalam menegakkan diagnosis pada hematuri.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Hematuri adalah suatu terminologi medik yang menjelaskan adanya darah
dalam kemih. Hematuri makroskopis atau gross dapat terlihat secara kasat mata,
sedangkan hematuri mikroskopis hanya dapat dideteksi dengan uji carik celup
yang dipastikan dengan pemeriksaan mikroskop sedimen urin.1
Diagnosis hematuri mikroskopis ditegakkan apabila didapatkan lebih dari
5 sel darah merah per lapang pandang besar. Adanya hematuri harus dikonfirmasi
dengan pemeriksaan sedimen urin secara mikroskop, oleh karena banyak
penyebab lain selain darah yang dapat menimbulkan kemih berwarna merah atau
coklat dan memberikan uji carik celup yang positif palsu.3
Penanganan anak dengan hematuri makroskopis berbeda dengan
penanganan pada anak dengan hematuri mikroskopis. Warna urin dari hematuri
makroskopis yang berasal dari glomerulus berwarna coklat, teh, atau coca-cola,
sedangkan hematuri makroskopis yang berasal dari saluran kemih bawah
(kandung kemih atau urethra kemih) berwarna lebih muda.4
1.2. Epidemiologi
Prevalensi hematuri makroskopis pada anak di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 0,13%. Penyebab tersering adalah sistitis (20-25%). Hematuri
mikroskopis asimtomatis memiliki prevalensi sekitar 0,4 sampai 4,1%. 2
Ras berpengaruh terhadap timbulnya hematuri. Pada orang kulit putih
hiperkalsiuri idiopatik lebih sering terjadi dibanding orang kulit hitam dan asia.
Hematuri karena penyakit sel sabit lebih sering terjadi pada orang kulit hitam.2
Jenis kelamin berpengaruh terhadap penyebab hematuri. Contohnya,
sindrom Alport terjadi pada laki-laki, sementara nefritis lupus lebih banyak pada
perempuan remaja.2
2
Prevalensi beberapa penyakit berbeda sesuai umur. Tumor Wilms lebih
sering pada anak usia sebelum sekolah. Sementara glomerulonefritis pasca infeksi
lebih sering pada anak usia sekolah.2
1.3. Etiologi
Berbagai penyebab hematuri pada anak, seperti4:
1. Hematuri Glomerular
a. Penyakit Ginjal
Nefropati IgA (penyakit Berger)
Sindrom Alport (nefritis herediter)
Thin glomerular basement membrane nephropathy
Glomerulonefritis paska infeksi streptokokus
Nefropati membranosa
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Glomerulosklerosis fokal segmental
Antiglomerular basement membrane disease
b. Penyakit Sistemik
Lupus eritematosus sistemik
Purpura Henoch-Schonlein
Granulomatosis Wegener
Sindrom Goodpasture
Sindrom hemolitik-uremik
Glomerulopati sel sabit
Nefropati HIV
2. Hematuri Ekstraglomerular
a. Tubulointerstisial
Pielonefritis
Nefritis interstisial
Nekrosis tubuler akut
Nekrosis papiler
3
b. Vaskular
Trombosis arteri / vena
Malformasi (aneurisma, hemangioma)
Sindrom Nutcracker
c. Kristaluri
Kalsium
Oksalat
Asam urat
d. Kelainan struktural
Hidronefrosis
Penyakit ginjal polikistik
Displasia multikistik
Tumor (Wilms, rabdomiosarkoma, angiomiolipoma)
Trauma
e. Penyakit saluran kemih bawah
Sistitis
Uretritis
Urolitiasis
Trauma
Sindrom Munchausen
Urin berwarna merah tanpa eritrosit dapat terlihat pada berbagai keadaan
medis. Urin positif heme tanpa eritrosit disebabkan adanya hemoglobin atau
mioglobin. Hemoglobinuri tanpa hematuri terjadi akibat hemolisis. Mioglobinuri
tanpa hematuri terjadi pada sindrom rabdomiolisis setelah cedera otot rangka dan
disertai peningkatan lima kali pada kadar kreatin kinase plasma. Rabdomiolisis
dapat terjadi secara sekunder akibat miositis viral, luka remuk, abnormalitas
elektrolit berat (hipernatremia, hipofosfatemia), hipotensi, disseminated
intravascular coagulation (DIC), dan kejang berkepanjangan. Urin tanpa heme
dapat terlihat merah, coklat kola, atau merah keunguan akibat konsumsi berbagai
jenis obat, makanan atau pewarna makanan.3
4
Penyebab urin berwarna merah yang bukan hematuri4:
1. Heme Positif
a. Hemoglobin
b. Mioglobin
2. Heme Negatif
a. Obat-obatan
i. Klorokuin
ii. Deferoksamin
iii. Ibuprofen
iv. Besi sorbitol
v. Metronidazol
vi. Nitrofurantoin
vii. Fenazopiridin
viii. Phenolphthalein
ix. Fenotiazin
x. Rifampin
xi. Salisilat
xii. Sulfasalazin
b. Bahan pewarna buah atau sayuran (beet, blackberry)
c. Bahan pewarna makanan sintetik
d. Metabolit
i. Asam homogentisat
ii. Melanin
iii. Methemeglobin
iv. Porfirin
v. Tirosinosis
vi. Urat
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
5
Anak-anak dengan glomerulonefritis akut pasca infeksi biasanya
menunjukkan gejala hematuri makroskopis dan sembab yang mendadak setelah
mengalami faringitis atau impetigo sebelumnya. Untuk menegakkan diagnosis
glomerulonefritis akut pasca infeksi harus dicari adanya riwayat infeksi oleh
kuman streptokokus sebelumnya (ASO titer yang tinggi atau uji Streptozyme yang
positif dan/atau kultur tenggorok yang positif terhadap Streptococcus ß -
hemoliticus) dan kadar komplemen C3 yang rendah. Proteinuri dan sel darah
merah dalam urin dideteksi dengan uji carik celup. Pemeriksaan mikroskop urin
penting pada anak-anak yang menunjukkan gejala-gejala proteinuri, hipertensi,
atau sembab. Mikrohematuri dapat berlanjut sampai 2 tahun pada anak-anak
dengan glomerulonefritis akut pasca infeksi.1
Nefropati IgA
Pasien dengan nefropati IgA menunjukkan gejala spesifik berupa hematuri
makroskopis berulang, atau hematuri mikroskopis. Hematuri dan/atau proteinuri
umumnya sudah terdeteksi sebelum timbulnya purpura pada pasien dengan
Purpura Henoch-Schönlein (HSP).1
Glomerulonefritis Progresif Cepat (GNPC)
Pasien datang dengan gejala hematuri makroskopis, tetapi kadang-kadang
dengan hematuri mikroskopis. Biasanya terjadi perburukan fungsi ginjal yang
berlangsung cepat. GNPC dapat idiopatik atau sekunder akibat nefropati IgA,
granulomatosis Wegener, sindrom Goodpasture, dan nefritis Purpura Henoch-
Schönlein (HSP).1
Nefritis heriditer
Sindrom Alport atau nefritis heriditer adalah akibat mutasi pada gene
encoding untuk alpha 5 strand of type IV collagen yang berakibat suatu
abnormalitas pada membaran basal glomerulus. Sindrom Alport biasanya terjadi
pada masa akan-anak dengan gejala hematuri makroskopis atau mikroskopis.
Episode hematuri biasanya timbul setelah infeksi saluran napas atas.2
6
Nefritis interstitial
Gejala khas berupa lelah, malaise, dan nyeri pinggang. Jumlah kemih bisa
meningkat, menurun atau normal. Urinalisis dapat menunjukkan hematuri,
proteinuri ringan, piuria dengan torak leukosit dan eosinofil. Nefritis interstitialis
tidak pernah berupa isolated hematuri atau hematuri makroskopis.3
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih paling sering menimbulkan hematuri makroskopis,
tetapi jarang menimbulkan isolated microhematuria. Infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh bakteri menunjukkan gejala-gejala berupa demam, nyeri
pinggang atau nyeri perut, dan gejala-gejala disuria, frequency, atau ngompol.
Sistitis adenovirus menunjukkan gejala disuria dan hematuri makroskopis.1
Kelainan hematologi
Pasien dengan sickle cell disease atau trait menunjukkan gejala hematuri
makroskopis tanpa nyeri. Kadang-kadang berupa mikrohematuri asimtomatis.
Koagulopati dan trombositopenia jarang menimbulkan hematuri makroskopis.
Kelainan koagulopati perlu dicurigai apabila tidak ditemukan penyebab lain
terjadinya hematuri makroskopis asimtomatis, pasien dengan adanya riwayat
perdarahan dalam keluarga dan riwayat adanya memar atau perdarahan ditempat
lain.3
Nefrolitiasis / Hiperkalsiuri
Gejala nefrolitiasis bervariasi dengan kombinasi kolik ginjal, hematuri
makroskopis, mikrohematuri asimtomatis, atau ditemukan secara kebetulan pada
waktu pencitraan.3
Kelainan struktural / massa
7
Hematuri makroskopis dapat terjadi pada trauma minor pada pasien
dengan kista ginjal atau hidronefrosis akibat obstruksi pada daerah ureteropelvic
junction.3
Anomali vaskuler
Trombosis vena renalis jarang menunjukkan gejala hematuri makroskopis,
tetapi trombosis vena renalis merupakan penyebab penting terjadinya hematuri
pada masa neonatus. Malformasi arteriovenous saluran kemih dan hemangioma
jarang menyebabkan hematuri makroskopis episodik. Sangat sulit didiagnosis,
walaupun dengan sitoskopi dan angiografi renal.1
Loin Pain-Hematuria Syndrome
Loin Pain-Hematuria Syndrome adalah suatu episode nyeri pinggang
berulang yang disertai hematuri dimana dalam pemeriksaan tidak menunjukkan
kelainan patologi yang berarti dibandingkan keluhan dan gejalanya. Rasa nyeri
dapat unilateral atau bilateral, dan hematuri dapat makroskopis atau mikroskopis.
Nyeri biasanya menjalar ke daerah perut atau ke daerah pangkal paha. Paling
banyak dijumpai pada wanita muda berusia antara 20-40 tahun, tetapi dapat pula
terjadi pada anak-anak besar. Semua pemeriksaan laboratorium dan pencitraan
normal. Gambaran patologi ginjal tidak spesifik, menunjukkan kelainan ringan
dari proliferasi mesangial sampai fibrosis interstitialis dan mikroaneurisma.
Diagnosis loin pain hematuria syndrom ditegakkan apabila tidak ditemukan
kelainan lain, dan pasien tidak menunjukkan adanya infeksi, malignansi,
nefrolitiasis, hiperkalsiuri, dan trauma. Demikian pula sistem genitourinarinya
normal. Diagnosis banding termasuk uropati obstruktif, ISK, batu saluran kemih,
tumor, glomerulonefritis, trombosis vena renalis, dan hiperkalsiuri. Kelainan
anatomik dimana vena renalis sinistra yang terjepit antara aorta dan arteri
mesenterika superior biasanya menunjukkan gejala loin pain (nutcracker
syndrome). Banyak pasien menunjukkan gejala psikologis atau psikopatologis,
sehingga dalam pemeriksaan hendaklah dicari riwayat psikiatri secara detil,
persepsi pasien tentang nyeri, dan lingkungan psikososial. Nyeri dapat hebat,
8
sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap analgesik. Terapi utama adalah
simtomatis dengan terapi analgesik.3
Kelainan urologik
Stenosis meatal dapat merupakan penyebab hematuri makroskopis
maupun mikroskopis, terutama pada periode neonatus. Polip kandung kemih atau
ulserasi jarang menyebabkan hematuri pada anak.4
Urethrorrhagia
Anak laki-laki yang mengalami bercak perdarahan pada celana dalamnya
sering menimbulkan kekhawatiran yang sangat pada keluarga, biasanya adalah
urethrorrhagia. Usia rata-rata biasanya pada sekitar umur 10 tahun. Gejala
termasuk terminal hematuri pada 100% dan disuria pada 29.6% kasus.
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan normal pada semua pasien, kecuali
hematuri mikroskopis sebanyak 57%. Sistouretroskopi menunjukkan inflamasi
bulbar urethra tanpa striktur. Resolusi komplit terjadi pada separuh pasien pada 6
bulan, 71% pada 1 tahun, dan 91.7% seluruhnya. Rata-rata durasi gejala
berlangsung selama 10 bulan (2 minggu sampai 38 bulan), tetapi kelainan dan
menetap selama kurang lebih 2 tahun.1
Terapi cukup secara simtomatis. Evaluasi pencitraan rutin, laboratorium
dan sistoskopi tidak diperlukan dalam evaluasi urethrorrhagia. Sistoskopi
sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan striktur urethra.1
Latihan fisik
Latihan fisik yang berat dapat menimbulkan hematuri makroskopis.
Mikrohematuri dapat juga timbul pada latihan fisik, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan urine 48 jam setelah pasien selesai melakukan latihan fisik.
Mikrohematuri juga sering dialami wanita muda pada awal menstruasinya.3
Sindrom Munchausen
9
Jarang dijumpai, sulit dibuktikan sebagai penyebab hematuri. Asal
hematuri mungkin berasal dari darah dari tusukan jarinya sendiri, atau orang
tuanya mungkin berpura-pura mengeluh hematuri.4
1.4. Patogenesis dan Patofisiologi
Darah dapat berasal dari berbagai bagian ginjal, yaitu glomerulus, tubulus,
dan interstitium, atau dari saluran kemih, kandung kemih, dan urethra.1
Patogenesis dan patofisiologi dari hematuri bergantung kepada penyebabnya.
Hematuri yang berasal dari glomerulus ginjal terjadi akibat kerusakan struktural
membran basal akibat proses imunologi atau inflamasi. Sel darah merah terlepas
dari kapiler glomerulus melalui celah-celah dinding kapiler. Proteinuri, silinder
eritrosit, dan eritrosit yang mengalami deformitas dalam urine biasanya menyertai
hematuri yang berasal dari kerusakan glomerulus.2 Zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan pada tubulus ginjal. Suatu batu dapat menyebabkan erosi mekanik pada
saluran genitourinari, menghasilkan hematuri. Papila renalis dapat rusak oleh
mikrotrombi dan/atau anoksia pada pasien dengan hemoglobinopati atau toksin.4
1.5. Diagnosis
1.5.1.Anamnesis
Langkah pertama dalam evaluasi hematuri adalah anamnesis. Harus
dibedakan antara penyebab hematuri yang berasal dari glomerular atau
extraglomerular.3
Bila ada demam, letargi, nyeri perut, sembab atau gejala-gejala spesifik
saluran kemih seperti misalnya disuria, ngompol lagi, sering kencing, maka
diagnosis kemungkinan besar infeksi saluran kemih. Kolik daerah pinggang
sebelum timbulnya hematuri, kemungkinannya adalah batu ginjal atau ureter,
yang kalau ditelusuri mungkin ada riwayat pernah keluar pasir waktu kencing.
Adanya nyeri telan atau radang tenggorok 10-14 hari (atau infeksi kulit 4-6
minggu) sebelum terjadinya hematuri, maka kemungkinan terbesar adalah
glomerulonefritis pasca streptokokus. Bila ada riwayat ruam kulit, terutama bila
terjadi ruam kupu di daerah wajah, mungkin itu suatu lupus eritematosus sistemik,
10
atau bila ruam berbentuk purpura maka kemungkinannya adalah purpura Henoch
Schönlein. Riwayat penyakit dahulu juga perlu dilacak seperti misalnya riwayat
adanya trauma ginjal, gangguan faal hemostasis, atau hematuri dalam keluarga.
Adanya riwayat ketulian dengan gagal ginjal dalam keluarga terutama pada
keluarga laki-laki sangat mungkin satu sindrom Alport. Demikian pula adanya
riwayat penyakit ginjal polikistik autosomal dominan dalam keluarga.1
1.5.2.Pemeriksaan fisik
Hal yang paling penting dalam pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan
tekanan darah dan adanya edema palpebra atau perifer. Pemeriksaan kulit untuk
melihat adanya purpura. Adanya demam disertai nyeri ketok sudut kostovertebra
menunjukkan adanya pielonefritis. Pemeriksaan abdomen untuk mencari
balotement ginjal (tumor Wilms, hidronefrosis).2
1.5.3.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk evaluasi hematuri harus berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penentuan hematuri glomerular atau
ekstraglomerular dapat membantu untuk menghindari pemeriksaan tambahan
yang tidak diperlukan.4
Urinalisis
Hematuri mikroskopis bermakna ditegakkan apabila paling sedikit dalam 3
kali pemeriksaan urinalisis dalam kurun waktu 2-3 minggu menunjukkan adanya
5 atau lebih sel darah merah per lapang pandang besar. Uji carik celup merupakan
uji tapis yang sensitif untuk memastikan adanya darah dalam urin. Carik celup
terdiri dari secarik kertas yang diisi dengan hydroperoxide dan
tetramethylbenzidine. Peroxidase-like activity dari hemoglobin mengkatalisis
suatu reaksi yang menimbulkan warna biru hijau. Uji tersebut mampu mendeteksi
sel darah merah intak, hemoglobin bebas, dan mioglobin. Uji tersebut dapat
mendeteksi free hemoglobin minimal 150 g/l, ekivalen dengan 5-20 sel darah
merah intak per mm3 urin. Positif palsu terjadi apabila urin tercemar dengan
11
hidrogen peroksida, atau pada urin dengan pH > 9. Negatif palsu terjadi apabila
urin mempunyai berat jenis yang tinggi, mengandung asam askorbat dalam kadar
yang tinggi (pada konsumsi vitamin C > 2000mg/hari) dan diberi formalin sebagai
pengawet.1
Sampel urin yang uji carik celupnya positif sebaiknya selalu dikonfirmasi
dengan pemeriksaan mikroskop, untuk melengkapi informasi tentang jumlah
eritrosit, adanya sel-sel lain, kristal dan bakteri.1
Adanya hematuri harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis
untuk melihat adanya eritrosit dan silinder eritrosit. Sekitar 10 – 15 cc urin
disentrifuge. Kemudian diambil sedimennya untuk diperiksa dibawah mikroskop
dengan lapang pandang besar. Adanya eritrosit lebih dari 5 per lapang pandang
besar dinyatakan abnormal. Adanya silinder eritrosit menunjukkan hematuri
berasal dari glomerular. Jika tidak ditemukan adanya eritrosit dalam urin
walaupun tes carik celup positif makan menunjukkan warna urin yang merah
dapat disebabkan oleh hemoglobinuri atau mioglobinuri.2
Adanya leukosit dan silinder leukosit menunjukkan infeksi saluran kemih.
Kultur urin dapat dilakukan untuk menentukan mikroorganisme penyebab.
Kristal, bakteri, dan protozoa dapat juga ditemukan.2
Ureum dan kreatinin serum
Peningkatan ureum dan kreatinin serum menunjukkan penyakit ginjal
sebagai penyebab hematuri.2
Pemeriksaan hematologi dan koagulasi
Pemeriksaan hematologi terutama hitung trombosit dapat dilaksanakan
pada pasien yang memiliki riwayat gangguan pembekuan darah. Pemeriksaan lain
seperti bleeding time (BT), clotting time (CT), prothrombin time (PT), activated
partial thromboplastin time (aPTT). Pada gangguan pembekuan darah nilai-nilai
pemeriksaan tersebut akan meningkat. Untuk menegakkan adanya penyakit sel
sabit dapat dilakukan elektroforesis hemoglobin.2
12
Kalsium urin
Pengukuran kadar kalsium dalam urin selama 24 jam berguna untuk
menegakkan diagnosis hiperkalsiuri sebagai penyebab hematuri. Ekskresi kalsium
lebih dari 4mg/kgBB/hari dianggap tidak normal.2
Pemeriksaan serologi
Pengukuran kadar komplemen serum penting dilakukan pada hematuri
glomerular. Kadar komplemen serum yang rendah ditemukan pada
glomerulonefritis paska infeksi, lupus eritematosus sistemik, glomerulonefritis
membranoproliferatif. Titer antistreptolisin (ASO) yang tinggi menunjukkan
adanya infeksi streptococcus. Kadar Anti-Dnase B mengindikasikan infeksi
streptococcus grup B dan bisa positif walaupun kadar ASO dalam batas normal.
Titer ANA (antinuclear antibodi) dan pemeriksaan titer anti dsDNA berguna
untuk pasien yang dicurigai menderita lupus eritematosus sistemik.3
Pemeriksaan radiologi
USG renal dan kandung kemih: kelainan seperti hidronefrosis, hidroureter,
nefrokalsinosis, tumor dan urolitiasis dapat ditemukan dengan USG. Pada pasien
dengan obesitas berat, struktur ginjal dan organ sekitar dapat diperiksa lebih
akurat dengan CT scan. Pemeriksaan CT scan sangat berguna dalam mendeteksi
urolitiasis, tumor Wilms dan penyakit ginjal polikistik.2
Biopsi ginjal
Adanya proteinuri, peningkatan kreatinin serum, hipertensi, hasil
pemeriksaan serologi yang abnormal menunjukkan hematuri yang terjadi
merupakan akibat penyakit pada ginjal yang mungkin memerlukan biopsi ginjal
sebagai pemeriksaan lanjutan.4
Indikasi dilakukan biopsi ginjal pada pasien dengan hematuri adalah2:
1. Proteinuri ≥ 3g/hari atau ≥ 3+ pada uji carik celup
2. Abnormalitas fungsi ginjal
3. Hematuri berulang yang persisten
13
4. Kelainan serologi (komplemen, ANA, dsDNA)
5. Riwayat keluarga dengan gagal ginjal stadium terminal
Biopsi kulit dengan pewarnaan imunologi untuk α5(IV) chain dapat
dilakukan jika dicurigai pasien dengan sindrom Alport.2
Tabel 1 Perbedaan Hematuri Glomerular dan Ekstraglomerular3
Hematuri Glomerular Hematuri Ekstraglomerular
Anamnesis
Nyeri saat berkemih Tidak ada Uretritis, sistitis
Keluhan sistemik Edema, demam, nyeri
menelan, nyeri sendi
Demam pada infeksi saluran
kemih, nyeri kolik pada batu
ginjal
Riwayat trauma Tidak ada Ada
Riwayat keluarga Ketulian pada sindrom
Alport, gagal ginjal
Biasanya negatif, kecuali pada
batu ginjal
Pemeriksaan fisik
Hipertensi Sering terjadi Jarang
Edema Mungkin ada Tidak ada
Massa intraabdomen Tidak ada Ada pada tumor Wilms,
penyakit ginjal polikistik
Ruam kulit, artritis Lupus eritematosus
sistemik, purpura
Henoch-Schonlein
Tidak ada
Urinalisis
Warna Coklat, seperti teh,
seperti cola
Merah
Proteinuri Sering ada Tidak ada
Eritrosit dismorfik Ada Tidak ada
Silinder eritrosit Ada Tidak ada
Kristal Tidak ada Mungkin ada
14
Gambar 1 Algoritma Evaluasi Hematuri Glomerular dan Ekstraglomerular4
1.5.4.Alur Diagnosis Berdasarkan Jenis Hematuri
Hematuri makroskopis
Hematuri makroskopis merupakan gejala tanda bahaya (alarm) bagi anak
dan orang tua yang membutuhkan evaluasi cepat. Urinalisis harus segera
dikerjakan untuk memastikan adanya eritrosit, silinder eritrosit dan kristal.
Kadang-kadang Schistosoma haematobium terdiagnosis dengan ditemukannya
ova dalam urin pada anak dengan hematuri makroskopis yang tak dapat
diterangkan.1
Penyebab hematuri makroskopis pada anak yang berasal dari glomerulus
adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus dan nefropati IgA. Anamnesis
yang teliti harus dilakukan untuk menemukan penyebab hematuri. Riwayat
adanya nyeri tenggorok, pioderma atau impetigo, proteinuri, sembab, hipertensi,
15
dan torak mendukung diagnosis glomerulonefritis. Bila titer ASO dan uji
Streptozyme, dan kadar komplemen C3 serum dilakukan akan dapat memastikan
diagnosis. Bila pemeriksaan tersebut tidak dilakukan, harus dibuat diagnosis
banding. Nefropati IgA dapat menyebabkan hematuri makroskopis berulang, dan
penyakit ini didahului oleh infeksi saluran napas atas dan bahkan disertai nyeri
perut atau nyeri pinggang.3
Demam, disuri, nyeri pinggang dengan atau tanpa gejala muntah mungkin
suatu ISK. CT scan abdomen dan pelvis perlu segera dilakukan bila ada riwayat
trauma abdomen, dan pasien segera dirujuk kepada spesialis urologi. Riwayat
keluarga adanya batu ginjal atau kolik ginjal hebat dengan hematuri makroskopis
sangat mungkin suatu batu saluran kemih. Hiperkalsiuri dapat menyebabkan
hematuri makroskopis berulang atau hematuri mikroskopis tanpa adanya
gambaran batu pada pencitraan.1
Untuk mencari sumber perdarahan, sistoskopi paling tepat dilakukan pada
saat terjadi perdarahan aktif. Wanita muda yang mengalami hematuri makroskopis
berulang perlu diselidiki adanya riwayat child abuse, atau adanya benda asing
yang masuk kedalam vagina. Daerah genitalia harus diperiksa apakah ada tanda-
tanda trauma.1
Bila tidak ditemukan eritrosit dalam urin, tetapi uji carik celup positif
untuk darah, kemungkinannya adalah hemoglobinuri dan mioglobinuri.4
16
Gambar 2 Evaluasi Pasien dengan Hematuri Makroskopis3
Hematuri mikroskopis
1. Hematuri mikroskopis asimtomatis
Hematuri mikroskopis tanpa adanya kelainan pada anamnesis atau
pemeriksaan fisik, sering ditemukan pada pemeriksaan urine rutin.
Urinalisis hendaknya diulang 2 atau 3 kali dalam beberapa bulan (tanpa
didahului oleh latihan fisik) sebelum memulai pemeriksaan berikutnya.
Bila hematuri mikroskopis menetap, harus dibuat anamnesis yang teliti
tentang pemakaian obat-obatan, riwayat dalam keluarga adanya hematuri,
ketulian, gagal ginjal, batu saluran kemih, riwayat adanya sickle cell
disease atau trait. Urin orang tua hendaknya juga diperiksa untuk mencari
adanya hematuri. Apabila semua penyelidikan dan pemeriksaan tidak
menunjukkan kelainan, orang tua hendaknya ditenangkan dan pemeriksaan
17
lanjutan seperti misalnya ultrasonografi ginjal dan sistoskopi sebaiknya
dihindarkan. Selanjutnya anak dapat dire-evaluasi setiap tahun melalui
pemeriksaan urinalisis, dan pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan
apabila sewaktu-waktu terjadi perkembangan baru.1
Gambar 3 Evaluasi Pasien dengan Hematuri Mikroskopis Asimtomatis3
2. Hematuri mikroskopis yang disertai kelainan
Anak-anak dengan hematuri mikroskopis yang disertai kelainan
pada anamnesis, pemeriksaan fisik, atau urinalisis hendaknya dicari
apakah ada kelainan atau penyakit ginjal. Sembab, hipertensi, jumlah urin
berkurang, ruam, arthralgia, atau gejala konstitutional, nafsu makan
hilang, dan/atau berat badan menurun, mengarah pada kelainan ginjal
18
intrinsik. Pasien dengan gejala-gejala tersebut sebaiknya dilakukan
pemeriksaan laboratorium, termasuk panel metabolik dasar, kadar
komplemen serum, pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan tambahan
dapat dilakukan berdasarkan kelainan klinis, termasuk titer ASO, anti
dsDNA, uji serologi hepatitis. Anak dengan hematuri dan proteinuri yang
tidak menunjukkan adanya sembab atau hipertensi, sebaiknya dilakukan
urinalisis ulangan, kecuali bila proteinuri lebih besar dari 2+. Bila kelainan
urine menetap, pemeriksaan tersebut diatas hendaknya dilakukan
meskipun tidak ada sembab atau hipertensi. Proteinuri menetap sebaiknya
diukur secara kuantitatif, bila ekskresi lebih besar dari 1 g perhari, pasien
dirujuk kepada ahli nefrologi anak untuk evaluasi lebih lanjut.1
Gambar 4 Evaluasi Pasien dengan Hematuri Mikroskopis yang Disertai Kelainan3
19
1.5.5.Tatalaksana Hematuri
Hematuri adalah tanda dari suatu penyakit sehingga tatalaksana hematuria
tergantung kepada penyakit yang mendasarinya. Penyebab hematuri sangat luas
sehingga tidak mungkin dibahas semua. Berikut ini akan dibahas tatalaksana
beberapa penyebab hematuri.
Hematuri mikroskopis tanpa adanya kelainan pada anamnesis atau
pemeriksaan fisik tidak memerlukan terapi. Urinalisis hendaknya diulang 2 atau 3
kali dalam beberapa bulan (tanpa didahului oleh latihan fisik).1
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
Eradikasi kuman dapat dilakukan dengan pemberikan antibiotik golongan
penisilin, yaitu amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
Jika anak alergi terhadap golongan penisilin dapat diberikan eritromisin dengan
dosis 30mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.5
Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Selain itu
dapat diberikan obat hipertensi tergantung berat ringannya hipertensi yang terjadi.
Tirah baring dibutuhkan jika pasien mengalami penurunan kesadaran, hipertensi
atau edema. Diet rendah garam dan rendah protein diberikan jika terdapat retensi
cairan dan penurunan fungsi ginjal.5
Pemantauan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan ureum dan
kreatinin serum, komplemen serum, dan urinalisis. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya menurun dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam 3 – 4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam 6 – 8 minggu. Kelainan sedimen urin
tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien. Selama kadar komplemen C3 dalam serum belum normal dan hematuri
mikroskopis belum menghilang pasien hendaknya terus dievaluasi, karena ada
kemungkinan terjadi pembentukan glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.5
Infeksi saluran kemih
Penyebab tersering infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli. Sebelum
ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empiris selama
20
7 – 10 hari untuk eradikasi infeksi akut. Antibiotik oral yang dapat diberikan
seperti amoksisilin 20 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis dan sefiksim
4mg/kg diberikan 2 kali sehari. Untuk terapi intravena dapat diberikan sefotaksim
150mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, seftriakson 75mg/kgBB sekali sehari,
gentamisin 5mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Selain pemberian antibiotik, penderita
infeksi saluran kemih memerlukan asupan cairan yang cukup, dan perawatan
higiene daerah perineum dan periuretra.5
Nefropati IgA
Tidak ada terapi spesifik untuk nefropati IgA. Terapi yang dapat diberikan
seperti imunosupresi dengan kortikosteroid dan ACE inhibitor untuk mengurangi
proteinuria yang terjadi. Pada pasien yang mengalami gagal ginjal stadium akhir
dapat dilakukan transplantasi ginjal.4
Glomerulonefritis Progresif Cepat (GNPC)
Sindrom Goodpasture diterapi dengan terapi imunosupresif seperti
metilprednisolon dan siklofosfamid. Granulomatosis Wegener diterapi dengan
kombinasi kortikosteroid dan siklofosfamid. Nefritis Purpura Henoch-Schönlein
diterapi dengan kortikosteroid dosis tinggi dengan siklofosfamid atau azatioprin.4
Kelainan hematologi
Pada pasien dengan kelainan hematologi terapi yang dapat diberikan
bergantung kepada penyebab kelainan pembekuan yang terjadi. Untuk
trombositopenia dapat diberikan tranfusi trombosit. Untuk kelainan pembekuan
darah akibat kekurangan faktor-faktor pembekuan dapat diberikan tranfusi
plasma, fresh frozen plasma, dan cryopresipitate. Fresh frozen plasma adalah
plasma yang dipisahkan dari darah dan dibekukan pada suhu -18oC dalam waktu
maksimal 8 jam setelah pengambilan darah. Fresh frozen plasma mengandung
seluruh jenis faktor pembekuan darah. Perbedaan plasma biasa dan fresh frozen
plasma adalah plasma biasa mengalami penurunan kadar faktor VIII dan faktor V
21
karena kedua faktor tersebut bersifat labil pada suhu ruangan. Cryoprecipitate
mengandung fibrinogen, faktor VIII, faktor von Willebrand, faktor XIII.6
Nefrolitiasis / Hiperkalsiuri
Terapi untuk nefrolitiasis terdiri dari terapi medikamentosa dan bedah.
Terapi simtomatis berupa analgesik. Untuk pasien dengan ukuran batu lebih dari 8
mm umumnya perlu dilakukan pembedahan.7
Batu asam urat yang kecil (4mm atau kurang) dapat dilarutkan dengan
mengkondisikan urin menjadi basa dengan natrium bikarbonat. Batu kalsium tidak
dapat dilarutkan dengan terapi medikamentosa.7
Pasien dianjurkan untuk banyak minum sehingga jumlah urin meningkat
untuk menghindari supersaturasi dari zat-zat pembentuk batu seperti kalsium,
oksalat, dan asam urat. Kalsium dalam makanan dibatasi 600-800 mg/hari pada
pasien dengan hiperkalsiuria.7
1.5.6.Komplikasi Hematuri
Komplikasi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut pasca infeksi
streptokokus adalah gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik, ensefalopati hipertensi,
gagal jantung, edema paru.5 Komplikasi dari penyakit-penyakit autoimun seperti
nefropati IgA, granulomatosis Wegener, Purpura Henoch-Schönlein, dan sindrom
Goodpasture berupa gagal ginjal kronik sampai gagal ginjal stadium akhir.4 Pada
infeksi saluran kemih dapat terjadi jaringan parut dan urosepsis.5 Nefrolitiasis
dapat menimbulkan obstruksi saluran kemih dan infeksi saluran kemih.7
1.5.7.Prognosis
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus bersifat self-limiting,
tetapi juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Sebagian besar (95%) pasien
akan sembuh, tetapi 5% dapat mengalami perburukan menjadi gagal ginjal akut.5
Prognosis penderita infeksi saluran kemih secara umum baik dan dapat
sembuh sempurna.5
22
Prognosis nefropati IgA buruk, penyakit berlanjut menjadi gagal ginjal
stadium akhir pada 20 – 40% pasien dalam 20 tahun sejak gejala muncul.
Granulomatosis Wegener memiliki prognosis buruk dengan 50% pasien akan
mengalami relaps dalam 5 tahun. Sebagian besar pasien Purpura Henoch-
Schönlein mengalami resolusi komplit dalam 8 minggu. Pasien yang lebih muda
memiliki prognosis yang lebih baik. Sekitar 15% pasien akan mengalami
insufisiensi ginjal kronik, 1% mengalami gagal ginjal stasium akhir. Pasien
dengan sindrom Goodpasture jarang ada yang membaik, biasanya berlanjut
sampai gagal ginjal stadium akhir.4
Pada nefrolitiasis sekitar 80 – 85% batu akan keluar spontan. Sisanya
memerlukan perawatan rumah sakit karena nyeri hebat, komplikasi infeksi saluran
kemih atas atau untuk pembedahan. Angka rekurensi nefrolitiasis sekitar 50%
dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun.7
23
BAB III
KESIMPULAN
Hematuri merupakan suatu tanda dari berbagai gangguan di ginjal dan
salurannya. Selain itu dapat juga merupakan suatu manifestasi dari penyakit
sistemik. Hematuri dapat bersifat makroskopis maupun mikroskopis. Untuk
mencari penyebab timbulnya hematuri penting dibedakan antara hematuri yang
berasal dari glomelurar dan ekstraglomerular. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
memegang peranan penting dalam diagnosis penyebab dari hematuri untuk
selanjutnya dipastikan dengan suatu pemeriksaan penunjang.
Tatalaksana hematuri tergantung kepada penyebab timbulnya hematuri.
Tatalaksana untuk penyakit yang bersifat autoimun umumnya dengan
kortikosteroid dan agen sitotoksik. Penyakit infeksi diberi terapi antibiotik. Untuk
nefrolitiasis dapat secara medikamentosa dan bedah. Secara umum hematuri
mikrokopis asimtomatis tidak memerlukan terapi.
Komplikasi hematuri tergantung dari penyakit yang mendasari.
Komplikasi dari penyakit-penyakit pada ginjal secara umum berupa gagal ginjal.
Prognosis hematuri juga tergantung penyakit yang mendasari. Jika
penyakit yang mendasari adalah penyakit herediter, penyakit autoimun dan
keganasan maka prognosis umumnya buruk. Jika penyakit yang mendasari adalah
suatu infeksi maka prognosis umumnya baik.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Noer MS. 2005. Hematuria, dalam Naskah lengkap Continuing Education
Ilmu Kesehatan Anak XXXV. Surabaya: Divisi Nefrologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR.
2. Gulati S. 2012. Hematuria.
[http://emedicine.medscape.com/article/981898-overview] dikunjungi
pada 28 Juni 2012.
3. Meyers KE. 2004. Evaluation of Hematuria in Children. Urol Clin North
Am 31(3):559-573.
4. Pan CG and Avner ED. Clinical Evaluation of the Child with Hematuria.
In Kliegman RM, et al (editor). 2011. Nelson Textbook of Pediatrics, 19th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p.1778 – 1781.
5. Pudjiadi AH, et al (editor). 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Tanpa kota: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal
89 – 91, 136 – 140.
6. Stanworth SJ dan Tinmouth AT. Plasma transfusion and use of albumin.
In Simon TL, et al (editor). 2009. Rossi’s Principles of Transfusion
Medicine, 4th ed. Oxford: Wiley-Blackwell. p.287 – 295.
7. Wolf JS. 2012. Neprholitiasis.
[http://emedicine.medscape.com/article/981898-overview] dikunjungi
pada 22 Juli 2012.
25