HEMATOLOGI DASAR...1. Anemia defisiensi besi 40 2. Anemia akibat infeksi cacing 41 b. Thalassemia 43...
Transcript of HEMATOLOGI DASAR...1. Anemia defisiensi besi 40 2. Anemia akibat infeksi cacing 41 b. Thalassemia 43...
ii
HEMATOLOGI DASAR
Aplikasi Klinis di FKTP
Munawaroh Fitriah, dr., SpPK
Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr
Editor : Lutifta Hilwana, dr
All right reserved
ISBN: 978-623-7397-05-2
Desain Sampul, Ilustrasi dan Tataletak :
Luna Aisyah
Alvi Laili Zahra
Aziz Putra Wijaya
Cetakan I : Februari, 2021
Penerbit
PT MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA
Jl. Kaliwaron 58, Mojo, Gubeng, Surabaya
Hak cipta dilindungi oleh undang – undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
yang Maha Kuasa, karena berkat rahmatNya Buku
HEMATOLOGI DASAR : Aplikasi Klinis di FKTP ini
dapat diselesaikan.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam penyusunan buku ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan buku ini. Oleh
karena itu kami mohon kritik dan saran untuk
perbaikan lebih lanjut.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Surabaya, Februari 2021
Tim Penyusun
iv
DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN 1
II. PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP 2 A. Pengenalan 2
B. Nilai Normal pada Pemeriksaan CBC 5 C. Definisi singkat komponen lain dalam red blood
cell indices pada pemeriksaan CBC 6 1. Sel darah merah 6
2. Sel darah putih / leukosit 9 3. Keping darah / trombosit 9
III LEUKOSIT 11 A. Leukosit 11
B. Evaluasi Leukosit 20 1. Leukositosis 20
2. Netrofilia 20 3. Basofilia 21
4. Eosinofilia 21 5. Monositosis 22
6. Limfositosis 22 C. Leukopenia 23
1. Neutropenia 23
2. Limfopenia 23 D. Manifestasi klinis kelainan leukosit 24
1. Leukimia 24 2. Leukimia akut 25
3. Leukimia kronis 25 4. Temuan laboratoris dan diagnosis leukemia 27
v
IV ERITROSIT 30 A. Red blood cells (RBC) indices 31 B. Evaluasi Eritrosit 33
1. Kelainan Sel darah Merah 33 a. Anemia 33
b. Anemia normokromik normositer 34 c. Anemia hipokromik mikrositer 36
d. Anemia makrositik 37 2. Polisitemia 39
C. Manifestasi klinis kelainan eritrosit 40 a. Anemia hipokromik mikrositik 40
1. Anemia defisiensi besi 40 2. Anemia akibat infeksi cacing 41
b. Thalassemia 43
1.Thalasemia α 44 2.Thalasemia β 45
c. Anemia normokromik normositik 48 1. Anemia aplastic 48
2. Perdarahan 49 3. Anemia karena insufisiensi ginjal 50
4. Anemia penyakit kronis 51 5. Anemia hemolitik 52
D. Autoimmune hemolitik anemia (AIHA) 54 E. Anemia Makrositik 55
V Trombosit 57 A. Evaluasi Trombosit 59
B. Kelainan Trombosit 60 1. Trombositopenia 60
a. Penurunan Produksi 62 b. Sekuestrasi akibat spenomegali 62
vi
c. Destruksi trombosit yang meningkat 62
2. Pseudotrombositopenia 63 a. Platelet clumping/satelitisme 63
b. Fragmented red blood cells 64 c. Leukoerythroblastosis 64
3. Trombositosis 66 4. Trombosit dan perdarahan 68
C. Hemostasis 69 1. Hemostasis Primer 70
2. Hemotasis Sekunder 71 D. Pemeriksaan Laboratorium Koagulasi 73
1. Bleeding Time 73 2. Platelet Count 74 3. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) 74 4. Prothrombin Time 75
DAFTAR PUSTAKA 77
vii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai rujukan normal untuk pemeriksaan
darah lengkap / CBC pada orang dewasa sehat (PDS Patklin,2004) 5
Tabel 3.1 Nilai Normal Leukosit (Bates, 2017) 13 Tabel 3.2 Rangkuman empat subtype leukemia
(Davis et al., 2013) 26 Tabel 4.1 Diagnosis banding pada anemia mikrositik
(Leach,2014) 36 Tabel 4.2 Diagnosis banding anemia makrositik
(Leach, 2014) 38 Tabel 4.3 Diagnosis Banding dan pemeriksaan pada
polisitemia (Leach,2014) 40 Tabel 4.4 Klasifikasi Thalasemia α dan Thalasemia β
berdasarkan gen yang terdelesi serta
derajat keprahannya. (Munchi dan Campbell, 2009) 46
Tabel 4.5 Klasifikasi anemia hemolitik (Dhaliwal et.al., 2004) 53
Tabel 4.6 Diagnosis banding anemia makrositik (Leach, 2014) 56
Tabel 5.1 Nilai Normal Trombosit & indeks trombosit
(Desai, 2004) 61 Tabel 5.3 Perbedaan klinis antara gangguan
trombosit/ vaskular/ koagulasi (Lefkowitz, 2008) 68
(Desai,2004) 59
Tabel 5.2 Jumlah trombosit dan risiko perdarahan
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 CBC dengan 5 Differential WBC
(5-Diff) 4 Gambar 2.2 Diferensiasi sel punca menjadi berbagai
sel darah (George-Gay, 2003) 10 Gambar 3.1 Hematopoiesis
(Rodak & Carr, 2013) 12 Gambar 3.2 Hasil CBC dri alat otomatis dengan 3 diff
(atas) dan 5 Diff (bawah) 15 Gambar 3.3 Morfologi leukosit pada keadaan
abnormal (Chronic mielositic leukemia/ CML) 1) segmen netrofil ;
2) stab netrofil; 3) eosinofil; 4) Basofil (Dok. Pribadi) 19
Gambar 3.4 Alur diagnosis dari leukemia
(Disadur dari Davis et al., 2013) 29 Gambar 4.1 Print out hasil pemeriksaan darah
lengkap dengan 5 diff. kotak merah menunjukkan indeks eritrosit. 31
Gambar 4.2 Penyebab Anemia (Kementerian Kesehatan RI, 2014) 34
Gambar 4.3 Anemia Normositik (Kementerian Kesehatan RI, 2014) 35
Gambar 4.4 Telur cacing berdasarkan ukuran dan karakteristik (CDC, 2017) 42
Gambar 4.5 Hasil BMA pasien dengan aplastik
anemia menunjukkan hiposelularitas sel (Sharma dan Nalepa, 2016) 49
ix
Gambar 5.1 Algoritme diagnosis pada
trombositopenia (Stasi, 2012) 65 Gambar 5.2 Algoritme diagnosis trombositosis
(modifikasi dari Desai, 2004) 67 Gambar 5.3 Kaskade koagulasi jalur intrinsic,
ekstrinsik dan jalur bersama pada hemostasis sekunder
(Lefkowitz, 2008) 72
1
I. PENDAHULUAN
Kelainan darah merupakan salah satu
kelainan medis yang harus ditangani dengan
tepat. Berbeda dengan kondisi kelainan medis
yang dapat diamati secara fisik seperti demam,
trauma, kejang, dan lainnya diagnosis kelaina
darah memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
saat ini sudah banyak dilakukan di berbagai
fasilitas kesehatan baik puskesmas maupun
rumah sakit dan menggunakan alat Hematologi
Otoanaliser. Pemeriksaan tersebut memberikan
data berbagai parameter yang objektif. Ketidak-
pahaman terhadap arti dan fungsi dari masing–
masing parameter tersebut masih sering di-
keluhkan. Kendala ini dapat diperbaiki dengan
meningkatkan pengetahuan dokter dan tenaga
medis terhadap pemahaman hasil pemeriksaan
darah lengkap.
Buku ini secara umum akan membahas
penegakan diagnosis berbagai kelainan darah dari
pemeriksaan darah lengkap atau disebut juga
Complete Blood Count. Buku ini berusaha
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
2
membantu menjelaskan bagian-bagian dari
pemeriksaan darah lengkap yang dapat diguna-
kan untuk membantu menegakkan diagnosis
namun sering terlewatkan.
II. PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP
A. Pengenalan.
Complete Blood Count (CBC) atau sering
disebut pemeriksaan darah lengkap adalah
pemeriksaan awal yang banyak diperlukan dalam
praktik sehari-hari. Pemeriksaan ini biasanya
sudah dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
primer seperti puskesmas. Meski terkesan
sederhana, CBC dapat memberikan banyak
informasi apabila klinisi dapat membaca degan
teliti dan sistematis (Leach, 2014). Pemeriksaan
CBC tidak dapat berdiri sendiri sebagai pemerik-
saan penunjang, konfirmasi dengan keluhan
pasien dan pemeriksaan fisik serta hasil
laboratorium lain seperti pemeriksaan kimia klinik,
urinalisis tetap diperlukan untuk memban-tu
penegakkan diagnosis.
Parameter yang dapat diketahui dari
pemeriksa-an CBC umumnya adalah:
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
3
1. Sel darah merah berupa kadar hemoglobin
(Hb), hematokrit (HCT), jumlah red blood
cell (RBC), dan indeks eritrosit berupa mean
corpuscular hemoglobin (MCH), mean
corpuscular volume (MCV), dan MCHC.
2. Sel darah putih berupa jumlah leukosit; dan
hitung jenisnya (jumlah dan persenta-se)
eosinofil, basofil,netrofil, monosit, lim-fosit
atau granulosit, mixed dan limfosit (bila
menggunakan alat 3 differentiation)
3. Trombosit berupa jumlah trombosit dan
mean platelet volume (MPV)
CBC merupakan pemeriksaan standar untuk
evaluasi komponen eritrosit, lekosit dan
trombosit. Beberapa fasilitas kesehatan hanya
menyediakan laporan dalam bentuk paling
sederhana yaitu Hb, leukosit, HCT, dan trombo-
sit. Namun sebagian besar laboratorium saat ini
telah menggunakan alat otomatis yang terstan-
darisasi untuk periksaan CBC sehingga informasi
yang didapatkan lebih lengkap.
Berbagai metode alat otomatis untuk CBC
telah dikembangkan mulai dari yang hanya
memiliki kemampuan 3 differential leukosit
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
4
(mixed, granulosit, monosit); serta 5 differential
yang dapat membedakan eosinofil, basofil,
netrofil, monosit dan limfosit; hingga metode
yang mampu mendeteksi adanya sel-sel muda
seri leukosit (immature granulosit, blast), eritrosit
(retikulosit) dan trombosit (immature platelet
fraction),
Gambar 2.1 CBC dengan 5 Differential WBC
(5-Diff)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
5
B. Nilai Normal pada Pemeriksaan CBC
Nilai normal atau nilai rujukan suatu
pemeriksaan didapatkan dari pengukuran terha-
dap populasi tertentu. Nilai rujukan ini bisa sedikit
berbeda antar laboratorium, tergantung metode
pemeriksaan yang digunakan. Idealnya, setiap
laboratorium menentukan nilai rujukan sendiri
suntuk setiap pemeriksaan (Bates, 2017). Nilai
rujukan ini juga bisa berbeda tergantung
demografis maupun usia.
Tabel 2.1 Nilai rujukan normal untuk peme-
riksaan darah lengkap / CBC pada orang dewasa
sehat (PDS Patklin,2004)
Parameter Nilai Rujukan
Hemoglobin
Jumlah Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
L: 13,2 -17,3 g/dL; P: 11,7-15,5 g/dL
L: 4,4 -5,9 x 106/µL; P: 4,4 -5,9 x 106/µL
L: 40-52%; P:35-47%
80 – 100 fL
26 – 34 pg
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
6
MCHC
Jumlah Lekosit
Eosinofil
Basofil
Limfosit
Monosit
Netrofil segmen
Netrofil batang
Trombosit
32 – 36 g/dL
L: 3,8 -10,6 x 103/ µL; P: 3,6 -11x 103/ µL
2-4%
0-1%
25 -40%
2 -8%
50-70%
3-5%
150-440 x103/µL
C. Definisi singkat komponen lain dalam red blood cell indices pada pemeriksaan CBC
1. Sel darah merah
Red blood cell atau RBC, adalah jumlah sel
darah merah per mikroliter darah.
Hemoglobin yang dimaksud adalah konsen-
trasi/kadar hemoglobin dalam whole blood.
Sedangkan hematokrit adalah perbandingan
sel darah merah dengan seluruh komponen
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
7
darah (whole blood). Hemoglobin dan
hematokrit memberikan informasi yang
hampir sama. Nilai hematokrit atau
hemoglobin yang rendah mengkonfirmasi
adanya suatu anemia (Desai, 2004).
MCV (mean cell volume) adalah volume
atau ukuran rata-rata dari sel darah merah.
Pengukuran MCV ini bisa berupa pengukuran
langsung oleh alat atau merupakan
perhitungan (tergantung metode yang
digunakan alat) (Ciesla,2007). Berdasarkan
ukurannya eritrosit dapat diklasifikasikan
menjadi Mikrositik (penurunan volume sel
darah merah <80 fL); Normositik (ukuran
atau volume eritrosit normal 80-96 fL); dan
Makrositik (peningkatan volume sel darah
merah >96 fL) (Desai, 2004).
MCH (mean cell hemoglobin)
menggambarkan kandungan hemoglobin
dalam rerata eritrosit. Sedangkan MCHC
(mean cell hemoglobin concentration) me-
nggambarkan kandungan hemoglobin dalam
rerata eritrosit dibandingkan dengan ukuran-
nya (Desai, 2004).
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
8
Red cell distribution width (RDW)
menunjukkan variasi ukuran sel darah merah
(Desai, 2004). Peningkatan nilai RDW
menunjukkan adanya variasi ukuran eritrosit
(anisositosis) atau variasi bentuk eritrosit
(poikilositosis). RDW merupakan parameter
yang sensitif karena RDW lebih awal berubah
dibandingkan dengan MCV (Ciesla,2007).
Idealnya, pada kelainan CBC diperlukan
pemeriksaan konfirmasi berupa hapusan
darah tepi (HDT).
Retikulosit (RET)
Pemeriksaan jumlah retikulosit merupakan
bagian penting dalam evaluasi kondisi
anemia. Retikulosit merupakan eritrosit muda
yang masih mengandung sisa RNA. jumlah
retikulosit menggambarkan kemampuan
sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit.
Normalnya, retikulosit bervariasi mulai 1-2%
dari eritrosit, namun eritrosit dapat mening-
kat pada anemia yang menunjukkan sumsum
tulang mampu memberikan respon adekuat
(Desai, 2004).
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
9
2. Sel darah putih / leukosit
WCB (white blood cell) menunjukkan jumlah
leukosit per mikroliter darah. Peningkatan
jumlah leukosit lebih dari normal disebut
leukositosis. Jumlah leukosit yang kurang dari
normal disebut leukopenia (Desai, 2004)
Hitung jenis leukosit tergantung metode yang
digunakan.
3. Keping darah/ trombosit
PLT (platelet/trombosit) menunjukkan jum-
lah trombosit per mikroliter darah. Jumlah
trombosit yang meningkat lebih dari nilai
normal disebut trombositosis sedangkan
jumlah trombosit yang rendah dibawah nilai
normal disebut trombositopenia.
MPV (mean platelet volume) adalah rerata
volume atau ukuran trombosit. Peningkatan
MPV menanadakan adanya peningkatan
jumlah platelet yang berukuran besar,
agregasi platelet atau peningkatan aktivasi
platelet., platelet yang berukuran besar
umumnya lebih aktif daripada platelet
berukuran normal sehingga parameter MPV
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
10
ini juga bisa menggambarkan fungsi platelet
(Rafieian-Kopaie and Nasri, 2012)
Gambar 2.2 Diferensiasi sel punca menjadi
berbagai sel darah (George-Gay, 2003)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
11
III. LEUKOSIT
A. Leukosit
Leukosit berkembang dari sel induk ploripo-
ten di sumsum tulang yang selanjutnya mengala-
mi diferensiasi dan maturasi sehingga akhirnya
dilepaskan ke sirkulasi perifer (Gambar 2.1).
Leukosit dihasilkan sebanyak 1.5 milyar setiap
hari. Transit dari sumsum tulang ke sirkulasi
perifer terjadi setelah lekosit melewati maturation
pool dalam sumsum tulang. Sebagai contoh,
segmen netrofil berada pada maturation pool
selama 7-10 hari sebelum dilepaskan ke dalam
sirkulasi perifer.
Setelah dilepaskan ke sirkulasi perifer
leukosit hanya memiliki waktu hidup beberapa
jam di dalam sirkulasi darah. Leukosit selanjutnya
migrasi ke dalam jaringan dan bertahan 2-5 hari.
(Ciesla, 2007)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
12
Gambar 3.1 Hematopoiesis
(Rodak & Carr, 2013)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
13
Jumlah leukosit dalam sirkulasi bervariasi
menurut usia, jenis kelamin, aktivitas, dan etnis;
selain itu juga bervariasi sebagai respons
terhadap stres, inflamasi ataupun infeksi. Pada
saat lahir jumlah leukosit tinggi, berbeda nilai
normal antar usia. Jumlah leukosit dan netrofil
umumnya lebih tinggi pada wanita dibandingkan
pria namun setelah menopause cenderung lebih
rendah dibandingkan pria pada usia yang sama.
Leukositosis moderat (hingga 15 x 109/L ) disertai
netrofilia umum terjadi pada kehamilan dan akan
kembali ke level normal setelah persalinan (Bates,
2017)
Tabel 3.1 Nilai Normal Leukosit (Bates, 2017)
Parameter leukosit
berdasarkan usia
Nilai rujukan
Dewasa
Leukosit total 4,00-10,00 x 109/L
Neutrofil 2,0-7,0 x 109/L (40-80%)
Eosinofil 0,02-0,5 x 109/L (1-6%)
Monosit 0,2-1,0 x 109/L (2-10%)
Basofil 0,02-0,1 x 109/L (<1-2 %)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
14
Limfosit 1,0-3,0 x 109/L (20-40%)
Anak
Leukosit total
Neonatus (saat lahir) 10,0-26,0 x 109/L
1 tahun 6,0-17,0 x 109/L
2-6 tahun 5,0-15,0 x 109/L
6-12 tahun 5,0-13,0 x 109/L
Pada pemeriksaan complete blood count
(CBC), terdapat parameter total leukosit,
persentase hitung jenis leukosit serta jumlah
absolut dari hitung jenis leukosit. Umumnya yang
dilaporkan dalam hitung jenis manual adalah
persentase eosinofil, basofil, stab netrofil, segmen
netrofil, limfosit, monosit . Pada alat hitung
otomatis persentase ini bisa berbeda tergantung
metode yang digunakan. Bila menggunakan alat
otomatis CBC 3-diff makan persentase hitung
jenis yang dilaporkan adalah netrofil, mixed, dan
limfosit. sedangkan bila menggunakan alat
otomatis dengan 5-Diff maka akan dilaporkan
neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
15
Gambar 3.2 Hasil CBC dri alat otomatis dengan
3 diff (atas) dan 5 Diff (bawah)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
16
Symbol % pada CBC menunjukkan per-
sentase seri leukosit dan # menunjukkan jumlah
absolut. Bedasarkan morfologinya, leukosit matur
dibedakan menjadi granulosit yang terdiri dari
eosinofil, basofil dan netrofil dan sel mononuklear
yang terdiri dari Monosit dan limfosit (Stiene-
Martin, 2012)
Neutrofil adalah komponen leukosit dengan
proporsi yang besar. Di dalam sirkulasi
normal umumnya terdapat stab netrofil dan
segmen netrofil. Band atau stab merupakan
bentuk yang kurang matur dibandingkan
segmen. Peningkatan stab menandakan
infeksi bakteri dan disebut dengan left shift.
Segmen netrofil merupakan sel fagosit yang
mempu menelan dan menghancurkan
bakteriyang dikenali oleh sistem imun.
Sitoplasma segmen dan stab mengandung
granule azuroflik berwarna merah muda
yang memiliki efek bakterisidal. Lama hidup
neutrofil dalam darah hanya 6-10 jam.
Peningkatan jumlah netrofil segmen disebut
dengan netrofilia (Fritsma, 2012).
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
17
Eosinofil mempunyai morfologi yang ber-
wanna oranye. Granula sitoplasmik dalam
eosinofil berisi antihistamin. Pening-katan
jumlah eosinofil disebut eosinofilia dan
merupakan respons terhadap alergi atau
infeksi parasit (Fritsma, 2012).
Basofil jarang ditemukan pada sirkulasi
darah tepi. Basofil mempunyai banyak
granula sitoplasma yang gelap dan me-
nutupi inti dan mengandung heparin dan
histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi
sel mast. Basofil mempunyai lokasi pengi-
katan imunoglobulin E (IgE) dan degra-
nulasinya disertai dengan pelepasan hista-
min. Peningkatan basofil disebut basofilia.
Basofil sangat jarang ditemukan pada darah
tepi, peningkatan basofil seringkali menan-
dakan kelainan hematologi seperti leukemia
(Fritsma, 2012).
Monosit mempunyai ukuran yang lebih
besar dibanding leukosit darah tepi lain.
Monosit mempunyai inti yang melekuk
seperti ginjal. Monosit merupakan bentuk
imatur dari makrofag yang melewati aliran
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
18
darah dari asalnya di sumsum tulang
menuju ke jaringan target. Setelah ber-
sirkulasi selama 20-40 jam, monosit
memasuki jaringan dan melanjutkan tugas
sebagai makrofag. Fungsi utamanya adalah
untuk mengidentifikasi dan fagosit benda
asing serta berfungsi sebagai APC (antigen
presenting cell) yang membantu mengenal-
kan epitop antigen pada limfosit (Fritsma,
2012).
Limfosit berbentuk bulat dengan sebuah inti
sel yang padat. Limfosit terdiri dari sel T dan
sel B yang berperan sebagai sel-sel
kompeten secara imunologik dalam respon
imun adaptif untuk menghasilkan antibodi
(sel B) atau berperan dalam respon imun
selular (sel T) (Fritsma, 2012).
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
19
Gambar 3.3 Morfologi leukosit pada keadaan
abnormal (Chronic mielositic leukemia/ CML)
1) segmen netrofil ;2) stab netrofil; 3) eosinofil;
4) Basofil (Dok. Pribadi)
4
3
2
2
1 1
1
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
20
B. Evaluasi Leukosit
1. Leukositosis
Leukositosis adalah peningkatan jumlah
total leukosit > 11 x 109 /L (11.000/mm3).
Peningkatan salah satu jenis sel lekosit
dapat menyebabkan leukositosis. Persen-
tase jenis sel yang meningkat dapat
diketahui dari pemeriksaan CBC otomatis
atau dari hapusan darah tepi.
2. Netrofilia
Netrofilia merupakan jenis terbanyak yang
menyebabkan leukositosis. Peningkatan
jum-lah netrofil absolut lebih dari 7,5 x 109/L
disebut dengan netrofilia. Pada CBC
netrofilia ini bisa disebabkan peningkatan
stab netrofil (Left shift) atau peningkatan
segmen netrofil. Pemeriksaan hapusan
darah tepi dapat mengkonfirmasi adanya
left shift ini. netrofilia umumnya disebabkan
oleh infeksi terutama infeksi bakeri, namun
netrofilia juga dapat disebabkan keadaan
lain seperti inflamasi seperti pada kelainan
jaringan ikat (vaskulitis atau rheumatoid
arthritis); keganasan hematologi atau
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
21
kelainan myeloproliferatif (CML, Esential
thrombocytopenia, polisitemia verae);
keganasan non hematologi; trauma;
pengobatan (kortikosteroid, epinefrin);
maupun kelainan metabolik (misalnya:
uremia, eklampsia, asidosis, dan gout) .
3. Basofilia
Basofilia didefinisikan sebagai peningkatan
basofil absolut >0.2 x 109/L. Peningkatan
basofil darah jarang terjadi. Penyebab
basofilia biasanya adalah kelainan
mieloproliferatif seperti leukemia mieloid
kronik atau poli-sitemia vera; kolitis
ulseratif; infeksi (small pox, chicken pox,
influenza); kelainan endokrin (miksedema,
diabetes mellitus)
4. Eosinofilia
Absolut eosinofilia didefiniskan sebagai
peningkatan jumlah eosinofil >0.5 x 109/L.
Eosinofilia ditemukan pada kelainan alergi
(asma, atopi); infeksi parasit (infeksi cacing,
filariasis), kelainan myeloproliferative
(CML). Keadaan lain yang dapat menye-
babkan eosinofilia infeksi jamur
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
22
(coccidiomyosis, aspergilosis), scarlet fever,
kelainan jaringan ikat (poliartritis nodosa ,
rheumatoid arthritis) maupun keganasan.
(Desai, 2004)
5. Monositosis
Monositosis didefiniskan sebagai pening-
katan jumlah limfosit absolut >0.75 x 109/L.
Monositosis bisa disebabkan oleh infeksi
bakterial (subacute bacterial endocarditis,
tuberculosis), virus (mononucleosis infec-
tionsa), parasit (malaria, leishmania);
sarcoidosis; kelainan jaringan ikat (SLE,
rheumatoid arthritis, dll); maupun kelainan
hematologi (leukemia akut, sindroma
mielodisplasia) (Desai, 2004)
6. Limfositosis
Limfositosis absolut adalah peningkatan
jumlah limfosit 5 x 109/L. Penyebab
limfosito-sis umumnya adalah infeksi virus
seperti dengue, mononucleosis infecsiosa
(ebstein barr virus), hepatitis, CMV, HIV
maupun infeksi virus lainnya. Infeksi lain
yang dapat menyebabkan limfositosis
antara lain infeksi toxoplasmosis, infeksi
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
23
bakteri seperti Tubercu-losis. Keganasan
hematologi seperti leukemia limfositik akut,
leukemia limfositik kronis maupun limfoma,
serta grave’s disease juga dapat menyebab-
kan limfositosis (Desai, 2004)
C. Leukopenia
1. Neutropenia
Neutropenia adalah jumlah absolut netrofil
<1.5 x 109/L. Netropenia disebabkan akibat
infeksi virus, beberapa infeksi bakteri, jamur,
protozoa; anemia aplastik; penyakit autoimun
(SLE, sindroma felty); Neutropenia akibat obat
(misalnya: kemoterapi, beberapa antibiotik);
infiltrasi sumsum tulang akibat neoplasma;
maupun kelainan kongenital (cyclic netrope-
nia, sindroma kostman, chediak-higashi
syndrome) (Desai, 2004)
2 . Limfopenia
Limfopenia didefinisikan sebagai penurunan
limfosit absolut < 1.0 x 109/L. Limfopenia
ditemukan pada imunodefisiensi primer
(idiopatik), imunodfisiensi sekunder seperti
pada HIV; obat-obatan kemoterapi, immune-
supresan; kelainan autoimun (SLE, vaskulitis,
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
24
rheumatoid arthritis). Pada infeksi virus
influenza seperti SARS-CoV-2 didapatkan
gambaran khas berupa penurunan jumlah
limfosit disertai peningkatan rasio netrofil
limfosit > 3,13 yang berhubungan dengan
keparahan penyakit (Liu et al, 2020; Liu et al,
2020)
D. Manifestasi klinis kelainan leukosit
1. Leukimia
Leukemia adalah keganasan hematologi
yang paling umum pada anak dan dewasa adalah.
Leukimia terjadi karena gagalnya proses regulasi
dari proliferasi sel punca hematopoetic di sumsum
tulang tempat produksi sel darah. Insidennya
cukup tinggi, Amerika Serikat merekam insiden
leukemia pada anak dan dewasa sebesar 12,8 per
100.000 orang per tahun. Sekitar satu dari 70
orang menderita leukemia pada kehidupannya.
Leukimia memiliki empat tipe yaitu acute
lymphoblastic leukemia (ALL), acute myelogenous
leukemia (AML), chronic lymphocycyic leukemia
(CLL), dan chronic myelogenous leukemia (CML).
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya leukemia antara lain:
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
25
sindroma kelainan genetik (sindroma down,
neurofibromatosis), paparan radiasi, paparan
benzene, serta pestisida. (Davis et.al. 2013)
2. Leukimia akut
Pada anak- anak kejadian leukemia akut
umumnya berupa acute lymphoblastic leukemia
(ALL), dengan gejala umumnya berupa : demam
(17-77%), letargis (12-39%), dan perdarahan
(10-45%), pembesaran lien atau liver dan
limfadenopati.
Pada dewasa kejadian leukemia akut yang
banyak terjadi berupa acute myelogenous
leukemia (AML) dengan gejala yang umum
ditemukan antara lain: Demam, kelelahan,
penurunan berat badan, gejala akibat nemia
(sesak, nyeri dada), gejala akibat trombositopenia
(memar yang berlebihan, menstruasi berat, dan
mimisan).
3. Leukimia kronis
Leukemia kronis sebagian besar terjadi
hanya pada usia dewasa. Pasien dengan
leukemia kronis biasanya tidak menunujukkan
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
26
gejala atau asimptomatis dalam kurun waktu yang
lama. Sebanyak 50% kasus leukemia kronis
berupa Chronic lymphocytic leukemia (CLL) dan
20% berupa chronic myelogenous leukemia
(CML) yang tediagnosis ketika didapatkan adanya
leukositosis dari pemeriksaan darah lengkap.
Hepatosplenomegaly dan lymphadenopati cukup
sering ditemukan pada CLL. Sedangkan pada CML
ditemukan splenomegali. (Davis et.al. 2013)
Tabel 3.2 Rangkuman empat subtype leukemia
(Davis et al., 2013)
Subtipe Deskripsi
Kelompok
yang
terkena
Gejala yang
muncul
Acute
lymphoblastic
leukimia
Sel blast
pada
hapusan
darah tepi
atau
aspirasi
sumsum
tulang
Anak dan
dewasa
muda,
paling
sering
pada usia
< 20 tahun
Demam, letargis,
pendarahan, nyeri
musculoskeletal
Hepatosplenomegali
dan limfadenopati
Acute
myelogenous
leukemia
Sel blast
pada
hapusan
Dewasa
(80%
terjadi
Demam, kelelahan,
penurunan berat
badan, pendarahan
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
27
darah tepi
atau
aspirasi
sumsum
tulang,
adanya
Auer rods
pada
hapusan
darah tepi
pada
dewasa)
Hepatosplenomegaly
Chronic
lymphocytic
leukemia
Ekspansi
klonal dari
minimal
5000 B
limfosit
per µL,
pada
hapusan
darah tepi
Pada lansia
>65 tahun
50% pasien
asimptomatis
Hepatosplenomegali
dan limfadenopati
Chronic
myelogenous
leukemia
Kromosom
chrosome
Dewasa 20% pasien
asimptomatis
Splenomegaly
4. Temuan laboratoris dan diagnosis
leukemia
Adanya leukositosis yang sangat tinggi
(>100.000 / per µL) merupakan tanda khas CML
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
28
dan CLL. Pada leukemia akut gambarannya bisa
berupa leukositosis atau leukopenia, disertai
anemia dan trombositopenia. Pemeriksaan
hapusan darah tepi dan aspirasi sumsum tulang
maupun flowcytometri merupakan pemeriksaan
untuk diagnosis leukemia dan subtipenya.
Leukemia akut dicurigai bila didapatkan
adanya populasi sel blast pada hapusan darah
tepi maupun aspirasi sumsum tulang.
Ditemukannya auer rod pada sel blast merupakah
gambaran morfologi khas pada AML yang
membedakannya dengan ALL.
Sementara untuk leukemia kronis, diagnosis
CLL ditegakkan dari adanya ekspansi klonal sel
limfosit >5000 sel per µL pada pemeriksaan
hapusan darah tepi yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan imunophenotyping. Sedangkan pada
CML diperlukan pemeriksaan konfirmasi yaitu
sitogenetika atau molecular untuk mengetahui
adanya kromosom Philadelphia atau fusi gen BCR-
ABL (Davis et.al., 2013)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
29
Gambar 3.4 Alur diagnosis dari leukemia
(Disadur dari Davis et al., 2013)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
30
IV ERITROSIT
Eritrosit atau red blood cell (RBC) berfungsi
untuk membawa oksigen dari paru-paru dan
membawana ke seluruh tubuh. Eritrosit me-
nandung haemoglobin yang merupakan protein
yang dapat membawa oksigen. Eritrosit
diproduksi sebanayak 2 juta sel per detik, dan 35
triliu sel per hari. Eritrosit memiliki masa hidup 120
hari.
Eritrosit dewasa berbentuk biconcave.
Bentuk ini menyebabkan dia bisa memiliki lapisan
luar yang besar sehingga dapat menyerap oksgien
lebih banyak. Eritrosit tidak dapat membelah dan
tidak memiliki inti. Produksinya terletak di
sumsum tulang.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
31
A. Red blood cells (RBC) indices
Gambar 4.1 Print out hasil pemeriksaan darah
lengkap dengan 5 diff. kotak merah
menunjukkan indeks eritrosit.
Red blood cell atau RBC, adalah jumlah sel
darah merah per mikroliter darah.
Hemoglobin (HGB) yang dimaksud adalah
konsentrasi/kadar hemoglobin dalam whole
blood. Sedangkan hematokrit adalah per-
bandingan sel darah merah dengan seluruh
komponen darah (whole blood). Hemoglobin
dan hematokrit memberikan informasi yang
hampir sama. Nilai hematokrit atau hemoglobin
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
32
yang rendah mengkonfirmasi adanya suatu
anemia (Desai, 2004).
MCV (mean cell volume) adalah volume atau
ukuran rata-rata dari sel darah merah.
Pengukuran MCV ini bisa berupa pengukuran
langsung oleh alat atau merupakan perhitungan
(tergantung metode yang digunakan alat)
(Ciesla,2007). Berdasarkan ukurannya eritrosit
dapat diklasifikasikan menjadi Mikrositik
(penurunan volume sel darah merah <80 fL);
Normositik (ukuran atau volume eritrosit normal
80-96 fL); dan Makrositik (peningkatan volume
sel darah merah >96 fL) (Desai, 2004).
MCH (mean cell hemoglobin)
menggambarkan kandungan hemoglobin dalam
rerata eritrosit. Sedangkan MCHC (mean cell
hemoglobin concentration) menggambarkan
kandungan hemoglobin dalam rerata eritrosit
dibandingkan dengan ukurannya (Desai, 2004).
Red cell distribution width (RDW)
menunjukkan variasi ukuran sel darah merah
(Desai, 2004). Peningkatan nilai RDW
menunjukkan adanya variasi ukuran eritrosit
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
33
(anisositosis) atau variasi bentuk eritrosit
(poikilositosis). RDW merupakan parameter
yang sensitif karena RDW lebih awal berubah
dibandingkan dengan MCV (Ciesla,2007).
Idealnya, pada kelainan CBC diperlukan
pemeriksaan konfirmasi berupa hapusan darah
tepi (HDT).
B. Evaluasi Eritrosit
1. Kelainan Sel darah Merah
a. Anemia
Anemia adalah masalah kesehatan global
yang dialami baik negara berkembang maupun
negara maju dan menyerang berbagai kalangan
usia. Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah
dan ukuran sel darah merah, atau konsentrasi
hemoglobin, turun di bawah nilai cut-off yang
ditetapkan (<13 g/dl pada laki-laki, <12 g/dl pada
perempuan dan <11g/dl pada perempuan hamil),
sehingga mengganggu kapasitas darah untuk
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pemeriksaan
yang paling awal dilakukan untuk menegakkan
anemia adalah kadar Hemoglobin (Hb) yang
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
34
merupakan salah satu parameter pada
pemeriksaan lab darah lengkap (DL).
Anemia merupakan sebuah gejala dari suatu
penyakit dasar yang harus ditelusuri lebih jauh
(Desai, 2004). Macam dan penyebab anemia
dapat diklasifikasikan dari pemeriksaanq CBC
serta hapusan darah tepi.
Gambar 4.2 Penyebab Anemia (Kementerian
Kesehatan RI, 2014)
b. Anemia normokromik normositer
Anemia yang ditandai dengan penurunan
hemoglobin, gambaran morfologi hapusan darah
tepi normokromik normositik. CBC menunjukkan
MCV, MCH dan MCHC yang normal. pada keadaan
seperti ini diperlukan pemeriksaan retikulosit
untuk mencari lebih jauh penyebab dasarnya.
Anemia normokromik normositik dengan
peningkatan retikulosit umumnya terjadi pada
Anemia
Anemia mikrositik
(MCV <80 fL)
Anemia normositik
(MCV 80-100 fL)
Anemia makrositik
(MCV >100 fL
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
35
Normositik anemia
Retikulosit normal
(20-100 x109/L) atau ↓
Kelainan sum-sum tulang
- Aplastik anemia
- keganasan hematologi
Selain kelainan sumsum tulang
- Anemia penyakit kronis
- Anemia karena insufisiensi ginjal
Retikulosit ↑
Perdarahan
Hemolisis
(marker haptoglobin, LDH, bilirubin + )
keadaan hemolisis atau anemia akibat
perdarahan akut atau respon terhdap
pemberian terapi (besi, folat B12 dll) (Desai,
2004).
Anemia normokromik normositik tanpa
peningkatan retikulosit umumnya disebabkan
karena anemia penyakit kronis, keganasan
hematologi, anemia aplastik, ataupun anemia
defisiensi besi pada tahap awal (Desai, 2004)
Gambar 4.3 Anemia Normositik
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
36
c. Anemia hipokromik mikrositer
Anemia yang ditandai dengan gambaran
morfologi hapusan darah tepi eritrosit hipokromik,
dan mikrositik. Pada CBC didapatkan MCV, MCH
dan MCHC yang rendah. Anemia hipokromik
mikrositik umumnya disebabkan oleh anemia
defisiensi besi, penyakit kronis (tahap lanjut),
thalassemia dan anemia sideroblastik. Pada
keadaan ini RDW perlu perhatikan. Anemia
defisiensi besi umumnya disertai RDW yang tinggi
sedangkan pada thalassemia RDW masih normal.
pemeriksaan kimia klinik lain seperti SI, TIBC, dan
Feritin diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pada keadaan anemia hipokromik
mikrositik
Tabel 4.1 Diagnosis banding pada anemia
mikrositik (Leach,2014)
MCV (fL)
MCH (pg/mL)
Ferritin (ng/mL)
RBC count
Hapusan
darah tepi (Khas)
Defisiensi
besi
Rendah
(<80) Rendah
Rendah
(atau
normal bila
disertai
infeksi/
inflamasi)
Rendah Sel target,
sel pensil
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
37
Anemia
penyakit
kronis
Rendah
(70-80) Normal
Normal
atau
meningkat
Rendah -
Talasemia Rendah
(50-60) Rendah Normal tinggi
Sel target,
tear dropsel,
normoblas,
poikilosit
Anemia
siderobla
stik
Rendah normal normal Rendah
/normal -
Keracunan
timbal
Rendah /
normal normal normal Normal
Basophillic
stipling
d. Anemia makrositik
Anemia yang ditandai dengan penurunan
kadar Hb, disertai peningkatan MCV. Gambaran
morfologi hapusan darah tepi didapatkan sel
eritrosit berukuran besar (makrositik). Pada
kondisi ini perlu diperhatikan adanya gambaran
morfologi abnormal lainnya produksi retikulosit.
Penyebab yang umum adalah anemia akibat
defisiensi vit. B12 dan asam folat.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
38
Tabel 4.2 Diagnosis banding anemia makrositik
(Leach, 2014) Darah
lengkap
Hapusan
darah tepi Riwayat
Pemeriksaan
selanjutnya
Definisi
Vitamin B12
Dapat
pansitopenia Makrosit oval
Anemia
prenisoas
B12 Assay,
Faktor intrinsic
Ab
Defisiensi
Folat
Dapat
pansitopenia Makrosit Oval
Diet,
penyakit
celiac
Folat serum,
TTG Ab
Penyakit
liver
Trombositop
enia
Makrosit
reguler, sel
target
Alkohol,
Hepatitis Sesuai etiologi
Hipotiroid
WBC normal,
dan platelet
- Tiroiditis,
radioterapi
Sesuai
etiologic
Hemokromat
osis
herediter
Hb Normal Makrositosis
ringan
Riwayt
keluarga
Ferritin,
saturasi
transferrin
Terapi obat Bervariasi -
Antagonist
folat,
hidroksika
rbamide
Sesuai riwayat
Hemolisis
dengan
retikulosis
Anemia Bite cells
polikromasia
Obat, SLE,
limfoma
Tes Coomb,
bilirubin,
haptoglobin
Sindroma
mielodisplas-
tik
Pansitopenia Displastik
neutrophil
Eksklusi
kasus lain
Biopsi sumsum
tulang,
sitogenik
sumsum
tulang
Sel plasma
diskrasi Anemia Rouleaoux
Nyeri
tulang,
Imunoglobulin,
biopsy
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
39
patah,
gagal
ginjal
sumsum
tulang
2. Polisitemia
Polisitemia atau eritrositosis ditandai
dengan peningkatan abnormal hemoglobin dan
hematokrit (Leach,2014). Polisitemia dikelompok-
kan menjadi polisitemia relatif dan polisitemia
absolut. Polisitemia relatif ditandai dengan
meningkatnya hematokrit akibat penurunan
volume darah contohnya hemokonsentrasi pada
dehidrasi atau luka bakar. Polisitemia absolut
adalah peningkatan total RBC akibat polisistemia
vera atau polositemia sekunder. Polisitemia vera
merupakan kelainan myeloproliferatif (MPD) yang
umumnya disertai dengan netrofilia, trombositosis
dan splenomegali (Leach, 2014; Desai, 2004).
Komplikasi polisitemia adalah hiperviskositas yang
dapat memicu timbulnya iskemi multiorgan dan
trombus.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
40
Tabel 4.3 Diagnosis Banding dan pemeriksaan
pada polisitemia (Leach,2014)
Tipe
Masa sel
darah
merah
Volume Level
Eritropoietin Penyebab
Penyakit
mieloproliferatif Meningkat Normal Rendah
Janus kinase 2
mutasi
Polisitemia
sekunder
dengan hipoksia
Meningkat Normal Normal Hipoksia kronis,
merokok,
Polisitemia
sekunder tanpa
hipoksia
Meningkat Normal Tinggi Tumor, ektopik
eritropoietin
C. Manifestasi klinis kelainan eritrosit
a. Anemia hipokromik mikrositik
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisien besi merupakan penyakit
dengan kompetensi 4A, yang berarti kita sebagai
dokter umum diharuskan untuk menguasai mem-
buat diagnosis klinik dan melakukan penata-
laksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan
tuntas.
Defisiensi besi merupakan penyebab
terbanyak anemia sekitar 15 % populasi dunia
mengalami anemia defisiensi besi. Penyebab
defisiensi besi diklasifikasikan menjadi intake besi
yang tidak adekuat (defisiensi nutrisional dan
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
41
malabsorpsi besi) atau kehilangan besi (seperti
perdarahan kronis, menstruasi abnormal) serta
peningkatan kebutuhan besi seperti pada usia
muda. Defisiensi besi menyebabkan anemiami-
krositik &/hipokromik. Pemeriksaan besi menun-
jukkan rendahnya besi peningkatan TIBC (total
iron binding capacity), penurunan serum ferritin,
peningkatan kadar transferin dan rendahnya
persentase saturasi trasferin. Defisiensi besi perlu
dibedakan dengan penyebab anemia mikrositik
lainnya seperti anemia penyakit kronis, talasemia
dan anemia sideroblastik. (Kementerian Kese-
hatan RI, 2014)
2. Anemia akibat infeksi cacing
Anemia akibat kecacingan merupkan bagian
dari ADB namun disebabkan oleh perdarah kronik
karena infeksi cacing. Angka kecacingan di
Indonesia, sebagai Negara dengan iklim yang
tropis terglong masih tinggi mencapai 28%. Oleh
karena itu, masalah menganai kecacingan harus
dipahami betul oleh dokter umum.
Infeksi cacing yang tidak tertangani dapat
menyebabkan banyak kondisi lain yang dimuali
dari anemia defisiensi besi kronik yang kemudian
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
42
berdampak menadi malnutrisi, hingga stunting.
Pemberantasan kecacingan juga menjadi focus
dari kementrian kesehatan.
Ada beberapa jenis cacing yang bisa me-
nimbulkan infeksi diantarnya adalah
Cacing gelang (Ascaris)
Cacing cambuk (Trichuris trichiura)
Cacing tambang (Hook Worm)
Cacing kremi (Enterobius)
Gambar 4.4 Telur cacing berdasarkan ukuran
dan karakteristik (CDC, 2017)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
43
b. Thalassemia
Talasemia adalah kelainan hematologis
yang diturunkan secara autosomal recessive dan
disebabkan oleh defek pada sintesis satu atau
lebih rantai hemoglobin. Talasemia alfa (α)
disebabkan oleh defek sintesis rantai globin α dan
talasemia beta (β) disebabkan oleh defek sintesis
rantai globin β Ketidakseimbangan rantai globin
menyebabkan hemolisis dan mengganggu
erythropoiesis.
Hemoglobin terdiri dari cincin heme yang
mengandung besi dan empat rantai globin: dua α
dan dua non α. Komposisi empat rantai globin
menentukan tipe hemoglobin.
Fetal hemoglobin (HbF) memiliki dua rantai α
dan dua gamma (α2 γ2).
Hemoglobin A dewasa (HbA) memiliki dua
rantai alfa dan dua beta (α2 β2)
Hemoglobin A2 (HbA2) memiliki dua rantai α
dan dua delta (α2 ∂2)
Ketidakseimbangan produksi rantai globin
ini menyebabkan mikrositosis dan peru-
bahan pola elekroforesis hemoglobin. Oleh
karena itu Kecurigaan terhadap thalassemia
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
44
dapat ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan elektroforesis haemoglobin.
1. Thalasemia α
Talasemia α adalah penurunan sintesis atau
tidak adanya sintesis rantai globin α, yang
menyebabkan rantai globin β berlebih. Gen globin
alpha diatur oleh 4 gen (2 per haploid
chromosome) pada kromosom 16. Kekurangan
produksi biasanya disebabkan oleh mutasi atau
delesi satu atau lebih dari gen-gen ini.
Defek/ Mutasi satu gen alpha menghasilkan
status α thalassemia silent carrier, yang
tidak menunjukkan gejala dengan temuan
hemato-logi normal.
Defek/mutasi dua gen menyebabkan sifat
thalassemia α (minor) dengan mikrositosis
dan biasanya tanpa anemia.
Defek/ mutasi tiga gen menghasilkan
produksi hemoglobin H (HbH) yang
signifikan, yang memiliki empat rantai β
(β4). Thalassemia α intermedia, atau
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
45
penyakit HbH, menyebabkan anemia
mikrositik, hemolisis, dan splenomegali.
Defek/mutasi empat gen menghasilkan
produksi hemoglobin Bart (Hb Bart) yang
signifikan, yang memiliki empat rantai γ
(γ4). Alpha thalassemia mayor dengan Hb
Bart biasanya menghasilkan hydrops fetalis
yang fatal.
Defek pada gen globin alpha bisa
disebabkam oleh delesi gen, ataupun mutasi
non delesi pada rantai globin alpha. (Munchi
dan Campbell, 2009)
2. Thalasemia β
Talasemia β adalah hasil dari kekurangan
atau tidak adanya sintesis rantai globin β, yang
menyebabkan rantai α berlebih. Sintesis β globin
dikendalikan oleh 2 gen (1 per haploid chromo-
some) pada kromosom 11.
Berkurangnya sintesis satu gen, menye-
babkan thalassemia β minor, tidak me-
nunjukkan gejala dan menyebabkan mikro-
sitosis dan anemia ringan.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
46
Jika sintesis dari kedua gen berkurang atau
tidak ada, orang tersebut memiliki
thalassemia β mayor, juga dikenal sebagai
anemia Cooley. Orang dengan thalassemia
beta mayor hampir tidak pernah
menunjukkan gejala saat lahir karena
adanya HbF, tetapi gejala mulai ber-
kembang pada usia 6 bulan. Jika sintesis
rantai beta kurang berkurang parah, orang
tersebut memiliki beta thalassemia
intermedia. yang bisanya gejala yang
dialami tidak terlalu parah. (Munchi dan
Campbell, 2009).
Tabel 4.4 Klasifikasi Thalasemia α dan Thalase-
mia β berdasarkan gen yang terdelesi serta
derajat keprahannya. (Munchi dan Campbell,
2009)
Varian Chromosome
16 Gejala dan
tanda
Thalassemia alpha silent carrier
One of four gene deletions
Asymptomatic
Alpha thalassemia
trait
Delesi dua dari
empat gene Asimptomatis
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
47
Alpha thalsemia intermedia
dengan hemoglobin H signifikan
Delesi tiga dari
empat gene
Anemia hemolitis sedang hingga berat, splenomegaly perubahan pada tulang
Thalasemia alpha mayor dengan HB Bart
Delesai empat dari empat gene
Hidrops fetalis non imun
Thalasemia beta trait
Defek satu gen Asymptomatis
Beta thalassemia intermedia
Defektif dua gen
Seperti thalassemia mayor dengan berbagai
derajat keparahan
Thalasemia beta mayor
Defek dua gen
Bengkak pada perut, retardasi pertumbuhan,
icterus, splenomegaly, butuh transfuse
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
48
c. Anemia normokromik normositik
1. Anemia aplastik
Kemampuan yang harus di capai oleh dokter
umum mengenai penyakit ini adalah 2, yang
artinya dokter umum mampu mendiagnosis dan
merujuk pasien selanjutnya. Anemia aplastik
berat atau sangat parah adalah keadaan darurat
hematologis, dan harus segera dilakukan
perawatan.
Anemia aplastik adalah sindrom gagal
sumsum tulang yang ditandai dengan pansito-
penia perifer (anemia, leukopenia, dan trom-
bositopenia) dan hiposelularitas sumsum tulang
pada pemeriksaan Bone Marrow Aspiration (BMA).
Beberapa penyebab antara lain toksin,
radiasi/kemoterapi, obat–obatan, penyakit infeksi
(EBV, CMV, HIV), autoimun atau kondisi yang
diturunkan (fanconi anemia, shwachman-
diamond syndrome). Gejala yang ditunjukkan
adalah kelelahan, sesak, pusing, serta pucat
(Soundarya & Suganthi, 2016).
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
49
Gambar 4.5 Hasil BMA pasien dengan aplastik
anemia menunjukkan hiposelularitas sel
(Sharma dan Nalepa, 2016).
2. Perdarahan
Perdarahan menyebabkan anemia melalui
dua mekanisme yang berbeda. Pertama,
perdarahan akut dan kedua perdarahan kronis.
Perdarahan akut akan menyebabkan
enamia normokromik normositik, peningkatan
retikulosit dapat terjadi dalam 6 jam onset
perdarahan. Beberapa penyebab terjadinya
perdarahan akut antara lain : trauma, fraktur atau
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
50
pembedahan. Sedangkan perdarahan kronis akan
menyebabkan hilangnya besi secara terus
menerus dan menyebabkan anemia hipokromik
mikrositik akibat defisiensi besi. Beberapa
penyebab terjadi nya perdarahan kronis antara
lain: menstruasi yang abnormal, perdarahan
gastrointestinal, alergi, infeksi cacing (Lambert &
Beris, 2009).
Perdarah akut yang menyebabkan anemia
menimbulkan syok hipovolemik yang merupakan
kegawat daruratan dan harus mendapat
penangan segera seperti alur dalam basic life
support (BLS)
3. Anemia karena insufisiensi ginjal
Anemia yang terjadi pada orang dengan
penyakit ginjal kronis (CKD) - hilangnya fungsi
ginjal secara permanen. Ginjal memproduksi
eritropoietin (EPO) sebagai respons terhadap
hipoksia. EPO selanjutnya mamacu bone marrow
stem cell dan progenitor eritroid untuk
menproduksi sel darah merah. Pada gagal ginjal
terjadi penurunan EPO bertahap. Kadar EPO
umumnya tetap adekuat sampai terjadi
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
51
penurunan klirens kreatinin < 30 ml/menit
(Lambert and berris, 2009).
Mekanisme anemia pada pasien dengan
CKD menunjukkan penurunan fungsi ginjal sakit
atau rusak dan tidak menghasilkan EPO yang
cukup. Akibatnya, sumsum tulang membuat lebih
sedikit sel darah merah dan menyebabkan
anemia. (NIDDK, 2018).
4. Anemia penyakit kronis
Anemia penyakit kronis umumnya
menunjukkan morfologi eritrosit normostik,
namun bila terjadi dalam jangka waktu yang lama
dapat menunjukkan morfologi mikrositik. Anemia
penyakit kronis umumnya terjadi pada beberapa
penyakit seperti keganasan, diabetes mellitus,
infeksi kronis, ataupun inflamasi kronis seperti
pada penyakit autoimun.
Anemia yang terjadi diperkirakan dimediasi
oleh adanya sitokin yang menghambat produksi
sel darah merah. Anemia penyakit kronis perlu
dibedakan dengan anemia defisiensi besi,
pemeriksaan serum iron, total iron binding
capacity (TIBC) dan ferritin dapat digunakan
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
52
untuk membedakan kedua kondisi tersebut.
(NIDDK, 2018)
5. Anemia hemolitik
Hemolisis adalah destruksi atau penghan-
curan sel darah sebelum 120 hari. Hemolisis akan
menyebabkan anemia ketika kecepatan
penghancuran eritrosit tidak sebanding dengan
pembentukan eritrosit. Manifestasi gejala anemia
hemolitik antara lain jaundice, cholelithiasis,
retikulositosis, dan pembesaran limpa (organ
tempat destruksi).
Destruksi eritrosit akan menghasilkan heme
dan globin. Metabolisme heme akan menghasil
kan bilirubin sehingga pada hemolisis akan terjadi
peningkatan bilirubin unconjugated, peningkatan
lactate dehydrogenase (LDH) dan penurunan
haptoglobin.
Mekanisme hemolisis ada 2 yaitu : hemolisis
intravascular yaitu destruksi eritrosit di dalam
sirkulasi, bisa terjadi akibat trauma mekanis dari
endotel yang rusak, fiksasi dan aktivasi
komplemen pada permukaan sel maupun
degradasi membran eritrosit akibat agen
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
53
infeksius. Mekanisme kedua adalah hemolisis
ekstravaskular yaitu penghancuran eritrosit oleh
makrofag di dalam spleen atau liver (Dhaliwal
et.al., 2004).
Tabel 4.5 Klasifikasi anemia hemolitik (Dhaliwal
et.al., 2004)
Tipe Etiologi Manifestasi Diagnosis
khas
Didapat
Immunemediated
Antibodi
terhadap
permukaan
eritrosit
- Autoimun
- Alloimun (ABO
incompatible)
- Drug induced
Microspherocyte
DAT (+)
Microangiopati
Kerusakan
eritrosit
dalam
sirkulasi
secara
mekanik
TTP
HUS
DIC
Eklampsia
schistocyte
Infeksi Malaria
Babesiosis
Hapusan darah
tepi Serologi
Herediter
Enzimopati G6PD
defisiensi
Penurunan
aktivitas enzim
G6PD
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
54
Membranopati
Hereditary
spherocy-
tosis
Spherocyte
Negative DAT
Hemoglobinopati
Talasemia
Sickle cell
disease
Hb elektroforesis
Hapusan darah
tepi
D. Autoimmune hemolitik anemia (AIHA)
AIHA merupakan anemia hemolitik yang
diperantarai oleh autoantibodi terhadap eritrosit
yang dibedakan berdasarkan kemampuannya
maksimalnya berikatan dengan eritrosit pada
suhu tertentu. Warm hemolysis merupakan
autoantibodi IgG yang berikatan secara maksimal
pada suhu 37°C pada sel darah merah. Ketika
warm autoantibodi berikatan dengan permukaan
sel darah merah, eritrosit yang tercoated oleh IgG
akan dimakan oleh makrofag di limpa sehingga
bentuk eritrosit menjadi mikrosferosit. Sedangkan
cold hemolysis merupakan autoantibodi IgM (cold
aglutinin) yang berikatan maksimal terhadap sel
darah merah pada suhu rendah (0° to 4°C) Cold
autoantibodies (IgM) berikatan dengan membran
eritrosit, mengaktivasi komplemen sehingga
eritrosit tercoated oleh C3 dan selanjutnya
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
55
dibuang oleh makrofag di liver (ekstravaskular
hemolisis) dan terjadi aktivasi sehingga terjadi
intravaskular hemolysis.
Pemeriksaan antiglobulin test sendiri dibagi
menjadi 2, direct dan indirect. Direct antiglobulin
test (DAT), atau direct coombs’ test digunakan
untuk mengetahui adanya antibodi atau
komplemen yang sudah melekat secara in vivo di
permukaan eritrosit. uji Indirect Antiglobulin
Testing (IAT), digunakan untuk menentukan
keberadaan antibodi dalam serum atau plasma.
E. Anemia Makrositik
Anemia makrositik dibagi menjadi 2,
megaloblastik yang disebabkan oleh defisiensi
kobalamin (vitamin B12) dan atau asam folat,
serta non megaoblastik yang merupakan selain
dari defisiensi asam folat dan atau vitamin B12.
(Leach, 2004)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
56
Tabel 4.6 Diagnosis banding anemia makrositik
(Leach, 2014)
Darah
lengkap
Hapusan
darah tepi Riwayat
Pemeriksaan
Lanjutan Definisi Vitamin B12
Dapat pansitopenia
Makrosit oval Anemia prenisoas
B12 Assay, Faktor intrinsic Ab
Defisiensi
Folat
Dapat
pansitopenia Makrosit Oval
Diet,
penyakit celiac
Folat serum,
TTG Ab
Penyakit liver
Trombositopenia Makrosit reguler, sel target
Alkohol, Hepatitis
Sesuai etiologi
Hipotiroid WBC normal,
dan platelet -
Tiroiditis,
radioterapi
Sesuai
etiologic
Hemokrom
atosis herediter
Hb Normal Makrositosis ringan
Riwayt keluarga
Ferritin,
saturasi transferrin
Terapi obat Bervariasi -
Antagonist folat,
hidroksikarbamide
Sesuai riwayat
Hemolisis dengan
retikulosis
Anemia Bite cells polikromasia
Obat, SLE,
limfoma
Tes Coomb, bilirubin,
haptoglobin
Sindroma mielodis-plastik
Pansitopenia Displastik neutrophil
Eksklusi kasus lain
Biopsi sumsum
tulang, sitogenik
sumsum tulang
Diskrasia Sel plasma
Anemia Rouleaoux
Nyeri
tulang, patah, gagal
ginjal
Imunoglobulin, biopsy sumsum tulang
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
57
V. TROMBOSIT
Trombosit adalah fragmen sitoplasma dari
megakariosit. Trombosit diproduksi di sumsum
tulang ± 1x 1011 trombosit / hari. 1 megakariosit
memproduksi 1000 trombosit sehingga tiap hari
harus diproduksi ±1x108 megakariosit. Umur
trombosit dalam sirkulasi adalah 8-10 hari. 10-
15% trombosit terpakai setiap hari dan 1/3 total
jumlah trombosit terdapat di Lien. Nilai rujukan
trombosit normal adalah pada rentang 150.000-
400.000/µL. (Kaushansky et al, 2010).
Trombosit berperan penting dalam proses
hemostasis dengan membentuk sumbat trombosit
pada cedera vaskular. Pada sirkulasi normal,
platelet atau trombosit bersirkulasi dalam
keadaan resting, ketika terjadi cedera vaskular
trombosit dengan cepat teraktivasi dan
mengalami agregasi dengan trombosit lain
sehingga membentuk sumbat pada dinding
pembuluh darah untuk mencegah kebocoran
vaskular.
Fungsi ini dimungkinkan karena struktur
trombosit yang terdiri dari membran sel dan
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
58
sitoplasma. Membran sel trombosit terdiri dari
glikoprotein dan fosfolipid. Glikoprotein (GP)
berfungsi sebagai reseptor untuk interaksi dengan
jaringan lain sebagai contoh GP Ia untuk interaksi
trombosit dengan kolagen, GPIb dengan faktor
Von Willebrand, GP IIb/IIIa dengan fibrinogen.
Sitoplasma trombosit terdiri dari sistem kanalikuli,
mikrotubuli, mikrofilamen, organela, serta granula
yang berperan penting untuk hemostasis.(
Italiano,2007; Fogarty, 2013) Hormon
Trombopoeitin (TPO) merupakan faktor utama
yang mengatur produksi trombosit.
Hormon ini dihasilkan di liver (95%) dan
ginjal (5%) dan disekresi ke darah dalam jumlah
konstan. Hormon ini akan berikatan dengan
trombosit dalam darah tepi pada c-MPL reseptor
yang ada dipermukaan trombosit. Yang menurun
akan menyebabkan trombopoetin bebas
meningkat yang selanjutnya merangsang
sumsusm tulang untuk memproduksi lebih banyak
trombosit.
Pemeriksaan trombosit meliputi pemeriksa-
an jumlah / kuantitas dan pemeriksaan fungsi
trombosit. Penilaian fungsi trombosit meliputi tes
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
59
waktu perdarahan (bleeding time), dan agregasi
trombosit. Metode pemeriksaan jumlah trombosit
yang paling sederhana namun sudah jarang
digunakan adalah metode Rees-Ecker dengan
kamar hitung improved neubauer. Saat ini
perhitungan jumlah trombosit umumnya
menggunakan alat hitung otomatis yang sama
untuk pemeriksaan darah lengkap. Dengan
pemeriksaan darah lengkap akan diketahui jumlah
trombosit serta ukuran rerata trombosit (mean
Platelet volume/ MPV). Beberapa alat otomatis
dengan teknologgi tertentu dapat mengetahui
Immature Platelet Fraction (IPF) yang dapat
digunakan untuk menilai produksi trombosit di
sumsum tulang. (Kaushansky et al, 2010; Sehgal,
2013).
A. Evaluasi Trombosit
Tabel 5.1 Nilai Normal Trombosit & indeks
trombosit (Desai, 2004)
Variabel Satuan Nilai Normal
PLT x 103 /µL 142-424
PDW fL 9.0-13.0
MPV fL 7.2 – 11.1
P-LCR % 15.0-25.0
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
60
PCT % 0.15-0.4
Penjelasan mengenai variabel dalam tabel
tersebut dijelaskan di bawah ini
PLT : trombosit, jumlah platelet/trombosit
total dalam darah.
PDW (platelet distributin width) : variabel
yang menggambarkan adanya variasi
ukuran trombosit
MPV (mean platelet volume) : merupakan
rata-rata ukuran trombosit yang ada dalam
darah
P- LCR (platelet large cell ratio) : persentase
trombsoit dengan ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan ukuran trombosit
pada umumnya
PCT (plateletcrit) : presentase volume
trombosit dalam darah
B. Kelainan Trombosit
1. Trombositopenia
Trombositopenia adalah suatu kondisi dimana
jumlah trombosit di darah tepi <150.000/µL.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
61
Jumlah trombosit yang rendah perlu dievaluasi
terkait dengan risiko perdarahan yang bisa terjadi
(Tabel 1)
Tabel 5.2 Jumlah trombosit dan risiko per-
darahan (Desai, 2004)
Jumlah trombosit Risiko Perdarahan
>100.000/ µL Tidak didapatkan
perdarahan abnormal
50.000-100.000/ µL
Perdarahan yang
memanjang pada
trauma yang berat
20.000-50.000/ µL
Risiko perdarahan
dengan trauma yang
minimal
<20.000/ µL Perdarahan spontan
Penyebab trombositopenia yang sangat
beragam dapat diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya yaitu sebagai akibat dari penurunan
produksi trombosit, peningkatan destruksi trom-
bosit, hipersplenisme atau sekuestrasi dan
pesudotrombositopenia.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
62
a. Penurunan Produksi
Penurunan produksi trombosit terjadi akibat
kegagalan sumsum tulang memproduksi trom-
bosit. Hal ini bisa disebabkan oleh kelainan
kongenital (May-Hegglin anomaly, Wiskott-Aldrich
syndrome, Bernard-Soulier syndrome, Gray
platelet syndrome atau Alport's syndrome)
maupun kelainan non-kongenital seperti anemia
aplastik, infiltrasi sumsum tulang oleh sel–sel
kanker, radiasi, toksin maupun akibat pengobatan
(cytotoxic agent), defisiensi folat dan B12 serta
sindroma mielodisplasia.
b. Sekuestrasi akibat spenomegali
Pada splenomegali, sekuestrasi trombosit
dapat mencapai 90% di dalam limpa. Pada
keadaan normal, trombosit yang tersekuestrasi
hanya sekitar sepertiga dari jumlah total
trombosit.
c. Destruksi trombosit yang meningkat .
Peningkatan destruksi trombosit disebabkan
oleh faktor imun dan non-imun
Faktor imun: Bisa terjadi akibat antibody-
mediated seperti immune thrombocytopenic
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
63
purpura, penyakit jaringan ikat (SLE,
polyarthritis nodosa), infeksi (HIV, dengue,
hepatitis)
Faktor non-imun : Bisa terjadi akibat micro-
angiopathic hemolitik anemia (MAHA)
seperti pada hemolytic uremic syndrome
(HUS), thrombotic thrombocytopenic
purpura (TTP), Disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Desai, 2004).
2. Pseudotrombositopenia
Dapat terjadi akibat penggunaan anti-
koagulan EDTA pada tabung darah.
Pada pemeriksaan laboratorium yang
didapatkan trombositopenia, maka perlu dilaku-
kan pemeriksaan hapusan darah tepi untuk
membantu mengarahkan penyebabnya berdasar-
kan morfologi abnormal yang ditemukan (Desai,
2004).
a. Platelet clumping/satelitisme :
Mengindikasikan pseudothrombocytopenia. Labo-
ratorium akan menghitung ulang trombosit
berdasarkan perhitungan hapusan darah tepi atau
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
64
menyarankan penggunaan sitrat sebagai
antikoagulan
b. Fragmented red blood cells (schistocytes,
helmet cells): mengindikasikan Microangiopathic
hemolytic anemia (HUS, TIP, DIC, dll)
c. Leukoerythroblastosis (eritrosit tear drop ,
immature red blood cells / nucleated red blood
cells, immature white blood cells): Myelophthisis
Atypical lymphocytes: Viral etiology (ie,
infectious mononucleosis)
Hypersegmented PMNs: Megaloblastic
anemia (vitamin B12 or folate deficiency)
Blasts: mengindikasikan Leukemia
Pseudo-Pelger-Huet anomaly mengindikasi-
kan Myelodysplastic syndrome. apabila pada
pemeriksaan hapusan darah tepi ditemukan
blast atau Pelger-huet anomaly, selanjutnya
perlu dilakukan evaluasi sumsum tulang
(bone marrow aspiration) untuk menegak-
kan diagnosisny
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
65
Gambar 5.1 Algoritme diagnosis pada
trombositopenia (Stasi, 2012)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
66
3. Trombositosis
Trombositosis didefinisikan sebagai pening-
katan trombosit > 450.000/µl. Peningkatan
jumlah trombosit ini perlu dibedakan apakah
clonal atau reaktif . Peningkatan trombosit secara
fisiologis dapat terjadi setelah excercice ataupun
stress.
Trombositosis reaktif terjadi akibat per-
darahan akut,anemia hemolitik, infeksi, penyakit
inflamasi, anemia defisiensi besi, keganasan,
postoperasi, post splenektomi dan rebound
thrombocytosis.
Thrombocytosis clonal dapat disebabkan
oleh sindroma mielodisplasia atau kelainan
mieloproliferatif (Essential thrombocytosis,
Polycythemia vera, Chronic myelogenous leu-
kemia). (Desai, 2004)
Morfologi abnormal yang ditemukan pada
pemeriksaan hapusan darah tepi membantu
mengarahkan penyebab trombositosis. Pada
mielodisplasia didapatkan gambaran diseritro-
poesis, disgranulopoesis atau dismegakariopoesis,
leukositosis dengan left shift mengindikasikan
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
67
Chronic myelogenous leukemia. Pemeriksaan lain
yang dapat memebantu menegakkan diagnosis
antara lain Serum ferritin, C-reactive protein,
evaluasi kadar HB (Desai, 2004)
Gambar 5.2 Algoritme diagnosis
trombositosis (modifikasi dari Desai, 2004)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
68
4. Trombosit dan perdarahan
Kelaianan perdarahan dapat disebabkan oleh
kelaianan trombosit, pembuluh darah, dan
faktor koagulasi. Selain kuantitas, fungsi
trombosit juga berperan pada perdarahan.
Pemeriksaan Bleeding time dan rumple leed
menilai fungsi vaskular dan trombosit. Tes
agregasi trombosit menilai fungsi trombosit.
Tes faal hemostasis (PT/ APTT) maupun
clotting time bisa digunakkan untuk menilai
faktor koagulasi.
Tabel 5.3 Perbedaan klinis antara gangguan
trombosit/ vaskular/ koagulasi (Lefkowitz, 2008)
Gangguan
trombosit
dan vascular
Gangguan
koagulasi
Perdarahan
mukosa Sering Jarang
Petekie Sering Jarang
Hematom Jarang Khas
Perdarahan
dari luka
kulit
Menetap Minimal
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
69
Jenis
kelamin Seimbang >80% pria
Gangguan fungsi trombosit dapat disebab-
kan oleh faktor herediter, trombastenia atau
Glanzmann disease, sindrom Bernard–Soulier,
storage pool disease, atau gangguan trombosit
yang didapat sebagai akibat pemakaian obat-
obatan (misalnya aspirin, dipiridamol, absiksimab,
eptifibatid, atau tirofiban), keadaan hiperglobuli-
nemia yang berkaitan dengan multipel mieloma,
penyakit mieloprolifetatif dan mielodisplastik, dan
uremia
C. Hemostasis
Hemostasis merupakan system keseim-
bangan antara thrombosis dan perdarahan yang
meliputi faktor prokoagulasi dan antikoagulasi.
Fungsi utama hemostasis adalah untuk meng-
hentikan perdarahan dari defek caskular
pembuluh darah serta tetap mempertahankan
fluiditas di dalam sirkulasi.
Komponen hemostasis merupakan interaksi
kompleks yang melibatkan pembuluh darah,
platelet dan faktor–faktor koagulasi. Pembuluh
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
70
darah yang berperan untuk terjadinya vasokon-
triksi dan platelet termasuk dalam sistem
hemostasis primer, sedangkan faktor-faktor
koagulasi termasuk dalam system hemostasis
sekunder. Ketika faktor koagulasi terlibat dalam
mekanisme hemostasis selanjutnya kan terbentuk
fibrin yang memicu terbentuknya platelet plug /
sumbat trombosit hingga pembentukan thrombin
yang nantinya akan platelet plug ini akan
dihancurkan melalui proses fibrinolitik saat
terjadinya penyembuhan (Lefkowitz, 2008).
1. Hemostasis Primer
Pada keadaan normal platelet tidak
menempel pada pembuluh darah atau saling
teragregasi satu sama alin. Saat terjadi kerusakan
atau robeknya dinding pembuluh darah, akan
terjadi vasokontriksi untuk mengurangi aliran ke
pembuluh darah yang robek. platelet akan
terpapar pada matrik endothelial dan menye-
babkan aktivasi dari platelet yang berdekatan
sehingga terbentuk sumbat trombosit.
Trauma yang dapat ditutup dengan sumbat
trombosit adalah trauma pada pembuluh darah
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
71
kecil atau pada jaringan mukosa seperti jaringan
pernapasan, pencernaan, dan jaringan genito-
uriner. Sedangkan pada robekan yang besar
diperlukan bekuan darah untuk menghentikan
perdarahan (Lefkowitz, 2008).
2. Hemotasis Sekunder
Hemostasis sekunder melibatkan faktor
koagulasi melalui jalur kaskade sehingga
terbentuk clot fibrin insoluble serta beberapa
inhibitor faktor untuk menjaga kesiembangan
hemostasis. Faktor koagulasi dihasilkan di liver
kecuali faktor VIII yang dihasilkan oleh sel
endotel. Fakto–faktor tersebut beredar dalam
bentuk precursor yang inaktif yang selanjutnya
dirubah menjadi bentuk aktif .
Pembentukan fibrin dimulai dengan aktivasi
jalur enzimatik : jalur intrinsic dan atau jalur
ekstrinsik. Aktivasi Jalur intrinsik dimulai dengan
adanya trauma di dalam system vaskuler sehingga
endotel pembuluh darah terekspos. Aktivasi jalur
ini relatif lebih lambat namun sangat penting bila
dibandingkan jalur ekstrinsik yang diinisiasi
trauma eksternal. Aktivasi kedua jalur tersebut
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
72
nantinya akan mengaktivasi jalur bersama
(Lefkowitz, 2008).
Gambar 5.3 Kaskade koagulasi jalur intrinsic,
ekstrinsik dan jalur bersama pada hemostasis
sekunder (Lefkowitz, 2008)
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
73
Untuk mempertahankan keseimbangan
hemostasis, ada proses berlawanan yang disebut
fibrinolisis. Sistem fibrinolysis berperan untuk
melarutkan clot dengan cara hidrolisis fibrin dan
finrinogen oleh plasmin, karena clot fibrin tidak
terbentuk untuk tujuan permanen. Clot fibrin
berperan untuk menghentikan perdarahan sampai
terjadi repair pembuluh darah yang rusak.
Terjadinya perdarahan atau thrombosis ter-
gantung keseimbangan antara system prokoa-
gulasi dan fibrinolitik. Komponen system
fibrinolitik antara lain: plasminogen, plasminogen
activator, plasmin, fibrin, FDP serta inhibitor
plasmin dan inhibitor plasminogen activator
(Castellone, 2007).
D. Pemeriksaan Laboratorium Koagulasi
1. Bleeding Time
Pemeriksaan bleeding time (BT) digunakan
untuk menilai fungsi pembuluh darah dan platelet
atau menilai fungsi awal hemostasis. Prinsip
pemeriksaan bleeding time adalah mengukur
kecepatan waktu berhentinya perdarahan dari
insisi atau punksi superfisial kulit. Beberapa
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
74
metode yang lazim digunakan adalah metode
Duke dan Ivy.
Pada metode Duke, dilakukan punksi pada
lobules telinga bagian bawah dan dilakukan
pengukuran waktu berhentinya perdarahan
dengan menempelkan kertas saring pada darah
yang menetes dengan interval waktu tertentu.
Namun metode ini kurang terstandarisasi dan bisa
menyebabkan hematoma lokal.
Metode Ivy mengukur waktu yang
dibutuhkan agar darah berhenti pada permukaan
volar dari lengan pasien setelah dibuat dengan
lancet (kedalaman 2-2,5 mm) . Sebuah cuff
tekanan darah diletakkan pada lengan atas yang
dipasang antara 30- 40 mm hg (Dayyal dg, 2016).
Bleeding time normal 2-7 menit.
Pemanjangan BT bisa terjadi pada kelainan
pembuluh darah, trombositopenia atau
Willebrand’s disease.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
75
2. Platelet Count
Bagian ini sudah dibahas pada bagian
sebelumnya.
3. Activated Partial Thromboplastin Time
(aPTT)
APTT mengukur jalur intrinsik terutama
mengetahui adanya kelainan factor VIII, IX, XI,
and XII. Selain juga dapat mendeteksi kelainan
pada jalur bersama (Common pathway).
Pemeriksaan APTT juga digunakan mengevaluasi
terapi heparin.
Aktivasi jalur intrinsik dimulai dengan
aktivasi faktor XII dan pengeluran fosfolipid
trombosit karena adanya trauma yang selanjutnya
mengaktivasi XI, Faktor XI kemudian meng-
aktifkan faktor IX. Faktor IX yang teraktifasi
bersama dengan faktor VIII + fosfolipid trombosit
mengaktifkan faktor X. Faktor X teraktivasi
berikatan dengan faktor V dan fosfolipid trombosit
untuk mengaktivasi thrombin (Castellone, 2007).
4. Prothrombin Time
Jalur ekstrinsik diawali dengan pelepasan
thromboplastin jaringan yang terekspresi akibat
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
76
kerusakan pembuluh darah. Factor VII
membentuk kompleks dengan tromboplastin
jaringan dan calcium yang selanjutnya akan
merubah factor X dan Xa untuk merubah
prothrombin menjadi thrombin.
Thrombin selanjutnya menrubah fibrinogen
menjadi fibrin. Proses ini memerlukan waktu
normalnya sekitar 10-15 detik. PT digunakan
untuk mendeteksi khususnya kelainan faktor VII,
tapi juga untuk dapat mengetahui kelainan pada
jalur bersama. PT juga digunakan untuk
monitoring terapi oral antikoagulan ataupun
warfarin (Castellone, 2007).
Diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa
pemeriksaan assay factor untuk menilai adanya
desifiensi factor pembekuan darah bila secara
klinis dicurigai adanya gangguan hemostasis
akibat defisiensi factor pembekuan darah.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
77
DAFTAR PUSTAKA
CDC.2017. Stool Specimens - Intestinal
Parasites: Comparative Morphology Tables.
Available at :
https://www.cdc.gov/dpdx/diagnosticproce
dures stool/morphcomp.html
Bates I, 2017. Dacie and Lewis Practical
Haematology 12nd edition, chapter 2:
refference ranges and normal values. Pp.8-
9, China : Elsevier
Boender, J., Kruip, M. J. H. A. and Leebeek, F. W.
G. (2016) ‘A diagnostic approach to mild
bleeding disorders’, Journal of Thrombosis
and Haemostasis, 14(8), pp. 1507–1516.
doi: 10.1111/jth.13368.
Bernadette F. Rodak and Jacqueline H. Carr. 2013.
Section 2 Hematopoeisis in Clinical
hematology atlas. Pp. 13; elsevier
Betty Ciesla. 2007. Chapter 9 Leukopoeisis and
leukopoietic function in Hematology in
practice : Philadephia: F.A Davis Company.
Pp. 130
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
78
Cappellini, M.D. and I. Motta, Anemia in Clinical
Practice-Definition and Classification: Does
Hemoglobin Change With Aging? Semin
Hematol, 2015. 52(4): p. 261-9.
Castellone, 2007.chapter 15: hemostasis and
coagulation disorder in hematology in
practice., davis company, philladelphia : pp.
230-241
Daniel Kahsai. 2018. Acute Anemia. available at :
https://emedicine.medscape.com/article/78
0334
Dayyal DG, 2016. Bleeding time (BT) and clotting
time (CT).
Davis, A. S., Viera, A. J. and Mead, M. D. (2014)
‘Leukemia: An overview for primary care’,
American Family Physician, 89(9), pp. 731–
738.
Desai P. Samir. 2004. Clinician’s guide to
laboratory medicine pocket: Hematology
Chapter. Ohio: Lexi-comp
Dhaliwal Gurpreet, Cornett A. Patricia, And
Tierney M. Lawrence. Hemolytic Anemia.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
79
American Family Physician 2004;69:2599-
2606
Fogarty PF and Dunbar CE.2013 . chapter 19
thrombocytopenia in the bethesda
handbook of clinical hematology. Li ppi ncott
Wi l l i ams & Wi l ki ns, A Wol ters Kl uwer
busi nes
George A. Fritsma. 2012. Chapter 1 An Overview
of Clinical Laboratory Hematology in Rodak
Hematology clinical principles and
applications. Pp.3; Elseviers saunders
George-Gay, B. and Parker, K. (2003)
‘Understanding the complete blood count
with differential’, Journal of Perianesthesia
Nursing, 18(2), pp. 96–117. doi:
10.1053/jpan.2003.50013.
Granatowicz, A. et al. (2015) ‘An overview and
update of chronic myeloid leukemia for
primary care physicians’, Korean Journal of
Family Medicine, 36(5), pp. 197–202. doi:
10.4082/kjfm.2015.36.5.197.
Herbert L. Muncie And James S. Campbell. 2009.
Alpha and beta thalassemia. Am Fam
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
80
Physician. 2009;80(4):339-344, 371
available at :
https://www.aafp.org/afp/2009/0815/p339
.html
Harrison’s Hematology And Oncology 2nd Edition,
2013.
Hayward, C. P. M. (2005) ‘Diagnosis and
management of mild bleeding disorders.’,
Hematology / the Education Program of the
American Society of Hematology. American
Society of Hematology. Education Program,
(905), pp. 423–428. doi:
10.1182/asheducation-2005.1.423.
Harrison’s Hematology And Oncology 2nd Edition,
2013.
Hoffman, M. and Monroe, D. M. (2007)
‘Coagulation 2006: A Modern View of
Hemostasis’, Hematology/Oncology Clinics
of North America, 21(1), pp. 1–11. doi:
10.1016/j.hoc.2006.11.004.
Italiano JE. 2007.Chapter 1:The Structure And
Production Of Blood Platelets in Platelets in
Hematologic and Cardiovascular Disorders:
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
81
A Clinical Handbook. Cambridge University
Pres
Jerry B. Lefkowitz. 2008. Chapter 1: coagulation
pathwayand physiology. available at :
https://webapps.cap.org/apps/docs/store/P
UB217_Hemost_Sample.pdf
Kaushansky et al. Williams Hematology 8 Edition
Chapter 113 : Megakaryopoeisis and
Thrombopoeisis. Mc Graw Hill. 2010 ; p.
1721
Leach, M. (2014) ‘Interpretation of the full blood
count in systemic disease - A guide for the
physician’, Journal of the Royal College of
Physicians of Edinburgh, 44(1), pp. 36–41.
doi: 10.4997/JRCPE.2014.109.
Lambert Jean-François and Beris Photis. 2009.
Chapter 4 : Pathophysiology and differential
diagnosis of anaemia. available at :
https://www.esh.org/files/doc/IRON2009_
CAP.4%28108-141%29.pdf
Liu J, Li H, Luo M, Liu J, Wu L, Lin X, et al. (2020)
Lymphopenia predicted illness severity and
recovery in patients with COVID-19: A
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
82
single-center, retrospective study. PLoS
ONE 15(11) : e0241659.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0241
6
Liu, Jingyuan & Liu, Yao & Xiang, Pan & Pu, Lin &
Haofeng, Xiong & Li, Chuansheng & Zhang,
Ming & Tan, Jianbo & Xu, Yanli & Song, Rui
& Song, Meihua & Wang, Lin & Zhang, Wei
& Han, Bing & Yang, Li & Wang, Xiaojing &
Zhou, Guiqin & Zhang, Ting & Li, Ben &
Wang, Xianbo. (2020). Neutrophil-to-
Lymphocyte Ratio Predicts Severe Illness
Patients with 2019 Novel Coronavirus in the
Early Stage.
10.1101/2020.02.10.20021584.
Michael G Franz, Robson, M. C. and Steed, D. L.
(2001) ‘Wound Healing: Biologic Features
and Approaches to Maximize Healing
Trajectories’, Current Problems in Surgery,
38(2), pp. 273–280. doi:
10.1177/0192623310389474.Current.
NIDDK. 2018. Anemia in Chronic kidney Disease.
available at :
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
83
https://www.niddk.nih.gov/health-
information/kidney-disease/anemia
Palmer, R. L. (1984) ‘Laboratory diagnosis of
bleeding disorders. Basic screening tests’,
Postgraduate Medicine, 76(8), pp. 137–148.
doi: 10.1080/00325481.1984.11698822.
PDS Patklin. 2004. SI unit. Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer, 2014, Jakarta
Rafieian-Kopaie M, Nasri H. Platelet counts and
mean platelet volume in association with
serum magnesium in maintenance
hemodialysis patients. J Renal Inj Prev
2012; 1(1): 17-21. DOI:
10.12861/jrip.2012.08
Sameer Bakhsi. 2018. Aplastic anemia. available
at:
https://emedicine.medscape.com/article/19
8759-overview
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
84
Sehgal, K. Immature Platelet Fraction : Neighbor’s
Envy, Owner’s Pride. Internasional sysmex
Scientific Seminar. 2013
Sharma Richa and Nalepa Grzegorz. 2016.
Evaluation and Management of Chronic
Pancytopenia. pediatrics in review vol. 37
no.3
Soundarya N and Suganthi P. 2016. A Review On
Anaemia – Types, Causes, Symptoms And
Their Treatments. Journal of science and
technology investigation vol.1
Stasi R. 2012. How to approach thrombocytope-
nia. American society of hematology
Stiene-martin A.2012 . Chapter 12: Leukocyte
Development, Kinetics, and functions in
Rodak Hematology clinical principles and
applications. Elseviers saunders; pp.134
Tefferi, A., Hanson, C. A. and Inwards, D. J.
(2005) ‘How to interpret and pursue an
abnormal complete blood cell count in
adults’, Mayo Clinic Proceedings, 80(7), pp.
923–936. doi: 10.4065/80.7.923.
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
85
WHO, Global Nutrition Targets 2025 Anaemia
Policy Brief. 2014.
Wikipedia
https://en.wikipedia.org/wiki/Lymphocytop
enia
HEMATOLOGI DASAR Aplikasi Klinis di FKTP
"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia
Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia