HEGEMONI HOLLYWOOD PADA FILM AMERICAN SNIPER

21
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019 17 HEGEMONI HOLLYWOOD PADA FILM AMERICAN SNIPER Melis Tanaka, J. A. Wempi STIKOM London School of Public Relations-Jakarta Email: [email protected] Abstrak Film-film yang ditayangkan pada bioskop Indonesia mayoritas merupakan film Hollywood. Dari sekian banyak genre film yang ada, film bertemakan perang cukup banyak digunakan oleh Hollywood untuk menyebarkan praktik hegemoninya, tidak terkecuali pada film American Sniper (2014). Kisah heroik yang dilakukan oleh pemeran utama mampu menggiring penonton bahwa Amerika mempunyai sosok pahlawan yang tergabung dalam pasukan elit Navy SEALs. Penelitian berikut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan paradigma kritis. Praktik hegemoni Hollywood pada film American Sniper (2014) dipahami dengan menguraikan tiga dimensi Critical Discourse Analysis yang diusung Norman Fairclough pada teori Hegemoni oleh Antonio Gramsci. Hasil dari penelitian ini pada kajian mikro, ditemukan bahwa terdapat elemen universal dan idealis yaitu nilai patriotisme, nasionalisme, dan setia kawan. Dalam kajian meso, PT. Omega Film merupakan distributor film yang terdaftar di Lembaga Sensor Film (LSF) sebagai bagian dari Political Society Gramsci yang memegang peran besar atas distribusi film Hollywood di Indonesia. Pada kajian makro, film American Sniper (2014) merupakan salah satu dari praktik hegemoni Hollywood pada era neo-konservatif yang turut menyertakan American sentris di dalamnya. Kata Kunci: American Sniper, Hegemoni, Hollywood, Amerika Abstract Most movies shown in Indonesian cinemas are Hollywood movies. From existing genres, war movies tend to be used by Hollywood to spread their hegemonic practices. American Sniper, which was released in 2014, is one of the examples. The heroic scene acted by the main lead persuades the audience that America has a hero involved in Navy SEALs. This study was qualitative research using a critical paradigm. Hollywood’s hegemony in the film American Sniper (2014) could be understood by elaborating the three dimensions of Critical Discourse Analysis by Norman Fairclough, along with the theory of hegemony by Antonio Gramsci. The result of the research shows that in microanalysis, there are universal and idealist elements such as patriotism, nationalism, and loyalty. Meso analysis found that PT. Omega Film is a registered distributor of Film Censorship Institute (LSF) as part of the Political Society, according to Gramsci, which plays a significant role in the distribution of Hollywood films in Indonesia. Based on the macro analysis, the American Sniper (2014) film is one of the hegemonic practices of Hollywood in the era of neo-conservative that contains American centric. Keywords: American Sniper, Hegemony, Hollywood, America

Transcript of HEGEMONI HOLLYWOOD PADA FILM AMERICAN SNIPER

17
HEGEMONI HOLLYWOOD PADA FILM AMERICAN SNIPER
Melis Tanaka, J. A. Wempi STIKOM London School of Public Relations-Jakarta
Email: [email protected]
Abstrak Film-film yang ditayangkan pada bioskop Indonesia mayoritas merupakan film Hollywood. Dari sekian banyak genre film yang ada, film bertemakan perang cukup banyak digunakan oleh Hollywood untuk menyebarkan praktik hegemoninya, tidak terkecuali pada film American Sniper (2014). Kisah heroik yang dilakukan oleh pemeran utama mampu menggiring penonton bahwa Amerika mempunyai sosok pahlawan yang tergabung dalam pasukan elit Navy SEALs. Penelitian berikut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan paradigma kritis. Praktik hegemoni Hollywood pada film American Sniper (2014) dipahami dengan menguraikan tiga dimensi Critical Discourse Analysis yang diusung Norman Fairclough pada teori Hegemoni oleh Antonio Gramsci. Hasil dari penelitian ini pada kajian mikro, ditemukan bahwa terdapat elemen universal dan idealis yaitu nilai patriotisme, nasionalisme, dan setia kawan. Dalam kajian meso, PT. Omega Film merupakan distributor film yang terdaftar di Lembaga Sensor Film (LSF) sebagai bagian dari Political Society Gramsci yang memegang peran besar atas distribusi film Hollywood di Indonesia. Pada kajian makro, film American Sniper (2014) merupakan salah satu dari praktik hegemoni Hollywood pada era neo-konservatif yang turut menyertakan American sentris di dalamnya.
Kata Kunci: American Sniper, Hegemoni, Hollywood, Amerika
Abstract Most movies shown in Indonesian cinemas are Hollywood movies. From existing genres, war movies tend to be used by Hollywood to spread their hegemonic practices. American Sniper, which was released in 2014, is one of the examples. The heroic scene acted by the main lead persuades the audience that America has a hero involved in Navy SEALs. This study was qualitative research using a critical paradigm. Hollywood’s hegemony in the film American Sniper (2014) could be understood by elaborating the three dimensions of Critical Discourse Analysis by Norman Fairclough, along with the theory of hegemony by Antonio Gramsci. The result of the research shows that in microanalysis, there are universal and idealist elements such as patriotism, nationalism, and loyalty. Meso analysis found that PT. Omega Film is a registered distributor of Film Censorship Institute (LSF) as part of the Political Society, according to Gramsci, which plays a significant role in the distribution of Hollywood films in Indonesia. Based on the macro analysis, the American Sniper (2014) film is one of the hegemonic practices of Hollywood in the era of neo-conservative that contains American centric. Keywords: American Sniper, Hegemony, Hollywood, America
18
Pendahuluan
Hollywood dinilai gencar dalam merajai bioskop hingga skala internasional dengan
keahlian teknisnya yang piawai. Bahkan, Hollywood mampu membuat film-film
produksinya menjadi kesukaan bagi penikmat film bioskop yang tidak terkecuali pada
penonton Indonesia (Dijeh, 2016). Kesukaan menonton film produksi Hollywood terlihat
pada sebuah fenomena dimana pada tahun 2011 lalu karena pengaruh pajak film impor
Indonesia, karya dari studio bergengsi seperti 20th Century Fox, Paramount Pictures,
Universal Pictures, Walt Disney Pictures, dan Warner Bros. Pictures tidak masuk ke bioskop
Indonesia sehingga mengakibatkan bioskop Indonesia yang hanya dipenuhi oleh film dalam
negeri jarang dikunjungi oleh masyarakat. Namun, masyarakat mulai berdatangan sesaat
setelah film-film asal Hollywood kembali mulai masuk ke bioskop dalam negeri (Irwansyah,
2015).
Majalah ‘Variety’ dalam situs Duniaku Network memberikan pernyataan bahwa 70%
pendapatan Hollywood didapatkan dari luar Amerika (Dijeh, 2016). Maka dapat dinyatakan
bahwa Hollywood cukup gencar dalam memproduksi film dalam upaya mengekspor
karyanya hingga mancanegara.
Selain memproduksi film sebagai media hiburan, Hollywood yang merupakan tempat
bernaungnya perusahaan bergerak di bidang industri perfilman merupakan perpanjangan
tangan negara Amerika dalam melakukan praktik hegemoni. Praktik hegemoni dilakukan
pada situasi yang tidak disadari untuk menerima ideologi yang ditanamkan melalui suguhan
cara yang berbeda-beda dimana dalam penelitian berikut praktik hegemoni dijalankan
melalui film.
Film Top Gun (1986) dan Navy Seals (1990) dalam penelitian sebelumnya diketahui
menjalankan praktik hegemoni melalui penanaman ideologi pada masyarakat yang menonton
film tersebut. Top Gun (1986) dan Navy SEALs (1990) merupakan dua contoh film yang
merepresentasikan negara–negara Timur Tengah sebagai pihak antagonis yang barbar dan
memainkan peran sebagai teroris yang tidak memiliki perasaan (Utama, 2012). Lain halnya
dengan pihak Amerika yang digambarkan sebagai tentara, pasukan elit unggul seperti Navy
SEALs (sea, air, dan land) yang merupakan gambaran yang paling benar dibandingkan pihak
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
19
lawan. Film Top Gun (1986) pada kajian tersebut disinyalir menyerang identitas Arab
(Utama, 2012: 19).
Selain kedua film di atas, praktik hegemoni juga terdapat pada film American Sniper
(2014). Film tersebut rilis di Amerika pada tanggal 25 Desember 2014 dan 6 Maret 2015 lalu
di Indonesia dengan durasi film sepanjang 132 menit. American Sniper (2014) adalah film
produksi Warner Bros. Entertainment Inc. yang merupakan salah satu dari deretan
perusahaan berbasis film ternama di Hollywood. Tercatat pada situs resmi Warner Bros.
(American Sniper, n.d.), American Sniper (2014) berada di bawah arahan Clint Eastwood
dan ditulis oleh Jason Hall bersama dengan Chris Kyle, Scott McEwan dan Jim DeFelice.
American Sniper (2014) dengan rating 7.3 dari skala 10 adalah film bergenre aksi, biografi,
drama, dan perang (American Sniper (2014), n.d.). Menurut IMDB (American Sniper (2014)
Awards, n.d.), film American Sniper (2014) telah memenangkan 22 kategori dari 17
perhelatan bergengsi, di antaranya adalah membawa pulang piala Oscar 2015 ‘Best
Achievement in Sound Editing’, AFI Awards 2015 ‘Movie of the Year’, nominasi dari
American Cinema Editors 2015 dan ‘Best Edited Feature Film – Dramatic’.
Hegemoni dalam bahasa Yunani kuno disebut dengan ‘eugemonia’ (Arief, 2015:
115). Pada laman Ensiklopedia Britanica, hegemoni dijalankan oleh Yunani dimana pada
masa tersebut negara kota seperti Athena dan Sparta melakukan praktik dominasi terhadap
negara–negara lain yang sejajar apabila dilihat melalui ranah posisi. Praktik hegemoni
menurut Gramsci dijalankan dengan sebutan berupa ‘kepemimpinan intelektual dan moral’
(McNally, 2009: 65).
terbagi dalam dua medium yaitu masyarakat politik (political society) dan masyarakat sipil
(civil society). Masyarakat politik merupakan pemerintah atau penguasa yang sedang
berkuasa serta jajaran aparatur negara yang memiliki hak dan wewenang dengan
mengeluarkan perintah yang bersifat menyeluruh ke seluruh lapisan dan berguna
menertibkan masyarakat (Utomo, 2013: 17). Selanjutnya, masyarakat sipil terdiri dari
kegiatan fungsional yang dapat berupa organisasi politik, rumah ibadah, institusi pendidikan,
bidang olahraga, media, dan juga keluarga (Jones, 2006: 32). Peranan yang dijalankan oleh
masyarakat sipil menghasilkan nilai yang bersifat menghibur, menanamkan ilmu
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
20
pengetahuan, ilmu keagamaan dan berbagai output lainnya yang lebih mudah diterima oleh
khalayak.
Jones (2006: 3) mengatakan bahwa praktik hegemoni menghasilkan tujuan berupa
terciptanya consensus yaitu kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama tersebut dapat
muncul melalui consent dengan upaya penanaman ideologi (Arief, 2015: 122-123) terhadap
para pihak yang terhegemoni karena suara terbanyak dicanangkan oleh dominant class atau
dapat disebut sebagai pihak mayoritas.
Praktik hegemoni Gramsci berupa penanaman ideologi pada film berikut terletak
pada jalan cerita yang disuguhkan. Film American Sniper (2014) mengisahkan kehebatan
penembak jitu anggota U.S. Navy SEALs, yaitu Chris Kyle yang diperankan oleh aktor
Amerika Bradley Cooper dalam aksi menunjukkan sisi heroik untuk melindungi negara Irak
dari serangan teroris. Kepiawaian dan kesungguhan Chris akhirnya berhasil melumpuhkan
penembak asal jaringan teroris Al-Qaeda. Aksi Chris pada masa penugasannya menambah
citra positif bagi negara Amerika karena disambut sebagai pahlawan yang siap mengemban
tugas negara khususnya bagi perdamaian dunia. Berdasarkan latar belakang tersebut, studi
ini bertujuan untuk mengungkap praktik hegemoni Hollywood pada film American Sniper
(2014).
pengumpulan data yaitu analisis teks, wawancara dengan tiga orang narasumber ahli, dan
studi literatur. Teknik analisis yang digunakan adalah Critical Discourse Analysis oleh
Norman Fairclough (2010) merupakan sebuah teknik analisis yang berusaha mengkritik
fenomena atau masalah yang tengah terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pembahasan yang
termasuk dalam analisis Fairclough adalah mengenai kekuasaan, hegemoni, ideologi dan
legitimasi (Fairclough, 2010: 6).
Tiga elemen CDA Fairclough yaitu analisis teks, praktik diskursus berupa produksi
teks dan konsumsi teks, serta elemen yang terakhir yaitu praktik sosial. Analisis teks pada
penelitian berikut memusatkan perhatian pada kajian mikro berupa narasi film yang
disuguhkan dengan tujuh scene yang mewakili elemen pada film American Sniper (2014).
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
21
Pada analisis praktik diskursus yaitu produksi teks dan konsumsi teks menggunakan
kajian meso yang memperhatikan proses distribusi film Hollywood masuk ke bioskop
Indonesia dan tanggapan dari masyarakat yang menonton film tersebut. Selanjutnya, analisis
praktik sosial mengamati bagaimana sebuah praktik dikursus membentuk dan terbentuk oleh
kondisi sosiokultural (Fitrianita, 2013). Pada kajian berikut analisis dilakukan dengan
memperhatikan kajian makro mengenai Hollywood dan film genre perang yang diproduksi
oleh studio film di Amerika.
Hasil dan Pembahasan
Kajian Mikro
Dalam kajian menurut Gramsci, penanaman ideologi dinilai lebih mudah dan tepat
apabila dilakukan guna memperoleh persetujuan masyarakat secara sadar (Sari &ndra, 2017:
2). Media yang pada kajian berikut yaitu film American Sniper (2014) merupakan salah satu
alat penanaman ideologi pada para penonton film tersebut. Pada kajian mikro, terdapat
penjelasan mengenai jalan cerita film American Sniper (2014) dan elemen yang terkandung
di dalamnya.
Keinginan untuk membela negaranya ia realisasikan dengan turut serta berkecimpung
di dunia militer sebagai bagian dari angkatan Amerika Serikat Navy SEALs hingga namanya
terkenal masyur di Amerika bermula saat Chris Kyle dan adiknya, menyimak berita
mengenai serangan teroris yang dilakukan pada Kedutaan Besar Amerika di Tanzania dan
Kenya. Melalui berita yang ditayangkan, serangan yang dilakukan merujuk pada peristiwa
bulan September 1998 lalu (American Sniper (2014) Plot, n.d.).
Masa kecil Chris Kyle dan adiknya diajarkan oleh sang ayah untuk tidak menjadi
domba yang lemah atau serigala yang gemar memangsa, namun mengarahkannya menjadi
anjing penjaga yang berani dan bersedia menolong para pihak yang tertindas. Di samping itu,
sang ayah juga memberikan pelatihan perburuan menggunakan senapan. Pembelajaran dan
kegigihan yang dimiliki Chris Kyle membawa dirinya menjadi seorang penembak jitu yang
paling diandalkan dalam timnya saat masa penugasan berlangsung (Rasyidharry, 2015).
Dalam film American Sniper (2014), terdapat lima elemen yang menghiasi film
tersebut, di antaranya adalah:
22
Patriotisme dan Nasionalisme
Elemen pertama berikut sesuai dengan genre film yang diproduksi yaitu perang dan
heroik. Patriotisme dan nasionalisme keduanya memiliki arti yang sama yaitu berkomitmen
demi memperjuangkan negara mereka dan memiliki sifat rela berkorban (Poole, 2007: 129).
Aksi yang berkenaan dengan elemen tersebut sangat jelas ditemukan dalam adegan pada saat
Chris Kyle meneguhkan keinginannya untuk bergabung dengan pasukan elit Navy SEALs
dalam film American Sniper (2014).
Gambar 1. Chris mengamati berita ledakan di kedutaan Amerika yang berdomisili di
Tanzania dan Kenya (09:40)
nasionalisme merupakan ciri dari idealisme sehingga mudah untuk dinikmati bagi khalayak
yang juga memiliki jiwa idealisme. Ditambah lagi, terdapat rasa bangga yang terdiri dari dua
penyebab (Kevin, 2018) yaitu negara Amerika mempunyai pasukan elit yang siap bertempur
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
23
juga kesiapan bagi pasukan Amerika yang berusaha untuk memenangkan perdamaian bagi
negara lain yang dalam film American Sniper (2014) adalah negara Irak.
Setia Kawan
Elemen kedua menyoroti perjuangan Chris Kyle kepada teman-temannya selama di
medan perang. Dikarenakan persamaan akan asal negara dan mengemban misi yang sama,
kesetiaan pada teman-teman yang ia miliki mampu membuat Chris menumbangkan
lawannya, Zarqawi.
Gambar 3. Chris menjenguk salah seorang temannya (01:31:17)
Sesaat setelah Chris dan Biggles membahas mengenai teroris di Irak, Chris
meneguhkan dirinya untuk turut serta pada masa penugasan selanjutnya. Chris mengeluarkan
sebuah pernyataan sebagai wujud setia kawannya kepada Biggles berupa, “kita harus
melakukannya, kau saudaraku, dan mereka harus membayar apa yang mereka lakukan
padamu”.
Janji Chris pada Biggles benar-benar ia realisasikan. Pada aksi terakhir Chris Kyle di
medan perang Irak pada waktu ke 01:43:29, Chris dengan siap melayangkan pandangannya
ke senapan dan berkata, “bidik kecil, untuk Biggles”. Seusai Chris melepaskan bidikan,
pelurunya pun berhasil melumpuhkan lawan.
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
24
Gambar 4. Chris saat akan melumpuhkan sang lawan (01:43:29)
Hardiyanto (2018) menuturkan bahwa nilai patriotisme, nasionalisme dan setia
kawan tidak hanya tercantum dalam film Hollywood saja namun film produksi Indonesia
seperti Merah Putih (2009), film asal Korea dan India juga turut mengusung tema berikut.
Elemen-elemen tersebut merupakan nilai universal yang terdapat dalam semua negara dan
setiap manusia namun Hollywood mampu memproduksinya dengan baik (Hardiyanto, 2018).
Amerika Membantu Memerangi Teroris
Pada jalan cerita film American Sniper (2014), pasukan elit Amerika yaitu Navy
SEALs dikirim ke Irak untuk melumpuhkan lawan mereka, Al-Qaeda. Navy SEALs
dipercaya mampu merintangi segala hambatan yang terjadi di air, udara, dan tanah (Navy
SEALS (Sea, Air & Land), n.d.).
Chris Kyle dan teman-temannya pada film tersebut dinilai oleh narasumber Rasyid
Harry memberikan citra yang baik pada pasukan Navy SEALs (Harry, 2018). Pasukan elit
tentara Amerika tersebut mendapatkan panggung pada film box office yang didistribusikan
hingga mancanegara. Kegiatan melakukan branding dapat dinyatakan sukses dijalankan
karena turut mengagungkan Amerika dengan citra positif berupa pasukan handal yang siaga
memberantas aksi kejahatan transnasional yaitu terorisme demi perdamaian sebuah negara.
Cerita berlanjut pada menit ke 43:33, seorang kepala keluarga dengan takut
menceritakan aksi kejahatan teroris kepada Chris Kyle dan teman-temannya. Chris pun
melaporkan informasi yang telah ia dapatkan kepada atasannya sehingga operasi militer
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
25
dilakukan dengan motivasi bahwa pasukan Navy SEALs mampu menumpas komplotan yang
meresahkan masyarakat di wilayah tersebut.
Gambar 4. Chris berupaya untuk membantu salah satu keluarga di Irak (43:33)
Dalam laman Vox, film American Sniper (2014) dinilai bermasalah karena hanya
menyuguhkan jalan cerita dengan pilihan warna antara hitam dan putih sehingga
memunculkan perbedaan yang lebar antara karakter baik dan jahat. Amerika mendapatkan
citra yang baik karena membantu negara Irak memberantas teroris dan sosok Chris Kyle yang
menyandang reputasi terbaik dibandingkan dengan seluruh pasukan elit yang bertugas (Taub,
2015).
Sosok Pahlawan Amerika
Saat jam makan siang berlangsung, salah seorang tentara berdiri dan berteriak ke arah
Chris yang tengah berjalan menuju tempat duduk, “para hadirin, ada legenda disini. Mari
tepuk tangan yang meriah untuk legenda.” Teman tersebut menambahkan, “kami sangat
bangga padamu! Konon katanya, legenda ini telah membunuh 100 orang dengan satu
hembusan nafas”.
26
Sosok pahlawan Amerika yang diperlihatkan pada film American Sniper (2014)
adalah keberhasilan yang diraih sehingga memunculkan rasa kagum dari orang-orang di
sekitarnya yang merujuk pada kepiawaiannya menggunakan senjata. Chris Kyle pun
menerima banyak pujian yang direspon dengan rendah hati. Semasa bertugas di medan
perang, tercatat bahwa Chris Kyle berhasil melumpuhkan 160 korban dengan senapannya
(McCoy, 2014).
Anti-War Movie
Di samping menyoroti ranah peperangan karena film tersebut bergenre perang, namun
film American Sniper (2014) menanamkan unsur anti-war pada jalan cerita. Chris Kyle
selaku pemeran utama pada film mengalami PTSD (post-traumatic stress disorder) sepulang
dirinya dari masa penugasan.
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
27
Chris Kyle yang mengalami PTSD secara tidak sadar begitu terfokus pada berita
perang yang terjadi di Irak. Ia tidak menghiraukan sang anak yang tengah menangis sehingga
dihampiri oleh sang istri, keduanya pun mulai berdebat terkait perilaku Chris yang berubah.
Beberapa sindrom PTSD Chris mulai muncul yang pada akhirnya Chris membutuhkan
bantuan psikolog. Saran dari psikolog ia taati dengan baik sehingga Chris Kyle berhasil pulih.
Namun pada akhir kisah hidupnya Chris Kyle dibunuh oleh veteran perang yang diduga juga
memiliki masalah PTSD, Eddie Ray Routh (BBC Indonesia, 2015).
Menurut Harry (2018), tema tentara yang mengalami gangguan psikolog saat kembali
dari masa penugasan bukanlah hal baru di jajaran film Hollywood. Setelah melakukan empat
kali masa penugasan di Irak, Chris Kyle tetap pulang dalam keadaan yang baik tanpa
kekurangan pada bagian fisik. Narasumber berikut memberikan persetujuannya bahwa film
American Sniper (2014) dapat menjadi kritikan kepada pemerintah Amerika agar lebih
memperhatikan kesehatan fisik dan psikis para tentara yang telah berjuang demi negara
(Harry, 2018).
Meskipun terdapat banyak sisi negatif yang dihasilkan seusai masa penugasan di
lapangan, ternyata masyarakat Amerika dinilai sangat menghargai jasa para tentara.
Narasumber Kevin (2018) menyatakan bahwa orang-orang yang cacat mempunyai sense of
pride karena pengorbanan yang dilakukan ditujukan bagi negara.
Kajian Meso
Pada kajian meso, terdapat penjelasan mengenai proses masuknya film luar negeri ke
bioskop Indonesia disertai dengan tanggapan dari penonton Indonesia mengenai film
American Sniper (2014). Proses distribusi dan konsumsi berikut apabila dikaitkan dengan
teori hegemoni milik Gramsci merupakan suatu kegiatan yang damai tanpa melibatkan aksi
koersif dari para pelaku (Fitriani, Hafiar, & Prastowo, 2018: 30).
Hollywood merupakan salah satu fungsi Amerika dalam upaya meraup pendapatan
dari luar negeri. Pada world system theory, ekonomi pada ranah internasional dipraktikan
melalui pembagian negara core, semi-periphery, dan periphery (Baylis, Smith, & Owens,
2014: 5). Pihak-pihak yang menjalankan hegemoni merupakan para penguasa. Dominasi
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
28
politik yang dilakukan terbentuk dalam ideologi yang pada akhirnya menghasilkan
pemahaman sejalan dalam kehidupan masyarakat (Murphy, 2008: 5).
Political society pada superstruktur Gramsci dalam kajian berikut adalah Lembaga
Sensor Film Republik Indonesia (LSF). Aturan mengenai film yang diputar di bioskop dalam
negeri sudah ditetapkan pada pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2009 Tentang Perfilman, yaitu ditentukan sebuah quota screen time. Pihak bioskop wajib
untuk menayangkan film nasional sebesar 60% dari total kuota studio dan penayangan
sebesar 40% bagi film asal luar negeri (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2009 Tentang Perfilman, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan juru bicara Lembaga Sensor Film Republik
Indonesia (LSF), Rommy Fibri Hardiyanto (2018) memberikan pernyataan bahwa terdapat
prosedur mengenai bagaimana film luar negeri dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
LSF sesuai dengan BAB I Pasal 1 nomor 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
18 tahun 2014 Tentang Lembaga Sensor Film memiliki tugas untuk, “Sensor Film adalah
penelitian, penilaian, dan penentuan kelayakan film dan iklan film untuk dipertunjukkan
kepada khalayak umum” (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014
Tentang Lembaga Sensor Film, 2014). Hardiyanto (2018) menjelaskan bahwa film asal
mancanegara dibawa oleh distributor sah yang tercatat dalam LSF akan menjalani proses
penyensoran sebelum ditayangkan di bioskop Indonesia.
Dominasi kekuasaan yang tidak disadari oleh masyarakat adalah film-film yang
dihasilkan oleh Hollywood mudah untuk menembus bioskop-bioskop mancanegara. Apabila
dilihat melalui sistem masuknya film mancanegara ke bioskop Indonesia, yaitu melalui data
yang dikeluarkan oleh Lembaga Sensor Film, dominasi yang dilakukan juga menurun hingga
ke distributor film-film Hollywood di Indonesia, PT. Omega Film.
Distributor film American Sniper (2014) di Indonesia adalah PT. Omega Film.
Melalui data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan bapak Rommy (Hardiyanto, 2018),
sejak tahun 2011 hingga bulan Februari 2018 lalu, perusahaan tersebut telah memasukkan
sejumlah 1147 film untuk disensor di LSF.
Diberitakan dalam situs Antara News, film American Sniper (2014) mampu bersaing
pada box office Amerika Serikat dan Kanada. Hasil penjualan tiket yang didapat adalah 64,4
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
29
juta dollar pada akhir pekan. Pendapatan fantastis oleh bioskop Amerika Serikat dan Kanada
yaitu lebih dari 200 juta dollar telah diterima sejak penayangan perdana (Maryati, 2015).
Selain di negara Amerika dan Kanada, penonton bioskop Indonesia menyambut
dengan antusias pemutaran perdana di Djakarta Theater XXI tanggal 27 Februari 2015 silam
dimana penonton memberikan tepuk tangan meriah setelah film tersebut selesai ditayangkan
(Aisyah, 2015). Seorang penonton kepada CNN Indonesia memberikan pendapatnya bahwa
teknik pengambilan gambar yang baik pada film tersebut membuatnya terkesan dramatis.
Ditambah lagi, bagian yang menyentuh hati penonton terletak pada alur cerita yang
menggambarkan perasaan dilematis Chris Kyle sebagai penembak jitu namun juga seorang
ayah dan suami.
Berbeda dengan Indonesia, film American Sniper (2014) ditentang oleh pemerintah
Baghdad setelah seminggu masa penayangan. Kementerian Kebudayaan negara tersebut
mengancam akan metutup dan memberikan hukuman berupa denda pada bioskop di Mansour
Mall karena film American Sniper (2014) memiliki kecenderungan menghina negara Irak
(Hardoko, 2015).
Kajian Makro
“Gramsci expresses that the governing class was able to spread its beliefs in
institutions, schools, and popular culture” (Ahmadi, 2014: 101). Pada kajian makro
menjelaskan mengenai Hollywood dan Amerika dimana keduanya merupakan pihak yang
berpengaruh dan masih eksis dalam industri perfilman dunia sehingga melahirkan pop
culture yang dalam penelitian berikut merupakan film dengan tema perang dan bersifat
heroik.
“Hollywood was the birthplace of movie studios, which were of great importance to
America’s public image in the movie industry” (Hale, 2018). Sepak terjang Hollywood
disertai dengan sejarah yang panjang mengingat namanya merupakan pelopor bagi industri
perfilman Amerika hingga mancanegara. Mulanya hanya merupakan nama peternakan dari
pasangan Harvey Henderson Wilcox dan Daeida, sang istri. Hollywood mulai dijadikan nama
sebuah jalan yaitu Hollywood Boulevard menggantikan nama Prospect Avenue (History of
Hollywood, California, n.d.).
30
Perusahaan film yang paling awal dan cukup berpengaruh yang lahir di Hollywood
diantaranya adalah Warner Brothers Pictures, Paramount Pictures, RKO, Metro Goldwin
Meyer, dan 20th Century Fox. Hollywood juga memunculkan Universal, United, dan
Columbia Pictures yang tercatat merupakan perusahaan film yang tidak memiliki gedung
teater pribadi. Selanjutnya, Walt Disney Pictures, Monogram dan Republic juga turut
berlokasi di Hollywood (Hale, 2018).
Kejayaan Hollywood kembali memukau pada tahun 1960 setelah sempat
ditinggalkan oleh industri perfilman pasca Perang Dunia ke-II. Hollywood dilirik oleh
perusahaan TV kabel pada masa industri televisi mulai berkembang (Hollywood, 2017).
Kini, Hollywood merupakan rumah bagi penganugerahan Oscar yang diadakan setiap tahun
disertai dengan kurva berbentuk bintang dengan nama tokoh terkenal pada trotoar (Masykur,
2011).
Film Hollywood merupakan sebuah escapism dimana penonton dapat kabur dari
kehidupan nyata (Harry, 2018). Harry (2018) menganggap Hollywood mempunyai sebuah
kekuatan yang tidak dapat dilakukan oleh negara lain. Kekuatan tersebut terletak pada
produksi film dengan dana yang besar. Harry menambahkan bahwa jalan cerita pada film-
film besutan Hollywood terasa mudah untuk dicerna karena Amerika menciptakan pop
culture dunia (Harry, 2018).
penelitiannya dalam situs resmi miliknya dengan tulisan berjudul, “Hollywood an Agent of
Hegemony”. Ia menjabarkan lima era hegemoni pada film-film genre perang yang diproduksi
Hollywood (Kashani, n.d.):
1. Masa Klasik
Masa film klasik Hollywood lahir setelah Perang Dunia ke-II. Tercatat dalam situs
tersebut, sejak pengeboman yang terjadi di Pearl Harbor, Hawaii tanggal 7 Desember 1941
silam membuat Hollywood memberikan persetujuannya melakukan kerjasama dengan
pemerintah Amerika untuk memproduksi film genre perang (Kashani, n.d.). Film-film
produksi Hollywood mengenai Perang Dunia ke-II diperuntukkan sebagai aksi untuk
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
31
mendukung peperangan (Kashani, n.d.). Film perang Hollywood yang lahir pada masa klasik
contohnya adalah Sergeant York (1941) dan Gung Ho (1944).
2. Era Vietnam
Dalam situs tersebut dinyatakan bahwa pada tahun 1965 lalu, aktor Hollywood yaitu
John Wayne menuliskan surat kepada Presiden Amerika yang ke 36, Lyndon Johnson. Surat
tersebut memberikan pemahaman yang ditujukan pada warga Amerika dan dunia akan betapa
pentingnya perang Vietnam. Disamping meningkatkan pendapatan perfilman Hollywood,
tujuan John berikut adalah untuk menginspirasi nilai patriotisme sebagai bagian dari
masyarakat Amerika (Kashani, n.d.). Film-film yang lahir pada era Vietnam turut
menyertakan orang-orang yang menerjunkan diri pada peperangan padahal belum memahami
esensi dari perang. Pada jalan cerita yang disuguhkan, pihak Vietnam digambarkan sebagai
sang lawan (Kashani, n.d.). Film perang Hollywood yang lahir pada era Vietnam contohnya
adalah The Green Berets (1968), Coming Home (1978), Deerhunter (1978) dan Apocalypse
Now (1979).
3. Masa Revolusi Reagen
Film-film yang lahir memiliki pengaruh yang besar dari mantan Presiden Amerika
Serikat pada masa tersebut, Ronald Reagan. Reagen berusaha untuk mengembalikan
semangat Amerika kembali untuk menjadi negara yang berperan di mata dunia (Kashani,
n.d.). Ciri dari film yang diproduksi pada masa revolusi Reagen adalah memberikan perhatian
lebih pada militer dimana pada tahun 1980, film-film tersebut sangat menyoroti budaya
kehidupan militer. Kehidupan militer menekankan bahwa setiap orang mampu menjadi
pribadi yang menakjubkan. Selain itu, hal-hal negatif yang dilakukan pemerintah seperti
ketidakjelasan dan praktik korupsi juga turut disertakan pada jalan ceirta (Kashani, n.d.).
Film yang lahir pada masa revolusi Reagen diantaranya adalah Private Benjamin (1980),
Stripe (1981), an Officer and a Gentlemen (1982), dan Missing in Action (1984).
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
32
Film produksi Hollywood pada masa berikut menggambarkan pemeran utama yaitu
John Rambo yang dinyatakan sebagai sebuah karakter simbolik (Kashani, n.d.). Rambo
digambarkan sebagai sosok presiden Reagen dimana ia adalah pria berkebangsaan Amerika
biasa namun mempunyai keinginan besar yakni berjuang demi membela pihak yang lemah
(Kashani, n.d.). Film-film yang diproduksi juga mempersuasi kawula muda agar turut
berjuang dalam militer sebagai bentuk pencapaian harga diri dan menjunjung sisi
nasionalisme mereka (Kashani, n.d.).
Hollywood khususnya yang mengusung tema heroik dapat dinyatakan sebagai bentuk
dukungan atas hubungan kerjasama yang dilakukan oleh para politisi Amerika dengan
industri pertahanan yang memproduksi senjata serta alat perang lainnya. Film yang lahir pada
era Rambo diantaranya adalah First Blood (1982), Rambo: First Blood II (1985), dan Rambo
III (1988).
5. Era Neo-Konservatif
Pada era ini, publik sulit dalam mengakses informasi karena media diawasi oleh
Pemerintah dan dijalankan sesuai dengan agenda dari pihak-pihak yang berkepentingan
dalam media tersebut (Kashani, n.d.). Film yang hadir pada era tersebut adalah Saving
Private Ryan (1998) dan The Thin Red Line (1998). Hollywood yang menaungi rumah
produksi sukses mengajak Rupert Murdoch dari Fox dan Michael Eisner dari Disney
memproduksi film-film yang menampilkan aksi kekerasan, memperlihatkan teknologi
militer yang canggih dan mekanisme jalannya aksi militer (Kashani, n.d.).
Film pada masa kedua yang di produksi dalam era neo-konservatif diantaranya adalah
Black Hawk Down (2001), The Last Castle (2001), dan We Were Soldiers (2002). Film-film
tersebut memiliki ciri yang sama antara lain menggunakan teknologi yang canggih, nilai-nilai
patriotisme membela negara, dan memberikan penjelasan yang mudah dicerna pada apa yang
tengah terjadi dari awal hingga akhir film (Kashani, n.d..
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
33
Salah satu indikator analisa teks Fairclough pada kajian berikut adalah ideologi.
Ideologi dijelaskan oleh Fairclough sebagai: “ideology is what features or levels of language
and discourse may be ideologically invested” (Fairclough, 2013: 60). Pada hegemoni
menurut Gramsci, hegemoni merupakan bentuk kepemimpinan intelektual dan moral (Arief,
2015, p. 119) dimana pihak yang sedang dipengaruhi tidak sadar bahwa mereka sedang
dikontrol dengan penyampaian ideologi berupa jalan cerita yang terdapat pada film American
Sniper (2014). Jalan cerita film American Sniper (2014) pada analisis teks diperhatikan
melalui elemen pada film yang diantaranya adalah: (1) nilai patriotisme dan nasionalisme
yang terlihat pada sifat rela berkoban Chris Kyle bagi negara Amerika dengan turut serta
dalam pasukan elit Navy SEALs, (2) rasa setia kawan Chris Kyle yang ia berikan bagi teman
seperjuangannya di medan perang sehingga menjadi salah satu tolak ukurnya mampu
melumpuhkan aksi teror dari pihak teroris, (3) Amerika dalam film tersebut menonjolkan
fokus ceritanya sebagai pihak yang sigap dalam menanggapi dan memerangi terorisme yang
mengancam perdamaian dunia, pada film berikut ancaman tengah terjadi di negara Irak, (4)
film tersebut menunjukkan bahwa Amerika mempunyai sosok pahlawan dari pasukan elit
Navy SEALs yang disertai dengan keahlian mutakhir dimana pada film berikut Chris Kyle
dikenal dengan sebutan ‘penembak jitu’, dan (5) film American Sniper (2014) menunjukkan
bahwa meskipun para tentara yang telah berjuang di medan perang pulang sebagai pahlawan,
namun mereka tetap memerlukan perhatian medis baik pada fisik maupun psikis.
Analisis Praktik Diskursus
Dimensi selanjutnya pada analisis CDA Norman Fairclough adalah analisis diskursus
teks yang merupakan sebuah upaya untuk memproduksi dan konsumsi teks. Pada produksi
teks, film American Sniper (2014) yang diproduksi oleh Warner Bros. Pictures dibawa oleh
PT. Omega Film selaku distributor film sah di Lembaga Sensor Film Republik Indonesia
untuk disensor. Setelah film tersebut lulus uji penyensoran pada 13 Februari 2015, maka film
American Sniper (2014) dapat disaksikan oleh penonton di bioskop Indonesia.
Pada konsumsi teks, masyarakat Indonesia dinilai cukup antusias dengan jalan cerita
film American Sniper (2014). Jati diri Chris Kyle sebagai seorang ayah dan penembak jitu
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
34
pasukan elit Navy SEALs serta teknik pengambilan gambar yang dramatis membawa
penonton terhanyut dalam film berikut.
Analisis Praktik Sosial
Terdapat empat ciri dari film produksi Hollywood yang diantaranya adalah
pengeluaran dana yang tinggi, pemahaman makna yang mudah ditemukan, nilai escapism,
dan American sentris. Film American Sniper (2014) erat menonjolkan dua ciri yaitu
pemahaman makna yang mudah ditemukan dan American sentris. Kedua ciri tersebut apabila
dikaitkan dengan film berikut adalah memberitakan bahwa Amerika mempunyai pahlawan
dalam wujud seorang penembak jitu dari pasukan elit Navy SEALs yang piawai dalam
keahliannya sehingga mampu mencetak rekor terbanyak melumpuhkan lawan yang
mengancam perdamaian dunia.
Apabila diperhatikan pada kajian Tony Kashani, film American Sniper (2014)
termasuk dalam praktik hegemoni Hollywood melalui film genre perang yang muncul pada
era neo-konservatif masa kedua. Film berikut sarat dengan angkatan militer dan kegiatan para
tentara di medan perang pada jalan cerita yang disuguhkan.
Penutup
Pada kajian mikro ditemukan elemen yang tertanam pada film American Sniper
(2014). Elemen yang terdapat pada film tersebut diantaranya adalah (1) nilai patriotisme,
nasionalisme, dan setia kawan yang dinilai merupakan nilai universal dan idealis, (2) sesuai
dengan jalan cerita yang diproduksi film berikut menyoroti bagaimana gigihnya Amerika
yang diwakili oleh pasukan elit Navy SEALs memerangi teroris di Irak, (3) di samping
keahlian yang dimiliki Chris Kyle sebagai penembak jitu, ia dikenal sebagai sosok yang
rendah hati dan fokus pada misinya daripada merespon pujian yang dilontarkan teman-teman
padanya. (4) elemen anti-war movie menyuguhkan gejala PTSD (Post traumatic stress
disorder) sebagai alat untuk mengkritik pemerintah agar lebih memperhatikan para veteran
perang.
Pada kajian meso, film-film produksi Hollywood masuk ke Indonesia melalui
prosedur yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku. Setelah film American Sniper (2014)
Jurnal Komunikasi Global, Volume 8, Nomor 1, 2019
35
masuk ke bioskop Indonesia, penonton Indonesia yang menyaksikan tayangan perdana film
berikut menyambutnya dengan antusias. Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga
Sensor Film Republik Indonesia, PT. Omega Film yang merupakan distributor resmi film
American Sniper (2014) memegang jumlah film Hollywood terbanyak yang menyensorkan
filmnya di LSF. Hal ini menunjukkan ketimpangan akan jumlah film dari negara lainnya baik
dalam hal produksi, distribusi dan konsumsi dimana Hollywood dalam world system theory
karya Immanuel Wallerstein masih berperan banyak berupa alat dari negara core yang
memerlukan negara semi-periphery dan periphery sebagai pasar.
Pada kajian makro, film American Sniper (2014) merupakan praktik hegemoni
Hollywood yang muncul pada era neo-konservatif masa kedua dan memiliki dua ciri dari
film Hollywood yaitu pemahaman makna yang mudah ditemukan oleh para penonton dan
mengacu pada American sentris.
Daftar Pustaka
Ahmadi, M. (2014). Cultural hegemony in Charles Dickens’s A Tale of Two Cities. International
Journal of Literature and Arts, 2(4), 98-103. Retrieved Juni 29, 2019, from
http://www.sciencepublishinggroup.com/journal/paperinfo.aspx?journalid=502&doi=10.11
648/j.ijla.20140204.13
Aisyah, I. (2015, Februari 27). American Sniper Disambut Tepuk Tangan Penonton Indonesia.
Retrieved Juni 27, 2019, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20150227205024-220-35528/american-sniper-
disambut-tepuk-tangan-penonton-indonesia
American Sniper. (n.d.). Retrieved Juni 26, 2019, from Warner Bros:
https://www.warnerbros.com/american-sniper
American Sniper (2014). (n.d.). Retrieved Juni 26, 2019, from IMDB:
https://www.imdb.com/title/tt2179136/
American Sniper (2014) Awards. (n.d.). Retrieved Juni 26, 2019, from IMDB:
http://www.imdb.com/title/tt2179136/awards
American Sniper (2014) Plot. (n.d.). Retrieved Juni 26, 2019, from IMDB: http://www.imdb.com/
title/tt2179136/plotsummary
Arief, N. P. (2015). Antonio Gramsci Negara & Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baylis, J, Smith, S, & Owen, P. (2014). The Globalization of World Politics an Introduction to
International Relations . Oxford: Oxford University Press.
BBC Indonesia. Pembunuh American Sniper Dipenjara Seumur Hidup. (2015, Februari 25).
Retrieved Juni 26, 2019, from BBC Indonesia:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/02/150225_vonis_american_sniper
Dijeh. (2016, Mei 19). Terungkap! Ini Alasan Sebenarnya Film Hollywood Tayang Duluan di
Indonesia! Retrieved Juni 25, 2019, from Duniaku: https://www.duniaku.net/2016/
05/19/film-hollywood-terbaru-indonesia/
36
Fairclough, N. (2010). Critical Discourse Analysis The Critical Study of Language. New York:
Routledge.
Fairclough, N. (2013). Critical Discourse Analysis The Critical Study of Language Second edition.
New York: Routledge.
Fitriani, R., Hafiar, H., & Prastowo, A. (2018). Hegemoni Amerika Serikat di Seri Komik Captain
America Steve Rogers. Journal Acta Diurna, 14(1). Retrieved
from http://jos.unsoed.ac.id/index.php/acta_diurna/article/view/1140
Fitrianita, T. (2013, April). Sekilas CDA Norman Fairclough. Retrieved Juni 27, 2019, from
Academia: https://www.academia.edu/8776399/Sekilas_CDA_Norman_Fairclough
Hale, B. (2018, November 7). The History of the Hollywood Movie Industry. Retrieved Juni 27, 2019,
from History Cooperative: https://historycooperative.org/the-history-of-the-hollywood-
Hardoko, E. (2015, Februari 3). Pemerintah Irak Hentikan Penayangan Film "American Sniper".
Retrieved Juni 27, 2019, from Kompas:
https://internasional.kompas.com/read/2015/02/03/16492531/%20Pemerintah.Irak.Hentikan
.Penayangan.Film.American.Sniper
Hardiyanto, R. F. (2018, Februari 21). Hegemoni Hollywood Pada Film American Sniper (2014). (M.
Tanaka, Interviewer)
Harry, R. R. (2018, Maret 30). Hegemoni Hollywood Pada Film American Sniper (2014). (M.
Tanaka, Interviewer)
History of Hollywood, California. (n.d.). Retrieved Juni 26, 2019, from United States History:
http://www.u-shistory.com/pages/h3871.html.
Hollywood. (2017, Mei 10). Retrieved Juni 27, 2019, from Encyclopædia Britannica:
https://www.britannica.com/place/Hollywood-California
Irwansyah, A. (2015, Juni 16). Kenapa Film Hollywood Lebih Sering Rilis Lebih Dulu di Indonesia?
Retrieved Juni 25, 2019, from Liputan 6: http://showbiz.liputan6.com/read/2253339/kenapa-
film-hollywood-lebih-sering-rilislebih-dulu-di-indonesia
Jones, S. (2006). Antonio Gramsci. Abingdon: Routledge.
Kashani, T. (n.d.). Hollywood an Agent of Hegemony. Retrieved Juni 25, 2019, from Tony Kashani:
http://www.tonykashani.com/?page_id=19
Kevin. (2018, April 24). Hegemoni Hollywood Pada Film American Sniper (2014). (M. Tanaka,
Interviewer)
Maryati. (2015, Januari 26). American Sniper Makin Perkasa di Box Office. Retrieved Juni 27, 2019,
from Antara News: https://www.antaranews.com/berita/476277/american-sniper-
makinperkasa-di-box-office
Masykur, S. (2011, Januari 7). Hollywood? Ah, Ternyata Cuma Gitu Doang.. . Retrieved from
Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/thepenguinus/550064d3a333117f73510c43/hollywood-ah-
ternyata-cuma-gitu-doang
McCoy, T. (2014, Juli 30). The ‘unverifiable’ legacy of Chris Kyle, the deadliest sniper in American
history. Retrieved Juni 26, 2019, from The Washington Post:
https://www.washingtonpost.com/news/morning-mix/wp/2014/07/30/the-complicated-but-
unveriable-legacy-of-chris-kyle-the-deadliest-sniper-in-american-
history/?utm_term=.2c7195e7bd14
McNally, M. (2009). Gramsci and Global Politics: Hegemony and Resistance. In M. M.
Schwarzmantel, Gramsci and Global Politics Hegemony and Resistance (pp. 58-75).
Abingdon: Routledge.
Murphy, P. (2008 ). Hegemony and Fantasy in Irish Drama, 1899–1949. Basingstoke: PALGRAVE
37
Navy SEALS (Sea, Air & Land). (n.d.). Retrieved Juni 26, 2019, from Navy:
https://www.navy.com/careers/navy-seal#ft-keyresponsibilities
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Lembaga Sensor Film.
(2014). Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2. Presiden Republik Indonesia.
Poole, R. (2007). Patriotism and Nationalism. In A. P. Igor Primoratz, Patriotism Philosophical and
Political Perspectives (pp. 129-145). Aldershot : Ashgate Publishing Limited.
Rasyidharry. (2015, Januari 17). American Sniper(2014). Retrieved Juni 27, 2019, from MovFreak:
http://movfreak.blogspot.com/2015/01/american-sniper-2014.html
Sari, P., & Indra, C. (2017). HEGEMONI PEMERINTAH TERHADAP PEDAGANG PASAR:
(Analisis Dominasi Pemerintah Pasca Revitalisasi Pasar Kite Sungailiat Menurut Antonio
Gramsci). Society, 5(1), 1-11. https://doi.org/10.33019/society.v5i1.15
Taub, A. (2015, Januari 22). Every Movie Rewrites History. What American Sniper did is much, much
worse. Retrieved Juni 27, 2019, from Vox: https://www.vox.com
/2015/1/22/7859791/american-sniper-iraq
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman. (2009). Bagian
Kelima Pertunjukan Film Pasal 32. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Utama, E. P. (2012). Resistensi Terhadap Pemikiran Barat dalam Film (Kajian Semiotik: Film My
Name Is Khan) (Tesis, Universitas Indonesia).
Utomo, W. J. (2013). Homicide Sebagai Gerakan Sosial Baru (Analisis Wacana Kritis Model
Norman Fairclough terhadap Lirik Lagu Puritan (God Blessed Fascists)). Retrieved from
Universitas Kristen Satya Wacana Institutional Repository :
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/6955