Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam-...
-
Upload
vuongtuong -
Category
Documents
-
view
224 -
download
3
Transcript of Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam-...
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
Haudh (telaga) Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- *
Oleh : Aswanto Muhammad Takwi, Lc.
Taqdim
Iman kepada hari akhir adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh seorang muslim. Tanpa
Iman kepada kepada hari akhir keimanan seseorang tidak sah walaupun ia meyakini perkara-perkara
iman lainnya dan menjalankan amalan-amalan lahiriah, sebagaimana kondisi orang-orang musyrik pada
zaman Rasulullah yang percaya dengan keberadaan Allah Ta’ala dan melaksanakan beberapa bentuk
ibadah seperti haji dan lainnya, namun tidak yakin dengan hari kebangkitan dan pembalasan pada hari
kiamat sehingga mereka dinyatakan kafir oleh Allah Ta’ala.
Iman kepada hari akhir mencakup iman kepada kehidupan setelah kematian manusia di muka bumi ini,
mulai dari kehidupan di alam barzakh, kebangkitan manusia hari kiamat, hisab, timbangan amal,
meniniti shirat, kejadian-kejadian dan kondisi yang terjadi di sela-selanya hingga surga dan neraka.
Termasuk di dalamnya apa yang akan dialami dan dilalui oleh para nabi dan ummatnya, seperti kejadian
di telaga haudh Rasulullah di padang mahsyar yang akan dijelaskan secara rinci dalam pembahasan ini.
Salah satu indikasi ketakwaan seseorang adalah ketika ia mengimani kejadian hari akhirat yang telah
diinformasikan oleh Allah dan Rasul-Nya, bahkan ia adalah karakter yang sangat menonjol dimiliki oleh
orang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman:
“Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib” [QS. Al Baqarah:1-2].
Dan kejadian di hari akhirat termasuk perkara ghaib.
Dampak iman kepada hari akhir dalam kehidupan muslim
Iman terhadap hari akhir memberi dampak positif dalam kehidupan seorang mukmin, diantaranya:
1. Menanamkan sifat sabar dan ridha terhadap takdir yang Allah tetapkan baginya, sebab ia sadar
bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan akhirat yang kekal abadi, kehidupan dunia
sebagai cobaan sehingga ia bersabar dan menunggu balasan kesabarannya di akhirat. Rasulullah
shallallahu alahi wa sallam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, seluruh
urusannya baik baginya, jika ia mendapatkan musibah maka ia sabar, dan itulah yang terbaik
baginya, jika ia mendapatkan nikmat ia bersyukur dan itulah yang terbaik baginya, yang
demikian itu tidak ada kecuali pada diri serang beriman” [HR.Muslim].
2. Menanamkan sifat pema’af dan derma, karena ia yakin bahwa hari akhirat adalah hari
pembalasan, manusia akan dibalas sesuai dengan perbuatannya di dunia, disamping itu ada
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
manusia-manusia yang dimaafkan dan diberi dispensasi oleh Allah Ta’ala. Dengan memaafkan
orang yang berbuat salah kepadanya, ia berharap Allah pun memberinya maaf di akhirat, dan
memberinya balasan yang berlipat ganda atas pemberiaan dan dermanya terhadap orang lain.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang
muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya
kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang
mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di
dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia,
maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa
menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya”. [HR.Muslim].
3. Melahirkan sifat zuhud terhadap dunia dan cinta terhadap akhirat. Sebab ia yakin bahwa harta
dunia tidak akan dibawa ke akhirat sehingga ia mengambil dari harta dunia sebatas
kebutuhannya di dunia sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Ia berfirman:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya
akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” [QS. Al Ankabut:64]
4. Membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk, seperti iri, dengki, dendam.
5. Mencegahnya dari perbuatan keji, kemungkaran dan zalim terhadap orang lain. Karena ia yakin
bahwa di hari akhirat akan ada qishah terhadap perbuatan yang ia lakukan. Rasulullah bertanya
kepada para sahabanya: “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Mereka menjawab:
orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai dirham dan perhiasan. Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari
umatku adalah orang yang datang di hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan
zakat, namun dia juga datang dengan dosa mencela, menuduh dan memakan harta orang lain,
menumpahkan darah dan memukul orang. Maka kebaikan-kebaikan dari amalan shaleh
tersebut dibayarkankan kepada orang pernah dizaliminya. Sampai jika kebaikannya telah habis
maka dosa orang yang pernah dizalimi ditimpakan kepadanya sehingga dia dicampakkan di
dalam neraka” [HR.Muslim].
Al Haudh
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa kehidupan akhirat melalui tahapan-tahapan dan
keajidan-kejadian yang sangat panjang. Tahapan awalnya adalah alam kubur atau alam barzakh.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat, jika seseorang
selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah, namun jika ia tidak
selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih berat.” [HR. Tirmidzi].
Salah satu diantara tahapan-tahapannya adalah melalui Haudh Rasulullah shallallahu alahi wa
sallam.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
Haudh berasal dari bahasa arab yang berarti kumpulan air atau kolam. Dan yang dimaksud dengan
Haudh dalam pembasahan akidah adalah kolam yang berisi air milik Rasulullah shallallahu alahi wa
sallam, berada di padang mahsyar, dan akan dilalui oleh ummatnya dan minum darinya.
Dalil-dalil syar’i tentang Haudh
Haudh termasuk perkara ghaib yang tidak dapat diindera oleh panca indera manusia, tidak dapat
ditetapkan berdasarkan akal dan khayalan, tapi membutuhkan wahyu dari Al Qur’an atau hadits
Nabi. Di dalam Al Qur’an tidak terdapat nash yang gamblang tentang al Haudh, hanya saja sebagian
ulama berpendapat bahwa al Haudh yang disebutkan dalam hadits Nabi adalah al Kautsar yang
disebutkan dalam Al Qur’an di surat al Kautsar.
Adapun dalam hadits Nabi, terdapat banyak keterangan tentang al Haudh, hingga hadits-haditsnya
sampai kepada derajat mutawatir. Ibnu Katsir menyebutkan nama-nama sahabat yang
meriwayatkan langsung dari Rasulullah hadits tentang al Haudh, jumlah mereka sampai tiga puluh
tiga orang sahabat [lihat: An Nihayah oleh Ibnu Katsir, jilid 2, hal.29]. Bahkan Ibnu Hajar
menyebutkan sampai lima puluh orang sahabat yang meriwayatkan hadits al Haudh, dan beliau
sebutkan bahwa sebagian ulama menyebutkan sampai delapan puluh orang sahabat [lihat: Fathul
Bari, jilid 11, hal.469].
Ulama Ahlussunnah wa jama’ah telah sepakat dan ijma’ tentang adanya al Haudh milik Rasulullah
pada hari akhirat, bahkan ia keyakinan tentang adanya al Haudh adalah salah satu simbol akidah
Ahlussunnah wal jama’ah, siapa yang menyangkalnya maka divonis sebagai ahlul bid’ah. As safarini
berkata: “Al Haudh dan al Kautsar ada berdasarkan nash dan konsensus ulama Ahlussunnah wal
jama’ah, hingga mereka memasukkannya dalam perkara akidah untuk menanggapi Ahlul bid’ah”
[Syarah Tsulatsiyat al musnad, jilid 1, hal.537].
Diantara hadist-hadist al Haudh:
Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar untuk
mendo'akan para syuhada perang Uhud, sebagaimana do'a yang beliau baca untuk orang yang
meninggal. Setelah itu beliau kembali menuju mimbar dan bersabda: “Sesungguhnya aku orang
pertama yang akan tiba di telagaku untuk menyaksikan kalian. Demi Allah, sekarang aku benar-
benar telah melihat telagaku dan aku diberi kunci-kunci kekayaan bumi” [HR.Muslim].
Hadits Abu Dzar, dia berkata: “Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, Apakah gelas-gelas telaga al
Haudh? Beliau menjawab: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh gelas-
gelasnya sebanyak bilangan bintang-bintang di langit pada malam yang gelap gulita. Itulah gelas-
gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga tersebut, maka ia tidak akan merasa haus
selamanya. Di telaga tersebut ada dua saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
meminum airnya, maka ia tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu
seukuran antara Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari
pada manisnya madu” [HR.Muslim].
Hadits Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah bersabda: “Aku akan mendahului kalian di telaga, dan
sungguh Allah akan menampakkan (kepadaku) sekelompok lelaki dari kalian, kemudian Dia
memalingkan mereka sebelum sampai kepadaku. Maka aku katakan: “Wahai Rabb, sahabatku?”.
Lalu dikatakan: “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat
sepeninggalmu” [HR.Bukhari].
Hadits Abu Hurairah, dari Rasulullah bersabda: “Ketika aku sedang berdiri, terlihat olehku
sekelompok orang. Setelah aku kenali mereka, ada seorang keluar di antara aku dan mereka, lalu
berkata: ‘Ayo, mari’ Aku bertanya, ke mana? ia menjawab, ‘ke neraka, demi Allah’, Lalu aku
bertanya lagi: ada apa dengan mereka? Kemudian dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad
sejak kau tinggalkan dan berbalik ke belakang (kepada kekafiran). Kemudian terlihat sekelompok
lain lagi. Ketika aku kenali mereka, ada seorang di antara aku dan mereka keluar dan menyeru: ‘Ayo,
mari’ Aku bertanya, ke mana? Ia menjawab: ‘Ke neraka, demi Allah’, Lalu aku bertanya lagi, ada apa
dengan mereka? dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu dan kembali ke
belakang. Kulihat tidak ada yang selamat dan lolos kecuali beberapa orang saja yang jumlahnya
cukup sedikit, seperti jumlah unta yang tersesat dari rombongannya” [HR.Bukhari].
Letak al Haudh
Telah disebutkan di atas bahwa melewati al Haudh adalah salah satu diantara kejadian yang akan
terjadi pada hari akhirat. Namun terdapat perselisihan di kalangan ulama tentang kapan manusia
melalui telaga tersebut. Untuk memastikan waktunya dibutuhkan dalil yang jelas dan shahih, namun
tidak ada nash secara jelas menyebutkan waktunya, apa yang disebutkan oleh ulama hanya sekedar
hasil analisa yang mereka pahami dari hadits-hadits al Haudh.
Sebagian ulama berpendapat bahwa al Haudh itu sebelum melewati titian Shirath dan timbangan
amal, pendapat ini dikuatkan oleh al Qurthubi dalam kitabnya al Tadzkirah [hal.362], dan Ibnu Katsir
dalam kitab an Nihayah [jilid 2, hal.68]. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah di atas, pasalnya,
mereka yang melewati haudh dan diperintahkan ke neraka masih berjalan menuju neraka,
sementara Shirath adalah jembatan yang terdapat di atas neraka Jahannam, siapa yang melewatinya
maka ia akan selamat masuk surga. Alasan lain adalah dengan logika, bahwa orang yang
dibangkitkan dari alam kubur dan berada di padang mahsyar akan merasa kehausan, di saat itu
mereka sangat membutuhkan air untuk menghilangkan dahaga, dengan demikian al Haudh lebih
dahulu daripada Shirath.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
Sebagian ulama berpendapat bahwa al Haudh akan dilewati setelah melewati Shirath. Pendapat ini
dipegang oleh beberapa ulama, diantaranya Imam Bukhari, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu
Hajar. Ia berkata: “Disebutkannya hadits-hadits tentang al Haud setelah hadits-hadits tentang
syafa’at dan shirath oleh Imam Bukhari menunjukkan bahwa melewati al Haudh terjadi setelah
dipasangnya shirath dan melewatinya” *Fathul bari, jilid 11, hal.466+. Diantara sandaran pendapat
ini, hadits Anas bin Malik berkata: Aku meminta Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam agar memberiku
syafa’at pada hari kiamat, beliau bersabda: "Aku akan melakukannya." Ia bertanya: Wahai
Rasulullah, ke mana aku mencari anda? Beliau menjawab: "Carilah aku pada saat pertama kali kau
mencari di atas shirath." Ia bertanya: Bila aku tidak bertemu dengan anda di atas shirath? Beliau
menjawab: "Carilah aku di dekat mizan." Ia bertanya: Bila aku tidak bertemu dengan anda di dekat
mizan? Beliau menjawab: "Carilah aku di dekat al Haudh, karena aku tidak luput dari tiga tempat itu”
[HR.Tirmidzi]. Dalam hadits ini terdapat urutan kejadian, dimulai dari shirath, lalu timbangan amal
dan terakhir al Haudh. Hal ini dapat dipahami dari kata: “Carilah aku pada saat pertama kali kau
mencari…”.
Sebagian ulama berusaha untuk mengkompromikan dua pendapat tersebut. Ada yang berpendapat
bahwa Rasulullah memiliki dua telaga, pertama: sebelum melewati shirat, dan orang yang
melewatinya masih ada kemungkinan ditolak darinya, dan yang kedua setelah melewati shirat, siapa
yang melewatinya sudah pasti meminumnya dan tidak ada lagi yang tertolak. Ada juga diantara
ulama yang berpendapat bahwa al Haudh hanya satu, hanya saja karena fisiknya sangat panjang dan
lebar, sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat: “Panjangnya setara dengan perjalanan
selama satu bulan dan lebarnya setara dengan perjalan satu bulan”, maka seorang mukmin akan
meminumnya lebih dari sekali, ia akan meminumnya sebelum melewati shirath dan akan
meminumnya lagi setelah melewati shirat dari al Haudh yang sama.
Ciri-ciri al Haudh
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa al Haudh termasuk perkara ghaib yang tidak
dapat ditetapkan berdasarkan akal dan khayalan, tapi harus melalui jalur nash Al Qur’an dan hadits.
Dan apa yang disebutkan dalam nash Al Qur’an dan hadits berupa ciri-ciri dan sifat maka hakikatnya
jauh berbeda dengan apa yang ada di dunia, namanya sama namun hakikatnya berbeda. Ibnu Abbas
berkata: “Apa yang terdapat di surga dibandingkan dengan apa yang terdapat di dunia, hanyalah
kesamaan nama” *Tafsir ath Thabari, jilid 1, hal.254].
Diantara hadits-hadits yang menyebutkan ciri-cirinya:
Hadits Tsauban bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku kelak akan
berada di telagaku untuk memberi minum kepada orang-orang baik. Lalu aku akan pukulkan
tongkatku, sehingga air telaga memancar kepada mereka”. Seseorang bertanya kepada beliau
tentang luas telaga itu, maka beliau menjawab: “Luasnya antara tempat dudukku sampai ke
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
Amman”, Lalu seseorang bertanya tentang airnya, maka beliau menjawab: “Airnya lebih putih dari
pada susu, dan lebih manis dari pada madu. Di dalamnya ada dua saluran yang memancarkan air
dari surga. Satu saluran terbuat dari emas dan yang satu lagi terbuat dari perak” [HR.Muslim].
Hadits Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Telagaku (panjang dan lebarnya) satu
bulan perjalanan, airnya lebih putih daripada susu, aromanya lebih harum daripada kesturi,
berjananya sebanyak bintang di langit, siapa yang minum darinya, ia tidak akan merasa haus
selamanya” [HR.Bukhari & Muslim]. Dalam riwayat lain disebutkan: “Telagaku sepanjang perjalanan
satu bulan. Ukuran seluruh sisinya sama” [HR.Muslim].
Hadits Anas, ia berkata, Nabiyullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Di dalamnya (telaga)
diperlihatkan gelas-gelas emas dan perak yang jumlahnya bagaikan jumlah bintang-bintang di
langit” [HR.Muslim].
Dapat disimpulkan bahwa al Haud adalah telaga yang sangat luas, memiliki sisi yang sama panjang,
terdapat di padang mahsyar sebelum melewati timbangan amal dan shirat. Airnya lebih putih dari
susu, lebih manis dari madu, aromanya lebih harum dari kesturi. Airnya terpancar dari surga melalui
dua saluran, salah satunya terbuat dari emas dan yang lain terbuat dari perak. Tersedia di dalamnya
bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak, jumlahnya sejumlah bintang-bintang di langit di
malam hari yang gelap. Siapa yang minum darinya maka ia tidak akan haus selama-lamanya.
Terdapat banyak riwayat yang menyebutkan luas al Haudh, masing-masing riwayat menyebutkan
keterangan yang beragam. Diantaranya:
1. Antara Ailah dan Shan’a
2. Antara ‘Adan dan Ailah
3. Antara ‘Amman hingga Ailah
4. Antara Ailah hingga Juhfah
5. Antara Shan’a hingga Medinah
6. Antara ‘Adan hingga ‘Amman
7. Antara Busra hingga Shan’a
8. Antara Mekah hingga ‘Amman
9. Antara Shan’a hingga Mekah
10. Perjalanan selama satu bulan
Kenyataannya, jarak antar kota-kota di atas berbeda, apakah terdapat kontradiksi dalam penjelasan
Rasulullah? Tentu tidak. Karena Rasulullah tidak bersabda kecuali berdasarkan wahyu dari Allah
Ta’ala, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” [QS. An Najm:3-4]. Dan
tidak ada yang kontraversi dalam wahyu Allah, baik dari Al Qur’an maupun hadits Nabi yang shahih,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” [QS. An Nisa:82].
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
Lalu apa maksud Rasulullah menyebutkan perumpamaan jarak tersebut? Ada beberapa jawaban
ulama dalam menanggapi perbedaan riwayat tersebut, diantaranya:
Perbedaan itu disesuaikan dengan wawasan orang yang mendengarkannya, Rasulullah memberikan
pendekatan jarak dengan menyebutkan kota yang dikenal oleh pendengar.
Rasulullah tidak bermaksud menyebutkan jarak sesungguhnya, oleh karena itu terkadang beliau
menyebutkan jarak tempuh antar dua kota dan terkadang juga menyebutkan waktu tempuh.
Jarak dekat tidak menafikan jarak yang lebih jauh. Bisa jadi beliau diwahyukan terlebih dahulu jarak
yang dekat, setelah itu luasnya ditambah dan diwahyukan kemudian kepadanya jarak tersebut.
Siapa yang akan meminum air al Haudh?
Dalam keterangan hadits-hadits Rasulullah disebutkan bahwa beliau akan menunggu ummatnya di
al Haudh. Ini menunjukkan bahwa yang akan singgah dan minum dari air al Haudh adalah
ummatnya. Ada beberapa sebab yang menguatkan seorang dapat singgah dan minum darinya,
yaitu:
1. Komitmen dengan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah. Beliau bersabda: “Sungguh aku telah
tinggalkan bagi kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat setelah (berpegang) dengan
keduanya: Kitabullah dan sunnahku, keduanya tidak akan terpisah hingga mendatangi al Haud”
[HR.Hakim].
2. Bersabar terhadap cobaan hidup dan monopoli penguasa. Rasulullah bersabda: “Kalian akan
menemui setelah (wafatku) sikap sangat mementingkan diri sendiri (dari penguasa), maka
bersabarlah hingga kalian menjumpaiku di al Haudh” [HR.Bukhari].
3. Menjaga wudhu dengan sempurna. Rasulullah bersabda: “Sesungguhya telagaku lebih jauh
daripada jarak Ailah dengan Adan. Sungguh ia lebih putih daripada salju, lebih manis daripada
madu yg dicampur susu. Dan sungguh, wadahnya lebih banyak daripada jumlah bintang. Dan
sungguh, aku menghalangi manusia darinya sebagaimana seorang laki-laki menghalau unta
manusia dari telaganya. Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah anda mengenal kami
pada waktu itu? Beliau menjawab: 'Ya. Aku kenal, Kalian memiliki tanda yg tak dimiliki oleh
umat-umat selainnya. Kalian muncul padaku dalam keadaan putih bersinar disebabkan bekas
air wudhu'. [HR.Muslim].
Namun tidak semua ummatnya dapat meminum dari air al Haudh, ada juga orang-orang yang
terhalangi dari al Haudh. Ada beberapa golongan orang yang diusir dari Haudh Rasulullah, mereka
adalah:
1. Orang yang masuk Islam pada masa hidup Rasulullah lalu murtad dari Islam.
2. Orang Islam yang hidup setelah wafatnya Rasulullah kemudian murtad dan mati dalam keadaan
murtad.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
3. Orang-orang munafik, yang menampakkan keislamannya namun menyembunyikan kekufuran
dan kebencian terhadap Islam.
4. Orang yang membuat perkara baru (bid’ah) dalam ajaran Islam dan merubah syariat dan sunnah
Rasulullah.
5. Pemimpin-pemimpin zalim dan melampaui batas, yang menzalimi dan menindas rakyatnya,
demikian juga orang-orang yang mendukung dan membantunya dalam kezaliman.
Diantara dalil-dalil yang menunjukkan hal ini:
Hadits Abdullah bin Mas’ud dan Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya.
Hadits Abu Sa’id al Khudri, Rasulullah bersabda tentang sebagian umatnya yang terhalangi dari al
Haudh: “Mereka itu adalah dari golongan umatku”, lalu dikatakan kepada beliau: Sesungguhnya
kamu tidak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu. Maka aku bersabda: “Celakalah,
celakalah orang yang merubah ajaranku sepeninggalku” [HR.Muslim].
Hadits Aisyah berkata; Aku mendengar Rasulullah bersabda yang pada waktu itu beliau berada di
hadapan para sahabatnya: “Aku akan berada di telaga kelak. Menunggu siapa saja yang datang
kepadaku dari kalian. Demi Allah, sungguh di sana ada beberapa orang yang disingkirkan dariku.
Lalu akupun berkata; 'Ya Allah, mereka itu masih tergolong dari umatku.' Tetapi dijawab:
'Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka kerjakan sepeninggalmu? mereka itu selalu
bertolak belakang dari ajaranmu [HR.Muslim].
Hadits Ibnu Umar, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Akan ada setelah (wafat)ku
pemimpin-pemimpin. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui)
kebohongan mereka dan membantu kezalimannya, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan
dari golongannya, dan dia tidak (punya bagian untuk) mendatangi al Haudh. Dan barangsiapa yang
tidak masuk pada mereka dan tidak membenarkan kebohongannya, serta tidak mendukung
kezalimannya, maka dia adalah dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan
mendatangi al Haqudh (di hari kiamat) [HR.Nasa’i].
Syubhat golongan Syi’ah/Rafidhah yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah
Mereka mengatakan bahwa sahabat Rasulullah semuanya telah murtad kecuali beberapa orang saja
yeng mereka kecualikan. Mereka mengacu kepada lafadz: “Sahabtku”, sebagaimana dalam hadits
Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Akan (datang) di hadapanku kelak sekelompok
sahabatku, tapi kemudian mereka dihalau. Aku bertanya, wahai Tuhanku, mereka adalah sahabat-
sahabatku. Lalu dikatakan: ‘Kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.
Sesungguhnya mereka murtad dan berpaling (dari agama ) [HR.Bukhari].
Syubhat ini dapat ditolak dengan jawaban berikut:
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
1. Rasulullah tidak tahu siapa yang murtad setelah wafatnya kecuali pada saat beliau melihat
mereka datang menuju al Haudh lalu dihalangi darinya. Lalu dari mana mereka dapat
menentukan nama-nama sahabat yang terhalangi dari al Haudh -menurut mereka-, padahal
Rasulullah sendiri tidak tahu menahu ketika di dunia.
2. Lafadz hadist di atas umum, sehingga dapat mencakup seluruh sahabat, lalu apa dasar mereka
mengeluarkan sahabat-sahabat yang mereka kecualikan, seperti Ali, Fathimah, Hasan, Husain,
Abu Dzar, Salman, Miqdad? Ahlussunnah wal jama’ah mengecualikan mereka semua, dari
kalangan Muhajirin dan Anshar, karena Allah telah menjamin bagi mereka surga.
3. Sahabat-sahabat Rasulullah yang mereka kafirkan adalah orang-orang yang telah dijamin surga
oleh Allah, ini berarti mereka menuduh Allah tidak tahu tentang kejadian masa akan datang,
menginkari kesempurnaan ilmu Allah Ta’ala.
4. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah menyebutkan bahwa mereka yang dihalangi dari al Haudh
adalah rahthun (sekelompok orang). Dalam bahasa arab, rahthun artinya sekelompok orang
yang berjumlah tiga hingga sepuluh. Ini menunjukkan bahwa orang yang terhalangi dari al
Haudh jumlahnya sedikit.
5. Lafadz “Sahabat” yang dimaksud dalam hadits adalah orang-orang yang hidup di masa beliau
dan mengikutinya, baik secara lahiriah saja, seperti orang-orang munafik, maupun lahir dan
batin, ini adalah arti sahabat ditinjau dari etimologinya. Makna ini terdapat dalam sabda
Rasulullah, sebagaimana ketika Umar minta izin kepada Rasulullah untuk memenggal leher
Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong orang-orang munafik, namun rasulullah melarangnya dan
bersabda: “Biarkan dia, jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh
sahabatnya”[HR.Tirmidzi].
Dan bisa juga diartikan: siapa saja yang mengikuti Rasulullah dalam risalah yang dibawanya,
walaupun tidak pernah berjumpa dengannya. Makna ini cakupannya lebih luas, masuk
didalamnya seluruh umatnya hingga akhir zaman. Ini didukung dengan beberapa lafadz hadits
dalam riwayat lain yang menyebutkan kata “ummatku” sebagai ganti kata “sahabtku”, dan
hadits-hadits Rasulullah saling menafsirkan satu sama lain.
Apakah setiap Nabi memiliki al Haudh?
Sebagian ulama berpendapat bahwa setiap nabi pada hari kiamat memiliki al Haudh yang mana
setiap ummat meminum dari Haudh nabi mereka masing-masing. Dasarnya adalah hadits Samurah
bahwa Rasulullah bersabda: “Sungguh setiap nabi memiliki al Haudh, mereka (para nabi) saling
berbangga, siapa diantara mereka yang terbanyak pengunjungnya, dan aku berharap akulah yang
terbanyak pengunjungnya” [HR.Tirmidzi].
Namun hadits ini mursal, sebagaimana perkataan Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits ini, beliau
berkata: “Hadits gharib, Asy’ats bin Abdul malik telah meriwayatkan haidts ini dari Hasan dari Nabi
-shallallahu alahi wa sallam- secara mursal, dan ia tidak menyebutkan: dari Samurah, dan itulah
yang paling benar”.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Disebarkan oleh: Departemen Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar www.WahdahMakassar.org | @WahdahMakassar | FaceBook.com/WahdahMakassar
Al Haudh adalah perkara ghaib yang membutuhkan dalil yang shahih untuk menetapkannya,
sementara hadits-hadits yang meriwayatkan bahwa setiap nabi memiliki al Haudh, semuanya
sangat lemah, walaupun ada sebagian ulama menguatkannya karena banyak jalur-jalur
periwayatannya kendati semuanya tidak luput dari cacat.
Kelompok yang menginkari al Haudh
Orang pertama yang dikenal mengingkari al Haudh adalah Ubaidullah bin Ziyad, salah satu
gubernur Mu’awiyah untuk wilayah Iraq, namun para sahabat tidak tinggal diam, mereka
membantahnya dan menyebutkan hadits-hadits yang mereka riwayakan langsung dari Rasulullah.
Namun akhirnya bin Ziyad rujuk dari pendapatnya dan mengakui adanya al Haud [lihat Fathul bari,
jilid 11, hal.468].
Diantara kelompok-kelompok yang menginkari al Haud, Khawarij dan Mu’tazilah. Ibnu Hajar
berkata: “Khawarij dan sebagian Mu’tazilah mengingkarinya (yakni al Haudh)” *Fathul Bari, jilid 11,
hal.467].
-----------------
* Dibawakan pada Pengajian Akbar, “Kutunggu Engkau di al-Haudh” 11 Rabiul Tsani 1436 H / 1 Februari 2015 di Masjid Raya Perumahan Bukit, Antang, Makassar.