HASlL DAN PEMBAHASAN di Berdasarkan data impor buah … kotak buah dalam kontainer bewariasi...
Transcript of HASlL DAN PEMBAHASAN di Berdasarkan data impor buah … kotak buah dalam kontainer bewariasi...
HASlL DAN PEMBAHASAN
Situasi Buah Segar lrnpor di Indonesia.
Berdasarkan data impor buah segar dari tujuh pintu pemasukan yang
ditunjuk diperoleh bahwa jenis buah segar yang diimpor pada tahun 2006 dan
2007 adalah apel, jeruk, pir, anggur, durian, kelengkeng, buah naga, longan, leci,
mangga, kiwi, almond, stroberi, nanas, melon, tamarind, lawang, arbei, aprikot,
jambu air, ceri, dan mentimun. Dari ke-22 jenis buah impor diatas, terdapat 3
jenis buah mempunyai frekuensi impor tertinggi yaitu apel, jeruk dan pir masing-
masing dengan persentase frekuensi impor sebesar 29%, 19%, dan 18% dari
sebanyak 12.598 kali impor pada tahun 2006 (Gambar 2A) dan sebesar 32%,
20%, dan 20% dari sebanyak 15.198 kali impor pada tahun 2007 (Gambar 28).
Buah segar lain 7%
Lonsan
Buah segar lain
Loman 4% - Durian 6%
Anggur 9%
20%
(B)
Gambar 2 Distribusi persentase frekuensi impor buah segar tahun 2006 (A, N= 12.598) dan tahun 2007 (B, N= 15.198)
Serupa dengan frekuensi impor, jenis buah dengan volume impor
tertinggi juga adalah apel, jeruk dan pir baik pada tahun 2006 (Gambar 3A)
maupun tahun 2007 (Gambar 3B). Volume impor ape1 mencapai 34%, jeruk
26%, dan pir 21% dari total volume impor buah segar sebesar 308.784,2 ton
pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2007, volume impor ape1 mencapai
37%, jeruk 22%, dan pir 20% dari total volume sebesar 420.387,7 ton.
Dunan Buah r q a r lain
Buah segar lain Longan
Durian -". 3%
Gambar 3 Distribusi persentase volume impor buah segar pada tahun 2006 (A, N=308.784,2 ton) dan 2007 (B, N=420.387,7 ton)
Buah ape1 yang masuk ke wilayah Indonesia kebanyakan berasal dari
negara: Cina, Amerika Serikat, Cili, Selandia Baru, Perancis, Afrika Selatan,
Malaysia, Australia, Jepang, Brazil, Singapura, Kolombia, Korea Selatan dan
Togo. Negara utama pengekspor ape1 ke wilayah Indonesia adalah Cina yaitu
frekuensi tertinggi mencapai 52% dan posisi kedua terbesar ditempati Amerika
Serikat dengan persentase frekuensi impor sebesar 34% (Gambar 4A).
Berdasarkan SK Mentan No. 38 Tahun 2006, USA merupakan negara yang tidak
bebas dari beberapa jenis OPTK lalat buah khususnya buah apel. Oleh karena
itu pemeriksaan kesehatan maupun persyaratan teknis bagi buah ape1 yang
diimpor dari USA sebaiknya lebih ketat. Pada buah jeruk, impor berasal dari
negara: Cina, Pakistan, Australia, Tailand, Amerika Serikat, Argentina, Afrika
Selatan, Mesir, Brazil, Malaysia, Uruguay, Korea selatan, Afrika, Yunani, Turki
dan Singapura. Sama dengan buah ape1 Cina juga merupakan negara
pengekspor buah jeruk tertinggi dengan persentase frekuensi sebesar 51%.
Untuk impor buah pir, negara pengekspornya adalah Cina, Afrika Selatan, Korea
Selatan, Australia, Amerika Serikat, Cili, Argentina, Malaysia, Tailand, Singapura
dan Hongkong. Persentase frekuensi pemasukan buah pir paling tinggi berasal
dari negara Cina yaitu mencapai 92%
(C) Gambar 4 Persentase Frekuensi pemasukan buah ape1 (A), jeruk (B), dan
Pir (C) berdasarkan negara pengekspor
Buah segar impor masuk ke wilayah Indonesia melalui 5 pelabuhan iaut
(PL) yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Batu Ampar, dan Makassar
dan 2 bandar udara (BU) yaitu Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai. Diantara
ketujuh pintu pemasukan tersebut, pintu pemasukan yang sering dilalui impor
buah segar adalah Pelabuhan Tanjung Priok. Persentase frekuensi impor buah
yang masuk melalui pelabuhan ini pada tahun 2006 adalah berkisar 82%-90%
untuk ketiga jenis buah impor utama (Gambar 5A) dan pada tahun 2007
mencapai 66% - 80% (Gambar 5B) dari total frekuensi buah yang masuk di tujuh
pintu pemasukan buah. Pada Gambar 5 juga dapat dilihat bahwa impor ketiga
buah utama tersebut tidak pernah masuk melalui pelabuhan Makassar
pintu pemasukan buah
m Apel
e Jeruk
o Pir U
Pintu pemasukan buah
(B)
Gambar5 Distribusi frekuensi impor buah segar berdasarkan pintu pemasukan tahun 2006 (A) dan 2007 (B)
Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Buah Segar lmpor
Buah segar yang diimpor ke Indonesia sebagian besar melalui pelabuhan
laut. Kiriman buah segar yang masuk melalui pelabuhan laut tersebut biasanya
dimasukkan ke dalam kontainer berukuran 40 feet (Gambar 6), yang dapat
menampung buah maksimal sebanyak 22.000 kg. Jenis buah dalam satu
kontainer biasanya seragarn. Kontainer yang digunakan untuk impor buah
segar dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator) untuk memberi perlakuan
pendinginan pada buah selama dalam perjalanan dengan suhu bewariasi
tergantung dari OPTK sasaran khususnya lalat buah.
(A) (B) Gambar 6 Kontainer 40 feet yang digunakan untuk impor buah segar (A) dan
kontainer 20 feet
Buah segar yang diimpor biasanya menggunakan kemasan kotak karton,
namun beberapa jenis buah lain tidak menggunakan kotak karton. Buah yang
tidak rnenggunakan kemasan kotak karton tersebut adalah buah anggur dikemas
menggunakan stereoform dan buah kelengkeng dikemas menggunakan
keranjang plastik. Kotak buah disusun secara berurutan didalam kontainer.
Susunan kotak buah dalam kontainer bewariasi tergantung dari jenis buah yang
dikirim serta ukuran kotak karton yang digunakan.
Berdasarkan suwei di pelabuhan Tanjung Priok diketahui bahwa dalam
satu kontainer dapat menampung buah ape1 sebanyak 1127 kotak (Gambar 7A),
untuk buah jeruk berkisar 1300 sampai 2160, dan untuk buah pir dapat
menampung kotak buah sebanyak 1260 kotak (Gambar 7B). Namun jumlah
kotak dalam tiap kiriman buah tidak selalu sama tetapi tergantung dari ukuran
kotak yang digunakan.
(A) (B) Gambar 7 Susunan kotak buah ape1 (A) dan buah pir (B) di dalam Kontainer
Berdasarkan survei diperoleh bahwa prosedur pemeriksaan buah segar
di Pelabuhan Tanjung Priok telah sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Undang-undang tersebut adalah UU No. 16 tahun 1992 dan PP No. 14 tahun
2002. Persyaratan umum untuk pemasukan buah segar sesuai dengan UU No.
16 tahun 1992 (pasal 5) dan PP No. 14 tahun 2002 (pasal 2) adalah (1)
dilengkapi Sertifikat Kesehatan (Phytosanifary Certificate) dari negara asal dan
negara transit, (2) melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan, dan
(3) dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina turnbuhan di tempat-
tempat pemasukan.
Persyaratan khusus buah segar juga telah diterapkan untuk impor buah
segar sesuai dengan Permentan No. 37/KptslHK.060/1/2006 tentang
persyaratan teknis dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah
segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Buah segar yang masuk di
pelabuhan akan dikenakan beberapa tindakan pemeriksaan, diantaranya adalah
pemeriksaan dokumen untuk melihat kesesuaian dokumen dengan persyaratan
yang telah ditentukan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas
karantina bersama-sama dengan petugas bea cukai dan pemilik barang.
Pengambilan sampel buah segar dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan kesehatan selanjutnya dilakukan di laboratorium UPT
setempat. Hasil pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan tindakan karantina
selanjutnya. Tindakan tersebut dapat berupa pembebasan apabila hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa pada buah segar yang dikirim bebas dari
OPTK. Tindakan perlakuan dilakukan apabila hasil pemeriksaan kesehatan
menunjukkan bahwa buah segar yang dikirim ditemukan OPT atau OPTK
golongan II yaitu OPT yang dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan
cara perlakuan. Tindakan penolakan atau pemusnahan dilakukan apabila hasil
pemeriksaan kesehatan menemukan OPTK golongan I yaitu OPT yang tidak
dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan cara perlakuan.
Pengambilan contoh yang dilakukan terhadap buah segar dipilih secara
acak. Ukuran sampel yang digunakan adalah 1 hingga 2 kotak setiap kontainer.
Berdasarkan hasil laporan intersepsi OPTK dari tujuh pintu pemasukan buah
pada tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa OPTK sasaran pada buah
impor, yaitu lalat buah tidak pernah ditemukan terbawa dalam buah yang
dikirim.
Kajian Teknik Pengambilan Contoh dalam Pemeriksaan Kesehatan Buah Segar lmpor
Simulasi pengambilan contoh untuk setiap ukuran contoh (n= 1,3,5, ... 39),
dilakukan pada 3 macam populasi buah impor utama, yaitu buah apel, jeruk dan
pir. Asumsi ukuran populasi dari ketiga jenis buah tersebut adalah 1127 kotak
buah pada apel, 2160 kotak buah pada jeruk dan 1260 kotak pada pir.
Secara umum hasil simulasi pada asumsi populasi kotak berlalat buah
0,25% pada ketiga jenis buah tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kotak
berlalat buah yang terdeteksi semakin meningkat dengan semakin besarnya
ukuran contoh (Gambar 8A-C). Akan tetapi sampai dengan ukuran sampel 39,
rata-rata kotak berlalat buah tertinggi yang ditemukan ini masih jauh dari jumlah
kotak berlalat buah yang sesungguhnya. Hasil tersebut terlihat pada rata-rata
kotak berlalat buah tertinggi pada ape1 yaitu adalah 0,11 kotak dibandingkan
jumlah kotak sesungguhnya adalah 3 kotak (Gambar 8A), pada jeruk rata-rata
kotak berlalat b~lah yang ditemukan tertinggi adalah 0,l kotak dibandingkan
jumlah kotak berlalat buah sesungguhnya adalah 5 kotak (Gambar 8B), dan pada
pir rata-rata kotak berlalat buah tertinggi adalah 0,l kotak dibandingkan jumlah
kotak berlalat buah sesungguhnya adalah 3 kotak (Gambar 8C). Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk dapat menduga kepadatan OPTK yang lebih
akurat diperlukan ukuran contoh yang besar (lebih besar dari 39 kotak).
Berdasarkan analisis uji Z terhadap hasil dugaan kepadatan kotak
berlalat buah dari ke-20 ukuran contoh diperoleh angka signifikansi (P-Value)
sebesar 0.000. Angka ini menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 99%
hasil dugaan kepadatan kotak berlalat buah dari pengambilan contoh dengan n=
1 sampai 39 kotak berbeda nyata dengan jumlah kotak berlalat buah
sesungguhnya. Hal ini berarti bahwa pengambilan contoh dengan n<39
memberikan hasil yang berbias.
Grafik selang kepercayaan pada Gambar 8 A-C menunjukkan perbedaan
rata-rata kotak berlalat buah antar ukuran contoh. Garis selang yang
berpotongan berarti tidak terdapat beda nyata antar ukuran contoh, sedangkan
garis selang yang tidak berpotongan menunjukkan beda nyata antar ukuran
contoh. Selang kepercayaan hasil simulasi pada buah ape1 dengan populasi
kotak berlalat buah 0,25% menunjukkan bahwa ukuran contoh 1 sampai 21 tidak
berbeda nyata namun pada ukuran contoh yang lebih tinggi ukuran contoh
tersebut berbeda nyata. Pada jeruk diperoleh hasil yang sama bahwa
perbedaan rata-rata yang ditemukan antar ukuran contoh tidak berbeda nyata.
Beda nyata ditemukan setelah ukuran sampel tersebut mencapai 23. Sedangkan
pada pir juga diperoleh hasil yang sama yaitu ukuran sampel 1 sampai 25 tidak
berbeda nyata, namun setelah ukuran sampel tersebut yaitu mulai 27 keatas
rata-rata kotak berlalat buah yang terdeteksi berbeda nyata dengan ukuran
contoh 1 sampai 23.
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan contoh
dengan maksimum ukuran contoh sebanyak 39 kotak pada populasi kotak
berlalat buah 0,25% pada buah apel, jeruk dan pir memberikan hasil pendugaan
kepadatan OPTK yang bias. Hal ini mengindikasikan diperlukan ukuran contoh
yang lebih besar dari 39 kotak untuk dapat mendeteksi dengan akurat apabila
dalam kontainer buah impor tersebut terdapat lalat buah.
I I I 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Wran mntoh
I . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 3.3 35 37 39
w a n mntoh
Gambar 8 Selang kepercayaan 95% bagi rata-rata ditemukan kotak berlalat buah pada populasi kotak berlalat buah 0,25% pada ape1 (A), jeruk (B) dan pir (C)
Pada populasi kotak berlalat buah 0,5% pada buah apel, jeruk dan pir
rnenunjukkan bahwa berdasarkan hasil simulasi rata-rata kotak berlalat buah
yang ditemukan rneningkat dengan semakin besarnya ukuran contoh (Gambar 9
A-C). Narnun rata-rata kotak berlalat buah yang diternukan sarnpai dengan
ukuran contoh 39 rnasih berbeda jauh dengan jurnlah kotak berlalat buah yang
sesungguhnya baik pada buah apel, jeruk dan pir. Hasil tersebut adalah pada
buah ape1 rata-rata tertinggi 0,26 dibandingkan jumlah kotak berlalat buah
sesungguhnya 6 kotak (Garnbar 9A), pada jeruk rata-rata tertingginya adalah
0,26 dibandingkan kotak berlalat buah sesungguhnya 11 kotak (Garnbar 9B), dan
pada pir rata-rata tertingginya adalah 0,21 dibandingkan jumlah kotak berlalat
buah sesungguhnya adalah 6 kotak (Garnbar 9C). Pengambilan contoh dengan
teknik sarnpel acak sederhana dengan ukuran contoh 1 sarnpai 39 rnasih
rnernperoleh hasil yang bias, artinya tidak dapat rnenemukan kotak berlalat buah
sesuai dengan jurnlah kotak berlalat buah sesungguhnya didalam kontainer.
Berdasarkan analisis uji Z diperoleh angka signifikansi (P-Value) sebesar
0.000, pada ukuran sarnpel 1 sampai 39. Angka tersebut menunjukkan bahwa
pada taraf kepercayaan 99% berbeda secara nyata. Grafik selang kepercayaan
pada Gambar 9 A pada apel menunjukkan bahwa rata-rata kotak berlalat buah
yang ditemukan berbeda nyata pada pada ukuran sarnpel 1, 7, dan 35.
Sedangkan ukuran contoh antara 1 sarnpai 5, 7 sampai 33, dan antara 35
sarnpai 39 tidak berbeda nyata. Pada jeruk ukuran sarnpel yang berbeda nyata
terdapat pada ukuran contoh 1,5 dan 31, sedangkan ukuran contoh yang tidak
berbeda nyata terdapat pada ukuran contoh 1 sarnpai 3, 5 sampai 29, dan 31
sampai 39. Pada pir ukuran contoh I 1 sampai 9, 11 sampai 21, 23 sampai 39
tidak berbeda nyata, sedangkan ukuran contoh yang berbeda nyata terdapat
pada ukuran sarnpel9 sampai 21.
Gambar 9 Selang kepercayaan 95% bagi rata-rata ditemukan kotak berlalat buah pada populasi kotak berlalat buah 0,5% pada ape1 (A), jeruk (B) dan pir (C)
Hasil yang sama juga ditunjukkan pada populasi kotak berlalat buah yang
lebih tinggi yaitu 1%. Kecenderungan rata-rata kotak berlalat buah yang
ditemukan meningkat dengan adanya peningkatan ukuran contoh yang
digunakan (Gambar 10 A-C). Nilai rata-rata tersebut meningkat secara teratur
terutama pada buah apel. Hasil simulasi pada ketiga jenis buah yaitu apel, jeruk
dan pir, semuanya menunjukkan hasil yang bias yaitu bahwa rata-rata kotak
berlalat buah yang ditemukan tidak sesuai dengan jumlah kotak berlalat buah
yang sesungguhnya. Perbedaan tersebut cukup jauh dimana rata-rata yang
ditemukan paling tinggi hanya dapat menemukan sebanyak 4% dari populasi
kotak berlalat buah yang sesungguhnya. Hasil tersebut terlihat pada buah ape1
dimana rata-rata kotak berlalat buah tertinggi yang ditemukan adalah 0,44 kotak
dan jumlah kotak berlalat buah sesungguhnya 11 kotak, sedangkan pada buah
lain yaitu jeruk dan pir hanya mampu mendeteksi paling banyak sebesar 2% dari
populasi kotak berlalat buah sesungguhnya. Pada jeruk 0,47 kotak dibandingkan
dengan 22 kotak dan pada pir 0,45 kotak dibandingkan jumlah kotak 12.
Berdasarkan analisis uji Z juga diperoleh hasil yang bias pada ketiga jenis
buah. Grafik selang kepercayaan diperoleh bahwa beda nyata antar ukuran
sampel lebih jelas. Pada ape1 ukuran contoh yang berbeda nyata terdapat pada
ukuran contoh antara 1,3,7,13, 27 dan 35, sedangkan ukuran contoh yang tidak
menunjukkan beda nyata terdapat pada ukuran contoh antara 3 sampai 5, 7
sampai 15, 17 sampai 27, dan 29 sampai 39. Pada jeruk ukuran contohl yang
berbeda nyata terdapat pada 1,5, dan 17. Sedangkan ukuran contoh yang tidak
berbeda nyata terdapat pada 1 sampai 3, 5 sampai 13, 15 sampai 17, dan 19
sarnpai 39. sedangkan pada pir ukuran contoh yang tidak berbeda nyata adalah
1 sampai 3, 5 sampai 11, 13 sampai 15, 17 sampai 19, 21 sampai 31, dan 35
sampai 79. Sedangkan ukuran contoh yang menunjukkan beda nyata adalah
pada ukuran contoh 1, 5, 13, 15,21, dan 33.
Gambar 10 Selang kepercayaan 95% bagi rata-rata ditemukan kotak berlalat buah pada populasi kotak berlalat buah 1% pada ape1 (A), jeruk (B) dan pir (C)
Hasil simulasi buah apel, jeruk, dan pir pada populasi kotak berlalat buah
yang lebih tinggi yaitu 2,5% hasilnya tetap sama dengan rata-rata kotak berlalat
buah pada populasi < 2,5%. Rata-rata ditemukan kotak berlalat buah meningkat
dengan adanya peningkatan ukuran contoh yang digunakan. Peningkatan rata-
rata tersebut terlihat lebih teratur daripada pada populasi < 2,5%. Hasil rata-rata
ditemukan kotak berlalat buah pada ketiga jenis buah juga bias. Masing-masing
hanya mampu rnendeteksi kotak berlalat buah ~ 5 % populasi yang
sesungguhnya. Yaitu pada buah apel rata-rata ditemukan kotak berlalat buah
tertinggi 1,21 kotak dibandingkan dengan jumlah kotak sesungguhnya 28 kotak
(Garnbar I IA) , jeruk 0,93 kotak dibandingkan 54 kotak (Gambar l l B ) dan pir
0,89 kotak dibandingkan jumlah kotak sesungguhnya 31 (Gambar 1 IC).
Analisis uji Z juga menunjukkan hasil yang bias. Selang kepercayaan
pada populasi kotak berlalat buah 2,5% pada buah ape1 menunjukkan bahwa
ukuran contoh yang menunjukkan tidak berbeda nyata adalah pada 3 sampai
I I, 13 sampai 21, 23 sampai 25, 25 sampai 35 dan 37 sampai 39. Sedangkan
ukuran contoh berbeda nyata terdapat pada ukuran sampel 1, 3,13,23, 27 dan
39. Pada jeruk ukuran contoh yang tidak berbeda nyata terdapat pada ukuran
contoh 3 sampai 5, 7 sampai 11, 13 sampai 21, 23 sampai 33, dan 35 sampai
39. sedangkan ukuran contoh yang berbeda nyata adalah 1,3,7,13, 23 dan 35.
Pada pir ukuran contoh antara 5 sampai 9, 13 sampai 17, 23 sarnpai 31, dan 33
sampai 39 tidak berbeda nyata, sedangkan ukuran contoh 1,3,5, 11, 19 dan 33
berbeda nyata.
Pada populasi kotak berlalat buah 2,5% diperoleh bahwa perbedaan
masing-masing ukuran sampel hampir nyata. Hal ini berarti semakin tinggi
populasi kotak berlalat buah dalam kontainer maka perbedaan rata-rata kotak
berlalat buah yang ditemukan semakin nyata.
Gambar 11 Selang kepercayaan 95% bagi rata-rata ditemukan kotak berlalat buah pada populasi kotak berlalat buah 2,5% pada buah ape1 (A), jeruk (B) dan pir (C)
Hasil simulasi pada populasi yang tertinggi yaitu 5% menunjukkan rata-
rata kotak berlalat buah yang ditemukan sama dengan pada populasi <5%.
Rata-rata kotak berlalat buah yang ditemukan atau terdeteksi meningkat dengan
adanya peningkatan ukuran contoh yang digunakan. Pada ketiga jenis buah
diperoleh hasil yang bias. Dengan ukuran contoh 1 sampai 39 maksimal hanya
mampu mendeteksi kotak berlalat buah sebanyak 36% dari populasi kotak
berlalat buah sesungguhnya ha1 ini terlihat pada Gambar IN. Pada buah ape1
rata-rata kotak berlalat buah yang ditemukan paling tinggi adalah 2,05
dibandingkan kotak berlalat buah sesungguhnya adalah 56 kotak (Gambar I N ) ,
pada jeruk rata-rata ditemukan kotak berlalat buah tertinggi 2, 28 kotak dengan
jumlah kotak berlalat buah sesungguhnya 108 kotak (Gambar 12B), dan pada pir
rata-rata ditemukan kotak berlalat buah tertinggi 2,14 kotak dengan jumlah kotak
berlalat buah sesungguhnya adalah 60 kotak (Gambar 12C). Pada populasi ini
peningkatan rata-ratanya lebih teratur. Analisis uji Z juga menunjukkan hasil
yang bias.
Selang kepercayaan pada populasi kotak berlalat buah 5% menunjukkan
bahwa hampir semua ukuran contoh menunjukkan beda nyata. Pada ape1
ukuran sampel yang tidak berbeda nyata adalah 17 sampai 27, dan 33 sampai
37 sedangkan ukuran contoh yang berbeda nyata adalah 1,3, 5, 7, 9, 11, 13, 29,
dan 39. Selang kepercayaan pada jeruk juga menunjukkan hasil yang sama.
Hasil tersebut adalah bahwa setiap peningkatan ukuran contoh maka rata-rata
yang diperoleh berbeda nyata. Ukuran sampel yang tidak berbeda nyata hanya
terdapat pada ukuran contoh 23 sampai 31. Demikian pula pada buah pir setiap
peningkatan ukuran contoh menunjukkan beda nyata namun pada beberapa
ukuran sampel rata-rata yang diperoleh tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat
pada ukuran sampel 11 sampai 21, dan 35 sampai 37.
Grafik selang kepercayaan menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi
kotak beralat buah dalam kontainer maka rata-rata kotak belalat buah yang
ditemukan setiap ukuran sampel menunjukkan hasil yang berbeda. Pengambilan
contoh pada populasi kotak berlalat buah yang semakin rendah maka perbedaan
ukuran yang digunakan tidak akan berpengaruh terhadap rata-rata ditemukan
kotak berlalat buah.
Gambar 12 Selang kepercayaan 95% bagi rata-rata diternukan kotak berlalat buah pada populasi kotak berlalat buah 5% pada buah ape1 (A), jeruk (B) dan pir (C)
Peluang ditemukan kotak berlalat buah pada Gambar 13A terlihat bahwa
pada populasi kotak berlalat buah paling rendah yaitu 0,25% pada buah apel,
jeruk, dan pir terlihat bahwa pengambilan contoh sebanyak 1 kotak diperoleh
peluang kotak berlalat buah terdeteksi adalah I%, sedangkan pada pengambilan
contoh dengan ukuran contoh 39 hanya mampu mendeteksi lalat buah dalam
kontainer dengan peluang tertinggi sekitar 11% (Gambar 10A). Hal ini berarti
peluang untuk menemukan kotak berlalat buah lebih kecil dari pada peluang
kotak berlalat buah tersebut 1010s. Peluang kotak berlalat buah tersebut 1010s
dari pemeriksaan hampir 8 kali lebih tinggi daripada peluang kotak berlalat buah
terdeteksi, bila ukuran contoh maksimumnya sebesar 39 kotak.
Pada populasi kotak berlalat buah yang lebih tinggi yaitu jumlah kotak
berlalat buah 0,5%, masih diperoleh bahwa peluang kotak berlalat buah 1010s
lebih tinggi daripada peluang ditemukan kotak berlalat buah. Pada pengambilan
contoh 1 kotak buah peluang kotak berlalat buah 1010s hampir empat kali lebih
tinggi daripada peluang kotak berlalat buah terdeteksi pada ukuran contoh 39
kotak. Peluang kotak berlalat buah ditemukan tersebut adalah 20% sedangkan
peluang lolosnya adalah 80% (Gambar 138).
Populasi kotak berlalat buah yang lebih tinggi yaitu 1% masih diperoleh
bahwa peluang kotak berlalat buah terdeteksi lebih kecil daripada peluang kotak
berlalat buah lolos. Peluang ditemukan kotak berlalat buah tertinggi tersebut
adalah 36% sedangkan peluang kotak berlalat buah tersebut 1010s adalah 64%.
Peluang ditemukan kotak berlalat buah pada populasi yang lebih tinggi
yaitu 2,5% baru diperoleh hasil bahwa peluang kotak berlalat buah terdeteksi
lebih tinggi daripada peluang kotak berlalat buah tersebut 1010s dari pemeriksaan.
Peluang kotak berlalat buah terdeteksi mencapai 68% sedangkan peluang kotak
berlalat buah tersebut 1010s hanya 32% (Gambar 13D).
Hasil yang sama juga diperoleh pada populasi kotak berlalat buah 5%.
Peluang kotak berlalat buah terdeteksi adalah 89% sedangkan peluang kotak
berlalat buah 1010s adalah 11% (Gambar 13E). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi populasi kotak berlalat buah dalam kontainer maka
peluang kotak berlalat buah terdeteksi pada pengambilan contoh sebanyak 39
semakin tinggi.
0.111 - 0.1, 0.x
0.12 0 2 - o., .E .. Eo..
aP4
om ~ ~ D I
8 3 4 11 35 I7 I0 11 21 13 21 a 3, U 15 17 9 I 1 5 1 O < 3 1 3 ' 5 ? 1 I P N z I J Z 8 3 1 B s 1 1 s "Lu." r m h Ulun*-
(E) Gambar 13 Peluang ditemukan kotak berlalat buah pada apel, jeruk dan pir
pada populasi kotak berlalat buah 0,25% (A), 0,5% (B), 1% (C), 2,5% (D) dan 5% (E)
Penghitungan ukuran contoh optimum yang dapat mendeteksi
keberadaan OPTK lebih tepat pada tingkat kepercayaan 95% dan tingkat
kesalahan maksimum sebesar 10% dapat dilihat pada Tabel 1. Pada proporsi
populasi kotak berlalat buah paling rendah yaitu 0.0025 diperoleh bahwa dengan
tingkat kesalahan paling kecil yaitu 1% atau sangat teliti ukuran contoh yang
diperlukan adalah 96. Akan tetapi apabila tingkat kesalahan yang diinginkan
semakin tinggi maka ukuran contoh yang diperlukan akan semakin kecil. Ukuran
contoh optimum dengan tingkat kesalahan 10% hanya diperlukan 1 kotak. Hal
ini berarti bahwa pengambilan contoh sebanyak 1 kotak dapat dilakukan namun
hasil yang diperoleh akan mempunyai tingkat kesalahan 10%.
Semakin tinggi populasi kotak berlalat buah didalam kontainer maka
semakin tinggi pula ukuran contoh yang diperlukan agar diperoleh hasil yang
akurat. Semakin kecil tingkat kesalahan yang diinginkan maka ukuran sampel
yang diperlukan semakin tinggi
Tabel I Ukuran contoh optimum berdasarkan pendugaan proporsi atau persentase p pada tingkat kepercayaan 95%
Ukuran contoh yang diperlukan
Proporsi (persentase) Tingkat kesalahan
kotak berlalat buah
10% 5% 3% 1%
0.0025 1 4 11 96
0.005 2 8 21 191
0.01 4 15 42 380
0.025 9 37 104 936
0.05 18 73 202 1824
Pembahasan
Buah segar yang diimpor ke dalam wilayah negara lndonesia kebanyakan
mempunyai jenis yang sama dengan jenis buah segar lokal yang telah ada di
Indonesia. Buah tersebut mempunyai jenis yang sama namun varietasnya
berbeda. Kesamaan jenis tersebut terdapat pada buah yang mempunyai volume
dan frekuensi impor tertinggi yaitu ape1 dan jeruk. Buah ape1 dan jeruk lokal
dapat ditemukan di berbagai wiiayah di Indonesia, sehingga untuk meminimalkan
risiko masuknya OPTK sebaiknya dilakukan pengurangan frekuensi maupun
volume impor buah ape1 dan jeruk. Pengurangan impor sebaiknya juga diikuti
dengan peningkatan produksi dan kualitas buah ape1 serta jeruk lokal sehingga
buah tersebut tidak kalah bersaing dengan jenis buah impor.
Buah segar yang diimpor kebanyakan berasal dari negara Cina.
Berdasarkan SK Mentan NO. 38 tahun 2006 tentang jenis-jenis OPTK Kategori
A1 Golongan I dan II , dan Kategori A2 Golongan I dan II, buah apel, jeruk dan
pir dari Cina bebas dari OPTK laiat buah. Buah segar yang dimpor dari negara
Cina mempunyai risiko kecil sebagai media pembawa OPTK khususnya lalat
buah. Untuk mencegah masuknya OPT asing yang berpotensi menjadi OPTK
maka untuk buah segar yang berasal dari Cina sebaiknya tetap diiakukan
pengambilan contoh u n t ~ ~ k pemeriksaan kesehatan.
Selain Cina beberapa jenis buah berasal dari negara Brazil. Buah
tersebut adalah ape1 dan jeruk. Negara Brazil merupakan salah satu negara
endemi penyakit SALB (South American Leaf Blight) atau penyakit hawar daun
karet Amerika Selatan. Selain lalat buah OPTK lain yang kemungkinan dapat
terbawa pada buah segar yang dikirim dari negara Brazil adalah cendawan
Microcyclus ulei penyebab penyakit SALB. Untuk meminimalkan risiko
masuknya penyakit SALB buah segar yang berasal dari Brazil harus diberi
perlakuan khusus. Perlakuan tersebut dilakukan terhadap alat angkut dan buah
segar yang diimpor. Perlakuan terhadap alat angkut dapat dilakukan dengan
desinfestasi, sedangkan perlakuan terhadap buah segarnya dapat dilakukan
dengan perlakuan sinar UV. Pengambilan sampel juga dilakukan setelah buah
segar tersebut diberi perlakuan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa buah
segar yang diimpor bebas dari OPTK khususnya lalat buah.
Frekuensi buah segar yang masuk ke Indonesia melalui pelabuhan
Tanjung Priok. Tingginya frekuensi pemasukan buah di PL. Tanjung Priok
tersebut juga meningkatkan risiko masuk OPTK lalat buah melalui pintu
pemasukan tersebut. Untuk meminimalkan risiko tersebut maka tindakan
pemeriksaan di pintu pemasukan tersebut harus dilaksanakan secara efektif.
Tindakan karantina untuk buah segar tersebut meiiputi pemeriksaan dokumen,
fisik, maupun pemeriksaan kesehatan. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan
kesehatan sebaiknya dilakukan sesuai dengan syarat pengambilan sampel yang
tepat. Seperti yang dikemukakan oleh Usman (2006) syarat sampel yang baik
adalah akurasi atau ketepatan yaitu tingkat ketidakadaan bias (kekeliruan) dalam
sampel dan presisi yaitu semakin kecil perbedaan simpangan baku maka
semakin tinggi presisinya.
Data intersepsi tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa dari hasil
pemeriksaan kesehatan terhadap buah segar impor selama tahun tersebut tidak
pernah ditemukan OPTK khususnya lalat buah dalam buah segar yang dikirim.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa ha1 diantaranya (1) buah yang diimpor
berasal dari negara Cina, dimana buah apel, jeruk dan pir dari negara Cina
bebas dari OPTK lalat buah (2) Sebelum atau selama pengiriman buah telah
diberi perlakuan sesuai persyaratan yang berlaku sehingga kemungkinan buah,
tersebut telah bebas dari lalat buah, (3) teknik pengambilan contoh terhadap
buah segar dengan ukuran contoh 1 sampai 2 kotak tiap kontainer mungkin
belum dapat mendeteksi keberadaan lalat buah dalam kiriman, apabila populasi
lalat buah dalam kiriman rendah.
Teknik pengambilan contoh buah segar di PL. Tanjung Priok dilakukan
secara acak, namun prosedur teknik pengambilan secara acak belum diterapkan
sepenuhnya. Seperti yang dikemukakan oleh Supranto (2001) Pengambilan
sampel acak pada populasi terbatas dapat dilakukan dengan undian atau lotere,
namun pengambilan sampel acak pada populasi yang tidak terbatas tidak dapat
dilakukan mengunakan undian atau lotere melainkan dengan menggunakan
tabel bilangan acak atau dapat juga menggunakan blind step mefhod artinya
pemilihan sampel dengan mata tertutup, atau menggunakan kalkulator dan
komputer. Pengambilan contoh dengan teknik acak sederhana dalam
pemeriksaan kesehatan buah segar impor sebaiknya dilakukan sesuai dengan
prosedur di atas. Hal ini agar dalam pengambilan contoh dapat diperoleh hasil
yang akurat. Pengambilan sampel yang dilakukan sebaiknya tidak berdasarkan
atas kepentingan tertentu misalnya alasan kemudahan dalam pengambilan
sampel, tetapi sebaiknya didasarkan pada pemilihan sampel yang sesuai.
Hasil simulasi pengambilan sampel acak sederhana pada buah apel,
jeruk dan pir menunjukkan bahwa ukuran sampel 1 sampai 39 belum dapat
mendeteksi kotak berlalat buah dalam kontainer secara akurat. Hasil tersebut
diperoleh pada kelima populasi kotak berlalat buah dalam kontainer yaitu dari
0,25%, 0,5%, I%, 2,5% dan 5%. Ukuran sampel optimum yang dapat digunakan
untuk mendeteksi kotak berlalat buah secara akurat adalah ukuran contoh
seperti tercantum dalam Tabel 1. Ukuran contoh tersebut adalah dengan tingkat
kesalahan paling kecil 1% pada populasi kotak berlalat 0,25% diperlukan
sebanyak 96, namun apabila tingkat kesalahan yang diinginkan lebih tinggi maka
ukuran sampel yang diperlukan juga lebih kecil dari 96. Ukuran contoh optimum
dengan tingkat kesalahan 5% hanya diperlukan 4 kotak. Besarnya ukuran
contoh yang kita gunakan akan sangat tergantung dari tingkat kesalahan yang
kita inginkan. Semakin tinggi tingkat kesalahan yang diinginkan maka ukuran
contohnya semakin rendah dan ketepatannya akan semakin kecil. Semakin kecil
tingkat kesalahannya atau semakin teliti hasil yang diinginkan maka ukuran
sampel yang diperlukan semakin banyak.
Ukuran contoh 1 sampai 2 kotak seperti yang telah diterapkan di
PLTanjung Priok dapat digunakan dalam pengambilan sampel buah segar,
namun hasil yang diperoleh akan mempunyai tingkat kesalahan 10% apabila
populasi sesungguhnya kotak berlalat buah dalam kontainer adalah 0,25%.
Peluang kotak berlalat buah terdeteksi pada pengambilan contoh dengan ukuran
contoh 1 sampai 2 kotak adalah 1% sedangkan peluang kotak berlalat buah 1010s
dari pemeriksaan adalah 99%.
Usman (2006) menyatakan bahwa teknik pengambilan contoh dengan
teknik sampel acak sederhana mempunyai kebaikan yaitu prosedurnya mudah
dilaksanakan dan tidak memerlukan proses pengolahan data yang rumit. Namun
kelemahan teknik ini adalah kemungkinan muncul sampel error tinggi. Ukuran
contoh yang digunakan tergantung dari tingkat kesalahan yang kita inginkan.
Semakin teliti hasil pengambilan contoh tersebut maka semakin besar ukuran
contoh yang diperlukan.
Teknik sampel acak sederhana merupakan teknik pengambilan contoh
yang telah digunakan oleh beberapa negara untuk pengambilan sampel terhadap
buah segar impor. Salah satu negara tersebut adalah Amerika. Ukuran sampel
yang digunakan dalam pengambilan sampel untuk buah segar yang populasinya
lebih dari 886 kotak adalah 29 kotak. Pengambilan contoh di Australia untuk
produk tumbuhan yang mempunyai risiko rendah seperti bunga potong, dan
buah kering teknik yang digunakan adalah teknik sampel acak sederhana dan
ukuran sampel maksimal yang digunakan adalah 13 kotak.
Pengambilan contoh dengan ukuran contoh yang tepat dapat digunakan
sebagai salah satu strategi untuk meminimalkan risiko masuknya OPTK pada
buah segar yang dikirim. Tetapi strategi lain juga dapat diterapkan untuk
meminimalkan risiko masuknya OPTK tersebut. Strategi tersebut salah satunya
adalah dengan aplikasi perlakuan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan
karantina Pertanian No. 53 tahun 2006 tentang perlakuan terhadap buah-buahan
dan atau sayuran buah segar. Perlakuan tersebut adalah pendinginan, vapour
heat treatment dan fumigasi. Saat ini perlakuan vapour heat treatment masih
terbatas di negara Jepang. Hal ini dikarenakan ketersediaan alat tersetut masih
langka. Sedangkan perlakuan fumigasi menggunakan bahan aktif Metil Bromide
juga mulai dihilangkan karena efek yang ditimbulkannya dapat merusak lapisan
ozon. Oleh karena itu perlakuan yang sangat efektif dapat mencegah masuknya
OPTK pada lalat buah adalah dengan pendinginan. Selain itu strategi lain yang
dapat digunakan untuk meminimalkan risiko masuknya OPTK dapat dilakukan
dengan pemeriksaan kesehatan di negara asal. Pemeriksaan ini lebih dikenal
dengan sebutan Pre Shipment Inspection (PSI) dimana pemeriksaan dilakukan
oleh petugas karantina, namun pelaksanaannya dilakukan di negara asal
sebelum buah segar dikirim ke Indonesia.
Rekomendasi yang dapat disampaikan adalah bahwa pengambilan
sampel dengan teknik sampel acak sederhana harus sesuai dengan persyaratan.
Ukuran contoh yang digunakan agar dapat diperoleh hasil yang akurat sebaiknya
lebih dari 1 sampai 2 kotak tiap kontainer. Dengan besaran ukuran contoh
tergantung dari tingkat kesalahan yang diinginkan.