HASIL PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK ...
Transcript of HASIL PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK ...
HASIL PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM ANAK BERKEBUUHAN KHUSUS DI SEKOLAH
INKLUSI (Studi Kasus di SD Dua Mei Ciputat)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S. Pd.)
Oleh:
FITRI AGUSTINA
NIM. 14311343
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ)JAKARTA
1439 H/2018 M
Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
Anak Berkbutuhan Khusus di Sekolah Inklusi
(Studi Kasus di SD Dua Mei Ciputat)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S. Pd.)
Oleh:
FITRI AGUSTINA
NIM. 14311343
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2018 M
i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi di SD Dua mei Ciputat” oleh Fitri
Agustina dengan NIM 14311343 telah diujikan pada sidang Munaqasyah
Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta pada tanggal 13 Agustus
2018. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd).
Jakarta, 28 September 2018
Dekan Fakultas Tarbiyah
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M. Ag
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M. Ag Yuyun Siti Zainab S.Pd.I
Penguji I Penguji II
Dr. Esi Hairani, M. Pd Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah,M.Ag
Pembimbing
Dr. Nadjematul Faizah, M. Hum
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
PERNYATAAN PENULIS ................................................................... iii
MOTTO . ................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN .................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... xiv
ABSTRAKSI .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 7
D. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Prestasi Belajar ........................................................ 17
B. Pengertian Pendidikan Agama Islam ........................................ 18
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ........................... 20
D. Metode Pendidikan Agama Islam ............................................. 23
E. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus ........................................ 27
F. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ................................... 29
G. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. ............................... 31
x
H. Definisi Pendidikan Inklusi ....................................................... 34
I. Latar Belakang Pendidikan Inklusi ........................................... 36
J. Tujuan pendidikan inklusif ....................................................... 39
K. Landasan Pendidikan Inklusi .................................................... 42
L. Kurikulum pendidikan inklusi .................................................. 48
M. Evaluasi atau penilaian .............................................................. 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alokasi dan Waktu ................................................................. 55
B. Metode Penelitian ................................................................... 55
C. Pendekatan Penelitian ............................................................. 56
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 57
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 58
F. Teknik Analisis Data .............................................................. 61
BAB IV DESKRIPSI DATA
A. Gambaran Umum SD Dua Mei Ciputat.................................. 65
1. Sejarah di Selenggarakannya Pendidikan Inklusi di SD Dua
Mei Ciputat .................................................................................. 65
2. Visi, Misi, dan tujuan SD Dua Mei Ciputat............................ 71
3. Pendidik dan Kependidikannya .............................................. 72
4. Peserta Didik di SD Dua Mei Ciputat..................................... 73
5. Struktur Organisasi ................................................................. 73
B. Menjawab Rumusan Masalah ................................................. 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 95
xi
B. Saran ....................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 99
LAMPIRAN
ABSTRAK
Fitri Agustina: “Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak
berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi di SD Dua Mei Ciputat” NIM:
13411343 diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S. Pd), Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Alqur`an (IIQ)
Jakarta.
Semua berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah
disebutkan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2003 Tentang sistem
pendidikan nasional yang manyatakan bahwa”setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus, dan setiap warga negara berhak mendapat
kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”. Penyandang
disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan
Undang- Undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas pasal 10
ayat 1 yang berbunyi “bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk
Mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua
jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus”. Dalam hal
ini penulis merumuskan masalah Bagaimana Hasil Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD
Dua Mei Ciputat. Adapun metode pengumpulan datanya menggunakan
teknik wawancara, observasi, dokumentasi serta tringulasi. Pendekatan yang
digunakan adalah Pendekatan penelitian lapangan (field research). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar pendidikan agama islam
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklsuif adalah Cukup, dengan catatan
karena dibimbing penuh oleh guru kelas dan guru Shadow. Ini dikarenakan
sekolah inklusif memiliki kategori anak berkebutuhan khusus yang berbeda-
beda. Ada yang memang cerdas, ada yang kurang bisa memahami materi,
dan ada yang memang ia memiliki masalah kesulitan dalam belajar, Tapi
bukan termasuk tunagrahita. Dan juga tidak adanya tindakan untuk
melakukan modifikasi terhadap kurikulum, pendidikan individual dan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan anak
berkebutuhan khusus.
Kata Kunci: Sekolah Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang latar belakang
masalah mengapa penulis tertarik meneliti tentang pendidikan inklusi,
adapun latar belakang masalah adalah sebagai berikut. Sesuai dengan
Undang- Undang No 20 Tahun 2013 Tentang sistem pendidikan
nasional pasal 1 yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa dan bagi dirinya”1. Maka
dapat kita ketahui bahwa pendidikan penting bagi semua orang Karena
pendidikan itulah yang nantinya akan membantu kita mengahadapi
kehidupan yang akan datang.
Semua berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali seperti
yang telah disebutkan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2003
Tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa”setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 .
2
khusus, dan setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”2.
Allah berfirman dalam Al Qur`an surah An- Nur ayat 61 sebagai
berikut:
ليس ىعل عم ٱل عل ل جو ر ج ح عر
ٱل عل ل جو ر ح ر يض ٱله
بيوت و أ بيوت كم ن و كلوا
ت أ ن
أ كم ىفص
أ عل ل و ج ر ح
ىت كم ه نأ وبيوت
٦١......ء اة ائ كمأ
Artinya:”Tidak ada halangan bagi orang- orang buta, tidak (pula)
bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula)
bagi dirimu, makan (bersama- sama mereka) di rumah kamu atau di
rumah bapak- bapakmu, di rumah ibu- ibumu.......(QS. an Nur: 61)
Ayat diatas, menjelaskan tentang keseteraan sosial. Artinya tidak
ada perbedaan bagi penyandang disabilitas dengan yang bukan
penyandang disabilitas untuk makan bersama. Jika dalam dunia
pendidikan berarti kita tidak boleh berlaku diskriminatif terhadap
orang lain yang memiliki keterbatasan fisik atau penyandang
disabilitas. Karena setiap orang berhak mendapatkan pendidikan.
Namun terkadang banyak dari kita yang masih melakukan
diskriminasi terhadap orang lain. Diskriminasi yang disebutkan disini
seperti yang tertera dalam Undang- Undang No 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas pasal 1 ayat 3 “Diskriminasi adalah setiap
pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan, atau berdampak
pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau
pelaksanaan hak penyandang disabilitas.
2 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 42 ayat (1).
3
Penyandang disabilitas disini adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan berpartisipasi secara penuh
dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”3.
Tentu ini semua akan merugikan orang lain. Seperti yang masih
seringkali kita dengar di dunia pendidikan sekarang ini, bahwa masih
ada anak didik yang melakukan diskriminasi seperti pembulyan
terhadap temannya di sekolah. Mereka membuly temannya yang
termasuk penyandang disabilitas, dan karena pembulyannya tersebut
banyak dari mereka yang termasuk penyandang disabilitas akhirnya
putus asa dengan hidupnya, tidak mau sekolah, menutup diri dari
orang lain dan ada juga yang sampai melakukan percobaan bunuh diri.
Kemudian seringkali kita dengar juga adanya perlakuan
diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dengan menjadikan ia
sebagai bahan ejekan di sekolah karena keterbatasan fisik yang
dimiliki. Padahal islam mengajarkan kita untuk saling menghargai
kekurangan orang lain dan tidak menjadikan kekurangan yang orang
lain miliki sebagai bahan ejekan. Allah berfirman dalam Al Qur`an
surah Al- Hujurat ayat 11 sebagai berikut:
ا ه ي أ ي ي كوىوايو ٱل ن
أ ع س ق وم ن و ق وم ر ي صخ ل يوا ء ان
ل و ان يهو ي خ ني كو أ اءع س اءن ون ص ن ص ل ان يهمو ي خ
3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, Pasal 1.
4
ت ي اة زواة ل كمو ىفص
ت له زواأ ىب لق
ٱل شة ئس ٱلفصوقمٱل ب عد
ىو يم همٱل ئ ك ول تبف أ ولمي ىل هون و ن ١١ٱلظ
Artinya: “Wahai orang- orang yang beriman! Janganlah suatu kaum
mnegolok- olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok- olokkan lebih dari mereka (yang mengolok- olok) dan
jangan pula perempuan- perempuan (mengolok- olokkan) perempuan
lain (karena) boleh jadi perempuan (yang di perolok- olokkan) lebih
baik dari perempuan (yang mengolok- olok. Dan janganlah kamu
saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil
dengan gelar- gelar yang buruk. Seburuk- buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa
tidak bertaubat, maka mereka itulah orang- orang yang zhalim. (QS.
Al- Hjurat: 11)
Dengan adanya ayat diatas, dapat diketahui dengan jelas bahwa
Allah melarang kita untuk saling mengolok- olok, atau mengejek
orang lain. karena bisa jadi yang kita ejek itulah yang lebih baik
daripada kita. Penyandang disabilitas juga manusia, dan Allah sudah
menciptakan manusia dengan sebaik- baiknya. Di dalam dunia
pendidikan tidak ada larangan untuk penyandang disablitas
mendapatkan pendidikan.
Penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan sesuai dengan Undang- Undang No 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas pasal 10 ayat 1 yang berbunyi “bahwa
penyandang disabilitas memiliki hak untuk Mendapatkan pendidikan
yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan
5
jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus”4. Dengan begitu maka
lingkungan juga berperan aktif dalam penyandang disabilitas tersebut,
agar terciptanya kerukunan di daerah tempat tinggal yang memiliki
masayarakat penyandang disabilitas. Peraturan daerah kota Tangerang
Selatan No 6 Tahun 2013 Tentang Tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
menimbang bahwa “penyandang masalah kesejahteraan sosial
membutuhkan pelayanan sosial untuk memulihkan fungsi sosialnya
dalam mencapai kemandirian, meningkatkan kualitas kesejahteraan,
dan menjaga kelangsungan hidupnya secara memadai dan wajar”5.
Seperti yang tertera juga dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta
Didik yang memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan
atau Bakat Istimewa pasal 1 menyebutkan bahwa “pendidikan inklusi
adalah sistem penyelenggaran pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan
secara bersama- sama dengan peserta didik pada umumnya”6. Selain
itu pada pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah
“memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dan atau memiliki bakat istimewa untuk
4 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas, Pasal 10. 5 Peraturan daerah kota Tangerang Selatan No 6 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. 6 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan atau Bakat Isitimewa, pasal 1.
6
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Dan juga mewujudkan penyelenggaraan pendidikan
yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua
peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a”7. Dari bunyi
pasal tersebut menunjukkan adanya kesempatan bagi peserta didik
yang memiliki kelainan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melihat implementasi peraturan ini.
Kemudian dalam rangka melihat implementasi dengan
kesesuaian peraturan tentang pendidikan inklusi diatas maka penulis
tertarik untuk mengetahui lebih jauh sekolah yang melaksanakan
pendidikan inklusi yaitu Sekolah Dasar (SD) Dua Mei Ciputat.
Ketertarikan penulis berdasarkan pengalaman ketika melaksanakan
Praktek Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) di SD Dua Mei Ciputat.
Pengamatan selama 2 bulan, disini penulis melihat bahwa sekolah
tersebut termasuk kedalam pendidikan inklusi yang sebagian peserta
didiknya merupakan Anak yang Berkebutuhan Khusus (ABK) dimana
masing- masing setiap kelasnya ada dua anak yang berkebutuhan
khusus dan satu guru Shadow. Oleh karena itu, penulis ingin
melakukan penelitian “Kesesuaian Peraturan Pendidikan Inklusi dan
Implementasi di SD Dua Mei Ciputat”.
7 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 Tahun 2009 pasal 2 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan atau Bakat Isitimewa, pasal 2.
7
B. Identifikasi Masalah
1. Sekolah SD Dua Mei Ciputat menyelenggarakan pendidikan
inklusi.
2. 9 Anak Berkebutuhan Khusus menjadi siswa di Sekolah SD Dua
Mei Ciputat.
3. SD Dua Mei Ciputat menyediakan guru Shadow.
4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam menyampaikan materi
Pendidikan Agama Islam di Sekolah SD Dua Mei Ciputat.
5. Peran guru Shadow dalam menyampaikan materi Pendidikan
Agama Islam kepada Anak Berkebutuhan Khusus yang termasuk
kategori autis di Sekolah SD Dua Mei Ciputat.
6. Prestasi belajar bidang study Pendidikan Agama Islam Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah SD Dua Mei Ciputat.
C. .Pembatasan Masalah
Dari hasil identifikasi masalah di atas, agar tulisan ini lebih
terfokus dan terarah, maka penulis membatasi masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini, adalah “Prestasi Belajar Pendidikan
Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD
Dua Mei Ciputat”.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis akan
merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana Hasil
Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus
di Sekolah SD Dua Mei Ciputat?
8
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka
yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah “Untuk
Mendeskripsikan Bagaimana Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama
Islam Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD Dua Mei
Ciputat.”
F. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian menunjukkan pada pentingnya penelitian
yang dilakukan, baik untuk pengembangan ilmu dan referensi
penelitian lebih lanjut. Dengan kata lain, manfaat penelitian berisi
uraian yang menunjukkan bahwa masalah yang dipilih memang layak
untuk diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara
teoritis maupun praktis bagi penulis dan pembaca, yakni:
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran,
khususnya bagi sekolah yang merupakan sekolah inklusif.
b. Hasil penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai salah
satu acuan dalam menetapkan sekolah sebagai sekolah inklusi.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan “Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ABK dalam
Kategori Autis di Sekolah Inklusi SD Dua Mei Ciputat”.
Bermanfaat bagi praktisi dan pemerhati pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
9
G. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan
pokok bahasan penelitian yang akan dilakukan, atau bahkan
memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian. Dalam
berbagai literatur yang penulis telah baca, adapun bahan-bahan bacaan
yang berkaitan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan bahan telaah
penulis, antara lain:
1. Dinda Intan Widiasti yang berjudul “Tingkat Kesiapan Sekolah
Dalam Implementasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
(Studi Deskriptif pada Sekolah Dasar Inklusif)”, Tahun 2013.
Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Psikologi, Universitas Negeri
Semarang.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
tingkat kesiapan sekolah dalam penyelenggaraan Pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
tingkat kesiapan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi
dalam penelitian ini adalah guru di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif di semarang, alasannya karena guru
mempunyai intensitas interaksi yang tinggi dengan peserta didik
sehingga dapat dikatakan guru merupakan variabel utama yang
paling berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik (siswa).
Sampel pada penelitian ini adalah guru dari sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif di kota semarang yang mengajar
di sekolah inklusif. Teknik yang digunakan adalah total sampling.
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan
10
menggunakan kuesioner atau angket dan dokumentasi. Metode
yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode statistik
deskriptif dengan rumus
NP =
. hasil penelitian ini adalah Tingkat kesiapan
yang dilihat secara umum pada SD Bina Harapan, SDN Baru Sari
1, SDN Kalibanteng Kidul, SDN Jomblang 2, SD Pekunden, SD
Maranatha 01, SD Kalicari 1, dan SD Hj. Isriati Baiturrahman 1
Semarang dalam mengimplementasikan Pendidikan anak
berkebutuhan khusus tergolong dalam kategori cukup siap. Adapun
persamaan peneliti dengan skripsi di atas adalah sama-sama
meneliti tentang sekolah atau pendidikan inklusif dan anak
berkebutuhan khusus. Sedangkan perbedaannya peneliti akan
meneliti “Hasil Presatsi Belajar Pendidikan Agama Islam anak
ABK di Sekolah Inklusif SDS Dua Mei Ciputat”.
2. Chita Faradilla yang berjudul “Penerapan Pendidikan Inklusif Pada
Pembelajaran Taman Kanak- Kanak A (Studi Khasus di Komimo
PlaySchool Yogyakarta”, Tahun 2013. Fakultas Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Jurusan Pendidikan PraSekolah dan Sekolah Dasar, Universitas
Negeri Yogyakarta.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
penerapan Pendidikan Inklusif pada pembelajaran TK Kelompok A
di Komimo PlaySchool. Dan tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam tentang penerapan
Pendidikan Inklusif pada TK Kelompok A di Komimo PlaySchool.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan
11
metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah penulis dapat mendeskripsikan
sejarah Komimo PlaySchool, Visi dan Misi Komimo PlaySchool,
Tujuan Komimo PlaySchool, Sarana dan Prasarana Komimo
PlaySchool,struktur Organisasinya, dan Penerapan Pendidikan
Inklusif pada Pembelajaran Taman Kanak- Kanak Kelompok A di
Komimo PlaySchool Yogyakarta. Adapun persamaan peneliti
dengan skripsi di atas adalah sama-sama meneliti tentang sekolah
atau pendidikan inklusif. Sedangkan perbedaannya peneliti akan
meneliti “Hasil Presatsi Belajar Pendidikan Agama Islam anak
ABK di Sekolah Inklusif SDS Dua Mei Ciputat”.
3. Hega Raka Ardana yang berjudul “Manajemen Peserta Didik
Sekolah Inklusif di Sekolah Menengah Pertama PGRI Kecamatan
Kasihan”, Tahun 2014. Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi
Manajemen Pendidikan Jurusan Administrasi Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
perencanaan peserta didik sekolah inklusif di SMP PGRI Kasihan,
bagaimana pembinaan peserta didik sekolah inklusif di SMP PGRI
Kasihan, bagaimana evaluasi peserta didik sekolah inklusif di
SMPG PGRI Kasihan, dan bagaimana mutasi peserta didik sekolah
inklusif di SMP PGRI Kasihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan perencanaan peserta didik sekolah inklusif di
SMP PGRI Kasihan, pembinaan peserta didik sekolah inklusif di
SMP PGRI Kasihan, evaluasi peserta didik sekolah inklusif di
SMPG PGRI Kasihan, mutasi peserta didik sekolah inklusif di
12
SMP PGRI Kasihan. Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah kualitatif, penelitian ini menggunakan jenis deskriptif
dengan menggunakan kualitatif karena data yang akan diperoleh
bukan berupa angka- angka, namun berupa catatan- catatan
lapangan dan hasil awawancara.
Hasil penelitian ini adalah penulis dapat menyajikan kedalam
tulisan ini mulai dari perencanaan peserta didik, pembinaan peserta
didik, evaluasi peserta didik dan mutasi peserta didik di sekolah
SMP PGRI Kasihan. SMP PGRI Kasihan memberikan pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tanpa memandang
perbedaab kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik
atau kondisi lainnya dalam memperoleh pelayanan pendidikan yang
sama dengan peserta didik pad aumumnya di sekolah reguler.
Adapun persamaan peneliti dengan skripsi di atas adalah sama-
sama meneliti tentang sekolah atau pendidikan inklusif. Sedangkan
perbedaannya peneliti akan meneliti “Hasil Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam anak ABK di Sekolah Inklusif SDS Dua
Mei Ciputat”.
4. Fatikhatus Sa’idah yang berjudul “Implementasi Program
Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sumbersari 3
Malang”, Tahun 2015. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program
Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
profil ABK di SDN Sumbersari 3 Malang, bagaimana kurikulum
yang diterapkan pada pendidikan inklusif di SDN Sumbersari 3
Malang, dan bagaimana proses pembelajaran pada pendidikan
13
inklusif di SDN Sumbersari 3 Malang. Tujuan penelian ini adalah
untuk memahami profil ABK di SDN Sumbersari 3 Malang, untuk
mendeskripsikan kurikulum yang diterapkan pada pendidikan
inklusif di SDN Sumbersari 3 Malang, dan untuk mendeskripsikan
proses pembelajaran pada pendidikan inklusif di SDN Sumbersari 3
Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
khasus. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah penulis dapat mengemukakan
mengenai latar belakang sekolah SDN Sumbersari 3 Malang dan
keberadaan sekolah tersebut sedetail- deailnya. Menurut saya untuk
mengetahui profil atau latar belakang dalam penelitian ini tidak
perlu menjadi suatu rumusan masalah, tetapi rumusan masalah itu
harus fokus pada judul yang akan diteliti. Adapun persamaan
peneliti dengan skripsi di atas adalah sama-sama meneliti tentang
sekolah atau pendidikan inklusif. Sedangkan perbedaannya peneliti
akan meneliti “Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam anak
ABK di Sekolah Inklusif SDS Dua Mei Ciputat”.
5. Bayu Wiratsongko dengan judul “Penyesuaian Diri Anak
Berkebutuhan Khusus di SDN Inklusif Pulutan Wetan II”, Tahun
2016. Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Bimbingan dan
Konseling Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Konseling,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif di
SDN Pulutan Wetan II. Tujuan penelitian ini adalah untuk
14
mengetahui penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus pada
sekolah inklusif di SDN Pulutan Wetan II. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif desain
fenomenologis. Metode dan alat pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah observasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini adalah penulis skripsi ini dapat
mengetahui penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di sekolah
inklusif tersebut dengan menguraikannya menjadi beberapa fokus
yaitu: penyesuaian diri psikologis yang meliputi aspek kognitif dan
afektif, penyesuaian sosial yang meliputi aspek interaksi dan
partisipasi sosial serta reaksi penyesuaian diri baik positif maupun
negatif. Selanjutnya spek- aspek penyesuaian diri pada masing-
masing subjek penelitian telah diuraikan dalam hasil reduksi data
wawancara dan observasi. Adapun persamaan peneliti dengan
skripsi di atas adalah sama-sama meneliti tentang sekolah atau
pendidikan inklusif. Sedangkan perbedaannya peneliti akan
meneliti “Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam anak
ABK di Sekolah Inklusif SDS Dua Mei Ciputat”.
H. Teknik dan Sistematika Penulisan
Teknik penulisan laporan dalam penelitian ini akan merujuk
pada buku yang disusun oleh Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo. MA,
et al. Yang diterbitkan oleh Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta,
cetakan kedua, tahun 2017. Sistematika penulisan adalah penjelasan
tentang bagian-bagian yang akan ditulis di dalam penelitian secara
15
sistematis. Bagian ini berisi logika struktur bab yang berisi nama judul
bab dan sub bab.8
BAB I PENDAHULUAN, Pendahuluan yang memuat latar
belakang masalah, mengapa saya mengamati hasil prestasi belajar
pendidikan agama islam anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi,
Identifikasi Masalah dari sekolah SD Dua Mei Ciputat yang mana
sekolah tersebut menyelenggarakan progaram pendidikan inklusi,
penulis juga membuat Pembatasan Masalah agar terfokus pada
masalah tersebut, kemudian Perumusan Masalah dari pembatasan
masalah tersebut adalah bagaimana hasil prestasi belajar pendidikan
agama islam anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi
Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI, konsep- konsep teori sebagai pisau
analisis penulis yaitu meliputi konsep teori tentang pendidikan agama
islam, meliputi: pertama, tentang kajian Pendidikan Agama Islam,
antara lain pengertian Pendidikan Agama Islam, Fungsi Tujuan
pendidikan Islam, mMetode Pendidikan Islam. kedua, teori tentang
Anak Berkebutuhan Khusus antara lain: Definisi Anak Berkebutuhan
Khusus, Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus. kemudian yang Ketiga yaitu Pendidikan
Inklusi dimana tidak akan lepas dari pendidikan, karena di teori ini ada
penjelasan tentang perlindungan anak disabilitas untuk memiliki hak
dalam mengemban sebuah pendidikan yang sama dengan anak- anak
lainnya antara lain: Definisi Pendidikan Inklusi, Latar Belakang
8 Huzaemah T. Yanggo, et al, Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan
Skripsi, (Tangerang: LPPI IIQ Jakarta, 2017), hlm. 7.
16
Pendidikan Inklusi, Tujuan Pendidikan Inklusi, Landasan Pendidikan
Inklusi, Kurikulum Pendidikan Inklusi, Evaluasi atau Penilaian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, Bab ini berisi
Uraian yang menjelaskan secara rinci bagaimana pendeketan saya
dalam mengambil data, bagaimana saya dalam mengumpulkan data
dan menganalisis data untuk menjawab pertanyaan di dalam rumusan
malah di bab I, dan itu letaknya nanti setelah saya jelaskan. Maka di
bab IV adalah proses semua data yang sudah terkumpul.
BAB IV HASIL PENELITIAN, Bab ini menguraikan hasil
penelitian secara rinci meliputi Deskriptif Data, menceritakan profil
tentang objek penelitian yang akan diteliti, kemudian menjawab
rumusan masalah yang di dalam bab I. Dengan menggunakan teknik
analisis data yang dijelaksan pada bab III menganalisis kemudian
membandingkan hasil analisis dengan hasil observasi dan lain-lain.
BAB V PENUTUP, Bab ini menguraikan kesimpulan yang
meliputi: Kesimpulan dan Saran.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar banyak diartikan sebagai seberapa jauh hasil yang
telah dicapai siswa dalam penugasan atau materi pelajaran yang diterima
dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar pada umumnya dinyatakan
dalam angka atau huruf sehingga dapat dibandingkan dengan suatu
kriteria. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai dari yang setelah
dilakukan atau dikerjakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003): 895,
sedangkan menurut Tu’u prestasi belajar adalah peguasaaan pengetahuan
atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diharapkan oleh guru.
Menurut Sukmadinata prestasi belajar adalah realisasi atau pemekaran dari
kecakapan- kecakapan potensi atau kapasitas yang dimiliki seseorang.1
Prestasi belajar merupakan satu tingkat khusus perolehan atau hasil
keahlian dalam karya akademis yang dinilai oleh guru- guru, lewattes- tes
yang dibakukan atau lewa kombinasi ke dua hal tersebut. Sumadi Surya
brata berpendapat bahwa prestasi belajar sebagai hasil dari suatu proses
yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang khusus
diberikan untuk proses evaluasi, misalnya rapor, haisl ini dibagikan
kepada siswa pada akhir semester setelah pelaksanaan ujian akhir.2
Dari beberapa pengertia diatas, makan penulis menyimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah nilai yang diberikan oleh guru kepada siswa dengan
1 Darmadi, Pengembangan Model & Metode Pembelajaran dalam Dinamika
Belajar Siswa, ( Yogyakarta: CV Budi Utama, 2017), Cet. ke- 1, hlm. 299 2 Adiyi R, Beberapa Faktor Psikologi yang Memengaruhi Prestasi Belajar
Mahasiswa di Bidang Statistika 1 & 2 dalam Journal Tazkiya of Psychology (Jakarta:
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), hlm. 271
18
memberikan suatu penugasan sebagai bentuk prestasi. Dan nilai tersebut
dapat diberikan berupa angkat ataupun huruf.
B. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan hasil seminar pendidikan islam se- Indonesia tahun
1960 dirumuskan, pendidikan islam adalah bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah
mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, mengawasi berlakunya
ajaran islam.3 Pengertian diatas dikomentari oleh Abdul Mujib bahwa
pendidikan Islam berupaya mengarahkan pada keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, melalui
bimbingan, pengarahan , pengajaran, pelatihan, pengasuhan dan
pengawasan, yang kesemuanya dalam koridor ajaran islam. Berdasarkan
beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan diatas,
serta beberapa pemahaman yang diperoleh dari beberapa istilah dalam
pendidikan Islam, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan istilah lainnya, maka
pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “Proses
transinternalisasi pengetahuan dan nilai- nilai Islam kepada peserta didik
melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan,
pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan
dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.4
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani
ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
3 Ramayulis, Dasar- dasar Kependidikan, (Padang, The Zaki Press, 2009), hlm.
48 4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet ke- 12,
hlm. 37- 38
19
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Kemudian,
menurut Zakiyah Dradjat, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha
untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup.5
Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha
sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,
kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi
manusia bertakwa kepada Allah SWT.6 Sedangkan menurut Ahmad
Tafsir, pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan kepada
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam
pada dasarnya saling melengkapi dan memiliki tujuan yang sama, yakni
agar siswa dalam aktivitas kehidupannya tidak lepas dari pengalaman
agama, berakhlak mulia dan berkepribadian utama, berwatak sesuai
dengan ajaran agama Islam.7 Dari semua penjelasan- penjelasan diatas
mengenai pendidikan agama Islam, maka penulis mengartikan bahwa
pendidikan agama Islam adalah Usaha sadar dan terencana dalam
mendidik, membimbing, mengasuh, mengayomi, mengajarkan anak didik
agar memiliki akhlak yang mulia dan menjadi insan kamil, serta dapat
selalu menjadikan agamanya sebagai panutan didalam kehidupan sehari-
harinya.
5 Pandi Kuswoyo, “Ketuntasan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI Melalui
Metode Kisah”, dalam Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No 1 Juni 2012, h. 73- 74 6 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2006), h. 130 7 Pandi Kuswoyo, “Ketuntasan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI Melalui
Metode Kisah”, dalam Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No 1 Juni 2012, h. 74
20
C. Fungsi Tujuan Pendidikan Agama Islam
Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud” dalam Bahasa arab
dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam
Bahasa inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan “goal” atau purpose
atau objective atau aim. Secara umum istilah- istilah itu mengandung
pengertian yang sama, yaitu arah suatu perbuatan atau yang hendak
dicapai melalui upaya atau aktifitas.8
Tujuan, menurut Zakiah Deradjat, adalah sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.9 Sedangkan menurut H.
M. Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukkan kepada futuritas (masa depan)
yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan
usaha melalui proses tertentu. Meskipun banyak pendapat tentang
pengertian tujuan, akan tetapi pada umumnya pengertian itu berpusat pada
suatu maksud tertentu yang dapat dicapai melalui pelaksanaan atau
perbuatan.10
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian tujuan diatas,
penulis menyimpulkan bahwa pengerti dari tujuan adalah sesuatu yang
yang ingin dihasilkan setelah upaya dan segala aktifitas telah dilakukan
dan selesai.
Kemudian, sebagai kegiatan yang terencana, pendidikan Islam
memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan
mempunyai kedudukan yang amat penting. Karena tujuan memiliki empat
fungsi: mengakhiri usaha, mengarahkan usaha, titik pangkal untuk
mencapai tujuan- tujuan lain ( tujuan- tujuan baru maupun tujuan- tujuan
lanjutan dari tujuan pertama), memberi nilai, (sifat) pada usaha. Berkaitan
dengan keempat fungsi ini, tujuan- tujuan pendidikan agama harus mampu
8 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 209
9 Zakiah Deradjat dalam Ramayulis dkk, Dasar- Dasar Kepribadian, (Padang:
Zaky Press Center, 2009), hlm. 29 10
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 209
21
mnegakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual
yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologs yang berkaitan
dengan tingkah laku individu, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan
aturan- aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain.11
Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan
saripati dari seluruh renungan pedagogis. Oleh karena itu, suatu rumusan
tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dengan fungsinya. Pendidikan
sebagai suatu usaha pasti mengalami permulaan dan mengalami
kesudahannya. Adapula usaha terhenti karena sesuatu kendala sebelum
mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat dikatakan berakhir. Pada
umumnya suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah tercapai. 12
Setiap upaya atau aktifitas tidak akan lepas dari keinginan untuk
segera berakhir, namun itu semua tentu tidak akan berjalan dengan mulus,
pasti akan mengalami berbagai kesulitan serta rintangan- rintangan yang
lain, tugas kita hanya terus berusaha dan berdo’a. Karena itu semua tidak
akan berakhir begitu saja, jika tujuan yang ingin kita capai belum
didapatkan. Keberhasilan untuk bisa mencapai sebuah tujuan pendidikan,
tentu bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak diantara kita sekarang ini
yang sudah merasa berhasil karena telah mempelajari segala yang
tercakup dalam dunia pendidikan, padahal tujuan yang dimaksud dalam
dunia pendidikan agama Islam itu sendiri belum ada pada dirinya.
Tujuan pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran
tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi didalam diri
manusia memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku, dan
amalnya sehingga mengahsilkan akhlak yang baik. Akhlak ini sendiri
harus dan perlu dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur`an,
11
Mahyuddin Barni, “Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam”, dalam Jurnal
Al Banjari, Vol, 7, No. 1 Januari 2008, hlm. 11 12
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 227
22
sholat malam, shoum (puasa) sun ah, selalu bersilaturrahmi dengan
keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka
semakin banyak amlnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan.
Selain itu, latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang
akhirnya menjadi gaya hidup sehari- hari.13
Menurut H. M. Arifin, dengan adanya tujuan yang jelas, maka suatu
pekerjaan akan jelas pula arahnya. Lebih- lebih pekerjaan mendidik yang
bersasaran pada hidup psikologis manusia didik yang masih berada pada
taraf perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting
dalam proses pendidikan itu, oleh karena dengan adanya tujuan yang jelas,
materi pelajaran dan metode- metode yang digunakan mendapat corak dan
isi serta potensialitas yang sejalan dengan cita- cita yang terkadung dalam
tujuan pendidikan. Marimba menyatakan bahwa fungsi tujuan akhir ialah
memlihara arah usaha itu dan mengakhirinya setelah tujuan itu tercapai.
Sedangkan fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah
usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan- tujuan lebih
lanjut dan tujuan akhir. Oleh karena itu, untuk memenuhi fungsi- fungsi
tersebut, tujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar nilai- nilai ideal
yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat
manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi kerangka fikir dan bertindak bagi
seseorang.14
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa dengan
tujuan yang yang jelas dan terarah maka fungsi tujuan akan tercapai,
karena fungsi membantu arah suatu usaha dan manjadi titik berpijak agar
tujuan diinginkan dapat tercapai.
13
Moh. Sholikodin Djaelani, “Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
dan Masyarakat”, dalam Jurnal Ilmiah Widya, Vol. 1, No. 2 Juli- Agustus 2013, hlm. 102 14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 228
23
D. Metode Pendidikan Islam
Dalam pengertian bahasa, “metode” berasal dari bahasa Greek yang
terdiri dari “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” yang berarti
“jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”.15
Menurut Ramayulis
secara etimologi, metode dalam Bahasa arab, dikenal dengan istilah
thariqah yang berarti langkah- langkah strategis yang dipersiapkan untuk
melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka
metode itu harus diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka
mengembangkan sikap mnetal dan kepribadian agar peserta didik
menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan
baik.16
Menurut Abudinata, metode dapat berarti cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, adapula yang mengatakan
bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan
menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu
tersebut.17
Didalam strategi pembelajaran menurut Wina Sanjaya, “metode
termasuk kedalam komponen- komponen pendidikan yang juga
mempunyai fungsi yang sangat menentukan dalam pencapaian dari suatu
tujuan yang diharapkan dalam kegiatan pendidikan”.18
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa metode adalah cara atau strategi yang dijalankan untuk mencapai
hasil dalam suatu kegiatan. Jika metode diterapkan dalam proses
pembelajaran, maka peserta didik jelas akan mendapatkan hasil yang
diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran tersebut. maka metode
15
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 97 16
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 271 17
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005),
hlm. 143 18
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2008), Hlm. 60
24
dalam sebuah pendidikan sangat diperlukan dan sangat penting untuk
diterapkan didalam pendidikan.
Menurut Ahmad Tafsir, yang dimaksud dengan metode pendidikan
ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.19
Adapun
metode pendidikan atau metode pembelajaran adalah sebagai suatu cara
atau strategi yang digunakan guru untuk melakukan proses pembelajaran
di kelas, terutama dalam konteks transfer of knowledge atau transfer of
value. Metode tersebut membantu guru untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran sehingga kompetensi yang direncanakan dapat tercapai
dengan maksimal.20
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis
menyimpulkan bahwa metode pendidikan adalah strategi atau cara yang
digunakan oleh seorang pendidik dalam mentransfer ilmu kepada
muridnya untuk agar peserta didik dapat menerima ilmu yang diberikan
dengan baik dan bisa mencapai tujuan dari pendidikan tersebut.
Metode pendidikan Islam itu sendiri adalah beberapa alat atau cara
yang dipergunakan dalam proses pendidikan Islam dalam upaya
membentuk sikap dan kepribadian peserta didik berdasarkan prinsip-
prinsip ajaran Islam. Metode yang digunakan dalam proses pendidikan
tersebut, juga harus disesuaikan dengan prinsip- prinsip dasar ajaran Islam
yang terdapat dalam Al Qur`an dan Hadis.21
Berdasarkan definisi diatas
penulis menyimpulkan bahwa metode pendidikan islam adalah cara yang
dilkukan dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam dengan
bertujuan agar proses pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik
sehingga peserta didik dapat menerima ilmu tersebut dengan baik pula,
19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 131 20
Zurinal Z Dn Wahdi Sayuti, Ilmu Pndidikan Pengantar dan Dasar- Dasar
Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hlm. 122 21
Fadriati, “Prinsip- Prinsip Metode Pendidikan Islam dalam Al Qur`an”, dalam
Jurnal Ta’dib, Vol. 15, No. 1 Juni 2012, hlm. 83
25
dengan catatan cara tersebut tidak lepas dari prinsip- prinsip ajaran agama
Islam.
Dalam metode pendidikan agama Islam ada beberapa metode yang
bisa kita pakai saat proses pembelajaran berlangsung. Dibawah ini
dikemukakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip
dasarnya dari Al Qur`an dan Hadis:22
1. Metode ceramah
Yaitu suatu cara pengajian atau penyampaian informasi melalui
penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. prinsip dasar
metode ini terdapat didalam Al Qur`an.
2. Metode tanya jawab
Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa
pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan
atau bacaan yang telah mereka baca. Sedangkan murid memberikan
jawaban berdasarkan fakta. Prinsip metode ini terdapat dalam Hadis.
3. Metode diskusi
Ialah suatu cara penyajian atau penyampaian bahan pembelajaran
dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik atau
membicarakan dan menganalisis secara ilmiah guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun barbagai altrnative
pemecahan atas suatu masalah. Prinsip metode ini terdapat dalam Al
Qur`an.
4. Metode pemberian tugas
Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-
tugas tertentu kepada murid- murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa
oleh guru dan murid mempertanggung jawabkannya. Prinsip metode ini
terdapat dalam Al Qur`an.
22
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 281- 286
26
5. Metode demonstrasi
Adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukkan tentang
proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu. Sedangkan murid
memperhatikannya. Prinsip metode ini terdapat dalam Hadis.
6. Metode eksperimen
Adalah suatu cara mengajar dengan memerintahkan murid melakukan
sesuatu percobaan, dan setiap proses dari hasil percobaan itu diamati
oleh setiap murid. Sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh
murid sambil memberikan amanah. Prinsip metode ini terdapat dalam
Hadis
7. Metode kerja kelompok
Adalah suatu cara mengajar dimana guru membagi murid- muridnya
dalam kelompok belajar tertentu dan setiap kelompok diberi tugas-
tugas tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip
metode ini terdapat dalam Al Qur`an.
8. Metode kisah
Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan materi
pembelajaran melalui kisah atau cerita. Prinsip metode ini terdapat
dalam Al Qur`an.
9. Metode amsal
Ialah suatu cara mengajar dimana guru mneyampaikan materi
pembelajaran dengan membuat atau melalui contoh atau perumpamaan.
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur`an.
10. Metode targhin dan tarhib
Ialah suatu cara mengajar dimana guru memberikan materi
pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan
hukuman terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar
27
peserta didik melakukan kebaikan dan mnejauhi keburukan. Prinsip
dasar metode ini terdapat dalam Al Qur`an.
Dengan beberapa penjelasan diatas penulis mneyimpulkan bahwa
dengan adanya metode tersebut, maka akan lebih mudah seorang pendidik
dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik saat proses pembelajaran
berlangsung. Juga peserta didik akan lebih mudah mempelajari,
memahami apa yang guru sampaikan kepadanya. Dengan begitu maka
tujuan dari pendidikan Islam nantinya akan memperoleh hasil yang
diinginkan.
E. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus atau sering disebut ABK saja adalah
mereka yang memiliki perbedaan dengan rata- rata anak seusianya atau
anak- anak pada umumnya. Perbedaan ini terjadi dalam beberapa hal,
seperti proses pertumbuhan dan perkembangannya yang mengalami
kesulitan atau penyimpangan baik secara fisik, mental intelektual, sosial,
maupun emosional.23
Juga dapat diartikan mereka yang memerlukan
penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Anak
berkebutuhan khusus saat ini menjadi istilah baru bagi masyarakat kota.
Jika kita memahami lebih dalam lagi maksud dari “anak- anak
berkebutuhan khusus”, istilah ini sudah tidak terlalu asing. Di Indonesia,
istilah ini lebih populer dengan istilah “anak luar biasa”.24
Dalam pengertian lain anak berkebutuhan khusus adalah mereka
yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga
23
M. Ramadhan, Pendidikan Keterampilan & Kecakapan Hidup untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (Jogakarta: Javalitera, 2012), Cet ke- 1 hlm. 10. 24
Aulia Fadhli, Buku Pintar Kesehatan Anak, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Anggrek, 2010), Cet ke- 1,hlm. 16
28
membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens.25
Istilah “Orang
Berkebutuhan Khusus” (persons with special needs) memiliki pengertian
yang sangat luas dan pertama kali dicantumkan dalam dokumen kebijakan
internasional dalam pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi mengenai
pendidikan berkebutuhan khusus yang dihasilkan dalam Konferensi Dunia
tentang pendidikan berkebutuhan khusus.26
Menurut Mulyono, anak
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang mempunyai
kecacatan atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan
berbakat. Seriring perkembangannya, makna ketunaan dapat diartikan
sebagai berkelainan atau luar biasa.27
Disisi lain, menurut Heward anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mempunyai karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya tetapi
tidak berarti perbedaan tersebut selalu mengarah kepada ketidakmampuan
secara mental, emosi, ataupun fisik. Menurut Mangunsong anak
berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang mempunyai
perbedaan dalam hal; ciri- ciri mental, kemampuan- kemampuan sensorik,
fisik, dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan
berkomunikasi, maupun campuran dari dua atau lebih hal- hal diatas dari
rata- rata anak normal; ia memerlukan perubahan yang mengarah pada
perbaikan tugas- tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan lainnya,
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi atau kemampuannya secara
maksimal.28
Berdasarkan dari penjelasan- penjelasan diatas, maka penulis
mengartikan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
25
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm 138 26
Akhmad Sholeh, Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Terhadap Perguruan
Tinggi, (Yogyakarta: LKIS, 2016), Cet ke- 1, hlm. 20 27
Triyanto, dkk, “Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi:
Prodi PPKn”, Tesis Universitas Negeri Sebelas Maret, 2016, h. 177. Tidak dietrbitkan (t. d) 28
Triyanto, dkk, “Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi:
Prodi PPKn”, Tesis Universitas Negeri Sebelas Maret, 2016, h. 177
29
ciri khas berbeda dengan anak normal lainnya, ciri khas tersebut terkait
dengan mental, fisik dan lain sebagainya.
F. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus digolongkan menjadi anak berkebutuhan
khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen.29
Maksudnya
anak berkebutuhan khusus temporer (sementara) adalah anak yang
memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebebkan oleh
faktor- faktor eksternal, semisal anak yang mengalami gangguan emosi
karena frustasi akibat mengalami pemerkosaan sehingga memungkinkan
anak tidak dapat belajar dengan tenang. Hambatan belajar dan
perkembangan pada anak berkebutuhan khusus ini masih bisa dilakukan
penyembuhan asalkan orangtua dan orang- orang terdekatnya mampu
memberikan terapi penyembuhan yang bisa mengembalikan kondisi
kejiwaan menjadi normal kembali.
Sementara anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap
(permanen) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan
perkembangan akibat langsung karena kecacatan atau bawaan sejak
lahir.30
Adapun yang masuk kategori anak berkebutuhan khusus permanen
adalah sebagai berikut:31
1. Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra), yang terbagi lagi
menjadi:
a. Anak kurang awas (low vision)
b. Anak tunanetra total (totally blind)
29
Laili S. Cahya, “Adakah ABK di Kelasku? Bagaimana Guru Mengenali Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum”, (Yogyakarta: Familia, 2013), Cet ke- 1, hlm. 7 30
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm 140 31
Laili S. Cahya, “Adakah ABK di Kelasku? Bagaimana Guru Mengenali Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum”, hlm. 7- 8
30
2. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/ wicara)
terdiri atas:
a. Anak kurang dengar (hard of hearing)
b. Anak tuli (deaf)
3. Anak dengan kelainan kecerdasan, dibagi menjadi:
a. Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) dibawah rata- rata
(tunagrahita), yang terdiri atas:
1) Anak tunagrahita ringan (IQ 50- 70)
2) Anak tunagrahita sedang (IQ 25- 49)
3) Anak tunagrahita berat (IQ < 25)
b. Anak dengan kemampuan inteligensi diatas rata- rata yang terdiri
atas:
1) Giffted dan genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan diatas
rata- rata.
2) Talented, yaitu anak yang memiliki bakat khusus.
4. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa), yang terbagi
menjadi:
a. Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
b. Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
5. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)
a. Anak dengan gangguan perilaku, terdiri atas:
1) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
2) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
3) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat.
b. Anak dengan gangguan emosi, terdiri atas:
1) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
2) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
3) Anak dengan gangguan emosi taraf berat
31
6. Anak dengan gangguan belajar spesifik, terdiri atas:
a. Anak lamban belajar (slow learner)
b. Anak autis
c. Anak ADHD
G. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata “Anak Luar Biasa” (ALB) yang menandakan adanya
kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik
yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Di negara Indonesia anak yang
berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah
diberikan layanan antara lain sebagai berikut:32
1. Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra),
khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera
penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun
kehidupan sehari- hari. Umumnya belajar maupun kehidupan sehari-
hari. Umumnya kegiatan belajar dilakukan dengan indera rabaan atau
taktil karena kemampuan indera raba sangat menonjol untuk
menggantikan indera penglihatan.
2. Anak menonjol hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara),
pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan
kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain.
3. Anak dengan hendaya kemampuan (tunagrahita), memiliki problema
belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelligences,
mental, emosi, social, dan fisik.
32
Sitriah Salim Utina, “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam Jurnal
Manajemen Pendidikan Pendidikan Islam, Vol. 2 No 1 Februari 2014, h. 73- 74
32
4. Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara
medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang,
persendian, dan saraf pergerak otot- otot tubuhnya, sehingga
digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada
gerak anggota tubuhnya.
5. Anak dengan hendaya perilaku maladjustment. Anak yang berperilaku
maladjustment sering disebut dengan anak tunalaras. Karakteristik yang
menonjol antara lain sering membuat keonaran secara berlebihan dan
bertendensi kearah perilaku kriminal.
6. Anak dengan hendaya autism (autism children). Anak uatistic
mempunyai kelainan ketidak mampuan berbahasa. Hal ini diakibatkan
oleh adanya cedera pada otak. Secara umum anak autistic mengalami
kelainan berbicara, disamping mengalami gangguan kemampuan
intelektual dan fungis saraf. Kelainan anak autistic meliputi kelainan
berbicara, kelaina fungsi saraf dan intelektual, serta perilaku yang
ganjil. Anak autustic mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan
terlihat seperti orang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat
terisolasi dari lingkungan hidupnya.
7. Anak hendaya hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive).
Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau
symptoms. Symptoms terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
kerusakan pada otak (brain damage), kelainan emosional (an emotional
disturbance), kurang dengar (a hearing deficit), atau tunagrahita
(mental retardation). Banyak sebutan atau istilah hiperaktif atau ADD-
H, antara lain minimal cerebral dysfunction, minimal brain damage
(istilah ini sudah tidak dipergunakan lagi oleh psikolog atau paedagog),
minimal cerebral palsy, hyperactive child syndrome, dan attention
deficit disorder with hyperactive. Ciri- ciri yang dapat dilihat, antara
33
lain selalu berjalan, tidak mau diam, sulit berkonsentrasi, sulit megikuti
perintah atau suruhan, bermasalah dalam belajar dan kurang atensi
terhadap pelajaran.
8. Anak dengan hendaya belajar (learning disability atau spesific learning
disability). Istilah spesific learning disability ditujukan kepada siswa
yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akadmeik tertentu,
seperti membaca, menulis, dan kemmapuan matematika. Dalam bidang
kognitif umumnya mereka kurang mampu mengadopsi proses
informasi yang datang pada dirinya melalui penglihatan, pendengaran,
maupun persepsi tubuh. Perkembangan emosi dan sosial sangat
memerlukan perhatian antaralain, konsep diri, daya berfikir,
kemampuan sosial, kepercayaan diri, kurang menaruh pehatian, sulit
bergaul dan sulit memperoleh teman. Kondisi kelainan disebabkan oleh
hambatan persepsi (perceptual handicaps), luka pada otak (brain
injury), ketidak berfungsian sebagian fungsi otak (minimal brain
dysfunction), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan
(developmental aphasia).
9. Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda
(multihanddicapped and developmentally disable children). Mereka
sering disebut dengan istilah tunaganda yang mempunyai kelainan
perkembangan mencakup hambatan- hambatan perkembangan
neurologis. Hal ini disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan
kemampuan pada aspek inteligensi, gerak, bahasa atau hubungan
pribadi di masyarakat. Kelainan perkembangan ganda juga mencakup
kelainan perkembangan dalam fungsi adaptif. Mereka umumnya
memerlukan layanan- layanan pendidikan khusus dengan midifikasi
metode secara khusus.
34
H. Definisi Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mempersatukan layanan
pendidikan luar biasa dengan pendidikan reguler dalam satu sistem
pendidikan atau penempatan semua anak luar biasa di sekilah biasa.
Dengan pendidikan inklusif semua anak luar biasa dapat bersekolah
sekolah terdekat dan sekolah yang menampung semua anak. Dalam
konsep pendidikan luar biasa, pendidikan inklusif diartikan sebagai
penggabungan penyelenggaraan pendidikan luar biasa dan pendidikan
reguler dalam satu sistem pendidikan yang dipersatukan. Adapun yang
dimaksud pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang diselenggarakan
bagi siswa luar biasa atau berkelainan dalam makna dikaruniai
keunggulan.33
Di Indonesia, pendidikan inklusif secara resmi didefinisikan sebagai
sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang
terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif
menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian, baik dari segi kurikulum,
sarana dan prasarana pendidikan, mauoun peserta didik. Definisin itu
menunjukkan bahwa sekalipun secara konseptual pendidikan inklusi
mengikutkan semua anak berkebutuhan khusus, tetapi di negara kita lebih
banyak difahami atau ditekankan sebagai upaya mengikutkan anak
berkelainan dalam setting sekolah reguler. Paradigma ini tentu saja sudah
keliru, karena yang dimaksudkan dengan pendidikan inklusif adalah aspek
yang berkaitan dengan anak- anak berkebutuhan khusus tanpa terkecuali.34
33
Alfian, “Pendidikan Inklusif di Indonesia”, dalam Jurnal Pendidikan Inklusi,
Vol. 4 Thun 2013, h. 70 34
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Ar- Ruz Media, 2013), Cet ke- 1hlm. 26- 27
35
Kemudian penjelasan Huruf G dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 3 ayat 15
menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar
bersama- sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan dengan menyediakan
sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan
kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhannya.35
Penulis mengartikan pendidikan inklusif adalah
pendidikan terbuka yang dapat memberikan kesempatan kepada semua
anak termasuk penyandang disabilitas yang ingin mendapatkan pendidikan
untuk sekolah.
Pendidikan inklusif tampaknya dapat mengatasi kekurangan-
kekurangan yang telah diterapkan oleh sistem segresi, tetapi tidak
bermaksud mengesampingkan kontribusi sistem segregasi yang terlebih
dulu berkembang. Dalam pandangan Staub dan Peck pendidikan inklusif
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat
secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler
merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun
jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, O’Neil
menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-
sekolah terdekat, di kelas reguler bersama- sama teman seusianya. Melalui
pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama- sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.36
35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru
Pasal 3 ayat 15 Huruf G. 36
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 27
36
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi Dakar paragraph 4
menyatakan bahwa inclusive education seeks to address the learning
needs of all children, youth and adults with a spesific focus on those who
are vulnerable to marginalisation and exclusion (UNESCO, 2006).
Pernyataan ini jelas memberikan gagasan tentang pentingnya membangun
kesadaran kepada anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif
yang berupaya memperjuangkan hak- hak mereka agar tidak selalu
termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal. Pengertian pendidikan
inklusif bukan bermaksud memberikan pelabelan negatif kepada anak
yang berkebutuhan khusus, melinkan lebih daripada itu sebagai upaya
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi mereka agar diterima di
sekolah- sekolah umum atau pendidikan formal.37
I. Latar Belakang Pendidikan Inklusi
Sejarah awal dimulainya penyelenggaraan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yaitu melalui pendidikan khusus berbentuk
segregasi. Model segregasi adalah model tertua dari model pendidikan
khusus. Model segregasi adalah penyelenggaraan pendidikan khusus bagi
anak berkebutuhan khusus dimana anak ditempatkan pada sekolah-
sekolah khusus yang terpisah dari anak normal sebaya. Model integrasi
adalah bentuk kedua pemberian layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dalam satu sekolah terintegrasi dengan anak normal
sebaya. Model inklusi adalah model yang berusaha menjadi penghubung
antara model segregasi dan integrasi dimana selain anak berkebutuhan
khusus memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya,
37
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 27- 28
37
sekaligus anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan bagi
keterbatasan yang dimiliki agar bisa optimal.38
Harus diakui bahwa kemunculan pendidikan inklusif sesungguhnya
diawali oleh ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang
terlebih dahulu mengiringi perjalanan anak berkelainan dan ketunaan dan
memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
kebutuhan mereka. Kenyataan menunjukkan bahwa latar belakang
penidikan inklusif tidak lepas dari sebuah ironi yang mengiris dari hati
nurani para penyandang cacat yang semakin termarginalkan dalam dunia
pendidikan formal. Bahkan, kesempatan untuk memperoleh pendidikan
saja semakin sulit diraih akibat kebijakan pemerintah yang kurang
mendukung fasilitas kalangan yang disebut different ability.39
Kemunculan pendidikan inklusif bagi anak luar biasa di Indonesia
terjadi ketika sistem pendidikan segregasi kurang mampu memberikan
perubahan bagi anak- anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat.
Pada hakikatnya pendidikan inklusif sudah berlangsung lama, yaitu sejak
tahun 1960 an yang ditandai dengan berhasil diterimanya beberapa lulusan
sekolah luar biasa tunanetra di Bandung masuk ke Sekolah umum,
meskipun ada upaya penolakan dari pihak Sekolah. Lambat laun terjadi
perubahan sikap masyarakat terhadap kecacatan dan beberapa
Sekolahumum bersedia menerima siswa tunanetra. Selanjutnya, pada akhir
1970 an , pemerintah mulai memberi perhatian terhadap pentingnya
pendidikan integrasi demi membantu anak- anak berkebutuhan khusus
agar bia beradaptasi dengan lingkungan baru mereka.
38
Siti Hajar, “Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan dan Inklusi dalam
Pelayanan Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam Jurnal Ilmiah Mitra
Swara Ganesha, Vol. 4 No. 2 (Juli 2017) h. 38 39
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 29- 30
38
Perhatian pemerintah akan pentingnya pendidikan inklusif
ditunjukan dengan menerbitkan surat persetujuan tentang perlunya
merancang sistem pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus.
Keberhasilan proyek ini telah mendorong penertiban Surat Keputusan
Menteri Pendidikan Nomor 002/U/1986 tentang pendidikan Terpadu bagI
Anak Cacat. Sayangnya, ketika proyek pendidikan integrasi itu berakhir,
implemnetasi pendidikan integrasi semakin kurang dipraktikan, terutama
jenjang SD. Pada akhir 1990 an, upaya baru dilakukan lagi untuk
mengembangkan pendidikan inklusif melalui proyek kerja sama antara
Depdiknas dan pemerintah Norwegia dibawah manajemen Braillo Norway
dan Direktorat PLB (Tarsidi, 2007).
Sementara dokumen resmi terkait dengan pentingnya pendidilan
inklusif bagi anak berkebutuhan khusus adalah pernyataan Salamanca dan
Kerangka Aksi UNESCO (1994), yang merupakan dokumen resmi yang
mengemukakan dasar inklusif yang fundamental dan belum pernah
dibahas dalam dokumen- dokumen sebelumnya. Tidak heran bila saat ini
dokumen Salamanca merupakan dokumen internasional utama tenang
prinsip- prinsip dan praktik pendidikan. Pernyataan dalam dokumen
internasional tersebut semakin mempertgeas pentingnya pendidikan
inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, karena pengalaman menunjukkan
bahwa sistem pendidikan segregasi dan integrasi kurang mampu
memberikan kontribusi signifikan demi tercapainya kebutuhan dan masa
depan anak bangsa dalam memperoleh pendidikan yang mecerahkan.40
40
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 29- 31
39
J. Tujuan pendidikan inklusif
Setiap munculnya paradigma baru tentunya pasti memiliki tujuan
untuk mencapai hasil yang diinginkan, seperti pendidikan inklusif yang
merupakan paradigma baru yang dibentuk karena kurangnya hasil yang
dicapai dalam dunia pendidikan melalui sistem segregasi dan integrasi.
Berikut adalah tujuan pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia:41
1. Memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua anak
(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang
layak sesuai dengan kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman ,
tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
5. Memenuhi amanat konstitusi/ peraturan perundang- undangan:
a. Undang- undang Dasar 19945 pasal 32 ayat (1) yang menegaskan
“setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
b. Undang- undang Dasar 1945 pasal 32 ayat (2) yang menegaskan
“setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”.
c. Undang- undang Nomor20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu”.
d. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, Pasal 51 yang menegaskan “anak yang menyandang cacat
41
Alfian, “Pendidikan Inklusif di Indonesia”, dalam Jurnal Pendidikan Inklusi,
Vol. 4 Thun 2013, h. 75
40
fisik dan atau mental diberikan kesempatan yang sama dan
aksebilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pedidikan luar
biasa”.
e. Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia
(permendiknas)nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif
bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan atau bakat istimewa.
Beberapa hal lain lagi yang perlu dicermati lebih lanjut tentang
tujuan pendidikan inklusif, yaitu:42
1. Memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau
memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
2. Mewujdkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
Dengan demikian jika sistem pendidikan pendidikan inklusif dapat
dijalankan atau diimplementasikan dengan baik maka tujuan- tujuan yang
dijelaskan penulis diatas akan tercapai, sehingga apa yang kita inginkan
untuk anak didik dapat terpenuhi. Dengan begitu maka kita tidak perlu
khawatir karena pendidikan akan berkembang menjadi lebih baik sesuai
yang kita harapkan.
Dengan adanya sekolah- sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan inklusif, sesungguhnya itulah salah satu pilar pembaruan
pendidikan dimulai. Untuk itu, pembaruan pendidikan tidak akan dapat
terlaksana apabila masing- masing unit atau subsistem pendidikan tidak
bergerak menuju perubahan yang dinamis tersebut. paling tidak
42
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 39- 40
41
pembaruan pendidikan dapat dirasakan minimal oleh warga sekolah
penyelnggara pendidikan inklusif itu sendiri. Begitu selanjutnya masing-
masing sekolah telah menyelenggarakan pendidikan inklusif secara penuh
dan didukung oleh semua komponen dan sistem yang ada maka
pembaruan itu telah dimulai dari adanya perubahan.43
Pendidikan khusus
juga bertujuan untuk memungkinkan para siswa meraih potensi mereka.44
Kemudian tujuan pendidikan inklusif yang disebutkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun
2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal
2:45
1. Bahwa pendidikan inklusif memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/
atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik
sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.
Maka dengan begitu hak untuk mendapatkan pendidikan bagi
penyandang disabilitas terpenui. Dan tidak ada lagi alasan penyandang
disabilitas tidak dapat sekolah dengan anak yang normal.
43
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 41 44
Marilyn Friend dan William D. Bursuck, Edisi ke Tujuh Menuju Pendidikan
Inklusi Panduan Praktis Untuk Mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2015), Cet ke- 1,
hlm. 5 45
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 2
42
K. Landasan Pendidikan Inklusi
Penerapan pendidikan inklusif mempunyai beberapa landasan yang
kuat yang kuat.46
Hal ini penting karena landasan pendidikan inklusif
memberikan kesempatan dan peluang kepada semua orang untuk belajar
bersama- sama tanpa terkecuali. Menurut Dewey, pendidikan harus
menjamin seluruh anggota masyarakat untuk berpeluang memiliki
pengalaman, memberikan makna untuk pengalaman mereka, dan akhirnya
belajar dari pengalaman tersebut. pendidikan juga harus memberikan
kesempatan kepada seluruh anggotanya untuk mencari kesamaan
pengetahuan dan kebiasaan.47
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di
Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-
cita yang didirikan atas pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut
Bhineka Tunggal Ika. Filasafat ini sebagai wujud pengakuan
kebhinekaan manusia. Baik kebhinekaan vertical maupun horizontal,
yang mengemban misi tunggal sebagai umat tuhan di bumi.
Kebhinekaan vertical ditandai dengan perbedaan, kecerdasan, kekuatan
fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian
diri, dan sebagainya. Sedangkan kebhinekaan horizontal diwarnai
dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat
tinggal, daerah, afiliasi politik, dan sebagainya. Walaupun diwarnai
dengan keberagaman, dengan kesamaan misi yang diemban, menjadi
kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi
dengan saling membutuhkan.
46
Alfian, “Pendidikan Inklusif di Indonesia”, dalam Jurnal Pendidikan Inklusi,
Vol. 4 Thun 2013, h. 73 47
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 72
43
Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan)
dan keterbatasan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya
perbedaan suku, ras, bahasa budaya, atau agama. Didalam diri individu
berkelainana pastilah dapat ditemukan keunggulan- keunggulan
tertentu, sebaliknya didalam diri individu berbakat pasti terdapat juga
kecacatan tertentu, karena tidak hanya makhluk di bumi ini yang
diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan
peserta didik satu dengan yang lainnya, seperti halnya perebdaan suku,
bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem
pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya
pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong
sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi
speerti halnya yang dijumpai atau dicita- citakan dalam kehidupan
sehari- hari.
2. Landasan Religius
Sebagai bangsa ynag beragama, penyelenggara pendidikan
inklusif tidak bisa lepas dari konteks agama karena pendidikan
merupakan tangan utama dalam mengenal Tuhan. Tuhan tidak
sekaligus menjadikan manusia di atas bumi beriman kepada- Nya,
tetapi masih melalui proses kependidikan yang berkeimanan dan
Islami. Dalam hubungan dengan konsepsi pendidikan Islami yang
nativistis, faktor pembawaan diakui pula sebagai unsur pembentuk
corak keagamaan dalam diri manusia.
Ada banyak ayat Al Qur`an yang menjelaskan tentang landasan
religius dalam penyelenggara pendidikan inklusif. Faktor religius yang
digunakan untuk penjelasan ini adalah Surah Al- Hujurat (49) ayat 13
yang berbunyi:
44
ها يأ وبا ٱلناس ي ع م ش نث وجعلنل
ن ذكر وأ م ن إنا خلقنل
م عند كرنل وقبائل لعارف وا إن أ م إن ٱلل تقىل
أ عليم ٱلل
١٣خبير Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS Al Hujarat [49]:
13)
Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita, agar saling
ta’aruf, yaitu saling mengenal dengan siapapun, tidak memandang latar
belakang, sosial, ekonomi, ras, suku, bangsa, dan bahkan agama. Inilah
konsep Islam yang begitu universal, yang memandang kepada semua
manusia dihadapan Allah adalah sama, justru hanya tingkat
ketakwaannyalah menyebabkan manusia mulia dihadapan Allah.
Secara jelas, pernyataan ini bersumber dari QS Al- Maidah (5) ayat 2
yang berbunyi:
وتعاون وا عل .... ب ثم ول تعاون وا عل ٱلقوى و ٱل دون و ٱل ....ٱلع
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa,
dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan”.(QS Al Maidah [5]: 2)
Ayat tersebut juga memberikan perintah kepada kita agar kita
memberika pertolongan kepada siapa saja, terutama kepada mereka
yang membutuhkan, tanpa memandang latar belakang keluarga dan dari
mana dia berasal, lebih- lebih mereka yang mengalami keterbatasan
atau kecacatan fisik, sebagai contoh tunanetra, tunadaksa, tunarungu,
tunagrahita, dan tunalaras. Anak didik yang membutuhkan layanan
45
pendidikan inklusif pada hakikatnya adalah manifestasi dari manusia
sebagai makhluk yang berbeda atau individual difference.
Bila kita mencermati ayat- ayat Al Qur`an mengenai hakikat
fitrah manusia, ternyata ada kesamaan antara landasan filosofis dan
landasan religius. Dalam konteks kebenaran hakiki, landasan filsafat
menggunakan rasio atau akal, sementara landasan agama menggunakan
wahyu. Lalau apa kesamaan dan titik temunya bila keduanya
bersentuhan satu sama lain? Ternyata sumber hakikinya terletak pada
Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi landsan fundamental bagi setiap
manusia untuk mendapatkan kebaikan dan keberkatan.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis dalam pelaksanaan pendidikan inklusif
berkaitan langsung dengan hierarki, undang- undang, peraturan
pemerintah, kebijakan direktur jenderal, hingga peraturan sekolah.
Fungsi dari landasan yuridis ini adalah untuk memperkuat argumen
tentang pelaksanaan pendidikan inklusif yang menjadi bagian penting
dalam menunjang kesempatan dan peluang bagi anak berkebutuhan
khusus. Penyelenggaraan pendidikan inklusif juga berkaitan dengan
kesepakatan- kesepakatan internasional yang berkenaan dengan
pendidikan.
Landasan yuridis internasonal tentang penerapan pendidikan
inklusif adalah deklarasi Salamanca (UNESCO), (1995) oleh para
menteri pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan
kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai
deklarasi lanjutan yang berujung pada peraturan standar PBB yahun
1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu kelainan
memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan
yang ada. Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusif dijamin oleh
46
Undang- Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa
penelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau
memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau
berupa sekolah khusus.
Dengan melihat landasan yuridis tersebut, tidak ada kata menolak
bagi sekolah- sekolah reguler untuk menerima anak berkebutuhan
khsusu (ABK). Namun realitas yang terjadi, banyak sekolah- sekolah
yang tidak mau menerima anak berkebutuhan khusus dengan berbagai
macam alasan. Penunjukkan bukanlah sebagai tujuan, yang terpenting
adalah nilai ibadah dengan menididk mereka (anak berkebutuhan
khusus). Namun juga terbesit harapan kiranya pemerintah lebih
memerhatikan lagi.
4. Landasan Pedagogis
Pada pasal 3 Undang- Undang No 20 tahun 2003, disebutkan
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang berdemokratis dan
bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan
dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan
berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak
awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah- sekolah
khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama
teman sebayanya.
47
5. Landasan Empiris
Penelitian tentang inklusif telah banyak dilakukan di Negara-
Negara Barat sejak 1980 an, namun penelitian yang berskala besar
dipelopori oleh The National Academy Of Science (Amerika Serikat).
Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak
berkelainan di sekolah, kelas, atau tempat khusus tidak efektif dan
diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus
secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi
yang tepat. Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit
untuk melakukan identifikasi penempatan anak berkelainan secara tepat
karena karakteristik mereka yang sangat heterogen. Beberapa peneliti
kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut) atas hasil banyak
penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan
Kavale (1980) terhadap 50 tindakan penelitian Wan dan Baker
(1985/1986) terhadap 11 tindakan penelitian, dan Baker (1994)
terhadap 13 tindakan penelitian menunjukkan bahwa pendidikan
inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik
maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya.
Pendidikan didalam sistem pendidikan umum dan tidak
didiskrminasikan telah disorot dalam instrumen- instrumen yang lebih
rinci seperti deklarasi Jomtien dan Konvensi PBB tentang hak anak.
Namun, hak atas pendidikan tidak secara otomatis mengimplikasikan
inklusi. Hak atas pendidikan inklusi yang paling jelas telah dinyatakan
dalam pernyataan Salamanca dan kerangka aksi yang menekankan
bahwa sekolah membutuhkan perubahan dan penyesuaian. Pendidikan
inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi
anak berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam
pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan
48
Berkelainan pada bulan juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari
pendidikan inklusif adalah selama memungkinkan, semua anak
seyogyanya belajar bersama- sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau
kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak
jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa, minoritas
dan kelompok anak- anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan,
inilah ynag dimaksud oneschool for all.48
Dengan demikian, adanya landasan- landasan pendidikan inklusif
yang sudah dijelaskan diatas, maka tidak ada keraguan untuk
mengecam bahwa pendidikan inklusi kurang baik untuk anak
berkebutuhan khusus yang memiliki kecacatan rendah dan masih bisa
ditangani atau masih dapat berbaur dengan teman- teman sebayanya.
Karena dengan adanya pendidikan inklusif inilah maka sikap- sikap
yang tidak baik, seperti sikap diskriminasi terhadap orang lain akan
berkurang, bahkan tidak ada. Karena rasa menerima kekurangan orang
lain dan toleransi akan tumbuh dalam hati dengan sendirinya sejak
belajar sekolah tersebut.
L. Kurikulum Pendidikan Inklusif
Menurut Johnson kurikulum merupakan seperangkat hasil belajar
yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam satu program pendidikan.49
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler
(kurikulum nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan
tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan
48
Alfian, “Pendidikan Inklusif di Indonesia”, dalam Jurnal Pendidikan Inklusi,
Vol. 4 Thun 2013, h. 76 49
Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif, (Jakarta: Divisi Kencana, 2017),
Cet, ke- 1, hlm. 39
49
mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya.50
Dalam
modifikasi kurikulum, pemerintah akan memberikan bantuan profesional
dalam melakukannya.
Namun untuk mendapatkan beberapa bantuan dari pemerintah untuk
pendidikan inklusi, maka sekolah yang menjalankan program pendidikan
inklusi sebaiknya mengajukan ke pemerintah, untuk agar diakuinya bahwa
sekolah tersebut menjalankan program pendidikan inklusi. Karena telah
dijelaskan pula dalam Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan Bab XIII
Pendirian Satuan Pendidikan Pasal 182 ayat (1) dan (5) yaitu:51
1. Pendirian program atau satuan pendidikan, pendidikan anak usia dini
formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai dengan kewenangannya.
5. izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan
pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
diberikan oleh Gubernur.
Jika peraturan diatas dijalankan, maka sekolah yang
menyelanggarakan program pendidikan inklusi akan diberi bantuan atau
dana. Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 11 yaitu:52
50
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 171. 51
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggara Pendidikan Bab XIII Pendirian Satuan Pendidikan Pasal 182 ayat (1) dan (5) 52
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 11
50
1. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif berhak
memperoleh bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dan
pemerintah kabupaten/ kota.
2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat dapat
memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif.
3. Bantuan profesional sebagai dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
melalui kelompok kerja pendidikan inklusif, kelompok kerja
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga mitra
terkait, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
4. Jenis dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
a. Bantuan profesional perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi.
b. Bantuan profesional dalam penerimaan, identifikasi dan asesmen,
prevensi, intervensi, kompensatoris dan layanan advokasi peserta
didik.
c. Bantuan profesional dalam melakukan modifikasi kurikulum,
program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian, media,
dan sumber belajar, serta sarana dan prasarana yang asesibel.
5. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif dapat
bekerjasama dan membangun jaringan dengan satuan pendidikan
khusus, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga rehabilitasi,
rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat, klinik terapi, dunia
usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.
Kemudian, dengan dilakukannya modifikasi kurikulum, program
pendidikan individual, dan pembelajaran maka dengan begitu anak
berkebutuhan khusus akan mendapatkan soal yang tidak sama dengan
anak- anak normal lainnya saat ujian atau ulangan harian. Karena sudah
51
dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus
tersebut.
Mohammad Takdir Ilahi juga menjelaskan bahwa kurikulum
akademik dapat dipilih dengan menyesuaikan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus menjadi:53
1. Anak dengan kemampuan akademik rata- rata dan diatas tinggi
disiapkan kurikulum terpadu dengan kurikulum normal atau
kurikulum modifikasi.
2. Anak dengan kemampuan akademik sedang (di bawah rata- rata)
disiapkan kurikulum fungsional/ vokasional
3. Anak dengan kemampuan akademik sangat rendah disiapkan
kurikulum pengembangan bina diri. Juga perlu disiapkan kurikulum
kompensatoris, yaitu kurikulum khusus untuk meminimalisasi
barier pada setiap anak berkebutuhan khusus.
Dari beberapa penjelasan diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa
dalam menyelenggarakan program pendidikan inklusi disebuah sekolah,
sebaiknya segala yang berhubungan dengan pembelajaran anak
berkebutuhan khusus harus dimodifikasi sesuai dengan kemampuan anak
berkebutuhan khusus tersebut. contohnya: kurikulum, pembelajaran,
pendidikan individual dan lain sebagainya.
M. Evaluasi atau penilaian
Menurut Budiyanto evaluasi atau penilaian adalah kegiatan
terencana untuk mengukur keberhasilan suatu prgram.54
Menurut Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain evaluasi adalah suatu tindakan atau
proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.55
Dalam sebuah penilaian
53
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 171. 54
Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif, hlm. 170 55
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 187
52
tidak hanya sekedar menilai, tetapi juga ada standar penilaiannya. Seperti
yang disebutkan dalam Peraturan Pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan pasal
3, yaitu:
1. Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah meliputi aspek:
a. Sikap
b. Pengetahuan, dan
c. Keterampilan
2. Penilaian sikap bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku peserta didik.
3. Penilaian pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan
pengetahuan peserta didik.
4. Penilaian keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur kemampuan
peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas
tertentu.
Penilaian pengetahuan dan keterampilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan,
dan atau pemerintah.
Kemudian Muhammad Takdir Ilahi menjelaskan bahwa kegiatan
evaluasi dan penilaian pada sekolah pada umumnya dilakukan dalam
ulangan harian, ulangan umum, ujian akhir. Evaluasi tersebut biasanya
dilakukan secara serentak dan soalnya seragam untuk semua siswa. Hal ini
dilakukan karena didasari asumsi bahwa dalam satu kelas memiliki
kemampuan yang sama atau hampir sama. Dengan demikian, perbedaan
53
individu nyaris tidak mendapat perhatian. Ditinjau dari sistem evaluasinya
didasarkan pada acuan norma sehingga nilai rata- rata dan rangking
menjadi konsekuensi logis sistem ini. Namun bagi anak berkebutuhan
khusus, jenis evaluasi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat
kemampuan dan kecerdasan mereka dalam menerima mata pelajaran.
Dari beberapa penjelasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa
penilaian yang dilakukan pada sekolah, harus sesuai dengan standar
penilaian yang ada. Kemudian evaluasi pada sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi harus diberikan sesuai dengan
tingkat kemampuan anak berkebutuhan tersebut. karena akan tidak
seimbang dan tidak adil bagi anak berkebutuhan khusus jika harus
disamakan dengan anak normal lainnya.
Kemudian faktor keberhasilan disebuah pendidikan inklusi, dalam
membantu anak mencapai nilai- nilai akademik maupun nonakademis
adalah adanya tenaga pendidik atau guru profesional dalam bidangnya
masing- masing untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan
khusus. tenaga pendidik atau guru yang mengajar hendaknya memiliki
kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tentang materi yang ajan diajarkan/ dilatihkan,
dan memahami karakteristik siswa.56
Maka dalam merekrut seorang guru harus memiliki kualifikasi yang
tepat. Seperti yang disebutkan dalam Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen Bab IV Guru bagian kesatu
Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi Pasal 8 dan 9 yaitu sebagai
berikut:57
56
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 178. 57
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen Bab IV Guru bagian kesatu Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi Pasal 8 dan 9
54
8. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
9. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diplomat 4.
Dengan demikian jika sebuah sekolah yang menyelenggarakan
program pendidikan inklusi merekrut seorang pembimbing khusus, maka
diharapkan untuk mengikuti kualifikasi yang sudah dijelaskan dalam
Undang- Undang diatas.
55
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Dua Mei Ciputat yang beralamat di
Jl. H. Abdul Gani No. 135, Kelurahan Cempaka Putih.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu peneltian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Mei sampai
6 Agustus 2018.
B. Metode Penelitian
Metode berasa dari bahasa Yunani “methodos”adalah cara atau
jalan. Metode merupakan cara yang teratur untuk mencapai suatu maksud
yang diinginkan. Cara dimaksud dilakukan dengan metode ilmiah yang
terdiri dari berbagai tahapan dan langkah- langkah. Oleh karena itu,
metode merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untu
menemukan solusi atas suatu masalah. Dengan langkah- langkah tersebut,
siapapun yang melaksanakan penelitian dengan mengulang atau
menggunakan metode penelitian yang sama untuk objek dan subjek yang
sama akan memperoleh hasil yang sama pula.1
Menurut Jonaedi dan Johnny Ibrahim metode penelitian adalah tata
cara bagaimana melakukan penelitian. Metode penelitian membicarakan
mengenai tata cara pelaksanaan penelitian.2 Istilah metode penelitian
terdiri dari atas dua kata, yaitu kata metode dan penelitian. Kata metode
1 Muharto dan Arisandy Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi,
(Yogyakarta: Deepublish, 2016), Cet ke- 1, hlm. 23 2 Jonaedi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Depok: Prenadamedia, 2016), Cet ke- 2 hlm. 2
56
brasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang berarti cara atau menuju
suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek
penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat
dipertangungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.3
Dengan beberapa pengertian metode penelitian diatas, maka penulis
menyimpulkan bahwa metode penelitian adalah cara atau suatu jalan yang
harus dilalui untuk mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan. Karena
dengan melalukan beberapa prosedur yang terdapat didalam metode
penelitian maka seorang peneliti akan lebih mudah untuk mendapatkan
hasil penelitian dan dapat pula mempertanggung jawabkan hasil penelitian
tersebut.
C. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk pendekatan penelitian lapangan (field
research), sebab data yang dikumpulkan berasal dari objek yang
bersangkutan secara langsung. Disini penulis juga akan melakukan jenis
penelitian deskriptif yang artinya memberi gambaran yang jelas dan
cermat tentang suatu individu, keadaan, konsep, gejala atau kelompok
tertentu.4. dalam sebuah penelitian ada beberapa metode yang digunakan
dalam mengumpulkan data yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
Kemudian penulis sendiri ingin menggunakan metode kualitatif, maka
jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif
dimana pada proses penelitian inilah nantinya penulis mendapatkan data
3 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2003), hlm. 24 4 Saiffudin Dkk, Strategi dan Teknik Penulisan Skripsi, (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2017), Cet ke- 1, hlm. 29- 30
57
secara mendalam berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
yang diperlukan agar dapat diamati.
D. Jenis dan Sumber Data
Menurut Johni Dimyati sumber data ialah darimana data itu dapat
diperoleh. Apabila peneliti didalam mengumpulkan data dengan
menggunakan kuesioner, maka sumber data disebut responden. Jadi
pengertian sumber data ialah subjek atau objek penelitian dimana darinya
akan diperoleh data.5 Menurut Sugiyono brdasarkan sumbernya, data
dibedakan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data
skunder:6
1. Data Primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus
menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
tempat objek penelitian dilakukan.
2. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat
ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta situs di internet yang
berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
Peneliti disini akan menggunakan dua sumber data diatas yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder. Untuk sumber data primer
yang akan penulis gunakan yaitu seperti hasil wawancara dengan Kepala
Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Guru- Guru Shadow dan juga Guru
Pendidikan Agama Islam. Dan untuk sumber data sekunder yang akan
5 Johni Dimyati, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya Pada
Pendidikan Anak Usia Dini Paud, (Jakarta: Kencana, 2013), Cet ke- 1, hlm. 39 6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R%D, ( Bandung:
Alfabeta, 2009) Cet. Ke 8, hlm. 137
58
penulis gunakan yaitu jurnal, tesis, perkataan dan perilaku manusia, benda,
kondisi, situasi, atau proses tertentu, catatan resmi, dokumen-dokumen,
arsip, sumber buku, skripsi, tesis, disertasi, dan buku-buku yang berkaitan
dengan pembahasan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam penelitian,
sehingga memerlukan teknik pengumpulan data yang tepat agar
menghasilkan data yang sesuai. tanpa memiliki kemampuan teknik
pengumpulan data, peneliti akan sulit mendapatkan data penelitian
standar.7 Menurut Sugiyono teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan. Macam- macam teknik pengumpulan data yaitu:
observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan atau triangulasi.8
1. Observasi
Peneliti disini melakukan observasi dalam mengumpulkan data artinya
mengamati langsung tempat objek penelitian yaitu di Sekolah SD Dua
Mei Ciputat. Peneliti mengamati anak- anak berkebutuhan khusus
dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, disamping itu
juga mereka belajar dengan didampingi oleh guru Shadow, namun tidak
semua anak berkebutuhan khusus yang bisa mengikuti materi yang
disampaikan oleh guru Pendidikan Agama Islam. Karena pengertian
7 Firdaus dan Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian, (Yogyakarta:
Depublish, 2018), Cet ke- 1, hlm. 103 8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2016), Cet ke- 23 hlm. 224- 225
59
dari observasi sendiri adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
2. Wawancara
Setelah melakukan pengamatan dan observasi maka peneliti melakukan
wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam mengapa tidak
semua anak berkebutuhan khusus mengikuti materi yang disampaikan
oleh beliau. Kemudian dengan seperti itu lalu bagaimana proses
pembelajaran mereka, dan bagaimana hasil prestasi belajar Pendidikan
Agama Islam mereka. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti kepada
Kepala Sekolah dan juga guru Pendidikan Agama Islam. Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan data secara lisan dan real. Sesuai dengan
pengertian wawancara itu sendiri yaitu satu instrumen yang digunakan
untuk menggali data secara lisan. Hal ini haruslah dilakukan secara
mendalam agar kita mendapatkan data yang valid dan detail.9
3. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan beberapa dokumentasi yang didapat dari
tempat penelitian yaitu sekolah SD Dua Mei Ciputat, berupa foto- foto,
RPP, dan nilai evaluasi anak berkebutuhan khusus (rapot). Peneliti
mengamati RPP Pendidikan Agama Islam untuk anak berkebutuhan
khusus ternyata dibuat sama dengan kurikulum 2013, dan kurikulum
atau pembelajaran untuk anak normal lainnya dengan anak
berkebutuhan khusus tidak dibedakan. Semua dibuat sama. Peneliti
melakukan pengumpulan data dengan dokumentasi karena sesuai
dengan pengertian dari dokumentasi itu sendiri yaitu metode
pengumpulan data kualitatif sejumlah besar fakta dan data tersimpan
dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data
9 Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press,
2014), Cet ke 1, hlm. 74- 75
60
berbentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cendramata,
jurnal kegiatan dan lain sebagainya.10
4. Gabungan atau Triangulasi
Kemudian selanjutnya cek and ricek. Tadi sudah dijelaskan, peneliti
melakukan observasi dan pengamatan langsung di tempat objek
penelitian, kemudian juga melakukan wawancara tidak hanya satu
orang terkait sekolah inklusi, juga memeriksa beberapa beberapa
dokumentasi yang sudah dikumpulkan dan ternyata hasilnya ketika
sudah dibandingkan tidak sesuai dan ada yang sesuai dengan teori yang
sudah dijelaskan penulis di babII. dengan triangulasi peneliti
mendapatkan data yang valid karena dengan menggunakan gabungan
atau triangulasi maka peneliti sekaligus membandingkan setiap hasil
dari analisis dengan hasil observasi juga dengan teknik pengumpulan
data yang lain. karena dalam teknik pengumpulan data, Triangulasi
diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
daya yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan
triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang
sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data
dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data11
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data Gabungan atau
triangulasi untuk mendapatkan akurasi data dan informasi dengan
membandingkan antara hasil wawancara dengan observasi,
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada. Tujuan
penelitian kualitatif memang bukan semata- mata mencari kebenaran,
tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia sekitarnya. Dalam
10
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, hlm. 33 11
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
R&D), (Bandung: Alfabeta, CV, 2017), Cet ke- 25, hlm. 330
61
memahami dunia sekitarnya, mungkin apa yang dikemukakan informasi
salah, karena tidak sesuai dengan teori, tidak sesuai dengan hukum.
Selanjutnya Mathinson mengemukakan bahwa “the value of
triangulation lies in providing evidence – whetever convergent,
inconsistent, or contracdictory”. Nilai dari teknik pengumpulan data
dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh
convergent (meluas). Tidak konsisten atau kontrakdiksi. Oleh karena itu
dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka
data yang diperoleh akan konsisten, tuntas dan pasti. Menurut Patton juga
dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data bila
dibandingkan dengan satu pendekatan.12
F. Teknik Analisis Data
Menurut Iskandar melakukan analisis berarti melakukan kajian
untuk mengenali struktur suatu fenomena. Analisis dilaksanakan dengan
melakukan telaah terhadap fenomena- fenomena secara keseluruhan,
maupun terhadap bagian- bagian yang membentuk fenomena tersebut serta
hubungan keterkaitan diantara unsur pembentukan fenomena. Bogdan dan
Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang mencari usaha
secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang
disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada
tema dan ide itu.
Menurut Gay “Analysis of data can investigated by comparing
responses on one data with responses on other data”. Analisis data
dilakukan dengan menguji kesesuaian antara data yang satu dengan data
yang lain. Selanjutnya Sujana menyatakan analisis data kualitatif bertolak
12
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
R&D), hlm. 332
62
dari fakta atau infromasi dilapangan. Fakta atau informasi tersebut
kemudian diseleksi dan dikembangkan menjadi pertanyaan- pertanyaan
yang penuh makna.13
Miles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualititatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/
verification. Penjelasannya sebagai berikut:14
1. Data Collection (pengumpulan data) penulis mengadakan pengumpulan
data penelitian, langsung ke tempat penelitian dengan menggunakan
metode observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi. Hasil
pengumpulan data berupa catatan lapangan atau hasil observasi,
transkrip wawancara, dan dokumentasi.
2. Data Reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak, untuk itu maka perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama
peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak,
kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting., dicari tema
dan polanya.
3. Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan kategori,
flowchart dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan
13
Iskandar, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta: Referensi, 2013),
hlm. 257- 258 14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm. 246
63
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. Miles and
Huberman selanjutnya disarankan, dalam melakukan display data
selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik,
network (jejaring kerja).
Komponen dalam analisis data (interactive model)
Penjelasan tentang metode penelitian diatas, adalah tahap- tahapan
peneliti dalam mengolah data dalam melakukan penelitian dan untuk
menjawab rumusan masalah pada bab IV, analisis peneliti.
65
BAB IV
DESKRIPSI DATA
A. Gambaran Umum SD Dua Mei Ciputat
1. Sejarah di Selenggarakannya Pendidikan Inklusi di SD Dua Mei
Ciputat
SD Dua Mei Ciputat merupakan sekolah swasta yang didirikan
oleh Yayasan Dua Mei. Yayasan Dua Mei sebagai lembaga pendidikan
dalam kegiatan pendidikannya dihadapkan kepada hal-hal yang perlu
dikomunikasikan, yaitu kegiatan dan usahanya seperti program sekolah,
siswa, tenaga pengajar, fasilitas dan hasil pembelajaran. Hal tersebut
sangat diperlukan bagi pihak-pihak terkait dengan yaysan pendidikan
dua Mei.
Yayasan Dua Mei berdiri pada tanggal 7 Agustus 1985 dengan
akta Notaris Ny. Sumardilah Oriana Roosdilan, SH No. 26. Dan pada
tanggal 7 Agustus 1999 yayasan pendidikan Dua Mei melakukan
penyempurnaan organisasi secara keseluruhan di depan notaries
Marthim Aliunir, SH. Cita-cita luhur pendirian yayasan yaitu berperan
serta pemerintah dalam meningkatkan kecerdasan bangsa dengan
membina dan mengembangkan pendidikan dalam arti seluas-luasnya.
Yayasan berupaya membentuk masyarakat yang berilmu, dan bertaqwa
kepada Allah Swt, serta cinta bangsa dan Negara.
Tujuan yayasan pendidikan Dua Mei yaitu menyelenggarakan
pendidikan yang diarahkan pada terbentuknya kualitas generasi muda
yang berilmu pengetahuan, berwawasan luas, memiliki kepribadian dan
mental spiritual yang tinggi, bersama-sama pemerintah mencerdaskan
bangsa di bidang pendidikan sosial dan budaya. Pendirian Yayasan Dua
Mei diawali dengan peresmian sekolah Taman Kanak-kanak sebagai
66
cikal bakal jenjang sekolah berikutnya. Kemudian dilanjut mendirikan
jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) sebagai sekolah unggulan yang handal dalam
mencerdaskan anak bangsa yang akan menjadi pemimpin masa datang
dan siap menghadapi era globalisasi.
SDS Dua Mei Ciputat didirikan tahun 1987 dan dipimpin oleh
Ny. Yayah Rokayah (1987-1993), dilanjutkan oleh Ny. Yoyoh (1993-
1996), Yeyen Khaerudin, S.Pd (1993-2007), Sri Mulyani, S.Pd (2007-
2015) dan kemudian sekarang dipimpin oleh Siti Badriyah M.Pd.I
(2015-Sekarang). SDS Dua Mei Ciputat terakreditasi A pada Tanggal
22 November 2017. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum
2013, SDS Dua Mei Ciputat menjadi sasaran saat adanya peraturan
pertamakali dicetuskannya model kurikulum 2013. Dari kelas satu
hingga kelas enam sudah menyeluruh menggunakan kurikulum 2013.
Sebutan mereka adalah SDS (Sekolah Dasar Swasta), Sekolah SD Dua
Mei Ciputat adalah sekolah swasta dan mereka menyebutnya dengan
nama SDS Dua Mei Ciputat.
SDS Dua Mei Ciputat juga menjalankan peraturan pemerintah
tentang adanya sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah sekolah regular
(biasa) yang menerima ABK dan menyediakan sistem layanan
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan
khusus (ATBK) dan ABK melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran,
penilaian, dan sarana prasarananya Dimana Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) ikut belajar bersama anak-anak normal lainnya, dengan
didampingi guru shadow. Setiap satu kelas terdapat maksimal dua
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ikut belajar dengan
didampingi satu orang guru shadow setiap kelas masing-masing.
67
Dari hasil wawancara dengan ibu Kepala Sekolah SDS Dua Mei
Ciputat pada tanggal 23 bulan 05 Tahun 2018 pukul 11. 38 terkait
dengan sejarah berdirinya pendidikan SDS Dua Mei Ciputat beliau
mengatakan
“Bahwasanya sekolah SDS Dua Mei Ciputat tidak langsung
membuka sekolah tersebut berprogram inklusi, yayasan
mendirikan sekolah SD itu karna dia punya putra, punya anak
yang berkebutuhan khusus, makanya dia mendirikan sekolah
sendiri. Awal ikhwalnya pencetus nya lah karna punya Aini tapi
gak langsung sekolah inklusi, tapi dia udah sekolah di reguler
seperti sekolah umum bukan sekolah SLB . cuman sekolah SD
dua Mei itu sampai sekarang secara yuridis belum ada izin untuk
inklusinya.baru defaktonya aja. Itu yang tahun lalu sempat baru
pembicaraan aja antara yayasan sama saya , buk Siti kayaknya
ada baiknya diurus aja biar tercatat resmi bahwa SD Dua Mei itu
sekolah inklusi padahal udah belasan tahun kita menjalankan, tapi
belum tercatat resmi secara kedinasan.
Jadi sebenarnya kalau dari kedinasan kita ini sekolah
umum, sekolah biasa jadi intinya belum izin resmi bahwa kita itu
menerima anak berkebutuhan khusus. Tapi kan dalam perundang-
undangan setiap anak itu berhak mendapatkan pendidikan kan?
Kita gag boleh menolak anak- anak yang berbeda, kita gag boleh
tolak kita harus terima itu, Itu karena acuan kita. Kenapa mesti
harus diurus? Nah sebenarnya dengan diurus tercatat resmi kita
akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Itu tujuannya, salah
satunya sayang kalau pemerintah tidak tahu nih kalau SD Dua
Mei itu menerima anak berkebutuhan khusus, mestinya kan kita
dibantu di subsidi di lengkapi segala macam sarana prasarananya.
Dari zaman dahulu juga masih adem ayem aja sampai sekarang
ya udah, saya juga cumn fokus apa yang ada didepan mata. Kalau
secara dinas kota, provinsi secara resmi belum mendapat izin ini
sekolah inklusi. Intinya sih bukan izin tapi dapat SK kalau
sekolah sudah dapat izin konvesional. Ga boleh ni menerima.
sebenarnya yang kita yang rugi, kalau tidak tercatat resmi kita
tidak dapat bantuan, ya tahu kan kalau dapat bantuan buat
gurunya, buat sarana, apa segala- galanya. Ibu sih belum berfikir
kesana, makanya masih kalau ulangan itu dianggap anak reguler
padahal mah anak berkebutuhan khusus. Alhamdulillah sih
mereka sudah bisa baca, jadi ya tidak masalah. Toh juga anak
68
berekebutuhan khusus kan pintar, anak reguler aja juga banyak
yang oneng.1
Dari penjelasan diatas berarti sekolah tersebut tidak mengikuti
apa yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan
Bab XIII Pendirian Satuan Pendidikan Pasal 182 ayat (1) dan (5) yaitu
sebagai berikut:
1. Pendirian program atau satuan pendidikan, pendidikan anak usia
dini formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi wajib memperoleh izin pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
5. izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan
pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
diberikan oleh Gubernur.
Penjelasan dari wawancara diatas juga menunjukkan bahwa
kepala sekolah menyadari adanya kerugian dari sisi penerimaan dana
dan perhatian pemerintah terhadap sekolah SD Dua Mei Ciputat.
Karena sekolah inklusif yang sudah mendaftarkan diri ke pemerintah,
akan mendapatkan dana atau berupa bantuan untuk sekolah tersebut
sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/
atau bakat istimewa pasal 11 yaitu:
1. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif berhak
memperoleh bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dan
pemerintah kabupaten/ kota.
1 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Siti Badriyah,
Ciputat, 23 Mei 2018
69
2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat dapat
memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif.
3. Bantuan profesional sebagai dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan melalui kelompok kerja pendidikan inklusif, kelompok
kerja organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan
lembaga mitra terkait, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
4. Jenis dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
berupa:
a. Bantuan profesional perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
dan evaluasi.
b. Bantuan profesional dalam penerimaan, identifikasi dan
asesmen, prevensi, intervensi, kompensatoris dan layanan
advokasi peserta didik.
c. Bantuan profesional dalam melakukan modifikasi kurikulum,
program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian,
media, dan sumber belajar, serta sarana dan prasarana yang
asesibel.
5. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif dapat
bekerjasama dan membangun jaringan dengan satuan pendidikan
khusus, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga rehabilitasi,
rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat, klinik terapi, dunia
usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti dan pengamatan
ketika mengikuti kegiatan PPKT di SD Dua Mei Ciputat yang
berlangsung selama 2 bulan lamanya terlihat bahwasanya memang
sekolah tersebut secara umum sudah terakreditasi A dan itu sudah
sangat baik. Namun kebutuhan sarana prasarana untuk anak
70
berkebutuhan khusus masih kurang memadai contohnya, belum adanya
ruangan untuk bimbingan konsultasi atau bahkan guru yang ahli dalam
psikologi yang benar- benar menangani anak berkebutuhan khusus.
juga belum adanya tim yang menangani bagian inklusif,
Dari beberapa analisis dan hasil observasi diatas maka
peneliti menyimpulkan bahwasanya sekolah SD Dua Mei Ciputat
masih kurang memfasilitasi kebutuhan yang diperlukan untuk
peserta didik seperti ruang konsultasi, dan tim khusus yang
menangani program pendidikan inklusif. Itu disebabkan karena
sekolah SD Dua Mei belum mengajukan ke pemerintah bahwa
sekolah tersebut menyelenggarakan program inklusif.
2. Daftar anak berkebutuhan khusus di sekolah SD Dua Mei Ciputat.
No Nama kelas Keadaan yang dialami
1 Altai Zeno Utomo II Autisme
2 M. Raffi Naufal II ADD Asperger
3 Darys Muhammad
Ryhan III
Autisme
4 Rakha Rusli
Nandana IV Autisme
5 Kaylendra IV Autisme, kesulitan belajar
6 Allysa Faradiba
Kirana IV Cerebal Palsy
7 Raditya
Anggalarang V Slowliner
8 Rasya Darma
Indano V Autisme
71
9 Lesty II Tunarungu
10 Fable Rizkie
Mauludy VI Slowliner
11 Royan V ADHD (Attention deficit
hyperactive disorder)
3. Visi, Misi, dan tujuan SD Dua Mei Ciputat
a. Visi SD Dua Mei Ciputat
“Terciptanya Peserta didik yang berkualitas, kompetitif, dan
berakhlak mulia”.
b. Misi SD Dua Mei Ciputat
1) Mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik
2) Mengembangkan nilai-nilai agama dan budaya peserta didik
3) Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan
4) Menjalin kerjasama yang harmonis antar warga sekolah dan
lingkungan
5) Meningkatkan mutu pendidikan tanpa membeda-bedakan peserta
didik.
c. Tujuan SD Dua Mei Ciputat
1) Tujuan Pendidikan Dasar
Tujuan pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi mnausia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Adapun tujuan pendidikan dasar adalah
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
72
2) Tujuan Sekolah
Mengacu kepada tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan
dasar, visi dan misi sekolah, maka tujuan SD Dua Mei Ciputat
adalah sebagai berikut:
a) Terwujudnya peserta didik yang berkualitas dan kompetititf
b) Terbinanya peserta didik yang berkepribadian, berakhlak
mulia dan berbudaya
c) Meraih prestasi akademik maupun non akademik
d) Menjadi sekolah yang diminati mesyarakat.
e) Terwujudnya pendidikan tanpa membeda-bedakan sesuai
dengan UUD yang menyatakan “Setiap Warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”.
4. Pendidik dan Kependidikannya
a) Data Pendidik /Kependidikan
NO
NAMA GURU L/P PENDIDIKAN TMT
IJAZAH TAHUN TINGKAT JURUSAN PERTAMA
1 Siti Badriyah, M.Pd.I P S.2 2015 Strata 2 MPI 18-07-2005
2 Siti Komariah, M.Pd.I P S.2 2015 Strata 2 MPI 18-7-2005
3 Romlah, S.Pd.I P S.1 2005 Strata 1 MP 18-7-2005
4 Yuniah, SE P S.1 2009 Strata 1 Ekonomi 18-7-2005
5 Rahmiana Agustini,
S.Psi P S.1 2015 Strata 1 Psikologi 18-7-2015
6 Dini Alfi Yonita, S.Pd P S.1 2016 Strata 1 PGSD 18-7-2016
7 Bima Arwunda, S.Pd L S.1 2015 Strata 1 PJKR 18-7-2015
8 Budi Suntoro L SMU 2008 - - 18-7-2008
9 Agung Abdillah, S.Th.I L S.1 2013 Strata 1 TH -
73
10 Ettikawati, A.Md P D3 1992 D3 Keuangan 18-7-2015
11 Muhammad Muklis L SMU 2009 - - 18-7-2016
12 Sri Nurlela, S.Pd P S.1 2016 Strata 1 PGSD 18-7-2017
13 Tita Nanda De Arfista P SMK 2015 - - 16-8-2016
14 Kasmudi L SD 1978 - - 18-7-1968
5. Peserta didik SDS Dua Mei Ciputat tahun 2017/2018
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah Rombel
I 10 12 22 1
III 10 16 26 1
III 8 6 13 1
IV 8 8 16 1
V 6 4 10 1
VI 4 1 5 1
Jumlah 46 47 93 6
6. Struktur Organisasi
74
B. Menjawab Pertanyaan Rumusan Masalah
Bagaimana Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD Dua Mei Ciputat? Hasil dari
rumusan masalah diatas, adalah sebagai berikut. Data- data yang
diperoleh, yaitu dari pengamatan langsung peneliti di sekolah SD Dua Mei
Ciputat, kemudian wawancara dengan ibu kepala sekolah, guru bidang
study Pendidikan Agama islam, dan guru shadow, dan dokumen yang
dibutuhkan peneliti untuk melengkapi jawaban rumusan masalah.
Pada tanggal 23 Mei 2018 peneliti melakukan wawancara dengan
guru bidang study pendidikan agama islam terkait tentang bagaimana hasil
prestasi belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif ini. Berikut
pemaparan beliau pada waktu itu.
“Kalau kayak Alyysa dia bisa ya ngikutin, kalau pelajaran dia
bisa si menghafal, cerdas dia kalau anak yang lain itu harus dibantu,
ketika belajar, ulangan, itu mereka harus dibantu jadi harus dijelasin
lagi apa sih maksud dari pertanyaan itu, kalau ulangan kayak gitu.
Untuk prestasi kayak nilai misalnya, ya karena mereka dibantu, jadi
ya pertanyaannya faham karena dibantu itu dan dijelasin lagi, jadi ya
nilainya besar dan bagus. Tapi kalau dibiarin sendiri piyurr sendiri
mereka gag bisa memahami pertanyaan tersebut. jadi dengan begitu
prestasi mereka bagus tapi karena dengan dibantu”.2
Berikut analisis peneliti dari mereduksi data. Dari beberapa
penjelasan diatas, dapat diketahui seorang anak yang bernama Allysa
termasuk anak yang cerdas dia bisa memahami soal meskipun itu bukan
soal yang termasuk kalimat sederhana. Tidak seperti teman- temannya
yang lain, dimana mereka akan dapat memahami soal yang bukan
merupakan kalimat sederhana jika dibantu dan di bimbing oleh guru
shadow. Allysa merupakan anak berkebutuhan khusus yang masuk dalam
kategori tunadaksa (anak dengan gangguan anggota gerak), yang secara
2 Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD Dua Mei
Ciputat, Siti Komariyah, Ciputat, 23 Mei 2018
75
medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang
persendian, dan saraf pergerak otot- otot tubuhnya, sehingga digolongkan
sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus, dan merupakan
tunadaksa anak dengan gangguan syaraf otak (Cerebral Palsy)
Hasil observasi dan juga pengamatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut Allysa merupakan anak berkebutuhan khusus Cerebal
Palsy, dalam kondisi fisiknya ia tidak bisa jalan seperti teman- teman
sebayanya, namun ia termasuk anak yang cerdas. Untuk prestasi
pendidikan agama islam untuk akademik ia termasuk baik. Hanya saja
memang dalam mengerjakan soal saat ulangan harian atau ujian ia harus
dibantu dengan guru shadow nya, untuk membantu memahami pertanyaan
yang ada didalam soal tersebut. Saat peneliti melakukan PPKT (Praktik
Profesi Keguruan Terpadu), peneliti dan beserta teman- teman
mengadakan perlombaan terkait pendidikan agama islam seperti lomba
cerdas cermat, lomba adzan, lomba hafalan surat pendek dan lain- lain.
dan dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Allysa, ia mengikuti
perlombaan ini dan akhirnya mendapatkan juara 3. Meskipun ia termasuk
anak berkebutuha khusus, namun kemampuannya dalam akademik sangat
baik.
Dari analisis dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka
dapat disimpulkan bahwa Allysa adalah anak berkebutuhan khusus
dengan kategori anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa),
yang memiliki gangguan syaraf otak (Cerebal Palsy). Namun, meski
demikian ia termasuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki
kecerdasan dibidang akademik terutama pendidikan agama islam.
Kemudian selanjutnya dibawah ini adalah pemaparan dari ibu kepala
sekolah SD Dua Mei Ciputat mengenai hasil prestasi belajar pendidikan
agama islam anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
76
Yaitu sebagai berikut:“ Secara umum rata- rata Anak
Berkebutuhan Khusus pada pencapaian prestasi pada Pendidikan
Agama Islam cukup baik. Sebagian besar dalam bimbingan guru
kelas dan guru Shadow tapi ada dua anak yang Allysa dan Royan
yang menonjol dalam Pendidikan Agama Islam khususnya di
hafalan Al Qur`an 30 juz atau surat- surat pendek. Altair cerdas,
autis, pintar, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam relatif unggul
dia di kelasnya. Yang pertanyaan sederhana, tapi kalau sudah
pertanyaan yang uraian, pemahaman, penalaran nah itu yang
kesulitan Anak Berkebutuhan Khusus. Memahami kalimat yang
panjang, problem solving, soal cerita, nah itu kelemahannya disitu,
kalau jawaban singkat, pertanyaan singkat, misal soal begini mandi
keramas menggunakan apa? Mereka bisa menjawabnya. Kalau udah
kelas besar, nggak usah kelas besar kelas 1 pun kalau pertanyaanya
agak panjang, nah itu dia Anak Berkebutuhannya terlihat.
Seperti Rasya, Progress nya sih dari kelas kecil sampai kelas
empat ada peningkatan, secara umum ya bukan akademik. Dia jago
dalam menggambar dan untuk tulisan dia juga bagus. Tetapi juga
untuk menjawab soal yang essai dia terlihat kesulitan disitu. Dan
untuk Fabby, dia termasuk anak autism. Saaat awal masuk di
sekolah ini dia kesulitan berbicara, bahkan dulu dikira gagu. Tapi
sekarang dia sudah bisa menyanyi, ya karena lingkungan yang
membentuk dia, tanpa setting.3
Berikut analisis peneliti dari mereduksi data. Dari beberapa
penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa anak yang bernama Altair dan
Rasya, mereka adalah siswa yang termasuk unggul nilai pendidikan agama
islam nya di kelas. Mereka anak yang masuk kedalam kategori autisme,
dimana anak ini mempunyai kelainan ketidakmampuan dalam berbahasa.
Hal ini diakibatkan oleh adanya cedera pada otak.
Secara umum anak autistic mengalami gangguan kemampuan
intelektual dan fungsi saraf. Kelainan anak autistic meliputi kelainan
berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, serta perilaku yang ganjil.
Anak autistic mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti
3 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Siti Badriyah, Ciputat, 27
April 2018
77
orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari
lingkungan hidupnya. Namun Altair ini termasuk anak yang cerdas. Beda
dengan Rasya, yang memiliki kemampuan dalam nonakademis, yaitu
dalam menggambar dan menulis dan nilai akademik terutama mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam tergolong cukup.
Kemudian kenapa dibantunya mereka dalam mengerjakan soal saat
ujian, karena mereka tidak dapat memahami pertanyaan yang panjang.
Sekali lagi mereka hanya bisa memahami kalimat atau pertanyaan yang
singkat dan jelas. Dan karena sekolah SD Dua Mei Ciputat ini merupakan
sekolah inklusif yang belum mengajukan ke pemerintah bahwa
menyelenggarakan program pendidikan inklusi maka demikian, sekolah
tersebut masih dianggap sama seperti sekolah umum biasanya bukan
inklusif. Padahal sebenarnya jika sekolah tersebut sudah menjadi sekolah
inklusif yang sudah diakui oleh pemerintah otomatis mereka (anak
berkebutuhan khusus) akan mendapatkan soal yang sesuai dengan
kemampuan mereka, bukan soal yang sama untuk anak normal lainnya.
Dengan begitu soal tersebut akan di sesuaikan dengan kemampuan
anak berkebutuhan khusus. Karena dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 11 ayat 4 bagian b sudah
dijelaskan bahwa: sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif
akan mendapat Bantuan profesional dalam melakukan modifikasi
kurikulum, program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian,
media, dan sumber belajar, serta sarana dan prasarana yang asesibel.
Seperti yang sudah dijelaskan oleh muhammad takdir ilahi dalam
bukunya yang berjudul pendidikan inklusif konsep dan aplikasi bahwa
78
kurikulum akademik dapat dipilih dengan menyesuaikan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus menjadi:
1. Anak dengan kemampuan akademik rata- rata dan diatas tinggi
disiapkan kurikulum terpadu dengan kurikulum normal atau
kurikulum modifikasi.
2. Anak dengan kemampuan akademik sedang (di bawah rata- rata)
disiapkan kurikulum fungsional/ vokasional
3. Anak dengan kemampuan akademik sangat rendah disiapkan
kurikulum pengembangan bina diri. Juga perlu disiapkan kurikulum
kompensatoris, yaitu kurikulum khusus untuk meminimalisasi
barier pada setiap anak berkebutuhan khusus.
Dengan adanya tindakan memodifikasi kurikulum yang disesuaikan
kemampuan anak berkebutuhan khusus di sekolah SD Dua Mei Ciputat,
maka soal juga akan diberikan sesuai kemampuan anak berkebutuhan
khusus, dengan di modifikasi terlebih dahulu oleh guru shadow nya. Juga
dengan demikian tujuan pendidikan inklusif yang disebutkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun
2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 2
ayat (1) bahwa memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan
sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya akan tercapai.
Kemudian ada seorang anak di sekolah SD Dua Mei Ciputat yang
sudah dijelaskan oleh kepala sekolah dalam wawancara diatas, bahwa
anak tersebut mendapat kemajuan selama sekolah di SD Dua mei Ciputat
yaitu kemampuannya dalam berbicara. Karena sebelumnya, awal dia
79
masuk sekolah tersebut dia sama sekali tidak berbicara dengan siapapun.
Bahkan dia dianggap gagu oleh teman- temannya. Namun lambat laun
akhirnya sekarang dapat berbicara dengan lancar bahkan bisa menyanyi.
Kepala sekolah juga menjelaskan dalam wawancara diatas, bahwa
ini terjadi secara alamiah tanpa kita setting, lingkunganlah yang
membentuk dia. Dan itu artinya sekolah SD Dua Mei berhasil dalam
menjalankan program inklusif. Karena Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa
pendidikan inklusif bertujuan untuk mewujudkan penyelenggara
pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif
bagi semua peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.
Artinya di sekolah tersebut semua peserta didik tidak membeda- bedakan
temannya sendiri, dan mengayomi satu sama lain. Sehingga perlakuan
diskriminatif tidak terjadi, dan hasilnya anak berkebutuhan khusus seperti
Fabby dapat berbicara seperti anak lainnya meskipun tidak seperti teman-
teman sebayanya dan ini menunjukkan bahwa Sekolah SD Dua Mei
Ciputat berhasil dalam menjalankan program pendidikan inklusif.
Kemudian anak berkebutuhan khusus kategori gangguan belajar
spesifik yaitu ADHD (attention deficit hyperactive disorder) ciri- ciri yang
dapat dilihat antara lain selalu berjalan, tidak mau diam, sulit
berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah atau suruhan, bermasalah dalam
belajar dan kurang atensi terhadap pelajaran. Dan ini yang dialami anak
berkebutuhan khusus bernama Royan, dia cenderung tidak disukai oleh
teman- teman nya karena sifatnya yang sangat mengganggu. Nilai
akademiknya cukup baik, karena di bimbing dan dibantu oleh guru
kelasnya dan guru Shadow, termasuk mata pelajaran pendidikan agama
80
islam. Hanya saja kegiatan yang diluar akademik berkaitan dengan
pendidikan agama islam dia lebih unggul dibanding teman- teman nya
yang anak berkebutuhan khusus juga.
Dengan pencapaiannya itu dia sudah memenuhi tujuan pendidikan
agama islam itu sendiri, yaitu agar manusia memiliki gambaran tentang
islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi didalam diri manusia
memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku, dan amalnya
sehingga menghasilkan akhlak yang baik. Akhlak ini sendiri harus dan
perlu dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur`an, sholat
malam, shoum (puasa) sunah, selalu bersilaturrahmi dengan keluarga dan
masyarakat.
Hasil observasi dan juga pengamatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut Altair merupakan anak berkebutuhan khusus kategori
Autism, ia adalah anak yang cerdas. Nilai akademiknya dalam mata
pelajaran pendidikan agama islam sangat baik dibandingkan dengan
teman- temannya yang juga anak berkebutuhan khusus. Kemudian, Rasya
dia memiliki kemampuan menggambar dan menulis, dalam artian gambar
dan tulisan dia sangat bagus. Kemudian Fabby dalam akademik ia cukup
baik terutama mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Kesukaannya
adalah bermain gitar, ia suka belajar sambil bermain gitar, terkadang guru
shadow nya mendampingi ia belajar sambil bermain gitar. Tapi meski
begitu, ada kebahagiaan tersendiri untuk Fabby karena semenjak sekolah
di SD Dua Mei Ciputat yang menyelenggarakan pendidikan inklusif inilah
ia bisa bicara seperti teman- teman sebayanya. Itu artinya tujuan dari
pendidikan inklusif berhasil mengubah ia.
Secara alamiah dan tanpa setting, dan karena lingkungan lah Fabby
bisa sedikit demi sedikit ada perkembangan yang sangat memuaskan.
Kemudian ada juga yang sangat sulit untuk disuruh belajar yaitu anak
81
berkebutuhan khusus yang bernama Kaylendra, ia termasuk Autism, sulit
untuk diajak belajar dan memiliki sifat yang sangat manja.
Saat ujian atau ulangan harian, mereka yang merupakan anak
berkebutuhan khusus menerima soal yang sama dengan anak normal
lainnya. Karena tidak adanya tindakan modifikasi soal sesuai kemampuan
anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. dan dalam mengerjakan
soal, guru Shadow nya dan guru kelasnya harus tetap membimbing anak
berkebutuhan khsusus, karena jika tidak mereka tidak akan dapat
memahami apa yang dimaksud dalam soal itu.
Untuk kegiatan diluar akademik mata pelajaran pendidikan agama
islam, anak berkebutuhan khusus yang bernama Royan, dia cukup
menonjol dibandingkan teman- temmannya yang lain. Ia merupakan anak
berkebutuhan khusus ADHD yang mana ia adalah anak yang tidak bisa
diam, hiperaktif, dan jail dengan teman- temannya yang lain, karena itu ia
cukup tidak disukai oleh teman- temannya. Namun lambat laun ia
mengalami perubahan, ia sudah sedikit lebih tenang. Peneliti
mengamatinya selama dua bulan saat masih menjalani PPKT di sekolah
SD Dua Mei Ciputat. Royan adalah anak yang sopan, akhlak nya cukup
baik. Terkadang setiap sholat dukha ialah yang menjadi imam untuk
teman- temannya yang lain. ia juga memiliki hafalan surat- surat pendek
juz 30 yang cukup banyak dibandingkan teman- temannya yang anak
berkebutuhan khusus juga. Ia juga memiliki cita- cita untuk bisa menjadi
seorang hafidz, maka kegiatan ia dirumah adalah sering mendengarkan
murottal. Ya itulah Royan kelebihannya di nonakademis.
Pada waktu melaksanakan PPKT, kelompok peneliti mengadakan
beberapa perlombaan terkait pendidikan agama islam seperti cerdas
cermat, lomba adzan, lomba hafalan surat pendek dan lain- lain. Allysa
mendapatkan juara di perlombaan cerdas cermat, tak heran jika ia menang,
82
karena mengingat ia adalah anak yang cerdas meskipun ia seorang anak
berkebutuhan khusus. kemudian Royan ia mendapatkan juara 3 adzan dan
mendapatkan juara 3 hafalan surat- surat pendek. Anak berkebutuhan
khusus sangat antusias mengikuti perlombaan tersebut.
Dari analisis dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka
dapat disimpulkan bahwa hasil prestasi belajar dalam pendidikan
agama islam anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif adalah
cukup. Altair dalam kategori Autism dan Royan kategori ADHD
(Attention deficit hyperactive disorder). Hanya saja kemampuan Altair
adalah dalam akademiknya, kemudian Royan di nonakademisnya. Ini
bisa dilihat dalam kegiatan sehari- harinya di sekolah, seperti
menjadi imam untuk teman- temannya saat sholat dukha, bertingkah
sopan dengan para guru, dan juga memiliki hafalan surat- surat
pendek yang cukup banyak dibanding teman- temannya yang lain.
Ada juga anak berkebutuhan khusus yang cerdas dalam
nonakademis lain yaitu Rasya dengan kategori Autism. Ia memiliki
keahlian dalam menggambar.
Untuk melihat bahwa sekolah SD Dua Mei Ciputat telah
berhasil dalam menjalankan program pendidikan inklusif, adalah
dengan melihat perubahan yang terjadi kepada anak berkebutuhan
khusus bernama Fabby. Karena dari awal ia masuk ke sekolah
tersebut, ia belum samasekali pernah berbicara dengan seorang pun.
Hingga pada akhirnya tahun demi tahun berganti ia pun dapat
berbicara seperti teman- teman yang lainnya.
Anak berkebutuhan khusus selain dari Altair, Allysa, Rasya,
Royan dan Fabby, mereka adalah anak yang termasuk lambat dalam
memahami materi. Tetapi meskipun demikian hasil prestasi belajar
Pendidikan Agama Islam mereka cukup, dan memenuhi standar
83
KKM yang ada di sekolah SD Dua Mei dengan dibantu oleh guru
kelas dan guru Shadow nya.
Dalam hal ini peneliti pun menanyakan kembali kepada ibu kepala
sekolah seperti apa penilaian yang dilakukan untuk anak berkebutuhan
khusus ini, apakah sesuai peraturan pendidikan dan kebudayaan republik
indonesia nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan ?
berikut pemaparan beliau: “iya sesuai dengan standar penilaian”.4
Berikut analisis peneliti dari mereduksi data. Dari beberapa
penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa untuk penilaian, kepala sekolah
mengatakan bahwa sudah melakukan penilaian sesuai dengan peraturan
pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 23 tahun 2016
tentang standar penilaian pendidikan pasal 3, yaitu:
1. Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah meliputi aspek:
a. Sikap
b. Pengetahuan, dan
c. Keterampilan
2. Penilaian sikap bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku peserta didik.
3. Penilaian pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan
pengetahuan peserta didik.
4. Penilaian keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengukur kemampuan
4 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Siti Badriyah, Ciputat, 27
April 2018
84
peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas
tertentu.
Penilaian pengetahuan dan keterampilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan,
dan atau pemerintah.
Dan dalam buku Muhammad Takdir Ilahi yang berjudul pendidikan
inklusif konsep dan aplikasi dijelaskan juga bahwa kegiatan evaluasi dan
penilaian pada sekolah pada umumnya dilakukan dalam ulangan harian,
ulangan umum, ujian akhir. Evaluasi tersebut biasanya dilakukan secara
serentak dan soalnya seragam untuk semua siswa. Hal ini dilakukan
karena didasari asumsi bahwa dalam satu kelas memiliki kemampuan
yang sama atau hampir sama. Dengan demikian, perbedaan individu
nyaris tidak mendapat perhatian. Ditinjau dari sistem evaluasinya
didasarkan pada acuan norma sehingga nilai rata- rata dan rangking
menjadi konsekuensi logis sistem ini. Namun bagi anak berkebutuhan
khusus, jenis evaluasi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat
kemampuan dan kecerdasan mereka dalam menerima mata pelajaran.
Hasil observasi dan juga pengamatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut, standar penilaian yang digunakan di sekolah SD Dua Mei
Ciputat, memang sudah sejalan dengan kurikulum yang dipakai di sekolah
tersebut, yaitu kurikulum 2013. Peneliti mengetahui karena peneliti
melakukan kegiatan PPKT yang termasuk tugas akhir semester kuliah
(Praktik Profesi Keguruan Terpadu) selama dua bulan, dan juga
melakukan observasi. Namun untuk kurikulum pengajaran, proses
pembelajaran, penyampaian materi bagi anak berkebutuhan khusus tidak
dibedakan dengan anak normal lainnya, artinya seperti semuanya
disamaratakan.
85
Dari analisis dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka
dapat disimpulkan bahwa penilaian yang dilakukan di sekolah
tersebut tidak sesuai dengan teori Muhammad Takdir Illahi dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasinya
bahwa bagi anak berkebutuhan khusus, jenis evaluasi yang diberikan
harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan kecerdasan mereka
dalam menerima mata pelajaran.
Terkadang hasil belajar juga dipengaruhi oleh seorang pendidik, tapi
juga terkadang tidak. Hanya saja banyak orang bilang menyimpulkan
bahwa keberhasilan peserta didik tergantung bagaimana guru itu
mengajar. Dengan demikian maka, peneliti melakukan menanyakan
kepada kepala sekolah SD Dua mei Ciputat, apakah ada kriteria tersendiri
dalam memilih guru menjadi seorang guru shadow?
Begini pemaparan beliau:“ diharapkannya minimal S1 tapi
selama ini juga praktiknya ada juga yang S1 masih kuliah. Seperti
pak Budi, pak Budi sempat kuliah. Jadi tidak ada kritera khusus.
memang diharapkan S1 tapi kalaupun belum S1 atau masih proses
belajar ya terima. Selama ini sih dulu pernah ada memang linier ya
sesuai dengan kualifikasi pendidiknya. Harusnya kan yang S1
pendidikan luar biasa mengajar anak- anak yang berkebutuhan
khusus, tapi udah tidak ada. Jadinya sekarang beragam, tidak ada
kriteria khusus.”.5
Berikut analisis peneliti dari mereduksi data. Dari beberapa
penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa Untuk menjadi seorang guru
shadow di sekolah SD Dua Mei Ciputat sepertinya cukup mudah, karena
pihak sekolah juga tidak menentukan kriteria harus seperti apa guru yang
dipilih menjadi guru shadow di sekolah tersebut. Guru shadow dapat
disebut juga sebagai pembimbing khusus. Dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 3 ayat 15
5 Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Siti Badriyah, Ciputat, 23
Mei 2018
86
Huruf G menjelaskan pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu dengan
beban kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada satuan
pendidikan, selanjutnya pendidikan inklusi itu sendiri adalah pendidikan
yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar
bersama- sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan dengan menyediakan
sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan
kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhannya.
Beliau juga mengungkapkan bahwa seharusnya minimal S1 tapi
kenyataanya hanya beberapa orang saja yang lulusan S1. Dan ini tidak
sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen Bab IV Guru bagian kesatu Kualifikasi,
Kompetensi dan Sertifikasi Pasal 8 dan 9 yaitu sebagai berikut:
8. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
9. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diplomat 4.
Kemudian dijelaskan juga oleh Muhammad Takdir Ilahi dalam
bukunya yang berjudul pendidikan inklsuif konsep dan aplikasi yaitu
faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang tidak kalah
pentingnya adalah adanya tenaga pendidik atau guru profesional dalam
bidangnya masing- masing untuk membina dan mengayomi anak
berkebutuhan khusus. tenaga pendidik atau guru yang mengajar
hendaknya memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan, yaitu memiliki
87
pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang materi yang ajan diajarkan/
dilatihkan, dan memahami karakteristik siswa.
Hasil observasi dan juga pengamatan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut, di Sekolah SD Dua Mei tidak semua guru Shadow nya
lulusan S1, karena ada juga yang sebagiannya hanya lulusan SMA.
Meskipun begitu mereka bisa dengan baik mendidik dan membimbing
anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut, namun terkadang mereka
juga lelah menghadapi anak berkubutuhan khusus yang termasuk kategori
Hyperactive.
Dari analisis dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka
dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari penjelasan diatas seperti
undang- undang dan teori dalam buku untuk kualifikasi menjadi
seorang guru, tentu sangat bertolak belakang dengan ungkapan
kepala sekolah SD Dua Mei Ciputat bahwa mereka tidak ada
kualifikasi atau kriteria khusus dalam merekrut seorang guru
menjadi guru shadow. Karena seharusnya sekolah tersebut
memberikan kriteria minimal s1. Tetapi memang ada beberapa guru
shadow yang lulusan s1 seperti bu Ettika misalnya, beliau lulusan s1
hanya saja bukan jurusan yang berkaitan dengan anak berkebutuhan
khusus seperti psikologi, melainkan jurusan keuangan dan
perbankan Fakultas Ekonomi.
Kesimpulan peneliti dari hasil analisis adalah sebagai berikut:
Menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar pendidikan agama islam anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklsuif adalah Cukup, dengan catatan
karena dibimbing penuh oleh guru kelas dan guru Shadow. Ini
dikarenakan sekolah inklusif memiliki kategori anak berkebutuhan khusus
yang berbeda- beda. Ada yang memang cerdas, ada yang kurang bisa
memahami materi, dan ada yang memang ia memiliki masalah kesulitan
88
dalam belajar, Tapi bukan termasuk tunagrahita. Dan juga tidak adanya
tindakan untuk melakukan modifikasi terhadap kurikulum, pendidikan
individual dan pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan serta
kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
Dari 11 anak berkebutuhan khusus, 3 anak diantaranya yang
memiliki hasil prestasi belajar pendidikan agama islam dengan mendapat
nilai A dan B. Mereka anak berkebutuhan khusus dengan kategori
autisme, cerebal palsy, dan ADHD. Altair dengan anak berkebutuhan
khusus kategori autisme, dan Allysa anak berkebutuhan khusus cerebal
palsy, kemudian Royan anak berkebutuhan khusus ADHD. Apabila nilai
akademik diranking, maka peringkat pertama Allysa dan peringkat kedua
Altair. Dan untuk nonakademis adalah Royan.
Prestasi nilai akademik dalam mata pelajaran pendidikan agama
islam, Altair memenuhi KKM Satuan Pendidikan mendapat nilai 80 dan
Allysa mendapat nilai 87. Sedangkan Royan nilai nonakademis
maksudnya Royan memiliki hafalan Al Qur`an juz 30 surah An- Nas
sampai Al- Qori’ah. Royan unggul di dalam pendidikan agama islam
terutama dalam praktik. Potensi memimpin yang bisa dikembangkan,
dapat dilihat dari dia mampu menjadi imam sholat duha untuk teman-
temannya. Kelemahan Royan adalah memahami materi pelajaran di
sekolah, sehingga guru kelas dan guru Shadow membimbing penuh untuk
dalam memberikan pemahaman saat penyampaian materi.
Jadi dari kesimpulan narasi diatas, penulis masukan dalam tabel
sebagai berikut:
89
No Nama kelas
Keadaan yang
dialami Hasil analisis
1
Altair Zeno
Utomo II Autisme
Cerdas, sehingga
nilai akademik
Pendidikan Agama
Islam Islam sangat
baik
2
M. Raffi
Naufal II ADD Asperger
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
Agama cukup baik
dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow
3
Darys
Muhammad
Ryhan
III Autisme
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
Agama Islam cukup
baik dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow
4
Rakha Rusli
Nandana IV Autisme
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
Agama Islam cukup
90
baik dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow
5
Kaylendra IV Autisme,
kesulitan belajar
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
Agama Islam cukup
baik dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow
6
Allysa
Faradiba
Kirana
IV Cerebal Palsy
Cerdas, sehingga
nilai akademik
Pendidikan Agama
Islam termasuk
sangat baik.
7
Raditya
Anggalarang V Slowliner
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
Agama Islam cukup
baik dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow
8
Rasya Darma
Indano V Autisme
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
91
Agama Islam cukup
baik dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow, dan
ia memiliki
Kemampuan diluar
akademik yaitu
menggambar. Maka
demikian, ia anak
berkebutuhan khusus
yang unggul di
nonakademis
9
Lesty II Tunarungu
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik Pendidikan
Agama Islam cukup
baik dengan dibimbing
penuh oleh guru kelas
dan guru Shadow
10
Fabie Rizkie
Mauludy VI Slowliner
Kesulitan
dalam memahami
materi sehingga nilai
akademik
Pendidikan Agama
islam cukup baik
dengan dibimbing
penuh oleh guru
92
kelas dan guru
Shadow. Namun
dapat menjadi salah
satu murid yang
mewujudkan
keberhasilan sekolah
SD Dua Mei dalam
menyelenggarakan
pendidikan inklusi
yaitu dengan
kemampuan
berbicara seperti
teman- teman
lainnya.
11
Royan V
ADHD
(Attention
deficit
hyperactive
disorder)
Kesulitan dalam
memahami materi
sehingga nilai
akademik
Pendidikan Agama
islam cukup baik
dengan dibimbing
penuh oleh guru
kelas dan guru
Shadow namun ia
unggul dalam
nonakademis nya
seperti memiliki
hafalan surat pendek
93
yang cukup banyak
serta mampu
menanamkan nilai-
nilai religius didalam
dirinya
Dari hasil prestasi anak berkebutuhan khusus, mereka mengalami
kesulitan belajar pada bidang akademik terutama mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, namun meski demikian, nilai mereka masih
tergolong cukup. karena di bimbing penuh oleh guru kelas dan guru
Shadow. Penanganan ini berhubungan dengan kedudukan SD Dua Mei
Ciputat yang belum secara resmi mendaftarkan diri sebagai sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi. Seperti yang sudah diatur dalam
Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010 pasal 182 ayat (1) dan (5).
Penjelasan dari tabel diatas, menunjukkan bahwa anak berkebutuhan
khusus yang memiliki hasil prestasi belajar pendidikan agama islam
dengan nilai akademik sangat baik adalah Allysa Faradiba Kirana dan
Altair Zeno Utomo yang ditandai dengan warna biru, kemudian anak
berkebutuhan khusus yang memiliki hasil prestasi belajar pendidikan
agama islam dengan nilai nonakademis yang baik namun nilai akademik
nya cukup adalah Royan ditandai dengan warna hijau.
Kemudian anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan
dibidang seni atau menggambar dan baik di nilai nonakademis dan cukup
untuk nilai akademik bidang Pedidikan Agama Islam adalah Rasya
Darma Indano ditandai dengan warna kuning. Lalu Fabby dengan ditandai
warna coklat ia anak berkebutuhan khusus yang dapat menjadi contoh
bahwa sekolah SD Dua Mei berhasil dalam menyelenggarakan program
pendidikan inklusi, karena dengan sekolah disana yang awalnya ia tidak
94
bisa bicara lambat laun ia akhirnya dapat berbicara seperti anak lainnya.
Dan yang lainnya dengan tanda warna merah adalah anak berkebutuhan
khusus yang mendapat nilai cukup dengan bimbingan penuh dari guru
kelas dan guru Shadow karena mengalami kesulitan dalam belajar.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan peneliti dari hasil analisis adalah sebagai berikut:
Menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar pendidikan agama islam anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklsuif adalah Cukup, dengan catatan
karena dibimbing penuh oleh guru kelas dan guru Shadow. Ini dikarenakan
sekolah inklusif memiliki kategori anak berkebutuhan khusus yang berbeda-
beda. Ada yang memang cerdas, ada yang kurang bisa memahami materi, dan
ada yang memang ia memiliki masalah kesulitan dalam belajar, Tapi bukan
termasuk tunagrahita. Dan juga tidak adanya tindakan untuk melakukan
modifikasi terhadap kurikulum, pendidikan individual dan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
Dari 11 anak berkebutuhan khusus, 3 anak diantaranya yang
memiliki hasil prestasi belajar pendidikan agama islam dengan mendapat
nilai A dan B. Mereka anak berkebutuhan khusus dengan kategori autisme,
cerebal palsy, dan ADHD. Altair dengan anak berkebutuhan khusus kategori
autisme, dan Allysa anak berkebutuhan khusus cerebal palsy, kemudian
Royan anak berkebutuhan khusus ADHD. Apabila nilai akademik diranking,
maka peringkat pertama Allysa dan peringkat kedua Altair. Dan untuk
nonakademis adalah Royan.
Prestasi nilai akademik dalam mata pelajaran pendidikan agama
islam, Altair memenuhi KKM Satuan Pendidikan mendapat nilai 80 dan
Allysa mendapat nilai 87. Sedangkan Royan nilai nonakademis maksudnya
Royan memiliki hafalan Al Qur`an juz 30 surah An- Nas sampai Al- Qori’ah.
Royan unggul di dalam pendidikan agama islam terutama dalam praktik.
Potensi memimpin yang bisa dikembangkan, dapat dilihat dari dia mampu
96
menjadi imam sholat duha untuk teman- temannya. Kelemahan Royan adalah
memahami materi pelajaran di sekolah, sehingga guru kelas dan guru
Shadow membimbing penuh untuk dalam memberikan pemahaman saat
penyampaian materi. Dari hasil prestasi anak berkebutuhan khusus, mereka
mengalami kesulitan belajar pada bidang akademik terutama mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, namun meski demikian, nilai mereka masih
tergolong cukup. karena di bimbing penuh oleh guru kelas dan guru Shadow.
Penanganan ini berhubungan dengan kedudukan SD Dua Mei Ciputat yang
belum secara resmi mendaftarkan diri sebagai sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi. Seperti yang sudah diatur dalam
Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010 pasal 182 ayat (1) dan (5).
B. Saran
1. Saran dari peneliti, sebaiknya sekolah SD Dua Mei Ciputat untuk
mengajukan ke pemerintah terkait pelaksanan program pendidikan
inklsuif di sekolah SD Dua Mei Ciputat. Karena itu demi ke efektifan
kelangsungan kegiatan pembelajaran anak berkebutuhan khusus. karena
dengan demikin, anak berkebutuhan khusus akan dapat belajar sesuai
dengan kemampuan mereka, dan yang memiliki kemampuan diluar
akademik juga agar dapat lebih mengasah kemampuannya masing-
masing. seperti yang kemampuannya dalam menggambar, maka
sekolah dapat memberikan pengajaran kepada mereka untuk belajar
melukis, dengan melakukan pembelajaran individual.
2. SD Dua Mei Ciputat mengusahakan untuk melengkapi media atau
sarana prasarana yang dibutuhkan untuk anak berkebutuhan khusus
dalam belajar. Dan juga memiliki anggota yang bertanggung jawab
pada program pendidikan inklusif, sehingga kelancaran kegiatan
pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif akan
97
terwujud, dan anak juga dapat mengembangkan kemampuan di setiap
bidangnya.
3. SD Dua Mei Ciputat merekrut guru Shadow yang kualifikasi
pendidikan S1 sesuai dengan perundang- undangan dan memang
bidangnya adalah mendidik atau membantu anak berkebutuhan khusus
dalam berkembang, atau memperbaiki sosialisasi anak berkebutuhan
khusus dengan lingkungan dan masyarakatnya agar menjadi lebih baik
sedikit demi sedikit. Maka diharapkan guru Shadow untuk anak
berkebutuhan khusus adalah jurusan psikologi.
99
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2002
Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif, Jakarta: Divisi Kencana, 2017
Cahya, Laili S. “Adakah ABK di Kelasku? Bagaimana Guru Mengenali
Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum”, Yogyakarta:
Familia, 2013
Darmadi, Pengembangan Model & Metode Pembelajaran dalam
Dinamika Belajar Siswa, Yogyakarta: CV Budi Utama, 201
Deradjat, Zakiyah, dalam Ramayulis dkk, Dasar- Dasar Kepribadian,
Padang: Zaky Press Center, 2009.
Dimyati, Johni Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya Pada
Pendidikan Anak Usia Dini Paud, Jakarta: Kencana, 2013
E, Mulyasa, Kurikulum Berbasis Konsep Karakteristik dan Implementasi,
Bandung: Rosdakarya, 2004.
Firdaus dan Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian,
Yogyakarta: Depublish, 2018
Fadhli, Aulia, Buku Pintar Kesehatan Anak, Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Anggrek, 2010
Friend, Marilyn dan William D. Bursuck, Edisi ke Tujuh Menuju
Pendidikan Inklusi Panduan Praktis Untuk Mengajar, Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2015
Iskandar, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, Jakarta: Referensi,
2013
Ilahi, Mohammad Takdir, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi,
Yogyakarta: Ar- Ruz Media, 2013
Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha, Vol. 4 No. 2 Juli 2017
Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No 1 Juni 2012.
Jurnal Al Banjari, Vol, 7, No. 1 Januari 2008.
100
Jurnal Ilmiah Widya, Vol. 1, No. 2 Juli- Agustus 2013.
Jurnal Ta’dib, Vol. 15, No. 1 Juni 2012
Jurnal Manajemen Pendidikan Pendidikan Islam, Vol. 2 No 1 Februari
2014
Jurnal Pendidikan Inklusi, Vol. 4 Thun 2013
Jurnal Pendidikan Inklusi, Vol. 4 Thun 2013
Journal Tazkiya of Psychology (Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2011, hlm. 271
Jonaedi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Depok: Prenadamedia, 2016
Muharto dan Arisandy Ambarita, Metode Penelitian Sistem Informasi,
Yogyakarta: Deepublish, 2016
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2006.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2005.
Peraturan daerah kota Tangerang Selatan No 6 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan
dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Isitimewa, pasal
1.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 Tahun 2009 pasal 2
tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat
Isitimewa, pasal 2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang
Guru Pasal 3 ayat 15 Huruf G.
101
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun
2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa
pasal 2
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggara Pendidikan Bab XIII Pendirian
Satuan Pendidikan Pasal 182 ayat (1) dan (5)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 70 tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa pasal 11
Ruslan, Rosady Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi,
Jakarta: Rajawali Pers, 2003
Ramayulis, Dasar- dasar Kependidikan, Padang: The Zaki Press, 2009
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015
Ramadhan. M, Pendidikan Keterampilan & Kecakapan Hidup untuk
Anak Berkebutuhan Khusus Jogakarta: Javalitera, 2012.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008.
Sholeh, Akhmad, Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Terhadap
Perguruan Tinggi, Yogyakarta: LKIS, 2016
Saiffudin, Dkk, Strategi dan Teknik Penulisan Skripsi, Yogyakarta: CV
Budi Utama, 2017
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R%D, Bandung:
Alfabeta, 2009
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2016
Sujarweni, Wiratna, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Baru
Press, 2014
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D), Bandung: Alfabeta, CV, 2017
102
Tanzeh, Ahmad, Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: Teras, 2011.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007
Triyanto, dkk, “Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah
Inklusi: Prodi PPKn”, Tesis, Universitas Negeri Sebelas Maret,
2016, Tidak diterbitkan.
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 42 ayat (1).
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, Pasal 1.
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas, Pasal 10.
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen Bab IV Guru bagian kesatu Kualifikasi,
Kompetensi dan Sertifikasi Pasal 8 dan 9
Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Siti Badriyah,
Ciputat, 23 Mei 2018
Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD
Dua Mei Ciputat, Siti Komariyah, Ciputat, 23 Mei 2018
Wawancara dengan Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat, Siti Badriyah,
Ciputat, 27 April 2018
Yanggo, Huzaemah T, et al. Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan
Skripsi. Tangerang: LPPI IIQ Jakarta, 2017.
Z, Zurinal, Dn Wahdi Sayuti, Ilmu Pndidikan Pengantar dan Dasar-
Dasar Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
vi
بسم الله الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis
diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Hasil
Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Inklusi” sesuai dengan harapan. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni
Nabi besar kita Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.
Skripsi ini penulis susun untuk melengkapi tugas dan memenuhi
syarat untuk mencapai gelar sarjana strata satu (S1) dalam ilmu
pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)
Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, walaupun waktu, tenaga
dan fikiran telah dicurahkan demi terselesaikannya skripsi ini, penulis
sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA. Rektor Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta beserta stafnya yang telah memberikan
fasilitas selama proses belajar-mengajar.
2. Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M.Ag. Dekan Fakultas Tarbiyah
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta beserta stafnya yang telah
membantu peneliti selama ini.
3. Dr. Nadjematul Faizah, M. Hum. Dosen pebimbing yang tulus
meluangkan waktu dan selalu memberi arahan dan motivasi
peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.
vii
4. Segenap dosen Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakartayang telah
mengamalkan ilmunya.
5. Ibu Siti Badriyah, M. Pd. I. Kepala Sekolah SD Dua Mei Ciputat
dan juga ibu Ibu Siti Komariyah, M. Pd. I. Guru Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah SD Dua mei Ciputat yang
telah memberi izin dan mempermudah peneliti dalam melakukan
observasi penelitiannya.
6. Bapak Nganuri dan Ibu Sholikah Tersayangku sepanjang masa
yang selalu memberikan motivasi, dan selalu mendoakan penulis
untuk terus semangat dan tidak mudah putus asa.
7. Teman-teman Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta khususnya
Tarbiyah kelas A yang telah memberi semagat dalam proses
pembuatan skripsi.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan Hidayatur Rohmah, Anis Zaidatun
Nikmah dan Kholifah Winatma yang selalu setia mendengarkan
keluh kesah penulis dan selalu memberikan motivasi tanpa
hentinya meskipun ia sendiri terkadang putus asa, Lia Mamluatul
dan Halfa Nabila temen kamar dan temen sekostan yang terus
menemani lembur juga membantu memberikan ide, Riefa Noor
Aliyatur Rahmah dan Nadya Salsabila teman sekamar saat di
asrama IIQ bersama kedua orang inilah penulis seperti memiliki
keluarga dari pertama menjadi mahasiswi IIQ hingga sekarang.
9. Habibah dan Ikrimatus Syukriyah, sahabat sekaligus kaka selama
kuliah di IIQ. Nasihat- nasihatnya yang selalu menjadi semangat
buat penulis selama menjadi mahasiswi IIQ dan ketulusan
mereka yang selalu siap membantu dalam menerangkan materi
yang penulis belum fahami. Kalian memberikan pengalaman
viii
yang luar biasa serta pelajaran yang sangat berharga, semoga kita
tetap seperti ini sampai kapanpun.
10. Untuk Mahatir Muhammad Nasution yang telah sabar menjadi
tempat keluh kesah penulis setiap hari, selalu memberi support
saat penulis jatuh, selalu menemani saat senang maupun susah
selama 3 tahun ini meskipun keadaan hubungan yang sampai saat
ini belum jelas.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga jasa mereka mendapatkan imbalan yang berlipat ganda
dari Allah SWT, dan semoga karya ilmiah yang amat bersahaja ini
dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca semuanya
aamiin.
Akhirnya kepada Allah Jualah petunjuk akan jalan yang
diridhainya kita mintakan.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, 13 Agustus 2018
Penulis
iv
MOTTO
Artinya: “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang
kafir”.
Jangan mudah mengatakan tidak bisa jika belum mencoba.
Sulit bukan berarti tidak bisa hanya saja harus lebih berusaha dan berdo’a
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya, Bp.
Nganuri dan Ibu Sholikah. Terimakasih banyak untuk setiap do’anya yang
tak hentinya selalu dipanjatkan kepada- Nya untuk saya dan terimakasih
telah memberi semua yang terbaik untuk saya. Tanpa kalian, saya bukanlah
apa- apa. Tanpa do’a kalian saya tidak mungkin bisa menyelesaikan karya
ilmiah ini
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi ini berpedoman pasda buku penulisan skripsi, tesis dan
disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Transliterasi
Arab-Latin mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
No. Arab Latin No. Arab Latin
th ط .a 16 ا .1
zh ظ .b 17 ة .2
„ ع .t 18 ث .3
gh غ .ts 19 ث .4
f ف .j 20 ج .5
q ق .h 21 ح .6
k ك .kh 22 خ .7
l ل .d 23 د .8
m و .dz 24 ذ .9
n ن .r 25 ز .10
w و .z 26 ش .11
h ي .s 27 س .12
‟ ء .sy 28 ش .13
y ي .sh 29 ص .14
dh ض .15
2. Vokal
Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap
Fathah : a آ : â ...ي : ai
Kasrah : i ي : î ....و : au
Dhammah : u و : û
xv
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
al-Madînah : انمديىت al-Baqarah : انبقسة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif-lam (ال) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : انسيدة ar-rajul : انسجم
ad-Dârimî : اندازمي asy-syams : انشمس
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang (ــ),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata,
diakhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
Âmannâ billâhi : ببالله آمىب
فهبءانس آمه : Âmana as-Sufahâ‟u
Inna al-ladzîna : انريه إن
wa ar-rukka‟i : وانسكع
d. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih akasarakan menjadi huruf
“h”. Contoh:
al-Af‟idah : انأفئدة
al-Jâmi‟ah al-Islâmiyyah : انإسلاميت انجبمعت
xvi
Sedangkan ta Marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
.Âmilatun Nâshibah : عبمهتوبصبت
al-Âyat al-Kubrâ : انأيتانكبسى
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan
tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan
yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-
lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih
aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan
ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata
sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri,
bukan kata sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-Âridh, al-Asqallânî,
al-Farmawî dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur‟an
dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-
Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
iii
SURAT PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fitri Agustina
NIM : 14311343
Tempat/Tanggal Lahir : Makarti Mulya 8 Agustus 1995
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul
“Hasil prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Inklusi” adalah benar-benar asli karya saya kecuali
kutipan-kutipan yang sudah disebutkan sumbernya. Kesalahan dan
kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa
rekayasa.
Jakarta, 13 Agustus 2018
Penulis
Fitri Agustina
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya, Bp.
Nganuri dan Ibu Sholikah. Terimakasih banyak untuk setiap do’anya yang
tak hentinya selalu dipanjatkan kepada- Nya untuk saya dan terimakasih
telah memberi semua yang terbaik untuk saya. Tanpa kalian, saya bukanlah
apa- apa. Tanpa do’a kalian saya tidak mungkin bisa menyelesaikan karya
ilmiah ini