Hasil penelitian
-
Upload
reza-permana-putra -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of Hasil penelitian
PERBANDINGAN KADAR LAKTAT DARAH SERIAL ANTARA SINDROM SYOK
DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Abstrak
Latar belakang Angka kematian sindrom syok dengue (DSS) di rumah sakit masih tinggi.
Pemantauan kadar laktat darah penting untuk mengevaluasi shock.
Tujuan penelitian ini adalah meninjau perbedaan antara kadar laktat darah dari DSS dan
demam berdarah dengue (DHF), untuk mengetahui hubungan kadar laktat darah dengan
keadaan hipoksia sebagai faktor risiko terjadinya syok (PaO2, saturasi oksigen dan senjang
anion darah) dan untuk menentukan titik cut-off kadar laktat darah untuk memprediksi syok.
Metode Studi ini dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari Januari sampai Juli
2006. Tiga mL spesimen darah vena dikumpulkan dari semua pasien untuk pemeriksaan
darah tepi, gas darah, serologi, dan pemeriksaan laktat darah. Penelitian ini terdiri dari studi
kohort (membandingkan kadar laktat darah secara serial antara kelompok DHF tanpa syok
dan dan DSS)serta metode cross sectional . Data dianalisis dengan Chi-kuadrat tes. Data
kontinus diuji menggunakan metode Mann-Whitney. Untuk mengetahui korelasi antara kadar
laktat darah dan menguji faktor risiko syokkami menggunakan regresi logistik.
Hasil Dalam kelompok DSS, 73% menunjukkan hiperlaktatemia (laktat = 2 mmol/L).
Perubahan rerata kadar laktat darah antara kelompok DSS dan DHF tanpa syok sangat
berbeda dari satu hari ke hari dua dan tiga. Terdapat korelasi negatif antara tingkat laktat dan
pO2 dan saturasi oksigen. Hanya nilai saturasi O2 yang mempunyai korelasi klinis. Analisis
regresi dapat diterapkan dengan menggunakan persamaan Y=7,05-0,05 X. Nilai cut off point
kadar laktat darah sebagai petanda syok pada DBD adalah > 2,015 mmol/L dengan
sensitivitas sebesar 70% dan spesifisitas sebesar 83,3%.
Kesimpulan Hiperlaktatemia pada DSS harus dianggap sebagai tanda belum teratasinya
syok. Kadar laktat darah serial dapat digunakan sebagai penanda biokimia untuk hipoksia
jaringan, untuk menilai tingkat keparahan penyakit, pemantauan pengobatan, dan memiliki
nilai prognostik kasus DHF.
Kata kunci: laktat darah serial, sindrom syok dengue, prognostik
Angka kematian sindrom syok dengue (DSS) di rumah sakit masih tinggi. Kadar laktat darah
telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai penanda biokimia adanya hipoksia jaringan.
Kadar laktat darah serial dapat memprediksi syok, kegagalan organ multipel dan
kelangsungan hidup yang lebih baik dari nilai curah jantung, hantaran oksigen dan
interleukin-6 (IL-6). Pemantauan kadar laktat darah langsung di sisi pasien penting untuk
evaluasi terapi.
Setiadi dkk dalam penelitiannya melaporkan pemeriksaan kadar laktat darah sebagai
prediktor mortalitas DBD berat. Didapatkan peningkatan kadar laktat darah pada penderita
dengan serologi dengue blot yang positif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau
perbedaan tingkat laktat darah antara DSS dan demam berdarah dengue (DHF), untuk
mengetahui hubungan antara kadar laktat darah dengan variabel faktor risiko terjadinya syok
dan untuk menghitung titik cut-off laktat untuk memprediksi syok.
METODE
Studi ini dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari Januari sampai Juli
2006. Data Serial tentang hasil darah tepi, analisis gas darah, senjang anion dan pemeriksaan
kadar laktat darah dan parameter stadium klinis DHF dan DSS dicatat. Kriteria inklusi adalah
usia pasien 0-18 tahun dan terbukti menderita DBD. Pasien yang menderita infeksi bakteri,
penyakit hati, dan mereka dengan data yang tidak lengkap dikeluarkan dari penelitian. Tiga
puluh subyek dengan DBD tanpa syok dan 30 dengan DSS yang memenuhi syarat.
Semua data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
rutin dicatat. Dari semua subyek dikumpulkan tiga mL sampel darah vena untuk pemeriksaan
darah tepi, dan serologi (IgM / IgG) pemeriksaan dilakukan pada hari-lima. Jika hasilnya
mendukung diagnosis DBD (trombositopenia dan hemokonsentrasi) serta pada fase infeksi
akut (sakit hari ke tiga sampai tujuh), maka pemeriksaan lain akan dilakukan seperti analisis
gas darah, senjang anion, kadar laktat darah serial, pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan
trombosit selama rawat inap.
Data deskriptif disajikan dalam teks dan tabel. Data dianalisis dengan uji Chi-square atau
metode Fischer exact. Data kontinus diuji dengan metode Mann-Whitney. Untuk menentukan
hubungan antara kadar laktat darah yang berhubungan dengan variabel faktor risiko
terjadinya syok kami menggunakan analisis regresi logistik.
Hasil penelitian
Selama periode 1 maret sampai dengan 15 juni 2006 terdapat 93 kasus demam dengue
maupun DBD. Hanya 62 kasus yang memenuhi kriteria inklusi, tetapi 2 subyek mengalami
drop out. Subyek penelitian ini di bagi menjadi 2 kelompok, yang terdiri dari 30 kasus
dengan DBD tanpa syok ( DBD derajat II) dan 30 kasus dengan DSS ( 26 kasus DBD derajat
III dan 4 kasus DBD derajat IV). Terdapat 1 kasus DBD derajat IV yang meninggal dunia.
Subjek terdiri dari 24 anak perempuan dan 36 anak laki- laki. Kami menemukan bahwa
dalam kelompok DSS, proporsi yang terbesar adalah mereka dengan infeksi sekunder dengan
usia 6-10 tahun, sedangkan pada kelompok DBD usia 11-15 tahun. Dalam kelompok DSS,
sebagian besar adalah dengan gizi baik.
Durasi terpanjang demam pada hari saat dirawat adalah empat hari. Pada kelompok DSS,
proporsi yang terbesar memiliki temperatur dibawah 38 C dengan rata-rata 36.9 C. proporasi
kadar hematokrit tertingi pada kedua kelompok adalah 40-45%. Kadar trombosit berkisar
antara 51,000-100,000 / uL. Nyeri perut, hepatomegali, muntah dan perdarahan spontan
ditemukan lebih banyak pada kelompok DSS dibandingkan dengan yang di DBD dengan
syok.
Darah untuk sempel laktat 1 (L1) diambil pada 24jam saat masuk rumah sakit, L2 diambil
dalam wakt 24-48 jam ,L3 dalam waktu 48-72 jam.Tingkat laktat darah pada subjek
penelitian DBD tanpa syok berada pada kadar normal (<2 mmol / L), yaitu 83,3% pada L1,
93,3% di L2, dan 100% di L3. Pada kelompok DSS sebagian besar subyek (73%) berada
pada hiperlaktatemia (> 2 mmol / L). Sedangkan kadar laktat darah L2 dan L3 di sebagian
besar subyek penelitian (87%) kembali kenilai normal (<2mmol/L).
(Tabel 1)
Kadar laktat tertinggi terdapat pada L1. Peningkatan kadar laktat darah pada kelompok DBD
mencapai 1.48 (SD 0.48 mmol/L), sedangkan pada kelompok DSS mencapai 2.61 (SD1.06
mmol/L). (Figure 1).
Kebanyakan pasien pada kelompok DBD menunjukan perubahan kadar laktat darah tertinggi
terjadi dari L1 ke L3 yaitu sebesar 0.46(0.62 mmol/L), sedangkan pada kelompok DSS dar
L1 ke L2 yaitu sebesar 1,25 (SD 1,01) mmol / L. Uji statistil mann-whitney menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara rerata perubahan dari L1 ke L2 (P <0,0001) dan L2 ke L3
(P = 0,002).
Terdapat rerata perbedaan kadar yang bermakna pada rerata kadar hemoglobin dan
hematoktrit pada kelompok DSS pada 24 jam pertama diandingkan dengan kelompok DBD
tanpa syok. Rerata kadar pO2 pada kelompok DSS pada 24jam pertama adalah 75 ( SD 34,4)
mmHg, berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok DBD tanpa syok (P=0.007).
Rerata kadar saturasi O2 kelompok DSS pada 24 jam pertama 92.3 (SD 10)%, berbeda
bermakna dengan kelompok DBD tanpa syok
(P=0.001).
Pada penelitian ini tidak menunjukan hubungan antara kadar laktat darah dan hemogrlobin
(r=0,01), hematokrit (r=0.04), trombosit (r=0.03) dan kadar anion gap (r=0.03) pada
kelompok DSS pada 24 jam pertama.
Gambar 2 menunjukan hubungan negatif (r= -0.40; p= 0,030) antara kadar laktat darah dan
pO2 pada 24 jam pertama. Setiap penurunan saturasi pO2 akan di ikuti dengan peningkatan
kadar laktat. Gambar 3 menunjukan hubungan negatif (r= - 0.46; p= 0.000) antara kadar
laktat darah dan saturasi O2 dalam 24 jam pertama. Setiap penurunan saturasi O2 akan diikuti
dengan peningkatan kadar asam laktat darah. Gambar 4 menunjukan hubungan positif lemah
(r= 0.03 ; P= 0.876) antara kadar laktat darah dan kadar anion gap dalam 24 jam pertama.
Setiap peningkatan kadar anion gap akan disertai dengan peningkatan kadar laktat darah.
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Tabel 2
Rerata kadar laktat darah pada 24 jam pertama memiliki tingkat kepercayaan antara kadar
terendah adalah 0.89 mmol/L dan kadar tertinggi 5.18 mmol/L. Nilai cut-off point yaitu 2.015
mmol/L dengan sensitivitas 70% dan specificity 83,3% yang dapat di pakai.
Pembahasan
Kadar laktat darah lebih banyak di plajari sebagai penanda biokimia adanya hipoksia,
indikator beratnya penyakit, monitor terapi syok dan sebagai indikator prognostik pada saat
gawat. Pemeriksaan kadar laktat serial merupakan indikator yang sangat sensitif untuk
mengevaluasi derajat beratnya syok.
Pada kelompok DSS, proporsi terbesar adalah infeksi sekunder, hal ini sesuai dengan
penelitian Dewi dan Karyanti. Penelitian Dewi dan Sumarmo menunjukan tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin pada pasien DBD. Di dapatkan abnormalitas kadar laktat darah (>2
mmol/L) pada pemeriksaan 24 jam pertama pada kelompok DSS sebanyak 73%. Pada
kelompok. Pada hari ke2 dan ke3 baik pada kelompok DSS dan DBD tanpa syok menunjukan
kadar laktat darah yang normal (< 2mmol/L). Harun, Levraunt dan Dozinas mendapatkan
adanya pelepasan endotoksemia, serta sitokin TNF –a dan IL-6 pada kasus DSSKadar
endotoksin tinggi ditemukan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna, syok berulang,
syok lama dan pada saat pasien meninggal. Kedua faktor inilah yang merupakan penyebab
menigkatnya kadar laktat darah pada pasien DBD dengan syok.
Kami menemukan laktat darah abnormal (> 2 mmol/L) dalam 24 jam pertama dalam
kelompok DSS adalah 73%. Pada hari kedua dan ketiga pemeriksaan, lebih banyak pasien
dengan kadar laktat darah normal (<2 mmol / L) di kedua kelompok DBD dan DSS.
Peningkatan kadar laktat darah menunjukkan keparahan syok pada DBD. Sebuah studi oleh
Karyanti memiliki membuktikan bahwa ada kerusakan hepatoseluler mulai dari derajat ringan
sampai berat dalam kasus-kasus dengan infeksi dengue tercermin dari peningkatan tingkat
transaminase. Harun, Levraunt dan Douzinas menemukan adanya pelepasan endotoksemia,
TNF-α dan IL-6 pada kasus dengan DSS. Kadar endotoksin tinggi ditemukan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal, syok berulang, syok lama dan ketika pasien meninggal.
Kedua faktor itulah penyebab peningkatan kadar laktat darah pada pasien DBD dengan syok.
Hati adalah organ utama untuk metabolisme laktat. Hampir 50% dari laktat diekstrak dalam
hati. Dalam beberapa kondisi, seperti penyakit hati, aliran darah dan gangguan transportasi
oksigen, fungsi hati pada homeostasis laktat dapat diubah. Hal ini disebabkan penurunan
aliran darah ke hati
Perbandingan kadar laktat darah antara kasus dengan dan tanpa syok berbeda secara
signifikan pada L1 - L2 ( P = 0,000 ) dan L1 - L3 ( P = 0,002 ) . Peningkatan kadar laktat
memungkinkan penggunaan suatu substrat yang segera dapat dioksidasi sesudah periode
hipoksia singkat ( ketika ATP dari sitosol rendah ). Konversi tingkat laktat darah dalam
penelitian ini adalah sama dengan yang dari Setiati et al studi . Baker et al , Siswanto ,
Levrauntet al dan Douzinas et al menunjukkan peningkatan tingkat laktat darah pada pasien
sepsis pada hari pertama pemeriksaan dan diikuti oleh penurunan darah
tingkat laktat pada hari berikutnya pemeriksaan . Khrisna et al menemukan bahwa tingkat
laktat darah meningkat hampir dua kali lipat dalam kasus malaria berat , tapi segera menurun
pada pasien yang bertahan hidup . Wang et al penelitian menunjukkan kadar laktat darah
meningkat pada pasien kolera sebelum fase rehidrasi dan menurun setelah rehidrasi. Hendarto
telah melakukan penelitian untuk menguji kadar laktat awal dalam ketoasidosis diabetik ,
hasilnya adalah 14 dari 15 pasien dengan tingkat laktat < 2 mmol / L masih hidup sampai
akhir jam ke 24.
Studi ini menunjukkan korelasi negatif antara kadar laktat darah dan pO2 dan saturasi
oksigen dalam 24 jam pertama pada kasus dengan DSS sama dengan Setiati et al . Studi ini
juga menemukan hubungan yang lemah antara kadar laktat darah dan tingkat kesenjangan
anion dalam waktu 24 jam pertama dalam kelompok DSS , itu mirip dengan hasil penelitian
Siswanto. Nilai cut- off point kadar laktat darah adalah 2,015 mmol/L digunakan untuk
memprediksi tingkat keparahan syok pada kasus DBD . Penelitian Setiati et al mendapatkan
nilai cut- off point kadar laktat darah 5,3 mmol/L sebagai penanda prognosis buruk pada
DBD berat. Sementara itu, penelitian Siswanto mendapatkan nilai cut- off point kadar laktat
darah 2,5 mmol/L sebagai penanda untuk memprediksi proses memburuknya perjalanan
penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat laktat darah meningkat pada kasus
yang berat . Sebaliknya , kadar laktat darah menurun pada pasien yang mencapai perbaikan
medis atau sembuh. Kami menyimpulkan bahwa hiperlaktatemia di DSS dapat dianggap
sebagai tanda tidak tepat untuk pengobatan syok . Kadar laktat darah dapat digunakan sebagai
penanda biokimia untuk hipoksia jaringan , untuk menilai beratnya penyakit , pemantauan
pengobatan , dan memiliki nilai prognostik kasus DBD .