Hasil penelitian

12
PERBANDINGAN KADAR LAKTAT DARAH SERIAL ANTARA SINDROM SYOK DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE Abstrak Latar belakang Angka kematian sindrom syok dengue (DSS) di rumah sakit masih tinggi. Pemantauan kadar laktat darah penting untuk mengevaluasi shock. Tujuan penelitian ini adalah meninjau perbedaan antara kadar laktat darah dari DSS dan demam berdarah dengue (DHF), untuk mengetahui hubungan kadar laktat darah dengan keadaan hipoksia sebagai faktor risiko terjadinya syok (PaO2, saturasi oksigen dan senjang anion darah) dan untuk menentukan titik cut-off kadar laktat darah untuk memprediksi syok. Metode Studi ini dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari Januari sampai Juli 2006. Tiga mL spesimen darah vena dikumpulkan dari semua pasien untuk pemeriksaan darah tepi, gas darah, serologi, dan pemeriksaan laktat darah. Penelitian ini terdiri dari studi kohort (membandingkan kadar laktat darah secara serial antara kelompok DHF tanpa syok dan dan DSS)serta metode cross sectional . Data dianalisis dengan Chi-kuadrat tes. Data kontinus diuji menggunakan metode Mann-Whitney. Untuk mengetahui korelasi antara kadar laktat darah dan menguji faktor risiko syokkami menggunakan regresi logistik.

description

a

Transcript of Hasil penelitian

Page 1: Hasil penelitian

PERBANDINGAN KADAR LAKTAT DARAH SERIAL ANTARA SINDROM SYOK

DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Abstrak

Latar belakang Angka kematian sindrom syok dengue (DSS) di rumah sakit masih tinggi.

Pemantauan kadar laktat darah penting untuk mengevaluasi shock.

Tujuan penelitian ini adalah meninjau perbedaan antara kadar laktat darah dari DSS dan

demam berdarah dengue (DHF), untuk mengetahui hubungan kadar laktat darah dengan

keadaan hipoksia sebagai faktor risiko terjadinya syok (PaO2, saturasi oksigen dan senjang

anion darah) dan untuk menentukan titik cut-off kadar laktat darah untuk memprediksi syok.

Metode Studi ini dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia, rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari Januari sampai Juli

2006. Tiga mL spesimen darah vena dikumpulkan dari semua pasien untuk pemeriksaan

darah tepi, gas darah, serologi, dan pemeriksaan laktat darah. Penelitian ini terdiri dari studi

kohort (membandingkan kadar laktat darah secara serial antara kelompok DHF tanpa syok

dan dan DSS)serta metode cross sectional . Data dianalisis dengan Chi-kuadrat tes. Data

kontinus diuji menggunakan metode Mann-Whitney. Untuk mengetahui korelasi antara kadar

laktat darah dan menguji faktor risiko syokkami menggunakan regresi logistik.

Hasil Dalam kelompok DSS, 73% menunjukkan hiperlaktatemia (laktat = 2 mmol/L).

Perubahan rerata kadar laktat darah antara kelompok DSS dan DHF tanpa syok sangat

berbeda dari satu hari ke hari dua dan tiga. Terdapat korelasi negatif antara tingkat laktat dan

pO2 dan saturasi oksigen. Hanya nilai saturasi O2 yang mempunyai korelasi klinis. Analisis

regresi dapat diterapkan dengan menggunakan persamaan Y=7,05-0,05 X. Nilai cut off point

kadar laktat darah sebagai petanda syok pada DBD adalah > 2,015 mmol/L dengan

sensitivitas sebesar 70% dan spesifisitas sebesar 83,3%.

Kesimpulan Hiperlaktatemia pada DSS harus dianggap sebagai tanda belum teratasinya

syok. Kadar laktat darah serial dapat digunakan sebagai penanda biokimia untuk hipoksia

jaringan, untuk menilai tingkat keparahan penyakit, pemantauan pengobatan, dan memiliki

nilai prognostik kasus DHF.

Kata kunci: laktat darah serial, sindrom syok dengue, prognostik

Page 2: Hasil penelitian

Angka kematian sindrom syok dengue (DSS) di rumah sakit masih tinggi. Kadar laktat darah

telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai penanda biokimia adanya hipoksia jaringan.

Kadar laktat darah serial dapat memprediksi syok, kegagalan organ multipel dan

kelangsungan hidup yang lebih baik dari nilai curah jantung, hantaran oksigen dan

interleukin-6 (IL-6). Pemantauan kadar laktat darah langsung di sisi pasien penting untuk

evaluasi terapi.

Setiadi dkk dalam penelitiannya melaporkan pemeriksaan kadar laktat darah sebagai

prediktor mortalitas DBD berat. Didapatkan peningkatan kadar laktat darah pada penderita

dengan serologi dengue blot yang positif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau

perbedaan tingkat laktat darah antara DSS dan demam berdarah dengue (DHF), untuk

mengetahui hubungan antara kadar laktat darah dengan variabel faktor risiko terjadinya syok

dan untuk menghitung titik cut-off laktat untuk memprediksi syok.

METODE

Studi ini dilaksanakan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia, rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari Januari sampai Juli

2006. Data Serial tentang hasil darah tepi, analisis gas darah, senjang anion dan pemeriksaan

kadar laktat darah dan parameter stadium klinis DHF dan DSS dicatat. Kriteria inklusi adalah

usia pasien 0-18 tahun dan terbukti menderita DBD. Pasien yang menderita infeksi bakteri,

penyakit hati, dan mereka dengan data yang tidak lengkap dikeluarkan dari penelitian. Tiga

puluh subyek dengan DBD tanpa syok dan 30 dengan DSS yang memenuhi syarat.

Semua data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium

rutin dicatat. Dari semua subyek dikumpulkan tiga mL sampel darah vena untuk pemeriksaan

darah tepi, dan serologi (IgM / IgG) pemeriksaan dilakukan pada hari-lima. Jika hasilnya

mendukung diagnosis DBD (trombositopenia dan hemokonsentrasi) serta pada fase infeksi

akut (sakit hari ke tiga sampai tujuh), maka pemeriksaan lain akan dilakukan seperti analisis

gas darah, senjang anion, kadar laktat darah serial, pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, dan

trombosit selama rawat inap.

Data deskriptif disajikan dalam teks dan tabel. Data dianalisis dengan uji Chi-square atau

metode Fischer exact. Data kontinus diuji dengan metode Mann-Whitney. Untuk menentukan

Page 3: Hasil penelitian

hubungan antara kadar laktat darah yang berhubungan dengan variabel faktor risiko

terjadinya syok kami menggunakan analisis regresi logistik.

Hasil penelitian

Selama periode 1 maret sampai dengan 15 juni 2006 terdapat 93 kasus demam dengue

maupun DBD. Hanya 62 kasus yang memenuhi kriteria inklusi, tetapi 2 subyek mengalami

drop out. Subyek penelitian ini di bagi menjadi 2 kelompok, yang terdiri dari 30 kasus

dengan DBD tanpa syok ( DBD derajat II) dan 30 kasus dengan DSS ( 26 kasus DBD derajat

III dan 4 kasus DBD derajat IV). Terdapat 1 kasus DBD derajat IV yang meninggal dunia.

Subjek terdiri dari 24 anak perempuan dan 36 anak laki- laki. Kami menemukan bahwa

dalam kelompok DSS, proporsi yang terbesar adalah mereka dengan infeksi sekunder dengan

usia 6-10 tahun, sedangkan pada kelompok DBD usia 11-15 tahun. Dalam kelompok DSS,

sebagian besar adalah dengan gizi baik.

Durasi terpanjang demam pada hari saat dirawat adalah empat hari. Pada kelompok DSS,

proporsi yang terbesar memiliki temperatur dibawah 38 C dengan rata-rata 36.9 C. proporasi

kadar hematokrit tertingi pada kedua kelompok adalah 40-45%. Kadar trombosit berkisar

antara 51,000-100,000 / uL. Nyeri perut, hepatomegali, muntah dan perdarahan spontan

ditemukan lebih banyak pada kelompok DSS dibandingkan dengan yang di DBD dengan

syok.

Darah untuk sempel laktat 1 (L1) diambil pada 24jam saat masuk rumah sakit, L2 diambil

dalam wakt 24-48 jam ,L3 dalam waktu 48-72 jam.Tingkat laktat darah pada subjek

penelitian DBD tanpa syok berada pada kadar normal (<2 mmol / L), yaitu 83,3% pada L1,

93,3% di L2, dan 100% di L3. Pada kelompok DSS sebagian besar subyek (73%) berada

pada hiperlaktatemia (> 2 mmol / L). Sedangkan kadar laktat darah L2 dan L3 di sebagian

besar subyek penelitian (87%) kembali kenilai normal (<2mmol/L).

(Tabel 1)

Page 4: Hasil penelitian

Kadar laktat tertinggi terdapat pada L1. Peningkatan kadar laktat darah pada kelompok DBD

mencapai 1.48 (SD 0.48 mmol/L), sedangkan pada kelompok DSS mencapai 2.61 (SD1.06

mmol/L). (Figure 1).

Kebanyakan pasien pada kelompok DBD menunjukan perubahan kadar laktat darah tertinggi

terjadi dari L1 ke L3 yaitu sebesar 0.46(0.62 mmol/L), sedangkan pada kelompok DSS dar

L1 ke L2 yaitu sebesar 1,25 (SD 1,01) mmol / L. Uji statistil mann-whitney menunjukkan

perbedaan yang bermakna antara rerata perubahan dari L1 ke L2 (P <0,0001) dan L2 ke L3

(P = 0,002).

Terdapat rerata perbedaan kadar yang bermakna pada rerata kadar hemoglobin dan

hematoktrit pada kelompok DSS pada 24 jam pertama diandingkan dengan kelompok DBD

tanpa syok. Rerata kadar pO2 pada kelompok DSS pada 24jam pertama adalah 75 ( SD 34,4)

Page 5: Hasil penelitian

mmHg, berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok DBD tanpa syok (P=0.007).

Rerata kadar saturasi O2 kelompok DSS pada 24 jam pertama 92.3 (SD 10)%, berbeda

bermakna dengan kelompok DBD tanpa syok

(P=0.001).

Pada penelitian ini tidak menunjukan hubungan antara kadar laktat darah dan hemogrlobin

(r=0,01), hematokrit (r=0.04), trombosit (r=0.03) dan kadar anion gap (r=0.03) pada

kelompok DSS pada 24 jam pertama.

Gambar 2 menunjukan hubungan negatif (r= -0.40; p= 0,030) antara kadar laktat darah dan

pO2 pada 24 jam pertama. Setiap penurunan saturasi pO2 akan di ikuti dengan peningkatan

kadar laktat. Gambar 3 menunjukan hubungan negatif (r= - 0.46; p= 0.000) antara kadar

laktat darah dan saturasi O2 dalam 24 jam pertama. Setiap penurunan saturasi O2 akan diikuti

dengan peningkatan kadar asam laktat darah. Gambar 4 menunjukan hubungan positif lemah

(r= 0.03 ; P= 0.876) antara kadar laktat darah dan kadar anion gap dalam 24 jam pertama.

Setiap peningkatan kadar anion gap akan disertai dengan peningkatan kadar laktat darah.

Gambar 2

Gambar 3

Page 6: Hasil penelitian

Gambar 4

Tabel 2

Page 7: Hasil penelitian

Rerata kadar laktat darah pada 24 jam pertama memiliki tingkat kepercayaan antara kadar

terendah adalah 0.89 mmol/L dan kadar tertinggi 5.18 mmol/L. Nilai cut-off point yaitu 2.015

mmol/L dengan sensitivitas 70% dan specificity 83,3% yang dapat di pakai.

Pembahasan

Kadar laktat darah lebih banyak di plajari sebagai penanda biokimia adanya hipoksia,

indikator beratnya penyakit, monitor terapi syok dan sebagai indikator prognostik pada saat

gawat. Pemeriksaan kadar laktat serial merupakan indikator yang sangat sensitif untuk

mengevaluasi derajat beratnya syok.

Pada kelompok DSS, proporsi terbesar adalah infeksi sekunder, hal ini sesuai dengan

penelitian Dewi dan Karyanti. Penelitian Dewi dan Sumarmo menunjukan tidak terdapat

perbedaan jenis kelamin pada pasien DBD. Di dapatkan abnormalitas kadar laktat darah (>2

mmol/L) pada pemeriksaan 24 jam pertama pada kelompok DSS sebanyak 73%. Pada

kelompok. Pada hari ke2 dan ke3 baik pada kelompok DSS dan DBD tanpa syok menunjukan

kadar laktat darah yang normal (< 2mmol/L). Harun, Levraunt dan Dozinas mendapatkan

adanya pelepasan endotoksemia, serta sitokin TNF –a dan IL-6 pada kasus DSSKadar

endotoksin tinggi ditemukan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna, syok berulang,

syok lama dan pada saat pasien meninggal. Kedua faktor inilah yang merupakan penyebab

menigkatnya kadar laktat darah pada pasien DBD dengan syok.

Kami menemukan laktat darah abnormal (> 2 mmol/L) dalam 24 jam pertama dalam

kelompok DSS adalah 73%. Pada hari kedua dan ketiga pemeriksaan, lebih banyak pasien

dengan kadar laktat darah normal (<2 mmol / L) di kedua kelompok DBD dan DSS.

Peningkatan kadar laktat darah menunjukkan keparahan syok pada DBD. Sebuah studi oleh

Karyanti memiliki membuktikan bahwa ada kerusakan hepatoseluler mulai dari derajat ringan

sampai berat dalam kasus-kasus dengan infeksi dengue tercermin dari peningkatan tingkat

transaminase. Harun, Levraunt dan Douzinas menemukan adanya pelepasan endotoksemia,

TNF-α dan IL-6 pada kasus dengan DSS. Kadar endotoksin tinggi ditemukan pada pasien

dengan perdarahan gastrointestinal, syok berulang, syok lama dan ketika pasien meninggal.

Kedua faktor itulah penyebab peningkatan kadar laktat darah pada pasien DBD dengan syok.

Hati adalah organ utama untuk metabolisme laktat. Hampir 50% dari laktat diekstrak dalam

hati. Dalam beberapa kondisi, seperti penyakit hati, aliran darah dan gangguan transportasi

Page 8: Hasil penelitian

oksigen, fungsi hati pada homeostasis laktat dapat diubah. Hal ini disebabkan penurunan

aliran darah ke hati

Perbandingan kadar laktat darah antara kasus dengan dan tanpa syok berbeda secara

signifikan pada L1 - L2 ( P = 0,000 ) dan L1 - L3 ( P = 0,002 ) . Peningkatan kadar laktat

memungkinkan penggunaan suatu substrat yang segera dapat dioksidasi sesudah periode

hipoksia singkat ( ketika ATP dari sitosol rendah ). Konversi tingkat laktat darah dalam

penelitian ini adalah sama dengan yang dari Setiati et al studi . Baker et al , Siswanto ,

Levrauntet al dan Douzinas et al menunjukkan peningkatan tingkat laktat darah pada pasien

sepsis pada hari pertama pemeriksaan dan diikuti oleh penurunan darah

tingkat laktat pada hari berikutnya pemeriksaan . Khrisna et al menemukan bahwa tingkat

laktat darah meningkat hampir dua kali lipat dalam kasus malaria berat , tapi segera menurun

pada pasien yang bertahan hidup . Wang et al penelitian menunjukkan kadar laktat darah

meningkat pada pasien kolera sebelum fase rehidrasi dan menurun setelah rehidrasi. Hendarto

telah melakukan penelitian untuk menguji kadar laktat awal dalam ketoasidosis diabetik ,

hasilnya adalah 14 dari 15 pasien dengan tingkat laktat < 2 mmol / L masih hidup sampai

akhir jam ke 24.

Studi ini menunjukkan korelasi negatif antara kadar laktat darah dan pO2 dan saturasi

oksigen dalam 24 jam pertama pada kasus dengan DSS sama dengan Setiati et al . Studi ini

juga menemukan hubungan yang lemah antara kadar laktat darah dan tingkat kesenjangan

anion dalam waktu 24 jam pertama dalam kelompok DSS , itu mirip dengan hasil penelitian

Siswanto. Nilai cut- off point kadar laktat darah adalah 2,015 mmol/L digunakan untuk

memprediksi tingkat keparahan syok pada kasus DBD . Penelitian Setiati et al mendapatkan

nilai cut- off point kadar laktat darah 5,3 mmol/L sebagai penanda prognosis buruk pada

DBD berat. Sementara itu, penelitian Siswanto mendapatkan nilai cut- off point kadar laktat

darah 2,5 mmol/L sebagai penanda untuk memprediksi proses memburuknya perjalanan

penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat laktat darah meningkat pada kasus

yang berat . Sebaliknya , kadar laktat darah menurun pada pasien yang mencapai perbaikan

medis atau sembuh. Kami menyimpulkan bahwa hiperlaktatemia di DSS dapat dianggap

sebagai tanda tidak tepat untuk pengobatan syok . Kadar laktat darah dapat digunakan sebagai

penanda biokimia untuk hipoksia jaringan , untuk menilai beratnya penyakit , pemantauan

pengobatan , dan memiliki nilai prognostik kasus DBD .