HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD)...
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD)...
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Fisik
Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara
klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah
ditetapkan oleh American Society of Anaesthesiologist (ASA), yaitu anjing yang
sehat dan bebas dari penyakit seperti parasit interna maupun eksterna (Lumb dan
Jones 1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemeriksaan
respirasi, kardiovaskuler, status dehidrasi, dan refleks-refleks secara keseluruhan
menunjukkan hasil yang baik dan 18 ekor anjing layak dipergunakan untuk
perlakuan penelitian. Hasil pemeriksaan rata-rata 18 ekor anjing yang
dipergunakan pada penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Hasil Pemeriksaan 18 ekor Anjing yang Dipergunakan untuk
Penelitian
Parameter Pemeriksaan Rata-rata Hasil Pemeriksaan
(18 ekor anjing)
Berat badan 10 ± 1 kg
Umur anjing 19 ± 2 bulan
Denyut jantung 105± 9 kali/menit
Respirasi 20 ± 4 kali/menit
Suhu tubuh 38,4 ± 0,4 0C
Turgor kulit Baik
Refleks-refleks Baik
Pemberian Preanestesi dan Induksi Anestesi
Penelitian tahap pertama dilakukan untuk melihat gambaran
elektrokardiogram (EKG) anjing yang diberikan kombinasi preanestesi atropin
sulfat–xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi
ketamin HCl-propofol. Penelitian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok
I, II, dan III yang diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat dosis 0,03
mg/kgBB–xylazin HCl dosis 2 mg/kgBB secara intramuskular (IM) dan 10 menit
33
kemudian masing-masing diinduksi secara intravena (IV) dengan ketamin HCl
dosis 4 mg/kgBB (kelompok I), propofol dosis 4 mg/kgBB (kelompok II), dan
kombinasi ketamin HCl dosis 4 mg/kgBB–propofol dosis 4 mg/kgBB (kelompok
III). Pengambilan data dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10
menit sampai menit ke-90. Parameter yang diamati adalah amplitudo gelombang
P, R, dan T; interval gelombang QRS, PQ, QT masing-masing pada sadapan II;
serta denyut jantung dan aksis jantung. Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-
rata ± SD) dari hasil penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 4.
30
Tabel 4
Parameter Perlakuan Waktu Pengamatan (menit)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Amplitudo
Gelombang
P (mV)
Klp I 0,16±0,02 0,14±0,03 0,12±0,02 0,15±0,04 0,16±0,05 0,18±0,06 0,19±0,05 0,19±0,02 0,19±0,03 0,16±0,04
Klp II 0,14±0,04 0,12±0,04 0,10±0,03 0,12±0,05 0,11±0,06 0,13±0,02 0,12±0,03 0,14±0,02 0,11±0,03 0,11±0.05
Klp III 0,08±0,02 0,06±0,04 0,04±0,05 0,10±0,03 0,14±0,01 0,15±0,03 0,12±0,05 0,13±0,05 0,12±0,04 0,09±0,03
Amplitudo
Gelombang
R (mV)
Klp I 1,63±0,14 1,39±1,00 1,63±0,51 1,72±0,53 1,73±0,48 1,69±0,53 1,80±0,41 1,81±0,34 1,77±0,29 1,80±0,30
Klp II 1,62±0,60 1,46±0,73 1,25±0,68 1,13±0,60 1,21±0,69 1,20±0,72 1,23±0,72 1,31±0,76 1,34±0,74 1,48±0,72
Klp III 1,48±0,86 1,08±0,58 1,19±0,66 1,62±0,61 1,29±0,43 1,31±0,54 1,13±0,79 1,06±0,82 1,25±0,61 1,24±0,61
Amplitudo
Gelombang
T (mV)
Klp I -0,36±0,17 -0,23±0,17 -0,13±0,24 -0,12±0,23 -0,07±0,31 -0,08±0,34 -0,13±0,29 -0,04±0,32 -0,08±0,27 -0,22±0,17
Klp II -0,25±0,20 -0,23±0,14 -0,09±0,20 -0,10±0,19 -0,11±0,18 -0,19±0,12 -0,10±0,15 -0,11±0,15 -0,11±0,16 -0,22±0,16
Klp III -0,08±0,12 -0,03±0,20 -0,08±0,19 0,13±0,26 0,13±0,27 0,12±0,26 -0,06±0,13 -0,04±0,13 -0,07±0,12 -0,08±0,11
Interval
Gelombang
QRS (detik)
Klp I 0,05±0,01 0,04±0,02 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,05±0,00
Klp II 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,00 0,05±0,00
Klp III 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01
Interval PQ
(detik)
Klp I 0,09±0,06 0,08±0,05 0,09±0,06 0,10±0,07 0,10±0,07 0,12±0,02 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01 0,11±0,02
Klp II 0,11±0,01 0,09±0,01 0,12±0,02 0,14±0,04 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01
Klp III 0,07±0,05 0,05±0,06 0,06±0,07 0,06±0,06 0,08±0,06 0,11±0,01 0,10±0,00 0,13±0,01 0,08±0,06 0,08±0,05
Interval QT
(detik)
Klp I 0,15±0,01 0,15±0,01 0,22±0,01 0,24±0,06 0,23±0,01 0,17±0,01 0,23±0,02 0,18±0,01 0,23±0,01 0,22±0,03
Klp II 0,19±0,01 0,20±0,01 0,21±0,01 0,19±0,02 0,20±0,00 0,22±0,01 0,21±0,01 0,21±0,02 0,20±0,02 0,19±0,01
Klp III 0,22±0,04 0,22±0,03 0,20±0,01 0,21±0,01 0,21±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,22±0,02 0,23±0,04 0,22±0,05
Denyut
Jantung
(kali/menit)
Klp I 107±14,24 87±11,20 95±12,28 97±18,04 98±17,26 111±12,62 93±18,34 85±16,91 84±11,96 81±19,28
Klp II 112±11,25 93±17,10 83±16,77 105±18,50 95±15,13 114±16,50 96±12,39 87±11,41 85±16,44 91±7,09
Klp III 105±16,88 67±12,43 106±15,99 105±17,33 118±14,45 94±9,98 90±12,07 81±14,85 84±12,26 91±7,80
Aksis
Jantung
(derajat)
Klp I 72±4,76 66±4,62 72±8,16 76±9,22 75±9,60 75±10,78 76±6,13 75±5,68 76±4,57 78±5,35
Klp II 67±12,36 62±15,00 62±12,77 62±12,26 62±13,48 62±14,45 62±14,90 63±12,39 63±13,18 65±12,23
Klp III 74±8,81 76±5,45 74±7,72 77±9,11 76±5,97 76±8,04 76±8,29 79±3,00 79±2,99 79±2,36
Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R,
amplitudo gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi; preanestesi
atropin sulfat-xylazin HCl; induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya
35
Amplitudo Gelombang P
Gelombang P merupakan gambaran perubahan arus listrik jantung pada
saat terjadi depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium
berasal dari nodus sinus. Besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi
nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam
keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan
hantaran. Nilai normal amplitudo gelombang P pada anjing adalah maksimum 0,4
mV (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil pengamatan seperti
ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl
terjadi penurunan amplitudo P dari 0,16±0,02 mV ke 0,14±0,03 mV, begitu pula
pada kelompok II dari 0,14±0,04 mV ke 0,12±0,04 mV, dan pada kelompok III
dari 0,08±0,02 mV ke 0,06±0,04 mV. Secara umum penurunan amplitudo pada 10
menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mV. Penurunan masih berlanjut setelah
pemberian anestesi pada menit ke-10. Pada kelompok I turun sampai 0,12±0,02
mV, pada kelompok II sampai 0,10±0,03 mV, dan kelompok III sampai 0,04±0,05
mV pada menit ke-20. Penurunan gelombang P pada preanestesi berlangsung
0 0,02 0,04 0,06 0,08
0,1 0,12 0,14 0,16 0,18
0,2 0,22
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Ge
lom
ban
g P
(m
V)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata gelombang P sadapan II sebelum teranestesi,
setelah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi
anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan
kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
36
selama 20 menit pertama dengan pola dan kekuatan yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl memberikan pengaruh
terhadap depolarisasi atrium. Xylazin HCl yang merupakan golongan alpha-2
adrenergic receptor agonist bekerja melalui mekanisme penghambatan tonus
syaraf simpatik yang dapat menyebabkan relaksasi otot, konduksi impuls dan
denyut jantung, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Pemberian xylazin HCl
seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan konduksi listrik pada
atrioventrikular (AV block). Terjadinya AV block dapat menyebabkan
keterlambatan penyebaran konduksi listrik di atrium (Avdosko et al. 2010).
Pemberian atropin sulfat yang merupakan antimuskarinik, digunakan untuk
mengurangi sekresi bronkial serta mencegah kejadian aritmia terutama
bradikardia karena prosedur anestesi. Pemakaian atropin sulfat dosis tinggi dapat
mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung. Atropin sulfat dapat mencegah
terjadinya penghambatan konduksi listrik di atrium (Conti-Patara et al. 2009;
O’Grady dan O’Sullivan 2004).
Perubahan gelombang P tiap tahap anestesi terlihat setelah menit ke-20.
Pada kelompok I, setelah pemberian anestesi ketamin HCl terjadi kenaikan
menjadi 0,15±0,04 mV pada menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi terjadi pada
menit ke-60 sampai dengan menit ke-80 sebesar 0,19±0,05 mV, 0,19±0,02 mV,
dan 0,19±0,03 mV. Rata-rata peningkatan pada kelompok I adalah sebesar 0,07
mV dan pada menit ke-90 amplitudo gelombang P kelompok I sebesar 0,16±0,04
mV. Pada kelompok II, setelah pemberian anestesi ketamin HCl mengalami
peningkatan menjadi 0,12±0,05 mV menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi pada
menit ke-70 sebesar δ 0,04 mV (0,14±0,02 mV) dan pada saat anjing siuman
sebesar 0,11±0.05 mV. Pada kelompok III, setelah pemberian anestesi terjadi
kenaikan yang tajam pada menit ke-30 sebesar 0,06 mV (0,10±0,03 mV) dengan
kenaikan tertinggi pada menit ke-50 sebesar 0,09 mV(0,15±0,03 mV), kemudian
terjadi penurunan sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar
0,09±0,03 mV (0,05 mV).
Setelah dianestesi dengan ketamin HCl dan kombinasi ketamin HCl–
propofol, terjadi kenaikan amplitudo gelombang P. Ketamin HCl dapat
menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan menghambat
37
perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan syaraf simpatik dan
penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan peningkatan denyut
jantung (kronotropik positif), peningkatan konduksi impuls (dromotropik positif),
dan peningkatan kontraksi otot jantung (inotropik positif). Pemberian anestesi
propofol memberikan sedikit pengaruh terhadap kenaikan amplitudo gelombang
P. Pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai
pengaruhnya terhadap kenaikan gelombang P yang tajam dibandingkan pemberian
anestesi ketamin HCl maupun propofol segera setelah menit ke-20 terlampaui.
Perbedaan potensial aksi pada syaraf akibat pengaruh pemberian anestesi
kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah mengakibatkan terjadinya AV block
menyebabkan terkumpulnya impuls listrik dan akan segera mencetuskan impuls
listrik cukup besar yang akan menyebar ke seluruh dinding atrium. Kekuatan
impuls listrik atrium yang berasal dari nodus sinoatrial (NSA) lebih besar
dibandingkan pengaruh anestesi yang diberikan, setelah menit ke-30 terlampaui.
Ini berarti bahwa stabilitas EKG pada ketiga kelompok dapat terlihat setelah
pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya.
Amplitudo Gelombang R
Amplitudo gelombang R menunjukkan kekuatan listrik saat terjadi
depolarisasi ventrikel. Kekuatan listrik pada dinding ventrikel berasal dari nodus
atrioventrikular (NAV), berkas His, dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang
R juga merupakan amplitudo gelombang QRS, yang dibentuk bersama-sama oleh
gelombang Q, R, dan gelombang S. Amplitudo gelombang R cukup besar karena
banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Hasil yang diperoleh dari
pengamatan penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 14.
38
Gambar 14
HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi in Cl
Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi
penurunan amplitudo gelombang R dari 1,63±0,14 mV ke 1,39±1,00 mV, begitu
pula pada kelompok II dari 1,62±0,60 mV ke 1,46±0,73 mV, dan pada kelompok
III dari 1,48±0,86 mV ke 1,08±0,58 mV. Setelah pemberian anestesi masing-
masing kelompok memberikan gambaran yang berbeda, kelompok I mengalami
peningkatan menjadi 1,63±0,51 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit
ke-70 (1,81±0,34 mV) sampai anjing siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo
gelombang R sebesar 1,80±0,30 mV. Begitu pula dengan kelompok III terjadi
peningkatan pada menit ke-20 (1,19±0,66 mV) sampai menit ke-50 (1,31±0,54
mV), dan menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mV.
Sedangkan pada kelompok II, setelah pemberian anestesi propofol, penurunan
amplitudo gelombang R masih berlanjut sampai dengan menit ke-30 (1,13±0,60
mV), yang kemudian perlahan meningkat sampai anjing siuman pada menit ke-90
dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mV.
Penurunan amplitudo gelombang R pada menit ke-0 sampai menit ke-10
disebabkan pemberian preanestesi atropin sulfat–xylazin HCl. Atropin sulfat–
xylazin HCl dapat menghambat konduksi listrik pada ventrikel jantung dan
serabut Purkinje. Penghambatan konduksi listrik diventrikel digambarkan dengan
0 0,2 0,4 0,6 0,8
1 1,2 1,4 1,6 1,8
2 2,2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Ge
lom
ban
g R
(m
V)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
39
menurunnya kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008). Kestabilan
EKG mulai terlihat pada menit ke-20 terlampaui, yaitu pada saat pemberian
induksi anestesi, terutama pada pemberian anestesi ketamin HCl dan kombinasi
ketamin HCl-propofol. Kestabilan amplitudo gelombang R diperoleh setelah
menit ke-30 terlampaui dengan induksi anestesi propofol. Penghambatan
konduksi listrik tidak terlalu berpengaruh karena besarnya kekuatan impuls listrik
yang bersumber dari NSA dan nodus atrioventrikuler (NAV), sehingga berkas His
dan serabut Purkinje tidak terpengaruh oleh perbedaan potensial aksi pada sistem
syaraf yang menginervasi jantung akibat pengaruh pemberian anestesi. Otot
jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari NSA sebagai
pacemaker, NAV, berkas His, dan serabut Purkinje. Sedangkan sistem syaraf
hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan
potensial aksi pada sistem syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu
memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari NAV,
berkas His, dan serabut Purkinje.
Interval Gelombang QRS
Gelombang QRS dibentuk bersama-sama oleh gelombang Q, R, dan S.
Standar penamaan kompleks QRS adalah jika defleksi pertama ke bawah (defleksi
negatif) disebut gelombang Q, defleksi pertama ke atas (defleksi positif) disebut
sebagai gelombang R, dan defleksi ke bawah pertama yang mengikuti defleksi ke
atas disebut sebagai gelombang S (Thaler 2009).
Interval gelombang QRS menggambarkan adanya depolarisasi yang terjadi
pada ventrikel. Impuls listrik di ventrikel menyebar cukup cepat dengan lamanya
interval gelombang QRS pada anjing normal adalah antara 0,04 sampai 0,05 detik
(Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Repolarisasi atrium terjadi selama masa
depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya gelombang QRS tersebut akan menutupi
gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada sadapan EKG. Hasil pengamatan
interval gelombang QRS seperti ditunjukkan pada Gambar 15.
40
Gambar 15
Pada kelompok I, setelah preanestesi terjadi penurunan interval gelombang
QRS dari 0,05±0,01 detik ke 0,04±0,02 detik. Sedangkan pada kelompok II tidak
terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai dengan menit ke-30, begitu
pula pada kelompok III tidak terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai
dengan menit ke-50. Hal ini berarti pemberian preanestesi kombinasi atropin
sulfat-xylazin HCl tidak mempengaruhi waktu depolarisasi pada ventrikel.
Pada kelompok I dan II setelah menit ke-30 sampai dengan menit ke-60
terjadi ketidakstabilan interval gelombang QRS dan baru mencapai kestabilan
setelah menit ke-60 sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan
interval gelombang QRS masing-masing 0,05±0,00 detik (kelompok I) dan
0,05±0,00 detik (kelompok II). Sedangkan pada kelompok III terjadi peningkatan
interval gelombang QRS pada menit ke-60 dari 0,04±0,01 ke 0,05±0,00 detik dan
turun kembali ke 0,04±0,01 detik pada menit ke-80. Perubahan interval
gelombang QRS pada kelompok I dan II menunjukkan bahwa pemberian anestesi
ketamin HCl dan propofol dapat memberikan ketidakstabilan gambaran interval
gelombang QRS terlihat pada menit ke-30. Setelah menit ke-60 terlampaui,
gambaran interval gelombang QRS terlihat kembali stabil. Pada kelompok III,
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0 20 40 60 80
Inte
rval
Ko
mp
leks
QR
S (d
eti
k)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok
III)
41
ketidakstabilan gambaran interval gelombang QRS terlihat pada menit ke-60 dan
kembali stabil setelah menit ke-70 terlampaui. Gambaran interval gelombang
QRS dapat dipengaruhi oleh kondisi teranestesi sempurna baik dengan induksi
ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya. Namun karena impuls listrik yang
dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat cepat dilewatkan ke NAV melalui
berkas His menuju ke serabut Purkinje yang akan mengadakan kontak dengan
seluruh sel-sel ventrikel untuk dialiri impuls listrik maka kestabilan gambaran
interval gelombang QRS dapat tercapai. Di ventrikel sendiri juga tersebar sel-sel
Pacemaker yang dapat menghasilkan impuls listrik sendiri.
Interval Gelombang PQ
Interval gelombang PQ atau kadang disebut interval gelombang PR diukur
dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini
mencakup penghantaran impuls listrik melalui atrium (depolarisasi atrium) dan
hambatan impuls melalui nodus atrioventrikular (NAV). Interval gelombang PQ
pada anjing normal adalah berkisar antara 0,06 sampai 0,13 detik (Nelson 2003;
Tilley et al. 2008). Perpanjangan interval gelombang PQ yang abnormal
menandakan adanya gangguan hantaran impuls (AV block). Gambaran hasil
pengamatan pada interval PQ seperti pada Gambar 16.
Gambar 16
0
0,03
0,06
0,09
0,12
0,15
0,18
0 20 40 60 80
Inte
rval
PR
(d
eti
k)
Waktu (detik)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata interval PQ sadapan kedua sebelum teranestesi
dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat sulfat-xylazin HCl
dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok
II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
42
Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi
penurunan interval gelombang PQ dari 0,09±0,06 detik ke 0,08±0,05 detik, begitu
pula pada kelompok II dari 0,11±0,01 detik ke 0,09±0,01 detik, dan pada
kelompok III dari 0,07±0,05 detik ke 0,05±0,06 detik. Rata-rata penurunan
interval gelombang PQ pada 10 menit pertama adalah 0,01-0,02 detik. Pemberian
xylazin HCl dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada NAV dan
menyebabkan terjadinya keterlambatan konduksi listrik di atrium dan
perpanjangan interval gelombang PQ. Seolah-olah terjadi AV block setelah
pemberian xylazin HCl yang menyabkan terjadinya penurunan interval
gelombang PQ (Avdosko et al. 2010; Conti-Patara et al. 2009).
Setelah 10 menit pertama terlampaui, yaitu setelah dianestasi dengan
ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasinya (kelompok
III) terjadi peningkatan interval gelombang PQ pada ketiga kelompok, yaitu
masing-masing 0,01 detik pada kelompok I, 0,02 detik pada kelompok II, dan
0,01 detik pada kelompok III. Peningkatan interval gelombang PQ masih terjadi
pada kelompok I dan II sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90. Pada
kelompok III, terjadi peningkatan interval gelombang PQ yang tajam pada menit
ke-70 sebesar 0,13±0,01 detik, dan menit ke-80 kembali turun 0,05 detik sampai
dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan interval gelombang PQ sebesar
0,08±0,05 detik. Peningkatan interval gelombang PQ terjadi setelah pemberian
anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya yang terjadi
pada ketiga kelompok pengamatan. Anjing yang teranestesi dengan kombinasi
ketamin HCl-propofol, setelah menit ke-70 akan berusaha memperoleh kestabilan
terhadap waktu depolarisasi atrium yang ditunjukkan dengan kembali
menurunnya nilai interval gelombang PQ sesuai dengan kondisi sebelum induksi
anestesi. Ini menunjukkan pemberian induksi anestesi baik dengan ketamin HCl,
propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol cenderung dapat
meningkatkan durasi interval gelombang PQ walaupun masih pada kisaran
normal. Aktivitas ketamin HCl dapat secara langsung menstimulasi pusat
adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan catecholamine
terutama norepineprin. Ketamin HCl dapat mengubah aktivitas listrik jantung
dengan memperpanjang interval gelombang PQ, tetapi tidak mempengaruhi
43
bentuk gelombang EKG (Adams 2001). Hal ini berarti bahwa pemberian induksi
anestesi belum menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap waktu
depolarisasi atrium dan perlambatan impuls listrik yang melalui NAV. Perubahan
potensial aksi pada sistem syaraf akibat anestesi tidak mampu memodifikasi aliran
listrik pada dinding atrium jantung.
Interval Gelombang QT
Interval gelombang QT diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir
gelombang T yang merupakan lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi oleh
ventrikel. Interval gelombang QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung.
Rata-rata interval gelombang QT pada anjing normal adalah 0,15–0,25 detik
(Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil dari pengamatan seperti
ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17
Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl sampai
dengan menit ke-10 tidak terjadi perubahan yaitu 0,15±0,01 detik, begitu pula
dengan kelompok III sebesar 0,22±0,04 detik. Sedangkan pada kelompok III
terjadi sedikit peningkatan interval gelombang QT dari 0,19±0,01 detik ke
0
0,03
0,06
0,09
0,12
0,15
0,18
0,21
0,24
0,27
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Inte
rval
QT
(de
tik)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata interval QT sadapan II sebelum teranestesi dan
sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi
anestesi ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan
kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III).
44
0,20±0,01 detik. Hal ini menunjukkan bahwa preanestesi dengan atropin sulfat-
xylazin HCl tidak memberikan pengaruh terhadap lamanya waktu depolarisasi
dan repolarisasi ventrikel.
Perubahan interval gelombang QT tiap tahap anestesi terlihat setelah menit
ke-20. Pada kelompok I setelah dianestesi dengan ketamin HCl terjadi
peningkatan interval gelombang QT menjadi 0,22±0,01 detik sampai dengan
menit ke-40 (0,23±0,01 detik) dan setelah menit ke-40 terlihat ketidakstabilan
interval gelombang QT sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar
0,22±0,03 detik. Pada kelompok II setelah dianestesi dengan propofol terjadi
penurunan interval gelombang QT pada menit ke-30 sebesar 0,21±0,01 detik dan
setelah menit ke-30 terlampaui, gambaran interval gelombang QT relatif stabil
sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,19±0,01 detik. Begitu
pula dengan kelompok III, setelah dianestesi terjadi sedikit penurunan interval
gelombang QT pada menit ke-20 sebesar 0,21±0,01 detik, kemudian gambaran
interval gelombang QT relatif stabil sampai dengan anjing siuman pada menit ke-
90 dengan interval gelombang QT sebesar 0,22±0,05 detik. Peningkatan interval
gelombang QT setelah dianestesi dengan ketamin HCl berarti bahwa ketamin HCl
menyebabkan terjadinya perlambatan repolarisasi ventrikel sedangkan perlakuan
dengan anestesi propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak
menyebabkan perubahan repolarisasi ventrikel. Perlakuan anestesi dengan
ketamin HCl dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk
berdenyut terutama pada saat terjadinya repolarisasi ventrikel (interval gelombang
QT), sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak
terpengaruh.
Perpanjangan interval gelombang QT dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain obat-obatan antiaritmia, hipnotik dan penenang; gangguan
keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsemia;
serta oleh penyakit seperti gagal jantung kongestif, infark, dan miokarditis; dan
lain-lainnya seperti hipertensi dan hipotermia (Karim dan Kabo 2002).
45
Amplitudo Gelombang T
Amplitudo gelombang T menggambarkan kekuatan impuls listrik pada
saat repolarisasi ventrikel. Gelombang T berkaitan dengan kejadian iskemia
miokardium serta hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) yang akan
mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T. Tinggi gelombang T pada
anjing normal adalah tidak lebih dari 1/3 R (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Pada
anjing defleksi gelombang T dapat ke bawah (defleksi negatif), ke atas (defleksi
positif), maupun bifasik (Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan terhadap tinggi
gelombang T terlihat seperti pada Gambar 18.
Gambar 18
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl
terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,36±0,17 mV ke -0,23±0,17 mV
pada menit ke-10. Demikian pula halnya dengan kelompok II terjadi kenaikan
amplitudo gelombang T dari -0,25±0,20 mV ke -0,23±0,14 mV, dan kelompok III
terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,08±0,12 mV ke -0,03±0,20 mV.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl dapat mempengaruhi kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi
ventrikel sehingga menyebabkan kenaikan amplitudo gelombang T.
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Ge
lom
ban
g T
(mV
)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata amplitudo gelombang T sadapan kedua sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
46
Setelah pemberian anestesi ketamin HCl, pada kelompok I, kenaikan
amplitudo gelombang T masih berlanjut sampai dengan menit ke-40 sebesar
-0,07±0,31 mV. Dari menit ke-50 (-0,08±0,34 mV) perlahan terjadi penurunan
amplitudo gelombang T sampai dengan menit ke-70 sebesar -0,04±0,32 mV. Pada
menit ke-80 terjadi kenaikan gelombang T -0,08±0,27 mV dan terjadi penurunan
kembali pada menit ke-90 sebesar -0,22±0,17 mV. Pada kelompok II, setelah
pemberian anestesi propofol, kenaikan amplitudo gelombang T masih berlanjut
sampai dengan menit ke-20 sebesar -0,09±0,20 mV. Setelah menit ke-20
terlampaui, perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang T sampai dengan
menit ke-50 sebesar -0,19±0,12 mV, kemudian terjadi peningkatan amplitudo
gelombang T pada menit ke-60 sebesar -0,10±0,15 mV, dan perlahan mengalami
penurunan setelah menit ke-60 terlampaui sampai dengan menit ke-90 sebesar
-0,22±0,16 mV. Sedangkan pada kelompok III, setelah pemberian induksi anestesi
kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi penurunan amplitudo gelombang T pada
menit ke-20 sebesar -0,08±0,19 mV, kemudian terjadi kenaikan amplitudo
gelombang T setelah menit ke-20 terlampaui sebesar 0,13±0,26 mV. Penurunan
amplitudo gelombang T kembali terjadi setelah menit ke-50 terlampaui sebesar
-0,06±0,13 mV sampai dengan hewan siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo
gelombang T sebesar -0,08±0,11 mV.
Setelah induksi anestesi, terlihat bahwa pemberian anestesi baik dengan
ketamin HCl maupun propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol memberikan
gambaran amplitudo gelombang T yang relatif stabil. Pada pemberian anestesi
dengan kombinasinya perlu diwaspadai setelah menit ke-20 terlampaui sampai
dengan menit ke-50. Kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel tidak
dipengaruhi oleh pemberian induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi
ketamin HCl-propofol.
Denyut Jantung
Denyut jantung merupakan jumlah denyut per menit (beat per minute -
bpm). Jumlah denyut jantung dapat diperoleh dari EKG dengan menghitung
jumlah gelombang R selama satu menit. Jumlah rata-rata denyut jantung pada
47
anjing normal adalah 70–160 bpm (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Hasil
pengamatan dapat digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 19.
Gambar 19
Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi
penurunan denyut jantung dari 107±14,24 bpm ke 87±11,20 bpm, begitu pula
pada kelompok II dari 112±11,25 bpm ke 93±17,10 bpm, dan kelompok III dari
105±16,88 bpm ke 67±12,43 bpm. Semua kelompok pada menit ke-0 sampai
menit ke-10, terlihat mengalami penurunan denyut jantung. Xylazin HCl termasuk
golongan dari α2-adrenoceptor agonist yang dapat menyebabkan terjadinya
beberapa mekanisme reaksi seperti merangsang tonus pada syaraf vagus,
tertekannya pacemaker secara langsung, dan tertekannya sistem konduksi jantung
(Atalan et al. 2002 dan Kinjavdekar et al. 1999). Pemberian xylazin HCl dapat
menekan sistem kardiovaskuler dan menyebabkan penurunan tekanan darah
(Ozkan et al. 2010). Perangsangan syaraf vagus mengakibatkan pelepasan hormon
asetilkolin pada ujung syaraf vagus, yang menyebabkan penurunan denyut
jantung, penurunan konduksi impuls, dan penurunan kontraksi otot jantung. Untuk
menghindari penurunan denyut jantung terlalu rendah, digunakan atropin sulfat
yang dapat menghambat pelepasan hormon asetilkolin. Pemberian atropin sulfat
0
20
40
60
80
100
120
140
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
De
nyu
t Ja
ntu
ng
(be
at p
er
min
ute
)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata denyut jantung sebelum teranestesi dan sesudah
diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi
ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi
ketamin HCl-propofol (kelompok III)
48
dapat juga digunakan untuk mengurangi efek yang tidak diharapkan karena
pemberian xylazin HCl, diantaranya mengurangi efek muntah dan hipersalivasi.
Setelah dianestesi, penurunan masih terjadi pada kelompok II yaitu pada
menit ke-20 sebesar 83±16,77 bpm, namun pada kelompok I dan III terjadi
kenaikan denyut jantung yaitu masing-masing 95±12,28 bpm (kelompok I) dan
106±15,99 bpm (kelompok III). Masing-masing kelompok perlakuan mencapai
kestabilan denyut jantung setelah menit ke-20 terlampaui. Ini berarti kestabilan
denyut jantung diperoleh setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl,
propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol. Ketamin HCl dapat bekerja
sebagai inotropik positif, yaitu dapat meningkatkan kontraksi otot jantung.
Propofol tidak menimbulkan pengaruh terhadap denyut jantung (Mohamadnia et
al. 2008). Propofol mempunyai onset kerja yang cepat yaitu kurang dari satu
menit dan metabolisme tubuh terhadap propofol juga sangat cepat, sehingga
kurang baik dipergunakan untuk anestesi dalam jangka waktu panjang jika sekali
aplikasi dan dalam bentuk pemberian tunggal (Plumb 2005; Tsai et al. 2007).
Sehingga untuk aplikasi dengan propofol perlu dikombinasikan dengan ketamin
HCl guna memperoleh kestabilan yang lebih baik terhadap denyut jantung.
Aksis Jantung
Aksis jantung merupakan vektor rata-rata baik dari depolarisasi atrium
maupun ventrikel dapat digunakan untuk mengetahui abnormalitas perluasan
jantung yang diperoleh dari hasil sadapan ekstremitas, baik yang disebabkan oleh
perubahan posisi jantung atau oleh gangguan pada konduksi jantung. Aksis
jantung anjing normal ada pada kisaran 40o–100
o (Nelson 2003; Tilley et al.
2008). Gambaran rata-rata aksis jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
49
Gambar 20
Setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl,
kelompok III mempunyai gambaran yang berbeda dengan kelompok I dan II. Pada
kelompok I, terjadi penurunan rata-rata aksis jantung dari 72±4,76 derajat ke
66±4,62 derajat. Begitu pula dengan kelompok II terjadi penurunan rata-rata aksis
jantung dari 67±12,36 derajat ke 62±15,00 derajat. Sedangkan pada kelompok III,
terjadi kenaikan rata-rata aksis jantung dari 74±8,81 derajat ke 76±5,45 derajat.
Hal ini berarti bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl
tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung.
Setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl (kelompok I),
propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
yaitu setelah menit ke-20 terlampaui, terlihat adanya kestabilan gambaran rata-
rata aksis jantung anjing. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi
sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi
ketamin HCl-propofol tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung, yang berarti
juga tidak menyebabkan terjadinya kelainan yang mengakibatkan perluasan
jantung.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Aks
is J
antu
ng
(de
raja
t)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata aksis jantung sebelum teranestesi dan sesudah
diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi
ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi
ketamin HCl-propofol (kelompok III)
50
Pemberian Preanestesi, Induksi, dan Pemeliharaan Anestesi
Penelitian kedua dilakukan untuk melihat gambaran EKG anjing yang
diberikan pemeliharaan anestesi dengan tetes infus intravena (IV) secara
gravimetrik. Anjing terlebih dahulu diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat
(0,03 mg/kgBB)–xylazin HCl (2 mg/kgBB) secara IM, 10 menit kemudian
diinduksi dengan kombinasi ketamin HCl (4 mg/kgBB)–propofol (4 mg/kgBB)
secara IV, dan 10 menit kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi
dengan metode tetes infus IV secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin
HCl (0,4 mg/kgBB/menit), propofol (0,4 mg/kgBB/menit), dan kombinasi
ketamin HCl (0,4 kg/kgBB/menit)–propofol (0,4 mg/kgBB/menit). Infus IV ini
diberikan sampai menit ke-120. Pengukuran EKG diambil dari menit ke-0 sampai
dengan menit ke-140. Parameter yang diamati adalah tinggi gelombang P, R, dan
T; interval gelombang QRS, PQ, dan QT; serta denyut jantung dan aksis jantung.
Nilai rata-rata dan simpangan baku dari hasil penelitian kedua seperti ditunjukkan
pada Tabel 5.
41
Parameter Perlakuan Waktu Pengamatan (menit)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Amplitudo
Gelombang
P
Klp I 0,14±0,06 0,12±0,07 0,12±0,03 0,15±0,03 0,15±0,03 0,15±0,03 0,16±0,03 0,14±0,03 0,15±0,03 0,15±0,02 0,14±0,03 0,14±0,03 0,15±0,03 0,15±0,04 0,14±0,03
Klp II 0,13±0,03 0,11±0,06 0,10±0,05 0,14±0,04 0,15±0,04 0,13±0,04 0,12±0,03 0,15±0,02 0,14±0,01 0,12±0.01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,13±0,02 0,13±0,04 0,12±0,03
Klp III 0,18±0,06 0,16±0,03 0,15±0,03 0,18±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,19±0,03 0,18±0,04 0,18±0,04 0,17±0,03 0,17±0,04 0,17±0,04 0,17±0,03
Amplitudo
Gelombang
R
Klp I 1,71±0,44 1,70±0,50 1,66±0,45 1,94±0,47 1,85±0,50 1,93±0,43 1,98±0,44 1,89±0,44 1,79±0,41 1,71±0,43 1,67±0,46 1,63±0,53 1,74±0,42 1,66±0,38 1,69±0,36
Klp II 1,43±0,13 1,38±0,17 1,32±0,25 1,62±0,28 1,18±0,50 1,51±0,23 1,47±0,25 1,49±0,20 1,44±0,19 1,45±0,16 1,52±0,15 1,44±0,30 1,44±0,16 1,41±0,13 1,34±0,10
Klp III 1,47±0,83 1,41±0,99 1,38±0,70 1,71±0,18 1,28±0,48 1,21±0,12 1,09±0,12 1,24±0,12 1,21±0,12 1,27±0,73 1,34±0,14 0,88±0,20 1,23±0,19 1,23±0,42 1,21±0,80
Amplitudo
Gelombang
T
Klp I -0,14±0,09 -0,10±0,08 -0,10±0,15 -0,12±0,17 -0,11±0,16 -0,07±0,22 -0,14±0,18 -0,15±0,21 -0,15±0,21 -0,14±o,22 -0,15±0,22 -0,16±0,19 -0,13±0,14 -0,13±0,17 -0,11±0,11
Klp II -0,23±0,16 -0,11±0,23 -0,05±0,28 -0,14±0,25 -0,13±0,20 -0,13±0,17 -0,16±0,13 -0,16±0,14 -0,17±0,11 -0,15±0,15 -0,14±0,14 -0,15±0,14 -0,17±0,13 -0,21±0,17 -0,23±0,15
Klp III -0,28±0,25 -0,26±0,09 -0,24±0,10 -0,22±0,07 -0,22±0,08 -0,27±0,07 -0,18±0,18 -0,21±0,18 -0,23±0,18 -0,27±0,14 -0,24±0,21 -0,25±0,20 -0,23±0,22 -0,14±0,20 -0,12±0,23
Interval
Gelombang
QRS
Klp I 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,00 0,05±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,06±0,01 0,04±0,00 0,06±0,01 0,07±0,01
Klp II 0,05±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01
Klp III 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01 0,06±0,01
Interval
Gelombang
PQ
Klp I 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,02 0,11±0,01 0,10±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01 0,11±0,01
Klp II 0,11±0,02 0,11±0,01 0,12±0,02 0,11±0,03 0,12±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,11±0,00 0,11±0,02 0,12±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01
Klp III 0,11±0,00 0,11±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,01 0,12±0,02 0,13±0,02 0,12±0,02 0,12±0,02 0,12±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02 0,13±0,02
Interval
Gelombang
QT
Klp I 0,20±0,02 0,20±0,03 0,21±0,10 0,13±0,10 0,12±0,10 0,14±0,02 0,21±0,09 0,18±0,09 0,19±0,09 0,19±0,12 0,15±0,04 0,23±0,04 0,23±0,04 0,19±0,10 0,22±0,06
Klp II 0,20±0,01 0,21±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,21±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,23±0,01 0,23±0,01 0,22±0,02 0,23±0,01 0,21±0,03 0,19±0,04 0,21±0,03 0,21±0,04
Klp III 0,21±0,02 0,22±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,21±0,05 0,24±0,02 0,24±0,01 0,24±0,02 0,22±0,02 0,22±0,01 0,23±0,02 0,21±0,05 0,19±0,10 0,21±0,05 0,21±0,05
Denyut
Jantung
Klp I 125±14,48 70±38,60 113±20,92 99±28,98 104±29,38 98±16,51 91±21,83 92±17,06 91±19,69 91±20,76 91±19,59 90±18,80 93±12,59 96±11,36 101±14,14
Klp II 118±16,68 72±35,85 115±39,03 89±16,40 87±18,31 82±14,60 82±23,81 88±24,60 81±17,63 74±8,15 68±5,54 68±6,11 76±12,51 82±13,88 87±9,27
Klp III 120±11,21 65±13,45 116±21,00 93±25,80 97±28,77 88±41,49 85±21,84 80±13,82 75±11,91 70±11,00 73±11,94 70±13,57 76±13,95 78±15,06 85±11,74
Aksis
Jantung
Klp I 72±7,90 65±7,27 74±6,15 76±9,37 72±4,75 65±7,53 69±12,27 69±12,37 70±11,91 70±11,48 70±11,82 69±11,37 68±14,14 69±13,65 70±15,46
Klp II 61±4,72 63±6,52 65±9,31 66±8,68 64±8,70 62±5,90 61±6,60 61±6,20 60±7,01 58±6,86 55±5,49 59±8,52 58±7,28 59±8,35 60±8,11
Klp III 75±4,72 76±6,52 80±9,31 75±8,68 79±8,70 67±5,60 68±6,60 70±6,20 70±7,01 71±6,86 68±5,49 68±8,52 76±7,28 76±8,35 65±8,11
Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R, amplitudo
gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi, selama preanestesi atropin
sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi tetes infus intravena secara gravimetrik dengan
ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
Tabel 5
52
Amplitudo Gelombang P
Hasil pengamatan terhadap nilai amplitudo gelombang P seperti
ditunjukkan pada Gambar 21. Pada kelompok I, setelah diberikan preanestesi
kombinasi atropin sulfat–xylazin HCl, amplitudo gelombang P mengalami
penurunan dari 0,14±0,06 mV ke 0,12±0,07 mV. Begitu pula pada kelompok II
dari 0,13±0,03 mV ke 0,11±0,06 mV dan pada kelompok III dari 0,18±0,06 mV
ke 0,16±0,03 mV. Secara umum penurunan amplitudo gelombang P pada 10
menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mV. Setelah pemberian anestesi kombinasi
ketamin HCl-propofol terutama pada kelompok II terjadi penurunan amplitudo
gelombang P sampai dengan 0,10±0,05 mV dan kelompok III turun sampai
dengan 0,15±0,03 mV. Sedangkan pada kelompok I menit ke-20 amplitudo
gelombang P relatif sama dengan menit ke-10 yaitu sebesar 0,12±0,03 mV.
Penurunan nilai amplitudo gelombang P ini dapat disebabkan karena pengaruh
pemberian xylazin HCl yang dipergunakan sebagai preanestesi. Xylazin HCl
seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada atrioventrikular
(AV block). Terjadinya penghambatan pada atrioventrikular dapat menyebabkan
terjadinya keterlambatan pada konduksi listrik di atrium jantung (Avdosko et al.
2010).
Gambar 21
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Ge
lom
ban
g P
(m
V)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata amplitudo gelombang P sadapan II sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan
pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
53
Setelah menit ke-20, yaitu setelah pemberian pemeliharaan anestesi
dengan tetes infus IV secara gravimetrik terlihat perubahan amplitudo gelombang
P. Pada kelompok I, setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus
IV secara gravimetrik dengan ketamin terjadi kenaikan amplitudo gelombang P
menjadi 0,15±0,03 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60
sebesar 0,16±0,03 mV. Pada menit ke-70 mengalami penurunan sebesar
0,14±0,03 mV. Setelah menit ke-70 terlampaui, gambaran amplitudo gelombang P
terlihat relatif stabil sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,14±0,03 mV. Pada
kelompok II, setelah pemberian propofol sebagai pemelihara anestesi dengan tetes
infus IV secara gravimetrik terlihat ketidakstabilan amplitudo gelombang P
sampai dengan menit ke-80. Terjadi kenaikan amplitudo gelombang P pada menit
ke-30 sampai dengan menit ke-40 berturut-turut adalah 0,13±0,04 mV dan
0,15±0,04 mV. Pada menit ke-50 sampai dengan menit ke-60 terjadi penurunan
amplitudo gelombang P sebesar 0,13±0,04 mV dan 0,12±0,03 mV, kemudian
pada menit ke-70 mengalami kenaikan sebesar 0,15±0,02 mV. Setelah menit ke-
70 terlampaui, terjadi penurunan amplitudo gelombang P sebesar 0,14±0,01 mV
sampai dengan menit ke-140 sebesar 0,12±0,03 mV. Pada kelompok III, setelah
pemberian kombinasi ketamin-propofol sebagai pemeliharaan anestesi dengan
tetes infus IV secara gravimetrik gambaran amplitudo gelombang P relatif lebih
stabil dibandingkan dengan pemberian ketamin atau propofol saja. Setelah
pemberian pemeliharaan anestesi dengan kombinasi ketamin-propofol, yaitu pada
menit ke-20, terjadi peningkatan amplitudo gelombang P pada menit ke-30
menjadi 0,18±0,03 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-40 sampai
dengan menit ke-80 yaitu dengan amplitudo gelombang P berturut-turut sebesar
0,19±0,03 mV, 0,19±0,03 mV, 0,19±0,03 mV, 0,19±0,03 mV, dan 0,19±0,03 mV.
Setelah menit ke-80 terlampaui, secara perlahan terjadi penurunan amplitudo
gelombang P sampai dengan menit ke-140 menjadi 0,17±0,03 mV.
Kenaikan amplitudo gelombang P berhubungan dengan kenaikan denyut
jantung yang disebabkan karena pemberian ketamin HCl. Ketamin HCl
mempunyai pengaruh dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga nilai
amplitudo gelombang P juga dapat meningkat (Avdosko et. al 2010). Ketamin
juga dapat menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan
54
menghambat perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan
syaraf simpatik dan penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan
peningkatan denyut jantung, peningkatan konduksi impuls listrik jantung, dan
peningkatan kontraksi otot jantung. Pemberian tetes infus IV secara gravimetrik
dengan propofol memberikan dinamika listrik jantung yang lebih dinamis
dibandingkan dengan pemberian ketamin HCl maupun kombinasi ketamin HCl-
propofol. Pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol mampu memberikan
kestabilan listrik jantung yang paling baik.
Amplitudo Gelombang R
Amplitudo gelombang R adalah besarnya kekuatan arus listrik saat
terjadinya depolarisasi ventrikel. Arus listrik ventrikel berasal dari NAV yang
kemudian menyebar ke berkas His dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang R
terlihat paling besar pada gambaran EKG karena banyaknya massa otot yang
dilalui oleh impuls listrik yang dipergunakan untuk mendepolarisasi otot
ventrikel. Hasil pengamatan amplitudo gelombang R seperti ditunjukkan pada
Gambar 22.
Gambar 22
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Ge
lom
ban
g R
(m
V)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan
pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
55
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl terjadi penurunan amplitudo gelombang R dari 1,71±0,44 mV ke
1,70±0,50 mV, demikian pula dengan kelompok II dari 1,43±0,13 mV ke
1,38±0,17 mV, dan kelompok III dari 1,47±0,83 mV ke 1,41±0,99 mV.
Penurunan amplitudo gelombang R masih berlanjut setelah pemberian anestesi
pada menit ke-10. Pada menit ke-20, kelompok I turun sampai dengan 1,66±0,45
mV, kelompok II 1,32±0,25 mV, dan kelompok III 1,38±0,70 mV. Penurunan
amplitudo gelombang R dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-20 disebabkan
karena pengaruh pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl. Kombinasi
atropin sulfat-xylazin HCl menyebabkan penghambatan konduksi listrik di
ventrikel jantung dan serabut Purkinje, yang digambarkan dengan penurunan
kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008).
Setelah pemberian pemeliharaan anestesi tetes infus IV secara gravimetrik,
baik pada kelompok I, II, dan III pada menit ke-30 terjadi kenaikan amplitudo
gelombang R, yaitu masing-masing menjadi 1,94±0,47 mV pada kelompok I,
1,62±0,28 mV pada kelompok II, dan 1,71±0,18 mV pada kelompok III.
Kemudian pada menit ke-40 masing-masing kelompok mengalami penurunan
amplitudo gelombang R menjadi 1,85±0,50 mV pada kelompok I, 1,18±0,50 mV
pada kelompok II, dan 1,28±0,48 mV pada kelompok III. Setelah menit ke-40
terlampaui, gambaran masing-masing kelompok terlihat berbeda. Pada kelompok
I, setelah menit ke-40 terlampaui, terjadi kenaikan amplitudo gelombang R secara
perlahan dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60 sebesar 1,98±0,44
mV dan kemudian kembali turun sampai dengan menit ke-140 menjadi 1,69±0,36
mV. Pada kelompok II, terjadi kenaikan amplitudo gelombang R pada menit ke-
50 menjadi 1,51±0,23 mV dan secara perlahan menurun sampai dengan menit ke-
140 menjadi sebesar 1,34±0,10 mV. Sedangkan pada kelompok III, setelah menit
ke-40 terlampaui, tetap terjadi penurunan amplitudo gelombang R sampai dengan
menit ke-60 menjadi sebesar 1,09±0,12 mV, kemudian perlahan mengalami
kenaikan sampai dengan menit ke-100 menjadi 1,34±0,14 mV. Pada menit ke-110
terjadi penurunan sebesar 0,88±0,20 mV, kemudian kembali naik menjadi
1,23±0,19 mV pada menit ke-120 dan relatif stabil sampai dengan menit ke-140
sebesar 1,21±0,80 mV.
56
Setelah pemberian tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin
HCl, propofol, dan kombinasinya mempunyai dinamika yang hampir sama pada
20 menit pertama. Setelah menit ke-40 terlampaui masing-masing kelompok
perlakuan mengalami gambaran amplitudo gelombang R yang berbeda-beda.
Secara umum gambaran amplitudo gelombang R yang diperoleh adalah relatif
stabil. Pada pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai pada
menit ke-110 dimana terjadi penurunan amplitudo gelombang R, namun pada
menit selanjutnya kembali naik dan mencapai kestabilan. Perbedaan potensial aksi
syaraf karena pemberian kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah
menyebabkan terkumpulnya impuls listrik jantung dan akan segera mencetuskan
impuls listrik yang cukup besar pada dinding ventrikel jantung.
Interval Gelombang QRS
Interval gelombang QRS dibentuk dari gelombang Q, gelombang R, dan
gelombang S. Interval gelombang QRS menggambarkan terjadinya depolarisasi
pada ventrikel. Hasil pengamatan interval gelombang QRS seperti ditunjukkan
pada Gambar 23.
Gambar 23
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Inte
rval
QR
S (d
eti
k)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan
pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
57
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl, induksi anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, dan
pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan ketamin
HCl, interval gelombang QRS relatif stabil dari menit ke-10 sampai dengan menit
ke-50 sebesar 0,04±0,00 detik. Setelah menit ke-50 terlampaui gambaran interval
gelombang QRS terlihat tidak stabil sampai dengan menit ke-140. Pada kelompok
II, dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-40 interval gelombang QRS terlihat
tidak stabil. Setelah menit ke-40 terlampaui, terlihat kestabilan interval
gelombang QRS yaitu sebesar 0,04±0,01 detik, kemudian pada menit ke-100
mengalami kenaikan menjadi 0,05±0,01 detik dan stabil sampai dengan menit ke-
140 sebesar 0,05±0,01 detik. Sedangkan pada kelompok III, kestabilan interval
gelombang QRS terlihat dari menit ke-10 sampai dengan menit ke-100 yaitu
sebesar 0,05±0,01 detik, kemudian mengalami kenaikan pada menit ke-110
menjadi 0,06±0,01 detik dan stabil kembali sampai dengan menit ke-140 sebesar
0,06±0,01 detik.
Pada kelompok I dan II terlihat gambaran gelombang QRS yang kurang
stabil dibandingkan dengan kelompok III. Hal ini disebabkan karena jantung
mengalami aritmia jantung, yang ditandai dengan denyut jantung yang tidak
beraturan akibat dari pemberian ketamin HCl atau propofol. Aritmia pada
ventrikel jantung dapat disebabkan karena adanya wandering pacemaker pada
ventrikel. Wandering pacemaker ditimbulkan oleh sekelompok sel yang dapat
bertindak sebagai pacemaker selain NSA, sehingga menimbulkan pergeseran
lokasi sumber arus listrik jantung. Wadering pacemaker diakibatkan karena
pengaruh syaraf vagus. Perangsangan oleh syaraf vagus menyebabkan terjadinya
kromotropik negatif, inotropik negatif, dan dromotropik negatif sehingga
merangsang sel-sel pacemaker selain NSA untuk menghasilkan impuls listrik
jantung. Kombinasi ketamin HCl-propofol dapat mengurangi kejadian aritmia
pada jantung. Impuls listrik yang dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat
cepat dilewatkan ke NAV sehingga akan melakukan kontak dengan seluruh sel-sel
ventrikel untuk dialiri impuls listrik, maka kestabilan gambaran interval
gelombang QRS dapat tercapai.
58
Interval Gelombang PQ
Interval gelombang PQ menggambarkan adanya penghantaran impuls
listrik melalui atrium saat depolarisasi atrium serta terjadinya hambatan impuls
listrik melalui NAV. Interval gelombang PQ awal (menit ke-0) yang diperoleh
adalah 0,11±0,01, 0,11±0,02, dan 0,11±0,00. Hasil pengamatan nilai interval PQ
seperti ditunjukkan pada Gambar 24.
Gambar 24
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl interval gelombang PQ terlihat stabil dari 0,11±0,01 detik ke
0,11±0,01 detik. Demikian pula halnya dengan kelompok II dari 0,11±0,02 detik
ke 0,11±0,01 detik, dan kelompok III dari 0,11±0,00 detik ke 0,11±0,01 detik.
Setelah pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi kenaikan
interval gelombang PQ, yaitu sampai dengan 0,12±0,02 detik pada kelompok I,
0,12±0,02 detik pada kelompok II, dan 0,12±0,01 detik pada kelompok III.
Setelah menit ke-20 terlampaui, yaitu setelah pemberian pemeliharaan
anestesi dengan infus IV secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin HCl,
propofol, dan kombinasinya, gambaran interval gelombang PQ terlihat bervariasi.
Pada kelompok I, setelah menit ke-20 terlampaui terjadi penurunan interval
gelombang PQ pada menit ke-30 dan berlanjut sampai dengan menit ke-40
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0,14
0,16
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Inte
rval
PQ
(d
eti
k)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata interval PQ sadapan II sebelum teranestesi dan
sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi
anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi
dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan
kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
59
masing-masing menjadi 0,11±0,01 detik dan 0,10±0,02 detik. Kemudian terjadi
kenaikan dari menit ke-50 menjadi 0,12±0,01 detik, turun kembali pada menit ke-
80 menjadi 0,12±0,01 detik, dan mengalami kestabilan sampai dengan menit ke-
140 sebesar 0,11±0,01 detik. Pada kelompok II, terjadi penurunan interval
gelombang PQ pada menit ke-30 menjadi 0,11±0,03 detik, kemudian pada menit
ke-40 naik kembali menjadi 0,12±0,02 detik lalu stabil sampai menit ke-80
sebesar 0,12±0,01 detik. Setelah menit ke-80 terlampaui terjadi ketidakstabilan
interval gelombang PQ sampai dengan menit ke-140, yaitu mengalami kenaikan
sebesar 0,12±0,01 detik dan penurunan sebesar 0,11±0,01 detik. Pada kelompok
III, setelah menit ke-20 terlampaui tetap mencapai kestabilan sampai dengan
menit ke-50 sebesar 0,12±0,02 detik, kemudian pada menit ke-60 naik menjadi
0,13±0,02 detik, lalu pada menit ke-70 turun kembali menjadi 0,12±0,01 detik.
Setelah menit ke-90 terlampaui, terjadi peningkatan interval gelombang PQ
sebesar 0,13±0,02 detik pada menit ke-100 dan mencapai kestabilan sampai
dengan menit ke-140 sebesar 0,13±0,02 detik.
Gambaran interval gelombang PQ dari hasil pengamatan pada masing-
masing kelompok terlihat bahwa kestabilan interval gelombang PQ yang lebih
baik terlihat pada pemberian kombinasi ketamin HCl–propofol sebagai
pemelihara anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dibandingkan
dengan pemberian tunggal ketamin HCl atau propofol saja. Pemeliharaan anestesi
dengan kombinasi ketamin HCl-propofol kurang mempengaruhi penghantaran
impuls listrik melalui atrium dan hambatan impuls melalui NAV. Penghambatan
impuls listrik jantung pada atrium yang terlihat pada gambaran amplitudo
gelombang P tidak mempengaruhi interval gelombang PQ. Hal ini menunjukkan
bahwa pada pemeliharaan status anestesi dengan pemberian kombinasi ketamin
HCl–propofol belum mampu menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap
waktu depolarisasi atrium dan perlambatan impuls listrik yang melalui NAV.
Perubahan potensial aksi pada sistem syaraf akibat induksi anestesi tidak mampu
memodifikasi aliran listrik pada dinding atrium jantung.
60
Interval Gelombang QT
Interval gelombang QT merupakan rentang waktu ventrikel jantung untuk
melakukan depolarisasi dan repolarisasi. Rentang interval QT bervariasi
tergantung frekuensi denyut jantung. Hasil pengamatan terhadap interval
gelombang QT seperti ditunjukkan pada Gambar 25.
Gambar 25
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl interval gelombang QT terlihat stabil dari 0,20±0,02 detik ke
0,02±0,03 detik. Gambaran berbeda terlihat pada kelompok II dan kelompok III.
Pada kelompok II, terjadi kenaikan interval gelombang QT dari 0,20±0,01 detik
ke 0,21±0,02 detik. Begitu pula halnya dengan kelompok III, dari 0,21±0,02 detik
ke 0,22±0,01 detik. Setelah pemberian anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-
propofol, kelompok I tetap mengalami peningkatan menjadi 0,21±0,01 detik,
demikian pula dengan kelompok II tetap mengalami kenaikan menjadi 0,22±0,02
detik, sedangkan pada kelompok III mengalami kestabilan pada 0,22±0,02 detik.
Pada pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl dan anestesi
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Inte
rval
QT
(de
tik)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata interval QT sadapan II sebelum teranestesi dan
sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi
anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan
anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II),
dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
61
dengan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak memberikan pengaruh terhadap
lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel.
Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara
gravimetrik, pada kelompok I terlihat relatif stabil yaitu berkisar antara 0,12–0,14
detik sampai dengan menit ke-50 menjadi 0,14±0,02 detik. Setelah menit ke-50
terlampaui terlihat gambaran interval gelombang QT yang tidak stabil sampai
dengan menit ke-140. Pada kelompok II, setelah pemberian pemeliharaan anestesi
dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan propofol terlihat gambaran
interval gelombang QT yang relatif stabil sampai dengan menit ke-140, yaitu
berkisar pada 0,22–0,23 detik. Pada kelompok III, setelah pemberian
pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik dengan kombinasi
ketamin HCl-propofol, terlihat gambaran interval gelombang QT yang relatif
stabil sampai dengan menit ke-100 yaitu sebesar 0,23±0,02 detik, pada menit ke-
110 mengalami penurunan menjadi 0,21±0,05 detik dan kemudian relatif stabil
sampai menit ke-140 sebesar 0,21±0,05 detik.
Pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik
dengan ketamin HCl memberikan dinamika gambaran interval gelombang QT
yang kurang stabil dibandingkan dengan dengan propofol maupun kombinasi
ketamin HCl-propofol. Ketamin HCl dapat menyebabkan terjadinya perlambatan
repolarisasi ventrikel sedangkan propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol
tidak menyebabkan perubahan repolarisasi ventrikel. Perlakuan anestesi dengan
ketamin HCl dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk
berdenyut terutama saat terjadinya repolarisasi ventrikel (interval gelombang QT),
sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak terpengaruh.
Amplitudo Gelombang T
Amplitudo gelombang T merupakan gambaran kekuatan impuls listrik
jantung saat terjadi repolarisasi ventrikel. Pada hewan anjing defleksi gelombang
T dapat ke bawah (defleksi negatif), ke atas (defleksi positif), maupun bifasik
(Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan terhadap amplitudo gelombang T seperti
ditunjukkan pada Gambar 26.
62
Gambar 26
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl amplitudo gelombang T mengalami kenaikan dari -0,14±0,09 mV ke
-0,10±0,08 mV. Demikian pula halnya dengan kelompok II dari -0,23±0,16 mV
ke -0,11±0,23 mV dan kelompok III dari -0,28±0,25 mV ke -0,26±0,09 mV.
Setelah pemberian anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, kelompok I
mencapai kestabilan pada -0,10±0,15 mV. Sedangkan pada kelompok II tetap
mengalami kenaikan menjadi -0,05±0,28 mV, demikian pula halnya dengan
kelompok III tetap mengalami kenaikan amplitudo gelombang T menjadi
-0,24±0,10 mV. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi kombinasi
atropin sulfat-xylazin HCl dan anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol dapat
mempengaruhi kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel sehingga
menyebabkan kenaikan amplitudo gelombang T.
Setelah menit ke-20 terlampaui, yaitu setelah pemberian pemeliharaan
anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik, terlihat gambaran amplitudo
gelombang T yang bervariasi pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada
kelompok I, mengalami sedikit penurunan pada menit ke-30 menjadi -0,12±0,17
mV, lalu mengalami peningkatan pada menit ke-50 menjadi -0,07±0,22 mV
-0,5
-0,4
-0,3
-0,2
-0,1
0
0,1
0,2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Ge
lom
ban
g T
(mV
)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata amplitudo gelombang T sadapan II sebelum
teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin
HCl, induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol, dan
pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol
(kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)
63
kemudian pada menit ke-60 turun kembali menjadi -0,14±0,18 mV dan mencapai
kestabilan sampai dengan menit ke-140 menjadi -0,11±0,11 mV. Pada kelompok
II, menit ke-30 terjadi penurunan amplitudo gelombang T menjadi
-0,14±0,25 mV, lalu stabil sampai dengan menit ke-110 pada kisaran -0,15 mV.
Menit ke-120 mengalami penurunan sampai dengan menit ke-140 masing-masing
menjadi -0,17±0,13 mV dan -0,23±0,15 mV. Pada kelompok III, menit ke-30
tetap mengalami kenaikan menjadi -0,22±0,07 mV. Pada menit ke-50 terjadi
penurunan menjadi -0,27±0,07 mV kemudian mengalami kenaikan pada menit ke-
60 menjadi -0,18±0,18 mV. Setelah menit ke-60 terlampaui perlahan mengalami
penurunan sampai dengan menit ke-90 menjadi -0,27±0,14 mV dan kemudian
mengalami kenaikan sampai dengan menit ke-140 menjadi -0,12±0,23 mV.
Setelah pemberian pemeliharaan anestesi, terlihat bahwa pemberian tetes
infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin HCl, propofol maupun
kombinasnya memberikan gambaran amplitudo gelombang T yang relatif stabil.
Kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel tidak dipengaruhi oleh
pemberian induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-
propofol. Ini berarti kekuatan impuls listrik saat terjadi repolarisasi ventrikel tidak
dipengaruhi pemeliharaan status anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik
dengan ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol.
Denyut Jantung
Denyut jantung merupakan jumlah denyut per menit (beat per minute -
bpm). Jumlah denyut jantung dapat diperoleh dari EKG dengan menghitung
jumlah gelombang R selama satu menit. Hasil pengamatan terhadap denyut
jantung seperti ditunjukkan pada Gambar 27.
64
Gambar 27
Setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl, pada
kelompok I mengalami penurunan denyut jantung dari 125±14,48 bpm menjadi
70±38,60 bpm. Demikian pula dengan kelompok II dari 118±16,68 bpm ke
72±35,85 bpm, dan kelompok III dari 120±11,21 bpm ke 65±13,45 bpm. Setelah
pemberian anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol pada menit ke-10,
kelompok I mengalami kenaikan denyut jantung menjadi 113±20,92 bpm,
demikian pula dengan kelompok II menjadi 115±39,03 bpm, dan kelompok III
menjadi 116±21,00 bpm pada menit ke-20.
Semua kelompok pada menit ke-0 sampai menit ke-10, terlihat mengalami
penurunan denyut jantung. Xylazin HCl termasuk golongan dari α2-adrenoceptor
agonist yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa mekanisme reaksi seperti
merangsang tonus pada syaraf vagus, tertekannya pacemaker secara langsung, dan
tertekannya sistem konduksi jantung (Atalan et al. 2002; Kinjavdekar et al. 1999).
Pemberian xylazin HCl dapat menekan sistem kardiovaskuler dan menyebabkan
penurunan tekanan darah (Ozkan et al. 2010). Perangsangan syaraf vagus
mengakibatkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung syaraf vagus, yang
menyebabkan penurunan denyut jantung, penurunan konduksi impuls, dan
penurunan kontraksi otot jantung. Untuk menghindari penurunan denyut jantung
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 De
nyt
u J
antu
ng
(be
at p
er
min
ute
)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata denyut jantung sebelum teranestesi dan sesudah
diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi
kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan
ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi
ketamin HCl-propofol (kelompok III)
65
terlalu rendah, digunakan atropin sulfat yang dapat menghambat pelepasan
hormon asetilkolin. Pemberian atropin sulfat dapat juga digunakan untuk
mengurangi efek yang tidak diharapkan karena pemberian xylazin HCl,
diantaranya mengurangi efek muntah dan hipersalivasi. Kenaikan denyut jantung
yang terlihat pada pengamatan menit ke-20 dapat disebabkan karena pengaruh
dari pemberian atropin sulfat sebagai preanestesi dan ketamin HCl sebagai induksi
anestesi. Pemberian atropin sulfat pada anjing yang teranestesi dapat mencegah
kejadian bradikardia selama 50 menit (Ko et al. 2001). Pemberian anestesi
kombinasi ketamin HCl-propofol juga dapat meningkatkan denyut jantung. Hal
ini disebabkan karena pengaruh dari ketamin HCl yang bekerja sebagai inotropik
positif, yaitu dapat meningkatkan kontraksi otot jantung.
Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara
gravimetrik, pada kelompok I yang diberikan tetes infus ketamin HCl mengalami
penurunan menjadi 99±28,98 bpm dan selanjutnya terlihat relatif stabil sampai
dengan menit ke-140 menjadi 101±14,14 bpm. Demikian pula halnya dengan
kelompok II menjadi 89±16,40 bpm, selanjutnya terlihat stabil sampai dengan
menit ke-140 menjadi 87±9,27 bpm, dan kelompok III menjadi 93±25,80 bpm,
selanjutnya terlihat stabil setelah menit ke-30 terlampaui sampai dengan menit ke-
140 menjadi 85±11,74 bpm. Kestabilan denyut jantung terlihat pada pemberian
pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan
ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya.
Aksis Jantung
Aksis jantung dipergunakan untuk mengetahui abnormalitas perluasan
jantung, baik perubahan posisi jantung atau oleh gangguan pada konduksi jantung.
Hasil pengamatan awal terhadap aksis jantung pada masing-masing kelompok
yaitu 72±7,90 (kelompok I), 61±4,72 (kelompok II), dan 75±4,72 (kelompok III).
Hasil pengamatan yang diperoleh dari aksis jantung seperti ditunjukkan pada
Gambar 28.
66
Gambar 28
Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-
xylazin HCl mengalami penurunan nilai rata-rata aksis jantung dari 72±7,90
derajat ke 65±7,27 derajat. Sedangkan pada kelompok II mengalami kenaikan dari
61±4,72 derajat ke 63±6,52 derajat, demikian pula dengan kelompok III
mengalami kenaikan dari 75±4,72 derajat ke 76±6,25 derajat. Setelah pemberian
anestesi dengan kombinasi ketamin HCl–propofol, pada kelompok I mengalami
kenaikan menjadi 74±6,15 derajat, demikian pula halnya dengan kelompok II
tetap mengalami kenaikan menjadi 65±9,31 derajat dan kelompok III juga tetap
mengalami kenaikan menjadi 80±9,31 derajat. Hal ini berarti bahwa pemberian
preanestesi kombinasi atropin sulfat–xylazin HCl dan pemberian anestesi
kombinasi ketamin HCl–propofol tidak mempengaruhi rata-rata aksis jantung.
Setelah pemberian pemeliharaan anestesi dengan tetes infus IV secara
gravimetrik, pada kelompok I yang diberikan tetes infus ketamin HCl masih
mengalami kenaikan menjadi 76±9,37 derajat, kemudian mengalami penurunan
rata-rata aksis jantung sampai 65±7,53 derajat pada menit ke-50 dan selanjutnya
mencapai kestabilan sampai dengan menit ke-140 menjadi 70±15,46 derajat. Pada
kelompok II yang diberikan tetes infus dengan propofol, setelah menit ke-20
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Aks
is J
antu
ng
(de
raja
t)
Waktu (menit)
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Perubahan rata-rata aksis jantung sebelum teranestesi dan sesudah
diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl, induksi anestesi
kombinasi ketamin HCl-propofol, dan pemeliharaan anestesi dengan
ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi
ketamin HCl-propofol (kelompok III)
67
terlampaui gambaran rata-rata aksis jantung terlihat stabil sampai dengan menit
ke-140 sebesar 60±8,11 derajat. Pada kelompok III, setelah diberikan tetes infus
dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, terlihat terjadi penurunan pada menit
ke-30 menjadi 75±8,68 derajat dan berlanjut pada menit ke-50 menjadi 67±5,60
derajat. Setelah menit ke-50 terlampaui rata-rata aksis jantung terlihat stabil
sampai dengan menit ke-140 manjadi 65±8,11 derajat. Pemeliharaan status
anestesi dengan tetes infus IV secara gravimetrik baik dengan ketamin HCl,
propofol maupun kombinasinya tidak mempengaruhi nilai rata-rata aksis jantung.
Hal ini berarti bahwa pemeliharaan status anestesi dengan tetes infus IV secara
gravimetrik baik dengan ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya tidak
menyebabkan terjadinya abnormalitas perluasan jantung yaitu perubahan posisi
jantung.
Pembahasan Hipotesis
Pemberian anestesi umum berpedoman pada trias anestesia, yaitu sedasia,
analgesia, dan relaksasi. Pemberian anestesi dapat mempengaruhi kelistrikan
jantung. Kestabilan listrik jantung dapat diperoleh dengan pemilihan bahan
anestesi yang sesuai, penentuan teknik anestesi yang tepat serta pemberian dosis
anestesi yang tepat.
Pada penelitan pertama dengan pemberian preanestesi kombinasi atropin
sulfat–xylazin HCl yang kemudian diberikan induksi anestesi ketamin HCl,
propofol, dan kombinasi ketamin HCl–propofol memberikan gambaran kestabilan
listrik jantung yang berbeda-beda. Pemberian induksi anestesi dengan ketamin
HCl memberikan gambaran listrik jantung yang kurang stabil. Hal ini terlihat pada
amplitudo gelombang P dan R yang memberikan gambaran amplitudo listrik
jantung yang tetap tinggi sampai dengan anjing siuman, serta pada interval
gelombang QRS, QT memberikan gambaran listrik jantung yang kurang stabil.
Pada pemberian induksi anestesi dengan propofol memberikan gambaran yang
relatif stabil, namun anjing telah siuman pada menit ke 60–70, sehingga kurang
baik jika dipergunakan untuk melakukan anestesi yang membutuhkan durasi
waktu relatif lama. Sedangkan pemberian induksi anestesi dengan kombinasi
ketamin HCl–propofol memberikan kestabilan listrik jantung yang lebih baik
68
daripada pemberian anestesi dengan ketamin HCl atau propofol saja. Hal ini
terlihat dari gambaran amplitudo gelombang P, R; interval gelombang QRS, QT;
serta denyut jantung. Pemberian kombinasi ketamin HCl–propofol perlu
diwaspadai pada menit ke 40–60.
Pada penelitian kedua, yaitu dengan pemberian preanestesi atropin sulfat
(0,03 mg/kgBB)–xylazin HCl (2 mg/kgBB) secara IM, kemudian diinduksi
dengan kombinasi ketamin HCl (4 mg/kgBB)–propofol (4 mg/kgBB) secara IV
dan dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi dengan metode tetes infus IV
secara gravimetrik masing-masing dengan ketamin HCl (0,4 mg/kgBB/menit),
propofol (0,4 mg/kgBB/menit), dan kombinasi ketamin HCl (0,4
kg/kgBB/menit)–propofol (0,4 mg/kgBB/menit). Pemberian pemeliharaan
anestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol dengan metode infus IV secara
gravimetrik memberikan kestabilan listrik jantung yang lebih baik daripada
ketamin HCl atau propofol saja. Hal ini terlihat dari gambaran amplitudo
gelombang P dan T; interval gelombang QRS, PQ, dan QT; denyut jantung dan
aksis jantung. Pada pemberian pemeliharaan anestesi dengan ketamin HCl saja
dengan metode infus IV secara gravimetrik memberikan gambaran listrik jantung
yang kurang stabil terutama terlihat pada gambaran interval gelombang QRS dan
QT. Pada pemberian pemeliharaan anestesi dengan propofol saja dengan metode
infus IV secara gravimetrik memberikan kestabilan listrik jantung yang lebih baik
dari pemberian ketamin HCl saja, namun anjing telah siuman pada menit ke-90,
yaitu sebelum pemberian tetes infus dihentikan pada menit ke-100 yang ditandai
dengan terlihatnya gerakan-gerakan pada daun telinga dan adanya rasa sakit
setelah distimulasi pada daerah pedalnya.