HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Desa ini juga terletak pada koordinat 1050 ......
Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Desa ini juga terletak pada koordinat 1050 ......
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Suko Binangun
Keadaan Geografi dan Topografi
Desa Suko Binangun merupakan salah satu dari enam desa di Kecamatan Way
Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Desa ini terletak di
ketinggian dua sampai tiga meter di atas permukaan laut. Desa ini memiliki topografi
yang relatif datar. Desa ini juga terletak pada koordinat 1050,47’ sampai 1050,58’ BT
dan 040,36’ sampai 040,47’LS. Curah hujan Desa Suko Binangun rata-rata 20,05 mm
per tahun. Curah hujan terendah nol milimeter pada bulan Juni dan September. Desa
ini memiliki temperatur udara rata-rata berkisar antara 260 C sampai 280 C dan
kelembaban udara sekitar 80 sampai 88 persen. Secara administratif Desa Suko
Binangun memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Seputih Mataram
• Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Seputih Banyak
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Rumbia
• Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sri Budaya
Desa Suko Binangun terdiri dari empat dusun, tujuh rukun warga dan 17 rukun
tetangga. Keempat dusun tersebut yaitu Dusun Besuki, Dusun Tugu, Dusun
Sumbersari dan Dusun Wates. Desa dengan penduduk 2329 jiwa atau 690 KK ini,
memiliki kepadatan 295 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan Way Seputih terletak di
Desa Suko Binangun, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk menuju
pusat pemerintahan Way Seputih. Jarak Desa Suko Binangun ke Kabupaten Lampung
Tengah adalah 56 kilometer, ke kabupaten lain 58 kilometer dan jarak ke Provinsi
Lampung adalah 111 kilometer. Jarak dengan pasar terdekat yaitu pasar di Kecamatan
Seputih Banyak adalah tiga kilometer yakni selama 30 menit dengan penggunakan
kendaraan bermotor atau ojek dengan ongkos sebesar Rp.10.000. Jarak dengan
pabrik penampungan dan pengolahan ubi kayu terdekat yakni ITTARA adalah tiga
kilometer dengan waktu tempuh 30 menit dengan kendaraan bermotor atau ojek
dengan ongkos Rp. 10.000.
Tata Guna Lahan di Desa Suko Binangun
Desa Suko Binangun merupakan salah satu dari enam desa yang masuk ke
dalam wilayah Kecamatan Way Seputih yang memiliki luas ± 6.431 hektar. Desa Suko
42
Binangun sendiri, memiliki luas 770 hektar. Hampir keseluruhan kepemilikan lahan di
desa ini merupakan milik pribadi warga setempat. Hanya beberapa petani ubi kayu
saja yang memiliki lahan dengan cara menyewa. Kepemilikan lahan oleh petani ubi
kayu di desa ini sebagian besar bermula dari pemberian pemerintah pada saat sedang
berlangsung program transmigrasi nasional yakni pada tahun 1961. Pada saat
pemberian lahan oleh pemerintah, lahan-lahan tersebut masih merupakan kawasan
hutan yang subur dan padat ditumbuhi oleh tanaman perkebunan. Lahan-lahan
tersebut dikelola secara perorangan maupun secara komunal sebagai lahan pertanian.
Masyarakat mulai menanam padi, ubi kayu, jagung, kacang tanah dan lain-lain. Untuk
lebih jelas mengenai penggunaan lahan di desa ini dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas areal dan persentase tata guna lahan, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tata guna lahan Luas areal (Ha)
Persentase (%)
Sawah 259 Ha 33,63 Ladang 347 Ha 38,96 Rawa 5 Ha 6,75 Pemukiman/perkarangan/industri lainnya 148 Ha 19,22 Lainnya 11 Ha 1,42
Total 770 Ha 100% Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Hingga saat ini lahan yang ada di Desa Suko Binangun sebagian besar milik
warga setempat. Untuk kepemilikan lahan sewa di desa ini tidaklah terlalu terlihat,
karena kepemilikan secara pribadi diwariskan secara turun-temurun. Lain halnya
dengan pengelolaan lahan, jika pada lahan-lahan sempit yakni kurang satu hektar
banyak dikerjakan atau digarap sendiri oleh petani pemilik, namun pada lahan yang
sedang yakni berkisar satu sampai tiga hektar dan lahan luas yakni lebih tiga hektar
dikerjakan oleh petani pemilik dan juga dengan tenaga kerja buruh tani. Sebagian
besar lahan yang tersedia di Desa Suka Binangun dipergunakan untuk ladang dan
sawah.
Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana sosial mutlak dibutuhkan demi menunjang pembangunan
desa. Selain untuk menunjang pembangunan desa, sarana dan prasarana juga
berguna untuk memfasilitasi masyarakat sehingga dapat memperoleh kehidupan yang
layak. Desa Suko Binangun merupakan salah satu desa yang memiliki sarana dan
prasarana yang cukup memadai dalam menunjang aktivitas kehidupan masyarakatnya.
Hal ini dapat dilihat dari tersedianya sarana pendidikan untuk taman kanak-kanak,
43
sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama. Untuk sarana transportasi masih
kurang memadai, karena jalan-jalan di desa tersebut masih berupa jalan tanah yang
berbatu. Hanya sedikit saja jalan yang sudah diaspal, yakni jalan yang berada di
sekeliling kantor desa, kecamatan dan jalan menuju Dusun Besuki. Untuk lebih jelas,
rincian sarana dan prasarana dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun 2010
Sarana Dan Prasarana Jenis Jumlah/Satuan Transportasi Jalan aspal 1 km Jalan berbatu onderlagh 4,1 km Jalan hotmix 2 km Jalan tanah 42 km Olah Raga Lapangan sepak bola 1 bh Lapangan volly 1 bh Tenis meja 1 bh Kesehatan Puskesmas 1 bh Klinik bidan 1 bh Klinik KB 1 bh Pos KB 1 bh Posyandu 3 bh Pendidikan Taman kanak-kanak (Al-Hidayah) 1 bh Sekolah dasar (SDN 1, SDN 2) 2 bh Sekolah Menengah Pertama
(SMPN1) 1 bh
Peribadatan Masjid 4 bh Musholah 9 bh
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Desa Suko Binangun terdiri dari empat dusun. Masing-masing dusun memiliki
kondisi sarana dan prasarana yang berbeda. Jika dilihat dari sarana yang umum yakni
sarana transportasi Dusun Besuki memiliki sebagian jalan yang sudah diaspal.
Berdasarkan tabel di atas, jalan yang sudah diaspal di Dusun Besuki sepanjang satu
kilometer. Dusun Tugu dan Dusun Sumbersari sebagian memiliki jalan berbatu
onderlagh dan hotmix, sedangkan pada Dusun Wates jalan yang dimiliki
keseluruhannya masih berupa jalan tanah.
Sarana olahraga yang tersedia di Desa Suko Binangun hanyalah lapangan bola,
lapangan volly dan tenis meja. Meski sarana olah raga yang tersedia tidak begitu
banyak, aktivitas berolahraga di desa ini berlangsung dengan dinamis dan
bekelanjutan. Hal ini terlihat dari lapangan bola dan volly yang tidak pernah sepi dari
kegiatan olahraga setiap harinya. Para pecinta volly selalu berlatih setiap sore hari
44
mulai pukul 16.00-18.00 WIB. Untuk pecinta bola, setiap harinya bermain dan berlatih
bola dengan mendatangkan khusus pelatih bola. Pecinta bola tidak hanya dari
kalangan dewasa tetapi juga dari kalangan anak-anak yang berlatih dengan giat
mengikuti instruktur dari pelatih bola mereka. Beberapa penghargaan yang pernah
diraih oleh Desa Suko Binangun diantaranya adalah sepak bola juara pertama dan volli
juara pertama selama dua kali berturut-turut. Penghargaan diberikan oleh organisasi
pemuda bola voli dan sepak bola Kecamatan Way Seputih.
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Suko Binangun ini dapat dikatakan
cukup memadai. Hal ini terlihat dari sejumlah sekolah yang sudah dimanfaatkan
dengan optimal oleh masyarakat Desa Suko Binangun. Terdapat satu buah taman
kanak-kanak, dua buah sekolah dasar dan satu buah sekolah menengah tingkat
pertama. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, terlihat bahwa masyarakat Desa
Suko Binangun memiliki minat yang tinggi dalam pendidikan. Sebagian besar warga
desa ini menamatkan sekolahnya pada jenjang sekolah dasar dan pada jenjang
sekolah menengah pertama. Tidak sedikit masyarakat desa ini yang meneruskan
pendidikannya hingga jenjang sekolah menengah umum dan bahkan hingga perguruan
tinggi meski harus bersekolah hingga ke luar wilayah Desa Suko Binangun. Tabel di
bawah ini menyajikan rincian ketersedian fasilitas dalam sarana pendidikan yang
berada di Desa Suko Binangun.
Tabel 4. Jumlah ruang kelas, murid dan guru berdasarkan tingkat sarana pendidikan di Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tingkat Sarana Pendidikan
Ruang Kelas Murid Guru Tetap Tidak Tetap
TK 2 70 3 1 SD 12 239 8 2 SMPN 6 295 18 10
Total 20 604 29 13 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi merupakan salah satu sarana yang paling penting dalam
menunjang kehidupan bermasayarakat bagi masyarakat di Desa Suko Binangun.
Selain itu, ketersediaan sarana komunikasi merupakan keharusan dalam menciptakan
perubahan sosial pada masyarakat. Beberapa sarana komunikasi yang tersedia di
Desa Suko Binangun diantaranya adalah warung telekomunikasi (wartel). Terdapat
dua buah lokasi warung telekomunikasi (wartel) di desa ini yang dapat dikatakan cukup
45
memadai untuk memenuhi kebutuhan komunikasi masyarakat desa. Namun, sangat
disayangkan di desa ini tidak terdapat kantor pos sebagai media dalam surat-menyurat
dalam berkomunikasi. Sebagian besar masyarakat di desa ini kerap menggunakan
handphone untuk melakukan komunikasi dengan keluarga, teman, kerabat yang
berada jauh maupun dekat dengan tempat tinggal mereka. Untuk memenuhi
kebutuhan akan hiburan dan informasi lainnya, masyarakat di desa ini sering
mengakses radio dan televisi.
Beberapa siaran radio yang mampu ditangkap disini untuk Fm adalah radio
pramudia (lampung timur), radio kartika (lampung tengah), radio ramayana (metro).
Sedangkan untuk Am adalah siaran radio elshinta dan radio omega. Untuk siaran
televisi yang mampu ditangkap di Desa Suko Binangun adalah TV LAMPUNG, TV
ONE, TRANS 7, TPI, TRANS TV, INDOSIAR, ANTV, RCTI, SCTV, GLOBAL TV,
METRO TV, TVRI, LAMPUNG TV, TEGAR TV, KROS TV (TV lampung tengah) dan
RADAR TV.
Meski hampir semua keluarga di desa ini memiliki televisi, namun penggunaan
radio tidak secara nyata ditinggalkan. Sebagian besar masyarakat di desa ini masih
seringkali mendengarkan radio untuk mencari informasi atau sekedar mencari hiburan.
Kebiasaan masyarakat yang masih sering mendengarkan tembang lagu berbahasa
jawa merupakan salah satu alasan yang membuat masyarakat di Desa Suko Binangun
masih sering mendengarkan radio. Waktu yang mereka gunakan untuk mendengarkan
siaran radio seringkali dipilih malam hari, karena waktu malam hari merupakan waktu
senggang masyarakat Desa Suko Binangun. Di waktu malam hari mereka yang
mendengarkan tembang lagu jawa bahkan seringkali didengarkan dengan alasan
untuk menemani mereka melakukan ronda ataupun untuk menemani tamu yang
datang untuk mengobrol santai.
Dalam konteks pertanian, sarana komunikasi juga merupakan alat pendukung
dalam meningkatkan usaha-usaha pertanian. Sarana komunikasi yang kerap kali
digunakan oleh petani ubi kayu adalah handphone. Penggunaan handphone di Desa
Suko Binangun telah menyebar dengan merata. Sebagian besar petani ubi kayu
memiliki dan menggunakan handphone untuk mengakses informasi mengenai harga
jual ubi kayu yang diterima oleh pabrik ubi kayu. Tidak hanya itu, mereka
menggunakan handphone untuk membantu memutuskan ke pabrik mana mereka akan
menjual hasil panen. Selain itu, petani ubi kayu menggunakan handphone untuk
mengakses tenaga kerja yang akan memanen dan juga untuk mengakses transportasi
pengangkutan untuk hasil panen.
46
Sarana Peribadatan
Mayoritas penduduk Desa Suko Binangun memeluk agama islam, sehingga
tempat peribadatan merupakan sarana yang sangat dibutuhkan untuk mendukung
kehidupan bermasayarakat. Terdapat empat masjid dan 9 surau atau langgar yang
mendukung kebutuhan peribadatan masyarakat desa tersebut. Bagi pemeluk agama
kristen katolik, protestan dan hindu dapat melaksanakan ibadahnya di tempat
peribadatan yang tersedia di kecamatan lain seperti Kecamatan Seputih Raman yang
mayoritas masyarakatnya memeluk agama hindu dan kristen.
Keadaan Demografi
Berdasarkan tata guna lahan yang ada di Desa Suko Binangun, terlihat bahwa
seluas 148 ha lahan dipergunakan untuk pemukiman, dimana pemukiman yang
didirikan terbagi menjadi pemukiman permanen dan semi permanen. Pemukiman
permanen sebanyak 287 buah dan pemukiman semi permanen sebanyak 365 buah.
Dengan kepadatan penduduk 295 jiwa per km2 penduduk Desa Suko Binangun
tersebar dengan berbagai kategori, yakni berdasarkan jenis kelamin, usia, mata
pencaharian, tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk di Desa Suko Binangun berjumlah 2329 jiwa dan 690 KK. Jumlah
penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1178 orang atau sebesar 50,57
persen dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 1151 orang atau
sebesar 49,42 persen. Untuk lebih lengkap dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah penduduk dan persentase berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tempat Tinggal Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase (%) Dusun 1 Besuki 326 326 652 27,99 Dusun 2 Tugu 305 284 589 25,28 Dusun 3 Sumbersari 273 274 547 23,48 Dusun 4 Wates 274 267 541 23,22
Total 1178 1151 2329 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 652 orang atau sebesar
27,99 persen penduduk Desa Suko Binangun bertempat tinggal di dusun 1 yaitu Dusun
Besuki. Hal ini dapat dimengerti bahwa di Dusun Besuki merupakan pusat
pemerintahan desa dan pemerintahan kecamatan. Selain itu, sarana jalan beraspal
47
dan sarana pendidikan pun sebagian besar berada di tempat tersebut. Di dusun
tersebut juga terletak lapangan sepak bola dan masjid agung. Keseluruhan sarana
tersebut tentunya akan sangat membantu masyarakat Desa Suko Binangun untuk
memenuhi kebutuhannya, sehingga menjadi hal yang sangat wajar jika Dusun Besuki
memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dusun-dusun
yang lain.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Penduduk Desa Suko Binangun dapat dikategorikan berdasarkan usia. Usia
merupakan identitas perorangan yang melekat pada seseorang yang dapat
menunjukkan tingkat produktivitas kerja seseorang. Untuk lebih jelas, penduduk Desa
Suko Binangun berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 0-4 190 8,15 5-9 120 5,15
10-14 219 9,40 15-19 210 9,01 20-24 118 5,06 25-29 128 5,49 30-34 135 5,79 35-39 189 8,11 40-44 266 11,42 45-49 180 7,72 50-54 175 7,51 55-59 100 4,29 ≥ 59 299 12,83 Total 2329 100%
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Tabel di atas menunjukan bahwa 77,28 persen dari jumlah penduduk Desa Suko
Binangun atau berjumlah 1800 jiwa termasuk dalam usia produktif dalam angkatan
kerja (15-64 tahun).
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Suko Binangun terdiri atas berbagai macam
kegiatan pekerjaan. Namun demikian, mata pencaharian penduduk Desa Suko
Binangun yang paling dominan adalah mata pencaharian sebagai petani dan sebagai
buruh. Secara rinci sebaran jumlah penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan mata
pencaharian dapat dilihat pada Tabel 7.
48
Tabel 7. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) Petani 1.236 71,65 Pegawai swasta 5 0,28 Buruh 192 11,13 Pedagang 121 7,01 Guru 42 2,43 Kontraktor 5 0,28 Penambang pasir 3 0,17 Jasa Elektronik 2 0,11 Pengrajin/industri pengolahan 47 2,72 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) 5 0,28 Transportasi dan komunikasi 25 1,44 Dukun Bayi 2 0,11 Dokter 1 0,05 Lainnya 39 2,26
Total 1725 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 71,65 persen atau sejumlah
1.236 orang penduduk desa Suko Binangun bekerja sebagai petani. Banyaknya
penduduk desa yang bekerja sebagai petani pada tabel di atas mencakup petani
pemilik, petani penggarap dan buruh tani. Banyaknya penduduk Desa Suko Binangun
yang bekerja sebagai buruh sebanyak 11,13 persen dan pedagang sebanyak 7,01
persen. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Suko Binangun merupakan desa agraris,
dimana desa ini mengandalkan sektor pertanian untuk menunjang kebutuhan ekonomi
desa.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Penduduk Desa Suko Binangun jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan formal
memiliki pendidikan yang beragam. Mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjut tingkat
pertama, sekolah lanjut tingkat atas, dan perguruan tinggi. Secara rinci, jumlah
penduduk Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 8.
49
Tabel 8. Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak pernah sekolah 297 12,75 Belum sekolah 190 8,15 Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 179 7,68 Tamat SD/sederajat 1000 42,93 Tamat SLTP/sederajat 334 14,34 Tamat SMU/sederajat 313 13,43 D1 2 0,08 D2 2 0,08 D3 1 0,04 Perguruan Tinggi 11 0,47
Total 2329 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Desa Suko Binangun
relatif rendah. Jenjang pendidikan terbanyak berada pada sekolah dasar dengan
persentase 42,93 persen dan sekolah lanjut tingkat pertama dengan persentase 14,34
persen. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan desa. Salah
satu penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Desa Suko Binangun disebabkan oleh
kurangnya kesadaran penduduk desa ini dalam pendidikan, yang menjadi prioritas
mereka adalah pendidikan untuk baca tulis saja sehingga dapat mencari pekerjaan.
Oleh karena itu, pendidikan harus lebih ditingkatkan, karena pendidikan merupakan
dasar dari terciptanya potensi sumberdaya manusia yang berkualitas dan juga untuk
menciptakan kesejahteraan yang lebih baik.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
Keadaan penduduk berdasarkan kesejahteraan dapat diklasifikasikan sebagai
keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera
III dan keluarga sejahtera III plus. Berikut di bawah ini adalah jumlah penduduk di Desa
Suko Binangun berdasarkan tahapan keluarga sejahtera disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tahapan keluarga sejahtera, Desa Suko Binangun, tahun 2010
Tahapan Keluarga Sejahtera Jumlah Persentase (%) Keluarga Pra Sejahtera 262 37,97 Keluarga Sejahtera I 357 51,73 Keluarga Sejahtera II 47 6,81 Keluarga Sejahtera III 24 3,47 Keluarga Sejahtera III Plus - -
Total 690 100% Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010.
50
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa 51,73 persen atau 357 keluarga
penduduk Desa Suko Binangun merupakan keluarga sejahtera I. Hal ini menunjukkan
bahwa matapencaharian sebagai petani yang merupakan mata pencaharian yang
masih dapat diandalkan untuk memberikan kesejahteraan bagi keluarga petani,
sedangkan sebesar 37,97 persen atau 262 keluarga penduduk Desa Suko Binangun
merupakan keluarga Pra sejahtera. Meskipun jumlah ini tidak terlalu mengkhawatirkan,
tetapi ini menggambarkan bahwa masih terdapat keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dari pemerintah untuk terus
melanjutkan adanya program pengentasan kemiskinan dan program pengembangan
masyarakat (community development) di desa ini.
Keadaan Ekonomi
Desa Suko Binangun memiliki potensi ekonomi yang beragam. Beberapa
potensi ekonomi yang ada bersumber dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan
perikanan, industri kecil serta usaha di sektor ekonomi. Potensi ekonomi desa di sektor
pertanian memiliki dua komoditas besar yang diandalkan oleh desa ini, yaitu ubi kayu
dan padi. Ubi kayu dan padi masing-masing mampu menghasilkan 3.771,50 ton per
tahun dan 2.446,50 ton per tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa
Suko Binangun, bagi petani yang mengandalkan kehidupannya dengan bertani ubi
kayu mereka juga tetap mengusahakan menanem padi untuk di konsumsi sendiri.
Untuk sektor perkebunan terdapat komoditas kelapa dalam, coklat dan kopi. Masing-
masing komoditas tersebut mampu menghasilkan 1,2 ton per tahun, 1,6 ton per tahun
dan 2,4 ton per tahun.
Pada sektor peternakan, ternak yang dapat diternakan adalah ayam buras, sapi
dan kambing. Dimana, saat ini terdapat 3.813 ekor ayam buras, 554 ekor sapi serta
254 ekor kambing. Sektor perikanan yang dapat di usahakan di desa ini adalah
perikanan sungai dan rawa. Perikanan sungai mampu menghasilkan 146 ton per
tahun, sedangkan pada perikanan rawa mampu menghasilkan 18 ton per tahun.
Industri kecil yang sangat potensial di desa ini adalah industri kecil makanan,
sedangkan untuk usaha di sektor ekonomi yang sangat potensial adalah toko atau
warung kelontong dan warung atau kedai makan. Untuk industri kecil makanan,
terdapat enam buah industri di desa ini. Industri kecil makanan ini memproduksi
sejumlah makananan ringan dan kue kering. Untuk usaha di sektor ekonomi, terdapat
empat buah toko/warung kelontong dan tiga buah warung atau kedai makan. Warung
kelontong dan warung makan ini sangat potensial untuk dikembangkan karena dapat
51
menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Selain itu, keberadaannya pun kurang
menyebar dengan baik. Sebahagian besar keberadaan warung makan dan warung
kelontong terpusat pada Dusun Besuki dan Dusun Tugu dimana kedua dusun tersebut
merupakan dusun pusat pemerintahan kecamatan dan desa sekaligus. Akan tetapi,
bagi mereka yang ingin mengusahakan warung kelontong diperlukan modal yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, hingga saat ini keberadaan warung kelontong masih terbatas.
Budaya Desa Suko Binangun
Penduduk Desa Suko Binangun sebagian besar berasal dari Pulau Jawa
khususnya daerah Madiun, Ponorogo, Banyuwangi, Tulung Agung dan Trenggalek.
Desa Suko Binangun merupakan salah satu di antara desa di Provinsi Lampung yang
dijadikan sebagai daerah sasaran program transmigrasi pada tahun 1961. Program
transmgrasi merupakan suatu program pemerintah dalam pemerataan penduduk dan
meningkatkan taraf hidup penduduk Indonesia.
Penduduk yang ditransmigrasikan ini mendapatkan binaan dari jawatan
transmigrasi selama dua tahun, selanjutnya pembinaan diserahkan sepenuhnya
kepada pemerintah daerah. Penduduk yang dipindahkan dipimpin oleh seorang ketua
rombongan yakni Bapak Sastro Suwiryo yang selanjutnya diangkat sebagai kepala
Desa Suko Binangun pertama di tahun 1961. Kemudian, penduduk pendatang
membuka hutan untuk dijadikan daerah pertanian dengan mendapatkan bimbingan
dan binaan dari pemerintah menangani cara bercocok tanam yang memakai pola
teknis modern.
Daerah pembukaan baru ini diberi nama Desa Suko Binangun yang mempunyai
arti “suko” yang artinya senang dan “binangun” artinya pembangunan, sehingga nama
“suko binangun” secara keseluruhan dapat diartikan dengan senang terhadap
pembangunan. Oleh karena itu, sampai sekarang masyarakat Desa Suko Binangun
masih terus-menerus melaksanakan pembangunan terhadap desa-nya.
Kelembagaan lokal di Desa Suko Binagun memiliki fungsi masing-masing.
Kelembagaan kematian berfungsi yaitu membantu atau meringankan keluarga yang
sedang terkena musibah. Kelembagaan ini akan segera turut membantu baik dalam
hal pendanaan maupun bantuan tenaga dalam proses pemakaman dan pengajian.
Struktur kepengurusan terdiri dari ketua, sekrataris, bendahara. Proses terbentuknya
dilakukan melalui musyawarah anggota yasinan lingkungan RT setempat.
Kelembagaan sinoman berfungsi sebagai penyedia kostum atau pakaian seragam
untuk berbagai hajatan. Hajatan dapat seperti pernikahan, syukuran ataupun khitanan.
52
Kelembagaan ini juga memiliki ketua, wakil dan bendahara. Ketua dari kelembagaan
ini bertanggung jawab untuk menyediakan kostum atau pakaian melalui konveksi.
Untuk biaya pembuatan kostum atau pakaian diperoleh dari uang dari sumbangan dari
anggota kelembagaan serta pemilik hajat.
Kelembagaan seni seperti reog merupakan kelembagaan yang memenuhi
kebutuhan rekreasi masyarakat desa ini. Kelembagaan ini juga terdiri dari ketua, wakil,
bendahara dan beberapa seksi kelengkapan alat. Kesenian reog ini biasanya kerap
tampil pada acara-acara di tingkat kabupaten dan propinsi. Seperti perayaan hari jadi
Kabupaten Lampung Tengah dan hari jadi Provinsi Lampung. Secara rutin anggota
kelembagaan ini melakukan latihan setiap seminggu sekali. Latihan kerap kali
dilakukan pada malam hari karena pada waktu tersebut merupakan waktu luang dari
anggota-anggota kesenian reog ini. Untuk kerorganisasian yang terdapat di Desa Suko
Binangun diantaranya adalah kelompok tani, organisasi kepemudaan seperti sepak
bola dan bola volly, risma (remaja islam masjid), karang taruna.
Adat istiadat yang masih berlaku di kalangan masyarakat Desa Suko Binangun
ini diantaranya adalah (a) upacara tujuh bulanan usia bayi di dalam kandungan, (b)
upacara kelahiran bayi, (c) upacara perkawinan, (d) upacara kematian. Beberapa
kebiasaan yang ada di desa ini adalah mengadakan syukuran hasil panen, suran
“upacara malam suro” saat ini mulai luntur karena digantikan dengan kegiatan agama
mengaji yasin di masjid. Kehidupan bermasyarakat di desa tersebut tidak adanya
pantangan atau aturan adat istiadat yang mengikat, hanya saja terdapat beberapa
kebiasaan buruk masyarakat yang dianggap tabu. Beberapa kebiasaaan masyarakat
yang dianggap tabu yakni minum-minuman keras, perjudian, perzinahan dan
perselingkuhan. Hal ini menunjukkan ciri budaya yang masih diwarnai aturan
keagamaan, dimana mayoritas agama yang dianut merupakan agama islam yang
melarang perbuatan-perbuatan tersebut.
Keadaan Pertanian di Desa Suko Binangun
Keadaan Tanah
Desa Suko Binangun terletak di sebelah utara Kabupaten Daerah Tingkat II
Lampung Tengah, dengan keadaan tanah merupakan dataran rendah yang tidak
berbukit-bukit. Karakteristik tanah di desa ini yakni berjenis pot solide, dengan warna
merah kuning/bercampur pasir. Tanah tersebut memiliki sifat menyerap air dan pada
lapisan top soil kurang subur. Produktivitas tanah Desa Suko Binangun termasuk tanah
yang kurang subur, para petani menggunakan pupuk kandang untuk bercocok tanam.
53
Masing-masing komoditas yang ditanam oleh petani memiliki kemampuan panen yang
berbeda-beda. Panen padi dilakukan satu kali dalam setahun, panen jagung dua kali
dalam setahun, panen kedelai dua kali dalam setahun serta panen ubi kayu satu kali
untuk varietas dalam dan dua kali untuk varietas genjah dalam setahun. Dewasa ini, permasalahan yang menimpa petani ubi kayu adalah tanah yang
memiliki pH basa sehingga mengakibatkan tanah rentan mengandung bakteri. Kondisi
seperti ini dapat menurunkan hasil panen para petani. Kondisi tanah seperti ini
mengakibatkan penyakit busuk akar pada tanaman ubi kayu. Ubi kayu yang sudah
terserang penyakit busuk akan habis tak bersisa, sehingga ini berdampak pada
rendahnya hasil panen petani. Kondisi seperti ini pada dasarnya dapat dikendalikan
dengan menambahkan kapur atau dolomit kedalam tanah agar tanah tidak terlalu
basa. Namun, petani sebagian besar petani ubi kayu merasa tidak mampu untuk
menambahkan kapur tersebut dikarenakan harga kapur tersebut tergolong mahal.
Lembaga Pertanian
Sebagian besar mata pencaharian Desa Suko Binangun adalah petani, dimana
mayoritas menanam komoditas ubi kayu. Dari 690 KK yang berada di Desa ini,
terdapat 71,65 persen yang bermatapencaharian sebagai petani. Guna mendukung
keberhasilan dan kemajuan serta kesejahteraan petani maka dibentuk dan disusun
sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengorganisasikan kegiatan kelompok. Salah
satu lembaga pertanian yang terdapat di Desa Suko Binangun adalah kelompok tani.
Kelompok tani di Desa Suko Binangun terdiri dari 100 anggota petani ubi kayu
yang menggantungkan ekonominya terhadap usahatani ubi kayu. Secara
keorganisasian, kelompok ini memiliki struktur kepengurusan yang sederhana yaitu
terdiri dari ketua, wakil ketua, seketaris dan bendahara. Kelompok tani yang berada di
desa ini didirikan dengan tujuan untuk memfasilitasi petani dalam mengembangkan
usahataninya. Selain itu, kelompok tani di desa ini juga sebagai wadah atau media
komunikasi sesama anggota petani ubi kayu. Di desa ini, kelompok tani dapat
berperan sekaligus sebagai koperasi dimana, setiap anggota berhak mendapatkan
pinjaman berbagai macam input produksi usahatani seperti bibit, pupuk, pestisida.
Dalam kondisi kelangkaan pupuk, kelompok tani cukup berperan dalam penyediaan
pasokan pupuk bagi anggota-anggotanya. Aktivitas kelompok ini diantaranya adalah
pertemuan rutin kelompok sebanyak satu bulan sekali. Pertemuan kelompok rutin
dilakukan untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi sesama anggota, selain itu juga
untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh petani ubi kayu. Selanjutnya,
54
juga terdapat pertemuan kelompok yang sifatnya situasional yakni ketika ada program
atau bantuan dari pemerintah dan juga ketika ada sosialisasi inovasi baru input
produksi (bibit, pupuk, dan obat-obatan) baik dari penyuluh pertanian, dinas pertanian
atau pun dari distributor dan agen pupuk dan obat-obatan perusahaan tertentu.
Program pembangunan yang pernah masuk Desa Suko Binangun adalah BJW
(Beguai Jejamo Wawai) yakni dengan aktivitas pembangunan jalan senilai Rp.
50.000.000,-00. Selanjutnya, Program yang pernah masuk di desa tersebut
diantaranya adalah PNPM dan RIS. Saat ini berbagai program pemerintah di bidang
pertanian yang sudah terselenggara di desa ini diantaranya adalah program bantuan
pemberian bibit padi dan jagung seperti BLBU dan SLPTT dari dinas pertanian, dimana
untuk SLPTT pemberian bibit padi dan jagung diberikan beserta dengan demplot
seluas satu hektar. Selanjutnya juga terdapat CBN yaitu singkatan dari cadangan bibit
nasional yang merupakan bantuan pemberian bibit dari pemerintah saat terjadi banjir
atau bencana alam atau kondisi darurat lainnya yang menyulitkan petani untuk
mendapatkan bibit. Program ini mulai digalakkan mulai tahun 2008 yang selanjutnya
berjalan setiap tahun. untuk program pembangunan yang bersifat umum. Saat ini ketua
kelompok sedang mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah untuk
memberikan bantuan dalam bentuk alat-alat pertanian seperti traktor, pompa air dsb.
Namun, permintaan tersebut belum diakomodir oleh pemerintah. Kendala yang sering
dialami oleh kelompok tani tersebut adalah ketidak-konsistenan dari pemerintah dalam
menyelenggarakan program-program tersebut. Hal ini terlihat dari sering terjadinya
keterlambatan dalam pemberian bantuan yang biasanya sudah terjadwal. Selain itu,
program-program yang diperuntukkan bagi petani penyebarannya tidak merata, untuk
program-program tingkat nasional hanya sampai pada tingkat kecamatan saja dan
tidak menyentuh petani di tingkat desa.
Produktivitas Komoditas Pertanian
Beberapa komoditas pertanian yang diusahakan di desa ini diantaranya adalah
padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Diantara komoditas
pertnian tersebut, ubi kayu merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan
dan juga memiliki nilai produksi yang paling besar. Ubi kayu yang dihasilkan di desa ini
mencapai 3.771,50 ton per tahun, disusul oleh padi sebesar 2.446,50 ton per tahun,
jagung 191,10 ton per tahun dan kacang tanah serta kedelai yang masing-masing
sebesar dua ton per tahun. Selanjutnya, ketersediaan sarana dan alat-alat pertanian
tentunya sangat mendukung produktivitas hasil usaha tani. Beberapa alat pertanian
55
yang dimiliki oleh petani di desa ini diantaranya adalah huller, traktor, mesin bajak,
bajak tradisional, sprayer, pompa air. Beberapa alat pertanian yang kerap di gunakan
oleh petani ubi kayu di desa ini sebagian besar adalah alat pertanian yang sederhana
dan manual. Diantaranya masih sering menggunakan, cangkul, linggis (alat
pengumpil), parang, spayer, bajak dengan menggunakan tenaga sapi atau kerbau.
Profil Petani Ubi Kayu Desa Suko Binangun
Petani ubi kayu Desa Suko Binangun merupakan petani yang memiliki
karakteristik personal yang beragam, baik karakteristik material maupun non-material.
Karakteristik petani pada penelitian ini meliputi (1) usia, (2) tingkat Pendidikan, (3)
pendapatan, (4) luas lahan, (5) pengalaman berusahatani, (6) keikutsertaan dalam
kelompok dan (7) kepemilikan media massa. Usia mempengaruhi kekuatan fisik petani
untuk menjalankan usaha pertaniannya. Padmowihardjo (1994) menyatakan bahwa
umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur
adalah faktor psikologis. Usia petani ubi kayu di kategorikan menjadi usia tua, dewasa
dan muda. Pendidikan merupakan karakteristik seseorang yang dapat menunjukkan
sejauhmana kemampuan kognitif seseorang secara formal. Menurut Soekartawi (2005)
pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima dan
melaksanakan suatu inovasi. Pendapatan merupakan karakteristik seseorang yang
menunjukkan kemampuan dalam aspek ekonomi. Pendapatan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap skala usaha seorang petani. Tingkat pendapatan juga
berhubungan dengan kemampuan adopsi seseorang terhadap suatu inovasi. Lahan
merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan
usaha tani. Lahan yang cukup luas memudahkan petani ubi kayu menerapkan
teknologi yang ada, sementara itu kepemilikan lahan yang sempit relatif menjadikan
petani enggan menerapkan teknologi yang ada disebabkan tidak adanya perbedaan
yang signifikan dalam menerapkan suatu teknologi.
Pengalaman berusahatani menggambarkan tingkat kepiawaian seorang petani
dalam menjalankan usahataninya. Semakin lama pengalaman seorang petani semakin
matang pola berfikir dalam pengambilan keputusan serta semakin tajam
penglihatannya dalam mengantisipasi keadaan yang dapat merugikan usahataninya.
Kelompok merupakan salah satu wadah atau alat dalam memenuhi kebutuhan hidup
setiap orang. Umumnya, petani yang banyak melibatkan diri ke dalam beberapa
kelompok akan semakin mudah untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hal ini terjadi
56
karena proses sosialisasi sebuah inovasi secara berkelompok akan jauh lebih efektif
dari pada sosialiasi secara personal. Kepemilikan media massa menggambarkan
sejauhmana seseorang dapat mengakses berbagai media massa. Informasi yang
diperoleh dari media massa dapat digunakan untuk menambah wawasan, terlebih lagi
jika informasi tersebut menyakut budidaya ubi kayu sehingga dapat dimanfaatkan
untuk memajukan usahatani ubi kayu mereka. Berdasarkan pemaparan di atas, secara
lebih rinci karakteristik personal petani ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase petani berdasarkan kategori karakteristik personal di Desa Suko Binangun
Karakteristik Personal Kategori Persentase (%)
Usia Tua 18 Dewasa 44 Muda 38 Pendidikan Tidak Sekolah 14 Tidak Tamat SD 10 Tamat SD 33 Tidak Tamat SMP 3 Tamat SMP 23 Tidak Tamat SMA 1 Tamat SMA 16 Pendapatan Tinggi 2 Sedang 4 Rendah 94 Luas Lahan Luas 2 Cukup luas 6 Sempit 92 Pengalaman Berusahatani Lama 16 Cukup lama 43 Baru 41 Keikutsertaan dalam Kelompok Ikutserta dalam kelompok 68 Tidak ikutserta dalam kelompok 32 Kepemilikan Media Massa Memiliki media massa 97 Tidak memiliki media massa 3
Usia
Usia tua berkisar antara 58,6 sampai 76 tahun, usia dewasa berkisar antara 40,8
sampai 58,5 tahun dan usia muda berkisar antara usia sampai 23 sampai 40,7 tahun.
Berdasarkan Tabel 10, terdapat 44 persen petani ubi kayu yang tergolong usia dewasa
dan sebanyak 38 persen petani ubi kayu tergolong usia muda. Sedangkan petani ubi
kayu yang berusia tua hanya sebanyak 18 persen. Jumlah petani ubi kayu yang
tergolong usia tua cenderung sedikit jika dibandingkan dengan jumlah petani ubi kayu
yang tergolong usia muda dan dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi kayu
57
cukup menyediakan lapangan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat desa.
Ketersediaan lahan yang cukup untuk berusahatani menjadi salah satu alasan petani
muda mau berusahatani komoditas ini. Di samping itu, desa ini masuk ke dalam
wilayah produsen ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung, sehingga pekerjaan sebagai
petani ubi kayu diwariskan secara turun-temurun pada generasi berikutnya. Usia yang
muda menunjukkan bahwa seseorang itu masih memiliki semangat yang besar,
kemauan yang keras dan kemampuan produksi yang masih tinggi untuk memajukan
usahataninya, sehingga mereka cenderung lebih mudah menerima informasi baru dan
mengadopsi sebuah inovasi. Petani yang berusia tua lebih lamban dalam proses
belajar sehingga akan lebih sulit untuk merubah perilakunya, kemampuan mereka
dalam bekerja juga tidak sekuat petani berusia muda. Petani berusia tua cenderung
tidak berani mengambil resiko dalam menerapkan teknologi baru, sehingga usahatani
mereka masih menggunakan teknologi konvensional. Petani berusia tua hanya
menyukai aktivitas bertani yang sudah biasa mereka lakukan, mereka juga enggan
meminta saran dan masukan kepada petani lain yang lebih muda. Mereka lebih
mempercayakan informasi mengenai penerapan yang berasal dari penyuluh atau
ketua kelompok tani.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan petani ubi kayu di bedakan menjadi tujuh kategori yakni tidak
sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA dan
tamat SMA. Rata-rata petani ubi kayu mengenyam pendidikan selama tujuh tahun
(tamat Sekolah Dasar). Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 33 persen petani ubi
kayu masuk dalam kategori tamat SD dan 23 persen masuk dalam kategori tamat
SMP. Hal ini menunjukkan bahwa petani ubi kayu di Desa Suko Binangun memiliki
kesadaran yang cukup tinggi untuk mengenyam pendidikan. Hal ini juga didukung oleh
keberadaan fasilitas pendidikan yang memadai di desa tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara, terlihat bahwa petani yang berpendidikan tinggi biasanya lebih berani
dalam mengambil resiko dalam mengadopsi sebuah inovasi, mereka juga memiliki
akses yang lebih dekat dengan sumber-sumber informasi sehingga cenderung aktif
mencari dan menyebarkan informasi-informasi pertanian yang baru. Dalam penerapan
sejumlah teknologi produksi sebagian besar mereka melakukannya sesuai anjuran
yang diberikan oleh penyuluh, dinas pertanian, dan ketua kelompok tani. Meskipun
pengetahuan dan cara bertani mereka banyak diperoleh dari pengetahuan secara
58
turun-temurun, namun mereka tetap mau mencoba menerapkan teknik budidaya yang
baru.
Tingkat Pendapatan
Pendapatan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun digolongkan menjadi tiga
kategori yakni tinggi, sedang dan rendah. Pendapatan tinggi berkisar antara Rp
49.141.502 sampai Rp.73.530.000, pendapatan sedang berkisar antara Rp.24.753.001
sampai Rp.49.141.501, pendapatan rendah berkisar antara Rp.364.500 sampai
Rp.24.753.000. Pendapatan petani ubi kayu dihitung berdasarkan satu kali panen
terakhir yang dilakukan. Berdasarkan Tabel 10 di atas sebanyak 94 persen
pendapatan petani ubi kayu di desa tersebut masuk ke dalam kategori rendah dan 4
persen masuk dalam kategori sedang, sedangkan hanya terdapat dua persen saja
yang masuk ke dalam kategori berpendapatan tinggi. Berdasarkan kategori yang ada,
rata-rata pendapatan petani ubi kayu masuk ke dalam kategori rendah. Perbedaan
pendapatan petani yang mencolok seperti ini disebabkan adanya perbedaan
kepemilikan luas lahan yang dimiliki. Menurut hasil penelitian Hermawanto (1993),
variasi pendapatan keluarga petani tergantung oleh beberapa faktor antara lain
(a) faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan, (b) status
kepemilikan lahan pertanian, (c) jenis usaha atau cabang usahat tani yang dikerjakan,
(d) macam pekerjaan tambahan, baik di sektor pertanian maupun non pertanian. Pada
umumnya, perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun diantaranya adalah luas lahan dan keragaman serta biaya input produksi
usahatani mereka.
Luas Lahan
Lahan merupakan modal alam bagi petani dalam menjalankan usahataninya.
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
pengembangan usaha tani. Ketersediaan lahan yang terbatas berdampak pada
perkembangan usahatani dan juga pada pendapatan petani. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa lahan merupakan aset utama petani untuk menggerakan moda
produksi usahataninya. Kepemilikan luas lahan petani ubi kayu dibedakan menjadi tiga
kategori yaitu luas, cukup luas dan sempit. Kategori luas berkisar antara 3,43 sampai 5
hektar, kategori cukup luas berkisar antara 1,84 sampai 3,42 hektar dan kategori
sempit berkisar antara 0,25 sampai 1,83 hektar. Berdasarkan Tabel 10 di atas
sebanyak 92 persen petani ubi kayu memiliki luas lahan yang sempit dan hanya
sebesar enam persen yang memiliki lahan cukup luas. Sedangkan kepemilikan lahan
59
yang luas hanya sebanyak dua persen. Rata-rata kepemilikan luas lahan petani ubi
kayu berada pada kategori sempit. Kondisi ini yang menjadikan sebagian besar petani
ubi kayu enggan menerapkan beberapa teknologi baru. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, salah satu kondisi ini terlihat dalam penerapan inovasi berupa
pengaturan jarak tanam. Jarak tanam yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian
setempat adalah 100 sentimeter X 50 sentimeter untuk penanaman monokultur.
Namun karena aspek keterbatasan lahan dan keinginan yang besar agar memproduksi
ubi kayu dalam jumlah banyak, mereka tidak menerapkan jarak tanam yang sesuai,
bahkan mereka menanam dengan jarak tanam hanya 50 sentimeter X 40 sentimeter.
Pengalaman Berusahatani
Secara umum petani ubi kayu ini melakukan budidaya komoditas ubi kayu secara
turun-temurun. Berdasarkan Tabel 10 pengalaman berusahatani ubi kayu
dikategorikan menjadi tiga kategori yakni lama, cukup lama dan baru. Pengalaman
berusahatani lama berkisar antara 31,8 sampai 45 tahun, pengalaman usahatani
cukup lama berkisar antara 18,4 sampai 31,7 tahun dan pengalaman berusahatani
baru berkisar antara 5 sampai 18,3 tahun. Sebanyak 43 persen petani ubi kayu masuk
ke dalam kategori memiliki pengalaman berusahatani cukup lama dan 41 persen
petani ubi kayu masuk ke dalam kategori baru memiliki pengalaman berusahatani ubi
kayu, sedangkan terdapat 16 persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori
memiliki pengalaman berusahatani yang lama. Hal ini memperlihatkan
pengelompokkan pada kategori berpengalaman cukup lama, hal ini mengindikasikan
bahwa petani-petani di desa tersebut pada dasarnya sudah memiliki cadangan
pengetahuan yang cukup memadai dalam berusahatani ubi kayu, dengan bekal
pengalaman tersebut maka segala inovasi dan sesuatu hal yang baru berkaitan
dengan budidaya ubi kayu, petani selalu membandingkan dengan pengalaman yang
dialaminya. Petani yang memiliki pengalaman yang relatif lama cenderung bersifat
kritis terhadap suatu inovasi.
Keikutsertaan dalam Kelompok
Kelompok merupakan salah satu wadah atau alat dalam memenuhi kebutuhan
hidup setiap orang. Berbagai jenis dan macam kelompok terdapat dalam kehidupan
sebuah sistem sosial, dimana setiap individu menjadi bagiannya. Umumnya kelompok
yang terbentuk di wilyah pedesaan adalah kelompok yang menyangkut kebutuhan
bersama (bersifat sosial). Berdasarkan Tabel 10, keikutsertaan petani dalam kelompok
60
di bedakan menjadi dua kategori yakni ikutserta dalam kelompok dan tidak ikutserta
dalam kelompok.berdasarkan Tabel 10, sebanyak 68 persen petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun berpartisipasi dalam kelompok dan hanya 32 persen saja yang tidak
ikut serta dalam kelompok yang terdapat di lingkungan tempat tinggal mereka Hampir
seluruh petani memilih menjadi anggota kelompok tani yang merupakan kelompok
sosial terbesar di desa ini. Keikutsertaan seorang petani dalam kelompok tentunya
akan meningkatkan kemungkinan petani terdedah oleh berbagai informasi. Umumnya,
petani yang banyak melibatkan diri ke dalam beberapa kelompok akan semakin mudah
untuk mengadopsi sebuah inovasi. Hal ini terjadi karena proses sosialisasi sebuah
inovasi secara berkelompok akan jauh lebih efektif dari pada sosialiasi secara
personal. Petani umumnya menjadikan rekan-rekan dalam satu kelompoknya sebagai
salah satu acuan dalam memutuskan untuk mengadopsi sebuah inovasi.
Kepemilikan Media Massa
Kepemilikan media massa dalam penelitian ini dibedakan menjadi media massa
elektronik dan media massa cetak. Media massa elektronik meliputi radio dan televisi.
Sedangkan media massa cetak meliputi surat kabar, majalah, poster, booklet, leaflet,
brosur dan folders. Melalui televisi dan radio, petani ubi kayu memperoleh berbagai
informasi dan berita serta hiburan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan televisi
dan radio banyak digunakan untuk menonton dan mendengarkan acara-acara hiburan
dan berita. Media ini dimanfaatkan petani untuk mengisi waktu luang dan waktu santai
saat melakukan istirahat atau pun saat menjelang tidur pada waktu malam hari.
Kepemilikan media massa dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yakni
memiliki media massa dan tidak memiliki media massa. Berdasarkan Tabel 10 di atas
sebanyak 97 persen petani ubi kayu yang memiliki banyak media massa dan hanya
terdapat tiga persen yang tidak memiliki media massa. Media massa yang paling
banyak dimiliki oleh petani ubi kayu adalah televisi dan radio. Meskipun tidak semua
petani memiliki radio tetapi, masih banyak petani yang memiliki televisi. Pada dasarnya
televisi merupakan media massa yang paling digemari oleh petani ubi kayu untuk
menonton acara hiburan dan berita, namun untuk informasi dan berita mengenai
keadaan atau kondisi di daerah mereka, petani lebih menyukai mendengarkan radio.
Petani ubi kayu yang memiliki media massa yang sedikit umumnya merupakan petani
yang memiliki tingkat ekonomi menengah kebawah. Meskipun untuk memiliki koran,
majalah, leaflet atau brosur tidak membutuhkan dana sebanyak untuk memiliki televisi
dan radio, tetapi untuk mengakses media cetak tersebut harus mendapatkannya di luar
61
desa tersebut, karena pemasaran koran dan majalah tidak didistribusikan ke desa
tersebut. Selain aspek ekonomi, aspek keluasan pergaulan sosial dan mobilitas
seseorang juga ikut mempengaruhi kepemilikan media cetak tersebut karena,
beberapa media cetak seperti leaflet, booklet, brosur, dan poster didapatkan dari agen
pupuk, agen obat, agen bibit, dinas pertanian, penyuluh pertanian dan pasar lokal di
daerah tertentu.
Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu
Ubi kayu atau ketela pohon atau singkong merupakan bahan pangan potensial
masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Sejak awal
pelita I, hingga sekarang ubi kayu berperan cukup besar dalam mencukupi bahan
pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan pakan (ransum) ternak serta bahan
baku berbagai industri makanan. Di dataran rendah, tanaman ubi kayu jarang berbuah.
Biji ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan penyerbukan generatif, terutama dalam
skala penelitian atau pemuliaan tanaman. Ubi mengandung asam sianida berkadar
rendah sampai tinggi. Berdasarkan kandungan racun asam sianida dapat dibedakan
empat kelompok jenis ubi kayu yaitu (1) jenis ubi kayu yang tidak berbahaya, ditandai
dengan kandungan HCN kurang dari 50 mg per kg ubi yang diparut, (2) jenis ubi kayu
yang sedikit beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 50 sampai 80 mg per
kg ubi yang diparut, (3) Jenis ubi kayu yang beracun, ditandai dengan kandungan HCN
berkadar 80 sampai 100 mg per kg ubi yang diparut, (4) jenis ubi kayu yang amat
beracun, ditandai dengan kandungan HCN lebih dari 100 mg per kg ubi yang diparut
(Rukmana, 1997).
Hampir semua jenis tanah pertanian cocok ditanami ubi kayu karena tanaman ini
toleran terhadap berbagai jenis dan tipe tanah. Jenis tanah yang paling ideal adalah
jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, meditetan, grumosol, dan andosol.
Keadaan tanah yang paling baik untuk tanaman ubi kayu adalah tanah berstruktur
remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik, serta
mempunyai pH tanah minimum 5. Tanaman ubi kayu toleran pada pH 4,5 sampai 8,0
tetapi yang paling baik adalah pada pH 5,8.
Praktek budidaya ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun dilakukan dengan masa dua kali panen dalam setahun. Sedikit
sekali petani yang memanen ubi kayu mereka di atas usia enam atau tujuh bulan. Dari
aspek teknologi produksi, sebagian besar masih menggunakan teknologi yang
konvensional dan tradisional, sehingga, tingkat penerapan teknologi produksi
62
cenderung rendah. Penerapan teknologi produksi adalah tindakan untuk menggunakan
sesuatu baik itu ide atau alat teknologi baru yang dilakukan dengan cara bertindak
yang paling baik (Rogers, 2003). Penerapan teknologi produksi meliputi teknologi
budidaya yang sudah ditentukan dan dianjurkan baik secara teoritis maupun praktek
oleh dinas pertanian atau penyuluh. Dalam penelitian ini, pengukuran tingkat
penerapan teknologi produksi ubi kayu terhadap sejumlah petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun merujuk pada pedoman teknis budidaya ubi kayu yang dikeluarkan
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Lampung dan anjuran dari dinas
pertanian setempat melalui petugas PPL yang bertugas di desa tersebut. Pada
penelitian ini, penerapan teknologi produksi yang diteliti meliputi aspek penyiapan
lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Berikut ini disajikan skor
rata-rata petani berdasarkan indikator penerapan teknologi produksi ubi kayu.
Tabel 11. Distribusi skor petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu berdasarkan kategori
No Penerapan Teknologi Produksi Total Skor Rata-Rata Kriteria 1 Penyiapan Lahan 2,80 Tinggi 2 Pembibitan 2,58 Tinggi 3 Penanaman 1,88 Sedang 4 Pemeliharaan 1,97 Sedang 5 Panen 2,69 Tinggi
Jumlah Total Skor Rata-Rata 2,30 Sedang Keterangan : Rentang Skor : Rendah = 1,00-1,66; Sedang = 1,67-2,33; Tinggi = 2,34-3,00
Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan teknologi
produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun masuk ke dalam kategori sedang.
Berdasarkan tabel tersebut juga terlihat bahwa terdapat tiga indikator yang masuk ke
dalam kategori tinggi yakni penyiapan lahan, pembibitan dan panen namun, terdapat
dua indikator penerapan teknologi produksi yang masuk ke dalam kategori sedang,
yakni penanaman dan pemeliharaan. Tabel 12 di bawah ini menyajikan persentase
petani ubi kayu berdasarkan kategori penerapan teknologi produksi ubi kayu untuk
semua indikator.
Tabel 12. Jumlah dan persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan tingkat penerapan teknologi produksi
Kategori Interval Penerapan Teknologi Produksi Jumlah Persen (%) Tinggi 2,34-3,00 34 34 Sedang 1,67-2,33 66 66 Rendah 1,00-1,66 0 0
63
Berdasarkan Tabel 12 di atas separuh seluruh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun masuk dalam kategori sedang dalam menerapkan teknologi produksi. Selain
itu, tidak ada satupun petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi ubi kayu
yang masuk ke dalam kategori rendah. Sebanyak 66 persen petani ubi kayu memiliki
skor rata-rata penerapan teknologi antara 1,67 sampai 2,33 dimana skor rata-rata yang
paling sering muncul adalah 2,30, sedangkan untuk kategori penerapan teknologi
produksi yang tinggi sebesar 34 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa meski
penerapan teknologi yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun tidak
tergolong tinggi, akan tetapi terlihat masih terdapat usaha dari petani-petani tersebut
untuk memajukan usahatani mereka dengan meningkatkan produksi melalui
penerapan sejumlah teknologi produksi yang telah dianjurkan. Dalam hal ini, kondisi
pertanian bagi petani ubi kayu berada pada masa transisi menuju pertanian yang
modern dan kontemporer.
Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya
tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan lahan melalui pengolahan tanah untuk
budidaya tanaman ubi kayu. Penyiapan lahan untuk penanaman ubi kayu amat
berbeda dengan penyiapan lahan yang akan ditanami tanaman pangan atau palawija
yang lain. Hasil yang di pungut dari tanaman ubi kayu berada di dalam tanah sehingga
pengolahan tanah amat menentukan terhadap hasil yang diperoleh. Penyiapan lahan
dapat dilakukan dengan tiga cara pengolahan tanah sebagai berikut :
1. Guludan yakni dengan membuat guludan-guludan, terutama untuk daerah-daerah
yang sistem drainasenya kurang baik atau untuk penanaman pada musim hujan.
2. Hamparan yakni dengan dibajak atau dicangkul satu sampai dua kali, kemudian
tanah tersebut di rotor (dicampur dan diratakan) pada seluruh hamparan lahan
yang tersedia. Pengolahan tanah cara hamparan cocok dipraktikan di daerah-
daerah kering atau daerah yang sistem drainasenya baik.
3. Bajang yakni dengan membuat lubang tanam, misalnya ukuran 100 cm X 100 cm
X 50 cm, kemudian tiap lubang tanam diisi dengan pupuk organik (kotoran ternak,
kompos). Pengolahan tanah cara bajang disebut sistem mukibat.
Tanaman ubi kayu membutuhkan struktur tanah yang gembur agar
perkembangan ubi dapat tumbuh dengan leluasa. Tanah berat atau miskin hara perlu
diperbaiki dengan cara pengolahan tanah yang baik dan menambahkan pupuk organik.
Pengolahan tanah di lahan kering biasanya dilakukan pada akhir musim kemarau agar
64
nantinya waktu tanam bertepatan dengan saat mulai turun hujan. Hal yang harus
diperhatikan pada saat penyiapan lahan (pengolahan tanah) adalah menghindari
pengerjaan tanah saat masih becek atau berair.
Penyiapan lahan dengan cara guludan merupakan teknologi yang paling sering
di terapkan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Sebanyak 94 persen petani
ubi kayu menerapkan teknologi penyiapan lahan dengan cara ini. Petani ubi kayu
tersebut melakukan pengolahan tanah pada akhir musim kemarau dimana, saat musim
hujan tiba mereka sudah siap untuk mulai menanam bibit ubi kayu. Tingkat penerapan
teknologi produksi dalam penyiapan lahan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penyiapan lahan berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 88 Sedang 1,67-2,33 10 Rendah 1,00-1,66 2
Berdasarkan Tabel 13 di atas sebanyak 88 persen petani ubi kayu masuk ke
dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam penyiapan lahan.
Artinya, sebanyak 88 petani memiliki skor rata-rata antara 2,34 sampai 3,00 dimana
skor rata-rata 3,00 adalah skor yang paling sering muncul. Petani ubi kayu yang masuk
ke dalam kategori rendah hanya dua persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aspek
penyiapan lahan, petani-petani ubi kayu di Desa Suko Binangun telah menerapkan
teknologi produksi dengan baik. Produksi usahatani yang baik dimulai dari tahapan
penyiapan lahan yang baik pula, sehingga penyiapan lahan yang tepat dan sesuai
dengan anjuran yang telah diberikan oleh penyuluh lapang setempat membantu dalam
menghasilkan produksi yang tinggi pula.
Pembibitan
Pembibitan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman
ubi kayu yang berfungsi sebagai tahapan penyediaan bibit untuk pelaksanaan
penanaman. Perbanyakan tanaman ubi kayu dapat dilakukan dengn cara generatif
(biji) dan vegetatif (stek batang). Perbanyakan secara generatif (biji) biasanya
dilakukan pada skala penelitian (pemuliaan tanaman) untuk menghasilkan varietas
baru. Untuk tujuan usahatani pada tingkat petani, biasanya dipraktikkan teknik
perbanyakan vegetatif lain yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
pertanaman pada skala kecil. Penyiapan bibit ubi kayu dapat dilakukan dengan cara
65
sambungan (okulasi) antara batang bawah jenis ubi kayu dengan batang atas jenis ubi
kayu karet.
Ukuran panjang stek batang ubi kayu yang baik adalah 20 sampai 25 cm. Bagian
batang yang paling baik sebagai bibt adalah bagian pangkal. Alternatif lain bahan bibit
(setek) adalah bagian tengah. Hasil penelitian para pakar pertanian menunjukkan
bahwa penggunaan setek pangkal dan tengah batang memberikan hasil lebih tinggi
daripada setek ujung batang, seperti dapat disimak pada Tabel 14.
Tabel 14. Pengaruh macam (bagian) setek terhadap daya tumbuh dan hasil produksi ubi kayu
No Macam (bagian) setek
Jumlah yang tumbuh (%)
Hasil ubi (ton/ha)
Hasil tepung (ton/ha)
1. Pangkal batang 82,7 19,7 2,11 2. Tengah batang 77,8 19,0 2,13 3. Ujung batang 41,4 13,2 1,54
Sumber: Wargiono (1979) dalam Rukmana (1997)
Setek yang terlalu pendek atau kurang dari 20 cm tidak baik dijadikan bibit
karena akan mudah kering. Sebaliknya, setek yang terlalu panjang merupakan
pemborosan bahan tanaman, dan menyebabkan pertumbuhan akar-akar lebih
diarahkan untuk pertumbuhan tunas daripada akar sehingga bibit tumbuh tidak
seimbang. 99 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun menggunakan bibit
unggul UJ-3 atau disebut sebagai “singkong thailand” dan bibit unggul UJ-5 atau
disebut sebagai “cassesart” oleh masyarakat setempat. Tetapi dapat dipastikan
penanaman bibit thailand jauh lebih tinggi karena masa tanam yang singkat dan
produksi yang cukup menguntungkan.
Seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun menggunakan cara vegetatif
untuk melakukan perbanyakan tanaman ubi kayu. Dimana, sebanyak 97 persen petani
menggunakan setek dengan panjang 20 sampai 25 cm dan 70 persen petani memilih
bagian tengah pangkal sebagai bibit ubi kayu, serta 94 persen petani memilih bibit
dengan diameter setek dua sampai tiga cm. Selanjutnya, sebanyak 100 persen petani
ubi kayu tidak lakukan penyimpanan terhadap bibit ubi kayu dan 81 persen petani ubi
kayu mendapatkan bibit dengan melakukan pembibitan sendiri, serta 51 persen petani
ubi kayu menanamkan 10.000 sampai 15.000 batang per ha bibit ubi kayu.
Selanjutnya, tingkat penerapan teknologi produksi dalam pembibitan dapat dilihat pada
Tabel 15.
66
Tabel 15. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pembibitan berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 97 Sedang 1,67-2,33 3 Rendah 1,00-1,66 0
Berdasarkan Tabel 15 di atas, sebanyak 97 persen petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam
pembibitan. Skor 2,63 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat tiga
persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan
teknologi produksi dalam pembibitan. Selain itu, pada tabel tersebut juga
memperlihatkan bahwa tidak terdapat petani ubi kayu yang menerapkan teknologi
produksi pembibitan yang tergolong dalam kategori rendah. Hal ini menggambarkan
dalam hal pembibitan, petani ubi kayu sudah menerapkan dengan baik beberapa
inovasi yang dapat meningkatkan hasil produksi ubi kayu mereka. Kondisi seperti ini
merupakan potensi dimana pertanian tanaman ubi kayu masih dapat terus
berkembang, sehingga perhatian dan pendampingan yang menyeluruh dari berbagai
pihak pemerintahan yang terkait harus tetap diteruskan guna mendukung kesadaran
petani untuk melakukan usaha tani yang maju, inovatif dan berkelanjutan
Penanaman
Penanaman adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya ubi kayu
dengan cara menempatkan bibit kayu di daerah dan musim yang sesuai untuk
ditanami ubi kayu serta dengan teknik yang dianjurkan dalam membudidayakan
tanaman ubi kayu. Waktu tanam ubi kayu harus mempertimbangkan musim atau curah
hujan. Tanaman ubi kayu membutuhkan air yang memadai pada stadium (fase) awal
tanam hingga fase pertumbuhan vegetatif umur empat sampai lima bulan. Penanaman
setek ubi kayu dapat dilakukan secara tegak lurus (vertikal), miring (condong) dan
mendatar (ditidurkan). Hasil penelitian para pakar pertanian menunjukkan bahwa
penanaman tegak cenderung memberikan produksi lebih tinggi daripada penanaman
miring dan mendatar, seperti disajikan pada Tabel 16.
67
Tabel 16. Pengaruh cara penanaman setek terhadap hasil ubi kayu (ton/ha ubi kupas)
No Cara Penanaman Hasil Panen Pada Umur 10 Bulan 13,5 Bulan
1. Tegak lurus 26,16 33,98 2. Miring 450 26,91 32,45 3. Mendatar 26,32 33,50
Sumber: Wargiono (1979) dalam Rukmana (1997).
Jarak tanam berpengaruh terhadap produksi ubi kayu. Tingkat kesuburan tanah
berpengaruh terhadap penentuan jarak tanam. Pada tanah yang kurus (kurang subur),
jarak tanam ubi kayu cenderung harus rapat. Sebaliknya, tanah subur dan gembur
menggunakan jarak tanam lebar, biasanya 100 cm x 100 cm. Menurut Sundari (2010)
jarak tanam yang digunakan dalam pola monokultur ada beberapa macam,
diantaranya adalah :
1. 1 meter x 1 meter (10.000 tanaman per hektar).
2. 1 meter x 0,8 meter (12.500 tanaman per hektar).
3. 1 meter x 0,75 meter (13.333 tanaman per hektar).
4. 1 meter x 0,5 meter (20.000 tanaman per hektar).
5. 0,8 meter x 0,7 meter (17.850 tanaman per hektar).
6. 1 meter x 0,7 meter (14.285 tanaman per hektar).
Pemilihan jarak tanam ini tergantung dari jenis varietas yang digunakan dan
tingkat kesuburan tanah. Untuk tanah-tanah yang subur digunakan jarak tanam 1 m x 1
m; 1 m x 0,8 m; 1 m x 0,75 m maupun 1 m x 0,7 m. Sedangkan untuk tanah-tanah
miskin digunakan jarak tanam rapat yaitu 1 m x 0,5 m, 0,8 m x 0,7 m (Sundari, 2010).
Bersamaan waktu tanam juga dilakukan pemupukan dasar. Jenis dan dosis pupuk
yang tepat untuk tanaman ubi kayu harus didasarkan pada hasil analisis tanah di
daerah setempat. Penggunaan pupuk yang dianjurkan oleh dinas pertanian dan
penyuluh setempat untuk Desa Suko Binangun dengan dosis urea 100 kg per ha,
SP36 200 kg per ha, dan KCL 50 kg per ha serta pupuk kandang dua ton per ha.
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun melakukan usahatani budidaya ubi kayu
dengan sistem monokultur yakni sebanyak 87 persen petani. Sebanyak 98 persen
petani ubi kayu melakukan penanaman setek ubi kayu dengan posisi tegak lurus
(vertikal). Sebanyak 72 persen petani ubi kayu menggunakan jarak tanam yang tidak
sesuai dengan anjuran dan juga 43 persen petani ubi kayu tidak melakukan
pemupukan dasar. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman dapat
dilihat pada Tabel 17.
68
Tabel 17. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator penanaman berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 8 Sedang 1,67-2,33 22 Rendah 1,00-1,66 70
Berdasarkan Tabel 17 di atas, sebanyak 70 persen petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun masuk ke dalam kategori rendah untuk menerapkan teknologi produksi
dalam penanaman. Skor 1,67 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul.
Terdapat delapan persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi untuk
menerapkan teknologi produksi dalam penanaman. Hal ini menunjukkan dalam aspek
penanaman petani ubi kayu di desa tersebut sedikit sekali yang melakukan sesuai
dengan anjuran oleh dinas pertanian atau penyuluh pertanian setempat. Hal ini terlihat
jelas terutama dalam hal pengaturan jarak tanam dan pemupukan dasar. Sebagian
besar petani menggunakan jarak tanam yang sangat rapat, dimana jarak tanam terapat
hampir mencapai 45 cm X 50 cm dan jarak tanam terjarang adalah 80 cm X 70 cm.
Pemupukan dasar yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu hanya
menggunakan pupuk kandang saja dan dalam situasi tertentu penggunaaan pupuk
kandang pun berlebihan sehingga tidak sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan.
Kondisi seperti ini yang dapat mengurangi hasil produksi ubi kayu. Oleh karena itu,
dalam aspek penanaman ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai
instansi guna meningkatkan kesadaran petani untuk melakukan penanaman sesuai
dengan anjuran yang telah diberikan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman
ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya
dapat berlangsung optimal. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi
kegiatan penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan dan perlindungan
(proteksi tanaman). Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan seawal mungkin, yaitu
pada umur satu sampai empat minggu setelah tanam. Bila keadaan cuaca kering atau
pada musim kemarau keadaan tanah kering, seusai menyulam sebaiknya dilakukan
pengairan. Tanaman ubi kayu tidak membutuhkan air banyak, tetapi untuk
pertumbuhan dan produksi yang optimal tanah harus cukup lembab (basah). Periode
cukup air adalah awal pertumbuhan hingga umur empat sampai lima bulan setelah
tanam.
69
Penyiangan sebaiknya dilakukan paling sedikit dua kali selama pertumbuhan
tanaman ubi kayu, yaitu pada umur tiga sampai empat minggu dan dua sampai tiga
bulan setelah tanam. Tanaman ubi kayu amat tanggap (respons) terhadap
pemupukan. Jenis dan dosis pupuk susulan yang tepat untuk tanaman ubi kayu harus
didasarkan pada hasil analisis tanah di daerah setempat. Pupuk yang dianjurkan oleh
dinas pertanian dan penyuluh setempat untuk Desa Suko Binangun terdiri dari
pemupukan susulan I dan pemupukan susulan II. Pupuk susulan I pada waktu
tanaman ubi kayu berumur 1 bulan dengan dosis urea 100 kg per ha, KCL 50 kg per
ha. Pupuk susulan II dilakukan pada waktu tanaman ubi kayu berumur 3 bulan dengan
pupuk urea 100 kg per ha. Organisme pengganggu (OP) tanaman ubi kayu biasanya
berupa hama dan penyakit. Strategi perlindungan (proteksi) tanaman yang dianjurkan
adalah Pengendalian Hama Dan Penyakit Terpadu (PHPT). PHPT merupakan
perpaduan teknik pengendalian hama dan penyakit, dengan memperhitungkan
dampaknya yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis, sehingga secara
keseluruhan diperoleh hasil yang terbaik. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu
yang dapat disimak pada Tabel 18.
Tabel 18. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu. No Komponen PHPT Teknik Pengendalian 1. Kultur teknis a. Pergiliran (rotasi) tanaman
b. Sanitasi (kebersihan) c. Penghancuran inang d. Pengerjaan tanah e. Pengelolaan air f. Pemberaan (pemberoan) lahan g. Penanaman serentak h. Penetapan jarak tanam i. Pemupukan berimbang j. Penanaman varietas tahan
2. Biologi (hayati) a. Jasa paradit (parasitoid) b. Predator c. Bakteri atau virus yang mematikan hama
dan penyakit 3. Fisik a. Perlakuan panas
b. Penggunaan lampu perangkap c. Penghalang (barrier)
4. Mekanik a. Gropyokan b. Memasang perangkap c. Pengusiran
5. Kimiawi
a. Insektisida b. Bakterisida c. Herbisida d. Nematisida
Sumber : Rukmana (1997)
Petani di Desa Suko Binangun melakukan penyulaman sesuai dengan anjuran
sebanyak 81 persen petani ubi kayu melakukan penyulaman pada umur tanaman satu
70
sampai empat minggu setelah tanam. Namun, hampir seluruh petani ubi kayu tidak
melakukan pengairan pada tanaman ubi kayu mereka. Sebanyak 98 persen petani ubi
kayu tidak mengairi lahan mereka, karena sulitnya memperoleh air dan ketiadaan
sistem irigasi. Pada aspek penyiangan 45 persen petani ubi kayu melakukan
penyiangan pada waktu yang kurang sesuai dengan anjuran. Penyiangan yang
dilakukan oleh petani ubi kayu di desa tersebut tidak secara mekanik melainkan secara
kimiawi, yakni dengan memberikan obat pembasmi atau obat pembeku rumput
sehingga rumput-rumput liar (gulma) tidak tumbuh di sekitar tanaman ubi kayu.
Penggunaan herbisida kurang sesuai dengan waktu yang dianjurkan dimana, 69
persen petani ubi kayu menggunakan herbisida kurang dari umur tanaman tiga bulan.
Pemupukan susulan yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
adalah pemukupan susulan I dan susulan II. Pada pemupukan susulan I sebanyak 78
persen petani ubi kayu melakukan pemupukan namun tidak sesuai dengan anjuran.
Biasanya petani ubi kayu hanya menambahkan pupuk urea saja tanpa menambahkan
pupuk KCL, hal ini disebabkan harga pupuk kcl yang sulit terjangkau oleh petani ubi
kayu pada umumnya di desa tersebut. Untuk pemupukan susulan II sebanyak 35
persen petani ubi kayu melakukan pemupukan sesuai dengan ajuran yakni
menggunakan pupuk urea dan diberikan pada saat umur tanaman 3 bulan, namun 34
persen petani tidak melakukan pemupukan susulan II. Hal ini juga disebabkan oleh
perbedaan kemampuan ekonomi petani masing-masing dalam menyediakan input
produksi usahtani mereka. Petani yang tidak memiliki cukup biaya produksi umumnya
hanya melakukan pemupukan hingga sampai pemupukan susulan I saja.
Perlindungan (proteksi tanaman) yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi. Sebanyak 66
persen petani ubi kayu melakukan proteksi tanaman dengan mengkombinasikan kedua
cara tersebut. Perlindungan dengan mekanik dilakukan dengan cara memetik serta
membuang daun-daun pada tanaman ubi yang mulai terserang penyakit. Selain itu
perlindungan juga dilakukan dengan menggunakan arit untuk membersihkan rumputan
atau tanaman lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman ubi kayu. Terdapat 48
persen petani ubi kayu yang melakukan perlindungan tanaman dengan cara kimiawi.
Penggunaan berbagai obat-obatan kimiawi terutama digunakan untuk membasmi
gulma atau membekukan rumput sehingga tidak mengganggu perkembangan tanaman
ubi kayu. Berbagai obat-obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi
gulma diantaranya adalah brish, paratox, gramason, sistemik, klinuk yang diberikan
setelah umur tanaman tiga bulan, sedangkan untuk membekukan rumput petani
71
menggunakan sidaron atau karmex yang diberikan saat umur tanaman tiga hari. Petani
ubi kayu juga sesekali menggunakan skor yaitu obat yang dapat memperbesar umbi
dan DMA sebagai bahan tambahan dalam campuran obat-obat pembasmi rumput atau
gulma Sangat jarang sekali ditemukan obat-obatan kimiawi yang diperuntukkan untuk
membasmi penyakit. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai obat
yng mengobati penyakit “leles” atau busuk akar yang hampir dialami oleh semua petani
ubi kayu umumnya di Desa Suko Binangun.
Sebanyak 64 persen petani ubi kayu mendapatkan pengetahuan dalam memilih
berbagai jenis obat-obatan yang akan mereka pergunakan diperoleh dari penjual atau
pedagang obat-obatan dan teman-teman sesama petani ubi kayu lainnya. Untuk dosis
dan cara penggunaan obat-obatan tersebut, sebanyak 39 persen petani ubi kayu
memberikannya berdasarkan petunjuk yang tertera pada label kemasan. Sebanyak 37
persen petani ubi kayu memberikannya berdasarkan petunjuk yang tertera pada label
kemasan serta menyesuaikan dengan saran atau anjuran yang dari penyuluh
setempat. Waktu penyemprotan obat-obatan dilakukan oleh 64 persen petani ubi kayu
saat setiap kali tanaman terserang dan tidak sesuai anjuran. Tingkat penerapan
teknologi produksi dalam pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator pemeliharaan berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 12 Sedang 1,67-2,33 68 Rendah 1,00-1,66 20
Berdasarkan Tabel 19 di atas 68 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi produksi dalam
pemeliharaan. Skor 2,08 adalah skor rata-rata yang paling sering muncul. Terdapat 12
persen petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan
teknologi produksi dalam pemeliharaan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa
penerapan produksi dalam aspek pemeliharaan cukup baik, dimana hampir separuh
dari petani ubi kayu di desa tersebut melakukan berbagai kegiatan perlindungan
tanaman ubi kayu dengan cukup baik. Aspek pemeliharaan merupakan tahapan yang
sangat penting dalam budidaya usahatani ubi kayu dimana, semakin baik
pemeliharaan yang dilakukan akan semakin baik produksi ubi kayu. Adapun yang
menjadi kendala adalah kurangnya kesadaran diantara petani ubi kayu dalam
melakukan pemeliharaan secara mekanik, pemberian pupuk susulan I dan susulan II
72
sesuai dengan anjuran, dan penggunaan obat-obatan atau herbisida dengan tepat
serta dosis dan cara penggunaan yang sesuai dengan anjuran penyuluh setempat.
Panen
Panen adalah salah satu tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi
kayu dengan cara pengambilan hasil produksi. Waktu panen ubi kayu yang paling
tepat adalah saat karbohidrat per satuan luas tanah (hektar) mencapai kadar maksimal
dimana, umur tanaman telah mencapai enam sampai delapan bulan (varietas genjah)
atau 9 sampai 12 bulan (varietas dalam). Penundaan panen ubi kayu sampai umur
lebih dari 12 bulan dapat menurunkan kualitas ubi. Makin tua umur tanaman ubi kayu,
makin meningkat kadar air, tetapi kadar protein, tepung dan HCN-nya turun secara
drastis pada umur 13 bulan.
Saat panen ubi kayu yang tepat amat dipengaruhi oleh iklim, varietas, jarak
tanam, dan kesuburan tanah. Ubi kayu dipanen dengan dicabut, menggunkaan tangan,
terutama pada tanah ringan dan gembur. Ubi yang tertinggal di dalam tanah dapat
segera diambil dengan cangkul atau garpu. Panen ubi kayu pada tanah yang berat
perlu dibantu dengan alat pengungkit berupa bambu atau kayu, yang diikat dengan tali
melingkari pangkal batang. Ujung kayu atau bambu diletakkan pada tanah dan pangkal
kayu diangkat ke atas dengan tangan hingga terkuak ubi ke permukaan tanah. Hal
yang penting diperhatikan pada waktu panen ubi kayu adalah panen dilakukan pada
waktu cuaca cerah (kering) dan secara hati-hati, jangan sampai ubi memar dan hasil
panen harus segera dikonsumsi atau diolah.
Sebanyak 84 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun melakukan tata
cara panen sesuai dengan anjuran. Petani ubi kayu di desa tersebut melakukan panen
pada saat tanaman ubi kayu berumur enam sampai delapan bulan (varietas genjah)
atau 9 sampai 12 bulan (varietas dalam). Pada saat panen sebanyak 91 persen petani
ubi kayu memperhatikan tanaman ubi kayu yang dipanen tidak terlalu tua, pemanenan
dilakukan pada waktu cuaca cerah/kering dan secara hati-hati, jangan sampai ubi
memar, dicabut menggunakan tangan terutama pada tanah ringan dan gembur, dan
pada tanah yang berat perlu dibantu alat pengungkit berupa bambu atau kayu yang
diikat dengan tali melingkari pangkal batang. Pemanenan oleh 75 persen petani ubi
kayu tidak dilakukan secara serentak dengan petani ubi kayu lainnya. Hal ini
dikarenakan transportasi pengangkutan dari lokasi panen ke pabrik pengolahan sedikit
terbatas, namun justru keadaan seperti ini ikut membantu dalam perolehan produksi
yang lebih tinggi karena, ubi kayu yang sudah dipanen jika tidak langsung diolah ke
73
pabrik maka akan menurunkan kualitas ubi kayu dalam aspek berat dan kadar pati.
Sehingga sistem panen secara bergiliran merupakan upaya yang tepat dalam
mencegah hal seperti ini.
Pemanenan oleh 58 persen petani ubi kayu terkadang tidak sesuai dengan waktu
yang seharusnya. Umumnya mereka memanen tanaman ubi kayu mereka tidak sesuai
dengan varietas bibit dikarenakan perbedaan status ekonomi petani ubi kayu masing-
masing. Mereka yang terdesak oleh kebutuhan dan memiliki status ekonomi yang
rendah akan cenderung lebih cepat memangkas masa tanam yang seharusnya dan
langsung memanen tanaman ubi kayu mereka, sebaliknya mereka yang masih dapat
memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki status ekonomi yang lebih tinggi cenderung
dapat menunda panen dan menyesuaikan pemanenan dengan usia tanam tanaman
ubi kayu yang seharusnya. Tingkat penerapan teknologi produksi dalam pemanenan
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk indikator panen berdasarkan kategori
Kategori Interval Skor Persentase (%) Tinggi 2,34-3,00 87 Sedang 1,67-2,33 13 Rendah 1,00-1,66 0
Berdasarkan Tabel 20 di atas 87 persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun
masuk ke dalam kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi dalam
pemanenan. Skor 2,75 adalah skor yang paling sering muncul.Terdapat 13 persen
petani ubi kayu yang masuk ke dalam kategori sedang untuk menerapkan teknologi
produksi dalam pemanenan, sedangkan tidak terdapat petani ubi kayu yang tergolong
pada kategori rendah untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu dalam aspek
panen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani ubi kayu di desa tersebut
telah menerapkan teknologi dalam aspek pemanenan dengan sangat baik. Berbagai
detail aspek panen diiterapkan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan oleh
penyuluh pertanian setempat. Aspek panen merupakan hal yang sangat menentukan
dalam besaran produksi yang dihasilkan sehingga, semakin tinggi penerapan teknologi
dalam panen semakin tinggi produksi yang dihasilkan.
Resume Praktek budidaya ubi kayu yang dilakukan oleh sebagian besar petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun dilakukan dengan masa dua kali panen dalam setahun. Sedikit
sekali petani yang memanen ubi kayu mereka di atas usia enam atau tujuh bulan.
74
Kondisi ini disebabkan oleh desakan ekonomi yang dialami oleh sebagaian besar
petani ubi kayu di desa tersebut, sehingga memaksa mereka untuk melakukan panen
lebih cepat dari seharusnya. Pada aspek teknologi produksi sebagian besar masih
menggunakan teknologi yang tradisional dan kurang sesuai dengan anjuran yang telah
diberikan oleh penyuluh setempat. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata yang
diperoleh untuk masing-masing indikator penerapan teknologi produksi yang terdiri
atas penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Untuk
indikator penyiapan lahan, pembibitan dan panen skor rata-rata yang diperoleh masuk
dalam kategori tinggi. Namun, untuk indikator penanaman dan pemeliharaan skor rata-
rata yang diterima masuk dalam kategori rendah. Untuk indikator penanaman, kendala
yang dihadapi oleh petani ubi kayu adalah menyesuaikan jarak tanam yang harus
dipergunakan baik untuk penanaman monokultur maupun tumpang sari, selanjutnya
pemilihan posisi penanaman stek ubi kayu masih banyak yang dilakukan dengan cara
condong. Untuk indikator pemeliharaan petani ubi kayu sulit untuk menyesuaikan
anjuran penyuluh dalam hal pengairan, pemberian pupuk sesuai dengan dosis dan
waktu, pemberantasan gulma dan penyakit tanaman.
Berdasarkan pemaparan di atas memperlihatkan bahwa perlu adanya proses
pendampingan dan penyuluhan yang lebih intens kepada petani, dan ini dapat
memanfaatan petani ubi kayu yang berperan sebagai star atau opinion leader
(pemimpin pendapat) dan bridge (jembatan) pada setiap klik yang berada dalam
jaringan komunikasi mengenai pupuk dan jaringan komunikasi mengenai panen untuk
menguatkan sesama rekan dan tetangganya untuk dapat melakukan praktek budidaya
sesuai dengan anjuran penyuluh. Implikasi terhadap dunia pertanian atas kondisi ini
adalah perlu adanya penyesuaian hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
bidang pertanian khususnya tanaman pangan terhadap kendala yang menghambat
petani ubi kayu menerapkan teknologi produksi yang sesuai dengan anjuran. Peneliti
perlu untuk mengembangkan inovasi yang berkaitan dengan indikator penanaman dan
pemeliharaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pertanian yang tepat
guna dan spesifik lokasi.
Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu
Penyebaran informasi teknologi produksi pertanian diantara petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun terdistribusi tidak merata pada semua petani ubi kayu. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya kelangkaan informasi yang dikeluhkan oleh petani ubi kayu
di desa tersebut. Peneliti menduga praktek penyebaran informasi yang tidak merata
75
disebabkan oleh perbedaan kemampuan petani ubi kayu untuk mengakses
sumberdaya informasi sehingga menyebabkan perbedaan posisi dan peranan petani
ubi kayu dalam struktur jaringan komunikasi. Untuk mengatasi masalah penyebaran
informasi yang tidak merata ini maka digunakan analisis struktur jaringan komunikasi
yang dalam penelitian ini dikaitkan dengan isu teknologi produksi. Identifikasi terhadap
struktur jaringan komunikasi membantu dalam melacak kepada siapa iformasi tersebut
berpusat sehingga mengakibatkan distribusi informasi tidak berjalan lancar. Dalam
konteks ini analisa terhadap beberapa peran yang muncul dalam sebuah jaringan
komunikasi menjadi penting sebagai penjelasan dari penyebaran informasi teknologi
produksi yang tidak merata.
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun membentuk jaringan komunikasi sebagai
upaya dalam mengatasi kelangkaan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu.
Jaringan komunikasi yang mereka bentuk bertujuan untuk membantu mereka dalam
memenuhi berbagai kebutuhan informasi mereka. Jaringan komunikasi yang terbentuk
diantara petani ubi kayu merupakan bentuk interaksi petani ubi kayu yang
menunjukkan perilaku komunikasi mereka dalam memberi, menerima dan
menyebarluaskan sebuah informasi. Analisis terhadap jaringan komunikasi
menghasilkan sosiogram yang menggambarkan struktur komunikasi yang terjalin
diantara petani ubi kayu. Sosiogram tersebut dapat menggambarkan siapa
berhubungan dengan siapa, bagaimana informasi terdistribusi ke semua anggota
sistem dan juga menggambarkan peran-peran dari petani ubi kayu dalam struktur
jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi yang dianalisis berdasarkan informasi
mengenai pembibitan, pemupukan, hama dan penyakit serta panen.
Jaringan Komunikasi Mengenai Bibit
Sosiogram yang menggambarkan struktur jaringan komunikasi diantara petani
ubi kayu mengenai bibit dapat dilihat pada Gambar 3. Struktur jaringan komunikasi
mengenai bibit cenderung lebih terbuka dengan lingkungannya. Hal ini terlihat dari
masih terdapat celah pada klik-klik tertentu yang memungkinkan adanya pertukaran
informasi sesama partisipan yang berkomunikasi. Struktur komunikasi diantara sesama
partisipan yang berkomunikasi seperti ini disebut oleh Rogers and Kinkaid (1981)
sebagai jaringan personal yang menyebar (radial personal network). Jaringan personal
yang menyebar (radial personal network) mempunyai derajat integrasi yang rendah,
namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Identifikasi terhadap
sosiogram jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit menunjukkan terdapat
76
enam klik dalam jaringan tersebut. Masing-masing klik memiliki jumlah point (node)
yang berbeda. Keterangan selanjutnya mengenai identifikasi klik dalam jaringan
komunikasi mengenai pembibitan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 13,10,1,6,11,7,8,12 8 II 28,35,83,56,23 5 III 34,59,92,94,79,64,63,29,78,60,38,86,82,31,
90,27,91,50 18
IV 2,3,93,97,95 5 V 20,5,21,49,37,33,47,75,46,36,24,58,15 13 VI 66,40,26,32,69,54,68 7
Di luar Klik 19,57,44,4,14,9,25,17,53,76,65,52,100,77,4,72,41,88,87,74,80,61,30,98,81,42,43
27
Masing-masing klik dalam jaringan komunikasi dapat terhubung satu sama
lainnya melalui peran individu dalam jaringan komunikasi sebagai bridge (jembatan).
Individu yang berperan sebagai bridge merupakan individu yang menghubungkan satu
klik dengan klik yang lainnya, dimana ia merupakan anggota dari salah satu klik yang
dihubungkan tersebut. Dalam sosiogram peran sebagai bridge dapat ditunjukkan oleh
node yang berbeda-beda untuk setiap klik yang dihubungkannya.
Klik I berhubungan dengan klik III melalui node 1 dan 13. Klik I berhubungan
dengan klik IV melalui node 13. Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 11, 7, 6
dan 13. Klik II berhubungan dengan klik III melalui node 23 dan 28. Klik II berhubungan
dengan klik V melalui node 28 dan klik II berhubungan dengan klik VI melalui node 35.
Klik III berhubungan dengan klik V melalui node 50, 79 dan 94. Klik III berhubungan
dengan klik VI melalui node 29 dan 34. Klik IV berhubungan dengan klik VI melalui
node 93 dan 95. Klik V berhubungan dengan klik VI melalui node 20 dan 46.
Gam
bar 3
.Jar
inga
n ko
mun
ikas
i pet
ani u
bi k
ayu
men
gena
i bib
it
77
78
Peran-peran lain yang dapat diidentifikasi dalam sebuah sosiogram diantaranya
adalah peran sebagai liaison (penghubung), cosmopolite, gatekeeper (penjaga
gawang), star (bintang) dan isolate (pencilan). Peran sebagai liaison pada dasarnya
adalah sama peranannya dengan bridge, tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota
dari satu klik tetapi dia merupakan penghubung di antara satu klik dengan klik lainnya.
Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara klik-klik
dalam sebuah sistem. Individu yang berperan sebagai liaison dalam sosiometri
jaringan komunikasi pembibitan pada Gambar 3 ditunjukkan oleh node 73, 62, 16, 67,
18, 51, 96, 48, 70. Node 73 merupakan liaison yang berperan dalam menghubungkan
klik I dan klik V, sedangkan node 62 menghubungkan klik I, III dan V. Node 16
merupakan liaison yang berperan menghubungkan kllik I dan klik II, sedangkan node
67 dan 18 menghubungkan klik III dan klik V. Selanjutnya, node 51 merupakan liaison
yang berperan menghubungkan klik II dan klik VI sedangkan, node 96
menghubungkan klik IV, V dan VI. Node 48 menghubungkan klik V dan VI, sedangkan
node 70 merupakan penghubung antara klik III, IV dan VI.
Peran individu sebagai cosmopolite ditunjukkan dari perilaku individu yang
menghubungkan klik atau sistem dengan lingkungannya. Ia mengumpulkan informasi
mengenai sistem dari sumber-sumber dan juga menyebarkan informasi kepada
individu-individu lain atau klik lain yang ada dalam lingkungannya. Peran individu
sebagai gatekeeper ditunjukkan dalam perilaku individu yang membatasi keluar dan
masuknya informasi ke dalam sebuah sistem. Dalam hal ini, gatekeeper berhak untuk
menseleksi, menyaring dan kemudian meyebarluaskan informasi mana saja yang
layak untuk diteruskan atau dihentikan. Gatekeeper berfungsi dalam mengontrol arus
informasi yang terjadi dalam sebuah sistem. Selain itu, gatekeeper memiliki kekuasaan
untuk menilai apakah sebuah informasi itu penting atau tidak bagi anggota-anggota
sistem. Peran gatekeeper mencegah terhadinya “overloading information” (informasi
berlebih) yang dialami oleh anggota-anggota dalam sistem. Pada sosiogram jaringan
komunikasi petani ubi kayu mengenai pembibitan di Gambar 3 teridentifikasi bahwa
Individu yang berperan sebagai sebagai cosmopolite maupun gatekeeper ditunjukkan
oleh node 13.
Node 13 merupakan individu yang berperan menjadi cosmopolite dan
gatekeeper. Hal ini terlihat bahwa individu tersebut memiliki konektivitas yang tinggi
terhadap sumber-sumber informasi mengenai pembibitan. Selain itu, individu 13 juga
merupakan individu yang memiliki konektivitas yang cukup tinggi terhadap sejumlah
anggota klik dan anggota sistem. Dalam perbincangan mengenai bibit baru, bantuan
79
bibit dan perlakuan terhadap bibit individu 13 memiliki kewenangan dalam
menyampaikan maupun tidak meneruskan informasi tersebut. Keadaan ini disebabkan
posisi strategis individu 13 sebagai ketua kelompok tani petani ubi kayu yang
memungkinkan ia mengakses sejumlah informasi dan juga memiliki kekuasaan untuk
mengontrol arus informasi dalam sistem jaringan komunikasinya.
Individu petani ubi kayu yang memiliki peran sebagai star dalam sosiogram
jaringan komunikasi ditunjukkan oleh node yang memiliki derajat konektivitas tertinggi.
Artinya, individu-individu tertentu yang paling banyak terhubung dengan individu lain
merupakan individu yang dapat memainkan peran sebagai star. Umumnya star
merupakan pimpinan informal dalam sebuah sistem. Mereka bukan selalu orang-orang
yang mempunyai otoritas formal dalam sistem, tetapi membimbing tingkah laku
anggota sistem dan mempengaruhi keputusan mereka. Dalam sosiogram jaringan
komunikasi pembibitan di Gambar 3, menunjukkan pada setiap klik memiliki star atau
tokoh sentral masing-masing. Peran sebagai star pada klik I adalah node 13, star pada
klik II adalah node 28, star pada klik III adalah node 34, star pada klik IV adalah node
2, star pada klik V adalah node 20, star pada klik VI adalah node 66. Selanjutnya,
karateristik star dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai bibit
Klik Star Pendidikan (Th)
Pengalaman (Th)
Keikutsertaan Kelompok
(Bh)
Kepemilikan Media (Bh)
I 13 12 15 6 6 II 28 0 30 1 2 III 34 6 40 3 1 IV 2 9 20 1 2 V 20 11 15 4 3 VI 66 12 5 1 1
Node 13, 28, 34, 2, 20, 66 merupakan individu-individu yang menjadi star dalam
sistem jaringan komunikasi mengenai bibit. Node 13 adalah Pak Sugito yang
berprofesi sebagai petani ubi kayu sekaligus sebagai penjual pupuk di Desa Suko
Binangun. Pupuk yang ia jual didapatkan dari distributor pupuk. Berbagai jenis pupuk
yang ia jual diantaranya adalah Urea, TSP, Ponska, KCL dan lain-lain. Dalam
kehidupan bermasyarakat, Pak Sugito memiliki posisi sosial sebagai ketua Gapoktan
(Gabungan Kelompok Tani). Selain itu, Pak Sugito juga merupakan orang yang aktif
dengan berbagai kelompok dan organisasi sosial baik di dalam lingkungan tempat
tinggalnya maupun di luar tempat tinggal, salah satunya ia menjadi partisipan partai
politik. Node 28 adalah Pak Wiji yang berprofesi sebagai petani ubi kayu. Pak Wiji
80
merupakan salah satu anggota dari Kelompok Tani Berkah Jaya, dimana kelompok
tersebut merupakan kelompok yang menaungi petani ubi kayu yang berada di Dusun
Wates. Selain sebagai angota, Pak Wiji juga berperan sebagai sekretaris Kelompok
Tani Berkah Jaya. Sebagai orang yang memiliki posisi sosial cukup strategis, Pak Wiji
cukup aktif berhubungan dengan petani ubi kayu lainnya. Node 34 merupakan individu
petani yang menunjukkan identitas Pak Saryo. Pak Saryo merupakan ketua kelompok
tani surya tani. Ia dianggap sebagai petani senior yang cukup dihormati oleh petani ubi
kayu lainnya, sebagai petani ubi kayu, beliau memiliki pengalaman yang lama.
Kelompok Tani Surya Tani yang dipimpin oleh Pak Saryo merupakan kelompok petani
ubi kayu yang pertama kali terbentuk sehingga memiliki pola komunikasi yang cukup
intens dengan sesama anggotanya.
Node 20 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Suparyanto.
Pak Suparyanto berprofesi sebagai petani ubi kayu yang juga memiliki usaha
sampingan reparasi televisi dan radio. Pak Suparyanto adalah ketua Kelompok Tani
Berkah Jaya. Kelompok ini masih terhitung baru terbentuk pada tahun 2009. Sebagai
ketua kelompok, Pak Suparyanto merupakan individu yang sangat aktif, ia memiliki
pergaulan yang luas yang sangat dikenal baik oleh seluruh petani ubi kayu yang ada di
Desa Suko Binangun. Dalam berinteraksi, Pak Suparyanto berkomunikasi tidak hanya
pada rekan, teman, tetangga yang berada dalam satu teritorial tempat tinggalnya,
namun ia juga berkomunikasi dengan lainnya yang bertempat tinggal di daerah
lainnya. Pak Suparyato terhubung dengan beberapa sumber informasi yang berasal
dari dalam lingkungan seperti ketua gapoktan dan ketua kelompok tani lainnya
sedangkan, untuk sumber informasi yang berasal dari luar lingkungan Pak Suparyanto
terhubung sangat baik dengan penyuluh lapang setempat. Pak Suparyanto memiliki
hubungan yang dekat dengan penyuluh setempat, beberapa informasi seperti bantuan,
bibit, bantuan pupuk, sosialisasi inovasi baru yang datang dari penyuluh dan dinas
pertanian dapat diketahui melalui Pak Suparyanto.
Individu-individu yang memiliki peran sebagai star yang sebagian besar memiliki
kesamaan ciri atau karakteristik. Kesamaan ciri dan karaktiristik yang dimiliki oleh
individu-individu tertentu menciptakan sebuah hubungan yang disebut sebagai
hubungan homofili (homophillus). Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan
komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni
kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-
orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya.
Tetapi dapat juga terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama.
81
Sebagian besar individu yang menjadi star dalam jaringan komunikasi mengenai
pembibitan merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Terlihat
pada Tabel 22 bahwa sebanyak empat individu dari enam individu yang berperan
sebagai star memiliki pendidikan 9 tahun hingga 12 tahun atau sekitar tamat SMP dan
tamat SMU individu tersebut ditunjukkan oleh node 13, 2, 20 dan 66. Pengalaman
berusahatani ubi kayu cukup lama. Minimal pengalaman yang mereka miliki adalah
lima tahun. Pada pengalaman lima tahun tersebut, petani telah banyak merasakan
bagaimana menjadi petani ubi kayu dengan semua masalah, hambatan, tantangan
yang mereka alami beserta berbagai solusi yang mereka lakukan untuk mengatasi hal
tersebut. Selain itu, tiga dari enam individu yang berperan sebagai star merupakan
individu-individu yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pada kelompok atau
organisasi sosial di lingkungan mereka. Individu tersebut ditunjukkan oleh node 13, 34
dan 20. Dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang berperan sebagai star
merupakan individu yang berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani
yang cukup lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai
kelompok atau organisasi sosial di lingkungan mereka. Artinya, semakin tinggi
pendidikan, semakin lama pengalaman usahatani dan semakin tinggi tingkat partisipasi
dalam kelompok maka semakin tinggi pula tingkat kemampuan seseorang itu dalam
mempengaruhi perilaku orang-orang yang berhubungan dengan dirinya.
Peran sebagai Isolate adalah individu yang tidak memiliki hubungan dengan
siapapun dalam sebuah sistem jaringan komunikasi. Ia tidak menerima ataupun
memberi dan menyebarkan informasi yang ada di lingkunganya. Individu-individu ini
menyembunyikan diri dalam sebuah sistem atau diasingkan oleh anggota-anggota lain
dalam sistem. Pada jaringan komunikasi mengenai pembibitan terdapat delapan
individu yang dianggap sebagai isolate. Individu yang berperan sebagai isolate dalam
sosiogram di Gambar 3 ditunjukkan oleh node 99, 85, 22, 55, 84, 89, 71 dan 39.
Jaringan Komunikasi Mengenai Pupuk
Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek pupuk dapat diamati pada
Gambar 4 yang terlihat bahwa jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi
kayu memiliki struktur jaringan personal menyebar (radial persoal network). Meskipun
celah yang ada tidak sebanyak jaringan komunikasi mengenai bibit, tetapi pada
jaringan komunikasi ini juga terlihat celah pada masing-masing klik dimana, diantara
partisipannya dapat berkomunikasi dengan partisipan klik lainnya. Struktur komunikasi
seperti ini sangat tepat digunakan pada saat terjadinya kelangkaan pupuk, dengan
82
struktur seperti ini masing-masing anggota klik dalam sistem dapat mengetahui dengan
cepat terjadinya isu kelangkaan pupuk serta informasi ketersediaan stok pupuk berapa
banyak dan dimana tempat untuk mendapatkannya. Pada sosiogram jaringan
komunikasi mengenai pupuk pada Gambar 4 dapat diidentifikasi adanya sembilan klik.
Selanjutnya, karakteristik klik dapat diamati pada Tabel 23.
Tabel 23. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pupuk
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 20,50,62,36,21,49,22,15,98,72,1,53 12 II 28,27,24,23,83,33 6 III 73,76,44,61,30,75,87 7 IV 82,29,67,85,60 5 V 13,2,7,12,6,8,5,10,9 9 VI 93,96,3,18,97,40 9 VII 69,68,17,11,70 5 VIII 34,48,31,38,54,55 6 IX 46,89,52,77 4
Di luar Klik 74,51,32,92,26,78,41,88,99,45,80,37,14,4, 100,63,16,19,39
21
Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai liaison dalam jaringan
komunikasi pupuk pada sosiogram di Gambar 4 ditunjukkan oleh node 66, 95, 25, 47
dan 94. Node 66 merupakan penghubung bagi klik II, IV, VI dan VIII. Node 95 juga
berperan sebagai liaison yang menghubungkan klik V, VI dan VII. Selanjutnya node 25
menghubungkan klik II dan klik VI, sedangkan node 47 menghubungkan klik I dan klik
III. Klik I, III, V, VI, VII dihubungkan oleh node 94. Pada jaringan komunikasi mengenai
pupuk ini terlihat semua klik terhubung satu sama lain. Masing-masing liaison berperan
sekali dalam menghubungkan klik-klik dalam sistem. Sehingga, klik yang satu dengan
klik yang lainnya saling berinteraksi dalam sebuah sistem.
Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai bridge dapat dilihat pada node-
node yang berbeda yang menghubungkan berbagai klik dalam sosiogram jaringan
komunikasi di Gambar 4. Klik I berhubungan dengan klik II melalui node 20 dan 49.
Klik I berhubungan dengan klik III melalui node 49, 50, 62 dan 15. Klik I berhubungan
dengan klik V melalui node 20. Klik I berhubungan dengan klik VI melalui node 62.
G
amba
r 4. J
arin
gan
kom
unik
asi p
etan
i ubi
kay
u m
enge
nai p
upuk
83
84
Klik I berhubungan dengan klik VII melalui node 20. Klik I berhubungan dengan
klik VIII melalui node 50, 15 dan 20. Klik I berhubungan dengan klik IX melalui node
21, 20 dan 62. Klik II berhubungan dengan klik IV melalui node 23. Klik II berhubungan
dengan klik VI melalui node 24 dan 23. Klik II berhubungan dengan klik VIII melalui
node 27 dan 28. Klik III berhubungan dengan klik V melalui node 73 dan 87. Klik III
berhubungan dengan klik VIII melalui node 76. Klik IV berhubungan dengan klik VIII
melalui node 29 dan 67. Klik V berhubungan dengan node VI melalui Node 12 dan 2.
Klik V berhubungan dengan klik VII melalui node 2, 5, dan 12. Klik VI berhubungan
dengan klik VII melalui node 3 dan 93.
Individu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi merupakan
individu yang memiliki hubungan total maksimal kepada seluruh anggota sistem.
Individu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk
ditunjukkan oleh node-node yang berbeda. Partisipan jaringan komunikasi yang
berperan sebagai star pada klik I yaitu node 20. Star pada klik II ditunjukkan oleh node
28 dan star pada klik III ditunjukkan oleh node 73. Individu lain yang berperan sebagai
star pada klik IV ditunjukkan oleh node 82 dan star pada klik V yaitu node 13. Pada klik
VI yang partisipan yang berperan sebagai star yaitu node 93, pada klik VII yaitu node
69, pada klik VIII yaitu node 34 dan pada klik IX yaitu node 46.
Tabel 24. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai pupuk
Klik Star Pendidikan (Th)
Pengalaman (Th)
Keikutsertaan Kelompok
(Bh)
Kepemilikan Media Massa (Bh)
I 20 11 15 4 3 II 28 0 30 1 1 III 73 6 33 1 2 IV 82 8 9 1 1 V 13 12 15 6 6 VI 93 6 29 6 2 VII 69 9 40 1 1 VIII 34 6 40 3 1 IX 46 9 13 2 1
Individu yang ditunjukkan oleh node 93 adalah Pak Cipto. Pak Cipto adalah
petani ubi kayu yang dianggap sebagai petani yang berhasil dengan tingkat
pendapatan yang tinggi serta kepemilikan lahan garapan ubi kayu yang luas. Luas
lahan yang diusahakan oleh Pak Cipto adalah lima hektar yang terbilang sangat luas
untuk ukuran petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Keberhasilan Pak Cipto dalam
berusahatani ubi kayu tidak hanya karena faktor luas lahan tetapi juga dari kondisi
lahan yang menguntungkan serta input produksi yang mencukupi dan memadai yang
85
sesuai dengan anjuran. Selain sebagai petani ubi kayu, Pak Cipto merupakan
wirausaha yang membuka kios pertanian di rumahnya. Tersedia berbagai input
pertanian seperti bibit, pupuk urea, TSP, SP-36 ponska, KCL dan berbagai obat-
obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma dan rumput. Individu
yang ditunjukkan oleh node 46 adalah Pak Rahmat. Pak Rahmat merupakan petani ubi
kayu yang tergolong masih muda dan dianggap sebagai panutan bagi pemuda tani di
Desa tersebut. Sebagai tokoh pemuda yang menjadi panutan, Pak Rahmat sering kali
aktif dalam kelompok dan organisasi kepemudaan sehingga, beliau terkenal sebagai
pribadi yang ramah, mudah bergaul, dekat dengan pemuda desa sehingga dapat
mengayomi dan mengarahkan mereka kegiatan yang positif. Selain berprofesi sebagai
petani ubi kayu, Pak rahmat juga memiliki usaha sampingan sebagai agen pupuk dan
obat-obatan untuk tanaman ubi kayu. berbeda dengan Pak Cipto, Pak Rahmat tidak
memuka kios sebagai sarana berusaha, ia cukup memiliki gudang kecil di rumahnya
untuk meletakkan dan menyimpan produk-produk yang ia jual.
Umumnya mereka-mereka yang menjadi star dalam jaringan komunikasi
merupakan individu yang memiliki karakteristik yang sama. Dari sembilan individu yang
menjadi star, terdapat empat individu yang berpendidikan tinggi yang ditunjukkan oleh
node 20, 13, 69 dan 46 serta terdapat pula empat individu yang berpendidikan cukup
tinggi yang ditunjukkan oleh node 73, 82, 93 dan 34. Dari sembilan individu yang
menjadi star terdapat 3 individu yang memiliki pengalaman usahatani terlama yakni
individu 73, 69 dan 34 dan terdapat dua orang individu yang berpengalaman cukup
lama yang ditunjukkan oleh node 28 dan 93. Selain itu, terdapat empat individu dari
sembilan individu yang menjadi star yang memiliki tingkat keikutsertaan dalam
kelompok sosial yang cukup tinggi. Individu ini ditunjukkan oleh node 20, 13, 93 dan
34. Dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang berperan sebagai star merupakan
individu yang berpendidikan tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup
lama dan memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok atau
organisasi sosial di lingkungan mereka. Dengan karakteristik seperti itu, mereka
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang yang berhubungan
dengan dirinya, sehingga informasi mengenai teknologi produksi budidaya ubi kayu
akan cepat tersebar jika menghubungi individu yang menjadi star pada klik dalam
sistem jaringan komunikasi.
Pada analisis jaringan komunikasi yang menggunakan sosiometri, selain
identifikasi peran-peran individu sebagai liaison, bridge, dan star juga terdapat
identifikasi peran individu sebagai gatekeeper, cosmopolite dan isolate. Individu yang
86
berperan sebagai gatekeeper merupakan individu yang memiliki kekuasaan untuk
mengontrol arus informasi dalam sistem jaringan komunikasi. Ia memiliki kemampuan
untuk dapat menentukan apakah sebuah informasi tersebut dianggap penting atau
tidak untuk diteruskan kepada anggota sistem atau tidak. Umumnya, individu yang
berperan sebagai gatekeeper merupakan pemimpin informal atau pemimpin kedua
selain pemimpin utama yang juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku
individu-individu lain yang terhubung dengan dirinya. Individu petani ubi kayu yang
berperan sebagai gatekeeper dalam sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk
ditunjukkan oleh node 13 dan 94.
Node 94 merupakan individu yang memiliki hubungan maksimal dengan
sejumlah klik yang terdapat dalam sistem, kondisi ini memungkinkan mereka
menempati posisi yang strategis sebagai gatekeeper. Kondisi seperti ini
menggambarkan node 94 menjadi frame of reference oleh sejumlah klik sehingga
dapat mempengaruhi perilaku sejumlah anggota yang terhubung dengan dirinya. Node
13 bukan saja merupakan individu yang juga memiliki hubungan maksimal pada
beberapa klik, tetapi node 13 juga merupakan individu yang paling sering bersentuhan
dengan individu di luar sistem. Individu ini memiliki kemampuan untuk mengakses
sejumlah informasi dari sumber-sumber informasi di luar klik dan juga
menyebarkannya kepada individu anggota klik lainnya dalam sistem. Dengan kondisi
seperti ini, node 13 merupakan individu yang bukan hanya berperan sebagai
gatekeeper tetapi juga berperan sebagai cosmopolite.
Individu yang memiliki jumlah hubungan paling sedikit dengan anggota sistem
lainnya merupakan individu yang berperan sebagai isolate (pencilan). Individu ini
merupakan individu yang tidak terlibat dalam pertukaran informasi yang terjadi di
lingkungannya. Mereka tidak menerima dan juga tidak menyebarkan informasi yang
beredar di lingkungannya. Pada sosiogram jaringan komunikasi mengenai pupuk di
Gambar 4, individu ini ditunjukkan oleh node 86, 84, 35, 58, 59, 71, 90, 64, 65, 79, 91,
81, 56 dan 57.
Jaringan Komunikasi Mengenai Hama dan Penyakit
Jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu merupakan
jaringan komunikasi yang penting untuk digambarkan. Hal ini disebabkan oleh
penyebaran informasi yang dialami tidak merata di antara petani ubi kayu dalam
menanggulangi penyakit “leles”. Penyakit ini merupakan sejenis penyakit busuk akar
yang menimpa hampir semua petani ubi kayu. Dampak dari penyakit ini adalah
87
penurunan hasil panen yang cukup signifikan. Pada beberapa varietas tertentu,
penyakit ini tidak terdeteksi pada usia tanaman dini namun, ketika hendak melakukan
panen barulah terlihat umbi-umbi telah habis akibat membusuk hingga ke akar batang
umbi. Dalam mengatasi permasalahan ini, petani ubi kayu membutuhkan sejumlah
informasi penanganan penyakit ini dengan membentuk jaringan komunikasinya sendiri
secara alamiah.
Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit digambarkan
dalam sosiogram pada Gambar 5. Pada gambar tersebut terlihat struktur jaringan
komunikasi mereka merupakan struktur jaringan personal memusat (interlocking
personal network). Menurut Rogers dan Kincaid (1981) jaringan personal yang
memusat (interlocking) mempunyai derajat integrasi yang tinggi. Selanjutnya Rogers
dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking
terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap
lingkungannya. Kondisi ini terlihat pada sosiogram di Gambar 5, dimana terjadi
pemusatan arus informasi pada satu individu yang memiliki hubungan total maksimal
pada semua individu yang menjadi anggota di dalam sistem. Pemusatan juga terjadi di
setiap klik dimana, individu anggota klik cenderung berkomunikasi pada satu individu.
Individu ini merupakan individu yang dianggap memiliki berbagai informasi yang
berguna untuk mengatasi masalah hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi
kayu. Strukur jaringan komunikasi yang memusat inilah yang menyebabkan sulitnya
petani ubi kayu untuk mendapatkan informasi mengenai penanganan penyakit “leles”
yang diderita oleh usahatani mereka. Mereka cenderung tertutup dengan informasi
baru akibat minimnya jumlah ikatan lemah, sehingga tidak ada yang dapat
menjembatani petani ubi kayu yang minim informasi dengan lingkungan di luar sistem
Oleh karena itu, dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit jumlah
petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah jaringan komunikasi mengenai topik lainnya. Identifikasi terhadap klik dalam
jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit menghasilkan
empat klik yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 25.
G
amba
r 5. J
arin
gan
kom
unik
asi p
etan
i ubi
kay
u m
enge
nai h
ama
dan
peny
akit
88
89
Tabel 25. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai pengendalian hama dan penyakit
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 34,60,27,59,48,86,29,83,35,23,28,88,82,31,92,63,64,73,38,85,94,91,30,77,1,99,84
27
II 20,15,22,5,21,32,26,24 8 III 2,96,3,93,17,97,16,18,25,70,95,68,69 13 IV 46,8,87,75,77,54 6
Di luar Klik 51,56,36,90,80,61,44,78,4,49,100,72,41,45,67,58,98,39,62,47,7,12,6,55,11,42,43
28
Pada jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai aspek penanganan hama
dan penyakit di Gambar 5 terdapat sejumlah individu yang memilki peran-peran yang
berbeda. Peran individu petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi mengenai
penanganan hama dan penyakit sebagai bridge digambarkan dari kemampuan ia
menghubungkan antara klik yang menjadikan ia sebagai anggotanya dengan satu klik
yang lainnya. Individu yang berperan sebagai bridge pada sosiogram di Gambar 5
ditunjukkan oleh node 94, 28 dan 73 yang menghubungkan klik I dan klik II. Node 23
dan juga 94 merupakan bridge yang menghubungkan klik I dengan klik III. Node 35,
48, 73 dan juga node 88 menghubungkan klik I dengan klik IV. Klik II berhubungan
dengan klik III melalui bridge yang ditunjukkan oleh node 24, sedangkan klik II
berhubungan dengan klik IV melalui bridge yang ditunjukkan oleh node 21. Node 19,
13, 66 merupakan liaison yang menghubungkan beberapa klik dalam sistem jaringan
komunikasi petani ubi kayu mengenai hama dan penyakit. Node 19 merupakan liaison
yang menghubungkan klik I dan III, sedangkan node 13 merupakan penghubung bagi
klik I dan klik II. Klik II dan klik III dihubungkan oleh liaison yang ditunjukkan oleh node
66.
Jaringan komunikasi mengenai penanganan hama dan penyakit memiliki
partisipan yang berperan sebagai gatekeeper dan cosmopolite. Individu petani ubi
kayu pada sosiogram di Gambar 5 yang berperan sebagai gatekeeper sekaligus
berperan sebagai cosmopolite ditunjukkan oleh node 20. Node 20 adalah Pak
Suparyanto yang merupakan individu yang memiliki hubungan dengan sejumlah
sumber informasi di luar sistem. Sumber informasi yang berhubungan dengan node 20
ditunjukkan oleh node 101, 102 dan 105. Node 101 menunjukkan PPL (Penyuluh
Pertanian Lapang), node 102 adalah UPTD dan node 106 merupakan distributor
pupuk. Selain itu, node 20 juga merupakan individu yang paling banyak dihubungi oleh
anggota sistem lainnya dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit. Node 20
merupakan individu yang aktif dalam menyebarkan berbagai informasi yang dianggap
90
penting terkait dengan kemajuan usahatani anggota sistem lainnya. Selain dikenal
sebagai orang cukup berhasil dalam usahatani ubi kayu, individu ini pun dikenal
sebagai orang yang ramah dan aktif pada beberapa kelompok sosial yang terdapat di
lingkungannya. Oleh karena itu, node 20 merupakan individu yang memiliki peran
sebagai gatekeeper dan juga sebagai cosmopolite sekaligus.
Individu yang memiliki peran gatekeeper dan cosmopolite yang ditunjukkan oleh
node 20 juga menjadikan dirinya sebagai star pada klik II dalam sistem jaringan
komunikasi. Pada setiap klik memiliki tokoh sentral masing-masing. Pada klik I yang
berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 34, dan pada klik II yang berperan
sebagai star ditunjukkan oleh node 20. Pada klik III peran sebagai star ditunjukkan oleh
node 2 dan pada klik IV ditunjukkan oleh node 46. Pada dasarnya terdapat berbagai
hal yang menyebabkan individu tertentu berperan sebagai star. Salah satunya adalah
perbedaan karakteristik tiap individu. Individu yang menjadi star dalam sebuah klik
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman berusahatani yang
terbilang lama, serta memiliki tingkat partisipasi terhadap kelompok sosial dan
kepemilikan media massa yang tinggi. Node 20 merupakan individu yang berperan
sebagai star dimana, ia merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan, tingkat
keikutsertaan dalam kelompok sosial dan akses terhadap media massa yang tinggi.
Node 34 juga merupakan individu yang memiliki tingkat pengalaman berusahatani dan
keikutsertaan dalam kelompok sosial yang tinggi. Individu star yang ditunjukkan oleh
node 2 merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta
pengalaman berusahatani yang lama.
Jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit memiliki jumlah individu yang
berperan sebagai isolate lebih banyak dari pada jenis jaringan komunikasi lainnya.
Berbeda dengan star, individu yang berperan sebagai isolate merupakan individu yang
memiliki kontak minimal dengan anggota lainnya dalam sistem. Umumnya individu ini
menyendiri dan tidak terlibat dalam interaksi sesama anggota dalam sistem. Individu
yang berperan sebagai isolate pada sosiogram di Gambar 5 ditunjukkan oleh node 50,
74, 10, 40, 76, 53, 71, 57, 65, 79, 33, 81, 89, 9 dan 52. Suatu jaringan komunikasi tidak
akan efektif menjalankan fungsinya jika terdapat isolate berada dalam jumlah yang
banyak. Namun, keberadaan isolate dalam sebuah jaringan komunikasi tidak
sepenuhnya merupakan kegagalan dari jaringan komunikasi yang terbentuk. Hal ini
terjadi karena beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak terlibat dalam jaringan
komunikasi. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat partisipasi mereka
dalam kelompok sosial yang tersedia di lingkungan mereka sehingga, mereka sulit
91
untuk terjangkau dari pergaulan sosial dan arus pertukaran informasi. Rendahnya
kondisi ekonomi dan keberhasilan usaha menyebabkan rasa “minder” untuk dapat
berbagi pengetahuan dan pengalaman pada sesama anggota sistem. Selain itu,
kurangnya rasa kebersamaan dalam diri individu tertentu untuk menanggulangi
berbagai masalah yang menimpa sesama sehingga, mereka cenderung bersikap
“apatis” terhadap anggota sistem yang lainnya. Karakteristik lain dari individu yang
menjadi isolate dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit dapat di lihat
pada Tabel 26.
Tabel 26. Karakteristik peran isolate pada setiap klik dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit
Isolate Pendidikan (Th)
Luas Lahan (Ha)
Keikutsertaan Kelompok
(Bh)
Kepemilikan Media Massa
(Bh)
Pendapatan Per musim
(Rp) 50 6 1 2 0 9.180.000 74 4 0,5 2 1 5.500.000 10 9 0,75 1 3 3.039.000 40 9 1,5 1 1 10.544.000 76 3 1 1 1 2.458.000 53 0 2 1 1 20.160.000 71 9 1,5 1 0 11.870.000 57 0 2 1 0 16.656.000 65 0 0,25 0 0 364.500 79 6 0,25 2 0 4.763.000 33 6 0,25 1 1 3.029.000 81 6 0,5 0 1 4.871.000 89 6 0,5 1 0 2.477.000 9 6 0,75 1 2 6.352.000 52 0 0,25 1 0 2.614.000
Berdasarkan Tabel 26 sebanyak 11 orang dari 14 orang yang menjadi isolate
memiliki pendidikan tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD. Pada karakteristik
individu mengenai kepemilikan luas lahan terlihat keseluruhan individu yang menjadi
isolate memiliki lahan yang tergolong sempit. Pada karakteristik yang lain, seperti
tingkat keikutsertaan dalam kelompok, tingkat kepemilikan media massa dan tingkat
pendapatan menunjukkan keseluruhan individu petani yang berperan sebagai isolate
tergolong pada tingkat yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa individu yang berperan
sebagai isolate sebagian besar merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan
yang rendah, luas lahan yang sempit, keikutsertaan dalam kelompok yang rendah,
kepemilikan media massa yang sedikit serta pendapatan per musim yang rendah jika
dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani ubi kayu.
92
Jaringan Komunikasi Mengenai Panen
Jaringan komunikasi dalam aspek panen merupakan jaringan komunikasi yang
essensial dalam arus pertukaran informasi petani ubi kayu. Dalam budidaya komoditas
ubi kayu, panen juga merupakan komponen terpenting usahatani ubi kayu. Selain itu,
informasi mengenai panen merupakan topik pembicaraan yang tidak pernah
dilewatkan oleh seluruh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun. Pada jaringan
komunikasi ini, berputar beragam informasi mengenai panen seperti informasi
mengenai harga jual, lokasi pabrik ubi kayu, permintaan pasar, dan lain-lain. Pada
sosiogram jaringan komunikasi mengenai panen yang dibentuk oleh petani ubi kayu di
Desa Suko Binangun terlihat terpusatnya setiap individu yang menjadi anggota klik
pada satu individu yang menjadi tokoh sentral. Setiap klik dalam sistem memiliki pola
komunikasi yang sama, dimana setiap anggotanya berkomunikasi pada satu individu
yang menjadi starnya.
Proses panen di desa tersebut memerlukan koordinasi sesama petani ubi kayu
dengan baik. Pada saat akan melakukan panen diperlukan jasa pembongkaran dan
jasa pengangkutan ubi kayu untuk dipasarkan ke pabrik ubi kayu. Jasa pembongkaran
dalam hal ini memerlukan tenaga kerja untuk memanen ubi kayu dan jasa
pengangkutan membutuhkan sarana transportasi seperti truk pengangkut dengan
kapasitas besar. Umumnya, penyedia jasa pembongkaran dan jasa pengangkutan
merupakan satu orang yang sama. Ia menyediakan buruh pembongkar sekaligus truk
pengangkut ubi kayu menuju pabrik terdekat. Kondisi yang ada adalah keterbatasan
orang-orang yang menyediakan jasa seperti ini di desa tersebut. Penyedia jasa seperti
ini merupakan orang yang menguasai informasi mengenai panen seperti waktu yang
tepat untuk melakukan panen “membongkar” dan mengangkut tanaman ubi kayu serta
informasi mengenai harga yang diterima oleh pabrik ubi kayu. Oleh karena itu, para
petani ubi kayu sangat menggantungkan pertukaran informasi dalam sistem jaringan
komunikasi terhadap orang tersebut. Sehingga, konteks seperti ini yang
mengakibatkan pola komunikasi yang petani ubi kayu memusat pada satu individu
yang berperan sebagai pemimpin.
Jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen digambarkan dalam
sosiogram pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terihat struktur jaringan komunikasi
mereka merupakan struktur personal yang menyebar (radial personal network).
Struktur seperti ini juga dibentuk petani ubi kayu dalam perbincangan mengenai bibit
dan juga pupuk. Dalam struktur radial seperti ini, memungkinkan setiap anggota dalam
klik dan individu lainnya dalam sistem untuk berinteraksi satu sama lainnya.
93
G
amba
r 6. J
arin
gan
kom
unik
asi p
etan
i ubi
kay
u m
enge
nai p
anen
94
Pada jaringan komunikasi ini dapat membantu petani dalam mengatasi
kelangkaan informasi. Informasi mengenai panen tidak menjadi suatu masalah bagi
petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, hal ini disebabakan setiap petani mampu
untuk mengakses sumber informasi baik yang berada di dalam sistem maupun di luar
sistem. Selain itu, adanya rasa saling percaya antara sesama petani ubi kayu dan
orang yang menyediakan jasa panen dan transportasi juga menjadikan proses
komunikasi yang lancar sehingga petani ubi kayu mudah untuk mengetahui
perkembangan informasi panen terkini. Identifikasi terhadap jaringan komunikasi petani
ubi kayu mengenai aspek panen dilakukan dengan menggunakan sosiogram.
Sosiogram yang ditampilkan pada Gambar 6 menunjukkan terdapat lima klik yang
menyusun jaringan komunikasi mengenai panen. Adapun identifikasi lebih lanjut
mengenai klik dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen
Klik Anggota Klik Jumlah Anggota Klik
I 62,59,77,66,81,54,26,25,29,47,75,65,48,74,76,72,64,27,28,53,63,78,52,61,73,31,51,60,87,89,49,50,55,15,46,79,33,30
38
II 8,9,68,6,7,11,3,4,5,58,95,2,97,12,96,18,10 17 III 37,35,57,39,56,41,67,99,88,100,98,83,80 13 IV 34,85,92,91,86,82,38,23 8 V 20,22,32,21,24 5
Di luar Klik 70,42,43,40,69,16,17,90,14,19,13,94,71,93 14
Pada sosiogram di Gambar 6 berbagai individu anggota sistem jaringan
komunikasi mengenai panen memiliki beberapa peran yang dapat diidentifikasi.
Individu petani ubi kayu yang berperan sebagai liaison dalam jaringan komunikasi
mengenai aspek panen di Gambar 6 ditunjukkan oleh node 84 dan node 44. Node 84
merupakan liaison yang menghubungkan klik III dan klik IV, sedangkan node 44
merupakan liaison yang menghubungkan klik I dan IV. Liaison merupakan individu
yang menghubungkan klik yang satu dengan klik lainnya dimana dirinya bukanlah
anggota dari salah satu klik yang ia hubungkan. Berbeda dengan liaison, bridge
merupakan individu yang menghubungkan klik yang satu dengan klik dimana ia
merupakan anggota salah satu klik yang ia hubungkan. Pada jaringan komunikasi ini,
individu yang berperan sebagai bridge ditunjukkan oleh node 66, 78, 87, 29, 59, 62,
46, 6, 5,100.
95
Node 66, 78 dan 87 menghubungkan klik I dengan klik II sedangkan node 72 dan
48 menghubungkan klik I dan III. Klik I berhubungan dengan klik IV melalui node 29, 62
dan 59 dan Klik I berhubungan dengan klik V melalui node 62 dan node 46. Pada klik II
yang berhubungan dengan klik III individu yang berperan sebagai bridge ditunjukkan
oleh titk 6 dan klik II yang berhubungan dengan klik V ditunjukkan oleh node 5. Klik III
berhubungan dengan kllik IV melalui individu yang berperan sebagai bridge yang
ditunjukkan oleh node 100. Pada jaringan komunikasi mengenai panen berbeda
dengan jaringan komunikasi lainnya yang membicarakan topik tertentu. Pada jaringan
komunikasi ini terdapat satu individu yang berperan sebagai gatekeeper sekaligus
sebagai cosmopolite. Individu yang berperan menjadi gatekeeper dan cosmopilte pada
sosiogram di Gambar 6 ditunjukkan oleh node 62.
Node 62 adalah Pak Sunarto yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk
melakukan panen dan juga menyediakan jasa transportasi untuk mengangkut hasil
panen menuju pabrik ubi kayu. Pak Sunarto merupakan individu yang memiliki
kemampuan untuk mengakses sejumlah sumber informasi penting yang berada di luar
sistem. Node 62 berhubungan dengan node 101, 111, dan 112. Node 101 merupakan
PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), node 111 adalah pabrik ubi kayu yang berada di
Desa SB 9 yang sering disebut sebagai Pabrik ITTARA dan node 112 merupakan
pabrik ubi kayu yang berada di Dusun Teluk Dalam. Pabrik ITTARA merupakan pabrik
yang memiliki kapasitas penampungan ubi kayu 100 ton ubi kayu per hari dan pabrik di
Dusun Teluk Dalam memiliki kapasitas 50 ton ubi kayu per haari. Semua ubi kayu yang
diterima di pabrik tersebut diproses mulai dari pencucian, pemotongan, pengambilan
pati hingga pengeringan menjadi tepung tapioka. Selain berhubungan dengan sumber
informasi diluar sistem, Pak Sunarto juga menyebarkan informasi tersebut kepada
individu-individu lain yang terhubung dengannya. Informasi yang terpenting yang
disebarkan adalah terkait dengan harga yang diterima di pabrik setempat. Oleh karena
itu, Pak Sunarto memiliki kemampuan untuk mengontrol arus informasi yang terjadi di
lingkungannya. Ia memiliki kekuasaan untuk menentukan apakah informasi tersebut
penting atau tidak untuk diteruskan pada semua individu anggota sistem Pak Sunarto
juga mampu menghubungi semua klik yang ada pada sistem lewat perannya sebagai
bridge yang menghubungkan klik I dengan klik II dan IV. Oleh karena itu, Pak Sunarto
dapat berperan sebagai gatekeeper juga merangkap sebagai cosmopolite dalam
sistem jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai panen.
Pada sosiogram di Gambar 6 dapat diidentifikasi beberapa node yang
memerankan sebagai star. Pada klik I individu yang berperan sebagai star ditunjukkan
96
oleh node 62. Pada klik II individu yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 8.
Pada klik III individu yang berperan sebagai star ditunjukkan oleh node 37. Star pada
klik IV ditunjukkan oleh node 34 dan pada klik V ditunjukkan oleh node 20. Individu-
individu yang berperan menjadi star pada jaringan komunikasi petani ubi kayu
mengenai panen merupakan individu yang memiliki jumlah total hubungan maksimal
dengan individu-individu lain dalam sistem.
Node 8 adalah Pak Sudaryanto dan node 37 adalah Pak Mujio. Baik Pak
Sudaryanto maupun Pak Mujio merupakan orang-orang yang memiliki akses terhadap
sumber informasi mengenai panen. Mereka adalah orang-orang yang menyediakan
jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan memiliki alat transportasi untuk
mengangkut hasil panen. Pak Sudaryanto umumnya dihubungi oleh petani ubi kayu
yang ingin memakai jasanya yang berada satu wilayah tempat tinggal dengan dirinya
yaitu di Dusun Besuki, Pak Sudaryanto juga termasuk orang yang aktif dalam kegiatan
kelompok, ia merupakan anggota dari Kelompok Tani Suka Maju. Pak Mujio umumnya
dihubungi oleh petani ubi kayu yang ingin memakai jasanya yang berada satu wilayah
tempat tinggal dengan dirinya yaitu di Dusun Sumbersari. Pak mujio juga termasuk
orang yang aktif dalam kelompok, ia merupakan anggota dari Kelompok Tani Sido
Makmur. Seperti penjelasan sebelumnya node 20 adalah Pak Suparyanto dan node 34
adalah Pak Saryo. Kedua orang ini memang bukanlah orang yang menyediakan jasa
tenaga kerja dan pengangkutan hasil panen, namun kedua orang ini memiliki informasi
dan pergaulan yang cukup luas sehingga dapat diajak berbicara mengenai topik atau
isu-isu yang berkaitan dengan panen. Informasi yang diperbincangkan bukan hanya
sekedar informasi harga jual yang berlaku tetapi juga terkait informasi teknik
pemanenan, perlakuan ubi kayu setelah panen, dan juga pemilihan batang umbi untuk
dijadikan bibit pada penanaman selanjutnya.
Terdapat beberapa penyebab yang mengakibatkan individu tertentu menjadi star
dalam jaringan komunikasi panen. Pada aspek pendidikan pengalaman usahatani,
keikutsertan dalam kelompok sosial, kepemilikan media massa, luas lahan dan
pendapatan bukan merupakan penyebab yang signifikan, akan tetapi kempemilikan
moda transportasi dan kemampuan menyediakan jasa tenaga kerja merupakan salah
satu penyebab utama dalam menjadikan individu tertentu menjadi star. Selain itu,
kemampuan mengakses sejumlah sumber-sumber informasi di luar sistem jaringan
komunikasi, juga merupakan faktor lainnya yang menyebabkan seseorang dapat
berperan sebagai star. Analisis terhadap jaringan komunikasi petani ubi kayu
mengenai aspek panen di Desa Suko Binangun menunjukkan terdapat individu tertentu
97
yang menjadi isolate. Individu yang berperan sebagai isolate ditunjukkan oleh node 1,
45, dan 36. Keberadaan peran isolate dalam jarigan komunikasi mengenai aspek
panen kali ini hanya sedikit saja. Pada dasarnya seluruh petani ubi kayu akan menjual
hasil usahtaninya ke pabrik dengan mengandalkan kemampuan individu yang
berperan sebagai star, sehingga kecil sekali kemungkinan individu anggota sistem
untuk tidak berkomunikasi dengan individu lainnya mengenai aspek panen. Kondisi
seperti ini dilandasi oleh pentingnya informasi panen untuk mempermudah petani ubi
kayu dalam menjalankan usahataninya dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Resume
Terbentuknya klik-klik pada setiap jenis jaringan komunikasi yang memuat
informasi mengenai teknologi produksi merupakan hasil dari interaksi dalam proses
komunikasi dengan basis teritorial tempat tinggal. Dalam berkomunikasi baik dalam
konteks mencari, menerima dan menyebarkan informasi petani ubi kayu cenderung
berkomunikasi dengan intens pada orang-orang yang memiliki kesamaan tempat
tinggal dalam sebuah wilayah tertentu. Orang-orang yang tergabung didalam sebuah
klik adalah individu yang memiliki kesamaan tempat tinggal sebagai batasan dalam
berkomunikasi dan memiliki derajat keterhubungan yang tinggi dengan anggota klik
yang lainnya. Perbedaan jumlah klik dalam sebuah jaringan komunikasi yang memuat
informasi produksi seperti bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen berimplikasi
pada perbedaan struktur jaringan personal pada setiap isu jaringan komunikasi.
Semakin banyak jumlah klik yang dimiliki oleh sebuah jaringan komunikasi semakin
menggambarkan bahwa distribusi informasi tidak memusat pada individu fokal tertentu,
melainkan informasi tersebut tersebar dengan merata. Distribusi informasi yang merata
pada setiap anggota sistem jaringan komunikasi dibahas dalam konsep struktur radial
personal network (menyebar) sedangkan, distribusi informasi yang memusat hanya
pada individu fokal tertentu dibahas dalam konsep interlock personal network
(memusat). Jaringan komunikasi yang cenderung radial ditunjukkan dengan
banyaknya jumlah klik dan bridge sosiogram jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi
yang memiliki struktur radial personal network adalah jaringan komunikasi mengenai
bibit, pupuk dan panen sedangkan yang memiliki struktur radial personal network
adalah jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah untuk jenis informasi yang bersifat umum dan tidak menemukan
kesulitan dalam mengaksesnya seperti bibit, pupuk dan panen, jaringan komunikasi
yang terbentuk cenderung terbuka dengan lingkungan sehingga memungkinkan
98
anggota sistemnya untuk menerima input berupa sumberdaya seperti materi, energi,
informasi dan ide ke dalam sistem jaringan komunikasi mereka. Untuk jenis informasi
yang bersifat spesifik dan memerlukan upaya yang besar dalam mengaksesnya seperti
informasi hama dan penyakit jaringan komunikasi yang terbentuk cenderung tertutup
dan memusat pada satu individu fokal.
Keberadaan berbagai peran yang dimainkan oleh petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun yang digambarkan dalam sosiogram membuktikan kebenaran asumsi dari
teori jaringan yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam mengakses sumberdaya yang ada. Hal ini terlihat dalam analisa
jaringan komunikasi yang menunjukkan perbedaan kemampuan dalam mengakses
sumberdaya terlihat dari munculnya berbagai posisi dan peran yang berbeda pada
sistem jaringan komunikasi sehingga memperlihatkan kemampuan yang berbeda
dalam mengakses sumberdaya informasi. Selain munculnya peran yang berbeda
dalam jaringan komunikasi juga faktanya orang-orang yang memiliki peran-peran
tertentu akan memiliki peran yang berbeda pada jaringan komunikasi yang lain,
contohnya node 13 yaitu Pak Sugito yang menjadi star di suatu klik dalam jaringan
komunikasi mengenai bibit, pada jaringan komunikasi mengenai pupuk dapat berperan
sebagai cosmopolite dan gatekeeper. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
keberadaan peran yang paling penting dalam sebuah jaringan komunikasi mengenai
informasi teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun adalah peran sebagai
star, bridge dan kunci penyebar informasi. Keberadaan petani ubi kayu yang berperan
seperti ini membantu dalam mengatasi kelangkaan iinformasi mengenai teknologi
produksi ubi kayu akibat terjadinya penyebaran informasi yang tidak merata dari
sumber informasi hingga ke semua anggota sistem jaringan komunikasi. Distribusi
informasi akan berjalan dengan baik jika petani ubi kayu yang memiliki peran-peran
tersebut dapat menjalankan peran mereka disertai dengan sikap terbuka dengan
petani ubi kayu anggota sistem jaringan komunikasi lainnya.
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai struktur komunikasi yang dianalisis
dengan jaringan komunikasi dan dikaitkan dengan empat isu teknologi produksi ubi
kayu menghasilkan perbedaan basis kecenderungan komunikasi dalam pembicaraan
mengenai informasi bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen. Dalam pembicaraan
mengenai bibit, pupuk dan panen petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan
orang yang dianggap memiliki informasi yang mereka butuhkan, mudah untuk diakses
secara fisik dan memiliki sikap terbuka dengan sesama. Untuk pembicaraan mengenai
hama dan penyakit petani ubi kayu cenderung berkomunikasi dengan orang yang
99
memiliki selain dapat mudah dijangkau secara fisik dan memiliki informasi yang
dibutuhkan tetapi juga pada orang yang dapat dipercaya sebagai sumber informasi
yang kredibel. Rasa kepercayaan ini timbul seiring dengan lamanya seorang sumber
informasi menjalani usahatani ubi kayu seperti node 34 yaitu Pak Saryo yang dianggap
sebagai petani ubi kayu senior dan pemimpin pendapat dalam hal budidaya ubi kayu.
Pada pengorganisasian petani ubi kayu dalam konteks pelaksanaan program
pembangunan harus dilakukan dalam basis teritorial tempat tinggal agar memudahkan
petani ubi kayu untuk berpartisipasi ke dalam program pembangunan, selanjutnya
untuk penyebaran informasi yang bersifat bersifat spesifik dan memerlukan upaya
yang besar dalam mengaksesnya seperti informasi hama dan penyakit perumus
kebijakan atau penggagas program pembangunan perlu mendekati petani ubi kayu
yang tidak hanya menjadi star atau opinion leader dalam sistem komunikasinya tetapi
juga petani ubi kayu yang dianggap sebagai sumber informasi terpercaya yang ada di
lingkungan tempat tinggal mereka.
Pemanfaatan sumber informasi yang berada di luar sistem jaringan komunikasi
oleh petani ubi kayu diakses secara berbeda untuk setiap jenis jaringan komunikasi.
Pada jaringan komunikasi mengenai bibit sumber informasi yang paling banyak
diakses oleh petani ubi kayu adalah penyuluh pertanian, pada jaringan komunikasi
mengenai pupuk sumber informasi yang paling sering diakses adalah penyuluh dan
distributor pupuk, pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit sumber
informasi yang paling sering diakses adalah penyuluh pertanian, UPTD dan distributor
pupuk, pada jaringan komunikasi mengenai panen yang sumber informasi yang paling
sering diakses adalah pabrik ubi kayu di Desa Teluk Dalam dan pabrik ubi kayu di
Desa SB 9 yaitu pabrik ubi kayu ITTARA.
Sifat yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya
orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan individu
lainnya. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi
mengenai bibit dan pupuk umumnya memiliki karakteristik personal berpendidikan
tinggi, memiliki pengalaman berusahatani yang cukup lama dan memiliki tingkat
keikutsertaan yang tinggi dalam berbagai kelompok. Pada jaringan komunikasi
mengenai hama dan penyakit petani ubi kayu yang berperan sebagai star adalah
orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman berusahatani yang
terbilang lama, serta memiliki tingkat keikutsertaan yang tinggi dalam kelompok dan
kepemilikan media massa yang tinggi. Petani ubi kayu yang berperan sebagai star
dalam jaringan komunikasi mengenai panen adalah orang yang memiliki moda
100
transportasi dan kemampuan menyediakan jasa tenaga kerja, sedangkan karakteristik
personal seperti pendidikan, pengalaman usahatani, keikutsertan dalam kelompok
sosial, kepemilikan media massa, luas lahan dan pendapatan bukan merupakan
landasan utama seseorang dapat berperan sebagai star dalam pembicaraan mengenai
panen.
Sifat yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate
merupakan orang yang memiliki kontak paling minmal dengan individu lainnya dalam
sistem jaringan komunikasi. Peran isolate juga diberikan pada petani ubi kayu yang
tidak mampu mengakses sumber informasi baik yang berada dalam sistem maupun di
luar sistem jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang dimiliki isolate sebagian
besar merupakan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, luas lahan
yang sempit, keikutsertaan dalam kelompok yang rendah, kepemilikan media massa
yang sedikit serta pendapatan per musim yang rendah jika dibandingkan dengan
pendapatan rata-rata petani ubi kayu di Desa Suko Binangun.
Analisis Jaringan Komunikasi di Tingkat Individu
Analisis jaringan komunikasi di tingkat individu dalam penelitian ini untuk melihat
ukuran sentralitas lokal dan sentralitas global individu petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun. Menurut Scott (2000), Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat
beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik
terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan mereka. Sentralitas juga dapat
digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem. Nilai rata-rata,
maksimum, minimum sentralitas lokal dan sentralitas global responden berdasarkan
topik pembicaraan dalam jaringan komunikasi secara jelas dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai rata-rata, maksimum dan minimum sentralitas lokal dan sentralitas global petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan topik jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk, hama & penyakit dan panen
Indeks Jaringan Komunikasi
Isu atau Topik Jaringan Komunikasi Seluruh Isu/TopikBibit Pupuk Hama dan
Penyakit Panen
Sentralitas Lokal Rata-Rata 3,4 2,9 2.4 2,7 6,4 Maksimum 21 14 18 38 45 Minimum 0 0 0 0 1 Sentralitas Global Rata-Rata 6938 8615 9301 8392 4430 Maksimum 99.000 99.000 99.000 99.000 9900 Minimum 1948 2908 5020 1934 387
101
Sentralitas Lokal
Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan
individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat
dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman (1979) yang
dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi
sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas lokal
memperhatikan keunggulan relatif individu yang menjadi star dalam hubungan
lingkungan terdekat (pertetangaan). Nilai sentralitas lokal menunjukkan jumlah
hubungan yang mampu dibuat individu dalam lingkungan terdekatnya . Individu yang
memiliki nilai sentralitas lokal terbesar dibahas dalam konsep “star” (bintang) dan
individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terkecil dibahas dalam konsep “isolate”
(pencilan).
Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sentralitas lokal petani
ubi kayu untuk seluruh topik menunjukkan angka 6,4. Artinya, petani ubi kayu rata-rata
mampu menghubungi 6 orang mengenai teknologi produksi ubi kayu baik mengenai
aspek bibit, pupuk, hama dan penyakit serta mengenai panen. Secara lebih rinci untuk
rata-rata petani ubi kayu mampu menghubungi tiga orang mengenai bibit, tiga orang
mengenai pupuk, dua orang mengenai hama & penyakit dan tiga orang mengenai
panen. Nilai maksimum sentralitas lokal keseluruhan isu/topik jaringan komunikasi
menunjukkan 45 dan minimum 1. Berarti petani ubi kayu paling banyak mampu
menghubungi 45 orang dan paling sedikit mampu menghubungi satu orang petani
dalam sebuah sistem. Nilai maksimal sentralitas lokal petani ubi kayu untuk setiap
topik yang berbeda. Untuk topik mengenai bibit, petani ubi kayu mampu menghubungi
petani lainnya dalam lingkungan terdekatnya paling banyak berjumlah 21 orang,
sedangkan untuk topik mengenai pupuk, hama & penyakit dan panen masing-masing
berjumlah 14, 18, 38 orang. Nilai sentralitas lokal tertinggi untuk semua topik
pembicaraan dalam jaringan komunikasi dimiliki oleh node 62, sedangkan nilai
sentralitas lokal tertinggi untuk topik mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit
tanaman serta panen berturut-turut dimiliki oleh node 34, 13, 34 dan 62.
Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal terendah merupakan individu yang
memiliki kontak minimal dengan individu lain dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini
disebut sebagai pencilan atau isolate. Dalam interaksi sesama anggota kliknya,
individu ini tidak terjangkau atau tersentuh oleh pertukaran informasi. Pada jaringan
komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit, pupuk, hama dan penyaki serta panen
terdapat lima individu yang menjadi isolate yang ditunjukkan oleh node 22, 42, 43, 45
102
dan 71. Node 22, 42, 43 dan 45 merupakan individu petani ubi kayu yang memiliki
pendapatan bersih per musim tanam dibawah rata-rata, yakni berkisar Rp.2 490.000
hingga Rp.3.226.000. Selain itu, mereka juga memiliki tingkat pendidikan, tingkat
keikutsertaan dalam kelompok serta kepemilikan media massa yang rendah. Lahan
pertanian yang mereka garap merupakan lahan milik pribadi yang tergolong sempit
yakni berkisar antara 0,25 sampai 0,5 ha. Kondisi seperti ini yang menyebabkan
mereka tidak percaya diri untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan individu
lainnya. Akibatnya mereka tidak terlibat jaringan komunikasi dan tidak tersentuh oleh
pertukaran informasi yang berada di lingkungan mereka. Hal ini juga yang
menyebabkan mereka enggan dijadikan sebagai sumber informasi atau pusat
perhatian dalam interaksi sesama petani ubi kayu di lingkungan mereka.
Sentralitas Global
Pengukuran sentralitas global diekspresikan dalam istilah “distance” diantara
beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan
aktor dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan
yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam jaringan.
Sentralitas global dapat memberikan gambaran kemampuan akses individu didalam
sistem. Sentralitas global diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih orang
yang tepat sebagai kunci penyebar informasi. Semakin kecil nilai sentralitas global
yang dimiliki individu maka semakin besar kemampuan individu tersebut untuk
menghubungi semua orang dalam sistem (Scott, 2000).
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan software UCINET VI pada
Tabel 28, diperoleh nilai maksimum sentralitas global menunjukkan 9900 dan nilai
minimum sentralitas global 387 sedangkan, nilai rata-rata sentralitas global adalah
4431 untuk semua topik jaringan komunikasi yakni bibit, pupuk, hama dan penyakit
serta panen. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terbesar untuk seluruh topik
jaringan komunikasi adalah individu yang ditunjukkan oleh node 1, 4, 21, 22, 25, 26, 30
, 31, 35, 44, 45, 50, 57, 59, 63, 64, 65, 71, 77, 81, 83, 84, 86, 89, 92 dan 99. Artinya
untuk seluruh topik pembicaraan mengenai teknologi produksi dalam jaringan
komunikasi, terdapat sebanyak 26 node yang merupakan individu yang paling sulit
untuk menghubungi seluruh individu yang menjadi anggota dalam sistem jaringan
komunikasi.
Individu yang memiliki nilai sentralitas global yang rendah masih merupakan
individu yang sama yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi. Artinya nilai
103
sentralitas global yang rendah menunjukkan sedikitnya distance yang harus ditempuh
atau dilalui oleh seseorang untuk menghubungi semua individu lain dalam sebuah
sistem. Dalam arti lain, seseorang yang hanya memerlukan distance yang pendek
untuk menghubungi individu lainnya adalah seseorang yang memiliki kemampuan
yang besar untuk dapat menjangkau semua individu dalam sistem jaringan
komunikasinya. Oleh karena itu, orang tersebut dapat berperan sebagai kunci
penyebar informasi. Melalui orang-orang inilah informasi-informasi baru dapat diterima
dan disebarluaskan kepada seluruh anggota sistem. Pada setiap jenis informasi dapat
muncul individu yang berbeda untuk berperan sebagai kunci informasi, untuk informasi
yang menyangkut teknologi produksi seperti bibit dan pupuk individu yang berperan
sebagai kunci penyebar informasi adalah node 13 dan untuk informasi teknologi
produksi seperti hama dan penyakit serta panen yang berfungsi sebagai kunci
penyebar informasi adalah node 34. Untuk jenis informasi mengenai teknologi produksi
secara keseluruhan yaitu bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen individu yang
berperan sebagai kunci penyebar informasi adalah node 34. Perbedaan aktor yang
berperan untuk setiap jenis informasi yang berbeda menandakan adanya perbedaan
karakteristik informasi dan juga karakteristik aktor tersebut.
Resume
Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal untuk seluruh topik adalah
node 62 yaitu Pak Sunarto sedangkan petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas
global terendah adalah node 34 yaitu Pak Saryo. Node 34 bukan merupakan individu
yang berperan sebagai star dalam penerapan teknologi produksi usahatani ubi kayu,
hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu star mempunyai nilai sentralitas global
terendah. Artinya individu yang menjadi star tidak selamanya mampu mengakses
seluruh indvidu dalam sistem. Hal ini terjadi karena perbedaan karakter informasi yang
dipertukarkan dalam sistem jaringan komunikasi. Pada jenis informasi mengenai panen
individu dengan node 62 menjadi star dalam lingkungan terdekatnya, namun
pembicaraan mengenai aspek penerapan teknologi yang lainnya yaitu jenis informasi
mengenai bibit, pupuk serta hama dan penyakit node 34 merupakan orang yang paling
banyak dicari dan dijadikan sumber informasi oleh individu anggota sistem. Selain itu,
node 34 memiliki pengalaman berusahatani ubi kayu yang lebih lama, luas lahan
garapan yang lebih luas dan tingkat keikutsertaan dalam kelompok sosial yang lebih
tinggi dari node 62. Hal ini yang menjadikan node 34 mudah dalam mengakses seluruh
individu anggota sistem.
104
Deskripsi Jaringan Komunikasi Petani Ubi kayu di Desa Suko Binangun
Pada dasarnya proses komunikasi yang terjalin diantara petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun dilandasi atas kedekatan teritorial tempat tinggal dan kedekatan letak
ladang mereka. Meskipun terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi petani ubi kayu
dalam memilih pasangan komunikasinya dalam membicarakan informasi tertentu,
namun unsur kedekatan tempat tinggal dan letak ladang adalah hal yang paling utama.
Untuk memilih sumber informasi di dalam sistem jaringan komunikasi yang akan
mereka akses dilakukan atas dasar kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan
kenyamanan dalam berkomunikasi. Mereka cenderung berkomunikasi dengan orang
yang dianggap memiliki informasi yang mereka butuhkan, mudah untuk diakses secara
fisik dan memiliki keterbukaan dengan sesama. Selain itu, mereka juga cenderung
berkomunikasi dengan orang yang memiliki permasalahan yang sama dengan yang
mereka alami, proses komunikasi seperti ini terjadi dalam bentuk “sharing” dengan
tujuan untuk menghibur sesama. Pemilihan sumber informasi yang berada di luar
sistem jaringan komunikasi dipilih berdasarkan kemudahan akses sumber informasi
dengan masing-masing sumber informasi, selain itu pemilihan juga didasarkan atas
dasar kepercayaan dan kemampuan sumber informasi dalam memberikan informasi
yang akurat dan relevan.
Kecenderungan yang terjadi pada petani ubi kayu untuk mencari, menerima dan
menyebarluaskan informasi melalui proses komunikasi menimbulkan struktur jaringan
komunikasi yang berbeda-beda pada setiap topik teknologi produksi yang dibicarakan
dalam jaringan komunikasi. Pada jaringan komunikasi yang membicarakan mengenai
bibit, pupuk dan panen struktur komunikasi adalah jaringan personal yang menyebar
(radial personal network) sedangkan, pada jaringan komunikasi mengenai hama dan
penyakit tanaman struktur komunikasi adalah jaringan personal yang memusat
(interlock personal network). Pada setiap jaringan komunikasi yang berbeda terdapat
perbedaan individu yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan sebagai
kunci penyebar informasi dalam sistem jaringan komunikasi. Selain peran-peran
tersebut, juga terdapat peran sebagai cosmopolite dan gatekeeper yang berperan
penting dalam sebuah sistem jaringan komunikasi agar dapat terus bertahan dan
merespon segala perubahan yang menjadikan sistem jaringan komunikasi menjadi
dinamis. Uraian lebih rinci mengenai jaringan komunikasi petani ubi kayu berdasarkan
masing-masing topik penerpan teknologi dapat di lihat pada Tabel 29.
105
Tabel 29. Deskripsi jaringan komunikasi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun Analisis Jaringan Komunikasi Isu/Topik Jaringan Komunikasi
Bibit Pupuk Hama dan Penyakit
Panen
Struktur Komunikasi Radial Radial Interlock Radial Jumlah Klik 6 9 4 5 Node Sentralitas Lokal Tertinggi 34 13 34 62 Node Sentralitas Global Terendah 13 13 34 34 Node Cosmopolite 13 13 20 62 Node Gatekeeper 13 13, 94 20 62 Jumlah Node Bridge 17 20 9 10
Perbedaan struktur jaringan yang terjadi pada setiap jaringan menunjukkan
bahwa petani ubi kayu di Desa Suko Binangun memiliki pola komunikasi yang berbeda
pada informasi yang berbeda. Hal ini juga menggambarkan bagaimana bentuk
distribusi informasi yang terjadi pada proses pertukaran informasi mengenai teknologi
produksi. Jaringan personal yang menyebar (radial) terdiri dari sekumpulan individu-
individu yang terhubung pada individu fokal tetapi tidak berinteraksi dengan satu sama
lainnya. Jaringan personal radial memiliki kepadatan yang sedikit dan lebih terbuka
terhadap pertukaran informasi pada lingkungan dan memungkinkan individu fokal
untuk bertukar informasi dengan lingkungan yang lebih luas. Jaringan radial berisikan
orang-orang yg memiliki kenalan berjarak jauh (ikatan lemah) yang berguna sebagai
saluran untuk memperoleh informasi. Ikatan yang lemah memiliki banyak bridge yg
menghubungkan 2 atau lebih klik. Ikatan yg lemah memiliki peran yang sangat penting
karena mengantarkan informasi-informasi baru. Jaringan personal radial sangat
penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem,
sementara jaringan mengunci (interlocking) lebih tumbuh ke arah dalam secara
alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin
untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan (Rogers, 2003). Pada
pembicaraan mengenai hama dan penyakit tanaman struktur komunikasi merupakan
jaringan personal yang memusat, dimana orang-orang cenderung berkomunikasi
dengan orang-orang yang memiliki jarak komunikasi yang dekat sehingga ikatan yang
ada menjadi kuat. Kondisi ini yang menyebabkan sulitnya pendistribusian informasi
mengenai penanganan penyakit “leles” sehingga, kelangkaan informasi yang terjadi di
tingkat petani sulit untuk diatasi.
Berdasarkan Tabel 29 dapat terlihat bahwa masing-masing jaringan komunikasi
teknologi produksi memiliki individu yang berperan sebagai star yang berbeda. Pada
pembicaraan mengenai bibit, pupuk, hama dan penyakit serta panen individu yang
memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi dan berperan menjadi star berturut-turut adalah
106
34, 13, 34 dan 62. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah dan berperan
sebagai kunci penyebar informasi bibit dan pupuk adalah node 13 dan individu yang
berperan sebagai unci penyebar informasi hama dan penyakit serta panen adalah
node 34.
Node 34 merupakan individu petani yang menunjukkan identitas Pak Saryo. Pak
Saryo merupakan ketua Kelompok Tani Surya Tani. Ia dianggap sebagai petani senior
yang cukup dihormati oleh petani ubi kayu lainnya, sebagai petani ubi kayu, beliau
memiliki pengalaman yang lama. Kelompok surya tani yang dipimpin oleh Pak Saryo
merupakan kelompok petani ubi kayu yang pertama kali terbentuk sehingga memiliki
pola komunikasi yang cukup intens dengan sesama anggotanya. Pak saryo
merupakan orang yang populer dalam perbincangan mengenai informasi bibit serta
informasi mengenai hama dan penyakit. Untuk informasi mengenai bibit, Pak Saryo
adalah salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan dan mempopulerkan bibit
ubi kayu UJ-3 atau yang sering disebut sebagai singkong thailand. Penerapan
teknologi produksi dalam hal bibit yang dilakukan hingga saat ini merupakan salah satu
pengaruh dari peran Pak Saryo sebagai petani ubi kayu senior di lingkungannya. Bibit
ubi kayu UJ-3 masih diadopsi hingga sekarang oleh petani ubi kayu lainnya di Desa
Suko Binangun, bahkan ketika ada inovasi baru mengenai bibit ubi kayu yakni bibit UJ-
5 atau sering disebut sebagai singkong kasesa, petani ubi kayu yang mengadopsinya
masih kalah jumlah dengan petani ubi kayu yang mengadopsi bibit UJ-3. Mengenai
hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu mereka, Pak Saryo juga salah
satu orang yang ikut mempopulerkan pertama kali obat penghambat pertumbuhan
rumput dan pembeku rumput (gulma). Pak Saryo merupakan orang yang pertama kali
menerapkan inovasi mengenai bibit UJ-3 dan obat penghambat gulma. Konteks
seperti ini dapat dikatakan bahwa Pak Saryo merupakan opinion leader dan star yang
menjadi pusat perhatian bagi petani ubi kayu yang lain dan mampu mempengaruhi
tindakan atau perilaku petani ubi kayu lainnnya dalam menerapkan teknologi produksi.
Peran sebagai opinion leader dan star tidak lepas dari gambaran karakteristik yang
melekat pada diri Pak saryo. Pak Saryo memilik usia yang masuk dalam kategori tua
yakni 60 tahun, pendidikan yang ia tempuh lamanya 6 tahun dan masuk ke dalam
kategori sedang, luas lahan yang dimiliki tergolong sempit yakni 1,5 ha dan
pendapatan yang masuk ke dalam kategori rendah yakni Rp. 6.982.000 untuk satu kali
panen dengan masa tanam 6 sampai 8 bulan untuk varietas genjah namun, Pak Saryo
memiliki pengalaman berusahatani yang paling lama diantara petani ubi kayu lainnya
yakni selama 40 tahun. Selain itu, ia memiliki akses yang cukup baik dengan sejumlah
107
media massa seperti televisi, leaflet dan koran. Karakteristik personal seperti inilah
yang menjadikan Pak Saryo sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai bibit
dan mengenai hama dan penyakit dalam lingkungan terdekatnya.
Node 20 adalah Pak Suparyanto yang memiliki peran sebagai cosmopolite dan
sekaligus gatekeeper dalam jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit. Pak
Suparyanto yang merupakan individu yang memiliki hubungan dengan sejumlah
sumber informasi di luar sistem. Sumber informasi yang berhubungan dengan Pak
Suparyanto ditunjukkan oleh node 101, 102 dan 105. Node 101 menunjukkan PPL
(Penyuluh Pertanian Lapang), node 102 adalah UPTD dan node 106 merupakan
distributor pupuk. Sebagai individu yang memiliki dua peran penting sekaligus, Pak
Suparyanto memiliki keunikan karakteristik personal. Usia Pak Suparyanto cukup tua
yakni berusia 41 tahun, pendidikan yang dimiliki masuk dalam kategori tinggi dimana ia
menempuh pendidikan selama 11 tahun, pengalaman berusahatani yang ia miliki
masih tergolong baru yaitu selama 15 tahun, luas kepemilikan lahan tergolong sempit
yaitu hanya sekitar 1,25 hekar, kepemilikan media massa masuk ke dalam kategori
sedang dengan memiliki empat jenis media massa yaitu televisi, radio, leaflet dan
brosur. Keikutsertaan dalam kelompok juga masuk kedalam kategori sedang dengan
mengikutsertai tiga jenis kelompok yaitu kelompok tani, kelompok yasinan, dan
kelompok kesenian yaitu reog ponorogo. Selanjutnya, pendapatan yang diperoleh oleh
Pak Suparyanto tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan
petani ubi kayu lainnya, namun nominal ini juga tidak terlalu rendah jika diandingkan
dengan pendapatan petani ubi kayu di lingkungan terdekatnya, yaitu sebesar
Rp.13.410.000. berdasarkan uraian tersebut, dapat diakatakan bahwa pendidikan,
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa merupakan karakteristik
personal yang menonjol yang nelekat di diri Pak Suparyanto. Selain itu, Pak
Suparyanto merupakan individu yang aktif dalam menyebarkan berbagai informasi
yang dianggap penting terkait dengan kemajuan usahatani anggota sistem lainnya.
Selain dikenal sebagai orang cukup berhasil dalam usahatani ubi kayu, individu ini pun
dikenal sebagai orang yang ramah dan aktif pada beberapa kelompok sosial yang
terdapat di lingkungannya. Oleh karena itu, Pak Suparyanto merupakan individu yang
memiliki peran sebagai gatekeeper dan juga sebagai cosmopolite sekaligus.
Node 94 adalah Pak Edi yakni petani ubi kayu yang dianggap sebagai petani
yang berhasil dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta kepemilikan lahan garapan
ubi kayu yang luas. Luas lahan yang diusahakan oleh Pak Edi adalah lima hektar yang
terbilang sangat luas untuk ukuran petani ubi kayu di Desa Suko Binangun.
108
Keberhasilan Pak Edi dalam berusahatani ubi kayu tidak hanya karena faktor luas
lahan tetapi juga dari kondisi lahan yang menguntungkan serta input produksi yang
mencukupi dan memadai yang sesuai dengan anjuran. Selain sebagai petani ubi kayu,
Pak Edi merupakan wirausaha yang membuka kios pertanian di rumahnya. Tersedia
berbagai input pertanian seperti bibit, pupuk urea, TSP, SP-36 ponska, KCL dan
berbagai obat-obatan yang dipergunakan oleh petani untuk membasmi gulma dan
rumput. Selain itu, Pak Edi juga merupakan salah satu petani ubi kayu yang memiliki
truk sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil panen usahatani ke pabrik ubi
kayu terdekat. Bagi petani ubi kayu yang bertempat tinggal satu wilayah dengan Pak
Edi cenderung untuk berkomunikasi dengan dirinya agar dapat mengakses alat
transportasinya untuk mengangkut hasil panen mereka. Penggunaan truk milik Pak Edi
tidak cuma-cuma, petani ubi kayu membayarkan sejumlah uang untuk mengakses
kendaraannya yakni Rp.40.000 per ton ubi kayu yang diangkut. Pak Edi berama
dengan Pak Sugito memiliki peran sebagai gatekeeper dalam jaringan komunikasi
mengenai pupuk. Pak Edi memiliki kemampuan untuk mengontrol informasi mengenai
pupuk yang akan disebarluaskan atau tidak pada petani ubi kayu di desa tersebut.
Kemampuan ini tidak terlepas dari karakteristik personal dan keterlibatannya dalam
jaringan komunikasi. Karakteristik personal yang menonjol dari diri Pak Edi diantaranya
adalah pendidikan yang tinggi yakni selama 12 tahun menempuh pendidikan formal,
kepemilikan luas lahan yaitu lima hektar, kepemilikan media massa sebanyak enam
buah seperti televisi, radio, leaflet, koran, majalah dan poster serta tingkat pendapatan
yang dicapai sangat tinggi yaitu Rp.73.530.000. Sebagai orang yang berperan sebagai
gatekeeper, Pak Edi memiliki nilai sentralitas lokal 10, artinya terdapat 10 orang petani
ubi kayu yang berhubungan dengan Pak Edi dalam pembicaraan mengenai pupuk di
lingkungan terdekatnya. Pak Edi memiliki akses terhadap sumber informasi yang
berada di luar ssitem jaringan komunikasi yakni dengan node 105 yang merupakan
distributor pupuk dari perusahaan pupuk tertentu.
Node 13 adalah Pak Sugito yang berprofesi sebagai petani ubi kayu sekaligus
sebagai penjual pupuk di Desa Suko Binangun. Pupuk yang ia jual didapatkan dari
distributor pupuk. Berbagai jenis pupuk yang ia jual diantaranya adalah Urea, TSP,
Ponska, KCL dan lain-lain. Dalam kehidupan bermasyarakat, Pak Sugito memiliki
posisi sosial sebagai ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Selain itu, Pak
Sugito juga merupakan orang yang aktif dengan berbagai kelompok dan organisasi
sosial baik di dalam lingkungan tempat tinggalnya maupun di luar tempat tinggal, salah
satunya ia menjadi partisipan partai politik. Sebagai orang yang paling populer di
109
lingkungan terdekatnya yang membicarakan soal pupuk, Pak Sugito juga merupakan
sumber informasi yang sering di akses oleh petani ubi kayu sekitar. Dirinya kerap
menjadi penghubung dan penyebar informasi-informasi baru yang tidak hanya berkisar
mengenai pupuk tetapi juga pada informasi yang berkaitan dengan program
pembangunan, bantuan pemerintah dan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan yang
datang dari instansi dinas-dinas terkait. Oleh karena itu, Pak Sugito juga berperan
sebagai gatekeeper dan juga cosmopolite dalam sistem jaringan komunikasi mengenai
bibit dan pupuk. Sebagai individu yang memiliki banyak peran penting, Pak Sugito
memiliki karakteristik personal yang cukup berbeda dengan petani ubi kayu lainnya.
Usia Pak Sugito tergolong muda, memiliki pengalaman berusahtani ubi kayu yang
tergolong baru dan Luas lahan yang dimiliki tergolong sempit yaitu 1,5 ha, namun
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa masuk dalam kategori
tinggi, dimana Pak Sugito masuk ke dalam kelompok sosial seperti kelompok tani,
kelompok yasinan, kelompok pemuda, kelompok sinoman, kelompok karang taruna
dan partai politik. Media massa yang dimiliki adalah televisi, radio, leaflet, koran,
majalah dan poster. Selanjutnya, tingkat pendapatan yang dimiliki oleh Pak Sugito
terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan petani ubi kayu lainnya.
Pendapatan yang diperoleh oleh Pak Sugito adalah Rp. 40.490.000,-00 untuk satu kali
panen dalam masa tanam enam sampai delapan bulan untuk ubi kayu dengan varietas
genjah (singkong thailand).
Individu yang memiliki nilai sentralitas lokal tertinggi merupakan individu yang
memiliki hubungan total maksimal dengan individu lainnya dalam lingkungan
terdekatnya. Individu ini dapat disebut sebagai star dalam konsep sosiogram dan
merupakan individu yang paling “populer” pada lingkungan terdekatnya seperti
lingkungan pertetanggaan. Star yang ditunjukkan oleh node 62 adalah Pak Sunarto
yang menyediakan jasa tenaga kerja untuk melakukan panen dan juga menyediakan
jasa transportasi untuk pengangkutan hasil panen ke pabrik ubi kayu setempat. Pak
Sunarto merupakan orang yang memiliki jumlah hubungan total paling banyak dengan
petani ubi kayu yang lain dalam pembicaraan mengenai teknologi produksi ubi kayu
yang menyangkut panen. Pada aspek pendidikan, Pak Sunarto tidak tergolong dalam
individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dalam menjalankan usahatani ia
pun masih terbilang baru, adapun luas lahan garapan yakni 1,25 hektar, namun
pendapatan yang ia peroleh selama satu musim tanam lebih tinggi dibandingkan
dengan petani ubi kayu pada umumnya di lingkungan terdekatnya yakni Rp.15.235.000
dan kepemilikan media massa yang dimilki adalah radio dan televisi, namun yang
110
menjadikan individu ini sebagai star adalah tingkat keikutsertaan ia kedalam tiga
kelompok sosial yang terdapat di lingkungannya. Kelompok sosial yang diakses oleh
Pak Sunarto adalah kelompok tani, kelmpok pemuda dan keloahragaan, serta
kelompok yasinan atau pengajian. Keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok sosial
tertentu mendukung seseorang untuk mengakses berbagai sumber informasi baik itu
yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem jaringan komunikasi melalui
pergaulan sosial yang tercipta dalam kelompok sosial. Hal ini mengakibatkan
seseorang memiliki keterbukaan dengan informasi baru dan terhubung oleh individu
lainnya sehingga, menjadikan individu tersebut sebagai pusat perhatian di lingkungan
terdekatnya. Selain berperan sebagai star dalam jaringan komunikasi mengenai
panen, Pak Sunarto juga memiliki peran sebagai cosmopilite sekaligus sebagai
gatekeeper. Sama halnya dengan Pak Sugito yang juga berperan sebagai cosmopolite
dan gatekeeper, Pak Sunarto juga memiliki indikator keterlibatan dalam jaringan
komunikasi dimana ia memliki nilai sentralitas lokal sebesar 38 yang artinya, terdapat
38 oang petani ubi kayu yang berhubungan dengan dirinya untuk membicarakan
persoalan panen dalam lingkungan terdekatnya. selain itu juga, sebagai perannya
sebagai cosmopolite, Pak Sunarto memiliki akses yang cukup luas dengan sejumlah
sumber informasi di luar sistem yaitu pabrik ubi kayu yang ditunjukkan leh node 111
dan 112. Node 111 menunjukkan pabrik ubi kayu yang berada di Desa SB 9 yakni
Pabrik Ubi kayu ITTARA dan node 112 menunjukkan pabrik ubi kayu yang berada di
Dusun Teluk Dalam yang berlokasi dekat dengan Desa Suko Binangun.
Pada umumnya karakteristik personal seperti pendapatan, pendidikan, luas lahan
menjadi tolak ukur tingginya posisi atau status sosial seseorang. Dalam penelitian
mengenai jaringan komunikasi, justru orang-orang yang memiliki karakter kosmopolit
merupakan orang-orang yang yang menempati posisi sebagai opinion leader. Hal ini
terjadi karena tidak selalu seseorang yang memiliki akses terhadap sumberdaya fisik
berperan sebagai opinion leader melainkan orang-orang yang memiliki sumberdaya
informasi adalah orang-orang yang menjadi pusat perhatian dengan memiliki jumlah
kontak maksimum dengan sejumlah orang lain atau sumber informasi sehingga
mampu mempengaruhi tindakan orang lain lewat perannya sebagai star dan opinion
leader. Seseorang yang memiliki kekayaan sumberdaya fisik tidak selalu memiliki
kekayaan sumberdaya informasi, begitu pula sebaliknya seseorang yang memiliki
akses yang besar terhadap informasi tidak selalu adalah orang yang memiliki
kekayaan sumberdaya fisik seperti pendapatan yang tinggi, luas lahan garapan yang
luas dan pendidikan formal yang tinggi. Dalam konteks penelitian jaringan komunikasi,
111
orang-orang yang memiliki pergaulan sosial yang luas serta didukung dengan sikap
atau karakter pribadi yang terbuka, mau belajar sesuatu yang baru dan giat dalam
berusaha adalah salah satu aspek yang berpengaruh terhadap posisi atau peran
seseorang dalam jaringan komunikasi.
Penelitian ini menemukan bahwa karakteristik personal yang menunjukkan
kekayaan sumberdaya informasi seperti keikutsertaan dalam kelompok dan
kepemilikan media massa menentukan peran seseorang dalam jaringan komunikasi.
Seseorang yang memiliki keikutsertaan yang tinggi dalam kelompok dan banyak
memiliki media merupakan seseorang yang memiliki keterlibatan yang tinggi dalam
jaringan komunikasi dan memiliki kontak hubungan yang maksimal petani individu
lainnya baik dalam lingkungan terdekat atau lingkungan sistem. Orang-orang-orang
yang memiliki kontak hubungan yang maskimal dengan individu lainnya memiliki peran
sebagai star, opinion leader atau kunci penyebar informasi. Berdasarkan hasil
penelitian node 34 merupakan individu yang berperan sebagai kunci penyebar
informasi. Node 34 adalah Pak Saryo yang merupakan ketua dari salah satu kelompok
tani yang ada di Desa Suko Binangun. Dari karakteristik personal yang menunjukkan
kekayaan sumberdaya fisik seperti pendapatan, luas lahan dan pendidikan
memperlihatkan bahwa Pak Saryo memiliki pendapatan, luas lahan dan pendidikan
yang tidak lebih tinggi atau lebih luas dari pada rata-rata petani ubi kayu yang lain,
namun atas dasar kepiawaiaan dalam berusahatani dan kekayaan informasi
merupakan salah satu hal yang menjadikan Pak Saryo sebagai sumber informasi yang
terhubung dengan banyak petani ubi kayu yang lain. Kekayaan informasi yang
diperoleh oleh Pak Saryo didapatkan dari keikutsertaan dirinya di berbagai kelompok
serta akses media massa yang dimiliki sehingga dirinya memilki pergaulan sosial yang
luas. Pergaulan sosial yang luas tersebut menjadikan dirinya sebagai kerangka acuan
dalam bertindak dan mampu mempengaruhi tindakan orang lain lewat perannya
sebagai opinion leader dan star baik dalam lingkungan terekat maupun sistem jaringan
komunikasi.
Telah disebutkan bahwa node 34 dan node 13 merupakan salah satu tokoh
penting pada arus pertukaran informasi dalam hal teknologi produksi kepada petani ubi
kayu lainnya. Node 13 dan 34 juga merupakan individu yang memiliki nilai sentralitas
lokal tertinggi, artinya kedua individu tersebut juga merupakan star dalam lingkungan
terdekatnya. Pada sisi yang lain, kedua individu ini juga merupakan kunci penyebar
informasi yang memiliki akses yang tinggi pada semua individu anggota sistem
jaringan komunikasi sesuai dengan jenis informasi yang diperbincangkan. Node 13
112
adalah Pak Sugito yang berperan sebagai kunci penyebar informasi mengenai bibit
dan pupuk, sedangkan node 34 adalah Pak Saryo yang berperan sebagai kunci
penyebar informasi mengenai hama dan penyakit serta panen. Berdasarkan
karakteristik personal yang melekat pada diri kedua individu ini terdapat beberapa
perbedaan, diantaranya adalah dari usia, pendidikan, pendapatan, pengalaman
berusahatani dan keikutsertaan dalam kelompok. Usia Pak Sugito masih tergolong
muda yakni berusia 33 tahun dan Pak Saryo berusia 60 tahun, pendidikan Pak Sugito
tergolong tinggi dimana ia menempuh pendidikan formal selama 12 tahun dan Pak
Saryo selama enam tahun, pendapatan Pak Sugito tergolong tinggi jika dibandingkan
dengan pendapatan petani ubi kayu lainnya yakni Rp.40.490.000 dan Pak Saryo
memiliki pendapatan yang relatif rendah dan berada dibawah rata-rata pendapatan
petani ubi kayu di Desa Suko Binangun yakni sebesar Rp.6.982.000. Pengalaman
berusahatani Pak Saryo lebih lama dari pada Pak Sugito yakni selama 40 tahun dan
Pak Sugito baru selama 15 tahun, tingkat keikutsertaan dalam kelompok terlihat Pak
Sugito lebih tinggi daripada Pak Saryo dimana Pak Sugito ikut serta ke dalam enam
kelompok dan Pak Saryo hanya ikut serta pada satu kelompok, kepemilikan media
massa yang ditunjukkan oleh kedua tokoh tersebut sama-sama dalam kategori tinggi
dimana Pak Sugito memiliki enam buah media massa dan Pak Saryo memiliki tiga
buah media massa. Kondisi ini menggambarkan bahwa kedua tokoh ini terdedah
cukup baik dengan informasi-informasi yang berasal dari luar sistem komunikasi
mereka.
Pak Sugito merupakan orang yang paling mudah untuk mengakses seluruh
petani ubi kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi dalam pembicaraan
mengenai bibit dan pupuk. Artinya, Pak Sugito memiliki kemampuan untuk dapat
menjangkau dan mengakses seluruh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai
bibit dan pupuk dalam usahtani ubi kayu. Oleh karena itu, dengan mendekati individu
ini sebagai media atau saluran komunikasi interpersonal merupakan cara yang efektif
dalam menyebarluaskan informasi-informasi atau inovasi terkait dengan penerapan
teknnologi produksi seperti bibit dan pupuk kepada petani ubi kayu di Desa Suko
Binangun. Dengan melakukan penyebaran (difusi) informasi melalui Pak Sugito,
informasi akan tersebar secara merata dan tidak terjadi kesenjangan informasi diantara
sesama petani ubi kayu. Banyaknya petani ubi kayu yang terhubung dengan Pak
Sugito terkait informasi bibit dan pupuk terkait dengan posisi sosial, peran dalam
jaringan komunikasi serta karakterisik personal yang melekat pada diri Pak Sugito.
Dalam perbincangan mengenai bibit kerap kali informasi yang diperbincangkan
113
menyangkut sosialisasi bibit baru, pemberitahuan bantuan bibit dari pemerinntah serta
program pembangunan lainnya. Dalam proses penyampaian informasi ini kerap
disampaikan oleh Pak Sugito yang berperan sebagai ketua Gapoktan di Desa Suko
Binangun, ini juga terkait dengan perannya sebagai kunci penyebar informasi dalam
pembicaraan mengenai bibit. Sebagai kunci penyebar informasi, Pak Sugito memiliki
akses yang cukup luas dengan sumber informasi yang berasal di luar sistem jaringan
komunikasi. Berdasarkan Gambar 3, Pak Sugito mampu mengakses node 101, 102,
103 untuk informasi mengenai bibit. Node 101 adalah penyuluh, node 102 adalah
UPTD dan node 103 adalah dinas pertanian. Informasi mengenai bibit yang
disampaikan juga terkait dengan karakteristik personal Pak Sugito yang memiliki
tingkat pendidikan, tingkat keikutsertaan dalam kelompok dan tingkat kepemilikan
media massa yang tinggi. Dengan karakteristik personal yang seperti itu memudahkan
Pak Sugito untuk mendapatkan atau mengakes informasi yang dibutuhkan serta
dengan mudah mendistribusikan informasi tersebut dengan petani ubi kayu lainnya.
Mengenai permbicaraan tentang informasi pupuk, informasi yang kerap di
sebarluaskan terkait dengan jenis pupuk yang baru, dosis dan cara pakai pupuk sesuai
dengan jenisnya, bantuan pupuk dari pemerintah dan harga jual yang berlaku di pasar
lokal atau di agen-agen setempat. Sama halnya dengan penjelasan pembicaraan
mengenai bibit, dalam proses penyampaian informasi mengenai pupuk yang
disampaikan oleh Pak Sugito terkait dengan perannya sebagai ketua Gapoktan di
Desa Suko Binangun dan memiliki karakteristik personal yang masuk ke dalam
kategori tinggi, ditambah lagi ia memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual pupuk
yang mendapatkan pasokan pupuk langsung dari distributor pupuk yang berasal dari
perusahaan pupuk. Berdasarkan Gambar 4 Pak Sugito sebagai kunci penyebar
informasi mampu mengakses node 105 yaitu distributor puuk dari perusahaan pupuk
tertentu. Oleh karena itu, Pak Sugito memiliki informasi yang penting mengenai pupuk
sehingga menjadi kunci penyebar informasi dalam jaringan komunikasi mengenai
pupuk.
Dalam pembicaraan mengenai hama dan penyakit serta panen Pak Saryo
merupakan orang yang paling mudah untuk mengakses seluruh petani ubi kayu
lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Artinya, Pak Saryo memiliki kemampuan
untuk dapat menjangkau dan mengakses seluruh petani ubi kayu dalam pembicaraan
mengenai hama dan penyakit serta panen dalam usahtani ubi kayu. Pendekatan difusi
informasi melalui Pak Saryo sangat tepat dilakukan dalam konteks tujuan sosialisasi
atau penyuluhan yang berkaitan dengan penanganan hama dan penyakit yang
114
menyerang tanaman ubi kayu serta proses panen yang baik dan benar. Umumnya,
pembicaraan mengenai hama dan penyakit adalah seputar hama dan penyait apa
yang saat ini menyerang tanaman ubi kayu, bagaimana cara untuk mengatasi hama
dan penyakit dan bagaimana cara untuk mendapatkan obat atau sejenisnya agar dapat
menangani hama dan penyakit. Pak Saryo sebagai petani ubi kayu yang memiliki
pengalaman berusahatani cukup lama memiliki nilai tersendiri dimata petani ubi kayu
lainnya sebagai salah satu sumber informasi yang berada di dalam sistem jaringan
komunikasi. Berdasarkan analisis sosiometri pada sosiogram di Gambar 5, terlihat
bahwa Pak Saryo memiliki akses terhadap sumber informasi di luar sistem yaitu UPTD.
UPTD merupakan unit pelaksana teknis daerah yang berfungsi untuk mengawasi dan
mengontrol kondisi pertanian di wilayah binaannya, dengan akses terhadap sumber
informasi tersebut sudah dapat menjadikan Pak Saryo menjadi orang yang paling
banyak dihubungi oleh semua petani ubi kayu di desa tersebut. Hal ini
menggambarkan bahwa petani ubi kayu cenderung lebih percaya terhadap informasi
yang dibawakan oleh Pak Saryo sebagai sumber informasi yang berada di dalam
sistem jaringan komunikasi dari pada oleh sumber informasi di luar sistem seperti
penyuluh. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa petani ubi kayu yang menghubungi
penyuluh hanya enam orang dan yang menghubungi Pak Saryo sebanyak 20 orang
petani ubi kayu. Hal ini disebabkan oleh posisi sosial Pak Saryo sebagai ketua
kelompok tani tertua di Desa Suko Binangun dan juga karena Pak Saryo salah satu
orang yang ikut mempopulerkan beberapa inovasi pertanian dengan ikut menerapkan
juga inovasi tersebut. Hal tersebut menggambarkan tingkat kredibilitas Pak Saryo
sebagai sumber informasi.
Pembicaraan mengenai panen yang digambarkan oleh sosiogram pada Gambar
6 memperlihatkan hasil analisis bahwa Pak Saryo merupakan kunci penyebar
informasi mengenai panen. Hal ini tentunya menjadi suatu tanda tanya mengapa
seseorang yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya atau yang memiliki nilai
sentralitas lokal yang tinggi seperti ditunjukkan oleh node 62 yaitu Pak Sunarto tidak
juga merangkap sebagai kunci penyebar informasi dalam pembicaraan mengenai
panen. Berbeda dengan jenis informasi yang diperbincangkan dalam jaringan
komunikasi mengenai panen, informasi yang kerap diakses oleh petani ubi kayu ke
Pak Sunarto lebih bersifat aspek ekonomis seperti harga jual yang diberlakukan oleh
beberapa pabrik setempat, harga ubi kayu yang berlaku di pasar lokal dan pasar
nasonal, kebutuhan produksi ubi kayu di tingkat lokal dan nasional serta isu-isu
berkaitan dengan pendirian pabrik bioetanol yang berkaitan dengan meningkatnya
115
suplay ubi kayu dan perubahan harga jual ubi kayu yang menyertai pembangunan
pabrik tersebut. Jenis informasi yang kerap diakses oleh petani ubi kayu ke Pak Saryo
terkait pada informasi domestik seperti tata cara panen yang baik dan benar, pemilihan
stek ubi kayu hasil panen untuk dijadikan bibit kembali, kuantitas produksi panen saat
ini, waktu pemanenan yang tepat sesuai varietas yang di tanam. Umumnya petani ubi
kayu yang berkomunikasi dengan Pak Saryo dilakukan pada saat yang tidak formal,
proses komunikasi terjadi dalam konteks santai dan berlokasi di ladang, rumah,
pengajian atau pertemuan kelompok tani yang sifatnya tidak formal. Kondisi seperti ini
yang menjadikan perbedaan antara Pak Saryo dan Pak Sunarto sebagai sumber
informasi yang diakses oleh petani ubi kayu dalam pembicaraan mengenai panen.
Oleh karena itu, untuk sosialisasi yang sifatnya ke aspek teknis dapat memanfaatkan
peran Pak Saryo sebagai kunci penyebar informasi, sedangkan untuk penyebaran
informasi yang bersifat ekonomis dapat memanfaatkan peran Pak Sunarto sebagai star
dalam lingkungan terdekatnya.
Hubungan Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu dengan Jaringan Komunikasi
Penelitian ini menguji hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu
dengan jaringan komunikasi menggunakan uji korelasi Pearson. Penggunaan uji
korelasi Pearson disebabkan variabel karakteristik personal merupkan data rasio dan
variabel jaringan komunikasi merupakan data rasio. Adapun, karakteristik personal
yang diuji adalah usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman berusahatani,
keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media massa sedangkan, pada
variabel jaringan komunikasi yang diuji adalah sentralitas lokal dan sentralitas global.
Sentralitas Lokal
Sentralitas lokal adalah derajat yang menunjukkan seberapa baik terhubungnya
individu tertentu dalam lingkungan terdekat atau pertetanggaan mereka. Derajat ini
menunjukkan jumlah hubungan maksimal yang mampu dibuat individu tertentu dengan
individu lain yang berada dalam lingkungan terdekatnya. Menurut Freeman (1979)
yang dikutip oleh Scott (2000) Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan
keunggulan relatif individu yang menjadi star dalam hubungan pertetanggaan.
Penelitian ini melihat bagaimana hubungan antara karakteristik personal individu petani
ubi kayu dengan sentralitas lokal. Hasil uji korelasi pearson terhadap kedua variabel
tersebut dapat dilihat pada Tabel 30.
116
Tabel 30. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal Karakteristik Personal Sentralitas Lokal
Usia - 0,139 Pendidikan 0,181 Pendapatan 0,286** Luas Lahan 0,231* Pengalaman Berusahatani -0,125 Keikutsertaan Dalam Kelompok 0,347** Kepemilikan Media Massa 0,407**
Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji dua arah) * Korelasi taraf nyata pada taraf 0,05 (uji dua arah)
Pendapatan
Berdasarkan Tabel 30 hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan
antara tingkat pendapatan dengan jaringan komunikasi. Tingkat pendapatan
berhubungan sangat nyata dan positif dengan nilai sentralitas lokal dimana, r=0,286**.
Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi
kemampuan orang tersebut untuk menghubungi orang lain dalam lingkungan terdekat.
Tingkat pendapatan seseorang menjadikan acuan bagi orang lain sebagai sumber
untuk mencari informasi dari dirinya, sehingga memungkinkan banyaknya individu lain
yang terhubung dengan dirinya. Semakin tinggi tingkat pendapatan petani ubi kayu
semakin memungkinkan dirinya memiliki hubungan yang maksimal dengan petani ubi
kayu lainnya sehingga dapat berperan sebagi star dalam lingkungan terdekatnya. Hal
ini disebabkan karena individu petani yang memiliki pendapatan yang besar cenderung
memiliki kemandirian terhadap informasi yang jauh lebih luas, sumber informasi yang
dapat mereka akses tidak terbatas pada sumber informasi yang ada di sekitar
lingkungan mereka. Oleh karena itu mereka dapat memperoleh informasi yang lebih
beragam dan lebih banyak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan selain informasi
yang tersedia di lingkungan mereka. Kondisi inilah yang menjadikan petani ubi kayu
berpendapatan tinggi memiliki kecukupan informasi mengenai teknologi produksi ubi
kayu sehingga menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian dalam arus komunikasi
sesama petani ubi kayu di lingkungan terdekatnya.
Luas Lahan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
pengembangan usaha tani. Ketersediaan lahan yang terbatas berdampak pada
perkembangan usahatani dan juga pada pendapatan petani. Tabel 30 menunjukkan
luas lahan berhubungan nyata dan positif dengan nilai sentralitas lokal dimana,
r=0,231*. Artinya, semakin luas lahan garapan petani ubi kayu maka semakin banyak
117
dirinya terhubung dengan individu lain dalam lingkungan terdekatnya. Semakin luas
lahan garapan yang dimiliki petani ubi kayu semakin memungkinkan petani tersebut
untuk berperan sebagai star atau pusat perhatian dalam lingkungan terdekatnya. Hal
ini berkaitan dengan luasnya lahan garapan petani ubi kayu yang memungkinkan untuk
melakukan ujicoba berbagai teknologi produksi baru pada lahannya, sehingga
mendorong individu tersebut untuk aktif berinteraksi dengan sesama dalam mencari,
memberi dan meyebarkan sebuah informasi. Kondisi seperti ini yang juga
memungkinkan petani ubi kayu untuk lebih aktif terlibat dalam aktifitas sosial dan
berkomunikasi dengan sumber informasi yang tersedia di lingkungannya. Selain itu,
individu yang berlahan luas dijadikan sebagai tempat petani ubi kayu lainnya untuk
bertanya mengenai informasi teknologi baru yang sedang diujicobakan. Hal inilah yang
menjadikan petani ubi kayu yang berlahan luas dapat dijadikan sebagai sumber
informasi atau pusat perhatian atau berperan sebagai star dalam lingkungan lokalnya.
Keikutsertaan dalam Kelompok
Karakteristik personal petani ubi kayu lainnya yang diuji hubungannya dengan
variabel jaringan komunikasi lainnya adalah keikutsertaan dalam kelompok.
Keikutsertaan dalam kelompok menunjukkan tingkat partisipasi petani ubi kayu dalam
aktifitas sosial yang berada di lingkungannya. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson
dinyatakan bahwa terdapat hubungan sangat nyata dan positif antara tingkat
keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok dengan nilai sentralitas, dimana r=0,347**.
Artinya tingkat keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam kelompok berhubungan sangat
nyata dengan banyaknya individu lain yang terhubung dengan dirinya dalam
lingkungan terdekatnya. Tinggi atau rendahnya keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam
kelompok yang ada sangat berhubungan dengan kemampuan dirinya dalam
menghubungi petani lain di lingkungan terdekatnya. Semakin tinggi keikutsertaan
petani dalam kelompok maka semakin banyak terhubung dengan individu lain dalam
lingkungan terdekat/lokalnya. Semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu ke
dalam kelompok semakin memungkinkan dirinya berperan sebagai star dalam
lingkungan terdekatnya. Peran sebagai star merupakan peran yang dijalankan oleh
individu tertentu yang memiliki jumlah hubungan maksimal dengan individu lainnya
dalam lingkungan terdekatnya. Individu yang berperan sebagai star dalam lingkungan
terdekatnya merupakan orang yang menjadi pusat perhatian dalam interaksi
sesamanya, mereka juga merupakan sumber informasi yang paling sering diajak
berkomunikasi dengan individu lain yang berada di lingkungan terdekat mereka. Ikut
118
serta pada banyak kelompok menjadikan petani ubi kayu terdedah oleh berbagai
informasi yang dipertukarkan oleh sesama anggota dalam kelompok tersebut, selain itu
hal tersebut juga dapat menjadikan petani ubi kayu bersosialisasi sehingga memiliki
pergaulan yang luas. Hal ini menjadikan mereka banyak terhubung dengan petani ubi
kayu lainnya. Oleh karena itu, semakin tinggi keikutsertaan petani ubi kayu ke dalam
kelompok-kelompok yang tersedia di lingkungan mereka semakin besar kemungkinan
mereka menjadi sumber informasi bagi petani ubi kayu yang lain di lingkungan terdekat
mereka.
Kepemilikan Media Massa
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif sangat nyata antara kepemilikan media massa dengan jaringan komunikasi.
Dengan kata lain, terdapat hubungan sangat nyata dan positif antara jumlah media
massa yang dimiliki petani ubi kayu dengan nilai sentralitas, dimana r=0,407**. Artinya
semakin banyak jumlah media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin
mampu petani ubi kayu tersebut mmenghubungi petani lainnya dalam lingkungan
terdekatnya sehingga, semakin besar kemungkinan petani tersebut menjadi sumber
informasi dan berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya. Banyaknya
kepemilikan terhadap sejumlah media massa memungkinkan petani ubi kayu memiliki
informasi yang cukup banyak mengenai hal-hal baru termasuk teknologi produksi ubi
kayu, sehingga petani lainnya cenderung mencari informasi dengan berkomunikasi
dengan dirinya. Kepemilikan media massa menunjukkan seberapa banyak media
massa yang dapat diakses oleh seseorang. Kepemilikan media massa petani ubi kayu
menunjukkan sejauhmana petani ubi kayu tersebut terdedah dengan informasi dari
luar. Kepemilikan media massa pada petani ubi kayu juga menunjukkan seberapa
besar kemampuan mereka dalam mencari informasi yang berkaitan dengan usahatani
ubi kayu yang mereka jalani. Informasi yang diperoleh dari media massa dapat
digunakan untuk menambah wawasan yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan
usahatani ubi kayu. Semakin banyak media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka
semakin banyak petani ubi kayu terhubung dengan petani ubi kayu yang lain dalam
lingkungan terdekat/lokalnya.
Sentralitas Global
Sentralitas global merupakan derajat yang menunjukkan berapa jarak yang harus
dilalui oleh individu tertentu untuk menghubungi semua individu di dalam sistem.
Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk dapat menghubungi semua
119
individu dalam sistem. Derajat sentralitas global dapt memberikan petunjuk mengenai
siapa-siapa saja di dalam sebuah sistem yang dapat menjadi kunci penyebar
informasi. Selanjutnya, Hubungan antara karakteristik personal individu petani ubi kayu
dengan sentralitas global dapat dilihat pada Tabel 31 di bawah ini.
Tabel 31. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas global. Karakteristik Personal Sentralitas Global
Usia 0,102 Pendidikan -0,280** Pendapatan -0,226** Luas Lahan -0,157 Pengalaman Berusahatani 0,145 Keikutsertaan Dalam Kelompok -0,263** Kepemilikan Media Massa -0,272**
Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji dua arah)
Pendidikan
Pada Tabel 31 terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif antara
pendidikan dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,280**. Artinya, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin rendah nilai sentralitas global orang
tersebut. Semakin rendah nilai sentralitas global menunjukkan semakin pendek
“distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem
sebaliknya, semakin tinggi nilai sentralitas global menunjukkan semakin panjang
“distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem (Scott,
2000). Sehingga, semakin tinggi pendidikan petani ubi kayu, maka semakin pendek
“distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh
individu dalam sistem. Dalam arti lain, semakin tinggi pendidikan petani ubi kayu, maka
semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh
petani ubi kayu lainnya dalam sistem.
Petani ubi kayu yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung menjadi
pimpinan dalam sebuah kelompok sosial atau organisasi tertentu di lingkungan mereka
sehingga memudahkan diri mereka dalam menghubungi seluruh individu dalam
sebuah sistem. Selain itu, pendidikan yang tinggi juga memungkinkan untuk
mengakses sumber informasi melebihi petani ubi kayu dengan pendidikan pada
umumnya. Dengan akses yang lebih tinggi pada beragam sumber informasi lainnya
memungkinkan untuk terhubung dengan banyak individu tidak hanya yang berada
dalam lingkungan terdekatnya namun juga pada lingkungan yang lebih luas seperti
pada batasan sebuah sistem.
120
Pendapatan
Berdasarkan uji korelasi Pearson yang disajikan pada Tabel 31 di atas, terlihat
bahwa pendapatan berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai sentralitas
global dimana r= -0,226**. Artinya, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka
semakin pendek “distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu
dalam sistem. Semakin tinggi pendapatan petani ubi kayu, maka semakin pendek jarak
atau “distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi
seluruh individu dalam sistem. Dalam arti lain, semakin tinggi pendapatan petani ubi
kayu, maka semakin besar kemampuan petani ubi kayu tersebut untuk menghubungi
seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Hal ini terjadi karena, petani ubi kayu
yang memiliki pendapatan lebih tinggi memilik kemandirian dalam mengakses sumber
informasi yang dibutuhkan. Mereka mampu mengakses informasi apa saja yang
mereka butuhkan baik yang berada di dalam lingkungan terdekatnya maupun di
lingkungan yang lebih luas atau di luar sistem sekalipun. Dengan kondisi seperti ini
memungkinkan mereka memiliki “distance” atau jarak yang singkat untuk menghubungi
petani ubi kayu lainnya dan sekaligus juga mempermudah petani ubi kayu tersebut
menghubungi seluruh individu yang berada dalam sistem.
Keikutsertaan dalam Kelompok
Keikutsertaan dalam kelompok meggambarkan sejauhmana keluasan individu
dalam bergaul dengan sesamanya. Melalui indikator ini dapat ditunjukkan sejauhmana
individu tersebut mampu mengakses berbagai sumber informasi yang tersedia dan
sejauhmana individu tersebut dapat terjangkau oleh informasi yang beredar. Indikator
ini juga menggambarkan bagaimana inidividu tertentu dapat terhubung dengan
berhubungan dengan individu lainnya baik dalam lingkungan terdekat maupun dalam
lingkungan yang jauh lebih luas yaitu sebuah sistem. Berdasarkan hasil uji Pearson
terdapat hubungan antara keikutsertaan petani dalam kelompok dengan jaringan
komunikasi. Keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok sosial berhubungan sangat
nyata dan negatif dengan nilai sentralitas global dimana r= -0,263**. Artinya, semakin
tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok maka semakin pendek
“distance” yang harus dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem.
Sehingga, semakin tinggi tingkat keikutsertaan petani ubi kayu dalam kelompok, maka
semakin pendek “distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu tersebut untuk
menghubungi seluruh individu dalam sistem.
121
Hal ini terjadi karena dengan mengikuti sejumlah kelompok yang ada tentunya
memberikan peluang petani ubi kayu untuk berhubungan dengan banyak individu.
Oleh karena itu, semakin banyak petani ubi kayu mengikuti kelompok yang ada di
lingkungannya semakin mudah bagi dirinya untuk menghubungi seluruh petani ubi
kayu lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Keikutsertaan petani ubi kayu ke
dalam sejumlah kelompok yang ada akan membuat mereka terdedah terhadap
berbagai informasi dan juga beragam sumber informasi yang ada, sehingga semakin
memudahkan petani ubi kayu tersebut dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan
untuk meningkatkan produksi usahataninya.
Kepemilikan Media Massa
Berdasarkan uji korelasi pearson pada Tabel 31 di atas menunjukkan terdapat
hubungan antara kepemilikan media massa dengan nilai sentralitas global.
Kepemilikan media massa berhubungan sangat nyata dan negatif dengan nilai
sentralitas global dimana r= -0,272**. Artinya, semakin banyak media massa yang
dimiliki petani ubi kayu maka semakin pendek “distance” yang harus dilalui oleh petani
ubi kayu tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem. Semakin banyak
media massa yang dimiliki petani ubi kayu maka semakin mampu petani ubi kayu
tersebut untuk menghubungi seluruh individu dalam sistem jaringan komunikasi.
Kepemilikan media massa menunjukkan seberapa banyak media massa yang dapat
diakses oleh seseorang. Kepemilikan media massa petani ubi kayu menunjukkan
sejauhmana petani ubi kayu tersebut terdedah dengan informasi dari luar. Mengakses
sejumlah media massa dapat menigkatkan wawasan dan pengetahuan yang jauh lebih
luas dari pada hanya mengakses sedikit media massa. Petani ubi kayu yang memiliki
wawasan dan pengetahuan yang lebih luas akan sangat dengan mudah dihubungi oleh
petani lainnya untuk dijadikan sumber informasi. Karena wawasan dan pengetahuan
yang dimiliki oleh individu tersebut dapat bersifat umum, maka tidak menutup
kemungkinan seluruh petani ubi kayu dalam sistem menjadikan petani tersebut
sebagai sumber informasi mereka. Kondisi seperti ini juga menunjukkan semakin
banyak individu yang berhubungan dengan petani ubi kayu tersebut sehingga, semakin
pendek “distance” yang harus dilalui sehingga semakin mudah bagi petani ubi kayu
tersebut untuk menghubungi seluruh individu yang berada dalam sistem jaringan
komunikasi.
122
Resume
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan petani ubi kayu dalam
jaringan komunikasi mengenai teknologi produksi berhubungan dengan beberapa
karakteristik personal yang melekat pada diri petani ubi kayu. Karakteristik personal
seperti pendapatan, luas lahan, keikutsertaan dalam kelompok dan kepemilikan media
massa berhubungan positif nyata dengan kemampuan petani ubi kayu dalam
menghubungi petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Karakteristik
personal petani seperti pendidikan, pendapatan, keikutsertaan petani dalam kelompok
dan kepemilikan media massa berhubungan negatif dengan jarak yang harus dilalui
oleh petani ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam
sistem. Artinya, karakteristik personal berhubungan positif dengan kemampuan petani
ubi kayu dalam menghubungi seluruh petani lain dalam sistem jaringan komunikasi.
Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu
Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun membentuk jaringan komunikasi dengan
sesamanya agar dapat memenuhi kebutuhan informasinya dalam meningkatkan
produksi usahatani mereka. Peningkatan produksi ubi kayu merupakan salah satu
kondisi yang dapat dicapai dengan menerapkan teknologi produksi yang telah
dianjurkan oleh lembaga yang berkewajiban atau berwenang. Dalam penelitian ini
acuan penerapan teknologi produksi berdasarkan teknik atau cara budidaya ubi kayu
berdasarkan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen
yang dianjurkan oleh Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Lampung
dan juga oleh penyuluh pertanian yang diinstruksikan oleh dinas pertanian setempat.
Petani ubi kayu yang menerapkan teknologi produksi dengan tepat dan sesuai anjuran
maka dapat meningkatkan produksi usahatani ubi kayu. Pada sisi lain, penerapan
teknologi produksi yang tepat dan sesuai dengan anjuran tentunya memerlukan suplai
informasi yang baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya, dan juga diperlukan
ketersediaan sumber informasi mengenai teknologi produksi yang memadai agar
petani ubi kayu mampu mencapai tujuannya.
Pembentukan jaringan komunikasi yang dilakukan oleh petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun akan membantu anggota jaringan dalam memenuhi kebutuhan
informasi mengenai penerapan teknologi produksi. Penelitian ini dilakukan untuk
membuktikan adanya hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan
penerapan teknologi produksi ubi kayu. Semakin luas jaringan komunikasi yang dimiliki
123
oleh petani ubi kayu maka semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang
dilakukan. Pengukuran jaringan komunikasi dalam penelitian ini menggunakan dua
jenis pengukuran yaitu sentralitas lokal dan sentralitas global. Pengujian hubungan
antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi
menggunakan korelasi Rank Spearman. Pemilihan analisis korelasi Rank Spearman
dikarenakan variabel data penerapan teknologi merupakan data skala ordinal
sedangkan data variabel jaringan komunikasi merupakan data skala rasio. Selanjutnya,
hasil uji korelasi Rank Spearman terhadap kedua variabel tersebut dapat dilihat pada
Tabel 32.
Tabel 32. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi
Jaringan Komunikasi Penerapan Teknologi Produksi Sentralitas Lokal 0,280**
Sentralitas Global -0,292**
Keterangan : ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0,01 (uji 2 arah)
Pengujian lebih rinci mengenai hubungan antara sentralitas lokal dan
sentralitas global dengan tingkat penerapan produksi dalam hal pengolahan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen dapat dilihat pada Tabel 33 berikut
ini.
Tabel 33. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen
Jaringan Komunikasi
Penerapan Teknologi Produksi (rs) Peng. Lahan
Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Panen
Sentralitas Lokal 0,191 0,088 0,216* 0,207* -0,092 Sentralitas Global -0,226* -0,050 -0,195 -0,275** 0,135
Keterangan: * Korelasi nyata pada taraf 0.05 (uji dua arah). ** Korelasi sangat nyata pada taraf 0.01 (uji dua arah).
Sentralitas Lokal
Berdasarkan Tabel 32, pengukuran sentralitas lokal dan sentralitas global
berhubungan sangat nyata dengan penerapan teknologi produksi. Artinya, keterlibatan
petani ubi kayu dalam jaringan komunikasi yang terbentuk diantara sesama mereka
berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi secara keseluruhan yang
mereka lakukan. Berdasarkan hasil uji korelasi peringkat Spearman pada Tabel 32 di
atas terlihat bahwa nilai sentralitas lokal berhubungan sangat nyata dan positif dengan
tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu, dimana rs=0,280**. Artinya, semakin
banyak petani ubi kayu terhubung dengan individu lain dalam lingkungan
terdekat/lokalnya maka, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang
124
dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Petani yang memiliki nilai sentralitas lokal
yang tinggi akan berperan sebagai star di lingkungan terdekat/lokalnya. Petani ubi
kayu yang berperan sebagai star merupakan individu yang memiliki kontak maksimal
dengan individu yang lain dalam lingkungan terdekatnya. Petani ubi kayu yang
berperan sebagai star merupakan individu yang mampu terlibat lebih sering dalam
arus pertukaran informasi sehingga kerap dijadikan sebagai sumber informasi bagi
petani ubi kayu lainnya dalam lingkungan terdekatnya. Individu ini memiliki kemudahan
dalam mengakses berbagai informasi teknologi produksi melalui interaksi dengan
sesama petani ataupun dengan sumber informasi lainnya. Oleh karena itu, individu ini
dapat memenuhi kebutuhan informasinya dalam menerapkan teknologi produksi,
sehingga ia akan menerapkan teknologi produksi lebih banyak dan lebih baik, tepat
dan sesuai dengan anjuran yang telah diberikan. Beberapa individu petani ubi kayu
yang menjadi star dalam lingkungan terdekatnya memiliki nilai skor penerapan
teknologi produksi yang relatif lebih tinggi. Selanjutnya, daftar node yang berperan
sebagai star dan rata-rata skor total penerapan teknologi dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Daftar responden yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat dan rata-rata skor total penerapan teknologi produksi ubi kayu yang diperoleh
Node Star Rata-Rata Skor Penerapan Teknologi Produksi Kategori 13 2,80 Tinggi 34 2,47 Tinggi 62 2,70 Tinggi
Keterangan : Rendah = 1,00-1,66. Sedang = 1,67-2,33. Tinggi = 2,34-3,00
Berdasarkan Tabel 34, seluruh individu petani ubi kayu yang berperan sebagai
star dalam lingkungan terdekatnya memiliki nilai skor total penerapan teknologi
produksi yang tinggi, sehingga mereka pun masuk kedalam kategori tinggi dalam
menerapkan teknologi produksi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa petani ubi
kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang menjadi star dalam
lingkungan terdekatnya cenderung untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu
dengan baik, tepat dan sesuai dengan anjuran, sehingga mereka masuk kedalam
kategori tinggi untuk menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Kondisi inilah yang
menyebabkan adanya hubungan yang sangat nyata antara sentralitas lokal dengan
penerapan teknologi produksi.
Berdasarkan Tabel 33 mengenai hubungan antara sentralitas lokal dengan
tingkat penerapan produksi berdasarkan tahapan teknologi produksi, terlihat bahwa
nilai sentralitas lokal berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam
penanaman dan pemeliharaan.Terdapat hubungan nyata dan positif antara nilai
125
sentralitas lokal dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam penanaman
dimana, rs=0,216*. Artinya, semakin tinggi nilai sentralitas lokal atau semakin populer
petani ubi kayu dalam lingkungan terdekat semakin tinggi menerapkan teknolgi
produksi dalam penanaman. Menerapkan teknologi produksi ubi kayu dalam
penanaman adalahi serangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dalam
budidaya ubi kayu yang sesuai dengan anjuran sehingga dapat meningkatkan hasil
produksi ubi kayu. Pada tahap penanaman macam penerapan teknologi produksi
berkisar sistem pertanian monokultur atau tumpang sari, posisi penanaman setek ubi
kayu, penggunaan jarak tanam, dan pemupukan dasar. Petani ubi kayu yang memiliki
nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang berperan sebagai star dalam lingkungan
terdekatnya akan menerapkan teknologi produksi dalam hal penanaman sesuai
dengan anjuran. Hal ini terjadi karena petani ubi kayu yang terdedah dengan informasi
dan sering terlibat dalam pertukaran informasi di dalam lingkungan terdekat,
cenderung memiliki pasokan informasi budidaya lebih baik daripada petani ubi kayu
yang sedikit terlibat dalam jaringan komunikasi. Oleh karena itu, dalam menerapkan
teknologi produksi, mereka tidak menemukan hambatan dalam bentuk kelangkaan
informasi sehingga memperlancar proses penerapan teknologi yang nantinya akan
meningkatkan hasil produksi usahatani mereka.
Berdasarkan Tabel 33, nilai sentralitas lokal berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Terdapat hubungan nyata dan
positif antara nilai sentralitas lokal dengan tingkat penerapan teknologi produksi dalam
penanaman dimana, rs=0,207*. Artinya, semakin tinggi nilai sentralitas lokal atau
semakin populer petani ubi kayu dalam lingkungan terdekat semakin tinggi
menerapkan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Penerapan teknologi produksi ubi
kayu dalam pemeliharaan adalah melakukan aktivitas atau kegiatan budidaya tanaman
ubi kayu dengan cara pengontrolan, memelihara tanaman ubi kayu sehingga budidaya
dapat berlangsung optimal yang sesuai dengan anjuran sehingga dapat meningkatkan
hasil produksi ubi kayu. Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi kegiatan
penyulaman, pengairan, penyiangan, pemupukan susulan dan perlindungan (proteksi
tanaman). Petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas lokal yang tinggi atau yang
berperan sebagai star dalam lingkungan terdekatnya akan menerapkan teknologi
produksi dalam hal pemeliharaan sesuai dengan anjuran. Hal ini terjadi karena
kebutuhan informasi mengenai penerapan teknologi produksi tersedia dengan baik
pada petani ubi kayu yang memiliki keterhubungan dengan petani ubi kayu lainnya
yang berada pada lingkungan terdekat. Selain itu, keterlibatan petani ubi kayu dalam
126
sebuah jaringan komunikasi dapat mempengaruhi tindakan atau penerapan teknologi
produksi karena terdpat petani ubi kayu yang berperan sebagai opinion leader atau
star. Keberadaan peran sebagai opinion leader atau star dalam sebuah jaringan
komunikasi dapat mengarahkan atau mempengaruhi tindakan seseorang sebagai hasil
dari proses komunikasi yang terpola di dalam jaringan komunikasi.
Sentralitas Global
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 32 di atas, terdapat
hubungan antara nilai sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi.
Terdapat hubungan yang sangat nyata dan negatif antara nilai sentralitas global
dengan tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu dimana, rs= -0,292**. Artinya,
semakin rendah nilai sentralitas global petani ubi kayu maka semakin tinggi tingkat
penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu tersebut. Semakin
rendah nilai sentralitas global menunjukkan semakin pendek “distance” yang harus
dilalui untuk menghubungi semua individu dalam sistem sebaliknya, semakin tinggi
nilai sentralitas global menunjukkan semakin panjang “distance” yang harus dilalui
untuk menghubungi semua individu dalam sistem (Scott, 2000). Semakin pendek
“distance” yang harus dilalui oleh petani ubi kayu untuk menghubungi seluruh individu
dalam sistem, semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh
petani ubi kayu tersebut. Dalam arti lain, semakin besar kemampuan petani ubi kayu
tersebut untuk menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sistem maka,
semakin tinggi tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi
kayu.
Sentralitas global menunjukkan kemampuan konektivitas individu dengan
individu lain dalam satuan sistem tertentu sehingga dapat berperan sebagai kunci
penyebar informasi. Individu yang berperan sebagai kunci informasi adalah orang yang
memiliki keberdayaan informasi yang dapat disebarluaskan kepada individu lain.
Kekayaan informasi ini menggambarkan bahwa ia sering terlibat dalam arus
pertukaran informasi yang terjadi dalam sistem jaringan komunikasi. Berdasarkan hasil
uji Rank Spearman pada Tabel 32, semakin banyak petani ubi kayu berhubungan
dengan individu lain dalam sistem, maka petani ubi kayu tersebut akan menerapkan
teknologi produksi jauh lebih tinggi daripada petani ubi kayu lain yang terhubung
dengan sedikit individu. Hal ini disebabkan karena tingkat keterhubungan seseorang
dengan banyak individu lain memungkinkan terjadinya proses pertukaran informasi
dalam peristiwa komunikasi yang jauh lebih sering dibandingkan dengan orang yang
hanya berhubungan dengan sedikit individu. Frekuensi pertukaran informasi yang
127
dialami oleh seseorang dalam proses komunikasi menjadikan seseorang memiliki
pengetahuan dan cadangan wawasan yang memadai dalam menerapkan teknologi
produksi ubi kayu. Semakin sering petani ubi kayu melakukan pertukaran informasi
dengan petani ubi kayu lainnya di dalam sistem maka semakin banyak informasi yang
ia terima sehingga, semakin tinggi ia menerapkan teknologi produksi ubi kayu. Selain
itu juga, semakin tinggi keterhubungan petani ubi kayu dengan semua petani ubi kayu
lainnya dalam sebuah sistem memudahkan dirinya untuk terhubung dengan sumber
informasi yang berasal di luar sistem.
Node 13 dan node 34 merupakan individu yang memiliki peran sangat penting
dalam proses pertukaran dan penyebaran informasi mengenai teknologi produksi.
Node 13 adalah Pak Sugito yang merupakan ketua Gapoktan di Desa Suko Binangun.
Pak Sugito merupakan kunci penyebar informasi teknologi produksi ubi kayu untuk
informasi bibit dan pupuk. Node 34 adalah Pak Saryo yang merupakan ketua kelompok
tani untuk petani ubi kayu yang berdomisili di Dusun Wates. Kedua aktor ini
merupakan petanii ubi kayu yang memiliki jarak atau distance terpendek untuk dapat
berhubungan dengan petani lainnya dalam sistem jaringan komunikasi. Selain memiliki
karakteristik personal, sumberdaya informasi dan kepribadian yang kosmopolit, kedua
aktor ini juga memiliki akses yang cukup luas dengan sumber informasi di luar sistem.
Kemampuan untuk mengakses berbagai sumber informasi inilah yang menyediakan
informasi apa saja yang mereka butuhkan untuk menerapkan teknologi produksi yang
nantinya dapat meningkatkan produksi usahatani mereka. Ketersediaan informasi yang
cukup pada kenyataannya dapat mebimbing, mengarahkan dan membantu mereka
dalam menerapkan taknologi produksi sesuai dengan anjuran. Berdasarkan Tabel 34,
node Pak Sugito (node 13) dan Pak Saryo (node 34) memiliki rata-rata skor totol
penerapan teknologi ubi kayu yang masuk ke dalam kategori tinggi. Mereka
menerapkan banyak jenis teknologi produksi yang dianjurkan dan melakukan
penerapan tersebut sesuai dengan apa yang sudah dianjurkan oleh penyuluh
pertanian setempat.
Berdasarkan Tabel 33 mengenai hubungan antara sentralitas lokal dengan
tingkat penerapan produksi berdasarkan tahapan teknologi produksi, terlihat bahwa
nilai sentralitas global berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi
dalam aspek pengolahan lahan dan pemeliharaan. Terdapat hubungan nyata dan
negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi
dalam pengolahan tanah dimana, rs= -0,226*. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas
global atau semakin mampu petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu yang
128
lain dalam sebuah sistem jaringan komunikasi maka, semakin tinggi menerapkan
teknolgi produksi dalam aspek pengolahan tanah. Pengolahan lahan adalah salah satu
tahapan dalam pelaksanaan budidaya tanaman ubi kayu dengan cara mempersiapkan
lahan untuk budidaya tanaman ubi kayu. Tanaman ubi kayu membutuhkan struktur
tanah yang gembur agar perkembangan ubi dapat tumbuh dengan leluasa. Adapun
cara penyiapan lahan terdiri atas guludan, hamparan, bajang tergantung pada jenis
tanah yang akan ditanami tanaman ubi kayu. Petani ubi kayu yang memiliki
kemampuan dalam mengakses seluruh individu dalam sistem jaringan komunikasi
memiliki frekuensi pertukaran informasi yang lebih sering daripada petani ubi kayu
yang hanya terhubung dengan sedikit individu dalam sistem. Dengan melakukan
pertukaran informasi kedua partisipan komunikasi akan memiliki banyak alternatif
tindakan untuk memutuskan jenis teknologi yang akan diterapkan dan juga memiliki
kecukupan informasi yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi produksi sesuai
dengan yang telah dianjurkan.
Berdasarkan Tabel 33, nilai sentralitas global berhubungan dengan tingkat
penerapan teknologi produksi dalam pemeliharaan. Terdapat hubungan sangat nyata
dan negatif antara nilai sentralitas global dengan tingkat penerapan teknologi produksi
dalam penanaman dimana, rs= -0,275**. Artinya, semakin rendah nilai sentralitas global
atau semakin mampu petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu yang lain
dalam sebuah sistem jaringan komunikasi maka, semakin tinggi menerapkan teknolgi
produksi dalam aspek pemeliharaan. Dalam arti lain, petani ubi kayu yang memiliki
nilai sentralitas global terendah akan menerapkan banyak jenis teknologi produksi
mengenai pemeliharaan dan melakukan penerapan teknologi produksi dalam aspek
pengolahan lahan sesuai dengan apa yang telah dianjurkan oleh petugas penyuluhan
setempat. Kemampuan petani ubi kayu yang memiliki nilai sentralitas global terendah
berdampak pada pendeknya jarak yang harus ditempuh oleh individu untuk
menjangkau petani ubi kayu lainnya dalam sistem. Kondisi ini berdampak pada
kemudahan petani ubi kayu untuk memiliki kecukupan informasi dalam menerapkan
teknologi produksi. Kecukupan informasi diperoleh dengan akses yang dimiliki baik
kepada sumber informasi yang berada di dalam sistem maupun di luar sistem.
Resume
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan petani ubi kayu di Desa
Suko Binangun berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi produksi yang
dilakukan. Kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi petani ubi kayu lainnya
129
dalam lingkungan terdekatnya berhubungan dengan penerapan teknologi produksi
yang ia lakukan, demikian halnya dengan kemampuan petani ubi kayu dalam
menghubungi seluruh petani ubi kayu dalam sistem jaringan komunikasi yang juga
berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang ia lakuan. Pada pengujian
lebih rinci, kemamapuan petani ubi kayu untuk menghubungi petani ubi kayu lainnya
dalam lingkungan lokal berhubungan dengan penerapan teknologi produksi pada
aspek penanaman dan pemeliharaan sedangkan, kemampuan petani ubi kayu dalam
menghubungi seluruh petani ubi kayu lainnya dalam sebuah sistem berhubungan
dengan aspek penyiapan lahan dan pemeliharaan.