Hari Kusta Sedunia 2015

16
HARI KUSTA SEDUNIA 2015: HILANGKAN STIGMA! KUSTA BISA SEMBUH TUNTAS Here Are Eight Popular Diet Myths That Are Totally Busted (The Daily Western) DIPUBLIKASIKAN PADA : SABTU, 24 JANUARI 2015 00:00:00, DIBACA : 1.122 KALI Jakarta, 24 Januari 2015 Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan kecacatan. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan penyakit yang tidak mudah menular, karena diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini. Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta. Kecacatan yang nampak pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia. Meskipun penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita

description

Berita Tentang Hari Kusta Sedunia

Transcript of Hari Kusta Sedunia 2015

HARI KUSTA SEDUNIA 2015: HILANGKAN STIGMA! KUSTA BISA SEMBUH TUNTASHere Are Eight Popular Diet Myths That Are Totally Busted(The Daily Western)DIPUBLIKASIKAN PADA : SABTU, 24 JANUARI 2015 00:00:00, DIBACA : 1.122 KALI

Jakarta, 24 Januari 2015

Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan kecacatan. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan penyakit yang tidak mudah menular, karena diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini.

Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta.

Kecacatan yang nampak pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia. Meskipun penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Survei di lima Kabupaten di Indonesia (Kab. Subang, Malang, Gresik, Gowa, dan Bone) pada tahun 2007 memotret diskriminasi yang dialami penderita kusta baik di lingkungan keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya.

Stigma dan diskriminasi seringkali menghambat penemuan kasus kusta secara dini, pengobatan pada penderita, serta penanganan permasalahan medis yang dialami oleh penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta. Karena itu, dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat. Penderita diharapkan dapat mengubah pola pikirnya, sehingga dapat berdaya untuk menolong diri mereka sendiri, bahkan orang lain. Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat mengubah pandangannya serta membantu penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatan secara mandiri.

Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru, dengan angka kecacatan 6,82 per 1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dengan kasus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus).

Untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk meningkatkan motivasi, mengubah pandangan dan menghilangkan stigma bagi penderita kusta juga OYPMK, maka setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan Januari, diperingati sebagai hari kusta sedunia atau world leprosy day. Tahun ini, hari kusta sedunia jatuh pada 25 Januari 2015 dengan tema Hilangkan Stigma! Kusta Bisa Disembuhkan Secara Tuntas.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan alamat emailkontak[at]kemkes[dot]go[dot]id

PERINGATAN HARI KUSTA SEDUNIA MENKES TANDATANGANI PIAGAM SERUAN NASIONAL MENGATASI KUSTA 2012From Brazil To Japan, Fascinating Trip To Gas Stations From Around The World(The Daily Western)DIPUBLIKASIKAN PADA : SENIN, 27 FEBRUARI 2012 03:43:45, DIBACA : 1.501 KALIJakarta, 26 Januari 2012

Hari ini (27/2) Menkes RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH bersama 11 organisasi profesi (IDI, PERDOSKI, PERDOSRI, IPNI, IBI, PREI, ARVI, ARSADA, IAKMI, AIPKI) 2 Fakultas Kedokteran (FKUI, FK Atmajaya) dan WHO Indonesia tandatangani Piagam Seruan Nasional Mengatasi Kusta dalam rangka Hari Kusta Sedunia Ke-59, di Kemenkes RI.Penandatanganan Piagam Seruan Nasional Mengatasi Kusta merupakan upaya untuk menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) di masyarakat, termasuk dalam layanan publik. Sebab, di beberapa tempat masih diperoleh laporan bahwa Orang Yang Pernah Mengalami Kusta ditolak dalam layanan publik, termasuk dalam layanan kesehatan, terang Menkes.Pada tahun ini Peringatan Hari Kusta Sedunia mengangkat tema Berdayakan orang yang pernah mengalami kusta agar mandiri, dan sub tema Mari dukung orang yang pernah mengalami kusta agar menjadi sehat dan sejahtera dan Hapus diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta dalam layanan publik.Hari Kusta Sedunia diperingati pada hari Minggu terakhir bulan Januari. Hal ini dijadikan momentum untuk mengingatkan bahwa Orang Yang Pernah Mengalami Kusta memerlukan perhatian seluruh masyarakat.Menkes mengatakan, adanya stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK di Tanah Air dibuktikan dari hasil Survei Situasi Stigma dan Diskriminasi terhadap OYPMK di 5 kabupaten dan hasil Penelitian Mengenai Pemenuhan dan Perlindungan Hak OYPMK dan Keluarga Mereka - yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).Diskriminasi dialami OYPMK dalam bentuk penolakan di sekolah, di tempat kerja, dan dalam mendapatkan pekerjaan. Lebih memprihatinkan lagi adalah, mereka juga ditolak di layanan kesehatan imbuh Menkes.Dalam pidatonya Menkes menegaskan, seperti penduduk Indonesia lainnya, orang yang pernah mengalami kusta berhak mendapatkan pelayanan di Puskesmas, di Rumah Sakit, di fasilitas kesehatan apa pun dan di bagian mana pun di wilayah Republik Indonesia.Saya melarang perlakuan diskriminatif kepada orang yang pernah mengalami kusta di Tanah Air kita dengan alasan apa pun juga, tegas Menkes.Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%) adalah anak-anak. Keadaan ini menunjukkan, penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan keterlambatan penemuan kasus masih terjadi.Menkes menyampaikan, beban penyakit kusta di Indonesia masih tinggi. Jumlah kasus yang ditemukan masih relatif banyak, dan kecacatan yang diakibatkannya masih sering terjadi. Oleh karena itu seluruh jajaran Kementerian Kesehatan dan seluruh jajaran lintas sektor terkait bersama seluruh organisasi profesi kesehatan, LSM dan seluruh lapisan masyarakat harus bekerja keras, bekerja cerdas, dan berpikir keras untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan dalam mengendalikan kusta. Hal ini dilakukan untuk mencapai target global yang dimuat dalam Enhanced Global Strategy for Further Reducing the Disease Burden due to Leprosy 2011-2015.Kita juga harus menurunkan angka cacat tingkat 2 per 100.000 penduduk sebesar 35 % pada tahun 2015 dibandingkan dengan angka tahun 2010, tambah Menkes.Menkes menegaskan hal lain yang harus disikapi dan diwujudkan adalah kesetaraan, keadilan sosial, hak asasi dan pemberdayaan OYPMK. Sebab, masalah yang ditimbulkan akibat berbagai kesejangan dan ketidakadilan ini, bukan masalah kesehatan semata, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. OYPMK yang sudah cacat seringkali tergantung secara fisik dan finansial kepada orang lain dan berisiko untuk berujung pada kemiskinan.Selanjutnya, wacana tentang perubahan status Rumah Sakit Khusus Kusta menjadi Rumah Sakit Umum perlu dikaji dengan sungguh-sungguh. Kita harus mengantisipasi dan mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul terhadap OYPMK. Di satu sisi perubahan status ini dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK, namun di sisi lain apabila masih ada Rumah Sakit Umum yang belum siap untuk menerima mereka, hal ini dapat berakibat terlantarnya pelayanan kesehatan dan pengobatan OYPMK, terang Menkes.Di akhir acara Menkes meminta kepada seluruh jajaran kesehatan di Tanah Air agar selain melakukan upaya pengobatan, hendaknya dilakukan pula upaya promosi pengendalian kusta. Utamanya, mengenai pentingnya untuk terus melakukan penemuan dan pengobatan dini secara teratur pada penderita kusta - sebelum cacat - di ujung tombak pelayanan kesehatan. Upaya promosi ini tentu perlu mendapat bantuan, dukungan, dan peran serta seluruh lapisan masyarakat termasuk OYPMK sendiri.Turut hadir pada acara penandatanganan tersebut, Pejabat Eselon-1 Kemenkes dan dari Jajaran Lintas Sektor, Perwakilan WHO di Indonesia, Perwakilan Netherlands Leprosy Relief di Indonesia, Ketua Organisasi Profesi Kesehatan dan Para Wakil LSM. Peringatan Hari Kusta Sedunia ke-59 hari ini juga dimeriahkan dengan Seminar untuk Tenaga Kesehatan dan Pemberdayaan OYPMK yang diselenggarakan di Kemenkes RI.Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail [email protected],kontak[at]depkes[dot]go[dot]id.

Hari Kusta Sedunia, Kusta Indonesia Peringkat III Dunia!15 Of The Most Stunning Natural Waterfalls And Pools. Heaven On Earth.(The Daily Western)REP| 28 February 2012 | 06:39Dibaca:2357Komentar:21

ilustasi/admin (antarafoto.com)Hari Kusta Sedunia diperingati pada hari Minggu terakhir bulan Januari. Hal ini dijadikan momentum untuk mengingatkan bahwa Orang Yang Pernah Mengalami Kusta memerlukan perhatian seluruh masyarakat.Adanya stigma dan diskriminasi terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) di Tanah Air dibuktikan dari hasil Survei Situasi Stigma dan Diskriminasi terhadap OYPMK di 5 kabupaten dan hasil Penelitian Mengenai Pemenuhan dan Perlindungan Hak OYPMK dan Keluarga Mereka yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Diskriminasi dialami OYPMK dalam bentuk penolakan di sekolah, di tempat kerja, dan dalam mendapatkan pekerjaan. Lebih memprihatinkan lagi adalah, mereka juga ditolak di layanan kesehatan.Dalam pidatonya Menkes RI tanggal 27 Februari 2012, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH bersama 11 organisasi profesi (IDI, PERDOSKI, PERDOSRI, IPNI, IBI, PREI, ARVI, ARSADA, IAKMI, AIPKI) 2 Fakultas Kedokteran (FKUI, FK Atmajaya) dan WHO Indonesia tandatangani Piagam Seruan Nasional Mengatasi Kusta dalam rangka Hari Kusta Sedunia Ke-59, di kantor Kemenkes RI menegaskan, seperti penduduk Indonesia lainnya, orang yang pernah mengalami kusta berhak mendapatkan pelayanan di Puskesmas, di Rumah Sakit, di fasilitas kesehatan apa pun dan di bagian mana pun di wilayah Republik Indonesia.Saya melarang perlakuan diskriminatif kepada orang yang pernah mengalami kusta di Tanah Air kita dengan alasan apa pun juga, tegas Menkes.Kenapa kusta perlu perhatian masyarakat ?Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang kasus baru kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brasil. Pada tahun 2010, Indonesia melaporkan 17.012 kasus baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak). Selanjutnya, 1.904 kasus (11,2%) adalah anak-anak. Keadaan ini menunjukkan, penularan penyakit kusta masih ada di masyarakat dan keterlambatan penemuan kasus masih terjadi.DalamGlobal Strategy for Further Reducing the Disease Burden Due To Leprosy 2011-2015yang dicanangkan WHO, disebutkan target global yang hendak dicapai tahun 2015 yaitu penurunan 35% angka cacat yang kelihatan (tingkat II) pada tahun 2015 dari data tahun 2010. Hal ini relevan untuk dicapai dengan melihat besarnya beban akibat kecacatan kusta.Sebenarnya Apa Sih Kusta ?Kusta ataulepra (leprosy)adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta bukan penyakit keturunan atau kutukan Tuhan.Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yaknikushthaberarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut jugaMorbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.Bagaimana Tanda-Tandanya ?Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh. Yang penting setidak-tidaknya dapat menduga ke arah penyakit kusta.Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda secara umum, agar dikenal oleh masyarakat awam, yaitu: Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit Alis rambut rontok Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa) Terutama bagi kelainan kulit yang berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang), hiperpigmentasi (warna kulit menjadi lebih gelap), dan eritematosa (kemerahan pada kulit).Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda cardinal (tanda utama) yaitu:1. Bercak kulit yang mati rasaBercak hipopigmentasi (warna kulit menjadi lebih terang)atau eritematosa (kemerahan pada kulit), makula (mendatar) atau plak (meninggi). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.

Gambar 1. Bercak Eritematosa

Gambar 2. Bercak Hipopigmentasi2. Penebalan saraf tepiDapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu : Gangguan fungsi sensoris : mati rasa. Gangguan fungsi motoris : kelumpuhan. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, bengkak, pertumbuhan rambut yang terganggu.3. Ditemukan kuman tahan asamBahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.

Bagaimana Penularanya?Pada umumnya penularan penyakit kusta adalah:1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam.2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka. Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah : Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehatBagaimana Pencegahan Penularan Penyakit Kusta?Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab. Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa : Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara teratur Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisikPenyakit Kusta merupakan salah satu permasalahan indonesia dari sekian banyak permasalahan yang masih saja terjadi selain meningkatnya penyakit lainya serta munculnya penyakit-penyakit baru. Mudah-mudahan program yang diselenggarakan pemerintah ini memiliki solusi dan tindakan nyata yang disertai dukungan lintas sektor. Karena Hingga kini berdasarkan wawancara pihak puskesmas dan kepala desa disekitar tempat tinggal saya, salah satu program kesehatan yaitu Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang di programkan pemerintah dari tahun 2006 hingga munculpedoman desa dan kelurahan siaga aktiftahun 2010 danpedoman tahun 2011yang baru oleh kementrian kesehatan hingga kini banyak yang belum mengetahui program tersebut yang semestinya sudah berjalan dan dievaluasi untuk mencapai target 80 % desa dan kelurahan siaga aktif untuk menjadi basis Indonesia sehat. Semoga hal ini tidak terjadi di sebagian besar daerah Indonesia.Melalui Peringatan Hari Kusta sedunia ini pemerintah, masyarakat dan khususnya saya diingatkan akan kasus kusta untuk bisa berbagi melalui berbagai media yang ada. Semoga Indonesia Bebas Kusta, dan Sehat sepanjang Hayat.(Rujukan Berbagai Sumber).SalamAgus Samsudrajat S

MEMPERINGATI HARI KUSTA SEDUNIA 2015 HILANGKAN STIGMA! KUSTA DAPAT DISEMBUHKAN DENGAN TUNTASPenyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.Penyakit ini merupakan penyakit yang menyerang saraf tepi, kulit dan organ lainnya sehingga menimbulkan kecacatan. Di dunia kasus baru kusta tahun 2012 sebesar 18.994 kasus. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi hingga saat ini. Pada tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 diantara penderita baru sebanyak 9,86%. Berdasarkan hal tersebut, Indonesia menempati urutan ketiga dunia setelah India dan Brazil (WHO, 2013).Dalam perjalanan penyakitnya, kusta yang ditemukan dan diobati terlambat dapat menimbulkan kecacatan. Kecacatan yang kelihatan pada penderita kusta seringkali tampak menyeramkan sehingga menyebabkan perasaan jijik dan ketakutan yang berlebihan terhadap kusta (leprofobia). Meskipun penderita kusta telah selesai minum obat, status penderita kusta tetap melekat pada dirinya seumur hidup. Status predikat inilah yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada penderita. Penderita merasa kecewa, takut dan duka yang mendalam terhadap keadaan dirinya, tidak percaya diri, malu,merasa diri tidak berharga dan berguna dan kekhawatiran akan dikucilkan. Selain itu, opini masyarakat (stigma) juga menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di 5 kabupaten Indonesia pada tahun 2007, diskriminasi pada penderita kusta terjadi pada sarana dan pelayanan publik seperti sekolah, perusahaan, restoran, sarana ibadah, sarana kesehatan dan sarana umum lainnya. Kecacatan yang ada pada penderita kusta juga menyebabkan diskriminasi atau penolakan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk penolakan yang dilakukan masyarakat bermacam-macam seperti dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan, diceraikan dari pasangan hidupnya, tidak boleh masuk tempat ibadah, restoran, hotel dan lain-lain. Masih adanya diskriminasi dilakukan oleh petugas kesehatan yang seharusnya memberikan pelayanan kepada penderita masih takut dan enggan melayani penderita kusta.Stigma dan diskriminasi seringkali menghambat penemuan kasus kusta secara dini, pengobatan pada penderita, serta penanganan permasalahan medis yang dialami oleh penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta. Timbulnya stigma pada penderita maupun masyarakat menyebabkan keterbatasan penderita kusta dan orang yang pernah mengalami kusta untuk dapat menerima hak asasinya secara penuh sebagai seorang manusia dan sebagai bagian dari masyarakat.Stigma merupakan salah satu faktor penting pengucilan sosial bagi orang-orang yang memiliki masalah kesehatan. Orang-orang yang pernah mengalami kusta, kecacatan fisik yang terkait kusta, serta anggota keluarga mereka sering ditolak dalam partisipasi sosial. Stigma ini dapat menjadi sangat kuat dan melumpuhkan, stigma tersebut dapat menjadi lebih buruk daripada penyakit itu sendiri. Dalam banyak kasus, stigma memiliki dampak langsung pada pada situasi sosial dan ekonomi mereka. Terlepas dari efek langsung terhadap individu dan kelompok masyarakat, stigma dan diskriminasi sering menjadi penghalang utama untuk pelaksanaan yang efektif pada program kusta atau rehabilitasi. Kesadaran akan pentingnya stigma yang berhubungan dengan kesehatan meningkat dan banyak proyek telah mendapatkan beberapa pengalaman dengan kegiatan pengurangan stigma.Dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat. Penderita diharapkan dapat merubah pola pikirnya sehingga akhirnya mereka dapat berdaya dalam menolong dirinya sendiri bahkan oranglain. Masyarakat diharapkan dapat mengubah pandangannya serta membantu penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri.Berbagai upaya dalam meningkatkan motivasi dan merubah pola pikir penderita kusta serta mengubah pandangan masyarakat maka diselenggarakan berbagai kegiatan dalam memperingati hari Kusta sedunia ke -62. Tema yang diangkat pada peringatan ini adalah Hilangkan Stigma ; Kusta Dapat Disembuhkan Dengan Tuntas. Beberapa kegiatan yang akan dilakukan antara lain seminar tentang upaya mengurangi stiga negatif tentang Kusta, Penayangan iklan layanan masyarakat tentang kusta, penyebarluasan dan pemasangan media di tempat-tempat strategis dan pembuatan video tentang kegiatan perawatan diri yang dilakukan di komunitas pada daerah masing-masing. Berbagai kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman tentang penyakit kusta dan menurunkan stigma di masyarakat. Dalam kegiatan tersebut diupayakan melibatkan orang yang pernah mengalami kusta, lintas sektor, akademisi, mahasiswa, pemuka agama, tenaga medis dan NGO lokal.