Handout Kekuatan Bahan

download Handout Kekuatan Bahan

of 13

Transcript of Handout Kekuatan Bahan

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    1/13

    KEKUATAN BAHAN

    Oleh :

    Prof. Dr. Ir. Santosa, MP

    Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian,

    Fakultas Teknologi Pertanian Universitas AndalasPadang, November 2009

    (1) Tarikan, Desakan, dan Geseran

    Tegangan dan regangan akibat gaya aksial, dapat diikuti pada persamaan (1), (2),

    (3), (4), dan (5).

    = P / A ................................................. (1)

    dengan adalah tegangan (pascal), P adalah gaya (newton), dan A adalah luas

    penampang (m2).

    = / L ...................................................... (2)

    dengan adalah regangan (dalam m/m atau tanpa dimensi), adalah pertambahan

    panjang (pada peristiwa tarikan) atau pengurangan panjang (pada peristiwa desakan)

    (dalam m), dan L adalah panjang batang mula-mula (dalam m).

    Pada grafik tegangan (sumbu vertikal) versus regangan (sumbu horisontal), di daerah

    elastis, nilai tangens adalah selalu konstan, yang pada bahan tertentu nilainya juga

    sudah pasti (konstan).

    tangens = p / p ...................................... (3)

    dengan p adalah tegangan pada batas elastik, p adalah regangan pada batas elastik.

    Nilai tangens tersebut disebut Moduls Young atau Modulus Elastisitas atau

    Modulus Elastik, yang biasanya disimbulkan dengan huruf E.

    Hukum Hooke dapat dituliskan :

    = E . .........................................................(4)dengan adalah tegangan aksial (dalam Pa), E adalah modulus elastisitas (dalam

    Pa), dan adalah regangan (dalam m/m atau tanpa dimensi)

    Besarnya deformasi aksial ( ) dinyatakan :

    = ( P . L ) / ( A . E) ................................ (5)

    Tabel modulus elastisitas disajikan pada Tabel 1.

    1

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    2/13

    Tabel 1. Kerapatan dan Modulus Elastisitas Bahan

    Tipe Bahan Kerapatan

    (kg/m3)

    Modulus Elastisitas

    (kN/mm2) (GPa)

    Logam Baja 7800 207 207Logam Aluminium

    (alloy)

    2700 71 71

    Logam Kuningan 8800 117 117

    Kayu

    Lunak

    Kayu 480 9 9

    Plastik Polipropilin 900 1,4 1,4

    Plastik Akrylic 1180 3,1 3,1

    Plastik Polikarbonat 1200 2,4 2,4

    Plastik Plastik

    (PVC) Padat

    1390 3,4 3,4

    Sumber : Iremonger (1982) dan dikonversi

    Catatan : Sifat bahan tersebut pada pembebanan jangka pendek pada 20 oC.

    Angka Poisson (= Rasio Poisson, Perbandingan Poisson) didefinisikan seperti

    pada persamaan (6). Jika suatu beban tarik dikenakan pada suatu batang, maka batang

    akan bertambah panjang. Jika disebut arah memanjangnya batang tersebut ( = arah

    longitudinal) adalah arah sumbu X, maka arah lateral (yaitu arah yang tegak lurus

    terhadap arah pembebanan) baik sumbu Y maupun sumbu Z akan terjadi

    pengurangan panjang (atau perpendekan). Besarnya regangan ke arah sumbu X,

    sumbu Y, dan sumbu Z berturut turut :

    x = x / Lx , nilainya (+) karena bertambah panjang.

    y = y / Ly , nilainya (-) karena bertambah pendek.

    z = z / Lz , nilainya (-) karena bertambah pendek.

    maka perbandingan regangannya :

    - y / x = - z / x = ................................. (6)

    dengan disebut angka Poisson.

    Nilai angka Poisson pada beberapa bahan disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Angka Poisson

    2

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    3/13

    Bahan Angka Poisson

    Baja 0,25 0,30

    Beton 0,20

    Logam logam lain 0,33

    Sumber : Prasetio (1984)

    Tegangan kerja pada suatu beban harus berada pada daerah elastis, maka

    nilainya harus lebih rendah dari tegangan luluh. Di dalam desain, tegangan kerja atau

    yang disebut juga dengan tegangan ijin (allowable stressess) diperoleh dari persamaan

    (7) :

    Tegangan Ijin = Tegangan Maksimum / Faktor Keamanan ...... (7)

    Sebagai contoh, baja karbon rendah, yang memiliki tegangan tarik maksimum (atau

    tegangan ultimat) sebesar 414 MPa, dengan faktor keamanan sebesar 4,8, maka

    besarnya tegangan ijin = 414 MPa / 4,8 = 86,25 MPa.

    Nilai tegangan kerja dari beberapa bahan disajikan pada Tabel 3.

    Tabel 3. Tegangan Kerja Beberapa Bahan Berdasarkan Sifat Pembebanannya

    A. Static Loading

    Material Tension

    (MPa)

    Compression

    (MPa)

    Shear

    (MPa)

    Low - carbon steel 83-166 83-166 55-110

    Medium carbon

    steel

    110-207 110-207 83-138

    Cast steel 55-103 55-103 41-83

    Cast iron 21-28 70-110 21-28

    B.Repeated or Shock Loading

    Material Tension

    (MPa)

    Compression

    (MPa)

    Shear

    (MPa)

    Low - carbon steel 42-84 42-84 28-56Medium carbon 55-103 55-103 42-84

    3

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    4/13

    steel

    Cast steel 28-52 28-52 21-42

    Cast iron 10-14 35-55 10-14

    Sumber : Harris (1982)

    Nilai batas mulur dan kekuatan tarik baja karbon untuk konstruksi mesin

    berdasarkan JIS (Standar Industri Jepang) G 4051 disajikan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Batas Mulur dan Kekuatan Tarik Baja Karbon untuk Konstruksi Mesin

    LambangBatas Mulur (kg/mm2) Kekuatan Tarik (kg/mm2)

    N H N H

    S30C 29 34 48 55S35C 31 40 52 58

    S40C 33 45 55 62

    S45C 35 50 58 70

    S50C 37 55 62 75

    S55C 40 60 66 80

    S15CK - 35 - 50

    Sumber : Sularso dan Suga (1987)

    Keterangan : N = Perlakuan panas : penormalan

    H = Perlakuan panas : celup dingin ataupun temper

    Nilai kekuatan tarik baja karbon difinis dingin berdasarkan JIS (Standar

    Industri Jepang) G 3123 disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 5. Kekuatan Tarik Batang Baja Karbon Difinis Dingin (Sering Dipakai

    untuk Poros)

    LambangPerlakuan

    PanasDiameter (mm)

    Kekuatan Tarik

    (kg/mm2)

    S35C-D

    Dilunakkan20 atau kurang 58 79

    21 80 53 69

    Tanpa

    Dilunakkan

    20 atau kurang 63 82

    21 80 58 72

    S45C-D

    Dilunakkan20 atau kurang 65 86

    21 80 60 -76

    Tanpa

    Dilunakkan

    20 atau kurang 71 91

    21 80 66 81S55C-D Dilunakkan 20 atau kurang 72 -93

    4

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    5/13

    21 80 67 83

    Tanpa

    Dilunakkan

    20 atau kurang 80 101

    21 80 75 91

    Sumber : Sularso dan Suga (1987)

    Nilai batas mulur dan kekuatan tarik baja khrom nikel berdasarkan JIS

    (Standar Industri Jepang) G 4102 disajikan pada Tabel 6.

    Tabel 6. Batas Mulur dan Kekuatan Tarik Baja Khrom Nikel

    Lambang Batas Mulur (kg/mm2) Kekuatan Tarik (kg/mm2)

    SNC2 70 85

    SNC3 80 95

    SNC21 - 80

    SNC22 - 100

    Sumber : Sularso dan Suga (1987)

    Rumus tentang tegangan thermal disajikan pada persamaan (8). Jika suatu

    balok diberi perlakuan panas, maka perubahan temperatur yang terjadi tersebut dapat

    menimbulkan tegangan. Misalnya pada balok yang ujung ujungnya dijepit,

    kemudian suhu balok dinaikkan dari to menjadi t. Karen pemuaian balok tersebut

    dilawan oleh gaya reaksi pada ujung ujung balok, maka pada balok tersebut timbul

    tegangan kompresif. Dengan asumsi bahwa panjang balok adalah tetap, maka

    tegangan kompresif yang ditimbulkan oleh reaksi pada ujung ujung balok adalah :

    = E . ( t - to) ....................................... (8)

    dengan adalah tegangan yang timbul, adalah koefisien muai bahan balok, dan

    E adalah modulus elastisitas.

    Tegangan dan regangan akibat gaya geser dapat diikuti pada persamaan (9),

    (10), (11), (12), (13), (14) :

    = Q / As .............................................................. (9)

    dengan adalah tegangan geser (dalam Pa), Q adalah gaya geser (dalam N), As

    adalah luas penampang geser (dalam m2).

    Jika gaya geser bekerja pada elemen empat persegi panjang, maka :

    5

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    6/13

    tg = s / L ..................................................... (10)

    Besarnya nilai dinyatakan dalam radian. Pada nilai sudut kecil, maka berlaku :

    = tg ................................................................... (11)

    Persamaan (11) disubstitusikan ke persamaan (10) sehingga diperoleh :

    = s / L .............................................................. (12)

    Besaran inilah yang disebut regangan geser.

    Pada daerah elastis, nilai tegangan geser sebanding dengan nilai regangan

    geser, maka berlaku Hukum Hooke, ditulliskan :

    = G . .................................................................... (13)

    dengan adalah tegangan geser (dalam Pa), adalah regangan geser (tak berdimensi),

    dan G adalah modulus elastisitas geser (= modulus geser, modulus kekakuan,

    modulus ketegaran) (dalam Pa). Besarnya modulus elastisitas geser pada beberapa

    bahan disajikan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Nilai Modulus Elastisitas dan Modulus Elastisitas Geser Beberapa Bahan

    BahanModulus Elastisitas (GPa)

    Tarik atau Desak Geser

    Paduan aluminum 2014-T6 75 27,6

    Paduan aluminum 6061-T6 70 25,6

    Besi Cor Abu -abu 90 41

    Besi Cor - Tempa 170 83

    Paduan Magnesium, AM100A 45 17

    Baja Karbon 0,6 % (rol panas) 200 83

    Sumber : Tanisan (1993)

    Dari persamaan (9), (12), dan (13), dapat diturunkan rumus deformasi geser :

    s = ( Q . L ) / ( As . G ) .......................... (14)

    (2) Gaya Lintang dan Momen Lentur

    Pada balok tumpuan sederhana, maka berlaku tiga persamaan kesetimbangan, yaitu :

    (a) M di suatu titik = 0

    (b) Fvertikal = 0

    6

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    7/13

    (c) Fhorisontal = 0

    Pada balok terjepit satu ujung (atau kantilever), juga berlaku persamaan

    kesetimbangan gaya.

    (3) Tegangan pada Batang akibat Beban Lateral

    Momen inersia atau momen luas kedua ( second momen of area) pada suatu

    penampang lintang yang berbentuk empat persegi panjang, dengan lebar dasar b dan

    tinggi h, terhadap sumbu netral atau titik berat (Ix) adalah :

    Ix = b . h3 / 12 ..................................................................... (15)

    Momen inersia pada penampang berupa lingkaran dengan jari jari r adalah :

    Ix = ( / 4 ) . r4 ............................................................ (16)

    Jika dinyatakan dalam diameter lingkaran (d), maka besarnya momen inersia adalah :

    Ix = d4 / 64 .................................................................... (17)

    Momen inersia pada penampang lintang berupa lingkaran berlubang, dengan diameter

    dalam D1 dan diameter luar D2 adalah :

    Ix = ( D24 - D1

    4 ) / 64 ................................................ (18)

    Modulus penampang merupakan sifat geometrik penampang lintang, yang

    didefinisikan :

    Z = I / ymaks ............................................................ (19)

    dengan Z adalah modulus penampang, I adalah momen inersia, dan ymaks adalah

    panjang lengan terbesar antara tempat kedudukan pada suatu penampang dengan

    sumbu netral. Nilai ymaks (atau sering disimbulkan dengan huruf C) untuk penampang

    lintang berupa empat persegi panjang adalah setengah tinggi, sedangkan untuk

    lingkaran adalah jari jari lingkaran. Dengan demikian maka :

    (a) pada penampang lintang berbentuk empat persegi panjang :

    Z = I / ymaks

    Z = (b . h3 / 12 ) / ( h / 2 )

    Z = (b . h2 / 6 ) .................................. ................ (20)

    (b) pada penampang lintang berbentuk empat lingkaran pejal :

    Z = I / ymaks

    Z = [ ( / 4 ) . r4

    ] / r

    Z = [ ( / 4 ) . r3 ]

    7

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    8/13

    Z = [ ( / 32 ) . d3 ] .................. ................... (21)

    (c) pada penampang lintang berbentuk empat lingkaran berlubang :

    Z = I / ymaks

    Z = [ ( / 4 ) .(R4 - r4 ) ] / R

    Z = [ ( / 4 R ) . (R4 - r4 ) ] ........................ (22)

    dengan R adalah jari jari luar, dan r adalah jari-jari dalam.

    Tegangan lentur tertinggi (maks) pada suatu konstruksi (batang) terjadi pada

    penampang yang menderita momen lentur yang maksimum (Mmaks) pada permukaan

    batang yang kedudukannnya terjauh dari sumbu netral (yaitu pada ymaks atau C),

    dituliskan :

    maks = Mmaks x ymaks / I ................................................ (23)

    karena I / ymaks adalah Z, maka dapat ditulis :

    maks = Mmaks / Z ........................................................ (24)

    (4) Rancangan Ukuran Batang Berdasarkan Beban Lateral

    Rancangan ukuran balok, didasarkan pada persamaan (24), yang bisa ditulis :

    Z = Mmaks / maks ............................................... ............... (25)

    dengan Z adalah modulus penampang (dalam m3), maks adalah tegangan lentur

    maksimum (dalam pascal), dan Mmaks adalah momen lentur maksimum (dalam N.m).

    Padahal, untuk penampang lintang yang berbentuk empat persegi panjang,

    besarnya modulus penampang (Z) adalah seperti pada persamaan (20), dengan b

    adalah lebar dasar (dalam m) dan h adalah tinggi atau tebal konstruksi balok (dalam

    m). Persamaan (20) disubstitusikan ke persamaan (25), diperoleh :

    (b . h2 / 6 ) = ( Mmaks / maks )

    h2 = ( 6 . Mmaks ) / ( b . maks )

    h = [( 6 . Mmaks ) / ( b . maks )]0,5 ................................. (26)

    dalam hal ini, nilai maks yang dipakai adalah tegangan ijin.

    Mengenai rancangan ukuran silinder atau pipa, pada konstruksi berupa silinder

    pejal, maka penampang lintangnya berupa lingkaran pejal. Diameter lingkaran

    tersebut bisa diperoleh sebagai berikut :

    ( . d3

    / 32 ) = ( Mmaks / maks )

    d3 = ( 32 . Mmaks ) / ( . maks )

    8

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    9/13

    d = [( 32 . Mmaks ) / ( . maks )]1/3 ................................. (27)

    dalam hal ini, besarnya maks yang dipakai adalah ijin .

    (5) Defleksi Batang Akibat Beban Lentur

    Beban lateral menyebabkan terjadinya lendutan (defleksi) pada suatu

    konstruksi batang. Nilai lendutan tersebut (dengan simbol ) berubah di setiap titik

    pada bentang konstruksi tersebut, dengan hubungan persamaan diferensial :

    E I d2 / d x2 = M ........................................... (28)

    dengan E adalah modulus elastisitas bahan, I adalah momen inersia bahan, adalah

    lendutan, x adalah posisi titik pada bentang konstruksi, diukur dari satu ujung acuan,

    dan M adalah momen lentur.

    Pada konstruksi batang sederhana (simple beam) yang didukung dengan sendi

    dan roll, yang dibebani oleh beban titik, maka menurut Sardy dan Lamyarni (1990),

    diperoleh rumus :

    = W. b / [ 6 . L . E . I ] . (-x3 + L2 x - b2 x ), untuk x a

    (dari titik A, titik tumpu di sebelah kiri)

    = { W. b / [ 6 . L . E . I ] . (-x3 + L2 x - b2 x ) } + { W / [6 . E . I ] .(x- a)3 ,

    untuk x a

    (dari titik A, titik tumpu di sebelah kiri)

    ........................................................................ (29)

    dengan W adalah besarnya beban, b adalah (L a), dan L adalah panjang bentang,

    atau jarak sendi dengan roll.

    Jika beban titik (W) tersebut berada di tengah tengah konstruksi batang

    sederhana ( simple beam), maka lendutan maksimum terjadi tepat pada tengah

    tengah bentang, atau pada beban tersebut ( x = L/2), dengan nilai lendutan ()

    sebesar :

    = W. L3 / [ 48 . E . I ] ......... (30)

    dengan W adalah beban, L adalah panjang bentang, E adalah modulus elastisitas

    bahan, dan I adalah momen inersia bahan.

    Jika konstruksinya berupa kantilever atau batang terjepit, dengan panjang

    bentang L, yang dijepit di titik A, maka besarnya lendutan () pada jarak x dari titik

    9

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    10/13

    A akibat beban titik F yang bekerja di ujung bentang adalah (Shigley, Mitchell, dan

    Harahap, 1986 ) :

    = F. x2 / [ 6 . E . I ] . ( x - 3 . L ) .................................... (31)

    ssehingga lendutan maksimum terjadi di bawah gaya F (pada x = L), yang nilai

    lendutannya adalah :

    maks = F. x2 / [ 6 . E . I ] . ( x - 3 . L ), dengan x = L

    = F. L2 / [ 6 . E . I ] . ( L - 3 . L )

    = - F. L3 / [ 3 . E . I ] ...................................................... (32)

    Jika suatu konstruksi dikenai beberapa beban, maka cara penyelesaiannya

    dapat dilakukan dengan metode superposisi. Metode superposisi tersebut pada

    prinsipnya adalah bahwa besarnya defleksi yang terjadi akibat beban F1 dan F2 adalah

    sama dengan besarnya defleksi akibat beban F1 yang ditambah dengan defleksi akibat

    beban F2.

    (6) Torsi

    Momen inersia polar (J) pada poros atau as pejal dengan jari jari R dirumuskan

    sebagai berikut :

    J = ( 0,5) ( ) R4 ................................................................( 33 )

    Jika dinyatakan dalam diameter poros (D), maka diperoleh :

    J = . D4 / 32 ....................................................... (34)

    Pada silinder berlubang, dengan diameter luar = D dan diameter dalam = d, jari jari

    luar = R dan jari jari dalam r, maka besarnya momen inersia polar dapat disajikan

    pada persamaan (35) atau (36).

    J = ( 0,5) ( ) ( R4 - r4 ).....................................................( 35 )

    J = . ( D4 - d4 ) / 32 .......................................... (36)

    Mengenai sudut puntir dijelaskan sebagai berikut : pada poros pejal yang

    dipegang atau diklem pada ujung kiri, dan mengalami momen puntir terhadap sumbu

    longitudinal (memanjang) pada ujung kanan, dengan anggapan bahwa (a) puntiran

    adalah seragam sepanjang poros, (b) penampang lintang serta jari-jari rata pada suatu

    bidang, (c) baik panjang poros maupun diameter poros tidak berubah, dan (d) bahan

    10

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    11/13

    poros adalah homogen dan mengikuti Hukum Hooke, maka hubungan antara sudut

    puntir (dalam radian) dengan besarnya torsi (T, dalam N.m), panjang poros (L,

    dalam m), momen inersia polar (J, dalam m4), dan modulus kekakuan (atau modulus

    elastisitas geser) (G, dalam N/m2) adalah :

    = T . L / ( J . G ) ................................................. (37)

    Tegangan geser akibat puntiran yang bekerja pada poros, dirumuskan :

    = T . / J .......................................................... (38)

    dengan adalah tegangan geser, T adalah torsi, adalah jarak terhadap titik tengah

    lingkaran proyeksi poros, dan J adalah momen inersia polar. Dari persamaan 38

    tersebut tampak bahwa tegangan geser maksimum terjadi pada nilai yang mencapai

    maksimum, sehingga diperoleh :

    maks = T . R / J .......................................................... (39)

    dengan maks adalah tegangan geser maksimum, R adalah jari-jari lingkaran proyeksi

    poros, T adalah torsi, dan J adalah momen inersia polar.

    Jika nilai tegangan geser maksimum tersebut dinyatakan dalam torsi dan diameter,

    maka untuk poros pejal diperoleh :

    maks = 16 . T / ( . D3 ) .......................................................... (40)

    dengan maks adalah tegangan geser maksimum (dalam N/m2), T adalah torsi (dalam

    N.m), dan D adalah diameter poros (dalam m).

    Pada poros berongga, besarnya tegangan geser maksimum dapat dinyatakan :

    maks = 16 . T. D / [ ( D4 - d4 ) ] ........................................ (41)

    dengan maks adalah tegangan geser maksimum (dalam N/m2), T adalah torsi (dalam

    N.m), dan D adalah diameter poros bagian luar (dalam m), dan d adalah diameter

    poros bagian dalam (dalam m).

    Poros untuk transmisi daya dirumuskan dari persamaan (42) sampai dengan

    (46) berikut. Hubungan antara daya putar, torsi dan kecepatan sudut dirumuskan :

    P = T . ..................................................................................... (42)

    dengan P adalah daya yang ditransmisikan poros (dalam watt), T adalah torsi atau

    momen puntir (dalam N.m), dan adalah kecepatan sudut (dalam radian/detik).

    Apabila poros berputar dengan frekuensi f, maka hubungan antara kecepatan

    sudut dengan frekuensi putara adalah :

    = 2 . . f ................................................................................... (43)

    11

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    12/13

    Dalam hal ini, apabila frekuensi dinyatakan dalam rps (atau banyaknya putaran tiap

    detik), maka kecepatan sudut dinyatakan dalam radian / detik.

    Hubungan antara daya putar dengan frekuensi putar serta torsi adalah :

    P = 2 . . f . T ................................................................................... (44)

    Jika daya putar dinyatakan dalam satuan watt, dan torsi sinyatakan dalam satuan N.m,

    serta frekuensi putar dalam rps, maka didapatkan hubungan :

    P(watt) = 2 . . rps. T(N.m) .............................................................. (45)

    Frekuensi putaran merupakan banyaknya putaran tiap satuan waktu, bisa dinyatakan

    dalam rps (= banyaknya putaran tiap detik), atau RPM (banyaknya putaran tiap

    menit), yang hubungan keduanya adalah :

    rps = RPM / 60 ........................................................................... (46)

    DAFTAR PUSTAKA

    Frick, H. 1991. Mekanika Teknik I : Statika & Kegunaannya. Cetakan Kedelapan,Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

    Gulo, D.H. 1989. Dasar Dasar Perhitungan Kekuatan Bahan (Alih Bahasa dari :Strength of Material, Part I : Elementary, by S. Timoshenko, Robert E. KlingerPublishing Co., Inc., 1968). Cetakan Kedua, Penerbit Restu Agung, Jakarta.

    Harris, C.O. 1982. Statics and Strength of Materials. John Wiley & Sons, Inc.,United States of America.

    Prasetio, Lea. 1984. Mekanika Terapan. (Alih Bahasa dari : Applied Mechanics, 2ndedition. by D. Titherington and J. G. Rimmer, McGraw-Hill Inc., 1982) EdisiKedua. Penerbit Erlangga, Jakarta.

    Santosa. 2004. Kekuatan Bahan. Jilid I. Fakultas Pertanian Universitas Andalas,

    Padang.

    Sardy S. dan Lamyarni I. S. 1990. Dasar Analisis Tegangan (Alih Bahasa dari :BASIC Stress Analysis, by M. J. Iremonger, Butterworth & Co. Ltd., 1982).Penerbit UI-Press, Jakarta.

    Shigley, J.E., L. D. Mitchell, dan Gandhi Harahap. 1986. Perencanaan TeknikMesin. Jilid I, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.

    12

  • 8/14/2019 Handout Kekuatan Bahan

    13/13

    Sularso dan K. Suga. 1987. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.

    Cetakan Keenam. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.

    Tanisan, Z. A. 1993. Mekanika Teknik(Alih Bahasa dari : Mechanics of Materials,

    2nd Edition, by E. P. Popov, Prentice-Hall, Inc., 1978). Edisi Kedua. PenerbitErlangga, Jakarta.

    13