Halusinogen

74
BAB I PENDAHULUAN Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif bervariasi luas dan berbeda keparahannya. Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilaukan berdasarkan : 1. Data laporan individu 2. Analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya 3. Bukti lain(adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga) Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat. Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal adanya pengguanaan akhir-akhir ini. Banyak pengguna menggunakan lebih dari satu jenis obat namun bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal yag paling penting yang digunakannya. o Pedoman diagnostik 1. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis yang digunakan, individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya 2. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan 3. Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat pengguanaan alkohol atau zat psikoaktif 1

description

Psikiatri

Transcript of Halusinogen

Page 1: Halusinogen

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif bervariasi luas dan

berbeda keparahannya. Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilaukan

berdasarkan :

1. Data laporan individu

2. Analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya

3. Bukti lain(adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis,

atau dari laporan pihak ketiga)

Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber, yang

berkaitan dengan penggunaan zat.

Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal adanya

pengguanaan akhir-akhir ini. Banyak pengguna menggunakan lebih dari satu jenis obat

namun bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal

yag paling penting yang digunakannya.

o Pedoman diagnostik

1. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis yang digunakan, individu

dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya

2. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan

3. Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat pengguanaan

alkohol atau zat psikoaktif kain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,

persepsi, afek atau perilakum atau fungsi dan respon psikofisiologis lainnya.

4. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya

menghilang bila tidak terjadi pengguanaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut

akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi

komplikasi lainnya.

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis ketergantungan zat “mutlak

diperlukan bukti adanya penggunaan dan kebutuhan terus menerus”. Terdapatnya gejala

abstensi bukan satu-satunya bukti dan juga tidak selalu ada, misalnya pada penghentian

pemakaian kokain dan ganja. Obat yang diberikan dokter tidak termasuk dalam pengertian ini

selama pengguanaan obat tersebut berindikasi medis.

1

Page 2: Halusinogen

Istilah ketergantungan zat mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah ketagihan

atau adiksi obat. WHO mendefinisikan ketagihan sebagai berikut: suatu keadaan keracunan

yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri dan masyarakat dan yang

disebabkan oleh penggunaan suatu zat yang berulang-ulang dengan ciri-ciri sebagai berikut,

yaitu adanya:

1. Keinginan atau kebutuhan yang luar biasa untuk meneruskan penggunaan obat itu dan

usaha mendapatkannya dengan segala cara

2. Kecendrungan menaikkan dosis

3. Ketergantungan psikologis dan kadang-kadang juga ketergantungan fisik pada zat itu

o Faktor penyebab

Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia akan tergantung

pada suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta mempunyai sifat tergantung dan

pasif lebih cenderung menjadi ketergantungan pada obat.

Faktor sosiobudaya juga tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dengan faktor

kepribadian. Di Indonesia banyak penderita ketergantungan obat berasal dari golongan

sosioekonomi menengah. Faktor fisik dan badaniah seseorang menentukan efek fisik obat itu

seperti hilangya rasa nyeri dan ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan

sexual, rasa lapar dan mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-

dorongan.

Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam “hipotesis kebiasaan” bekerja sebagai

berikut: karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan dan tidak enak, maka kebiasaan

diperkuat dengan tiap kali pemakaian. Ketergantungan obat merupakan hasil saling pengaruh

dan mempengaruhi yang komplex berbagai faktor tadi ditambah dengan mudah sukarnya

obat itu diperoleh dan kesempatan untuk mengunakannya. Pemberian obat oleh dokter dapat

meninmbulkan ketergantungan juga.

o Sindrom ketergantungan

Pedoman diagnosis

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala

dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya:

2

Page 3: Halusinogen

a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa untuk menggunakan zat

psikoaktif

b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya,

usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan

c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian pengguanaan zat atau

pengurangan terbukti dengan adanya gejala putus zat khas , atau orang tersebut

menggunakan zat atau yang khas atau dorongan tersebut mengguanakan zat golongan

zat yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya

gejala putus zat

d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan

guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah

e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan

pengguanaan zat psikoaktif , menignkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya

f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan

kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol berlebihan,

keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat atau

hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat, upaya perlu diadakan

untuk memastikan bahwa penggunan zat sungguh-sungguh atau dapat diandalkan ,

sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.

o Keadaan Putus Zat

Pedoman diagnostik

1. Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan

diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan

2. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan

alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara khusus

3. Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis

merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang khas ialah pasien akan

melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.

o Keadaan Putus Zat dengan Delirium

Pedoman diagnostik

3

Page 4: Halusinogen

1. Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium

2. Termasuk: De;irium Tremens yang merupakan akibat dari putus obat secara absolut

atau relatif pada penguna ketergantungan berat dengan riwayat penggunaan yang

lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh gerlisah toksik

yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai

gangguan somatik

3. Gejala prodormal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat

didahului oleh kejang setelah putus zat.

Trias yang klasik dari gejalanya adalah kesadaran berkabut dan kebingungan,

halusinasi dan ilusi yang hidup yang mengenai salah satu panca indera, tremor berat.

Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur yang terbakik,

dan aktivitas otonomik yang berlebihan.

o Gangguan Psikotik

Pedoman diagnostik

1. Gangguan psikotik yang terjadi atau segera sesudah penggunaan sat psikoaktif (48

jam) bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu

onset lambat .

2. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola

gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunkannya

dan kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan obat stimuilan seperti kokain dan

amfetamin gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat

dengan tingginya dosis dan atau penggunaan zat yang berkepanjangan.

o Sindrom Amnesik

Pedoman diagnosis

1. Sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif harus memenuhi kriteria umum

untuk sindrom amnesik organik

2. Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:

a. Gangguan daya ingat jangaka pendek, gangguan sensai waktu

4

Page 5: Halusinogen

b. Tidak ada gangguan daya ingat segera, tidak ada ganggaun keasadaran, dan

tidak ada gangguan kognitif secara umum

c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari pengguanaan alkohol atau zat

yang kronis

5

Page 6: Halusinogen

BAB II

PEMBAHASAN

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT

Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya dari intoksikasi tanpa komplikasi

dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan demensia, tetapi

semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau

tanpa resep dokter).

Sistem kode :

• zat yang digunakan = karakter ke 2 dan 3

• keadaan klinis = karakter ke 4 dan 5 (misalnya, F10.03 = Gangguan mental dan

perilaku akibat penggunaan Alkohol, intoksikasi akut dengan delirium)

Pedoman Diagnostik

Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan :

- data laporan individu,

- analisis objektif dari spesirnen urin, darah, dan sebagainya

- bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis, atau

dari laporan pihak ketiga). Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari

satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat. Analisis objektif memberikan bukti

yang paling dapat diandalkan perihal adanya penggunaan akhir-akhir ini atau saat ini, namun

data ini mempunyai keterbatasan terhadap penggunaan zat di masa lalu atau tingkat

penggunaan saat ini. Banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis obat, namun

bila mungkin, diagnosis gangguan harus diklasifikasi sesuai dengan zat tunggal (kategori dan

zat) yang paling penting yang digunakannya (yang menyebabkan gangguan yang nyata),

sedangkan kode F19 (gangguan akibat penggunaan obat multipel) hanya digunakan bila pola

penggunaan zat psikoaktif benar benar kacau dan sembarangan atau berbagai obat

bercampur-baur. Penyalahgunaan obat lain selain zat psikoaktif, seperti pencahar atau aspirin,

harus diberi kode F55.- (penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan),

dengan karakter ke 4 menunjukkan jenis zat tersebut.

6

Page 7: Halusinogen

Kasus gangguan mental (terutama delirium pada usia lanjut) akibat zat psikoaktif, tetapi

tanpa salah satu gangguan dalam blok ini (misalnya, penggunaan yang merugikan atau

sindrom ketergantungan) harus dimaksudkan dalam kode F00-F09. Bila keadaan delirium

bertumpang tindih dengan suatu gangguan dalam blok ini, maka harus diberi kode Flx.3 atau

FIx.4.Tingkat keterlibatan alkohol dapat ditunjukkan dengan menggunakan kode tambahan

dari Bab XX ICD-10 : Y90- (ditetapkan dari kadar alkohol dalam darah) atau Y91-

(ditetapkan dengan derajat intoksikasinya).

F1x.0 Intoksikasi Akut

Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain

sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi

dan respons psikofisiologis lainnya. Ini merupakan diagnosis utama hanya pada kasus

intoksikasi yang semata-mata terjadi tanpa berkaitan dengan alkohol atau penggunaan zat

yang lebih menetap. Bila ada masalah demikian, maka diagnosis yang didahulukan adalah:

penggunaan yang merugikan (Flx.l), sindrom ketergantungan (Flx.2), atau gangguan psikotik

(Flx.5).

Pedoman Diagnostik

• Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan (dose-

dependent), individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya

insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi

berat yang tidak proporsional.

• Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan (misalnya

disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan).

• Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alkohol

atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek

atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi

berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi

penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula,

kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi

lainnya. Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat. Sebagai contoh,

zat depresan dapat menimbulkan gejala agitasi atau hiperaktivitas, dan zat stimulan

menimbulkan penarikan diri secara sosial atau perilaku introvert. Efek zat seperti anabis dan

halusinogenika mungkin sukar diramal. Lebih-lebih, banyak zat psikoaktif mampu

7

Page 8: Halusinogen

menimbulkan berbagai bentuk efek yang berbeda pada tingkat dosis yang berbeda. Sebagai

contoh, alkohol rupanya dapat mempunyai efek stimulan pada perilaku dalam dosis yang

lebih rendah, namun dapat menyebabkan agitasi dan agresi dengan meningkatnya dosis, dan

menimbulkan sedasi yang jelas pada dosis yang sangat tinggi. Termasuk : mabuk akut pada

alkoholisme Bad trips (akibat zat halusinogenik) Mabuk YTT (“drunkenness NOS”).

Diagnosis banding

Pertimbangkan kemungkinan adanya cedera kepala akut dan hipoglikemia. Pertimbangkan

juga kemungkinan intoksikasi sebagai penggunaan zat campuran. Kode lima karakter berikut

digunakan untuk menunjukkan apakah intoksikasi akut itu disertai dengan suatu komplikasi

F1x.00 Tanpa komplikasi

Gejala keparahannya sangat bervariasi, biasanya tergantung pada dosis (dose-dependent),

terutama pada dosis tinggi.

F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya

F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya

Komplikasi seperti hematemesis, inhalasi dari muntahan.

F1x.03 Dengan delirium

F1x.04 Dengan distorsi persepsi

F1x.05 Dengan koma

F1x.06 Dengan konvulsi

F1x.07 Intoksikasi patologis

• Hanya pada penggunaan alkohol.

• Onset secara tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa perilaku tindak kekerasan yang tidak

khas bagi individu tersebut saat ia bebas alkohol.

• Biasanya timbul segera setelah minum sejumlah alkohol yang pada kebanyakan orang tidak

akan menimbulkan intoksikasi.

F1x.1 Penggunaan yang merugikan

Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik

(seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau

mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi

berat alkohol).

8

Page 9: Halusinogen

Pedoman diagnostik

• Untuk menegakkan diagnosis harus ada cedera nyata pada kesehatan jiwa atau fisik

pengguna.

• Pola penggunaan ,yang rnerugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai

berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan. Bila suatu pola penggunaan atau suatu zat

tertentu tidak disetujui oleh orang lain atau budaya setempat, atau menjurus pada kepada

konsekuensi yang negatif secara sosial seperti penahanan atau cekcok dalam perkawinan

bukanlah merupakan bukti dari adanya penggunaan yang merugikan.

• Intoksikasi akut (lihat F1x.O) atau “hang-over” sendiri bukanlah merupakan bukti cukup

untuk pemberian kode penggunaan yang merugikan.

• Tidak ada sindrom ketergantungan (Flx.2), gangguan psikotik (Flx.S) atau bentuk spesifik

lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol.

F1x.2 Sindrom Ketergantungan

Suatu kelompok fenomena fisiologis, perilaku, dan kognitif akibat penggunaan suatu zat atau

golongan zat tertentu yang mendapat prioritas lebih tinggi bagi individu tertentu ketimbang

perilaku yang pernah diunggulkan pada masa lalu. Gambaran utama yang khas dari sindrom

ketergantungan ialah keinginan (sering amat kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk

menggunakan obat psikoaktif (baik yang diresepkan atau pun tidak), alkohol, atau tembakau.

Mungkin ada bukti bahwa mereka yang menggunakan kembali zat setelah suatu periode

abstinensia akan lebih cepat kambuh daripada individu yang sama sekali tidak

ketergantungan.

Pedoman diagnostik

• Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih gejala dibawah

ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya

1. adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk

menggunakan zat psikoaktif

2. kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya,

usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan

3. keadaan putus zat secara fisiologis (lihat Flx.3 atau Flx.4) ketika penghentian

penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas,

9

Page 10: Halusinogen

atau orang tersebut menggunakan zat, atau golongan zat yang sejenis dengan tujuan

untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat

4. terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan

guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah

(contoh yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan

opiat yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya

atau mematikan bagi pengguna pemula

5. secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan

penggunaan zat psikoaktif meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya

6. tetap menggunakankan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan

kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol berlebihan,

keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat, atau

hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan

untuk memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan,

sadar akan hakekat dan besarnya bahaya. Memperbanyak pola kebiasaan penggunaan

zat psikoaktif telah dideskripsikan sebagai gambaran khas (misalnya kecenderungan

minum minuman beralkohol pada hari kerja ketimbang akhir minggu dengan

mengabaikan larangan sosial, yang menentukan pola). Ciri khas penting dari sindrom

ketergantungan ialah penggunaan atau keinginan untuk menggunakan zat psikoaktif.

Kesadaran subjektif adanya kompulsi untuk menggunakan zat biasanya ditemukan

ketika berusaha untuk menghentikan atau mengatasi penggunaan zat. Syarat

diagnostik ini mengecualikan pasien pasta bedah yang mendapatkan opioida untuk

menghilangkan rasa nyeri dan kemudian menunjukkan tanda-tanda keadaan putus zat

bila zat tidak diberikan, namun mereka sebenarnya tidak menginginkan untuk

melanjutkan penggunaan zat. Sindrom ketergantungan dapat juga terjadi terhadap

bahan/zat yang spesifik (misalnya tembakau dan diazepam), atau pada golongan zat

tertentu (misalnya opioida), atau pada aneka ragam zat (seperti pada individu yang

cenderung ada dorongan kompulsif untuk menggunakan obat apa pun yang tersedia

dan menunjukkan gejala "tertekan", agitasi, dan/atau tanda fisik dari keadaan putus

zat ketika obat itu dihentikan). Termasuk: alkoholisme kronis dipsomania adiksi obat.

10

Page 11: Halusinogen

Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode lima karakter

berikut :

- Flx.20 Kini abstinen

- F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti dalam rumah

sakit, komuniti terapeutik, lembaga pemasyarakatan, dll).

- F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan atau dengan pengobatan

zat pengganti (ketergantungan terkendali) (misalnya dengan methadone, penggunaan

"nicotine gum" atau "nicotine patch")

- F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalarn terapi obat aversif atau penyekat (misalnya

naltrexone atau disulfiram)

- F1x.24 Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)

- F1x.25 Penggunaan berkelanjutan

- F1x.26 Penggunaan episodik (dipsomania)

F1x.3 Keadaan Putus Zat

Sekelompok gejala dengan aneka bentuk dan keparahan yang terjadi pada penghentian

pemberian zat secara absolut atau relatif sesudah penggunaan zat yang terus-menerus dan

dalam jangka panjang dan/atau dosis tinggi. Onset dan perjalanan keadaan putus zat itu

biasanya waktunya terbatas dan berkaitan dengan jenis dan dosis zat yang digunakan

sebelumnya. Keadaan putus zat dapat disertai dengan komplikasi kejang.

Pedoman Diagnostik

• Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan (lihat Flx.2)

dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan.

• Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini mentpakan alasan

rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara khusus.

• Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat, yang digunakan. (.angguan psikologis (misalnya

anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini.

Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan

meneruskan penggunaan zat. Perlu diingat bahwa gejala putus zat dapat diinduksi dengan

rangsang yang terkondisi/dipelajari walaupun tanpa penggunaan zat sebelumnya. Pada kasus

yang demikian, diagnosis keadaan putus zat hendaknya dibuat hanya apabila taraf keparahan

putus obatnya cukup berarti.

11

Page 12: Halusinogen

Diagnosis Banding

Banyak gejala pada keadaan putus obat bisa disebabkan oleh keadaan psikiatrik lain,

misalnya keadaan anxietas dan gangguan depresif. Gejala sisa ("hangover") sederhana atau

tremor karena kondisi lain jangan dikacaukan dengan gejala putus zat. Diagnosis keadaan

putus zat dapat ditentukan lebih lanjut dengan menggunakan kode lima karakter berikut :

F1x.30 Tanpa komplikasi

F1x.31 Dengan konvulsi

F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium

Satu keadaan putus zat (lihat Flx.3) disertai komplikasi delirium (lihat kriteria untuk FO5.).

Delirium tremens yang disebabkan oleh alkohol hendaknya digolongkan dalam kode ini.

Delirium tremens adalah suatu keadaan gaduh gelisah toksik yang berlangsung singkat tetapi

adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai gangguan somatik. Delirium tremens

biasanya merupakan akibat dari putus alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna yang

sangat tergantung akibat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus

alkohol. Pada beberapa kasus, gangguan ini muncul selama suatu episode minum yang berat,

dan kasus demikian harus digolongkan dalam kode ini. Gejala prodromal khas berupa:

insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat didahului oleh kejang akibat putus zat. Trias

yang klasik dari gejalanya adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, halusinasi dan ilusi

yang nyata yang mengenai salah satu modalitas sensorik, dan tremor hebat. Biasanya

ditemukan waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur yang terbalik, dan aktivitas otonomik

yang berlebihan. Tak Termasuk: delirium yang bukan disebabkan oleh alkohol dan zat lain

(F05,-) Diagnosis keadaan putus zat dengan delirium dapat ditentukan dengan penggunaan

kode lima karakter berikut:

F1x.40 Tanpa konvulsi

F1x.41 Dengan konvulsi

F1x.5 Gangguan Psikotik

Sekelompok fenomena psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat

psikoaktif dan ditandai oleh halusinasi nyata (khasnya auditorik, tetapi sering pada lebih dari

12

Page 13: Halusinogen

satu gangguan modalitas sensorik), kekeliruan identifikasi, waham dan/atau gagasan yang

menyangkut diri sendiri (ideas of reference) (sering yang bersifat paranoid atau kejaran),

gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan afek yang abnormal, yang terentang

antara ketakutan yang mencekam sampai ke ekstasi. Pada umumnya keadaan kesadaran

jernih, kecuali adanya kesadaran berkabut walaupun tidak sangat bingung. Gangguan itu

mereda setidaknya sebagian dalam sebulan dan hilang sama sekali dalam enam bulan.

Pedoman Diagnostik

Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan obat (biasanya dalam

waktu 48 jam) harus dicatat di sini, kecuali jika keadaan itu bukan merupakan manifestasi

dari keadaan putus zat dengan delirium (lihat Flx.4) atau suatu onset lambat. Gangguan

psikotik onset lambat (dengan onset lebih dari dua minggu setelah penggunaan zat) dapat

terjadi, namun harus digolongkan dalam kode 4 F1x.75.

Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang

bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian

pengguna zat. Pada penggunaan obat stimulan seperti kokain dan amfetamin, gangguan

psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tinggi dosisnya

dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan. Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya

ditegakkan berdasarkan distorsi persepsi atau pengalaman halusinasi, bila zat yang digunakan

ialah halusinogenika primer (misalnya lisergide (LSD), meskalin, kanabis dosis tinggi). Pada

kasus demikian dan juga untuk keadaan kebingungan, suatu kemungkinan diagnosis

intoksikasi akut (F1x.0) harus

dipertimbangkan. Perlu diperhatikan untuk menghindari kesalahan diagnosis psikosis sebagai

keadaan yang lebih berat (misalnya skizofrenia), padahal diagnosisnya ialah psikosis yang

disebabkan oleh zat psikoaktif. Banyak keadaan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif

berlangsung singkat asal tidak ada lagi obat yang digunakan (seperti pada kasus psikosis

akibat amfetamin dan kokain). Diagnosis yang salah pada kasus demikian dapat memberi

dampak yang merugikan dan biaya tinggi baik bagi pasien maupun fasilitas petayanan

kesehatan.

Termasuk : halusinosis alkoholik, kecemburuan alkoholik, paranoia alkoholik, psikosis,

alkoholik YTT.

13

Page 14: Halusinogen

Diagnosis Banding

Pertimbangkan kemungkinan adanya gangguan jiwa lain yang dicetuskan dan diberatkan oleh

penggunaan zat psikoaktif (misalnya skizofrenia (F20.-); gangguan suasana perasaan (mood

[afektifl) (F30- F39); gangguan kepribadian paranoid atau skizoid (F60.0, F60.1)). Pada

kasus demikian, diagnosis keadaan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif mungkin

tidak memadai. Diagnosis suatu keadaan psikotik dapat ditentukan lebih lanjut dengan kode

lima karakter berikut:

F1x.50 Lir-skizofrenia

F1x.51 Predominan waham

F1x.52 Predominan halusinasi (termasuk halusinosis alkoholik)

F1x.53 Predominan polimorfik

F1x.54 Predominan gejala depresif

F1x.55 Predominan gejala manik

F1x.56 Campuran

F1x.6 Sindrom Amnesik

Satu sindrom yang berhubungan dengan hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent

memory) yang menonjol; kadang terdapat gangguan daya ingat jangka panjang (remote

memory), sedangkan daya ingat segera masih baik. Gangguan daya nilai berjalannya waktu

dan urutan peristiwa biasanya menonjol, seperti juga kesulitan untuk mempelajari hal baru.

Konfabulasi mungkin menonjol, tetapi tidak selalu harus ada. Fungsi kognitif lain biasanya

relatif masih baik dan gangguan amnesik yang terjadi tidak sepadan dengan gangguan lain.

Pedoman Diagnostik

Sindrom amnesik yang disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif lain yang digolongkan

dalam kode ini harus memenuhi kriteria umum untuk sindrom amnesik organik (lihat F04).

Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:

• gangguan daya ingat jangka-pendek (dalam mempelajari hal baru); gangguan sensasi waktu

(menyusun kembali urutan kronologis, meninjau kejadian berulang kali menjadi satu

peristiwa, dll.)

• tiadanya gangguan daya ingat segera, tiadanya gangguan kesadaran, dan tiadanya gangguan

kognitif secara umum

14

Page 15: Halusinogen

• adanya riwayat atau bukti objektif penggunaan alkohol atau obat yang kronis (terutama

dengan dosis tinggi). Perubahan kepribadian, yang sering disertai keadaan apatis dan

hilangnya inisiatif yang nyata, dan kecenderungan untuk mengabaikan keadaan yang

dibutuhkan untuk menentukan diagnosis. Meskipun konfabulasi mungkin nyata tetapi jangan

dianggap sebagai persyaratan yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis. Termasuk :

psikosis atau sindrom Korsakov, psikosis yang disebabkan oleb alkohol atau zat psikoaktif

lainnya.

Diagnosis Banding

Pertimbangkan : sindrom amnesik organik (nonalkoholik) (lihat F04); sindrom organik lain

yang meliputi gangguan daya ingat yang nyata (misalnya demensia atau delirium) ( F00-F03;

F05.-); suatu gangguan depresif (F31-F33).

F1x.7 Gangguan Psikotik Residual dan Onset Lambat

Satu gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian, atau perilaku yang disebabkan oleh alkohol

atau zat psikoaktif yang berlangsung melampaui jangka waktu khasiat psikoaktifnya.

Pedoman Diagnostik

Onset dari gangguan harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol atau zat

psikoaktif. Kasus dengan onset pertama yang berjarak jauh sesudah episode penggunaan zat

hares digolongkan dalam kode ini hanya apabila ada bukti yang jelas dan kuat bahwa keadaan

ini sebagai efek residual zat tersebut. Gangguan tersebut harus memperlihatkan suatu

perubahan atau peningkatan yang nyata dari fungsi sebelumnya yang normal. Gangguan ini

harus berlangsung melampaui suatu jangka waktu yang dianggap sebagai efek langsung zat

psikoaktif tersebut (lihat Flx.0 intoksikasi akut). Demensia yang disebabkan oleh alkohol

atau zat psikoaktif tidak selalu bersifat ireversibel, sesudah suatu periode yang cukup lama

dari abstinensia total, fungsi intelek dan daya ingatnya akan pulih. Gangguan ini harus secara

hati-hati dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan peristiwa putus zat (lihat Flx.3

dan Flx.4). Harus diingat bahwa pada kondisi tertentu dan untuk zat tertentu, fenomena putus

zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu sesudah zat dihentikan penggunaannya. Kondisi

yang disebabkan oleh zat psikoaktif, yang menetap sesudah penggunaannya, dan memenuhi

kriteria untuk diagnosis gangguan psikotik, jangan digolongkan di sini (gunakan Flx.5,

gangguan psikotik). Pasien yang menunjukkan keadaan akhir dari sindrom Korsakov kronik

harus digolongkan dalam kode Flx.6.

15

Page 16: Halusinogen

Diagnosis Banding

Pertimbangkan: gangguan jiwa yang sudah ada terselubung oleh penggunaan zat dan yang

muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut menghilang (misalnya anxietas fobik,

gangguan depresif, skizofrenia atau gangguan skizotipal). Pada kasus kilas balik,

pertimbangkan adanya psikosis akut dan sementara (F23.-). Pertimbangkan juga cedera

organik dan retardasi mental ringan atau sedang (F70-F71) yang mungkin terdapat bersama

dengan penyalahgunaan zat psikoaktif. Rubrik diagnostik ini dapat dibagi lebih lanjut dengan

menggunakan kode lima karakter berikut:

F1x.70 Kilas balik (Flashback)

Dapat dibedakan dari gangguan psikotik, sebagian karena sifat episodiknya, sering

berlangsung dalam jangka waktu sangat singkat (dalam hitungan detik sampai menit) dan

oleh gambaran duplikasi (dan kadang-kadang sangat mirip) dengan pengalaman sebelumnya

yang berhubungan dengan penggunaan zat.

F1x.71 Gangguan kepribadian atau perilaku

Memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian organik (F07.0).

F1x.72 Gangguan afektif residual

Memenuhi kriteria untuk gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) organik (F06.3) .

F1x.73 Demensia

Memenuhi kriteria umum untuk demensia seperti yang diuraikan dalam pendahuluan F00-

F09.

F1x.74 Hendaya kognitif menetap lainnya

Satu kategori residual untuk gangguan dengan hendaya kognitif yang menetap, tetapi tidak

memenuhi kriteria untuk sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif (Flx.6) atau

demensia (F1x.73).

F1x.75 Gangguan psikotik onset lambat

F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku Lainnya

16

Page 17: Halusinogen

Masukkan dalam kode ini sebarang gangguan sebagai akibat penggunaan zat yang dapat

diidentifikasi berperan langsung pada keadaan tersebut, tetapi yang tidak memenuhi kriteria

untuk dimasukkan dalam salah satu gangguan yang telah disebutkan di atas.

Flx.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT

PENGGUNAAN ALKOHOL

Akibat Penggunaan Alkohol

1. Intoksikasi Alkohol

Gejala intoksikasi alkohol meliputi gangguan kesadaran, kognitif, persepsi, afektif dan

perilaku. Dapat disertai gangguan lain yaitu perubahan faal. Kematian biasanya diakibatkan

oleh aspirasi isi lambung ke dalam paru-paru. Intoksikasi ringan ditandai euforia, cadel,

kantuk, ataksia, nistagmus. Intoksikasi alkohol dapat menimbulka hipoglikemia, walaupun

dalam konsentrasi yang relatif rendah. Intoksikasi berat dapat terjadi stupor, koma, dan

berhentinya pernapasan. Umumnya dijumpai bradikardi, hipotensi, hipotermia, dan kejang.

Intoksikasi sangat berat dapat tampak seperti sudah mati dengan reflekreflek negatif dan

bahkan tanpa aktivitas EKG.

2. Keadaan Putus Alkohol

Keadaan ini adalah problema medis yang mempuyai potensi darurat vital, karena itu perlu

penanganan seksama. Keadaan gawat biasanya timbul bila pasien telah menghentikan minum

alkhol yang telah diminumnya setiap hari selama beberapa bulan dengan dosis yang setara

dengan 7-8 pints bir (284 gr - 320 gr alkohol absolut atau kira-kira 4-4,5 liter bir) atau 1 pints

spirits (0,5683 liter). Onsetnya 12 jam sesudah minum yang terakhir, intensitas puncak terjadi

48-72 jam setelah konsumsi terakhir alkohol. Gejala-gejala yang dapat timbul pada keadaan

ini:

1. Halusinasi, ilusi (bad dreams)

2. Kejang, dalam 12-48 jam

3. Delirium tremens (major withdrawal)

4. Gemetar (tremulousness)

5. Agitasi psikomotor (gerakan menjadi kacau)

6. Keluhan gastrointestinal (mual dan muntah)

7. Muka kemerahan seperti kepiting rebus (flushed face)

8. Konjungtiva mata kemerahan (injected conjunctivae)

17

Page 18: Halusinogen

9. Kelemahan umum (generalized weakness)

10. Insomnia

11. Mudah kaget, cemas, dan marah (iritabel)

12. Rindu dengan minuman beralkohol (craving for alcohol)

13. Mudah tersengal, nafas pendek (faintness) dan berkeringat (sweating)

14. Hipertensi

15. Kadang-kadang disritmia karena hipokalemia, hipomagnesemia, dan gangguan

keseimbangan asam basa.

3. Penggunaan Alkohol yang Merugikan.

Jangka Pendek:

• Lebih emosional (sedih, senang atau marah secara berlebihan).

• Gangguan motorik seperti: bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan,

inkoordinasi motorik, sampai tidak sadarkan diri.

• Gangguan konsentrasi dan daya ingat

• Gangguan pengendalian diri

Jangka lama:

• Perlemakan hati

• Kanker hati

• Perdarahan lambung

• Anemia

• Radang pankreas

• Polineuritis

• Miopati

• Kardiomiopati

• Pikun (psikosis Korsakof)

• Cacat pada janin (pada ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol)

• Disfungsi seksual

• Ginekomastia

4. Delirium Tremens Akibat Intoksikasi atau Putus Alkohol

18

Page 19: Halusinogen

Gejala berupa agitasi, kebingungan atau delirium, kadang-kadang disertai halusinasi visual

atau taktil. Dapat terjadi kejang grand mal.

5. Amnesia (Psikosis Korsakof)

Timbul sehubungan dengan defisiensi tiamin dalam vitamin B yang secara genetik berisiko

tinggi. Gejala yang timbul antara lain:

• Ensefalopati Wernicke; ataksia dan kelumpuhan nervus cranialis VI.

• Sindroma Korsakoff yaitu amnesia retrograde dan anterograd serta gangguan visuospasial,

abstrak dan kemampuan belajar yang lain.

6. Demensia

Terjadi penurunan secara global dalam fungsi kognitif, fungsi intelektual dan memori.

Penurunan fungsi otak disertai gangguan psikomotor serta gangguan memori jangka panjang

dan gangguan berpikir yang menetap.

7. Gangguan Afektif

Terjadi depresi atau mania yang cukup parah akibat putus alkohol beberapa saat sehingga

mengganggu fungsi.

8. Gangguan Ansietas

Pada gejala akut akibat putus alkohol terjadi gangguan panik. Putus alkohol yang lebih lama

menyebabkan ketakutan sosial (fobia sosial) dan dapat menjadi parah sehingga timbul

agorafobia. Gangguan ansietas yang paling sering terjadi adalah ganguan panik dan fobia

sosial.

Terapi

Terapi Intoksikasi alkohol

Terapi umum:

1. Perkenalkan diri dan jelaskan bahwa terapi adalah bantuan (bukanlah hukuman) dan

yakinkan bahwa pasien dalam keadaan aman, terapis tetap menjaga rahasia.

2. Tunjukkan perhatian terhadap masalah yang membahayakan kehidupan pasien.

3. Seringkali pasien datang dalam keadaan ketakutan, cemas ataupun panik. Sikap terapi

harus tenang dan penuh percaya diri. Tenangkan pasien dengan mengajak bicara dan

19

Page 20: Halusinogen

berilah pengertian bahwa terapis akan memberi bantuan, dengan harapan keadaan

membaik.

4. Usahakan agar jalan nafasnya lancar. Pertahankan saluran nafas yang bebas, bila perlu

dengan pernapasan buatan.

5. Tujukan pemeriksaan pada tanda-tanda vital.

6. Usahakan peredaran darahnya lancar.

7. Pasang alat infus, berikan cairan yang adekuat.

8. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan

atau trauma fisik yang membahayakan.

9. Atasi koma, hipotensi, dan hipotensi.

10. Kosongkan lambung dengan emetika atau kuras lambung (bila konsumsi alkhol

banyak sekali dan dalam 30 menit yang lalu).

11. Berikan 60-100 mg norit (activated charcoal) per oral (tidak boleh diberikan bila

pasien stupor, koma atau kejang, kecuali personde dan saluran pernapasan telah

dipertahankan dengan cuff endotracheal tube).

Terapi khusus:

1. Berikan suntikan diazepam bila pasien kejang (5-10 mg i.v, bila perlu diulang sampai

kejang hilang. Bilamana diazepam tidak tersedia, dapat diberikan fenobarbital/luminal

100-200 mg i.m.

2. Berikan 100 mg thiamin i.m atau i.v.

3. Berikan suntikan i.v 50-100 ml dextrose 50% bila dicurigai hipoglikemia.

4. Berikan suntikan i.v 0,45-2 mg naloxone bila dicurigai juga ada intoksikasi opioida.

5. Berikan haloperidol 5-10 mg i.m bila pasien agitatif. Bilamana haloperidol tidak

tersedia dapat diberikan lorazepam, hydroxyzine, sulpiride.

Terapi keadaan putus alkohol

1. Karena berpotensi kegawatan pasien harus dirawat inapkan dan diberikan dosis yang

cukup salah satu penekan s.s.p. (misalnya benzodiazepin) untuk menetralisasi

eksitabilitas yang diakibatkan oleh penghentian mendadak konsumsi alkohol.

2. Tanda-tanda vital dan kondisi elektrolit serta cairan tubuh harus dipantau secara ketat.

3. Obat-obat antipsikotik seperti khlorpromazin, fenotiazin tidak boleh diberikan karena

menurunkan ambang kejang.

20

Page 21: Halusinogen

4. Pilihan obat sedatif yang digunakan tidak teramat penting dibandingkan dosis yang

cukup untuk menimbulkan sedasi bertaraf sedang.

Terapi sindrom ketergantungan alkohol

1. Pasien ketergantungan alkohol ringan cukup berobat jalan dengan medikasi

benzodiazepin oral jangka pendek atau fenobarbital.

2. Pasien ketergantungan alkohol sedang sampai berat harus dirawat inapkan. Berikan

per oral 10-15 mg diazepam setiap jam bergantung kebutuhan klinis yang ditentukan

oleh gejala-gejala putus alkohol.

3. Pasien ketergantungan alkohol berat diberikan medikasi diazepam secara i.v. Sesudah

tercapai stabilisasi, dosis diazepam yang diperlukan untuk mempertahankan pasien

dalam keadaan sedasi dapat diberikan peroral setiap 8-12 jam. Bila kegelisahan,

tremor dan tanda-tanda putus alcohol lainnya menetap, disis diazepam dinaikkan

sampai terjadi sedasi taraf sedang. Kemudian dosis dikurangu 20% setiap 24 jam

sampai gejala putus obat selesai.

4. Alternatif lain, dapat diberikan chlordiazepoxide sebagai dosis tunggal per oral

sebanyak 200-400 mg atau diazepam 20-40 mg. sampai didapat didapat dosis total per

24 jam yang membuat pasien stabil. Dosis chlordiazepoxide dapat mencapai 600 mg

per hari dan ditapering off dapat sampai 10 hari.

5. Pasien lanjut usia, pasien dengan penyakit hati, delirium, demensia atau gangguan

kognitif lain sebaiknya diberikan benzodiazepine masa kerja singkat, tapi harus

diberikan lebih sering.

6. Untuk mengatasi hiperaktivitas otonom dapat diberikan beta bloker. Bila dikombinasi

dengan benzodiazepin, maka dosis benzodiazepin dapat dikurangi.

7. Pemberian klonidin 2-3 kali sehari 0,5 mg dapat menekan tandatanda kardiovaskuler

keadaan putus alkohol.

8. Pemberian klonidin oral 400-800 mg karbamazepin setara dibandingkan

benzodiazepin untuk prevensi kejang putus alkohol.

9. Alternatif lain untuk prevensi kejang dengan magnesium sulfat.

10. Fenitoin tampaknya tidak efektif untuk mengelola kejang putus alkohol.

11. Pemeriksaan seksama jika ada penyakit medis lain.

12. Vitamin dosis tinggi.

13. Larutan glukosa tidak boleh diberikan sebelum pemberian tiamin karena adanya

kemungkinan timbul sindrom Wernike.

21

Page 22: Halusinogen

14. Sindrom otak organik yang kronis akibat konsumsi alkohol yang lama tidak jelas

responnya terhadap pemberian tiamin maupun vitamin lain.

15. Halusinasi alkoholik ditangani dengan pemberian obat anti psikosis.

16. Terapi psikologis, sosial, dan tingkah laku.

17. Pemberian naltrexone sampai 1 tahun dapat mengatasi alkoholisme tanpa

menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dosis naltrexone 50 mg sehari.

18. Disulfiram 250 mg/hari (kontraindikasi pada penyakit jantung, trombosis serebral dan

diabetes mellitus) untuk meningkatkan sensitivitas terhadap alkohol yang tujuannya

memberikan rasa tidak nyaman pada penggunaan alkohol (sebagai shock terapi).

19. Acamprosate 2000 mg/hari untuk menekan gejala craving alkohol.

20. Rehabilitasi.

Terapi keadaan putus alkohol dengan delirium

1. Sedasi harus cukup

2. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi

3. Metabolisme karbohidrat

4. Suplemen vitamin B tiamin

5. Regimen anti kejang

6. Penggunaan antibiotika

7. Terapi terhadap trauma penyerta

Terapi amnesia

• Suplemen tinggi vitamin terutama tiamin 50-100 mg/hari

Terapi ansietas

• Modifikasi tingkah laku

• Pengobatan: Benzodiazepin

Terapi gangguan afektif

• Edukasi

• Terapi kognitif

• Antidepresan, antimania atau antipsikotik bila diperlukan

22

Page 23: Halusinogen

TERAPI PENGGUNAAN OPIOIDA

Intoksikasi Opioida

Intoksikasi opioida terjadi karena penggunaan opioida dengan cara dihisap dengan bibir

melalui gulungan kertas atau plastic di atas aluminium foil yang dipanaskan, dihirup melalui

lubang hidung, dimasukan ke dalam rokok, dan melalui suntikan jarum suntik. Intoksikasi

opioida dapat menjurus ke overdosis yang dapat menyebabkan kematian. Opioida mempunya

efek menekan terhadap susunan saraf pusat. Tanda tanda objektif intoksikasi opioida adalah

1. penekanan ssp: sedasi, tenang, sedikit apatis, euphoria, berkurangnya tingkat

kesadaran sampai delirium

2. berkurangnya motilitas gastrointestinal sampai konstipasi

3. penekanan respirasi

4. analgesia

5. mual, muntah

6. bicara cadel

7. hipotensi ortostatik

8. bradikardia

9. konstriksi pupil/miosis

10. kejang, khusus petidin

11. pasien-pasien toleransi sering tetap menunjukkan kontriksi pupil dan konstipasi

perhatikan sungguh-sungguh apakah pasien menggunakan polidrug untuk intoksikasi.

Keadaan putus opioida

Keadaan yang terjadi sesudah menghentikan sama sekali penggunaan opioida atau

menurunkan dosis penggunaan setelah penggunaan jangka lama. Gejala putus opioida

ditandai dengan:

Tanda objektif:

1. mengantuk

2. pilek sampai bersin

3. lakrimasi

4. dilatasi pupil

5. vasodilatasi umum pembuluh darah sehingga pasien merasa panas dingin, merian dan

berkeringat berlebihan

23

Page 24: Halusinogen

6. piloereksi

7. takikardia

8. meningginya tekanan darah

9. meningkatnya respirasi secara mencolok

10. suhu badan meninggi tajam

11. mual dan muntah

12. diare

13. insomnia

Tanda subjektif:

1. mengeluh ingin menggunakan kembali opioida

2. cemas, gelisah, mudah tersinggung

3. mialgia

4. artralgia

5. sakit dank ramp perut

6. tidak ada selera makan

7. gemetar

8. kejang-kejang kecil

9. lemas

Penyalahgunaan opioid dan Ketergantungan opioid

Penyalahgunaan opioid adalah pengguanaan maladaptive opioid yang secara signifikan

menunjukan kelainan klinik atau distress dan terjadi dalam periode waktu 12 bulan, tetapi

gejala yang ditimbulkan tidak memenuhi criteria ketergantungan opioid. Ketergantungan

opioid adalah penurunan kemampuan mengontrol diri untuk tidak menggunakan obat opioid

secara berlebihan.

Intoksikasi Opioid dengan Delirium

Terjadi jika opioid digunakan dalam dosis tinggi, dicampur dengan psikoaktif lainnya, atau

digunakan dengan preexisting brain damage. Opioid , seperti meperidine, memiliki metabolit

toksik yang dapat berakumulasi, menyebabkan delirium dan kadang-kadang kejang. Akibat

akumulasi ini juga dapat terjadi keruskan fungsi ginjal.

24

Page 25: Halusinogen

Opioid-Induced Psikotik Disorder

Kelainan ini dapat terjadi selama intoksikasi opioid, terjadi halusinasi atau delusi yang

mendominasi gejala.

Opioid-Induced Mood Disorder

Dapat terjadi selama intoksikasi opioid, atau putus obat dan hasil dari penggunaan yang

kronik. Kelainan ini bisa berupa tipe manic, depresi atau gabungan. Biasanya pasien datang

dengan gejala campuran, kombinasi iritabilitas, expansiveness dan depresi

Opioid-Induced Sleep Disorder dan Opioid-Induced Disfungsi Seksual

Biasanya terjadi hipersomnia pada penggunaan opioid untuk terapi, tetapi pada pengguanaan

agonis opioid sebagai maintenance seperti methadone keluhan utama adalah gangguan tidur

(insomnia). Disfungsi seksual yang terjadi adalah impoten, pada penguanaan agonis opioi

seperti methadone pasien lebih mengeluhkan ketidakmampuan mencapai orgasme daripada

keluhan impoten.

Opioid-Related Disorder Not Otherwise Specified

Situasi klinik yang tidak memenuhi gejala-gejala yang telah disebut diatas.

Terapi Intosikasi Opioida

1. periksa tanda vital

2. apakah pasien menggunakan obat lainnya

3. apakah pasien memiliki problema medis sebelumnya

4. pasien dengan gejala berad dirawat di ICU dan berikan caiaran intra vena untuk

mempertahankan tanda vital

` 5. bila terjadi gejala overdosis, dapat dilakukan Naloxone Challenge Test:

a. beri naloxone i.v 0,8 mg dan tunggu selama 15 menit

b. bila belum menunjukkan respon beri lagi naloxon i.v 1,6 mg dan tunggu selama 15

menit

c. bila belum menunjukkan respon beri lagi naloxon i.v 3,2 mg dan tunggu 15 menit

d. bila telah berhasil diatasi, lanjutkan pemberian naloxon i.v 0,4 mg setiap jam.

25

Page 26: Halusinogen

Terapi detoksifikasi opioida

1. tentukan diagnosis yang tepat

2. metadon, dan diturunkan dosisnya secara bertahap. Dosis yang diberikan 20-40 mg perhari.

Dosis 1 mg metadon setara dengan 23 mg heroin atau 4 mg morfin

3. cara lain, pemberian metadon 10 mg p.o diulang tiap 4-6 jam. Total dosis 24 jam harus

sama dengan dosis hari berikutnya. Kemudian dosis diturunkan 5 mg perhari

4. klonidin dapat juga diberikan dalam dosis 0,3 mg –0,6 mg perhari selama 1-3 hari pertama.

5. lofeksidin merupakan analog klonidin yang dapat juga diberikan

6. guanfasin merupakan jenis lain yang dapat diberikan

7. surprenorfin bermanfaat untuk gejala putus opioida yang ringan. Pemberiannya hanya 1

kali sehari

8. ketergantungan pentazocin diberikan pentazosin dengan dosis yang diturunkan pula

Terapi pemeliharaan opioida

1. agonis opioida seperti metadon dan levacetylmetadol

2. campuran agonis-antagonis opioida seperti burprenorfin

3. antagonis opioida seperti naltrexon

PENGGUNAAN KANABINOIDA

Reaksi Panik

Segera setelah menggunakan ganja pasien merasa kehilangan control. Pemeriksaan fisik

mencerminkan adanya rasa khawatir dan cemas yang ditunjukkan oleh aktivitas berlebihan

saraf simpatik. Gangguan cemas terkait kanabinoid merupakan diagnosis yang sering

didapatkan pada pengguna kanabioid, terutama dengan intoksikasi akut. Pada keadaan ini,

penderita akan mengalami stress cemas mendadak dan singkat yang biasanya timbul akibat

pengaruh pikiran paranoid. Terkait dengan hal ini, serangan panik dapat pula terjadi. Gejala

cemas yang timbul berhubungan dengan dosis dan terutama frekuensi reaksi kanabinoid.

Kilas Balik

Merupakan suatu keadaan berulangnya secara spontan perasaan dan persepsi seperti ketika

mengalami intoksikasi, meskipun yang bersangkutan tidak menggunakan ganja. Pengalaman

yang dirasakan adalah perubahan penglihatan, objek berubah disertai dengan pengalaman

yang mirip tapi tidak sama dengan efek yang ditimbulkan oleh ganja. Dapat pula timbul

perasaan cemas, sedih dan paranoid.

26

Page 27: Halusinogen

Intoksikasi Kanabinoid/Ganja

Kriteria diagnostik untuk intoksikasi kanabinoid adalah sesuai dengan DSM-IV yang ditandai

dengan adanya gangguan persepsi. Bila gangguan persepsi ini disertai penilaian realita

terganggu, maka diagnosis akan diubah menjadi gangguan psikotik terkait kanabinoid.

Kriteria diagnostik intoksikasi kanabinoid, antara lain:

a) Riwayat menggunakan kanabinoid

b) Adanya perubahan psikologik atau tingkah laku maladaptif yang signifikan (misalnya

gangguan koordinasi motorik, euforia, cemas, gangguan membuat pernyataan, kemunduran

sosial, yang semuanya berhubungan dengan penggunaan kanabinoid jangka pendek)

c) Dua atau lebih tanda berikut, setidaknya 2 jam setelah menggunakan kanabinoid:

- Infeksi konjungtival

- Peningkatan rasa lapar

- Mulut kering

- Takikardia

d) Gejala yang ada tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu dan bukan merupakan

gangguan mental lainnya Intoksikasi akut kanabinoid pada penggunaan dosis tinggi, mungkin

dapat pula ditemukan depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi, dan ide paranoid dan

curgia.

Gejala-gejala:

1. perasaan waktu berjalan lambat, apatis, bingung

2. perasaan melambung

3. perubahan proses fakir, inkoheren

4. percaya diri meningkat

5. depersonalisasi, derealisasi, disorientasi

6. gangguan daya ingat jangka pendek

7. tertawa, tampak tolol

8. daya nilai realita terganggu, halusinasi auditorik dan visual

9. mudah disugesti, emosi labil

10. menurunnya perhatian dan konsentrasi

11. merasa pisah dari lingkungannya

12. waham kejar dan paranoid

13. merasa identitas diri berubah

14. mual, diare, nafsu makan meningkat

15. parestesi

27

Page 28: Halusinogen

16. perasaan seksual berubah

Tanda-tanda

1. tremor

2. takikardia

3. mulut kering

4. meningkatnya kepekaan terhadap sentuhan

5. nistagmus

6. banyak keringat

7. gelisah

8. mata merah

9. ataksia

10. sering kencing

11. fungsi sosial terganggu

Psikosis/gangguan psikotik akibat penggunaan ganja

Biasanya timbul bila takaran pemakaian sangat berlebihan dengan akibat timbulnya paranoid

dan halusinasi visual yang bersifat sementara. Penggunaan kanabioid dosis tinggi dapat

menimbulkan gejala psikotik, seperti waham, halusinasi auditorik dan visual, terutama pada

orang yang memiliki kelainan dasar psikotik. Gangguan psikotik terkait kanabinoid relatif

jarang. Ide paranoid sesaat merupakan yang tersering ditemukan. Belum ada laporan

mengenai psikosis menetap yang berhubungan dengan penggunaan kanabioid, namun

kanabinoid dapat menimbulkan cetusan baru skizofrenia.

Sindrom otak organic

• ditandai terutama oleh proses mental berkabut yang terdiri dari kesulitan berpikir dan

pikiran tumpul

• terganggunya kemampuan mencari sesuatu

• menurunnya daya ingat jangka pendek

• menurunnya konsentrasi dan kemampuan belajar

Keadaan putus ganja

Keadaan putus zat kanabinoid pada DSM-IV masih belum ada, namun keadaan ini lebih

disamakan dengan ill-defined syndrome yang merupakan kriteria diagnostik untuk gejala

28

Page 29: Halusinogen

cemas, iritabel, tremor terutama di tangan, berkeringat, dan nyeri otot. Gejala Putus

Kanabinoid/ganja:

1. insomnia

2. mual

3. mialgia

4. cemas

5. gelisah

6. mudah tersinggung

7. demam

8. berkeringat

9. nafsu makan turun

10. fotofobia

11. depresi

12. bingung

13. menguap

14. diare

15. kehilangan berat bada

16. tremor

Gangguan Non-Spesifik lain terkait kanabinoid

DSM-IV tidak mencantumkan keadaan klinis lain pada penggunaan kanabioid, misalnya

gangguan afektif terkait kanabioid. Intoksikasi kanabioid dapat berhubungan dengan depresi,

meskipun gejala serupa didapatkan pada penggunaan kanabioid jangka panjang. Gejala

hipomania juga dapat ditemukan pada intoksikasi kanabinoid.

Terapi reaksi panik

1. dilakukan pemeriksaan fisik untuk membedakan intoksikasi akibat obat lain

2. periksa toksikologis adari darah

3. tentukan dosis yang digunakan dan lama pemakaian ganja

4. yakinkan masalah ini akan teratasi 4-8 jam

5. tempatkan pasien dalam ruangan yang tenang

6. derajat intoksikasi mungkin berfluktuasi dalam 5 jam atau lebih

7. tidak ada pengobatan yang khusus. Bila ansietas tidak bias diatasi, boleh diberikan obat

anti ansietas seperti khlordiazepoksida 10-50 mg per oral.

29

Page 30: Halusinogen

Terapi kilas balik

• terapi seperti reaksi panic

Terapi intoksikasi ganja

1. jarang menyebabkan kematian. Reaksi toksis terjadi pada pemakaian ganja dalam jumlah

yang besar

2. penangan seperti reaksi panic

Terapi psikosis/gangguan psikotik akibat penggunaan ganja

1. bila ditemukan pasien kehilangan kontak dengan realitas, perlu

rawat inap jangka pendek

2. hendaklah diterangkan kepada keluarga pasien bahwa masalah ini sifatnya sementara dan

agar membatu yang bersangkutan untuk mengembalikan penilaian realitasnya

3. antipsikotika dapat diberikan untuk jangka pendek dalam rangka mengatasi perilaku yang

tidak diinginkan, boleh diberikan haloperidol 5 mg per hari dosis terbagi atau khlorpromazin

25-150 mg per oral

4. reaksi psikotik yang tidak hilang dalam sehari hendaklah dievaluasi tentang kemungkinan

gangguan jiwa yang berat. Yang paling sering adalah skizofrenia atau gangguan afektif.

Terapi sindrom otak organik

• terapi sama dengan reaksi panic

Terapi keadaan putus ganja

• kondisi klinis akibat putus ganja pada umumnya ringan dan segera menghilang dengan

sendirinya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

TERAPI PENGGUNAAN SEDATIVA HIPNOTIKA

Ketergantungan dan Penyalahgunaan

Ketergantungan sedative atau hipnotika adalah penurunan kemampuan mengontrol diri untuk

tidak menggunakan obat sedative atau hipnotika secara berlebihan. Intoksikasi sedative-

hipnotika antara lain :

• gejala neurologis: pembicaraan cadel, gangguan koordinasi motorik, cara jalan yang tidak

stabil, nistagmus.

30

Page 31: Halusinogen

• Gejala psikologis: afek labil, hilangnya hambatan impuls seksual dan agresif, iritabel,

banyak bicara, gangguan dalam memusatkan perhatian, gangguan daya ingat dan daya nilai.

• Pada keadaan overdosis: pernafasan lambat atau cepat tetapi dangkal, tekanan darah turun,

nadi teraba lemah dan cepat, kulit berkeringat dan teraba dingin, hematokrit meningkat.

Keadaan putus sedative hipnotika

Gejala-gejala pada keadaan putus sedative hipnotika adalah mual-muntah tampak lemah dan

letih, takikardia,berkeringat, tekanan darah meningkat, cemas, depresi atau iritabel, tremor

kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata, kadang terjadi hipotensi ortostatik dan dapat pula

timbul delirium.

Terapi intoksikasi sedative-hipnotika

• Pada dasarnya merupakan terapi simptomatik menjaga penekanan pernapasan dan menjaga

fungsi kardiovaskuler tetap berjalan baik. Pada penggunaan oral perlu dilakukan kumbah

lambung bila sedative-hipnotika ditelah tidak lebih dari 6 jam.

• hindari penekanan pernapasan.

• beri infus NaCl.

• bila pasien koma dan diduga juga memakai opioida dapat diberikan antagonis opioida

seperti naloxon HCl (Narcan). Terapi Keadaan Putus sedative-hipnotika.

• bila dosis pemakaian diketahui dan tidak terdapat komplikasi medik lain atau adanya

psikosis yang belum terobati, pasien bisa dirawat jalan dengan penurunan dosis perminggu.

• bila dirawat inap, penurunan dosis bisa lebih cepat.

• pada ketergantungan benzodiazepine, bila pasien menggunakan dalam dosis terapeutik yang

dianjurkan oleh pabrik pembuatnya setiap hari selama lebih dari 1 bulan maka detoksifikasi

dapat dilakukan dengan cara rawat jalan, dimana dosis diturunkan secara bertahap dalam

waktu 4 minggu.

• bila dosis benzodiazepine ekuivalen dengan 40 mg diazepam setiap harinya selama lebih

dari 8 bulan maka penurunan dosis adalah sebesar 10% dan harus dirawat inap.

• bila jumlah sedative-hipnotika yang dipakai tidak diketahui, maka perlu diberikan dosis

percobaan. Bila seseorang diberi 200 mg pentobarbital lalu tertidur, maka pasien belum

ketergantungan sedative-hipnotika. Bila seseorang diberi 200 mg pentobarbital lalu tampak

intoksikasi, maka ia perlu diberi pentobarbital setiap 6 jam 100-200 mg. jumlah pentobarbital

yang menyebabkan intoksikasi dihitung serta dipertahankan selama 2 hari, lalu pada hari

ketiga dan seterusnya dosis diturunkan 10% setiap harinya.

31

Page 32: Halusinogen

Delirium

Delirium jenis ini tidak dapat dibedakan dengan delirium Tremens akibat putus alcohol.

Lebih sering dijumpai pada putus Barbiturat daripada putus obat Benzodiazepin. Delirium

yang berhubungan dengan intoksikasi dapat terlihat pada penggunaan barbiturate atau

benzodiazepine jika dosis yang digunakan cukup tinggi.

Persisting Dementia

Persisting Amnestik Disorder

Banyak kejadian yang dilaporkan akibat penggunaan jangka pendek Benzodiazepin.

Psychotic Disorder

Gejala psikotik akibat putus obat barbiturate tidak dapat dibedakan dengan delirium treman

akibat penggunaan alcohol. Gambaran agitasi, delusi, dan halusinasi biasanya visual, tapi

kadang taktil atau auditori terjadi setelah 1 minggu abstinensi. Gejala psikotik yang

dihubungkan dengan intoksikasi atau putus obat akibat barbiturate lebih sering terjadi dari

pada akibat obat benzodiazepine. Gejala yang dominan adalah delusi atau halusinasi.

Kelainan Lainnya

Penggunaan sedativa, hipnotika dan anticemas juga dapat mengakibatkan gangguan afek,

ansietas, gangguan tidur, disfungsi seksual.

TERAPI PENGGUNAAN KOKAIN

Intoksikasi kokain

Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organic yang terjadi beberapa menit sampai satu

jam setelah menggunakan kokain. Sindrom tersebut dapat menyebabkan gangguan fisik dan

perilaku. Lamanya kerja kokain dalam tubuh sangat singkat, eliminasi paruh waktu kokain

hanya satu jam. Kecuali pada kasus-kasus overdosis, sebagian besar kokain sudah hilang dari

tubuh pada saat pasien sampai ke IGD. Tanda klinis:

1. takikardi

2. dilatasi pupil, midriasis

3. meningkatnya tekanan darah

4. panas dingin berkeringat

5. tremor

32

Page 33: Halusinogen

6. mual muntah

7. meningkatnya suhu badan

8. aritmia nadi

9. halusinasi visual dan taktil

10. sinkop

11. nyeri dada

Bila overdosis dapat menyebabkan kejang dan meninggal gejala-klinis meliputi:

1. euphoria, disforia

2. agitasi psikomotor

3. agresif dan menantang berkelahi

4. waham paranoid

5. halusinasi

6. delirium

7. eksitasi

8. penilaian realita yang kurang wajar

9. meningkatnya aktivitas dan kewaspadaan

10. mulut kering

11. meningkatnya percaya diri

12. selera makan kurang

13. grandiositas

14. perilaku repetitive dan stereotipik

15. panic

Keadaan putus kokain

Keadaan ini ditandai dengan adanya perasaan disforik yang menetap selama lebih dari 24 jam

setelah menurunnya konsumsi kokain dan diikuti gejala-gejala berikut:

• Keletihan

• Insomnia atau hipersomnia

• Agitasi psikomotor

• Ide-ide bunuh diri dan paranoid

• Iritabel

• Depresif

• Gejala utama putus kokain adalah menagih kokain.

33

Page 34: Halusinogen

Terapi intoksikasi kokain

• Yakinkan pasien bahwa gejala hanya terjadi dalam beberapa waktu

• Tempatkan pasien pada keadaan yang tenang

• Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien

• Pastikan apakah pasien menggunakan zat additive lainnya

• Fiksasi jika diperlukan

• Pertimbangkan rawat inap untuk selanjutnya rehabilitasi

• Persiapkan pasien tentang adanya keadaan putus kokain

• Terapi psikofarmaka

o Bila agitasi, galak, membahayakan lingkungan atau delusi dapat diberikan derivate

benzodiazepine ringan peroral

o Jiga agitasi masih terjadi dapat diberikan antipsikotik berkekuatan tinggi

o Jika terjadi takikardi dan hipertensi dapat diberikan propanolol

o Masukan ICU jika ada indikasi (kejang, gangguan elektrolit, gangguan respirasi, gejala

overdosis)

Terapi keadaan putus kokain

• Pastikan apakah ada resiko bunuh diri

• Beri ketenangan, dan tanyakan berapa jumlah kokain yang masuk dan sudah berapa lama

serta tanyakan apakah pasien menggunakan zat additive lainnya

• Motivasi pasien agar ikut program rehabilitasi

• Evaliasi apakah pasien menderita gangguan psikotik atau menggunakan zat additive lain

• Terapi psikofarmaka

o Agitasi berat dapat diberikan benzodiazepine ringan peroral

o Antidepresif jika diperlukan

Berikan bromokriptin untuk mengendalikan emosi

34

Page 35: Halusinogen

PENGGUNAAN KAFEIN

Akibat penggunaan kafein:

1. Reaksi Panik

Gangguan cemas dapat berupa gangguan panik, gangguan

ansietas general, phobia sosial, atau gangguan obsesif kompulsif. Pasien tidak perlu untuk

memenuhi semua kriteria, cukup satu untuk mendiagnosis kafein menginduksi gangguan

ansietas. Reaksi panik timbul pada jumlah kafein lebih 500-600 mg. Selain itu dapat

meningkatkan ansietas pada depresi, fobia sosial dan obsesi kompulsi.

2. Intoksikasi Kafein

Overdosis kafein gejalanya ringan dan jarang menimbulkan kematian. Dosis letal akut pada

orang dewasa antara 5-10 gram. Reaksi yang tidak diinginkan mulai terlihat pada kafein 1

gram atau 20 gelas kopi, yaitu sebagai berikut:

- Gelisah

- Eksitasi (penuh gairah)

- Sulit tidur

- Muka merah

- Mioklonus

- Poliuria

- Mual

- Arus pikir cepat, banyak bicara

- Takikardi, aritmia

- Agitatif

3. Psikosis/ Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Kafein

Jarang terjadi sebagai akibat langsung pemakaian kafein, tetapi kafein dapat memicu

terjadinya kembali gejala gangguan psikotik pada pasien yang sebelumnya telah menderita

psikosis.

4. Sindrom Otak Organik

Pada kafein dosis tinggi (lebih 500-800 mg per hari) dapat menimbulkan kebingungan

agitatif.

35

Page 36: Halusinogen

5. Keadaan Putus Kafein

Gejala-gejala:

- Gelisah

- Gugup

- Mudah tersinggung

- Nyeri kepala

- Gemetar

- Letargi

- Tidak mampu bekerja efektif

- Hidung beringus

- Mual muntah

- Depresi

6. Gangguan Tidur

Dapat menyebabkan hipersomnia, insomnia, parasomnia atau campuran. Pada dosis 200 mg

kafein sebelum tidur dapat memperlambat onset tidur sampai 4 jam dan mengurangi kualitas

tidur.

7. Ketergantungan Kafein

'Ketergantungan' kadang digunakan untuk mengindikasikan ketergantungan secara psikis,

yang ditandai dengan adaptasi psikologis terhadap efek dari zat, dan biasanya diindikasikan

dengan sindrom putus zat jika konsumsi obat dihentikan. Ada bukti kuat yang membuktikan

bahwa kafein dapat mengakibatkan ketergantungan psikis, yang

diindikasikan lewat sindrom putus kafein. 'Ketergantungan' dapat juga diartikan lain sebagai

cara mengindikasi diagnosis klinis dari ketergantungan. Ketergantungan klinis secara khas

dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis yang secara bebas dihubungkan oleh masalah

penggunaan zat. Termasuk dalam kriteria ini ketergantungan psikis, meskipun

ketergantungan psikis biasanya tidak begitu cukup untuk mendiagnosis sindrom

ketergantungan klinis. Meskipun banyak studi dan laporan tentang ketergantungan psikis

terhadap kafein, namun hanya sedikit penelitian tentang sindrom ketergantungan klinis.

Ketergantungan secara psikologis bila penggunaan kafein dihentikan. Mempunyai gejala

seperti putus kafein, terjadi toleransi dosis kafein, ketidakmampuan untuk menghentikan

penggunaan kafein.

36

Page 37: Halusinogen

8. Penggunaan Kafein yang Merugikan

Penggunaan kafein berhubungan dengan penyakit jantung, kanker payudara, osteoporosis dan

penyakit lain. Penggunaan kafein harus dikurangi atau dihentikan pada takikardi aritmia,

hernia atau hiatal esofagus dan penyakit fibrokistik. Kafein juga dapat menghambat konsepsi

dan menyebabkan berat badan bayi lahir rendah sehingga penggunaannya perlu dihindari

pada kehamilan.

Terapi

Terapi Reaksi Panik

Waktu paruh kafein antara 3-7 jam dan gejala relatif ringan sehingga cukup diobservasi,

berbagi rasa tentang kafein, lalu tunggu beberapa jam sampai gejala mereda (umumnya tidak

diperlukan pengobatan antiansietas).

Terapi Intoksikasi Kafein

- Simtomatis

- Observasi pernapasan, suhu tubuh, kemungkinan kejang dan hipertensi (pada penderita

penyakit jantung).

Terapi Psikosis/ Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Kafein

- Edukasi mengenai kondisi psikotik sebagai efek dari kafein.

- Menghentikan kebiasaan minum kopi

Terapi Sindrom Otak Organik

Penghentian konsumsi kafein.

Terapi Keadaan Putus Kafein

- Terjadi pada konsumsi lama yang dihentikan secara mendadak

- Intervensi dan edukasi bahwa keluhan akan berakhir beberapa waktu.

Terapi Gangguan Tidur

Mengurang atau menghentikan penggunaan kafein.

Terapi Ketergantungan Kafein

Sama dengan terapi putus kafein.

37

Page 38: Halusinogen

Terapi Pengunaan Kafein yang Merugikan

- Hentikan pemakaian kafein

- Edukasi dan motivasi

Terapi Rujukan

- Kardiologi

- Penyakit Dalam

- Neurologi

PENGGUNAAN HALUSINOGENIKA

Akibat Penggunaan Halusinogenika

1. Intoksikasi Halusinogenika

- Perubahan perilaku maladaptif

- Perubahan persepsi (dalam keadaan sadar dan terjaga)

- Tanda-tanda fisiologis:

• Takikardi

• Dilatasi pupil

• Palpitasi

• Peningkatan tekanan darah

• Berkeringat

• Suhu badang meningkat

• Mual

• Pusing

• Penglihatan kabur

• Tremor

• Kelemahan

• Gangguan koordinasi

- Gejala-gejala psikologi:

• Perubahan suasana perasaan (mood)

• Gangguan persepsi

• Gangguan proses pikir

• Gangguan perilaku

• Euforia

38

Page 39: Halusinogen

• Keras kepala

• Paranoia

• Serangan panik

• Waham

• Ide bunuh diri

• Anestesia

• Derealisasi

• Depersonalisasi

• Disorientasi

Gambaran khas intoksikasi halusinogen adalah onsetnya yang cepat dalam mempengaruhi

mood, kognitif, dan persepsi. Memori umumnya tetap terpelihara. Distress psikologik

menandakan seseorang yang menggunakan halusinogen perlu mendapat pertolongan

psikiatrik. Kriteria diagnostik untuk intoksikasi halusinogen adalah:

a) Riwayat baru saja menggunakan halusinogen

b) Gangguan atau perubahan psikologikal atau perilaku maladaptif yang signifikan, yang

meningkat dengan penggunaan halusinogen

c) Perubahan persepsi yang terjadi pada keadaan sadar penuh dan awas-waspada, misalnya

depersonalisasi, persepsi subjektif, derealisasi, ilusi, halusinasi, sinkronisasi, yang terjadi dan

meningkat selama atau sesaat sesudah menggunakan halusinogen.

d) Dua atau lebih gejala berikut, yang muncul selama atau sesaat setelah penggunaan

halusinogen:

- Dilatasi pupil

- Takikardi

- Berkeringat

- Palpitasi

- Gangguan penglihatan

- Tremor

- Inkoordinasi gerak

Gejala yang ada tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu dan bukan merupakan

gangguan mental lainnya.

39

Page 40: Halusinogen

2. Gangguan Persepsi Menetap Halusinogenika (Kilas Balik/Flashback

Akibat Gangguan Halusinogenika

Kriteria diagnostik untuk gangguan persepsi menetap akibat halusinogen,

yaitu:

a) Adanya pengalaman yang sama, saat menggunakan halusinogen, satu atau lebih gejala

persepsi terkait halusinogen (misalnya halusinasi geometrik, persepsi adanya gerakan pada

lapang pandang perifer, disorientasi warna, gambar bergerak, makropsia dan mikropsia.

b) Gejala pada kriteria a) menyebabkan distres atau gangguan dalam interaksi sosial,

pekerjaan, atau fungsi lainnya.

c) Gejala yang ada bukan merupakan akibat medikasi lain. Selain kriteria ini, dapat pula

ditemukan:

• Delirium Intoksikasi Halusinogenika (Intoksikasi Halusinogenika Akut dengan Delirium)

• Penggunaan halusinogenika bersama zat lain dapat menimbulkan delirium tetapi relatif

jarang.

3. Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Halusinogenika

Apabila terdapat gejala psikotik dengan hilangnya daya realitas, maka diagnosis psikosis

dapat ditegakkan. Selain itu, adanya waham dan halusinasi juga dapat menjadi pertimbangan

tambahan. Karena halusinogen dapat memicu toksisitas mental yang serupa dengan psikosis,

maka perlu adanya pembeda antara keduanya, yaitu bahwa gangguan psikotik paska-

penggunaan halusinogen berlangsung lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi. Pasien dapat

mengalami psikosis sesaat setelah menggunakan halusinogen atau dapat pula mengalami

periode tanpa gejala hingga beberapa bulan sebelum onset timbul.

• Ditandai terutama oleh gejala halusinasi atau waham. Selain itu juga ada bad trip,

berkhayalan buruk, reaksi panik yang berakhir bila efek halusinogenika hilang.

• Gangguan Suasana Perasaan (Mood) Akibat Penggunaan Halusinogenika

• Gejalanya mirip gejala gangguan manik dan depresi. Gejala-gejalanya mereda setelah efek

halusinogenika hilang.

• Gangguan Ansietas Akibat Penggunaan Halusinogenika

• Gangguan ansietas bervariasi. Pasien-pasien yang datang ke ruang gawat darurat

menunjukkan gejala panik dengan agorafobia.

4. Ketergantungan Halusinogenika

- Toleransi dosis

40

Page 41: Halusinogen

- Peningkatan konsumsi zat

- Kegagalan penghentian penggunaan zat

- Craving halusinogenika

- Penurunan fungsi psikososial

Pasien yang mengkonsumsi zat halusinogen dapat memberikan gambaran klinis yang muncul

mendadak, adanya halusinasi visual, dan ide-ide paranoid terkait toksisitas halusinogen.

Gambaran klinis ini sering kali sulit untuk dibedakan dengan gambaran klinis akibat

toksisitas agen lainnya, misalnya fensiklidin, antikolinergik, inhalansia, dan sejumlah obat

lainnya. Skrining laboratorium untuk amfetamin, tetrahidrokanabinol, opiat, kokain,

bezodiazepin, dan barbiturat sudah dapat dilakukan untuk membedakan jenis agen.

Halusinasi visual atau pseudohalusinasi hampir selalu terjadi pada berbagai toksisitas,

metabolik, vaskular, epileptik, atau neoplastik pada susunan saraf pusat, disamping

skizofrenia. Hal ini penting untuk membedakan halusinasi yang terjadi adalah akibat bahan

halusinogen atau dari agen lainnya.

5. Gangguan Kepribadian dan Afektif

Gejala maniakal dengan waham kebesaran atau depresi atau berupa campuran keduanya. Juga

dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri. Kategori diagnostik untuk gangguan ini

sesuai dengan kriteria untuk gangguan afektif. Semua gejala yang ada berkenaan dengan

penggunaan halusinogen. Tidak seperti gangguan afektif yang dipicu kokain dan amfetamin,

gejala gangguan afektif pada pengguna halusinogen dapat bervariasi. Pengguna dapat

mengalami gejala manik dengan waham kebesaran, atau mengalami keadaan depresi dengan

gejala campuran. Seperti gangguan psikotik akibat halusinogen, gangguan afektif biasanya

mereda bila zat dieliminasi dari tubuh.

6. Gangguan Ansietas

Setelah menimbulkan efek yang menyenangkan, halusinogenika menyebabkan ketakutan dan

gangguan panik.

7. Delirium

Jarang terjadi akibat penggunaan halusinogenika tunggal, biasanya akibat interaksi dengan

penggunaan zat lain dan timbulnya bersamaan dengan intoksikasi.

41

Page 42: Halusinogen

8. Gangguan Non-spesifik lainnya

Penggunaan obat halusinogen secara kronis dapat menimbulkan sejumlah gejala dan perilaku

yang tidak umum. Edem serebri, dilaporkan dapat terjadi paska-penggunaan halusinogen

jenis MDMA. Penggunaan halusinogen jenis LSD juga dilaporkan menyebabkan gangguan

lobus temporal, termasuk hiperreligius, disfungsi seksual, dan halusinasi pada umumnya.

Terapi

Terapi Intoksikasi Halusinogenika

- Konseling suportif

• Mengajak pasien untuk berbicara, meyakinkan pasien, melindungi pasien terhadap

perbuatan yang membahayakan dirinya dan orang lain.

• Meyakinkan pasien bahwa gejala-gejala yang disebabkan oleh zat yang digunakannya akan

mereda.

• Berikan semangat dengan meyakinkan dan memberitahu tentang orientasi secara terus-

menerus.

- Tempatkan pasien dalam ruangan yang tenang dan ditemani.

- Observasi tanda vital dan pemeriksaan laboratorium yang menunjang, khususnya berkaitan

dengan skrining toksikologis urine dan darah

- Terapi simtomatis terhadap gejala fisik

- Fiksasi bila pasien agitatif

- Terapi psikofarmaka:

• Obat penenang bila perlu: derivat benzodiazepin misalnya Lorazepam 1-2 mg per oral untuk

pasien yang tidak begitu gelisah, dan secara parenteral untuk pasien yang sangat agitatif atau

paranoid karena biasanya menolak minum obat.

• Bila agitasi tetap bertahan: antipsikotik Haloperidol 2-5 mg per oral/im.

Terapi Ketergantungan Halusinogenika

Edukasi dan motivasi.

Terapi gangguan ansietas

Seperti terapi intoksikasi halusinogenika dengan Benzodiazepin.

42

Page 43: Halusinogen

Terapi gangguan afektif

Hentikan pemakaian halusinogenika. Bila perlu diberikan antimaniakal atau anti depresan.

Terapi Delirium

Sama dengan terapi intoksikasi halusinogenika.

PENGGUNAAN NIKOTIN

Reaksi Panik

Serangan panik dapat dipicu oleh peningkatan tekanan darah dan perubahan denyut jantung

akibat merokok.

Intoksikasi Nikotin

• Overdosis nikotin lebih dari 60 mg pada orang dewasa berakibat fatal, sedangkan pada

anak-anak terjadi pada dosis yang lebih rendah.

• Intoksikasi ringan-sedang: mual, salivasi, nyeri abdomen, diare, muntah, nyeri kepala,

pusing, penurunan denyut jantung dan kelemahan.

• Dosis lebih tinggi: pusing hebat, penurunan tekanan darah,

penurunan frekuensi napas, kejang dan meninggal akibat depresi napas.

Keadaan Putus Nikotin

Timbul beberapa jam setelah berhenti merokok, lalu meningkat pada tengah hari dan

memburuk pada sore hari. Keluhan yang ditemukan antara lain:

- Craving

- Iritabel

- Ansietas

- Sulit konsentrasi

- Gelisah

- Nyeri kepala

- Gangguan tidur

- Perubahan kognisi dan perilaku: pikiran tumpul, hostil (bermusuhan)

Sindrom Ketergantungan Nikotin

Terjadi akibat pemakaian nikotin yang lama. Terdiri atas 3 gambaran yang mengakibatkan

sulitnya berhenti merokok dan merupakan fokus perhatian dalam terapi, yaitu:

43

Page 44: Halusinogen

- Penghentian pemakaian nikotin menimbulkan gejala putus zat yang mencapai puncaknya

dalam 24-48 jam berupa ansietas, tidur terganggu, iritabel, hilang kesabaran, craving

tembakau, gelisah, sulit konsentrasi, mulut kering, napsu makan meningkat dan nyeri kepala.

Intensitas gejala akan mereda setelah 2 minggu, tetapi gejala seperti peningkatan napsu

makan dan sulit konsentrasi akan menetap sampai beberapa bulan.

- Perilaku memegang-megang rokok, membawanya ke mulut, lalu menghisap rokok.

- ”Pengalaman menyenangkan” akibat kadar nikotin yang cepat di dalam otak.

Terapi Reaksi Panik

Observasi dan terapi simtomatis

Terapi Intoksikasi Nikotin

- Terapi simtomatis: bantuan napas, stabilisasi tekanan darah, pertimbangkan bilas lambung.

- Asidifikasi dengan Ammonium klorida 500 mg tiap 3-4 jam untuk mempercepat ekskresi

nikotin.

Terapi Keadaan Putus Nikotin

- Konseling

- Permen kunyah nikotin yang ditapering off dalam 3 minggu bila perlu.

Terapi Sindrom Ketergantungan Nikotin

- Non farmakoterapi

Modifikasi perilaku: pasien membuat catatan merokok dan mengontrol faktor lingkungan

yang merupakan pencetus, mengganti dengan merek rokok yang kadar nikotinnya lebih

rendah.

- Farmakoterapi

Terapi pengganti nikotin:

• Koyok nikotin (Nicotin patch)

Diberikan selama 8 minggu dengan cara koyok diganti setiap hari.

• Permen kunyah nikotn

• Farmakoterapi lain

Klonidin mampu mengurangi gejala putus nikotin karena merupakan antagonis nonreseptor

nitkotin.

44

Page 45: Halusinogen

Mekamilamin (doksepin) dan ansiolitika (buspiron) sebagai pembantu

dalam program penghentian rokok.

PENGGUNAAN INHALANSIA

Akibat penggunaan inhalansia:

1. Intoksikasi Inhalansia

Ditandai dengan adanya keluhan pusing, bicara cadel, jalan tidak stabil, gangguan koordinasi

motorik, euphoria, agresif, aritmia jantung, sianosis, dan halusinasi

2. Psikosis Akibat Penggunaan Inhalansia

Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan euforia,

kegembiraan, dan sensasi mengambang yang menyenangkan. Gejala psikologis lain pada

dosis tinggi dapat berupa rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual dan

distorsi ukuran tubuh..

3. Sindroma Putus Inhalan

Sindroma putus inhalan tidak sering terjadi, kalaupun ada muncul dalam bentuk susah tidur,

iritabilitas, kegugupan, berkeringat, mual, muntah, takikardia, dan kadang-kadang disertai

waham dan halusinasi.

4. Penggunaan Inhalansia yang Merugikan

Dapat menimbulkan gangguan neurologis seperti bicara yang tidak jelas (menggumam,

penurunan kecepatan bicara, ataksia). Penggunaan dalam waktu lama dapat menyebabkan

iritabilitas, labilitas emosi dan gangguan ingatan. Selain itu juga dapat menyebabkan

kerusakan hati dan ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot yang permanen. Efek

merugikan yang paling serius adalah kematian yang disebabkan karena depresi pernafasan,

aritmia jantung, asfiksiasi, aspirasi muntah atau kecelakaan atau cedera.

5. Delirium Intoksikasi Inhalansia

6. Psikosis

Terdapat halusinasi dan delusi yang langsung berhubungan dengan efek psikologis dari

inhalansia. Terjadi gangguan yang jelas dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah

intoksikasi inhalansia. Tedapat gangguan panik, bingung, dan agitasi.

7. Gangguan Ansietas

Terdapat satu dari gejala berikut:

• Gangguan ansietas secara umum

• Serangan panik

45

Page 46: Halusinogen

• Gejala obsesi kompulsi atau fobia

8. Gangguan Afektif

Diakibatkan langsung oleh efek inhalansia terhadap psikologis.

Terdapat satu gejala spesifik berikut:

• Depresi

• Maniak

• Campuran

Sering timbul keinginan untuk bunuh diri.

9. Demensia

Terjadi akibat defisit neurologis yang berhubungan dengan abnormalitas sel putih otak akibat

penggunaan inhalansia. Gangguan memori yaitu terdapatnya sekurang-kurangnya satu dari

gejala berikut:

• Afasia

• Apraksia

• Agnosia

• Gangguan fungsi eksekutif (planning, organizing, sequencing,

abstracting)

Gejala-gejala tersebut harus mempengaruhi fungsi social dan pekerjaan secara bermakna.

Terapi

Terapi intoksikasi inhalansia

Inhalansia merupakan obat penekan sistem saraf pusat seperti sedatifhipnotik. Terapi intoksi

inhalansia pada dasarnya sama dengan terapi pada intoksikasi sedativa hipnotika, yaitu

simtomatik.

Terapi putus inhalansia

Inhalansia jarang menimbulkan keadaan putus zat dan sindrom ketergantungan. Terapi

diberikan secara simtomatik.

Terapi Psikosis Akibat Inhalansia

Antipsikotik

Terapi pada Penggunaan Inhalansia yang Merugikan.

46

Page 47: Halusinogen

Terapi Delirium Intoksikasi Inhalansia

Bila diperlukan: Haloperidol diberikan dalam waktu singkat. Jangan menggunakan

benzodiazepin untuk menghindari depresi napas.

Terapi Psikosis

• Cegah komplikasi seperti gagal napas atau cardiac arrest

• Haloperidol 5 mg/kgBB i.m. dan dapat diulang 20 menit bila perlu (pada agitasi)

• Jangan gunakan obat-obat sedatif seperti Benzodiazepin yang dapat memperburuk.

Terapi Ansietas

Antidepresan merupakan kontraindikasi.

Terapi Gangguan Afektif

Antidepresan dan anti mania jarang diperlukan. Usaha bunuh diri sering terjadi sehingga

medikasi dapat diberikan bila perlu.

Terapi Demensia

Perubahan bersifat permanen sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah pencegahan dan

detoksifikasi.

47

Page 48: Halusinogen

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif bervariasi luas dan

berbeda keparahannya.

Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal adanya

pengguanaan akhir-akhir ini. Banyak pengguna menggunakan lebih dari satu jenis obat

namun bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal

yag paling penting yang digunakannya.

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis ketergantungan zat “mutlak

diperlukan bukti adanya penggunaan dan kebutuhan terus menerus”. Terdapatnya gejala

abstensi bukan satu-satunya bukti dan juga tidak selalu ada, misalnya pada penghentian

pemakaian kokain dan ganja. Obat yang diberikan dokter tidak termasuk dalam pengertian ini

selama pengguanaan obat tersebut berindikasi medis.

Istilah ketergantungan zat mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah ketagihan

atau adiksi obat. WHO mendefinisikan ketagihan sebagai berikut: suatu keadaan keracunan

yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri dan masyarakat dan yang

disebabkan oleh penggunaan suatu zat yang berulang-ulang.

Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia akan tergantung

pada suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta mempunyai sifat tergantung dan

pasif lebih cenderung menjadi ketergantungan pada obat.

Faktor sosiobudaya juga tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dengan faktor

kepribadian. Di Indonesia banyak penderita ketergantungan obat berasal dari golongan

sosioekonomi menengah. Faktor fisik dan badaniah seseorang menentukan efek fisik obat itu

seperti hilangya rasa nyeri dan ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan

sexual, rasa lapar dan mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-

dorongan.

Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam “hipotesis kebiasaan” bekerja sebagai

berikut: karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan dan tidak enak, maka kebiasaan

diperkuat dengan tiap kali pemakaian. Ketergantungan obat merupakan hasil saling pengaruh

dan mempengaruhi yang komplex berbagai faktor tadi ditambah dengan mudah sukarnya

48

Page 49: Halusinogen

obat itu diperoleh dan kesempatan untuk mengunakannya. Pemberian obat oleh dokter dapat

meninmbulkan ketergantungan juga.

49

Page 50: Halusinogen

1. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen

Kesehatan: Jakarta

2. Kaplan. H. I., Sadock. B. J., dan Greeb. J. A., 2010 Sinopsis Psikiatri. Binarupa

Aksara Publisher: Tangerang

3. Penyalahgunaan Ecstasy dan Putau. Di unduh dari www.kalbe.co.id

4. Klasifikasi gangguan jiwa. Di unduh dari http://www.medicinesia.com/kedokteran-

klinis/neurosains-kedokteran-klinis/klasifikasi-gangguan-jiwa/

5. www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1299&Itemid=2

50