Hak dan kewajiban suami

17
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI Oleh: Khomsidah I. Pendahuluan Siapapun yang telah melangsungkan pernikahan, tentunya meninginkan terbentuknya rumah tangga yang sakinah mawadah wa rahmah. Memiliki kehidupan keluarga yang harmonis tentu merupakan dambaan dan impian setiap insan. Hidup dengan tentram bahagia, tanpa ada permasalahan yang berarti yang dapat merusak keutuhan rumah tangga atau mengurangi kehangatan rumah tangga. Salah satu kunci keluarga bahagia yaitu adanya pemahaman dan pelaksanaan hak dan kewajiban suami istri dalam bahtera rumah tangga, karena itu diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam membangun keharmonisan rumah tangga dan dengan didasari ilmu agama, sehingga keluarga tersebut akan menjadi sakinah. Seorang suami yang beriman akan mampu menjadi kepala rumah tangga yang baik dan kelak membawa keluarganya menuju surga, begitu pula seorang istri ṣaliḥah tentunya yang selalu taat pada suaminya serta mampu membawa keluarganya senantisa dalam kebaikan. Seorang istri harus menunaikan hak dan kewajiban suami secara sempurna jangan diremehkan atau ditunda- tunda. Seorang wanita bahkan belum dianggap menunaikan hak-hak rabb-Nya (meskipun ia mengucapkan atau 1

Transcript of Hak dan kewajiban suami

Page 1: Hak dan kewajiban suami

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI

Oleh: Khomsidah

I. Pendahuluan

Siapapun yang telah melangsungkan pernikahan, tentunya meninginkan

terbentuknya rumah tangga yang sakinah mawadah wa rahmah. Memiliki

kehidupan keluarga yang harmonis tentu merupakan dambaan dan impian setiap

insan. Hidup dengan tentram bahagia, tanpa ada permasalahan yang berarti yang

dapat merusak keutuhan rumah tangga atau mengurangi kehangatan rumah

tangga.

Salah satu kunci keluarga bahagia yaitu adanya pemahaman dan

pelaksanaan hak dan kewajiban suami istri dalam bahtera rumah tangga, karena

itu diperlukan kerjasama antara suami dan istri dalam membangun keharmonisan

rumah tangga dan dengan didasari ilmu agama, sehingga keluarga tersebut akan

menjadi sakinah. Seorang suami yang beriman akan mampu menjadi kepala

rumah tangga yang baik dan kelak membawa keluarganya menuju surga, begitu

pula seorang istri ṣaliḥah tentunya yang selalu taat pada suaminya serta mampu

membawa keluarganya senantisa dalam kebaikan.

Seorang istri harus menunaikan hak dan kewajiban suami secara sempurna

jangan diremehkan atau ditunda-tunda. Seorang wanita bahkan belum dianggap

menunaikan hak-hak rabb-Nya (meskipun ia mengucapkan atau melakukan

berbagai kebaikan dan ketakwaan) selama ia belum melaksankan hak-hak

suaminya atau justru menyepelekanya. Dalam firman Allah al-Baqarah:228 :

Artinya: Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya.

1

Page 2: Hak dan kewajiban suami

II. Hak dan Kewajiban Suami

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunya,

maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan

pula hak dan kewajiban selaku suami istri dalam keluarga.

A. Ḥadith

ا ع�ن� �هم��� �ال ع�يد� ك �ن س��� ة ب �ب��� �ي �ى� و�قت ان ه�ر� ��يع� الز ب �و الر �ب �ا أ �ن ح�د�ثوب �ي��� �ا أ �ن د�ث �ا ح�م�اد* - ح��� �ن �يع� ح�د�ث ب �و الر �ب �د� - ق�ال� أ ي �ن� ز� ح�م�اد� ب

�ى ب� ة� ع�ن� أ �ب��� �ى ق�ال ب

� ان�ع�ن� أ �و�ب��� م�اء� ع�ن� ث �س��� ال�أ ال� ق��� ق���ار� ل د�ين��� �ف�ض��� ه� -ص�لى الل�ه علي��ه وس�لم- » أ �ول الل� س�� ر�

�ه� �ال ي �ف�قه ع�ل�ى ع� ن �ار* ي جل د�ين ��ف�قه الر ن جلي ��ف�قه الر ن �ار* ي و�د�ين�ه� ف�ى اب ص�ح�

� �ف�قه ع�ل�ى أ ن �ار* ي �ه� و�د�ين �يل� الل ب �ه� ف�ى س� �ت ع�ل�ى د�ابال� م� ق��� ال� ث �ع�ي��� �ال ب

� د�أ ة� و�ب��� �ب��� و ق�ال �ب�� �ه� «. ق�ال� أ �يل� الل ب وس� �ب�� أال� ي��� ق ع�ل�ى ع� �ف��� ن ل� ي ج�� ا م�ن� ر� Aج�ر� �ع�ظ�م أ جل� أ ى� ر�

� �ة� و�أ �ب ق�ال. �يه�م� غ�ن �ه� و�ي �ه ب �ف�عهم الل �ن و� ي

� ع�ف�هم� أ 1ص�غ�ار� ي

Artinya: diceritakan oleh Abū Rabī’ al-Zahranī dan Qutaibah bin Sa’īd dari Ḥammād bin Zaid, Abū Rabī’ berkata diceritakan Ḥammād diceritakan dari Ayyūb dari Abī Qilābah dari Abī Asmā’ dari Thaubān berkata, Rasulullah bersabda: “sebaik-baiknya dinar adalah dinar yang diinfakkan seorang laki-laki kepada keluarganya, dan dinar yang diinfakkan seorang laki-laki yang diinfakkan untuk kendaraanya di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan kepada sahabatnya dijalan Allah. Abū Qilābah berkata: “dimulai dengan keluarga kemudian ia berkata lagi: “pahala seorang laki-laki yang besar adalah pahala laki-laki yang memberi infak kepada keluarganya, Allah akan menjaga dan memanfaatkan dan mencukupinya.

Dalam riwayat lain disebutkan:

عن ابى هريرة رضي الله عنه: أن رسول الله صلى تصوم أن))ال يحلL ال مرأة قال : الله عليه وسلم

L بإذنه(( L بإذنه , وال تأذن فى بيته إال 2وزوجها شاهد إال

1 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajāj bin Muslim al-Qushairī al-Naisābūrī, Ṣahīh Muslim, (Bairut: Darul al-Afāq al-Jadīdah,tth), 3:78.2 Al-Imām Abī Zakayā Yahyā bin Sharaf al-Nawawī al-Dimashqī, Riyāḍu al-Ṣāliḥīn, (Surabaya: Maktabah Imārata Allah, tth), 116-117.

2

Page 3: Hak dan kewajiban suami

Artinya: Dari Abī hurairah raḍiallahu’anhu, sesungguhnya Rasulullah bersabda: “seorang wanita tidak diperbolehkan berpuasa (sunah) ketika suaminya berada di rumah kecuali dengan izin darinya. Ia juga tidak boleh mengizinkan orang lain masuk ke rumah suaminya kecuali dengan izin darinya”.

B. Rawi A’lā

Beliau adalah Thaubān al Nabawī budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah

Ṣalaallahu’alaihi wasalam. Dahulu Thaubān ditawan di bumi Hijaz kemudian

dibeli oleh Rasulullah dan kemudian dimerdekakan. Setelah Thaubān selalu

bersama Rasulullah ia banyak menghafal ilmu, umurya panjang dan ia terkenal.

Thaubān dijuluki Abā Abdullah dan Abā ‘Abdur Rahman, ada yang mengatakan

ia adalah orang Yaman dan ayahnya bernama Jaḥdar dan pendapat lain Bujdad.

Diantara orang-orang yang bercerita tentang Thaubān yaitu: Shadād bin Aus,

Jubair bin Naufir, Ma’dān bin Ṭalḥah, Abū al-Khair al-Yajnī, Abū Asmā` al-

Raḥibī, Idrīs al-Khaulānī, Abū Kabshah al-Sulūlī, Abū Salamah bin Abdur

Rahman, Khālid bin Ma’dān dan Rāshid bin Sa’ad.

Thaubān bertempat di Ḥamṣ, Mush’ab bin al-Zubairī berkata: “ Thaubān

bertemapat di Ramlah dan mempunyai rumah disana, daerah tersebut merupakan

dearah Yaman”. Ibnu Sa’ad berkata: “ia bertempat di Ḥamṣ memiliki rumah

disana dan wafat pada tahun 54 H”. Banyak yang mengatakan Thaubān adalah

golongan orang ḥumair. Abdu Ṣomat menyebutkan dalam bukunya tarīkh ḥamṣ:

“sesungguhnya Thaubān berasal dari al-Hān dan wafat di Ḥamṣ dan rumahnya

diberikan kepada orang faqir al-Hān. Ibnu Yūnus berkata: “ia ikut dalam

penahlukan kota Mesir dan terlibat langsung. Dan Ibnu Mandah berkata:

“Thaubān mempunyai rumah di Ḥamṣ, Ramlah dan Mesir.3

‘Ᾱṣim al-Aḥwal berkata, dari Abī al-‘Ᾱliyah bahwa nabi berkata: “barang

siapa yang mau menanggung aku untuk tidak meminta sesuatu kepada seseorang

dan aku akan menjaminya di surga. Dan Thaubān menjawab dengan tegas: “saya”,

dengan begitu ia tidak pernah meminta sesuatu pada orang lain. Sharīkh bin Ubaid

berkata: “Thaubān sakit di Ḥamṣ dan keberadaan Abdullah bin Qarṭ yang berada

3 Shamsu al-Dīn bin Muhammad bin Ahmad ‘Uthmān al-Dhahabī, Siyarr A’lā al-Nubala’, (Bairut: Muasasah al-Risālah, 1993), 3:15-17.

3

Page 4: Hak dan kewajiban suami

di Ḥamṣ juga, namun Qarṭ tidak menjenguknya. Datanglah seorang laki-laki yang

menjenguknya, Thaubān berkata kepada laki-laki tersebut: “apakah kamu mau

menulis? Dan ia menjawab: “ia”.

Thaubān berkata tulislah untuk Abdullah bin Qarṭ dari Thaubān, amā ba’du:

“andai kata nabi Musa dan nabi Isa mempunyai budak kemerdekaan disamping

kamu, maka saya akan menjenguknya”. Kemudian surat tersebut dikirim dan

ketika Qarṭ membaca ia terkejut. Seorang yang melihat keterkejutan Qarṭ

bertanya: “sebenarnya ada perkara apa yang menjadikan Qarṭ itu terkejut setelah

membaca surat?”. Setelah itu Qarṭ menjenguk Thaubān namun hanya duduk

sebentar dan kemudian berdiri, Thaubān memegang Qarṭ dan berkata: “jangan

tergesa-gesa duduklah sebentar saya akan bercerita denganmu. Saya mendengar

Rasulullah bersabda: “Seseorang akan masuk surga dari umatku tujuh ribu tanpa

hisab dan siksaan beserta masing-masing seribu terdapat tujuh ribu. Ahmad

mengeluarkan ḥadith ini dengan musnadnya dari Thaur bin Yazīd sesungguhnya

Thaubān wafat di Ḥamṣ pada tahun 54 H.4

C. Makna Gharīb

.keluarga, famili : عيال

Lداب : yang melata, binatang melata, binatang untuk kendaraan dan angkutan.5

D. Analisa Ḥadith

Kedua ḥadith diatas merupakan ḥadith ṣahih, karena ḥadith yang pertama

diambil dari ṣahih muslim, dan ḥadith yang kedua dari Riyāḍu al-Ṣāliḥīn yang

ditertera muttafaqan ‘alaih yang sudah disepakati Bukhari. Ḥadith Menjelaskan

bahwa dalam suatu ikatan pernikahan, seorang suami mempunyai hak-hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang istri. Hak dan kewajiban tersebut

adalah sebagai berikut:

a) Nafkah

4 Ibid., 17-185 Atabik Ali a. Zuhri Muhḍor, Kamus Krapyak al-‘Aṣrī, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, tth), 872

4

Page 5: Hak dan kewajiban suami

Suami sebagai pemimpin rumah tangga yang memiliki hak dan kewajiban

yang didapatkan dari istri dan anak-anaknya. Istri menghormati suami dan anak-

anak menghormati ayahnya, Allah berfirman pada surat al-Nisa’:34:

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya yaitu suami

wajib ditaati oleh istrinya karena seorang saumi telah memberikan maskawin

(mahar) dan nafkah untuk kesejahteraan istri.6 Kewajiban seorang suami untuk

memberikan nafkah terhadap istri seperti nafkah makanan, pakaian dan tempat

tinggal yang mencukupi. Kondisi suami dan istri bisa kaya atau miskin atau salah

satunya yang demikian, dengan kondisi tersebut kadar nafkah ditentukan kondisi

suami. Ketika seorang suami memiliki leluasan rizki (kaya), hendaknya

memberikan nafkah sesuai dengan keluasan rizkinya atau ketika rizkinya sedikit

(miskin) hendaknya ia memberikan nafkah menurut kemampuanya. Ia tidak harus

membebani dirinya dengan sesuatu yang berada diluar jangkauanya. Sebab, Allah

tidak membebani manusia dengan sesuatu yang belum dikaruniakan kepada

mereka.7

b) Mahar

Mahar (maskawin) menurut bahasa adalah sesuatu yang wajib dibayar

sebab pernikahan, sedangkan menurut istilah yaitu sesuatu yang wajib dibayar

oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita sebab pernikahan.8

Diperbolehkan sebauh pernikahan tanpa harus menyebutkan maharnya, akan

tetapi jika tidak adanya mahar dalam pernikahan maka pernikahan tersebut batal.

Suatu pernikahan dimana pengantin wanita tidak diberikan sesuatu pun sebagai

6 Musa Turoichan, Kado Perkawinan, (Surabaya: Ampel Mulia, 2009), 37-38.7 Muhammad bin Shakir al-Sharif, 40 ḥadith Wanita, (Jakarta: Umul Qura, 2014), 313-318.8 Tim Kajian Ilmiah FKI Ahla Ṣuffah 103, Kamus Fiqh, (Kediri: Purna Siswa MHM, 2013), 413.

5

Page 6: Hak dan kewajiban suami

maharnya, apabila terjadi perceraian, maka perceraian itu tidak dapat dibenarkan

kecuali setelah melalui pernikahan yang sah yaitu membayar mahar.

Jika pengantin wanita yang tidak diberikan mahar tersebut meminta

mahar, maka harus diberikan kepadanya. Jika keduanya (suami dan istri) sama-

sama menyetujui atas sesuatu yang boleh dimiliki, maka hal itu boleh menjadi

maharnya, ketika terjadi perbedaan antara laki-laki dan si wanita tersebut, maka

diberikan mahar yang semisal denganya, baik hal itu lebih disukai atau tidak oleh

dirinya maupun suaminya.9

c) Mentaati Suami dalam Seluruh Perkara kecuali Maksiat.

Istri wajib mentaati perintah suami kecuali perbuatan maksiat dan yang

melanggar hukum agama Islam. Istri juga wajib menolak perintah suami untuk

berbuat maksiat kepada Allah karena apabila ia menaati suaminya berarti ia

berbuat dosa sebagaimana suaminya berdosa karena telah memerintahkanya

bermaksiat. Sabda nabi:

Lع والطاعة فيما أحبLعلى المرأة المسلم الس L أن يؤمر بمعصية فإن أمر بمعصية فال سمع وال وكره إال

طاعةArtinya: wajib bagi orang islam mendengarkan dan taat kepada apa yang ia senangi dan ia benci, kecuali diperintah untuk maksiat. Apabila diperintah untuk maksiat maka tidak ada kewajiban mendengarkan dan tidak ada kewajiban taat.

Ketaatan seorang istri kepada suami termasuk memenuhi panggilan suami

ke tempat tidur dan tidak boleh menolak suami, kecuali dalam keadaan haid atau

sakit.10 Dianjurkan seorang suami untuk menjelaskan bahwa perbuatan menentang

atau berani kepada suami dapat menggugurkan kewajiban pemberian nafkah dan

kewajiban mendatangi giliran berkunjung jika berpoligami, hal yang demikian

akan menjadikan istri untuk selalu taat kepada suami.11 Ketika seorang istri nusyūz

yaitu membangkangnya istri dari kewajiban-kewajiban terhadap suaminya,

9 Shaiḥ Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kauthar, 2014), 434-435.10 Musa, Kado Perkawinan, 39.11 Shaiḥ Muhammad bin Umar al-Nawawi, Sharah ‘Uqudulijain, terj. M. Alī Shaẓili Iskandar (Surabaya: al-Miftah, 2011), 37.

6

Page 7: Hak dan kewajiban suami

sementara yang dikendaki kewajiban-kewajiban istri bagi suami adalah taat dan

bergaul dengan baik, menyerahkan diri dan senantiasa dirumah.

Jika suami menemui pertentangan tersebut langkah yang ditempuh adalah

menasehati dengan penuh kasih sayang dan mengarahkan istri menuju jalan yang

lebih baik. Jika cara tersebut tidak kunjung membuahkan hasil maka boleh bagi

suami untuk menjerakan istri dengan hukuman fisik seperti menepuk, mencubit

dan sebagainya. Langkah tersebut dilakukan agar istri jera dengan hukuman yang

diberikan. Sementara apabila dengan langkah tersebut justru akan membuat

istrinya semakin membangkang maka tidak perlu dilakukan. Apabila suasana

panas diantara suami istri tidak dapat diselesaikan secara intern terpaksa

dituntaskan ke pengadilan.12

d) Mendidik Istri.

Seorang suami harus menuntun istrinya pada jalan kebenaran, dengan cara

memberi pendidikan terhadap istri secara baik, meskipun istrinya adalah seorang

yang terpelajar. Sebab kaum wanita bagaimana pun diciptakan dalam keterbatasan

dalam segi akal dan beragama, kecuali hanya sedikit saja yang mempunyai akal

panjang dan beragama kuat. Suami memberi pendidikan kepada istri berupa

pengetahuan agama (Islam), meliputi hukum-hukum bersuci (ṭaharah) seperti tata

cara mandi dari ḥadath besar semisal ḥaiḍ, nifas dan junub. Begitu pula tata cara

bersuci dari ḥadath kecil seperti wuḍu dan tayamum. Bagi suami juga wajib

mengajarkan tenteng hukum ḥaiḍ dan apa saja yang berkaitan, seperti mengqaḍak

ṣalat setelah ḥaiḍnya tuntas, memberikan pengajaran terdahap masalah ibadah

farḍu (wajib) dan sunah, seperti pengetahuan tentang ṣalat, zakat, puasa dan haji.

Jika seorang suami telah memberi pendidikan tentang persoalan pokok

tersebut, maka istri tidak dibenarkan keluar rumah untuk bertanya kepada ulama’.

Tetapi kalau pengetahuan yang dimiliki suami tidak memadai, maka sebagai

gantinya suami sendiri yang harus siap untuk bertanya kepada ulama’ yang

kemudian menyampaikan hasilnya kepada istri, artinya istri tetap tidak

diperkenankan keluar rumah. Namun, ketika suami tidak mempunyai kesempatan

12 Tim Kajian, Kamus Fiqh, 403-404.

7

Page 8: Hak dan kewajiban suami

dan waktu untuk bertanya, maka istri diperbolehkan keluar rumah untuk bertanya

tentang persoalan agama yang dibutuhkan, bahkan hukumnya wajib.13

e) Istri tidak Boleh Berpuasa Sunah, kecuali Seizin Suaminya.

Seorang isrti tidak diperbolehkan puasa sunah ketika sang suami berada di

rumah tanpa izin darinya, karena suami berhak mendapatkan kesenangan bersama

istrinya yang harus segera ditunaikan dan tidak boleh ditunda dikarenakan sang

istri sedang puasa sunah.14 ḥadith diatas hanya sebatas puasa sunah, sebab dalam

puasa wajib seorang istri tidak perlu izin kepada seorang pun. Dan maksud dari

“suami berada di rumah” adalah suami ada di rumah. Ini dapat diartikan bahwa

istri boleh menunaikan puasa tanpa izin suaminya pada saat sang suami sedang

berada perjalanan jauh yang menghabiskan waktu satu hari atau lebih. Kondisi

seperti ini juga dapat dianalogikan ketika suami sedang sakit dan tidak mampu

memenuhi keinginanya terhadap istri. Dalam kondisi seperti ini puasa sunah sang

istri tidak akan menghalanginya dalam menunaikan hak suami.

Ibnu Hajar berkata: “ḥadith dalam bab ini menunjukan haramnya puasa

sunah bagi wanita tanpa izin sauminya, demikian menurut jumhur ulama’. ḥadith

ini juga menandakan bahwa hak suami atas istrinya lebih agung dari pada ibadah

sunah. Sebab, hak suami wajib untuk ditunaikan sementara menunaikan ibadah

wajib lebih diutamakan dari pada yang sunah”.15

f) Istri tidak Boleh Memasukkan Seorang Masuk Kerumah Suami kecuali

dengan Izinya.

Hak suami atas istrinya yang lain adalah seorang istri tidak boleh

memasukan orang lain tanpa izin suaminya, ia tidak boleh memasukan seorang

pun meski itu kerabat seperti: ayah, saudara dan lainya. Allah berfirman dalam

surat al-Nisaā’:34:

13 Shaiḥ Muhammad bin Umar al-Nawawī, ‘Uqudulijain, 29-30.14 Musa, Kado Perkawinan, 41.15 Shaiḥ Muhammad al-Sharif, 40 ḥadith Wanita, 242-244.

8

Page 9: Hak dan kewajiban suami

Artinya: Maka wanita yang ṣaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).

Maksud dari tidak boleh seorang istri memasukan seorangpun meski itu

kerabat yang boleh menemui dan berkhalwat denganya. Seperti ayah, saudara

laki-laki ibu atau yang lainya. Ia bahkan tidak boleh mengizinkan selain orang-

orang tersebut masuk ke tempat tertentu yang masih satu bangunan dengan rumah

suaminya. Meski hal tersebut tidak menyebabkan khalwat, kecuali dengan izin

suaminya. Izin dari suami dapat diketahui melalui perkataan yang jelas atau

tindakan lain yang menunjukan bahwa ia mengizinkan. Misal, sang suami

memberikan makanan, buah-buahan atau benda lain kepada istrinya seraya

berkata: “simpanlah makanan ini sampai ayahmu atau ayahku, ibumu atau abuku

atau orang lain datang kepada kita. Suguhkanlah makanan ini kepada mereka”.

Perkataan ini adalah isyarat bahwa suami mengizinkan kehadiran mereka.16

III. Kesimpulan

Pelaksanaan hak dan kewajiban dalam rumah tangga suami istri adalah hal

yang sangat penting yang membutuhkan kerjasama agar tercipnya bahtera rumah

tangga yang harmonis dengan didasari ilmu agama sehingga keluarga menjadi

sakinah mawadah warahmah. Hak-hak istri seimbang dengan kewajibanya

terhadap suami, tetapi seorang suami mempunyai tingkat kelebihan dari pada

istrinya karena laki-laki telah menafakahkan sebagian dari hartanya.

Seorang suami berkewajiban menafkahi istriya, dan batasan nafkah untuk

istri yaitu mencukupi. Seorang suami juga berkewajiban untuk memberi mahar

(mas kawain) kepada istrinya, baik itu disebutkan dalam akad nikah atau tidak

disebutkan, namun jika tidak adanya mahar dalam pernikahan maka hukumnya

batal. Seorang suami wajib untuk ditaati dalam segala perkara kecuali dalam

perkara maksiat. Kewajiban suami untuk mendidik istrinya tentang pengetahuan

ilmu agama yang pokok seperti tentang ḥaid, ṣalat fardu atau sunah dan

sebagainya.

Hak suami atas istri diantaranya yaitu seorang istri tidak diperbolehkan

puasa sunah ketika suaminya berada di rumah kecuali dengan izinya, karena hak

16 Ibid., 246-248.

9

Page 10: Hak dan kewajiban suami

suami wajib dilaksanakan dari pada yang sunah. Selain itu seorang istri tidak

membolehkan orang lain masuk ke rumah suaminya kecuali dengan izinya,

meskipun itu kerabat seperti ayah, ibu, saudaranya dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an

Dhahabī (al), Shamsu al-Dīn bin Muhammad bin Ahmad ‘Uthmān. “Siyar A’lā al-

Nubala’”. Bairut: Muasasah al-Risālah, 1993.

10

Page 11: Hak dan kewajiban suami

Dimashqī (al), Al-Imām Abī Zakayā Yahyā bin Sharaf al-Nawawī. “Riyāḍu al-

Ṣāliḥīn”. Surabaya: Maktabah Imārata Allah, tth.

Muhḍor, Atabik Ali a. Zuhri. “Kamus Krapyak al-‘Aṣrī”. Yogyakarta: Multi

Karya Grafika, tth.

Naisāburī (al), Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajāj bin Muslim al-Qushairī. Ṣahih

Muslim. Bairut: Darul al-Afāq al-Jadīdah,tth.

Nawawi (al), Shaiḥ Muhammad bin Umar. “Sharah ‘Uqudulijain” terj. M. Alī

Shaẓili Iskandar. Surabaya: al-Miftah, 2011.

Sharif (al), Muhammad bin Shakir. “40 ḥadith Wanita”. Jakarta: Umul Qura,

2014.

Tim Kajian Ilmiah FKI Ahla Ṣuffah 103. “Kamus Fiqh”. Kediri: Purna Siswa

MHM, 2013.

Turoichan, Musa. “Kado Perkawinan”. Surabaya: Ampel Mulia, 2009.

Uwaidah, Shaiḥ Kamil Muhammad. “Fiqih Wanita”. Jakarta: Pustaka al-Kauthar,

2014.

11