Habitat Dan Relung Ekologi
-
Upload
moh-taufik-antuntu -
Category
Documents
-
view
135 -
download
7
description
Transcript of Habitat Dan Relung Ekologi
NAMA : WINDI ISMAIL
NIM : 432414005
PRODI : S1-BIOLOGI
SEMESTER: TIGA(III)
HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI
Habitat, yaitu tempat dimana suatu makhluk hidup biasa diketemukan. Semua makhluk
hidup mempunyai tempat hidup yang biasa disebut habitat. Untuk menemukan suatu organisme
tertentu, perlu diketahui dulu tempat hidupnya (habitat), sehingga ke habitat itulah pergi mencari
atau berjumpa dengan organisme tersebut. Semua organisme atau makhluk hidup mempunyai
habitat atau tempat hidup. Contohnya, habitat paus dan ikan hiu adalah air laut, habitat ikan
mujair adal ah air tawar, habitat buaya muara adalah perairan payau, habitat monyet dan
harimau adalah hutan, habitat pohon bakau adalah daerah pasang surut, habitat pohon butun dan
kulapang adalah hutan pantai, habitat cemara gunung dan waru gununl; ndalah hutan Dataran
tinggi, habitat manggis adalah hutan dataran rendah dan hutan rawa, habitat ramin adalah hutan
gambut dan daerah dataran rendah lainnya, pohon-pohon anggota famili Dipterocarpaceae pada
umumnya hidup di daerah dataran rendah, pohon aren habitatnya di tanah darat iInfaran rendah
hingga daerah pegunungan, dan pohon durian luibitatnya di tartan darat dataran rendah.
Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok
organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk
menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan habitat padang rumput, untuk
hutan mangrove dapat menggunakan isfilah habitat hutan mangrove, untuk hutan pantai dapat
menggunakan habitat hutan pantai, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan rawa,
dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme mencakup
organisme lain yang merupakan komponen lingkungan (komponen lingkungan biotik) dan
komponen lingkungan abiotik.
Habitat suatu organisme itu pada umumnya mengandung faktor ekologi yang sesuai
dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup setiap organisme
merupakan kisaran faktor-faktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap
organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran faktor-faktor ekologi bagi sefiap
organisme memiliki lebar berbeda yang pada batas bawah disebut titik minimum, batas atas
disebut titik maksimum, di antara titik minimum dan tifik maksimum disebut titik optimum.
Ketiga titik tersebut dinamakan titik kardinal.
Setiap organisme mempunyai habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila ada
gangguan yang menimpa pada habitat akan menyebabkan terjadi perubahan pada komponen
habitat, sehingga ada kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang
menghuninya Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga di titik minimum dan maksimum (di
luar kisaran faktor-faktor ekologi) yang diperlukan oleh setiap organisme di dalamnya, maka
organisme itu dapat mati atau pindah (migrasi) ke tempat lain. Jika perubahan yang terjadi dalam
habitat berjalan lambat, misalnya berjalan selama beberapa generasi, maka organisme yang
menghuninya pada umumnya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru meskipun luas
batas-batas semula. Melalui proses adaptasi (penyesuaian diri) tersebut lama-lama terbentuklah
ras-ras baru yang mempunyai sifat berbeda dengan sebelumnya.
Habitat organisme bisa lebih dari satu tempat. Misalnya burung pipit mempunyai habitat
di sawah untuk aktivitas mencari makan, juga mempunyai habitat di atas pepohonan untuk
bertelur. Habitat ikan salem ketika dewasa adalah di laut, waktu akan bertelur pindah habitatnya
di sungai, bahkan sampai ke hulu sungai. Ikan salem bertelur di hulu sungai dan anak yang telah
ditetaskan akan tinggal bertahun-tahun di sungai, kemudian ketika memasuki fase dewasa ikan
salem itu pindah habitat lagi ke laut.
Contoh lainnya adalah ikan arwana mempunyai habitat di air tawar dan ada pula yang di
air payau. Habitat katak ketika dewasa adalah di darat, sedangkan ketika fase telur dan berudu
berada di air tawar. Pohon ramin (Gonystylus bancanus) mempunyai habitat di hutan gambut
juga di hutan-hutan daratan dengan tanah berpasir, ketinggian tempat 2-100 m dari permukaan
laut. Pohon Matoa (Pometia pinnata) mempunyai habitat di pinggir sungai, juga di daerah yang
bertanah liat, tanah pasir atau lempung di hutan daratan dataran rendah hingga di hutan
pegunungan (ketinggian tempat kurang dari 1.700 m dpl.). Pohon kempas (Koompassia
malaccensis) mempunyai habitat di hutan rawa, juga di hutan daratan dengan tanah liat atau pasir
yang ketinggian tempatnya adalah 0-600 m dpl.
Di dalam habitat, setiap makhluk hidup mempunyai cara tertentu untuk hidup. Misalnya,
burung yang hidup di sawah ada yang makan serangga, ada yang makan buah padi, ada yang
makan katak, ada juga yang makan ikan. Cara hidup organisme seperti itu disebut relung atau
niche.
Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam
ekosistem. Relung yaitu posisi atau status organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem
tertentu. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh berbagai
fungsi yang dikerjakannya, sehingga dikatakan sebagai profesi organisme dalam habitatnya.
Profesi organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Berbagai organisme dapat
hidup bersama dalam satu habitat. Akan tetapi, jika dua atau lebih organisme mempunyai relung
yang sama dalam satu habitat, maka akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan relung dari
organisme-organisme yang hidup bersama dalam satu habitat, maka makin intensif
persaingannya.
Relung (niche) dalam ekologi merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu
spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam
komunitasnya. Konsep ini menjelaskan suatu cara yang tepat dari suatu organisme untuk
menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Habitat adalah pemaparan tempat suatu organisme
dapat ditemukan, sedangkan relung adalah pertelaan lengkap bagaimana suatu organisme
berhubungan dengan lingkungan fisik dan biologisnya. Ekologi dari suatu individu mencakup
variabel biotik (makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, manusia, baik yg mikro maupun yg
makro) dan abiotik (benda tidak hidup). Relung menentukan bagaimana spesies memberi
tanggapan terhadap ketersediaan sumberdaya hidup dan keberadaan pesaing dan pemangsa
dalam suatu ekosistem.
Terminologi
Kata "relung" mulai mendapat arti ilmiah pada tahun 1933 oleh tulisan Charles Sutherland Elton,
seorang ahli ekologi yang mempelajari ekologi komunitas dan populasi, lewat pernyataannya,
"relung suatu organisme adalah mode dari kehidupan organisme tersebut dalam hal peran atau
profesinya dalam suatu komunitas manusia." Konsep modern dari relung dicetuskan oleh G.
Evelyn Hutchinson, seorang ahli zoologi, pada tahun 1957, yang berpendapat bahwa relung
adalah cara-cara di mana toleransi dan kebutuhan berinteraksi untuk mendefinisikan kondisi dan
sumber daya alam yang dibutuhkan oleh suatu individu atau suatu spesies untuk menjalankan
kehidupannya.
Dimensi relung
Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembapan, pH,
temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya
alam yang bervariasi. Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi. Relung dua
dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung kerang
di pasir. Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan
ketersediaan makanan sebagai bagian dari relung suatu organisme.
Klasifikasi
Suatu spesies biasanya memiliki relung yang lebih besar pada saat ketidakhadiran predator dan
kompetitor. Dengan kata lain, ada beberapa kombinasi terntentu dari kondisi dan sumber daya
alam yang dapat membuat suatu spesies mempertahankan viabilitas (kehidupan) populasinya,
hanya bila tidak sedang diberi pengaruh merugikan oleh musuh-musuhnya. Atas dasar ini,
Hutchinson membedakan antara relung fundamental dengan relung realitas. Relung
fundamental adalah gambaran dari potensi keseluruhan suatu spesies. Sementara relung
realitas menggambarkan spektrum yang lebih terbatas akan kondisi-kondisi dan sumber daya
alam yang dibutuhkan untuk bertahan, bahkan dengan kehadiran kompetitor dan predator
1. Pengertian Habitat
Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu.Habitat suatu populasi hewan
pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang ditempati populasi itu,termasuk faktor-
faktor abiotik berupa ruang,tipe substratum atau medium yangditempati,cuaca dan iklimnya serta
vegetasinya.
2. Macam-macam Habitat
Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni: daratan,perairantawar,perairan
payau,dan estuaria serta perairan bahari/laut. Masing-masing kategori utamaitu dapat dipilah-
pilahkan lagi tergantung corak kepentingannya,mengenai aspek yang ingindiketahui. Dari sudut
pandang dan kepentingan populasi-populasi hewan yangmenempatinya,pemilihan tipe-tipe
habitat itu terutama didasarkan pada segi variasinyamenurut waktu dan ruang. Berdasarkan variasi
habitat menurut waktu, dapat dikenal 4 macam habitat, yaitu :
1.Habitat yang konstan, yaitu suatu habitat yang kondisinya terus-menerusrelatif baik atau kurang
baik.
2. Habitat yang bersifat memusim,yaitu suatu habitat yang kondisinya secara relatif teratur secara
berganti-ganti antara baik dan kurang baik.
3. Habitat yang tidak menentu,yaitu suatu habitat yang mengalami suatu perioda dengankondisi
baik yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak dapatdiramalkan.
4. Habitat yang efemeral , yaitu suatu habitat yang mengalami perioda kondisi baik yang berlangsung relatif
singkat,diikuti oleh suatu perioda dengan kondisi yang berlangsung relatif lama sekali.
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang,habitat dapat diklasifikasi menjadi3
macam, yaitu :
1.Habitat yang bersinambung,yaitu apabila suatu habitat mengandung area dengankondisi baik
yang luas sekali,yang melebihi luas area yang dapat dijelajahi populsihewan penghuninya.
Sebagai contoh yang luas sebagai habitat dari populasi rusa yang berjumlah 10 ekor.
2.Habitat yang terputus-putus,merupakan suatu habitat yang mengandung area dengankondisi
baik letaknya berselang-seling dengan area berkondisi kurang baik,danhewan-hewan penghuninya
dengan mudah dapat menyebar dari area berkondisi baik yang satu ke yang lainnya.
3.Habitat yang terisolasi,merupakan suatu habitat yang mengandung area berkondisi baik yang
terbatas luasnya dan letaknya terpisah jauh dan area berkondisi baik yanglain,sehingga hewan-hewan
tidak dapat menyebar untuk mencapainya, kecuali bila didukung oleh faktor kebetulan.Misal suatu pulau
kecil yang dihuni oleh populasirusa. Jika makanan habis rusa tersebut tidak dapat pindah ke
pulau lain. Pulau kecil tersebut bukan merupakan habitat terisolasi bagi suatu populasi burung
yang dapatdengan mudah pindah ke pulau lainnya,tetapi lebih cocok disebut habitat yang terputus. Populasi-
populasi hewan yang mendiami suatu habitat tertentu akan terkonsentrasiditempat-tempat dengan
kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnyamasing-masing. Mikrohabitat adalah
bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yangkondisinya paling cocok dan paling akrab
berhubungan dengan hewan.
3. Pengertian Relung Ekologi
Istilah relung ekologi diluar bidang ekologi praktis tidak dikenal. Hal ini dikarenakankonsep
relung ekologi relatif baru.
Secara umum dapat dikatakan bahwa relung ekologimerupakan suatu konsep abstrak mengenai keseluruhan
persyaratan hidup dan interaksiorganisme dalam habitatnya. Dalam hal ini habitat merupakan penyedia berbagai
kondisi dansumberdaya yang dapat digunakan oleh organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya.Menurut
Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah statusfungsional hewan itu dalam
habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasifisiologis, struktur/morfologi, dan pola
perilaku hewan itu
Hutchinson (1957) dalam Begon, et al. (1986) telah mengembangkan konsep relungekologi
multidimensi (dimensi-n atau hipervolume).
Setiap kisaran toleransi hewan terhadapsuatu faktor lingkungan, misalnya suhu, merupakan suatu
dimensi. Dalam kehidupannyahewan dipengaruhi oleh bukan hanya satu faktor lingkungan saja, melainkan
banyak faktor lingkungan secara simultan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi atau
membatasikehidupan organisme bukan hanya kondisi lingkungan, seperti suhu, cahaya,
kelembaban,salinitas, tetapi juga ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan hewan (makanan
dan tempatuntuk membuat sarang bagi hewan dan nutrien bagi tumbuhan).
Selanjutnya Hutchinson membagi konsep relung menjadi relung fundamental dan relung yang terealisasikan.
relung fundamental menunjukkan potensi secara utuh kisarantoleransi hewan terhadap faktor
lingkungan, yang hanya dapat diamati dalam laboratoriumdengan kondisi lingkungan terkendali.
Relung terealisasi adalah status fungsional yang benar- benar ditempati dalam kondisi
alami,dengan beroperasinya banyak faktor lingkungan, sepertiinteraksi faktor, kehadiran pesaing,
predator dsb. Dibandingkan dengan kisaran relungfundamental, kisaran dari relung yang
terealisasikan itu pada umumnya lebih sempit, karenatidak seluruhnya dari potensi hewan dapat
diwujudkan, tentunya karena pengaruh dari beroperainya berbagai kendala dari lingkungan.Dua
spesies hewan atau lebih yang hidup bersama dalam satu habitat dikatakan berkohabitasi atau
berkoeksistensi. Hewan-hewan yang berkoeksistensi biasanya memilkikeserupaan dalam kisaran
toleransi dan preferendum terhadap faktor lingkungan dalamhabitat, bahkan mungkin juga memiliki
keserupaan dalam jenis sumber daya yangdibutuhkan. Berdasarkan konsep relung ekologi multidimensi, hal ini
berarti antara kedua populasi tersebut memiliki keselingkupan relung atau beberapa dimensi. Jika
dalam suatusaat jumlah sumber daya yang dibututhkan terbatas maka akan terjadi persaingan.
4. Asas Ekslusi Persaingan dan Pemisahan Relung Ekologi
Asas ‘Ekslusi Persaingan´ atau aturan ‘Gause’ menyatakan bahwa suatu relung ekologi tidak
dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu spesies.
Sehubungan dengan asas tersebut diatas, menurut ³ Asas koeksistensi , beberapaspesies yang dapat hidup
secara langgeng dalam habitata yang sama ialah spesies-spesiesyang relung ekologinya berbeda-
berbeda. Darwin menyatakan bahwa semakin besar perbedaan-perbedaan yang diperlihatkan oleh
berbagai spesies yang hidup disuatu tempat, makin besar pula jumlah spesies yang dpat hidup disuatu
tempat itu. pernyataan darwintersebut dikenal sebagai ³ Asas divergensi .Dari uraian tersebut diatas tampak
bahwa aspek relung ekologi yang menyangkutdimensi sumber daya, khususnya yang vital untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar dapat
berkoeksisitensi dalam habitat yangsama. Perbedaan atau pemisahan relung itu juga mencakup aspek waktu
aktif.
5. Ekivalen Ekologi
Jika memperhatikan tentang kehidupan berbagai jenis hewan diberbagai tempat seringditemukan
spesies-spesies hewan serupa yang hidup didaerah geografi yang berbeda. Jenis- jenis hewan
yang menempati relung ekologi yang sama (ekivalen) dalam habitat yang serupadidaerah
zoogeografi yang berbeda disebut ekivalen-ekivalen ekologi. Biasanya perkerabatantaksonomi dari
ekivalen-ekivalen ekologi sangat dekat, namun tidak selalu demikian.
Secara umum ekivalen-ekivalen ekologi itu dapat dikenali dari kemiripan-kemiripanyang
diperlihatkan hewan-hewan tersebut dalam adaptasi-adaptasi morfologi (struktural)serta pola
perilakunya. Sebabnya ialah karena berbagai adaptasi itu adalah tiada lain daripada perangkat ³modal
´ kemampuan hewan untuk memanfaatkan sumber daya±sumber dayadidalam lingkungannya atau
habitatnya.
6. Pergeseran Ciri
Spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat,suatu marga atau genus misalnya,dapatditemuka
pada habitat atau daerah penyebaran yang sama (simpatrik) atau ditemukan padadaerah
penyebaran yang berbeda (alopatrik). Jika spesies-spesies hewan yang berkerabatdekat
(kogenerik) ditemukan dalam keadaan simpatrik,seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh
yang semakin mencolok perbedaannya diantara spesies-speies itu atau dikatakanmengalami evolusi
divergen. Sebaliknya,apabila dalam keadaan alopatrik seleksi alami akanmenghasilkan evolusi
konvergen sehingga perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Fenomenatersebut diatas dikenal
sebagai pergeseran ciri.
Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan dalam keadaan simpatrik mempunyai
dua kepentingan adaptif bagi spesies-spesies yang bersangkutan.Pertama,karena ciri (adaptasi
morfologis,misalnya) yang nyata bedanya akan menyebabkanterjadinya pemisahan relung
ekologi, dengan demikian maka kemungkinan terjadinya
interaksi berupa persaingan, apabila spesies itu berkohabitasi, akan tereduksi. Kedua berbedanya
ciri morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku, misalnya perilaku berbiak, akan lebih
menjamin terjadinya pemisahan genetik diantara spesies-spesies yang berkerabat itu bial
berkohabitasi, atau menghindari terjadinya inbreeding yang tidak menguntungkan.
Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu.Habitat suatu populasi
hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yangditempati populasi itu,termasuk
faktor-faktor abiotik berupa ruang,tipe substratumatau medium yang ditempati,cuaca dan iklimnya serta
vegetasinya. Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni:
daratan,perairantawar,perairan payau,dan estuaria serta perairan bahari/laut.
Berdasarkan variasi habitat menurut waktu,dapat dikenal 4 macam habitat.
1.Habitat yang konstan,
2.Habitat yang bersifat memusim,
3.Habitat yang tidak menentu,
4.Habitat yang efemeral
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang,habitat dapat diklasifikasi menjadi3
macam.
1.Habitat yang bersinambung,
2.Habitat yang terputus-putus,
3.Habitat yang terisolasi
Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan adalah statusfungsional hewan
itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan dengan adaptasi-adaptasi fisiologis,
struktur/morfologi, dan pola perilaku hewan itu.konsep relungdibagi menjadi relung fundamental
dan relung yang terealisasikan.
Asas ‘Ekslusi Persaingan´ atau aturan ‘Gause´ menyatakan bahwa suatu relungekologi tidak
dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebihdari satu spesies. ‘Asas
koeksistensi , beberapa spesies yang dapat hidup secaralanggeng dalam habitata yang sama ialah spesies-
spesies yang relung ekologinya berbeda-berbeda.
Ekivalen-ekivalen ekologi adalah jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologi yang sama
(ekivalen) dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang berbeda. Evolusi divergen terjadi jika
spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat (kogenerik)ditemukan dalam keadaan simpatrik, seleksi
alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuhyang semakin mencolok perbedaannya. Evolusi konvergen terjadi jika
spesies-spesieshewan yang berkerabat dekat (kogenerik) dalam keadaan alopatrik seleksi
alami,sehingga perbedaan-perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Kedua fenomena tersebutdikenal
dengan pergeseran ciri.
2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem.
Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Produktivitas primer adalah pengubahan energi cahaya oleh produsen atau autotrof.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.
Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan
hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan
energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Produktivitas primer bersih ini juga adalah
produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi.
2. Produktivitas sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof).
Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh
konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan
bersih. Produktivitas sekunder pada dasamya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan
konsumen.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.
Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energi cahaya yang
diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu.
Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary
productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada
tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut
menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya.
Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan
produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang
tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat
mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio
NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik
yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara
metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi persatuan luas persatuan
waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke
ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas
primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof
fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan
(standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme
mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang
sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer
beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).
Karena produktivitas merupakan laju penambahan materi organik baru, maka satuan yang
digunakan adalah:
a. satuan energi (kkal) atau satuan biomasa(gram)
b. satuan luas (persegi)
c. satuan waktu (hari, minggu, bulan, tahun)
contoh satuan produktivitas : gram/m²/hari. Dalam kajian ekologi tumbuhan yang dibahas hanya
produktivitas primer.
2.2 Proses-Proses Dasar Produktivitas
Produktivitas primer bersih ditentukan oleh perbedaan relatif dari hasil fotosintesis dengan
materi yang dimanfaatkan dalam proses respirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
primer:
a. Proses Fotosintesis
Proses ini hanya memanfaatkan sebagian kecil energi cahaya yaitu sekitar 1-5% yang
diubah menjadi energi kimia dan sebagian besar dipantulkan kembali atau berubah menjadi
panas. Gula yang dihasilkan dalam fotosintesis dapat dimanfaatkan dalam proses respirasi untuk
menghasilkan ATP dan dapat dikonpersi menjadi senyawa organik lain seperti lignin, selulosa,
lemak, dan protein. Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari
efisiensi potensial fotosintetis. Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi ± 7.000
kkal/m2/hari pada musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah
tersebut, sebanyak ± 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi
tumbuhan. Sekitar 70% energi yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan
energi secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar 28% diabsorbsi
ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke dalam ekosistem. Prinsipnya
dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk menggerakkan 1 mol karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari dan
sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi harian,
tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi netto yang
diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika cahaya maksimal,
efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi minimum. Salah
satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari pada ekosistem padang
rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
b. Proses Respirasi
Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30x dari respirasi terutama
pada tempat terendah cahaya matahari. Umumnya karbohidrat yang digunakan antara 10-75%
tergantung jenis dan usia tumbuhan.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ada 2 yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi
struktur dan komposisi komunitas, jenis dan usia tumbuhan, serta peneduhan. Faktor eksternal
cahaya, karbohidrat, air, nutrisi, suhu, dan tanah.
1) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang
sangat vital dalam produktivitas primer. Oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan
fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa
wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan
memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan
produktivitas primer.
Panjang gelombang dan intensitas cahaya sangat berperan terhadap proses fotosintesis. Pada
tumbuhan berklorofil gelombang cahaya merah dan biru diserap , sedangkan gelombang cahaya
hijau dipantulkan. Atau tidak dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Beda halnya pada
tumbuhan yang menyerap energi cahaya oleh pigmen coklat dan pigmen biru seperti pada
ganggang, maka cahaya hijau dapat diserap. Intensitas cahaya dapat menentukan jumlah energi
yang dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi gula dengan efisiensi 20%
sedangkan pada cahaya terang hanya 8%. Pada intensitas cahaya yang tinggi dapat merusak
klorofil. Apabila faktor yang diperlukan berada dalam keadan optimal, jumlah cahaya yang
dipakai sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap (dengan jumlah klorofil yang ada).
Tumbuhan yang hidup pada habitat dengan intensitas cahaya tinggi akan teradaptasi dengan
mempunyai jaringan aktif untuk fotosintesis dengan proporsi tinggi. Sebaliknya pada tumbuhan
yang teradaptasi dengan cahaya lemah, jumlah jaringan aktif untuk fotosintesis rendah atau
jumlah klorofil rendah. Pengaruh intensitas cahaya pada tumbuhan jenis C3 dan C4 berbeda,
yang mana tanaman C3 merupakan tanaman yang jenuh cahay pada intensitas yang jauh di
bawah penyinaran matahari penuh sedangkan tanaman C4 intensitas cahaya mendekati
penyinaran penuh. Tanman C3 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil berasal dari
pengikatan atau fiksasi karbon yaitu 3-karbon asam organik yang berasal dari proses karboksilasi
dan pemecahan dari molekul aseptor 5-karbon. Contoh tanaman C3 adalah tanaman pada
umumnya. Tanaman C4 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil dari fotosintesis
adalah 4-karbon asam organik yang berasal dari proses karbosilaksi molekul aseptor 3-karbon.
Contoh tanaman C4 adalah tanaman berpembuluh seperti rumput-rumputan. Laju produktivitas
neto/bersih pada tanaman C4 biasanya tinggi diatas tanaman C3.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling
tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang
tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada
eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya
dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika
perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
2) Karbondioksida
Karbondioksida diambil secara pasif dan dipengaruhi terutama oleh kadar karbondioksida yang
ada diluar dan dalam tumbuhan.
3) Air
Jumlah air yang tidak memadai menghambat semua proses metabolisme termasuk fotosintesis
karena stomata tertutup dan tumbuhan menjadi layu. Air merupakan bahan dasar dalam proses
fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.
Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa
serta nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan
air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam
bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi
antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi
kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas. Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada
gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat
dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan
lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan
menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak
tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah.
Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
4) Nutrisi
Nutrien entuk sejumlah klorofil dan enzim yang berperan aktif dalam proses fotosintesis.
Misalnya magnesium yang merupakan bagian utama dari molekul klorofil. Tumbuhan
membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan
yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem
terestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas.
Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal
tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut
nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan
nutrien pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi
produktivitas.
5) Suhu
Laju proses kimia sangat ditentukan oleh keadaan suhu yang mana laju akan maksimal pada
temperature optimum. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada
produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses
fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom
perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
6) Tanah
Tanah merupakan tempat sebagian besar tumbuhan untuk hidup terutama tumbuhan darat. Di
dalam tanah mengandung berbagai macam zatatau senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Salah satunya kandungan hidrogen. Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah
tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang
dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam
karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan
sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation
hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan
oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat
silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat
dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi
dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah.
Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas
organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari
aktivitas penguraian serasah
7) Struktur dan Komposisi Komunitas
Struktur dan komposisi komunitas sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan
herba yang hidup pada habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.
8) Jenis dan Umur Tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem
merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas
pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama.
Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan
meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya.
Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara teratur
menurun dalam masa pemasakan.
9) Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan
efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat
menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada
tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam
hal ini hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi produktivitas
primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini mempengaruhi
efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya
tidak di serapdekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak.
Akibatnya fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun
lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi sudut daun
mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih
dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi
vertikal dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika
posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada
intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di atas kepala.
2.3 Metode untuk Penentuan Produktivitas Primer
Cara–cara untuk menentukan produktivitas primer adalah sangat penting mengingat
proses ini memiliki arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya di lakukan
secara tidak langsung , berdasarkan pada : jumlah substansi yang di hasilkan, atau jumlah matrial
yang di pakai, atau jumlah hasil sampingannya. Satu hal yang perlu di ingat bahwa proses
fotosintesis berada dalam keseimbangan dengan respirasi. Produktivitas harus diukur selama
waktu yang tepat , karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari.
Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi
ini dalam skala tahunan. Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah sebagai berikut :
a. Metode penuaian
Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan
secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam
luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produktivitas primer bersih. Metode
penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang
sederhana. Tetapi dapat pula di gunakan untuk ekosistem lainya dengan syarat tumbuhan
tahunan predominan dan tidak terdapat rerumputan. Untuk ini paling baik mencuplik
produktivitas pada satu seri percontohan(cuplikan)selama satu musim tumbuh. Metode ini
merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya adalah dengan
memotong bagian tanaman yang berada diatas permukaan tanah, baik pada tumbuhan yang
tumbuh di tanah maupun yang didalam air. Bagian yang di potong selanjutnya dipanaskan
sampai seluruh airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan prodiktivitas
primer di nyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram berat
kering/ m2 /tahun.metode ini menunjukkan perubahan berat kering selama priode waktu tertentu.
Metode penuian memeng tidak cocok untuk mengukur produktivitas primer fitoplankton, karena
ada beberapa kesalahan misalnya perubahan biomasa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh
produktivitas tetapi juga berkurangnya fitoplankton oleh hewan – hewan pada tropik diatasnya,
atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan pengadukan. Metode penuaian
ini sangat sederhana, meskipun memiliki potensi – potensi kesalahan- kesalahan : sistim akar
harus termasuk dalam perhitungan, dan adanya hewan herbivora.
b. Metode penentuan oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara
produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat sebagian
oksigen di manfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di perhitungkan
dalam penentuan produktivitas.
Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan,
dengan fitoplankton sebagai produsennya. Dua contoh air yang mengandung ganggang di ambil
pada kedalaman yang relatif sama. Satu contoh di simpan di dalam botol bening dan satunya lagi
pada botol yang di cat hitam. Kandungan oksigen dari kedua botol tadi sebelumnya ditentukan,
kemudian di simpan dalam air yang sesuai dengan kedalaman dan tempat pengambilan air tadi.
Kedua botol tadi di biarkan selama satu sampai 12 jam. Selama itu akan terjadi perubahan
kandungan oksigen di kedua botol tadi. Pada botol yang hitam terjadi proses respirasi yang
menggunakan oksigen, sedangkan pada botol yang bening akan terjadi baik fotosintesis maupun
respirasi. Diasumsikan respirasi pada kedua botol relatif sama. Dengan demikian produktivitas
pada ganggang dapat di tentukan. Metode – metode ini memiliki kelemahan – kelemahan, yaitu
hanya dapat di lakukan pada produsen mikro dan asumsi respirasi pada kedua botol tadi sama
adalah kurang tepat.
c. Metode pengukuran karbondioksida
Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat di
pergunakansebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode
penentuan oksigen proses respirasi harus di perhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan
darat dan dapat di pakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu
komunitas tumbuhan. Ada dua tehnik atau metode utama yaitu :
Ø Metode ruang tertutup, biasanya di gunakan untuk sebagian atau seluruh tumbuhan
kecil(herba,perdu pendek). Dua contoh di pilih dan di usahakan satu sama lainnya relatif sama.
Satu contoh di simpan dalam kontainer bening dan satunya lagi di simpan dalam kontainer
gelap(tertutup lapisan hitam). Udara dibiarkan keluar- masuk pada keedua kontainer melalui pipa
yang sudah di atur sedenikian rupa dan mempergunakan pengisapan udara dengan kecepatan
aliran udara tertentu. Konsentrasi karbondioksida yang masuk dan keluar kontainer di pantau.
Dengan cara ini karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis dapat dihitung, yaitu sama
dengan jumlah yang di hasilkan dalam kontainerr gelap di tambah dengan jumlah yang di pakai
dalam kontainer bening /terang. Dalam kontainer gelap terdapat produksi karbondioksida sebagai
hasil respirasi,dan pada kontainer bening karbondioksida di pakai dalam proses fotosintesis daan
juga adanya produksi akibat adanya respirasi. Metode ini juga memiliki kelemahan seperti pada
metode dengan penentuan oksigen dan meningkatnya suhu dalam kontainer (seperti rumah
kaca)sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi.
Ø Metode aerodinamika, metode ini maksudnya menutupi kelemahan – kelemahan pada metode
ruang tertutup. Karbondiaksida yang diukur diambil dari sensor yang di pasang pada tabung
tegak dalam komunitas, dan satunya lagi di pasang lebih tinggi dari tumbuhan. Perubahan
konsentrasi karbondioksida di atas dan didalam komunitas dapat di pakai sebagai indikasi dari
produktivitas. Pada malam hari konsentrasi karbondioksida akan meningkat akibat terjadi
respirasi, sedangkan pada siang hari konsentrasi akan menurun akibat proses fotosintesis.
Perbandingan konsentrasi ini merupakan indikasi berapa banyak karbon dioksida yang di
manfaatkan dalam fotosintesis.
d. Metode radioaktif
Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam sistem. Misalnya
karbon aktif (C14) dapat di introduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya di
asimilasikan oleh tumbuhan dan di pantau untuk mendapatkan perkiraa produktivitas. Tehnik ini
sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode
lainya, yaitu dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran
terhadap ekosistem.
e. Metode penentuan klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk
tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil
dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen
tumbuhan. Mula–mula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran tertentu. Untuk sampling
fitoplankton dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain
fitoplankton harus di pisahkan dari sampel. Samel selanjutnya di saring dengan menggunakan
filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan rendah. Filter yang mengandung
klorofil dilarutkan pada aseton 85% , kemudian dibiarkan semalam, dan selanjutnya di
sentrifuse. Supernatannya dibuang dan pelet yang mengandung klorofil di keringkan dan di
timbang beratnya. Berat klorofil di ukur dalam mg klorofil/unit area. Pengukuran klorofil juga
bisa di lakukan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Bila rasio
asimilasi, kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya di ketahui, maka produktivitas primer kotor
dapat diketahui. Metode ini dapat di terapkan pada berbagai tipe ekosistem.
2.4 Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami dan Gambaran Umum Produktivitas
Ekosistem
1. Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu
(J/mr/tahun), atau sebagai biomassa (berat) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan
luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa umumnya dinyatakan sebagai berat kering
bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat digunakan, dan karena
kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu yg singkat. Produktivitas primer suatu
ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yg
terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop
biomass).
Secara garis besar produktivitas primer ekosistem alami dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori yaitu:
1. Relatif tidak produktif, termasuk di dalamnya: lautan terbuka dan padang pasir.
Produktivitasnya lebih rendah dari 0,1 gram/m²/hari.
2. Produktivitas medium, meliputi: padang rumput semi kering, pantai laut, danau dangkal, dan
hutan di tanah kering. Harga produktivitasnya berkisar antara 1-10 gram/m²/hari.
3. Sangat produktiv, meliputi: estuaria, sistem koral, hutan lembab, paparan aluvial, dan
daerah pertanian yang intensif. Produktivitasnya antara 10-20 gram/m²/hari.
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
biomassa, metode penandaan dan metode metabolisme. Penelitian produktivitas di Indonesia
umumnya menggunakan metode penandaan. Produktivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran
ini bisa lebih kecil dari produktivitas yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan
seresah, pengaruh grazing hewan-hewan herbivore yang memakan tumbuhan. Beberapa peneliti
membagi biomassa atau produktivitas menurut letaknya terhadap substrat yaitu biomassa di atas
substrat (meliputi batang, helaian dan pelepah daun) dan biomassa di bawah substrat meliputi
akar, dan rhizome (Dedi, 2009).
Tunas-tunas fotosintetik pada tumbuhan merupakan organ penting untuk berproduksi.
Namun banyak hasil fotosintesis ditranslokasikan ke bawah tanah, di mana hasil fotosintesis
tersebut mendukung pertumbuhan akan dan disimpan. Menurut Mcnaughton dan Wolf (1998),
siklus tahunan biomassa tumbuhan di atas dan di bawah tanah mengarah kepada hubungan
terbalik. Selama musim pertumbuhan, ketika biomassa di atas tanah meningkat cepat, biomas di
bawah tanah umumnya cenderung menurun. Sedangkan pada akhir musim, biomassa di bawah
tanah umumnya meningkat kembali karena kelebihan produksi yang dihasilkan tunas-tunas
kemudian dipindahkan ke bawah.
2. Gambaran Umum Produktivitas Ekosistem
a.sebagian besar prEsentase permukaan bumi berada dalam kategori produktivitas yang rendah,
akibat tidak adanya air seperti padang pasir atau kekurangan hara seperti lautan dalam.
b. produktivitas lautan pada kenyataannya lebih rendah daripada produktivitas daratan. Hal ini
diakibatkan oleh beberapa penyebab, yang paling tinggi adalah tingginya prosentase energi
yang dipakai dalam respirasi oleh pitoplangton, dan akibat kekurangan har terutama pada
lapisan permukaan air.
c.ekosistem yang paling produktif adalah ekosistem terbuka, memiliki komunikasi yang intensif
terhadap ekosisitem lainnya (adanya masukan). Misalnya estuaria, rawa dan koral dan
kesemuanya, mendapatkan masukan nutrisi dari daerah sekitarnya. Sistem setengah tertutup
dengan siklus nutrisi yang mandiri umumnya kurang produktif.
2.5 Produktivitas dalam pertanian dan Implikasi Bagi Nutrisi Manusia
1. Produktivitas dalam Pertanian
a. Pemanfaatan rata-rata energi matahari oleh ekosistem alami adalah dua sampai tujuh kali
rata-rata yang dipakai oleh tananam pertanian. Hal ini memiliki implikasi yang sangat
luas. Berarti semua atau setengah dari pola produksi makanan kurang efisien. Bila
ekosistem alami ini dikonversi menjadi ekosistem pertanian efisiensinya menurun. Rata-
rata produktivitas biji-bijian dunia sekitar 2 grm/m2/hari, ini merupakan angka rendah
jika dibandingkan dengan ekosistem alami
b. Dalam beberapa daerah iklim,sistem petanian yang memanfaatkan energi surya
sepenuhnya adalah tanaman yang selama setahun penuh mempunyai penutupan atau
kanopi yang rapat. Dalam hal ini pertanian tumpang sari adalah gambaran system
pertanian yang efisien. Jumlah klorofil per unit are adalah tinggi,sehingga energi lebih
banyak yang dimanfaatkan.
c. Pada kenyataannya semua produktivitas yang diperkirakan untuk pertanian memerlukan
subsidi energi. Pertanian memerlukan subsidi energi bahan bakar untuk traktor atau untuk
mengolah tanah, memberikan pupuk, pestisida dan yang lainnya. Apabila kesemuanya
diperhitungkan maka efisiensi ekosistem sangat rendah.
2. Implikasi bagi Nutrisi Manusia
Selama system alami maupun pertanian produktivitasnya rendah maka haruslah
dilakukan usaha untuk meningkatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Caranya
adalah dengan mengurangi faktor pembatas untuk kehidupan tanaman tumbuhan, seperti
pembuatan irigasi,penambahan pupuk, meningkatkan teknologi pertanian, pembuatan bibit
unggul dan lain-lainnya.
Pada umumnya hasil kombinasi usaha ini meragukan,apakah dapat meningkatkan
produksi makanan sepuluh kali lipat, sehingga dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk
manusia dibumi ini. Ketika efisienan produktivitas primer pertanian ini berkaitan dengan
kenyataan bahwa sebagian besar populasi manusia menduduki tingkat tropic di atas herbivora.
Dengan demikian sangat besar energi yang hilang sebelum dimanfaatkn oleh manusia. Dengan
demikian usaha yang dilakukan adalah menanam tanaman yang langsung dapat dimakan oleh
manusia.