Guru atau calon guru IPA (kimia) harus (a) mampu melibatkan siswa ...
Transcript of Guru atau calon guru IPA (kimia) harus (a) mampu melibatkan siswa ...
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 74
Penggunaan Pembelajaran Berbasis Peta Konsep dalam Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan Kimia FMIPA Unesa pada Materi Pokok Isomer
Ismono
Jurusan kimia FMIPA Unesa Email. [email protected]
Guru atau calon guru IPA (kimia) harus (a) mampu melibatkan siswa untuk secara aktif mengikuti proses pembelajaran baik dalam berdiskusi, curah pendapat (brainstroming), bekerja dan belajar secara kolaboratif, (b) mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik secara optimal (PP RI No. 8 tahun 2012: Permendikbud RI No. 103 tahun 2014; NSTA, 2003 dan NRC,1996, 2000; Sudrajat, 2013; Galileo, 2007; Anderson 2010; Johnson, 2010; Hammann, 2012; dan Tony Wagner, 2008). Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui proses pembelajaran penggunaan peta konsep dan peningkatan hasil belajar mahasiswa pendidikan kimia’2013 pada materi pokok isomer. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa pendidikan kimia’ 2013 sebanyak 60 mahasiswa terdiri dari mahasiswa Pendidikan Kimia Unggulan (21 orang) dan Pendidikan Kimia Reguler (29 orang}. Penelitian dilakukan tiga kali tatapmuka. Hasilnya peta konsep mampu menumbuhan keterampilan proses dan mahasiswa pendidikan kimia terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran seperti berdiskusi, curah pendapat, bekerja dan belajar secara kolaboratif, dan berani mengemukakan pendapat melalui presentasi baik tertulis maupun lisan dan. Selain itu terjadi kenaikan skor rata-rata pada kelas PKU’13 yaitu dari 54,39 menjadi 78,00 dengan gain skor 24,04 dan PKR’13 yaitu dari 42,31 menjadi 78,33 dengan gains skor 37,69. Kedua kelas tersebut sama mengalami kenaikan gain skor dalam katagori sedang (Hake, 1998). Kata kunci: peta konsep, isomer, gain skor
A. Pendahuluan
Tantangan para Guru atau calon guru IPA
(kimia) di abad 21 yaitu guru atau calon
guru harus (a) mampu melibatkan siswa
untuk secara aktif mengikuti proses
pembelajaran baik dalam berdiskusi,
curah pendapat (brainstroming), bekerja
dan belajar secara kolaboratif, (b) mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik
secara optimal (PP RI No. 8 tahun 2012:
Permendikbud RI No. 103 tahun 2014;
NSTA, 2003 dan NRC,1996, 2000;
Sudrajat, 2013; Galileo, 2007; Anderson
2010; Johnson, 2010; Hammann, 2012;
dan Tony Wagner, 2008).
Ilmu Kimia (bagian dari IPA)
merupakan ilmu yang berbasis inkiri dan
mengedepankan logika berpikir tingkat
tinggi, kemampuan generalisasi dan
abstraksi yang cukup tinggi untuk
memahami konsep kimia, manum
demikian saat ini masih banyak guru atau
calon guru kimia yang relatif masih belum
baik dalam memahami konsep – konsep
dan menyampaikan materi kimia, sehingga
peserta didik banyak mengalami kesulitan
dalam memahaminya, bahkan ada keliru
dalam pemahaman (miskonsepsi) terhadap
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 75
konsep kimia (Ruseffendi, 2006).
Pendapat tersebut didukung oleh Gabel,
(1999), menyatakan kimia merupakan
materi ajar yang kaya akan konsep-
konsep abstrak yang disebabkan dari sifat
kekomplekskannya. Konsep-konsep dalam
kimia seperti kimia organik umumnya
tersusun atau terorganisasi secara
sistematis dan logis, di mana konsep-
konsep tersebut tersusun secara hirarkis
yaitu konsep dimulai dari konsep yang
paling umum/konsep penting/konsep kunci
hingga konsep spesifik atau contoh-contoh
dan antar konsep kadangkala memiliki
keterkaitan. Hal ini dapat menyebabkan
kesalahpahaman yang luas di kalangan
peserta didik dalam memahami konsep
dalam kimia organik pada materi isomer).
Adlaon (2012), materi ajar kimia
seperti kimia organik pada materi isomer
relatif sulit, baik untuk mengajarkan ke
para peserta didik maupun cara peserta
didik mempelajarinya, karena materi
kimia organik memiliki banyak konsep
yang bersifat abstrak. Pola pembelajaran
pada materi yang berkonsep abstrak
banyak diberikan dalam bentuk menghafal
informasi (konsep), sehingga peserta didik
menjadi pasif yang berakibat para peserta
didik gagal dalam membangun konsep
yang kuat dan kerangka kerja
proposisional. Barbara, (2005), peserta
didik dalam memahami materi reaksi pada
kimia organik banyak mengalami kesulitan
bahkan tidak mampu dalam
menghubungkan keterkaitan konsep dalam
kimia organik karena peserta didik hanya
menghafal bagaimana menulis tatanama
dan hasil reaksi kimia organik.
Berdasarkan pendapat di atas, maka
materi kimia merupakan materi yang kaya
akan konsep yang abstrak seperti halnya
materi dalam kimia organik seperti isomer,
konsep-konsep terorganisir secara
sistematis dan logis, di mana konsep-
konsep tersebut tersusun secara hirarkis
dan antar konsep kadangkala memiliki
keterkaitan, sehingga untuk
mempelajarinya diperlukan kemampuan
berpikir tingkat tinggi peserta didik. Pola
pembelajaran pada materi ajar yang kaya
konsep abstrak banyak diberikan dalam
bentuk menghafal konsep, sehingga para
peserta didik gagal dalam membangun
konsep dan kerangka kerja proposisional
yang kuat. Proses pembelajaran pada
dasarnya untuk membimbing peserta didik
dalam memahami dan membangun
konsep, mampu menumbuhkan
pembelajaran bermakna, dan mampu
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi peserta didik.
Berdasarkan hal di atas, maka
penelitian ini akan mengkaji tentang
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 76
(a) Bagaimana proses pembelajaran
selama menggunakan peta konsep,
dan
(b) Bagaimana peningkatan pertambah
an (gain) skor mahasiswa
pendidikan kimia 2013 setelah
mengikuti pembelajaran dengan
peta konsep
B. Teori
Peta konsep diciptakan oleh Joseph D.
Novak dalam program penelitian di
Cornell University pada tahun 1972, peta
konsep telah dirancang dengan tujuan
untuk memantau dan memahami
perubahan dalam pengetahuan anak-anak
tentang pemahaman sains. Peta konsep
terlahir dari suatu dan dalam gerakan
inovasi pembelajaran dengan konsepsi
dasar teoritis peta konsep yaitu teori
belajar bermakna yang dikemukakan oleh
Ausubel (1962) bahwa pembelajaran
bermakna tergantung pada
mengintegrasikan informasi baru dalam
struktur kognitif yang sebelumnya dimiliki
oleh peserta didik. Peta konsep merupakan
salah satu bentuk pembelajaran yang dapat
mengkaitkan pengetahuan/konsep yang
dipelajari dengan konsep yang dimiliki
peserta didik untuk membangun
pengetahuan yang baru disebut dengan
konstruktivisme. Teori konstruktivis
berpendapat bahwa pengetahuan
sebelumnya digunakan sebagai kerangka
belajar untuk membangun pengetahuan
baru yang lebih luas dan lebih kokoh
ikatannya.
Beberapa pakar peta konsep
mendefinisikan bahwa PK merupakan
keterkaitan antar konsep-konsep dalam
bentuk representasi grafis dua dimensi
yang menunjukkan tentang sebuah domain
pengetahuan seseorang antara lain: (a)
Novak dan Gowin, (1984), Novak (2000),
Canas, (2003) (dalam Khodadady, dkk,
2011) menyatakan PK merupakan
representasi grafis dari suatu pengetahuan,
dengan PK memungkinkan peserta didik
memahami hubungan antara ide-
ide/konsep-konsep yang dipresentasikan
dengan menciptakan koneksitas antar
konsep dengan menvisualisasikan dalam
bentuk peta. (b) Jonassen, Beissner, &
Yacci, (1993) menyatakan peta konsep
merupakan representasi spasial konsep dan
hubungan antara konsep dengan maksud
untuk merepresentasikan struktur
pengetahuan yang disimpan dalam pikiran
manusia. (c) Angelo dan Cross (1993)
berpendapat bahwa PK digambarkan
sebagai alat kognitif yang memfasilitasi
pola berpikir tingkat tinggi, di mana PK
mampu mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi peserta didik
melalui menanya, menganalisis, menarik
kesimpulan, mensintesis mengintegrasikan
informasi, mempermudah komunikasi,
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 77
dan meringkas materi ajar, serta
pemikiran reflektif mendalam pengamatan
sehingga terjadinya pembelajaran
bermakna. PK memungkinkan peserta
didik untuk menginternalisasi
pengetahuannya dengan mengkaitkan
pengetahuan lama yang dimiliki peserta
didik dengan pengetahuan baru dan akan
membantu peserta didik untuk
merumuskan konsep yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi,
penyelidikan dan memecahkan masalah.
(d) Fosnot, C. T, (1996), menyatakan peta
konsep merupakan sarana yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi cara
peserta didik berpikir, cara kita melihat
hubungan antara pengetahuan. Selain itu
PK dapat membantu guru lebih memahami
bagaimana peserta didik dapat menafsirkan
makna dari materi pelajaran.
PK disusun dengan mengkaitkan
hubungan antar konsep-konsep dengan
garis dan kata penghubung. Novak &
Gowin, (1984) berpendapat kombinasi dari
dua kotak atau lingkaran merupakan
konsep dengan garis berlabel dan
merupakan unit dasar yang memiliki
makna hubungan antar konsep dalam PK
disebut proposisi. PK yang paling
sederhana yaitu bila dua konsep yang
dihubungkan dengan kata penghubungan
(proposisi) sehingga kedua konsep tersebut
memiliki makna. Pendapat tersebut
didukung oleh Cañas (2003) di mana PK
adalah representasi grafis dari pengetahuan
peserta didik. PK terdiri dari konsep-
konsep, tertutup dalam lingkaran atau
kotak, dan dihubungkan oleh garis baik
berupa link atau crosslinked berlabel yang
menunjukkan hubungan antara konsep
disebut proposisi. (Cañas, 2003). PK yang
paling sederhana yaitu dua atau tiga
konsep yang dihubungan dengan proposisi,
misal konsep isomer yang dikaitkan
dengan proposisi “dapat dibagi menjadi”
isomer struktural dan isomer ruang.
Kajian lain yang dilakukan melalui
beberapa kajian dari literatur tentang peta
konsep antara lain oleh: (1) strategi
pemetaan konsep dirancang untuk
mempromosikan pembelajaran inkuri,
kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan
pembelajaran yang bermakna (Julie dan
Gary, (2013), (2) strategi peta konsep
dapat mengembangkan keterampilan
berpikir kritis (Able & Freeze, 20 06;
Briscoe & LaMaster, 1991; Kinchin,
2001), (3) metode peta konsep
menjauhkan dari kebiasan dari menghafal
(Briscoe & LaMaster, 1991; Heinze - Fry
& Novak , 1990 ; Kinchin , 2001; Novak ,
1998; Novak & Musonda, 1991), (4)
strategi peta konsep sebagai alat
komunikasi antara guru dan siswa ( Roth,
1994), (5) peta konsep dapat meningkatkan
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 78
prestasi belajar siswa ( Hay, 2007; Horton
et al., 1993. ), (6) strategi peta konsep
dapat memaparkan kesalahpahaman
(Heinze - Fry & Novak, 1990; Kinchin &
Hay , 2000; Novak & Gowin, 1984 ), (7)
peta konsep sebagai alat evaluasi (formatif
dan sumatif), (Kinchin et al. 2005:
Brüssow 2007), dan (8) strategi peta
konsep untuk memfasilitasi produksi
kreatif pengetahuan (Novak, 2004), (9)
strategi peta konsep dapat membantu
peserta didik dalam membangun
kemampuan penyelidikan (inkuri) dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta
didik, (8) Martin (2005: 114) menyatakan
peta konsep merupakan alat penting untuk
perencanaan dan pengajaran, peta konsep
dapat membantu siswa meningkatkan
konstruksi konsep, sambil membantu
untuk menghindari kesalahan konsep, (9)
Novak, (1995) dan Joanne, (2013),
menyatakan peta konsep dapat digunakan
untuk: (a) alat instruksional pembelajaran,
(b) alat untuk mengelola pengajaran, (d)
alat untuk keterampilan komunikasi di
mana peta konsep menggambarkan
keterhubungan antar konsep dan alur
berpikir siswa, (e) alat untuk evaluasi, (d)
peta konsep sebagai alat dapat digunakan
untuk membantu guru dalam perencanaan
pengajaran, membantu penulis dalam
perencanaan materi pada buku pelajaran,
dan membantu peserta didik dalam
mengorganisir pembelajaran mereka (Julie
dan Gary, 2013; Carol T Kostovich,
2007; dan Bybee, 1997).
Berdasarkan pendapat beberapa
ahli di atas peta konsep merupakan salah
strategi belajar yang mampu meningkatkan
prestasi belajar, memaparkan
kesalahpahaman, sebagai alat evaluasi,
membantu peserta didik dalam
membangun kemampuan penyelidikan
(inkuri) dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi, berpikir kritis, sebagai alat
komunikasi antara guru dan siswa, dan
sebagai sarana pembelajaran bermakna.
C. Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang mendeskripsikan
pelaksanaan proses pembelajaran dan
kenaikan gain skor setelah mengikuti
pembelajaran dengan peta konsep. Subyek
penelitian yaitu mahasiswa pendidikan
kimia 2013 sebanyak 60 orang dengan
rincian Pendidikan Kimia Unggulan (21
orang) dan Pendidikan Kimia Reguler (29
orang yang mengambil matakuliah kimia
organik 1 dengan materi ajar isomer.
Pembelajaran dilakukan selama 3 minggu
(3 kali tatapmuka) dengan belajar dan
bekerja secara kolaboratif. Dengan
prosedur sebagai berikut: (a) mulanya
mahasiswa diberikan pretes untuk
mengetahui tingkat pemahaman awal
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 79
tentang isomer, (b) dilakukan
pembelajaran dan pelatihan tentang
analisis konsep dan penyusunan peta
konsep, dan (3) diberikan pos tes.
Instrumen penelitian meliputi perangkat
pembelajaran, tes obyektif, tes penyusunan
peta konsep, lembar pengamatan, dan
angket. Instrumen evaluasi peta konsep,
yaitu Tabel 1. Penskoran peta konsep adopsi dan diadaptasikan dari oleh Novak dan Gowin (2002)
No Komponen Skor 1 Konsep valid 1 2 Proposisi valid (link) 1 3 Hirarki valid 5 4 Cross link valid 10 5 Contoh valid 1
skor = (skor perolehan/skor∑komponen) x 100
Untuk mengetahui kenaikan gain skor
digunakan rumus (Hake, 1998).
di mana : (g) = peningkatan skor hasil belajar (Sf) = rata-rata skor tes akhir setelah perlakukan (Si) = rata-rata skor tes kemampuan awal Tabel 2. Interprestasi Nilai dari gain skor
Skor (g) Intreprestasi Nilai (g) ≥ 0,7 Tinggi 0,7 < (g) ≥ 0,3 Sedang (g) < 0,3 Rendah
(Adopsi dan adaptasi dari Hake, 1998)
D. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan selama
proses pembelajaran dengan menggunakan
peta konsep mampu menumbuhkan
keterampilan proses ilmiah seperti meneliti
bahan bacaan dengan cara
mengindentifikasi, menganalisis,
mengelompokan, mensisntesis dan
mengevaluasi konsep-konsep secara
hirarkhi dalam bahan bacaan, dan
menumbuhkan budaya sikap ilmiah
seperti diskusi, curah pendapat
(brainstrorming), bekerjasama
(collaborative), menghargai pendapat
temannya, menyampaikan pendapat dan
mengkomunikasikan hasil atau ide-ide
karyanya di depan kelas. Dengan demikian
selama proses peta konsep mampu
menumbuhkan keterampilan proses dan
budaya sikap ilmiah yang positip
mahasiswa pendidikan kimia, seperti yang
diharapkan pada guru atau calon guru di
abad 21. Tumbuhnya keterampilan proses
dan budaya sikap ilmiah disebabkan
karakteristik dari pembelajaran peta
konsep yang menuntut mahasiswa untuk
menggunakan semua kemampuan kognitif
dan saling berdiskusi, curah pendapat, dan
belajar dan bekerjasama dalam
mengindentifikasi, menganalisis,
mengelompokan, mengevaluasi konsep-
konsep, menyusun peta konsepm serta
mengkomunikasikan hasilnya di depan
kelas.
Tes hasil belajar diperoleh data sebagai
berikut.
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 80
Tabel 3. Hasil pre dan pos tes isomer
Berdasarkan tabek 3 di atas mahasiswa
PKU’13 memiliki rata-rata skor 54,29,
sedangkan PKR’13 memiliki skor 41,93.
Setelah dilakukan pelatihan penyusunan
peta konsep terjadi kenaikan skor rata-rata
pada kelas PKU’13 yaitu dari 54,39
menjadi 78,00 dengan gains skor 24,04
dan PKB’13 yaitu dari 42,31 menjadi
78,33 dengan gains skor 37,69. Kedua
kelas tersebut sama mengalami kenaikan
gains skor dalam katagori sedang (Hake
1998).
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa
pembelajaran peta konsep mampu
menaikan pertambahan (gain) skor pada
kedua kelas PKU dan PKR mahasiswa
pendidikan kimia walaupun pada katagori
sedang.
Berdasarkan hasil angket diperoleh data
bahwa: (1) peta konsep membantu
mahasiswa dalam memahami konsep, (2)
diawal pembelajaran mahasiswa
mengalami kesulitan dalam menganalisis,
mensintesis, mengevaluasi konsep-konsep
dan menyusun peta konsep, (3) mahasiswa
merasa senang dengan pembelajaran peta
konsep, karena mereka merasa tertantang
untuk mengkaji konsep-konsep dan
keterkaitan antar konsep dalam suatu
bahan bacaan, (4) peta konsep dapat
menumbuhkan sikap menghargai pendapat
orang lain, belajar dan kerja kolaboratif,
berani mengemukakan pendapat atau
mengkomunikasikan hasilnya di depan
kelas.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Peta konsep dalam proses
pembelajaran mampu menumbuhkan
keterampilan proses ilmiah dan sikap
mahasiswa pendidikan kimia terlibat
secara aktif dalam proses
pembelajaran seperti berdiskusi, curah
pendapat, bekerja dan belajar secara
kolaboratif, dan berani
mengemukakan pendapat melalui
presentasi baik tertulis maupun lisan.
b. Peta konsep mampu menaikan gain
skor mahasiswa kelas PKU’13 dan
PKR’13 walaupun kedua kelas
tersebut mengalami kenaikan gain
skor dalam katagori sedang
2. Saran
a. Mahasiswa pendidikan kimia 2013
perlu dilatihkan untuk menganalisis
konsep dan menyusun peta konsep
b. Perlu adanya tambahan waktu agar
para mahasiswa memiliki kemampuan
menganalisis konsep dan menyusun
peta konsep.
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 81
Daftar Pustaka
Abrami, P.C., Chambers, B., Poulsen, C., DeSimone, C., d’Apollonia, S., & Howden, J., 1995. Classroom connections - Understanding and using cooperative learning, Toronto: Harcourt Brace.
Abrams, R. 'Meaningful Learning: A Collaborative Literature Review of Concept Mapping' [online] (cited 25/05/2007) Available from http://www2.ucsc.edu/mlrg/clrconceptmapping.html.
Adlaon B.S. Ritchie Bagcat, 2012, Assessing Effectiveness of concept map as Instructional Tool in High School Biology, Thesis, La Salle University (tidak dipublikasikan)
Ahuja Amit. (2007), in the area of Cognitive Psychology on the topic entitled. Effectiveness of concept mapping in learning of science, (Desertasi yang tidak dipublikasikan) pu.ac.in/use/amitahuja.htm.
Anderson, R. 1985. Cognitive psychology and its implications. Second edition. New York: W. H. Freeman.
Anderson Lorin, 1999, et al, Bloom's 'Taxonomy of Educational. Objectives' discriminates between levels of cognition. Thinking Strategies for the Inquiry Classroom . http://www.curriculumpress.edu.au/sample/pages/9781742003139.pdf, akses September 2014.
Ausubel, David. 1963. The psychology of meaningful verbal learning. New York: Grune & Stratton.
Ausubel, D P. (1966). Meaningful Reception Learning and Acquisition of Concepts in Analysis of Con-cept Learning. New York: Academic Press.
Ausubel, D. P. (1968). Educational psychology: A cognitive view. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Bruner, J., 1966, Toward a theory of instruction, New York: Horton.
Hake, R.R. 1998. "Interactive-engagement vs traditional methods: A six-
thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses." Am. J. Phys. 66(1):64-74; http://www.physics.indiana.edu/~sdi
Mintzes, J. J., Wandersee, J. H., & Novak, J. D., 1997, Meaningful learning in science: The human constructivist perspective. In G.D. Phye (Ed.), Handbook of academic learning: Construction of Knowledge. San Diego: Academic Press. pp. 405-447. http://dx.doi.org/10.1016/B978-012554255-5/50014-4
Novak, J.D., & Gowin, D.B., 1984, Learning how to learn. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Novak, J.D., 1990, Concept mapping: A useful tool for science education. Journal of Research in Science Teaching, 27, 937-949.
Novak, J. D., 1990, Concept maps and vee diagrams: Two metacognitive tools for science and mathematics education, Instructional Science, 19, 29-52.
Novak, J. D. , 1991, Clarify with concept maps. Journal of The science teacher. 45- 49.
Novak, J. D. (1993). Human constructivism: A unification of psychological and epistemological phenomena in meaning making, International Journal of Personal Construct Psychology, 6, 167-193
Novak, J. D., 1998, Learning, creating, and using knowledge: Concept maps as facilitative tools in schools and corporations. Mahweh, NJ: Lawrence Erlbaum Association
Novak, J. D. & Gowin, B. (1999). Aprender a aprender. Lisboa: Plátano Edições Técnicas
Novak, J. D. (2002). Meaningful learning: The essential factor for conceptual change in limited or appropriate propositional hierarchies (liphs) leading to empowerment of learners. Science Education, 86(4), 548-571.
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4Oktober 2015
B - 82
Okebukola, P. A & Ogunniyi, M. B (1984). Cooperative and competitive and individualistic laboratory interaction patterns: Effects on achievement and acquisition of practical skills.Journal of Research in Science Teaching, 22 (9), 198 – 206.
Okebukola, P. A., & Jegede, O. J. (1988). Cognitive preference and learning mode as determinants of meaningful learning through concept mapping. Science Education, 72(4), 489-500.
Okebukola, P. A. (1990). Attaining meaningful learning of concepts in genetics and ecology: An examination of the potency of the concept-mapping technique. Journal of Research in Science Teaching, 27(5), 493-504
Ruiz-primo, M.A., Shavelson,R.J.,(1996). Problems and issues in use of concept maps in science assessment. Journal of research in science teaching, 33, 569-600.
Rye, J. A., & Rubba, P. A., 2002, Scoring
concept maps: An expert map-based scheme weighted for relationships. School Science & Mathematics, 102(1), 33-45.
Safdar, M. (2010). A comparative study of Ausubelian and Traditional ethods of teaching physics at secondary school level in Pakistan. Unpublished Ph.D thesis. Islamabad. National University of Modern Languages, Islamabad, 66-70.
Safdar Muhammad, Azhar Hussain, Iqbal Shah, Qudsia Rifat, 2012 Concept Maps: An Instructional Tool to Facilitate Meaningful Learning European Journal of Educational Vol. 1, No. 1, 55-64 Vol. 3, No. 3, July 2008, xx-xx ISSN 2165-8714, Copyright © 2012 EUJER. http://www.akademikplus.com/eujer/ index.html.