Group Positive Psychotherapy Untuk Meningkatkan Kepuasan ...
Transcript of Group Positive Psychotherapy Untuk Meningkatkan Kepuasan ...
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
17
Group Positive Psychotherapy Untuk Meningkatkan Kepuasan Hidup
Pada Narapidana Di LP Kelas II A Kediri
Wahyu Utami Islam Institut Agama Islam Tribakti, Kediri
E-mail: [email protected]
Artikel diterima: 29 November 2017; direvisi 14 Desember 2017; disetujui 28 Januari 2018
ABSTRACT
This study aims to determine the influence of group positive
psychotherapy on life satisfaction in inmates in IIA Kediri class. Subjects
were 20 inmates living in prisons of IIA class in Kediri. Subjects selected
by using purposive sampling technique which has low scores on life
satisfaction scales with an age range of 20-39 years. This experimental
research design uses Quasi experimental Pre-test-post-test control group
design. Data analysis used is Different Test or t-Test and the technique
used is paried Sample t-test. Data collection using the scale of Life
satisfaction measuring tool using Satisfaction With life Scale (SWLS).
The results showed that there was a difference of life satisfaction score in
experimental group and control group that was obtained in control group
with t-count value (1,000) less than t-table value (2,262) or significance
value (0,343) more than alpha (0,050). In the experimental group the
value of t-count (9,949) was more than the t-table value (2,262) or the
significance value (0,000) less than the alpha (0.050).
Keywords: life satisfaction; group positive psychotherapy; prisoners
This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution,
and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2017 by author.
PENDAHULUAN
Permasalahan sosial yang seringkali muncul dalam masyarakat adalah berkaitan dengan
kenakalan remaja maupun tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa (Calhoun, Glaser
& Bartolomucci, 2001). Perbuatan yang dilakukan dalam bentuk penyelewengan atau
penyimpangan tingkah laku berupa pelanggaran hukum menurut Undang-Undang hukum pidana,
norma agama maupun norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. kejahatan yang banyak
dilakukan seperti mencuri, mencopet, minum minuman keras, perjudian, kekerasan fisik,
eksploitasi seksual, pecandu narkotika, penjarah toko atau menjadi pelacur (Chama, 2008). Jika
masalah ini tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan ancaman bagi kelangsungan masa
depan individu itu sendiri bahkan akan sangat membahayakan masa depan bangsa kita karena
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
18
rendahnya kualitas pemuda Indonesia, karena penduduk Indonesia yang harus berurusan dengan
hukum akibat perbuatan yang dilakukan (Tjahjorini, 2004).
Menjalani kehidupan di lembaga pemasyarakatan menghadapkan narapidana pada
serangkaian resiko yang mungkin bersifat kronik jangka panjang terkait dengan masa depan
hidup mereka selepasnya dari lembaga pemasyarakatan. Salah satu risiko yang sering dialami
oleh para narapida tersebut adalah munculnya sindrom pasca trauma, mereka juga mengalami
beberapa masalah yaitu, ketakutan dalam menghadapi reim penjara, kehilangan peran pelindung,
ketakutan akan hilangnya identitas terhormat ( Crawley & Sparks 2006). Cooke, Baldwin &
Howison (2008) menegaskan bahwa narapidana mengalami kehilangan beberapa hal yaitu (a)
kehilangan kendali memilih hidup yang dijalani bahkan melakukan fungsi dasar seperti mencuci
dan tidur yang berdampak pada putus asa, frustasi, bingung, dan agitas, ( a) kehilangan keluarga
dekat seperti anak dan suami, (c) kurangnya stimulasikegiatan sehari-hari karena kegiatan di
lembaga permasyarakatan cenderung monton, (d) kehilangan panutan terutama pada narapida
usia muda. lembaga permasyarkatan bisa merusak pribadi, nilai moral dan menimbulkan
kehilangan otonomi serta individulaitasnya karena setiap tindakan dan rutinitasnya selalu
dikontrol (Pujileksono, 2012).
Perilaku kejahatan yang mereka lakukan ternyata merupakan satu sumber stres tersendiri
termasuk trauma dengan kekerasan selama pemrosesan kasus sebagaimana uraian di atas.
Penelitian yang dilakukan oleh Evans (2007) terdapat 105 narapidana di Amerika menunjukkan
bahwa mereka mengalami beberapa gejala gangguan pasca trauma yaitu adanya ingatan-ingatan
yang mengganggu 46% dan 38% memiliki pikiran terus menerus terkait dengan perilaku
kriminal yang mereka lakukan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswati & Abdurrohim
(2017) menunjukan bahwa narapidana yang telah lama menjalani masa hukuman mengalami
stres sebesar 57,5%, sedangkan sisanya 42,5 % adalah berasal dari faktor lain, seperti faktor jenis
kelamin, usia, jenis kasus, latar belakang lingkungan sosial, tingkat pendidikan, dan lain
sebagainya.
Hasil penelitian yang pernah dilakukan peneliti juga menunjukkan hal serupa (Yulia,
2008) tentang adanya rasa penyesalan yang mendalam pada pelaku hingga mereka seringkali
memiliki pikiran yang terus menerus tentang kesalahan yang pernah mereka lakukan. Kondisi
kehidupan di lapas menuntut kemampuan para tahanan untuk bisa menyesuaikan diri secara
memadai terhadap stres atau tekanan-tekanan yang mereka jumpai dalam kehidupan di lapas.
Pengalaman kehidupan di lapas menurut Whitehead & Steptoe (2007) merupakan pengalaman
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
19
kehidupan manusia yang paling penuh dengan tekanan dibandingkan dengan semua kejadian-
kejadian hidup negative lainnya. Ini disebabkan adanya kombinasi deprivasi personal dan
lingkungan dalam ketidak nyamanan dan juga lingkungan yang tidak jarang menakutkan serta
mengkhawatirkan. Lazarus & Folkman mendefinisikan stres sebagai sebuah hubungan antara
kejadian-kejadian atau kondisi-kondisi lingkungan dengan penilaian kognitif individu terhadap
tingkat dan tipe tantangan, kesulitan, kehilangan maupun ancaman (Grant, dkk, 2006).
Kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-
pengalamannya dengan penuh kebermaknaan (Perrone & Civiletto, 2004). Kepuasan hidup
pada remaja mencakup kemampuan kognitif remaja dalam menilai puas atau tidaknya hidup
yang dijalani. Bentuk kepuasan hidup berdasarkan pada kondisi realitas dan keinginan yang ada
dalam hidupnya, realitas mencakup pada kenyataan-kenyataan berupa kejadian-kejadian yang
dialami. Sedang keinginan meliputi mimpi-mimpi, cita-cita dan harapan yang ingin dicapai oleh
remaja pada tahap remaja. Kepuasan hidup merupakan kemampuan kognitif individu dalam
menilai puas atau tidaknya hidup yang dijalani yang mengarah pada kebahagiaan dalam
hidupnya, yaitu penilaian akan perasaan dan ketercapaian keinginan dan pengalaman yang
dialami dalam kehidupan individu (Diener, Diener & Diener, 2009). Berbagai permasalahan
psikologis yang diuraikan diatas sesuai dengan indikator kepuasan hidup yang rendah, yaitu
merasa tertekan dan memiliki kepuasan terhadap keluarga yang rendah, tidak puas dengan
pertemanan, tidak puas dengan pendidikan, tidak puas dengan kondisi lingkungan serta tidak
puas dengan diri sendiri. Hal tersebut menyiratkan bahwa narapidana yang tinggal di lapas
memiliki berbagai permasalahan psikologis termasuk individu yang cenderung memiliki
kepuasan hidup yang rendah.
Usaha-usaha untuk membantu permasalahan yang sudah diuraikan diatas belum
maksimal, selama ini terapi yang digunakan lebih berfokus pada usaha untuk memperbaiki hal-
hal yang bersifat negatif saja, terfokus pada luka-luka yang ada dalam individu, seperti : trauma,
konflik, kecacatan dan gangguan yang bersifat fisik (Seligman, Rasid & Parks, 2006). Bentuk-
bentuk intervensi untuk meningkatkan kepuasan hidup dapat dilakukan melalui upaya terapi
yang menggunakan model konseptual dalam bentuk psikoterapi. Beda hal nya dengan
Positive psychotherapy salah satu bentuk terapi psikologi positif yaitu suatu intervensi yang
berbasis psikologi positif yang dapat mengatasi permasalahan psikologis. Peran penting positive
psychotherapy dijelaskan oleh Guney (2011), merupakan metode psikoterapi untuk
meminimalisir terjadinya gangguan psikopatologi dengan metode membangun emosi positif,
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
20
kekuatan, kebermaknaan hidup pada individu sebagai upaya mencapai kebahagiaan melalui
optimisme, harapan, humor, dan ketahanan. dengan cara membangun hidup yang menyenangkan
(pleasant life), hidup yang penuh aktivitas (enganged life), dan hidup yang bermakna (pursuit of
meaning), untuk mengatasi gangguan klinis maupun hal-hal negatif yang bisa dilakukan secara
individual maupun kelompok (Peseschkian & Triit,1998). Upaya untuk membangun emosi
positif dalam positive Psychotherapy telah terbukti memberikan dampak positif bagi
perkembangan diri individu. Penelitian yang dilakukan oleh Ruch, Gander, Wellenzohn &
Proyer, (2014), menunjukkan terdapat penurunan yang signifikan tingkat depresi pada kelompok
yang dikenai ppt dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok positive psychotherapy
mengalami peningkatan yang signifikan pada tingkat Happines pada pasien kanker, sementara
tidak ada peningkatan signifikan dalam kelompok kontrol. Kesimpulan: Hasil penelitian ini
menunjukkan efektivitas positive psychotherapy pada pengurangan tekanan mental dan
perbaikan status mental pada penderita kanker payudara. Sehingga intervensi ini bisa digunakan
untuk meningkatkan kesehatan psikologis pada pasien. Berdasarkan uraian di atas peneliti
memberikan perlakuan berupa Group positive psychotherapy pada kelompok eksperimen untuk
mengetahui pengaruh tingkat kepuasan hidup pada kelompok eksperimen dan pada kelompok
kontrol.
Diener (2010) mendefinisikan kepuasan hidup merupakan hasil dari perbandingan
segala peristiwa yang dialami dengan harapan dan keinginan, definisi lainnya menyebutkan
bahwa kepuasan hidup adalah penilaian kognitif terhadap hidupnya. Kepuasan hidup dapat
juga diartikan sebagai bentuk emosi positif terhadap masa lalu. Menurut Seligman (2005),
emosi positif dapat meliputi masa lalu, sekarang dan masa depan. Emosi positif terhadap
masa lalu meliputi kepuasan, optimisme, harapan, keyakinan, dan kepercayaan. Emosi positif
pada masa sekarang meliputi semangat yang meluap-luap, rasa senang dan Flow.
Sedangkan emosi positif pada masa lalu meliputi kepuasan, rasa bersyukur, kelegaan,
kebanggaan, kesuksesan dan kedamaian. Menurut Schultz (Basar,2006), kepuasan hidup
merupakan gambaran yang menyeluruh tentang kehidupan secara umum, atau merupakan
kepuasan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seseorang. Kepuasan hidup
merupakan ukuran dari kebahagiaan, terdapat lima komponen dalam mengukur kepuasan hidup
(Diener, 2008)) yaitu : (a) Keinginan untuk mengubah kehidupan, (b) Kepuasan terhadap hidup
saat ini, (c) Kepuasan hidup di masa lalu, (d) Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan, (e)
Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang. Diener (2009) mengatakan bahwa individu
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
21
yang memiliki kepuasan hidup yang tinggi adalah individu yang memiliki tujuan penting dalam
hidupnya dan berhasil untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, individu yang kepuasan hidup-nya
tinggi merasa bahwa hidup mereka bermakna dan mempunyai tujuan dan nilai yang penting bagi
mereka. Selain itu, Diener et al., (1985) mengatakan bahwa individu yang puas akan
kehidupannya adalah individu yang menilai bahwa kehidupannya memang tidak sempurna tetapi
segala sesuatu berjalan dengan baik, selalu mempunyai keinginan untuk berkembang dan
menyukai tantangan.
Kepuasan hidup pada narapidana merupakan salah bentuk subjektive well-being.
mencapai subjektive well-being berarti mencapai kepuasan hidup. Kepuasan hidup mencakup
kemampuan individu dalam menilai puas atau tidaknya hidup. Kepuasan hidup pada individu
dapat bersifat universal yang secara umum dirasakan oleh semua individu, namun juga dapat
bersifat individual atau khusus, dimana kepuasan hidup yang didapatkan berdasarkan
pengalaman atau kejadian yang dialami semasa remaja (Huebner, 2009). Berdasarkan kondisi
pada masa remaja, kepuasan hidup pada masa remaja dipengaruhi berbagai macam faktor. Baik
dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Kepuasan hidup mencakup kemampuan
kognitif remaja dalam menilai puas atau tidaknya hidup yang dijalani oleh remaja. Bentuk
kepuasan hidup berdasar pada kondisi realitas dan keinginan yang ada dalam hidup narapidana.
Realitas mencakup pada kenyataan-kenyatan berupa kejadian-kejadian yang dialami, sedang
keinginan meliputi mimpi-mimpi, cita-cita dan harapan yang ingin dicapai.
Positive Psychotherapy (PPT) adalah upaya terapi dalam psikologi positif untuk
memperluas ruang lingkup psikoterapi tradisional. Premis utama adalah untuk mengatasi
informasi positif dari subjek seperti emosi positif, karakter kekuatan dan makna lain untuk
mengobati gejala dalam mengobati psikopatologi (Seligman, Rashid & Parks, 2006). Definisi
lain yang dikemukakan oleh Compton (2005), bahwa positive psychotheraphy merupakan suatu
pendekatan terapi yang berusaha meningkatkan karakter positif, membangun kekuatan diri dan
membantu subjek untuk menemukan potensi diri yang terpendam selama ini. Menurut
Peseschkisn (1987) positive psychotheraphy merupakan terapi yang berfokus pada upaya
membentuk emosi positif, kekuatan karakter, dan kebermaknaan dengan cara membangun hidup
yang menyenangkan (pleasant life), hidup yang mengikat pada aktivitas (enganged life), dan
hidup yang bermakna ( pursuit of meaning) untuk mengatasi gangguan klinis maupun hal-hal
negatif. Penelitian yang dilakukan oleh karyani, prihartini & hidayah (2014) pada ODA, hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh group positive psychotherapy terhadap
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
22
peningkatan psychological well being pada orang dengan HIV/ AIDS. PPT didasarkan pada tiga
asumsi (Rashid & Seligman, 2013). Pertama, subjek padas dasarnya ingin berkembang, merasa
puas dan bahagia bukan hanya untuk menghindari penderitaan, khawatir dan kecemasan. Kedua,
sumber daya yang positif seperti kekuatan yang asli dan nyata seperti gejala dan gangguan. Ini
bukan pertahanan, gejala klinis yang berada dalam perhatian klinis tanpa perlu perhatian. Asumsi
terakhir adalah bahwa hubungan terapeutik yang efektif dapat dibentuk melalui diskusi dan
manifestasi dari sumber daya yang positif, tidak hanya analisis panjang menyeluruh tentang
kelemahan dan defisit. PPT terutama didasarkan pada konseptualisasi Seligman (2002; 2011).
Seligman mengurai kesejahteraan ke dalam komponen ilmiah yang terukur dan dikelola seperti
emosi positif, keterlibatan, hubungan, makna dan prestasi.
Kepuasan hidup merupakan kemampuan kognitif individu dalam menilai kebahagiaan
dalam hidupnya, yaitu penilaian akan perasaan dan ketercapaian keinginan dan pengalaman yang
dialami dalam kehidupan individu. Selain itu kepuasan hidup merupakan gambaran
perbandingan antara peristiwa dan harapan dalam kehidupan individu (Diener, Diener & Diener,
2009). Menurut Hurlock (2009), Kepuasan hidup adalah keadaan sejahtera atau kepuasan hati
yang merupakan kondisi yang menyenangkan dan timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu
terpenuhi. Kepuasan hidup dapat juga diartikan sebagai bentuk emosi positif terhadap masalalu.
Menurut Seligman (2005), emosi positif dapat meliputi masa lalu, sekarang dan masa depan.
Emosi positif terhadap masa lalu meliputi kepuasan, optimisme, harapan, keyakinan, dan
kepercayaan. Emosi positif pada masa sekarang meliputi semangat yang meluap-luap, rasa
senang dan Flow. Sedangkan emosi positif pada masa lalu meliputi kepuasan, rasa bersyukur,
kelegaan, kebanggaan, kesuksesan dan kedamaian. Sedangkan Positive Psychotherapy adalah
terapi yang memungkinkan untuk mengembangkan sumber daya atau potensi-potensi positif
pada individu karena bersifat strength focused, yang artinya berfokus pada upaya membentuk
emosi positif, kekuatan karakter, dan kebermaknaan hidup ( Seligman, Rashid, & Parks, 2006.
Pada pelaksanaan sebelumnya, Positive Psychotheraphy telah disajikan dalam serangkaian 14
pertemuan dilakukan selama enam minggu yang dianggap ideal bagi penderita depresi, akan
tetapi Postive Psychotherapy yang terpenting adalah dilakukan sesuai dengan kebutuhan subjek
(Magyar-Moe, 2009). Dengan kata lain, panjangnya pertemuan terapi, latihan dan pekerjaan
rumah yang diberikan, dan fokus setiap pertemuan harus disesuaikan dengan kebutuhan subjek
(Magyar-Moe, 2009).
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
23
Dalam penelitian ini, dengan subyek yang memiliki tingkat kepuasan hidup rendah, fokus
intervensi adalah meningkatkan dimensi-dimensi Kepuasan hidup. Pendekatn yang digunakan
adalah Group therapy, upaya mengunakan setting kelompok untuk menciptakan dinamika
kekeluargaan dan penyesuaian diri yang tidak terpenuhi pada narapidana yang tinggal di lapas,
yang menjadi penyebab utama rendahnya kepuasan hidup pada narapidana. Penelitian yang
dilakukan oleh Kirillov (2001), menunjukkan bahwa individu yang didampingi secara intens
oleh terapis selama pelaksanaan positive psychotherapy memiliki kematangan emosi dan
kepuasan hidup lebih baik daripada individu yang tidak didampingi secara intens oleh terapis
dalam Positive Psychotherapy. Selain itu, pendekatan kelompok dianggap memiliki manfaat
yang disebut sebagai therapiutic factors (Yalom & Leszcz, 2005): subjek dapat mengetahui
bahwa orang lain bersedia berbagi perasaan, pikiran dan masalah yang sama (universality), yang
dapat mengembangkan konsep dirinya dengan membantuu subyek lainnya (altruism), dapat
mengembangkan optimisme untuk perbaikan diri mereka sendiri dengan belajar dari anggota
sekelompok (instillation of hope), akan mendapat saran (imparting information), menghidupkan
dinamika kekeluargaan antar subyek yang mungkin tidak didapatkan di dalam keluarga-keluarga
krisis (corrective recapitulation of primary family experience), dapat belajar mengembangkan
komunikasi yang adaptif dan efektif (development of socializing techniques), dapat
mengembangkan kepribadiannya, memperluas pengetahuan dan memperoleh ketrampilan
melalui pengamatan ketika tiap subyek mengeksplorasi diri (imitative behavior), hidupnya
(exential factors), dapat belajar mengungkapkan berbagai perasaan tentang dapat belajar
membangun kepercayaan, perasaan memiliki dan kebersamaan yang dialami bersama subyek
(cohesiveness), dapat belajar menerima tanggungjawab atas keputusan pengalaman masa lalu
maupunn yang dialaminya sekarang (catharsis), mendapatkan insight melalui umpan balik yang
diberikan dari anggota lain (interpersonal learning-input), kelompok dapat menjadi lingkungan
yang memunkinkan anggotanya berinteraksi dengan cara yang lebih adaptif ( interpersonal
learning-output), dan self-understanding. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo &
Yuniardi (2013), hasil yang diperoleh melalui uji t-test menunjukkan ada perbedaan skor
pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen yang signifikan. Hal tersebut
membuktikan bahwa group positive psychotherapy dapat menjadi suatu alternatif untuk
meningkatkan psychological well being pada mahasiswa.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
24
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Desain penelitian adalah
rencana dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa yang bertujuan untuk
memperoleh jawaban-jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitian (Kerlinger, 2003). Desain
penelitian eksperimen ini mengunakan Quasi eksperimen Pre-test-post-test controlgroup design
yaitu desain yang melakukan pengukuran sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian
treatment pada kelompok kontrol dan eksperimen, pada desain ini menggunakan teknik
randomisasi sebagai kontrol terhadap proactive history ( Seniati,2005).
Efek suatu perlakuan terhadap variabel dependent akan diuji dengan cara
membandingkan keadaan variabel dependent pada kelompok eksperimen setelah dikenai
perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan ( Azwar, 2005).
Untuk memenuhi ketentuan penelitian eksperimen, maka subjek penelitian berjumlah 20
narapidana yang tinggal di lapas kelas IIA di kota kediri. Berdasarkan desain penelitian, maka
subjek dipilih secara random untuk dimasukkan dalam dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen, sedangkan kelompok kontrol tidak dikenai perlakuan. Kondisi ini bertujuan untuk
melihat seberapa jauh pengaruh yang diberikan sebelum dan sesudah diberikan group positive
psychotherapy. Subjek dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan
pertimbangan profesional yang dimiliki peneliti dalam usaha memperoleh informasi yang
relevan dengan tujuan peneliti (Darmadi, 2013), sedangkan pengambilan subjek pada kelompok
eksperimen menggunakan teknik random. Subjek yang terlibat dalam penelitian dengan rentang
usia 20-39 tahun, yang memiliki nilai rendah dalam skala kepuasan hidup.
Rancangan dan prosedur eksperimen antara lain: 1) tahapan persiapan: membuat
instrumen penelitian; 2) tahapan pelaksaan: melakukan pre-test terhadap narapidana lembaga
permasyarakatan di kota kediri, sample penelitian diambil dari hasil pre-test narapidana lembaga
permasyarakatan di kota kediri yang memiliki kepuasan hidup rendah yang diambil dari 20
subyek nilai terendah pada hasil try out skala kepuasan hidup, menentukan kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen dengan menggunakan teknik random assigment (randomisasi),
sehingga dapat dibedakan menjadi dua kelompok yang sama yaitu kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen, setelah ditentukan kelompok eksperimen maka akan diberikan group
positive psychotherapy.
Group positive psychotherapy adalah terapi yang ditandai dengan terapi yang aktif secara
verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada upaya membentuk emosi positif, kekuatan
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
25
karakter, dan kebermaknaan dengan membangun hidup yang menyenangkan (pleasant life),
hidup yang penuh aktivitas (engaged life) dan hidup yang bermakna (persuit of meaningf) secara
kelompok Ryff (1989).
Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang telah digunakan
dalam penelitian terdahulu. Alat ukur untuk variabel kepuasan hidup menggunakan Satisfaction
With life Scale (SWLS) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Alat ukur tersebut
terdiri dari 4 aspek yaitu: (a) keinginan untuk mengubah kehidupan, (b) kepuasan terhadap
kehidupan saat ini, (c) kepuasan di masa lalu, (d) kepuasan terhadap kehidupan mendatang dan
penilaian, yang terdiri dari 6 item. Skala diukur pada 4 kriteria: sangat setuju diberi nilai 4, setuju
3, tidak setuju bernilai 1, sangat tidak setuju 1. (Diener & William, 1993). Contoh item
Satisfaction With life Scale adalah‘’ saya puas dengan kehidupan saya”. Skor yang tinggi
menunjukkan tingkat kepuasan hidup yang tinggi, sebaliknya skor yang rendah menunjukkan
tingkat kepuasan hidup yang rendah. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data
interval. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji beda atau Uji-t dan teknik
yang digunakan adalah paried Sampel t-test (Uji-t dengan sampel berpasangan). teknik ini
digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan dua buah mean yang berasal dari dua buah
distribusi (Winarsunu, 2002).
HASIL
Berikut disajikan hasil deskripsi variabel penelitian, yaitu kepuasan hidup narapidana
sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Tabel 1. Deskripsi Statistik
Kelompok Mean ± Std Deviasi
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
Eksperimen 10,200 ± 1,619 20,900 ± 2,558
Kontrol 9,100 ± 2,331 9,200 ± 2,251
Hasil deskripsi kepuasan hidup narapidana pada kelompok eksperimen diperoleh rata-rata
dan standar deviasi kondisi sebelum perlakuan sebesar 10,200 dan 1,619 dan kondisi sesudah
perlakuan sebesar 20,900 dan 2,558. Artinya bahwa terdapat peningkatan nilai hasil pengukuran
kepuasan hidup narapidana lapas yang sangat tinggi dengan pemberian Group Positive
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
26
Psychotherapy. Kemudian pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata-rata dan standar deviasi
kondisi sebelum perlakuan sebesar 9,100 dan 2,331 dan kondisi sesudah perlakuan sebesar 9,200
dan 2,251. Artinya bahwa terdapat peningkatan nilai hasil pengukuran kepuasan hidup narapida
lapas yang kecil tanpa perlakuan apapun.
Gambar 1. Deskripsi Variabel Penelitian
Berikut disajikan hasil uji normalitas variabel penelitian, yaitu kepuasan hidup
narapidana lapas sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Tabel 2. Nilai Signifikansi Uji Normalitas
Kelompok Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
Eksperimen 0,866 0,625
Kontrol 0,853 0,871
Hasil uji normalitas kepuasan hidup rnarapidana lapas sebelum dan sesudah perlakuan
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh nilai signifikansi lebih dari alpha
0,05 sehingga data yang digunakan berdistribusi normal. Berikut disajikan hasil analisis paired
sample t-test terhadap kepuasan hidup narapidana lapas sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hasil analisis paired sample t-test (tabel 3) pada kelompok eksperimen (kelompok dengan
pemberian Group Positive Psychotherapy) terhadap kepuasan hidup narapidana lapas diperoleh
nilai t-hitung (9,949) lebih dari nilai t-tabel (2,262) atau nilai signifikansi (0,000) kurang dari
alpha (0,050) artinya bahwa terdapat peningkatan secara signifikan terhadap kepuasan hidup
narapidana lapas dengan pemberian Group Positive Psychotherapy. Hasil analisis paired sample
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
27
t-test pada kelompok kontrol (kelompok tanpa perlakuan) terhadap kepuasan hidup narapidana
lapas diperoleh nilai t-hitung (1,000) kurang dari nilai t-tabel (2,262) atau nilai signifikansi
(0,343) lebih dari alpha (0,050) artinya bahwa tidak terdapat peningkatan secara signifikan
terhadap kepuasan hidup narapidana lapas tanpa perlakuan apapun.
Tabel 3. Hasil Paired Sample t-test
Kelompok Mean t-hitung Signifikansi Keterangan
Eksperimen Sebelum 10,200 9,949 0,000 Signifikan
Sesudah 20,900
Kontrol Sebelum 9,100 1,000 0,343 Tidak Signifikan
Sesudah 9,200
PEMBAHASAN
Hasil temuan analisis di atas memberikan informasi bahwa Group Positive
Psychotherapy. memiliki pengaruh terhadap kepuasan hidup. Pengaruh Group Positive
Psychotherapy. Hasil analisis paired sample t-test diperoleh nilai t-hitung (9,949) artinya bahwa
terdapat peningkatan secara signifikan terhadap kepuasan hidup narapidana lapas dengan
pemberian Group Positive Psychotherapy. Hasil analisis paired sample t-test pada kelompok
kontrol diperoleh nilai t-hitung (1,000) artinya bahwa tidak terdapat peningkatan secara
signifikan terhadap kepuasan hidup narapidana lapas tanpa perlakuan apapun. Sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Seligman, Rashid & Parks (2006), hasil penelitian
menunjukan bahwa Group Positive Psychotherapy yang diberikan oleh mahasiswa terbukti
secara signifikan lebih efektif untuk meningkatkan kepuasan hidup dan menurunkan depresi
pada mahasiswa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Prabowo & Yuniardi (2013), hasil yang
diperoleh melalui uji t-test menunjukkan ada perbedaan skor pre-test dan post-test pada
kelompok eksperimen yang signifikan. Hal tersebut membuktikan bahwa group positive
psychotherapy dapat menjadi suatu alternatif untuk meningkatkan psychological well being pada
mahasiswa.
Hasil deskripsi kepuasan hidup narapidana pada kelompok eksperimen diperoleh rata-rata
dan standar deviasi kondisi sebelum perlakuan sebesar 10,200 dan 1,619 dan kondisi sesudah
perlakuan sebesar 20,900 dan 2,558. Kemudian pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata-rata
dan standar deviasi kondisi sebelum perlakuan sebesar 9,100 dan 2,331 dan kondisi sesudah
perlakuan sebesar 9,200 dan 2,251. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada perubahan
peningkatan kepuasan hidup pada kelompok eksperimen dan terdapat peningkatan yang kecil
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
28
pada kelompok kontrol. Narapidana yang tinggal di lapas memiliki keinginan dasar untuk
berhasil menjadi yang terbaik dalam hidupnya. Guna mewujudkan semua itu mereka dituntut
untuk menerima segala bentuk keadaan dirinya (Napitupulu, 2006). Selain itu, bila narapidana
yang tinggal di lapas tidak bisa menerima keadaan dirinya yang mencakup segala kelebihan
maupun kekurangannya maka harapan-harapan untuk memperoleh kehidupan yang berarti bagi
dirinya tidak akan terpenuhi dengan sendirinya. Cara berpikir negatif tersebut akan melemahkan
semangat untuk maju, mencapai apa yang semula mereka cita-citakan, sehingga pada akhirnya
akan mempengaruhi kepuasan hidup pada narapida. Penelitian yang dilakukan oleh Fredrickson
& Branigan (2005), menunjukkan bahwa emosi-emosi positif dapat menghilangkan pengaruh-
pengaruh emosi negatif yang merusak dan dapat mengangkatkan resiliensi diri pada individu.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh Group Positive
Psychotherapy terhadap kepuasan hidup pada narapidana, dan terdapat perbedaan tingkat
kepuasan hidup pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, artinya bahwa pemberian
Group Positive Psychotherapy memberikan pengaruh terhadap kepuasan hidup pada narapida.
Narapida yang dikenai Group Positive Psychotherapy mengalami peningkatan pada kepuasan
hidup, sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan yang kecil pada kepuasan
hidup
DAFTAR RUJUKAN
Anaby, D., Jarus, T., & Zumbo, B. D. (2010). Psychometric evaluation of the Hebrew language
version of the satisfaction with life scale. Social Indicators Research, 96 (2), 267–274.
Arjanto, P. (2015). Development of social intelligence test for high school student. SCHOULID:
Indonesian Journal of School Counseling. Vol. 2, No. 1. Hal 33-40
Azwar, S. (2005). Metode Penelitian . Yogyakarta. Pustaka Belajar
Biswas-Diener, R., & Diener, E. (2001). Making the best of a bad situation: Satisfaction in the
slums of Calcutta. Social Indicators Research, 55, 329–352.
Cooke, D.J., Baldawin, P.J., & Howison, J.(2008). Menyingkap dunia gelap penjara. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Crawley. E., & Spark, R. (2006). Is there life after imprisonment? How elderly men talk about.
Criminilogy & Criminal Justice, 6(1), 63-82.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
29
Cohn, M. A., Fredrickson, B. L., Brown, S. L., Mikels, J. A., & Conway, A. M. (2009).
Happiness unpacked: Positive emotions increase life satisfaction by building resilience.
Emotion, 9(3), 361–368
Compton. C. W. (2005). Happinessis everything, or is not? explorations on the meaning of
psychological well-being. Journal American Psychological Association, 57 (6), 1069-
1081)
Diener, E, Diener M, & Diener C. (2009). Factor Predicting The Subjective Well-Being Of
Nation. In Ed Diener. Culture and Wellbeing. Social indicators research series, 38.
Diener, E, Suh, E & Oishi. (1997). Recent Finding On Subjectie Well-Being Retrieved. Indian
Journal of Clinical Psychology, 24.
Diener, E., & William, P. (1993). Review of the Satisfaction With Life Scale. Pscychological
Assesment, 5, (2), 164-172.
Diener, R., & Diener, E. (2001). Making the best of a bad situation: Satisfaction in the slums of
Calcutta. Social Indicators Research, 55, 329–352.
Extremera, N., Duran, A., & Rey, L. (2009). The moderating effect of trait meta-mood on
perceived stress on life satisfaction. Personality and Individual Differences, 47, 116–141.
Edwards, L. M., & Lopez, S. J. (2006). Perceived family support, acculturation, and life
satisfaction in Mexican American youth: A mixed-methods exploration. Journal of
Counseling Psychology, 53(3), 279–287.
Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in positive psychology: The broaden-
and-build theory of positive emotions. American Psychologist, 56(2), 218–226.
Fredrickson, B. L. (2005). Positive emotions. In C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.), Handbook of
Positive Psychology ,120–135. NC: Oxford University Press.
Fredickson, B.L. & Braning. C. (2005). Positive Emotions broaden the scope of attention and
thought-action repertoires. Cognition and Emotion, 19, 313—332.
Guler. Kumbul. B. & Emec, H. (2006). Yas¸am memnuniyeti akademik bas¸arıda iyimserlik
etkisi. [optimism effects of academic achievement in Life satisfaction]. D.E.U¨.I˙.I˙.B.F.
Dergi, 11(2), 129–149.
Genc¸o ¨z, T. (2000). Pozitif ve negatif duygu olc¸ eg˘i: Gec¸erlik ve gu¨venirlik c¸alıs¸ması.
[Positive and negative affect scale : The validity and reliability study]. Turki Psikologi
Dergisi, 15(46), 19–26
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
30
Huebner. E. S & Antamarian . (2008). Adolescent Life Satisfaction. Applied Psychology: An
International Review, 57, 112–126.
Hurlock, E.B. (2009). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga
Hussain, M. Arif, I.M., Rashid, S.( 2012). An Investigation into Relationship among Stress,
Optimism and Life Satisfaction of Adolescents. International J. Soc. Sci. & Education 3
(1), 2223-4934.
Jha, D. S., Singh, K., (2008). Positive and Negative Affect, and Grit as predictors of Happiness
and Life Satisfaction. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 34, 40-45.
Jamin, N., S. (2012). Analisis perkembangan sosial emosi, “PEDAGOGIKA” Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3, (2).
Kerlinger F.N. (2003). Asas-asas penelitian behavioral. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Kirrilov. I. O. (2001). The effect of Supervision in positive Psychotheraphy Training.
International journal of positive psychotherapy and Research to obtain trough.
Kerlinger F.N. (2003). Asas-asas penelitian behavioral. Edisi ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Kapikiran, A.N. (2011). Positive and Negative Affectivity as Mediator and Moderator of the
Relationship between Optimism and Life Satisfaction in Turkish University Students. Soc
Indic Res,106, 333–345.
Magyar-Moe, J. L. (2009). Therapist’s guide to positive psychological interventions. London :
Elsevier Inc.
Parks, Sheiner & Acacia. (2009). Positive Psychotheraphy: Building a model of empitionrically
supported self-help. Journal on Proquest Dissertations and theses.
Prabowo, A., Yuniardi, S., M, (2013). Pengaruh group positive psychotherapy Terhadap
psychological well being mahasiswa. Tesis.
Perrone, K. M. & Civiletto, C.L, (2004). The impact of life role sallance on li e satisfaction.
Journal of employment counseling, 41, 105-116.
Pasesch, N & Triit, K. (1968). Positive Psychotheraphy Effectiveteness Study and Quality
Assurance. The european journal of psychotherapy, counseling & healt, (1), 42-52.
Ruch., W., Gander., F., Wellenzohn., S & Proyer., T., R., (2014). Toward a Better Understanding
of What Makes Positive Psychology Interventions Work: Predicting Happiness and
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 02 Number 01 2018 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
31
Depression From the Person × Intervention Fit in a Follow-Up after. The International
Association of Applied Psychology. 7, (14).
Shek, D. T. L. (2005). Economic stress, emotional quality of life, and problem behavior in
Chinese adolescents with and without economic disadvantage. Social Indicators
Research, 71(1–3), 363–383.
Seniati. L. (2005). Psikologi eksperimen. Jakarta: Gramedia
Sheldon, K. M., & Hoon, T. H. (2007). The multiple determination of well-being: Independent
effects of positive traits: Needs, goals, selves, social supports and cultural contexts.
Journal of Happiness Studies, 8, 565–592.
Siswati, I., T & Abdurrohim (2017). Masa Hukuman & Stres Pada Narapidana, Proyeksi, 4 (2),
95-106.
Snyder C. & Lopez S.J (2002). Handbook of Positive Psychology, Oxford University Press,New
York.
Tobroni & Suprayogo., I., (2001). Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Seniati L. (2005). Psikologi Eksperimen, Jakarta: Gramedia.
Seligman, M. E. P., Rashid, T., & Parks, A. C. (2006). Positive psychotherapy. American
Psychologist, 61, 774–788
Seligman, M. E. P. (2002).Gercek mutluluk.(S. K. Akbas, Trans.) [Authentic happiness].
Ankara: HYB.
Karyani, U., Prihartini, p., & Hidayah., N. (2014). Tesis. Efektivitas Group Positive
Psychotherapy Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Pada Orang Dengan Hiv/
Aids (Odha).
Winarsunu, T. (2002). Statistik (dalam penelitian psikologi dan pendidikan). Jilid 1. Malang :
UMM Press.
Watson, D. (2005). Positive affectivity. In C. R. Snyder & S. J. Lopez (Eds.), In Handbook of
positive psychology 106–120. Washington DC: Oxford University Press.
Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (2000). Development and validation of brief measures
of positive and negative affect: The PANAS scale. Journal of Personality and Social
Psychology, 54, 1063–1070