GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

12
1 GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI LEKSIKOSTATISTIK (LANGUAGE GRADATION IN KENARI ISLAND A LEXICOSTATISTIC STUDY) Imelda Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI Jalan Kober 33, Depok E-mail: [email protected] Telepon: 08111989870 Abstract Kenari island or Alor is one of the islands in Nusa Tenggara Timur that has diversity of languages and cultures. Some people of this island said that different village has different language. Also, most of the tribes claim that their languages are different from other local languages. This statement triggers the researcher’s eagerness to clarify the existence of languages in Alor. In this case, the researcher tried to find the truth of statement of Alor ethnic tribes about their language diversity through lexicostatistics. The isolects1 investigated were taken from six tribes, i.e., Abui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, and Pura. According to the analysis of their isolects, it is found that there are three dialects and four languages. It is also found that those dialects and languages come from one language family. Of all, the researcher tried to clarify that the objective analysis of linguistics could be rejected for the reason of ethnicity that is claimed by the ethnic tribe. Keywords: isolect, dialect, language, language family, lexicostatistics, ethnicity Abstrak Pulau Kenari atau Alor adalah satu kepulauan di Nusa Tenggara Timur yang memiliki keragaman bahasa dan budaya. Menurut pendapat beberapa warga bahwa desa yang berbeda memiliki bahasa yang berbeda pula. Pernyataan ini memicu keingintahuan peneliti untuk mengklarifikasi keberadaan bahasa-bahasa di Alor. Dalam hal ini, peneliti mencoba menemukan kebenaran dari pernyataan suku etnik Alor mengenai keragaman bahasa melalui pendekatan leksikostatistik. Isolek yang diteliti diambil dari 6 suku, seperti Abui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, dan Pura. Berdasarkan analisa isolek, ditemukan 3 dialek dan 4 bahasa. Juga ditemukan bahwa dialek dan bahasa tersebut berasal dari satu kerabat bahasa. Sehingga, peneliti mencoba mengklarifikasi bahwa analisa objektif linguistik dapat ditolak karena alasan etnisitas yang diklaim oleh suku etnik. Kata kunci: isolek, dialek, bahasa, kerabat bahasa, leksikostatistik, etnisitas ¹ Peneliti etnolinguistik pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Kober No.33, Depok, (e-mail: [email protected], [email protected]). ² Isolek adalah istilah netral yang diberikan kepada ragam wicara yang belum diketahui statusnya secara objektif sebagai bahasa atau dialek.

Transcript of GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

Page 1: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

1Imelda, Gradasi Bahasa di Pulau Kenari: Sebuah Studi Leksikostatistik

GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI:SEBUAH STUDI LEKSIKOSTATISTIK

(LANGUAGE GRADATION IN KENARI ISLANDA LEXICOSTATISTIC STUDY)

ImeldaPusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI

Jalan Kober 33, DepokE-mail: [email protected]

Telepon: 08111989870

AbstractKenari island or Alor is one of the islands in Nusa Tenggara Timur that has diversity of languages andcultures. Some people of this island said that different village has different language. Also, most of the tribesclaim that their languages are different from other local languages. This statement triggers the researcher’seagerness to clarify the existence of languages in Alor. In this case, the researcher tried to find the truth ofstatement of Alor ethnic tribes about their language diversity through lexicostatistics. The isolects1 investigatedwere taken from six tribes, i.e., Abui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, and Pura. According to the analysis of theirisolects, it is found that there are three dialects and four languages. It is also found that those dialects andlanguages come from one language family. Of all, the researcher tried to clarify that the objective analysis oflinguistics could be rejected for the reason of ethnicity that is claimed by the ethnic tribe.

Keywords: isolect, dialect, language, language family, lexicostatistics, ethnicity

AbstrakPulau Kenari atau Alor adalah satu kepulauan di Nusa Tenggara Timur yang memiliki keragamanbahasa dan budaya. Menurut pendapat beberapa warga bahwa desa yang berbeda memiliki bahasayang berbeda pula. Pernyataan ini memicu keingintahuan peneliti untuk mengklarifikasi keberadaanbahasa-bahasa di Alor. Dalam hal ini, peneliti mencoba menemukan kebenaran dari pernyataansuku etnik Alor mengenai keragaman bahasa melalui pendekatan leksikostatistik. Isolek yang ditelitidiambil dari 6 suku, seperti Abui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, dan Pura. Berdasarkan analisa isolek,ditemukan 3 dialek dan 4 bahasa. Juga ditemukan bahwa dialek dan bahasa tersebut berasal darisatu kerabat bahasa. Sehingga, peneliti mencoba mengklarifikasi bahwa analisa objektif linguistikdapat ditolak karena alasan etnisitas yang diklaim oleh suku etnik.

Kata kunci: isolek, dialek, bahasa, kerabat bahasa, leksikostatistik, etnisitas

¹ Peneliti etnolinguistik pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia. Jl. Kober No.33, Depok, (e-mail: [email protected], [email protected]).

² Isolek adalah istilah netral yang diberikan kepada ragam wicara yang belum diketahui statusnya secara objektifsebagai bahasa atau dialek.

Page 2: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

2 Gramatika, Volume I, Nomor 1, Januari—Juni 2013

1. Pendahuluan

Pulau Alor atau disebut juga Pulau Kenarimerupakan salah satu pulau di ProvinsiNusa Tenggara Timur. Secara administratif,pulau ini termasuk dalam Kabupaten AlorBarat Daya (ABAD). Kabupaten ini memilikiberaneka bahasa. Representasi keragamanbahasa yang digunakan penduduknya jugadapat dilihat dari pernyataan orang-orangyang tinggal di Alor yang menyatakan bah-wa setiap kampung memiliki bahasa yangberbeda.

Stokhof (1975:65) mengidentifikasi tigabelas bahasa yang terdapat di Pulau Alordan sekitarnya. Bahasa-bahasa tersebut,antara lain, adalah bahasa Alor, Lamma,Tewa, Blagar, Nedebang, Kabola, Kafoa, Ke-lon, Kui/Kiraman, Abui, Woisika, Talang-pui, dan Kolana. Menurut hasil penelitian-nya, bahasa-bahasa tersebut terbagi menjadibahasa Austronesia dan bahasa Papua. Sum-ber lain, SIL3 (2006), menyebut bahwa ada18 bahasa di Kepulauan Alor, yaitu bahasaAbui, Adang, Alor, Blagar, Hamap, Kamang,Kabola, Kafoa, Kelon, Kui, Kula, Lamma,Nedebang, Reta, Sawila, Tereweng, Tewa,dan Wersing. Ada kesenjangan jumlah ba-hasa yang berhasil diidentifikasi dari temu-an-temuan penelitian yang sebelumnya te-lah dilakukan. Setidaknya, ada delapan ba-hasa yang baru ditemukan SIL. Dengandemikian, fakta mengenai jumlah bahasayang telah dipaparkan di atas masih mung-kin untuk diperdebatkan kembali.

Katubi (2006:193) dalam tulisannya me-ngenai bahasa-bahasa di Alor, memperta-nyakan adakah hubungan antara jumlah ke-lompok etnis dan jumlah bahasa. Sarjana inidengan tegas menyatakan bahwa ada ke-mungkinan untuk diperdebatkan kembalijumlah bahasa di Alor karena bahasa bisadigunakan sebagai penanda etnisitas meski-

pun bukan satu-satunya penanda. Ia meng-angkat fakta bahwa kelompok etnis Hamapsecara tegas menolak bahasanya disamakandengan bahasa Adang meskipun banyakorang menyebutnya demikian. Tetua adatHamap pun dengan tegas menolak menye-but bahasanya sama dengan bahasa orangAdang. Pada akhir tulisannya, Katubi me-nyatakan bahwa ada ketidakparalelan antarajumlah kelompok etnis dan jumlah bahasadi Alor.

Bertolak dari fakta kesenjangan jumlahkelompok etnis dan bahasa, penelitian yangmengeksplorasi isolek dari kelompok etnisAbui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, danPura ini dilakukan. Mereka dijadikan objekpenelitian karena setiap kelompok etnis ter-sebut mengaku memiliki bahasa yang ber-beda-beda. Namun, secara linguistis, namabahasa-bahasa tersebut belum didukungfakta kebahasaan objektif. Untuk itu, perludilakukan teknik leksikostatistik untukmemberikan bantahan atau dukunganobjektif mengenai isolek yang mereka sebutsebagai bahasa tersebut. Secara lebih ter-perinci, masalah penelitian ini dapat diope-rasionalisasikan ke dalam tiga pertanyaandi bawah ini.a) Secara linguistis, bagaimanakah status

isolek-isolek Abui, Adang, Hamap,Kabola, Mor, dan Pura?

b) Bagaimanakah hubungan genetis an-tara isolek-isolek Abui, Adang, Hamap,Kabola, Mor, dan Pura?

c) Bagaimanakah dialektika antara temu-an linguistis yang objektif dan etnisitasetnolinguistis yang subjektif terhadappenamaan isolek?

Berkaitan dengan masalah di atas, pene-litian ini mencoba mendeskripsikan hasil te-muan linguistis mengenai enam isolek yang

³ Summer Institute of Linguistics (SIL) adalah sebuah institusi yang melakukan penelitian-penelitian di seluruh duniauntuk tujuan pengembangan bahan bacaan dan penerjemahan injil ke dalam bahasa daerah.

Page 3: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

3Imelda, Gradasi Bahasa di Pulau Kenari: Sebuah Studi Leksikostatistik

terdapat di Pulau Kenari. Secara lebih khu-sus, penelitian ini memberikan pandanganobjektif mengenai kategori dialek dan ba-hasa terhadap isolek-isolek yang digunakanoleh enam kelompok etnis di Pulau Kenari.Adapun tujuan utama tersebut dapat dija-barkan menjadi beberapa butir berikut.a) Memaparkan temuan linguistis yang

objektif untuk memberikan status iso-lek-isolek yang diklaim orang Abui,Adang, Hamap, Kabola, Mor, dan Purasebagai bahasa.

b) Memerikan hubungan genetis antaraisolek-isolek Abui, Adang, Hamap,Kabola, Mor, dan Pura.

c) Mengelaborasi temuan-temuan linguis-tis yang objektif dengan isu etnisitas ter-hadap penamaan isolek.

2. Metode Penelitian

2.1 Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada pertengahanApril hingga awal Mei 2007 di Pulau Alor.Bersama tim etnolinguistik4, daftar kosakataisolek Abui, Hamap, Mor, dan Pura dikum-pulkan di Kecamatan Moru5. Sementara itu,daftar kosakata isolek Adang dan Kabola di-dapatkan dari kampung yang khusus dihunioleh orang Adang dan Kabola di KampungAdang dekat kota Kalabahi dan KampungKabola di dekat Bandar Udara Mali.

Pada setiap kelompok etnis ditunjuksatu orang oleh peneliti untuk pengambilandata. Sebagai alat pengecekan, orang keduapun diambil. Namun, perlu dicatat bahwaorang kedua tidak menjadi keharusan ke-tika peneliti merasa sudah cukup puasdengan daftar kosakata yang dielisitasi dariorang pertama.

Responden yang ikut serta menjadisubjek penelitian ini ialah orang-orang yangmemenuhi beberapa persyaratan, antaralain: (1) berusia dewasa atau di atas 25 ta-hun, (2) lahir dari orang tua yang bersukuasli atau tanpa campuran etnis, (3) tumbuhhingga dewasa di komunitas asli, dan (4)memiliki alat artikulator6 yang baik (tidakcacat wicara).

2.2 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara teknik pan-cingan, yaitu peneliti menyebutkan katayang diinginkan dan informan menjawabdengan menyebutkan padanan kata dalamisoleknya sendiri. Dalam pelaksanaan peng-ambilan daftar kosakata, alat perekam di-gunakan untuk memeriksa ulang kata yangtelah ditanyakan.

Ada 226 kosakata dasar yang dielisitasi.Perlu diketahui bahwa daftar tersebut disu-sun berdasarkan rekomendasi dari MorrisSwadesh. Kosakata dasar yang disusun ter-diri atas (1) kosakata ganti, (2) kosakata bi-langan, (3) kosakata anggota badan, (4)kosakata alam dan sekitarnya (udara, langit,air, gunung, dsb.), dan (5) kosakata perleng-kapan sehari-hari.

Dalam penelitian ini peneliti tidakmembuat daftar kosakatanya sendiri, tetapimenggunakan daftar kosakata sebelumnyayang telah dipakai oleh peneliti-peneliti SIL.Daftar ini sangat membantu karena selainsudah diuji keandalannya juga sudah meng-gunakan istilah-istilah khas daerah NusaTenggara Timur yang membantu penelitidalam melaksanakan tugasnya di daerahNTT, yang baru dikunjungi.

4 Tim etnoliguistik terdiri atas Ninuk Kleden-Probonegoro, Katubi, Henry F. Thondo, dan Imelda.5 Kecamatan Moru merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Alor yang dihuni oleh berbagai kelompok etnis,

antara lain orang Abui, Hamap, Kelon, Kui, Mor, dan Pura.6 Organ vokal yang digunakan untuk memproduksi bunyi bahasa.

Page 4: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

4 Gramatika, Volume I, Nomor 1, Januari—Juni 2013

2.3 Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data, daftar kosa-kata harus diperiksa peneliti melalui tiga ta-hapan, yaitu mendaftar kosakata ke dalamkomputer, menyeleksi, dan memberikankode pada kosakata dasar.

Pertama, tahap mendaftar kosakata kedalam komputer, peneliti mengetik data de-ngan menggunakan huruf fonetis yang khu-sus. Pendataan ini harus dilakukan denganmenggunakan program huruf fonetis yangkhusus. Kegiatan ini harus dilakukan secaraberhati-hati dan teliti karena akan sangatberpengaruh pada tahapan penghitungan.

Kedua, peneliti memastikan kembalibahwa daftar kosakata yang akan diban-dingkan telah terbebas dari jenis kata jadi-an/frase, kata pinjaman, dan unsur morfem7

terikat. Dengan demikian, kosakata yangdibandingkan benar-benar kata dasar.

Ketiga, kata-kata yang telah diperiksatersebut dibandingkan satu dengan yanglain dengan memberikan kode (+) apabilasama, kode (-) apabila berbeda, dan kode(0) bila tidak ada pembanding. Perlu puladijelaskan bahwa pemberian kode pada ko-sakata dasar juga dibantu dengan korespon-densi bunyi8 R-D-L dan R-G-H yang sebe-lumnya telah dikemukakan oleh Van derTuuk dan telah dipercayai selama 100 tahun.Selain korespondensi bunyi tersebut, pene-liti juga menggunakan korespondensi bunyibahasa yang didapatkan dari pengamatan7.000 desa di Indonesia. Korespondensi bu-nyi tersebut diamati dan dipublikasikan se-cara terbatas oleh Lauder. Bunyi-bunyi ba-hasa tersebut, antara lain, adalah H-S, Y-L,B-W-V-H, P-F-H, J-Y, F-H-W-GH, P-F-H, R-N, R-S, W-V, B-C-W, dan B-W-F.

2.4 Analisis Data

Dalam pengolahan data digunakan teknikanalisis leksikostatistik. Teknik ini dikem-bangkan oleh Morris Swadesh pada tahun1940-an (Crystal, 1987: 331). Ini merupakansalah satu teknik analisis daftar kosakata da-sar yang terdapat di dalam metode Perban-dingan Bahasa atau Linguistik Historis Kom-paratif (LHK). Keraf (1984:121) mendefinisi-kan teknik leksikostatistik sebagai berikut.

… suatu teknik dalam pengelompokan ba-hasa-bahasa yang lebih cenderung meng-utamakan peneropongan kata-kata (leksi-kon) secara statistik, untuk kemudian ber-usaha menetapkan pengelompokan ituberdasarkan persentase kesamaan danperbedaan suatu bahasa dengan bahasalainnya.

Singkatnya, teknik ini menekankan pa-da pengelompokan isolek-isolek yang ber-kerabat ke dalam ikatan dialek, bahasa, ke-luarga bahasa, rumpun, mikrofilum, meso-filum atau makrofilum.

Tahap analisis data dimulai denganpenghitungan persentase kosakata dasar (S)dengan cara membagi jumlah kata (Σ) yangsama (+) dengan jumlah kata keseluruhan(n atau 226) yang sudah dikurangi jumlahkata berbeda (-). Terakhir, hasil pembagianini kemudian dikalikan 100. Secara lebihjelas, cara kerja pemaparan tersebut dapatditulis dengan formula 1 berikut ini.Formula 1

Σ (+) S = __________ X 100 n- Σ (-)

7 Morfem ialah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermaknayang lebih kecil (Kridalaksana, 2001:141)

8 Korespondensi bunyi ialah bunyi-bunyi bahasa yang tidak dianggap berbeda.

Page 5: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

5Imelda, Gradasi Bahasa di Pulau Kenari: Sebuah Studi Leksikostatistik

Keterangan:S = persentase kosakata dasar(+) = kata yang diidentifikasi sama(-) = kata yang diidentifikasi berbedan = jumlah seluruh kata (226)

Setelah persentase perbandingan setiapbahasa diketahui, selanjutnya dilakukanpenghitungan pertalian kekerabatan antar-isolek-isolek yang diteliti. Caranya ialahdengan menyusun daftar persentase daripersentase yang terbesar besar hingga yangterkecil. Pada tabel ini, kekerabatan bahasasudah tergambar. Akan tetapi, angka rata-rata pada setiap baris harus kembali dihi-tung dengan cara mengolah kembali datapersentase dengan menggunakan formularata-rata (xS (baris isolek)) pada tiap baris.Penghitungan rata-ratanya ialah denganmenjumlahkan angka persentase setiap ba-ris isolek (ΣS) dibagi dengan jumlah bahasayang dibandingkan (n). Secara lebih jelas,cara kerja rumus tersebut dapat dilihat padaformula 2 berikut ini.Formula 2

xS(baris isolek)= ΣS(baris isolek) n

Catatan:S = persentase kosakata dasar setiap isolekx = nilai rata-ratan = jumlah bahasa yang diperbandingkanKeterangan baris (isolek): (1) Hamap; (2)

Adang; (3) Abui; (4) Kabola; (5) Mor; (6)Pura

Pada tahap akhir, jumlah persentase for-mula pertama dan kedua dihadapkan de-ngan daftar klasifikasi isolek yang telahdibuat oleh Swadesh (dalam Keraf, 1984).Daftar tersebut memberikan rentangan per-sentase dan definisi kelas isolek mengenaistatusnya sebagai dialek, bahasa, keluarga

bahasa, rumpun, mikrofilum, mesofilum,dan makrofilum. Secara lebih jelas, di bawahini dipajankan tabel yang dimaksud.

Tabel 1Klasifikasi Isolek

Tingkatan Persentase Kata Kekerabat (S) Bahasa 100-81

Keluarga 81-36

Rumpun 36-12

Mikrofilum 12-4

Mesofilum 4-1

Makrofilum 1- kurang dari 1

Sumber: Keraf (1984:135)

Pada tabel 1 kita dapat melihat bahwayang dimaksud dengan dialek ialah isolekyang memiliki persentase kesamaan kosaka-ta dasar sebesar 81% ke atas. Kemudian, sta-tus bahasa diberikan kepada isolek yangmemiliki kesamaan kosakata dasar 36--81persen. Begitu pula dengan rumpun, mikro-filum, mesofilum, dan makrofilum, secaraberturut-turut, mereka memiliki kesamaankosakata dasar 12--36 persen, 4--12 persen,1--4 persen, dan kurang dari 1--1 persen.

3. Hasil Penelitian

3.1 Deskripsi Sosial dan Budaya EnamKelompok Etnis di Pulau Kenari

Sebelum sampai pada penjelasan mengenaihasil penghitungan kata berkerabat isolekAbui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, dan Pu-ra, ada baiknya kita sedikit menilik aspeksosial dan budaya kelompok-kelompok et-nis tersebut. Pengetahuan ini sedikit banyakakan memberikan gambaran kepada kitamengenai keseharian orang-orang yanghidup di Pulau Alor dan sekitarnya.

Orang Abui, menurut informasi Kra-tochvil (2007), tinggal di pegunungan, tepat-nya di Kecamatan Alor Selatan (Kalaisi), Ke-camatan Alor Barat Daya (Mataru dan Mo-

Page 6: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

6 Gramatika, Volume I, Nomor 1, Januari—Juni 2013

ru), Kecamatan Teluk Mutiara (Welai, Fan-ting, dan Lembur), dan Kecamatan TengahUtara (Ateng Melang dan Mainang). Pendu-duknya pada tahun 2000 sejumlah 16.000jiwa (Grimes, 2000:38). Dalam kehidupanberagama, orang Abui beragama kristen. Se-hari-hari orang Abui bertani jagung, sing-kong, dan tanaman lain. Selain itu, merekajuga berburu, mengumpulkan biji-bijian,dan menangkap ikan.

Orang Adang berlokasi di KelurahanAdang-Buom, Adang-Kokar, Kalabahi Ba-rat, Desa Pitungbang, Desa Ampera, DesaOa’ Mate, Desa Amoli, dan Desa Alila di Ke-camatan Alor Barat Laut. Menurut Gordon(2005) jumlah penutur bahasa Adang berda-sarkan penelitian tahun 2000 sebanyak31.814. Kehidupan spiritual orang Adangdiisi dengan ajaran Kristen. Selain itu, orangAdang juga ditengarai kebanyakan ber-profesi sebagai petani.

Orang Hamap menurut Katubi(2004:17--52) dan Tondo (2005:17--27) ber-diam di Kecamatan Moru, Fanating, Kokar,Kalbahi, Falebo, dan di luar Alor. Dari bebe-rapa lokasi tersebut, Moru merupakan tem-pat konsentrasi orang Hamap. Berdasarkanpenelitian tahun 2000, penutur bahasa Ha-map berjumlah 1.294 orang (Gordon, 2005).Orang Hamap ditengarai menganut agamaKristen dan Islam selain agama nenek mo-yang mereka yang percaya kepada dewa-dewa. Sehari-hari mereka berprofesi sebagaipeladang berpindah selain menangkap ikanpada bulan Desember hingga April.

Kelompok etnis Kabola yang berjumlah3.900 orang berlokasi di sebelah barat lautKepala Burung, Pulau Alor (Gordon, 2005).Sementara itu, dalam kehidupan beragama,orang Kabola ditengarai menganut agamaKristen, Advent, dan Islam. Penyambung hi-dup orang Kabola selain menjadi petani ja-gung juga menjadi nelayan. Fenomena initeridentifikasi ketika kami melakukan pe-nelitian. Di sepanjang jalan kampung orang

Kabola terlihat ladang-ladang jagung yangmenguning dan orang-orang yang berjualanikan.

Informasi mengenai kehidupan sosialdan budaya orang Mor sangat terbatas. Na-mun, orang Mor diketahui hampir punahkarena jumlahnya tinggal dua atau tiga ke-pala keluarga lagi. Mereka tinggal di Keca-matan Moru dan berbaur dengan orang Ha-map. Kehidupan spiritual orang Mor kentalsekali dengan kepercayaan kepada dewa-dewa. Selain itu, mereka berprofesi sebagaipetani selain sebagai pekerja pemerintah.

Orang Pura, sejak tahun 2006, secara ad-ministratif terkonsentrasi di Kecamatan Pu-lau Pura yang hanya memiliki satu kelu-rahan, yaitu Kelurahan Pura. Kecamatan Pu-lau Pura ini teletak di antara Pulau Alor danPulau Pantar. Kehidupan beragama sehari-hari diisi dengan ajaran Kristen dan Islam.Sebagai tambahan informasi, dalam praktikkeagamaan, orang Pura diinformasikkanmasih ada yang percaya kepada batu besardan pohon (animisme dan dinamisme) wa-laupun sudah memiliki agama. Sementaraitu, untuk menyambung kehidupan, orangPura kebanyakan berprofesi sebagai petani.

Secara umum, kehidupan orang Abui,Adang, Hamap, Kabola, Mor, dan Pura tidakbegitu berbeda. Ini karena mereka hidup dipulau kecil yang memiliki keterbatasan ak-ses untuk menuju dunia luar atau untukmendapatkan kontak budaya dari luar.Kesamaan-kesamaan kehidupan sosial danbudaya mereka dapat kita identifikasi daripaparan di atas. Dengan demikian, ada em-pat kesimpulan yang dapat ditarik menge-nai kehidupan sosial dan budaya. Pertama,mereka berlokasi di daerah yang relatif ber-dekatan. Kedua, mereka kebanyakan berpro-fesi sebagai petani dan nelayan. Ketiga, me-reka memiliki kesamaan agama yang dianut,yaitu Kristen dan Islam, selain kepercayaanyang diwarisi dari nenek moyang mereka.Keempat, jumlah penutur setiap bahasa ke-

Page 7: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

7Imelda, Gradasi Bahasa di Pulau Kenari: Sebuah Studi Leksikostatistik

banyakan ada pada kategori very small ‘sa-ngat kecil’ dan really small ‘sangat kecil sekali’karena jumlah penutur mereka berada padaangka antara 100.000 hingga 1.000 orang(Skutnabb-Kangas, 2005:45).

Ilustrasi di atas memberikan gambarankehidupan sosial dan budaya kelompok et-nis Abui, Adang, Hamap, Kabola, Mor, danPura. Pertanyaannya kemudian adalah ba-gaimana dengan status isolek yang merekagunakan, apakah merupakan dialek atau-kah bahasa?

3.2 Idetifikasi Enam Isolek di Pulau Kenari:Dialek atau Bahasa?

Bahasa dan dialek dalam definisi orangawam sering tidak dimaknai secara jelas.Kadang-kadang istilah bahasa muncul untukmemberikan nama pada kumpulan istilah-stilah baru yang dibuat suatu kelompokanak muda, misalnya bahasa gaul. Semen-tara itu, istilah dialek digunakan untukmengacu kepada aksen dan kekhasan suatukomunitas.

Dalam studi linguistik, istilah bahasadan dialek didefinisikan secara lebih jelasdan terukur. Untuk kepentingan definisi ini,kajian linguisitk menggunakan kosakata da-sar sebagai parameter. Dialek ialah statusyang diberikan kepada isolek-isolek yangmemiliki persentase kesamaan kosakata da-sar sebesar 81 % ke atas. Sementara itu, ba-hasa ialah status yang diberikan kepadaisolek-isolek yang memiliki kesamaan kosa-kata dasar antara 36--81 %. Jadi, dialek danbahasa dibedakan oleh besarnya persentasekesamaan kosakata dasar yang merepresen-tasikan kedekatan isolek-isolek.

Hasil perhitungan formula 1, persentasekekerabatan isolek yang dipakai oleh orangAbui, Adang, Hamap, Kabola, Mor and Pu-ra dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2Persentase Kosakata Dasar isolek-Isolek di

Pulau Kenari

1 2 3 4 5 6 1 2 87 3 45 46 4 76 78 45 5 87 81 44 71 6 61 59 41 59 60

Keterangan: (1) Hamap; (2) Adang; (3) Abui; (4) Kabola;(5) Mor; dan (6) Pura

Selanjutnya, tabel tersebut disusunkembali dari nilai persentase tertinggi hing-ga terendah. Akhirnya, setelah disusun ni-lainya, ada beberapa fakta menarik yang di-temukan. Pertama, persentase tertinggi dite-mukan antara isolek Adang (2) dan Hamap(1) juga Mor (5) dan Hamap (1). Selanjutnya,persentase yang cukup tinggi juga ditemu-kan pada isolek Mor (5) dan Adang (2). Me-reka memiliki kesamaan kosakata dasar, ber-turut-turut, sebesar 87% dan 81%. Data inimemberikan petunjuk bahwa kesamaankosakata dasar antara isolek Adang, Hamap,dan Mor cukup tinggi. Dengan demikian,apabila kembali dirujuk pada kategori pe-ngelompokan isolek pada tabel satu dapatdisimpulkan bahwa hubungan di antara iso-lek Adang, Hamap, dan Mor adalah dialek.Dengan kata lain, mereka merupakan satubahasa dengan dialek-dialek yang berbeda.Kedua, persentase yang lebih rendah dite-ngarai ada pada persentase perbandinganisolek Kabola dan Pura dengan isolek-iso-lek lainnya. Secara berturut-turut, angka per-sentase mereka ada di antara angka 78%hingga 59%. Ketiga, persentase terendah di-temukan pada angka persentase perban-dingan isolek Abui (3) dengan isolek lain-nya. Angkanya berada pada nilai 41% hing-ga 46%. Keempat, angka persentase yang di-paparkan pada butir dua dan tiga di atasmenghadirkan satu kesimpulan, yaitu bah-wa isolek Kabola (4), Pura (6) dan Abui (3)

Page 8: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

8 Gramatika, Volume I, Nomor 1, Januari—Juni 2013

tersebut merupakan bahasa-bahasa yangberbeda. Demikian juga apabila isolek-iso-lek tersebut dibandingkan dengan dialekHamap-Adang-Mor, mereka merupakan ba-hasa-bahasa yang berbeda. Singkatnya, adaempat bahasa dari enam isolek yang diteliti,yaitu bahasa Hamap-Adang-Mor, Kabola,Pura, dan Abui. Secara lebih terperinci, pe-maparan mengenai persentase yang disu-sun kembali dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3Persentase Kosakata Dasar isolek-Isolek diPulau Kenari Berdasarkan Angka Tertinggi

hingga Terendah

1 2 5 4 6 3 1 2 87 5 87 81 4 76 78 71 6 61 59 60 59 3 45 46 44 45 41

Keterangan: (1) Hamap; (2) Adang; (3) Abui; (4) Kabola;(5) Mor; (6) Pura

3.3 Silsilah Kekerabatan Dialek dan Bahasa diPulau Kenari: Sebuah AplikasiStammbaumtheorie

Kehidupan sosial ekonomi kelompok etnisyang diteliti kurang lebih memiliki kesama-an. Pertanyaannya saat ini, apakah hal terse-but juga dapat terindentifikasi dari bahasayang mereka gunakan? Artinya, apakah ba-hasa Hamap-Adang-Mor, Kabola, Pura, danAbui memiliki pertalian kekerabatan ba-hasa?

Untuk mengetahui ihwal silsilah keke-rabatan dialek dan bahasa perlu juga diba-has mengenai stammbaumtheorie. Teori ini di-kemukakan oleh A. Schlieicher pada tahun1866. Dengan teorinya ia berusaha menge-lompokkan isolek-isolek untuk mengetahuitingkat atau status kekerabatannya. Teori inimengikuti prinsip silsilah keturunan. Teoriini tidak muncul begitu saja, tetapi berkaitandengan latar belakang Schleicher sebagaiseorang biolog yang dipengaruhi oleh teoriDarwin. Ia menyatakan bahwa bahasa-ba-hasa, mulai dari bahasa proto yang berkem-bang menjadi cabang-cabang bahasa, sertapengembangan selanjutnya dari cabang-cabang utama sampai ke cabang-cabangyang lebih kecil, yang tetap memperlihatkanhubungan, baik dalam waktu maupunruang (Keraf, 1984:107). Singkatnya, bahasa-bahasa di dunia yang selalu berkembangmemiliki ikatan kekerabatan satu denganyang lain. Dengan kata lain, bahasa-bahasaberkembang dari bahasa yang telah adasebelumnya.

Dengan kembali merujuk pada Tabel 3,ada empat baris yang perlu dicarikan nilairata-ratanya, yaitu baris Mor (5), Kabola (4),Pura (6), dan Abui (3). Sementara itu, barisdua sudah diketahui nilai, yaitu 87 %. Dariperhitungan formula terhadap baris Mor (5),Kabola (4), Pura (6) dan Abui (3) didapatkannilai rata-rata perbandingan kosakata dasar,berturut-turut, sebesar 84%, 75%, 60%, dan44%. Akhirnya, dengan memadukan persen-tase kekerabatan, klasifikasi menurut Swa-desh dan garis percabangan dapat disusunBagan 1 berikut ini.

Page 9: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

9Imelda, Gradasi Bahasa di Pulau Kenari: Sebuah Studi Leksikostatistik

Bagan 1Pertalian Kekerabatan Dialek dan Bahasa di Pulau Kenari

30 35 40 45 50 44 55 60 65 60 70 75 80 75 85 84 90 95 87 100 1 2 5 4 6 3

Keterangan: (1) Hamap; (2) Adang; (3) Abui; (4) Kabola; (5) Mor; (6) Pura

Dengan gambaran Bagan 1 tersebut kitadapat melihat pertalian keluarga bahasaantara bahasa Hamap-Adang-Mor, Kabola,Pura, dan Abui. Pertalian ini memberikanarti bahwa sebenarnya bahasa-bahasa terse-but berasal dari satu sumber yang kemudianberkembang menjadi bahasa-bahasa lain.

3.4 Realitas Objektif-Linguistis versus Etnisitas

Melalui uji leksikostatistik terhadap enamisolek di Alor didapatkan temuan objektifmengenai empat bahasa dan tiga dialek,yaitu bahasa Hamap-Adang-Mor, Kabola,Pura, dan Abui serta dialek Hamap, Adang,dan Mor. Permasalahan berikutnya yangmuncul adalah, apakah kelompok etnisyang berada dalam kategori dialek, dalampenyebutan nama bahasa, bersedia disama-kan sehingga nama bahasa yang muncul ha-nya satu saja? Atau, apakah mereka tidakbersedia disamakan sehingga harus munculbeberapa nama bahasa?

Perdebatan semacam ini dalam peng-ambilan keputusan penamaan bahasa perludimunculkan. Ini dilakukan karena pena-maan bahasa bukan hanya otoritas peneliti,melainkan juga otoritas pemilik bahasa.Dengan kata lain, ada komunikasi dua arahantara peneliti dan kelompok etnis.

Salah satu yang menjadi alasan komu-nikasi dua arah ialah adanya segi etnisitaskelompok etnis yang harus dipertimbang-kan. Edwards (1994:128) mendefiniskanetnisitas sebagai allegiance to a group – large orsmall, socially dominant or subordinate – withwhich one has ancestral links. Ikatan yang dise-but oleh Edwards dapat mengacu pada tigajenis kategori, yaitu kategori objektif (bahasa,agama, dan lain sebagainya), kategori subjek-tif (perasaan memiliki kelompok yang sama),dan kategori campuran (objektif dan su-bjektif). Bagi kelompok etnis Hamap, Adang,dan Mor, isolek mereka bukanlah penandaikatan setiap kelompok etnis. Mereka lebih

Page 10: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

10 Gramatika, Volume I, Nomor 1, Januari—Juni 2013

cenderung kepada kategori kedua, yaitu pe-rasaan kebersamaan.

Kelompok-kelompok etnis tersebutmelihat bahasa bukan hanya alat penyam-pai informasi, melainkan juga alat yang me-nunjukkan peran, posisi, dan identitas ke-lompoknya. Bourdieu (dalam Rusdiarti,2003:34) berargumen bahwa bahasa adalahalat yang menghubungkan antara individudan praktik sosial dengan habitus linguistis.Sebagai implikasinya, bahasa adalah alat in-dividu untuk memaknai struktur sosialnyadan juga instrumen bagi struktur untukmemberikan makna subjektif bagi individu.Jadi, ketika bahasa dihilangkan, maka pe-ran, posisi, dan identitasnya akan hilang ju-ga. Selain itu, penamaan bahasa juga terkaitdengan sejarah pembentukan kelompok et-nis atau berdirinya kampung. Singkatnya,nama bahasa itu memiliki sejarah yang pen-ting. Dengan demikian, penggantian namabahasa dapat berarti pencerabutan otoritasdan identitas suatu kelompok etnis dari ma-syarakat dan sejarahnya.

Peran identitas dalam penamaan baha-sa begitu penting bagi orang Hamap, Adang,dan Mor, sehingga dalam penamaan bahasamereka tidak ingin disamakan. Salah satuwujud contoh penolakan ialah klaim ketuaadat Hamap yang dengan nada tegas meno-lak bahasa Hamap disamakan dengan bahasaAdang (Katubi, 2006:192). Penolakan tersebuttentu saja bukan hanya penolakan dalam artibahasa, melainkan juga sebagai pelindunganterhadap eksistensi etnis Hamap.

Temuan mengenai dialek Adang-Ha-map-Mor menemui dilema dalam penama-an karena realitas linguistis yang objektif ter-bentur oleh realitas subjektif yang bermuarapada perasaan kebersamaan setiap kelom-pok etnis. Dengan dilema yang seperti ini,

linguis harus menghormati dan menghargaiperasaan kelompok etnis yang diteliti. Inikarena bahasa bukan sekadar kata-kata, me-lainkan juga hidup dan berkembang secaradinamis di dalam masyarakatnya.

4. Simpulan

Pulau Kenari adalah sebuah pulau yangmemiliki aneka warna bahasa dan budaya.Hal ini dapat dilihat dari kelompok-kelom-pok etnis yang memiliki nama-nama bahasayang berbeda. Penelitian-penelitian yangsebelumya dilakukan menampilkan kesen-jangan jumlah bahasa dengan jumlah ke-lompok etnis. Bermuara pada pertanyaanmengenai jumlah bahasa dan segi etnisitasdalam penamaan nama bahasa, penelitianini dimulai.

Ada tiga temuan penting yang men-jawab pertanyaan dalam penelitian ini. Per-tama, dari enam isolek, yaitu Abui, Adang,Hamap, Kabola, Mor, dan Pura, ditengaraiada tiga dialek dan empat bahasa. Dialek-dialek dan bahasa-bahasa tersebut, antaralain, adalah dialek Hamap, Adang, dan Mor,serta bahasa Hamap-Adang-Mor, Kabola,Pura, dan Abui. Kedua, dengan menerapkanstammbaumtheorie ditemukan bahwa bahasa-bahasa tersebut berkerabat. Kekerabatan ba-hasa ini memberikan arti bahwa sebenarnyabahasa-bahasa tersebut berasal dari satusumber yang kemudian berkembang men-jadi bahasa-bahasa lain. Ketiga, penilaianlinguistis yang objektif tidak menjadi satu-satunya alat bagi lahirnya keputusan pena-maan bahasa. Sebagai pertimbangan pe-namaan bahasa, etnisitas atau perasaan ke-lompok etnis juga perlu dipertimbangkan.Ini penting karena nama bahasa terkaitdengan otoritas dan sejarah berdirinya suatukelompok etnis.

Page 11: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

11Imelda, Gradasi Bahasa di Pulau Kenari: Sebuah Studi Leksikostatistik

Daftar Pustaka

Crystal, David. 1987. The CambridgeEncyclopedia of Language. Cambridge:Cambridge University Press.

Edwards. Jhon. 1994. Multilingualism.London: Routledge.

Grimes, Barbara F (Ed). 2000. Languages ofIndonesia. Jakarta: SIL International,Indonesia Branch.

Gordon, Raymond G., Jr. (Ed.). 2005.“Ethnologue: Languages of the World”,Fifteenth edition. SIL International,Dallas, Tex. Versi Online: http://www.ethnologue.com/., diakses tanggal10 Agustus 2007.

Katubi (Ed). 2004. Bahasa dan KebudayaanHamap: Kelompok Minoritas di Alor.Jakarta: Pusat PenelitianKemasyarakatan dan Kebudayaan.

Katubi. 2006. “Kebahasaan di Alor: TelaahAwal atas Situasi, Basantara (LinguaFrancae) dan Etnisitas”. DalamWidyariset, 9 (2): 187--195.

Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Banding Historis.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kratochvil, František. 2007. A Grammar ofAbui: A Papuan Language of Alor (Part 1).Utrecht: Landelijke OnderzoekschoolTaalwetenschap (LOT).

Kridalaksana, Harimurti. 1993. KamusLinguistik (Edisi Ketiga). Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Lauder, Multamia R.M.T. Tanpa Tahun.“Temuan Korespondensi Bunyi”(Handout). Jakarta: UniversitasIndonesia.

Rusdiarti, Suma Riella. 2003. “Bahasa,Pertarungan Simbolik dan Kekuasaan”.Dalam Basis 11--12 (52):31--40.

Skutnabb-Kangas, Tove. 2000. LinguisticGenocide in Education and WorldwideDiversity and Human Rights? Mahwah:Lawrence Erlbaum Associates.

Stokhof, W.A.L. 1975. “Preliminary Notes onthe Alor and Pantar Languages (EastIndonesia)”. Dalam Pacific Lingistics.Series B: 43. Canberra: Department ofLinguistics, Research School of PasificStudies, The Australian NationalUniversity.

Tondo, Fanny Henry. 2005. “KomunitasOrang Hamap Selayang Pandang”.Dalam Identitas Etnolinguistik OrangHamap: Kode Etnisitas dan Bahasa Simbol.Katubi (Ed.). Jakarta: Pusat PenelitianKemasyarakatan dan Kebudayaan.

Page 12: GRADASI BAHASA DI PULAU KENARI: SEBUAH STUDI ...

12 Gramatika, Volume I, Nomor 1, Januari—Juni 2013