GNA print

30
PENDAHULUAN Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan pada ginjal bilateral. Peradangan dimulai pada glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga dapat terjadi gagal ginjal kronik. (1) Jejas imunologi adalah penyebab yang paling lazim dan menyebabkan glomerulonefritis, yang merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit maupun istilah histopatologis yang berarti peradangan kapiler-kapiler glomerulus. (2) Pasien dengan Glomerulonefritis biasanya memiliki gambaran nefritik yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan azotemia, oliguria, hipertensi, dan sedimen urin aktif. Hipertensi disebabkan oleh ekspansi volume intravaskular, meskipun kadar renin juga mengalami gangguan. Pasien dapat mengeluhkan urin yang berwarna gelap yang berkaitan dengan sedimen urin aktif. Sedimen urin terutama terdiri atas eritrosit dan juga leukosit. Meskipun banyak pasien dengan Glomerulonefritis akut mengalami proteiunuria,

description

m

Transcript of GNA print

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan pada ginjal bilateral. Peradangan

dimulai pada glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria.

Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan

mengalami kerusakan, sehingga dapat terjadi gagal ginjal kronik. (1) Jejas imunologi adalah

penyebab yang paling lazim dan menyebabkan glomerulonefritis, yang merupakan istilah

umum untuk beberapa penyakit maupun istilah histopatologis yang berarti peradangan

kapiler-kapiler glomerulus. (2)

Pasien dengan Glomerulonefritis biasanya memiliki gambaran nefritik yang ditandai

dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan azotemia, oliguria, hipertensi, dan sedimen

urin aktif. Hipertensi disebabkan oleh ekspansi volume intravaskular, meskipun kadar renin

juga mengalami gangguan. Pasien dapat mengeluhkan urin yang berwarna gelap yang

berkaitan dengan sedimen urin aktif. Sedimen urin terutama terdiri atas eritrosit dan juga

leukosit. Meskipun banyak pasien dengan Glomerulonefritis akut mengalami proteiunuria,

sebagian besar pasien mengalami kebocoran albumin yang rendah dalam urin.(3)

Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya

mendadak dari hematuria mikroskopis, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal. Pemantauan

kondisi pasien merupakan hal yang penting pada pasien Glomerulonefritis akut, terutama

dikaitkan dengan komplikasi yang dapat muncul seperti gagal ginjal akut, kongesti sirkulasi,

hipertensi, kejang-kejang bahkan uremia. Meskipun pada pasien anak, prognosis penyakit ini

tergolong baik terutama bila diakibatkan paska infeksi streptococcus. Streptococcus β-

hemolitikus grup A tipe M merupakan penyebab yang bersifat nefritogenik. Serotipe 12

paling sering berhubungan dengan GNA paska Streptococcus akibat faringitis, disusul oleh

serotipe 1,3,4,6,25 sedangkan GNA paska Streptococcus akibat pioderma paling sering

berhubungan dengan serotipe 49, diikuti oleh serotipe 2,53,55,56,57,58 dan 60. (1,4)

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai Glomerulonefritis Akut pada pasien anak

yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.

KASUS

IDENTITAS

1. Identitas penderita

Nama penderita : An. RA

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 3 Tahun 8 Bulan

2. Identitas orang tua/wali

IBU : Nama : Ny. SIN

Pekerjaan : Guru

Alamat : Tibo.

3. Tanggal/jam masuk : 23 Desember 2013 / 12.30

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Bengkak pada kelopak mata

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien masuk dengan keluhan bengkak sejak 6 hari yang lalu. Bengkak dirasakan

terutama di pagi hari dan menurun pada siang hari. Bengkak pertama kali di daerah wajah

terutama pada daerah kelopak mata pada 3 hari pertama, kemudian menjadi bengkak pada

seluruh badan, namun saat masuk rumah sakit bengkak sudah menghilang. Pasien tidak

merasakan demam, tidak ada penurunan kesadaran, batuk tidak ada, tidak beringus, mual dan

muntah tidak ada, Buang air besar lancar, buang air kecil lancar dengan warna merah tua

sejak 3 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat batuk dan beringus 1 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, namun pasien punya riwayat

konsumsi obat anti tuberculosis saat pasien berusia 8 bulan. Setelah itu, pasien juga

mengalami batuk dan beringus yang berulang, terakhir dirasakan pada 1 minggu yang lalu..

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit yang sama dengan pasien tidak ada, Hipertensi (-), asma (-), Diabetes

Mellitus (-)

Riwayat Sosioekonomi:

Rumah pasien berukuran 11 m x 7 m berdinding beton, dan terdiri atas 3 kamar. Sumber

air minum berasal dari air sumur yang dimasak terlebih dahulu. Sampah rumah tangga

dibakar pada tempat penampungan sampah di sekitar rumah.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi:

Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 8 bulan, duduk saat berusia 9 bulan,

berjalan saat berusia 1 tahun 2 bulan, dan mulai mengucapkan kata-kata dengan jelas sejak 1

tahun 6 bulan. Saat ini anak sudah bisa berpakaian tanpa bantuan, bicara semua dimengerti

dan dapat berdiri dengan 1 kaki selama 2 detik. Anak tidak mengalami keterlambatan

perkembangan.

Anamnesis Makanan:

ASI eksklusif diberikan selama 1 bulan, dilanjutkan dengan susu formula sampai

sekarang. Saat umur 6 bulan mulai diberikan bubur susu, 1 tahun mulai bubur saring, dan saat

usia 1 tahun 1 bulan mulai diberikan nasi.

Riwayat kehamilan dan persalinan :

Riwayat Antenatal : Kunjungan ANC rutin setiap bulan

Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Berat badan lahir : 2.500 gr

Penolong : Dokter

Tempat : RSUD Madani

Riwayat Neonatal : Sempat mengalami aspirasi mekonium dan mengalami

asfiksia.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi dasar anak lengkap, baik Hepatitis B, polio, BCG, DPT, dan terakhir imunisasi

campak saat usia 9 bulan.

Riwayat Alergi :

Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

2. Pengukuran

Tanda vital : TD : 130/90 mmHg.

Nadi : 96 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36° C

Respirasi : 36 kali/menit

Berat badan : 15 kg

Panjang badan : 92 cm

Status gizi : Gizi Baik

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Efloresensi : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Turgor : cepat kembali

Kelembaban : cukup

Sianosis : tidak ada

Lapisan lemak : Cukup

Kepala: Bentuk : Normocephal

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopesia (-)

Mata : Palpebra : edema (-/-)

Konjungtiva : anemis (+/+)

Sklera : ikterik (-/-)

Reflek cahaya : (+/+)

Refleks kornea : (+/+)

Pupil : Bulat, isokor

Exophthalmus : (-/-)

Telinga : Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis

Gigi : Tidak ada karies

Gusi : tidak berdarah

Lidah : Tremor/tidak : tidak tremor

Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan

Faring : Tidak hiperemis

Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis

4. Leher :

Pembesaran kelenjar leher : +/-

Trakea : Di tengah

Kaku kuduk : (-)

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Dispnea : tidak ada

Pernafasan : thorakoabdominal

Retraksi : Tidak ada

Palpasi : Fremitus vokal : simetris

Perkusi : Sonor kiri : kanan

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler +/+

Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular

Bising : tidak ada

6. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Cembung

Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Perkusi : Bunyi : timpani

Asites : (-)

Palpasi : Nyeri tekan : (-)

Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada.

8. Genitalia : Laki-laki, fimosis (+)

RESUME

Seorang anak laki-laki usia 3 tahun dengan berat badan 15 kg dan panjang badan 92 cm.

Keluhan utama bengkak di seluruh tubuh sejak 6 hari yang lalu. Bengkak tidak disertai rasa

nyeri dan dirasakan terutama di pagi hari. Pada 3 hari pertama, bengkak muncul pada daerah

mata dan wajah. Kemudian pada hari-hari berikutnya bengkak terjadi pada seluruh tubuh.

Saat masuk rumah sakit, bengkak sudah tidak ada. Pasien juga mengeluh warna urin menjadi

merah tua dengan frekuensi seperti biasanya sejak 3 hari yang lalu.

Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum compos mentis, tampak sakit sedang, gizi

baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 130/90 mmHg, Nadi 96x/menit, reguler, kuat

angkat, respirasi 36x/menit, suhu 36o C. Pemeriksaan pada mata edema palpebra -/-,

konjungtiva anemis +/+. Pemeriksaan thorax dan abdomen tidak ditemukan kelainan.

Pemeriksaan genitalia didapatkan fimosis (+).

DIAGNOSA BANDING

1. Glomerulonefritis Akut

2. Sindroma Nefrotik

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Darah Rutin, Kimia Darah( Albumin, globulin, kolesterol total,

protein total, ureum dan kreatinin).

- Urinalisis

- Serologi: ASTO, CRP

TERAPI

Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125 mg/5 mL, dosis 3 x 250 mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

FOLLOW UP

TANGGAL S O A P

24-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 130/90 mmHg

R : 32 x/menit

N : 86 x/menit

T : 36,5 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

25-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 100/70 mmHg

R : 30 x/menit

N : 100 x/menit

T : 36 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

26-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 110/70 mmHg

R : 32 x/menit

N : 80 x/menit

T : 36,3 OC

Edema (-),

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

27-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 110/60 mmHg

R : 24 x/menit

N : 76 x/menit

T : 36 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125 mg/5

mL, dosis 3 x 250 mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

28-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 100/60 mmHg

R : 20 x/menit

N : 84 x/menit

T : 36 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

29-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 100/70 mmHg

R : 24 x/menit

N : 80 x/menit

T : 36,5 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

30-12-2013 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 90/60 mmHg

R : 32 x/menit

N : 80 x/menit

T : 36,5 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

31-12-2013 Tidak TD : 110/70 mmHg GNA Medikamentosa:

ada

keluhan

tambahan

R : 96 x/menit

N : 24 x/menit

T : 36,5 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

1-1-2014 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 110/60 mmHg

R : 22 x/menit

N : 76 x/menit

T : 36,6 OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Medikamentosa:

o Amoxicillin syr 125

mg/5 mL, dosis 3 x 250

mg

Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

2-1-2014 Tidak

ada

keluhan

tambahan

TD : 100/50 mmHg

R : 82 x/menit

N : 22 x/menit

T : 36,3OC

Edema (-),

konjungtiva anemis

(+/+), Hematuria (+)

GNA Non Medikamentosa:

o Bed Rest

o Diet garam 2 gr/hari

Pasien pulang atas

permintaan sendiri dan

dianjurkan untuk kontrol di

poliklinik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 23 Desember 2013

Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 9,5 11,5-16,5 g/dl

Leukosit 9,76 3,5-10 /ul

Eritrosit 3,96 3,8-8,5 Juta/ul

Hematokrit 30,17 35-52 %

Trombosit 381 150-450 Ribu/ul

MCV,MCH,MCHC

MCV 76,08 83,90-99,10 Fl

MCH 23,98 27,8-33,8 Pg

MCHC 34,93 32-35,5 %

HITUNG JENIS

- Gran% 69,51 40-70 %

- Limfosit% 22,04 20-30 %

-Monosit% 8,45 1-15 %

- Limfosit% 22,04 20-30 %

KIMIA DARAH

Kolesterol total 176 50-200 mg/dL

Ureum 41 8-53 mg/dL

Kreatinin 0,7 0,3-0,6 mg/dL

Albumin 3,4 3,2-4,5 mg/dL

Globulin 2,1 2,3-3,5 Mg/dL

Hasil Rujukan Ket.

URINALISA

Protein +3 Negatif

Glukosa Negatif Negatif

URINALISA (SEDIMEN)

Leukosit 20 0-3 LPB

Erythrosit (+) penuh 0-2 LPB

Selinder Negatif Negatif

Epithel (+) 1+

Kristal Negatif Negatif

Hasil Rujukan Ket.

ASTO Negatif Negatif

CRP Negatif Negatif

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 27 Desember 2013

Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11 11,5-16,5 g/dl

Leukosit 10,9 5-15 /ul

Eritrosit 4,41 4,1-5,5 Juta/ul

Hematokrit 32,2 36-44 %

Trombosit 576 200-400 Ribu/ul

MCV,MCH,MCHC

MCV 73 73-89 Fl

MCH 24,9 24-30 Pg

MCHC 34,1 32-36 %

HITUNG JENIS

- Neutrofil# 6,46 1,5-8,5

- Limfosit# 3,5 2-8

-Monosit# 0,27 0-0,8

- Eosinofil# 0,21 0-0,65

- Basofil# 0,08 0-0,2

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 30 Desember 2013

Hasil Rujukan Ket.

URINALISA

Protein (+3) Negatif

Glukosa Negatif Negatif

URINALISA (SEDIMEN)

Leukosit 22 0-3 LPB

Erythrosit (+) Penuh 0-2 LPB

Selinder (+) Negatif

Epithel (+) 1+

Kristal Negatif Negatif

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 31 Desember 2013

Hasil Rujukan Ket.

URINALISA

Protein (+2) Negatif

Glukosa Negatif Negatif

URINALISA (SEDIMEN)

Leukosit 18 0-3 LPB

Erythrosit (+) Penuh 0-2 LPB

Selinder (+) Negatif

Epithel (+) 1+

Kristal Negatif Negatif

DISKUSI

Pada kasus ini didapatkan seorang anak laki-laki berumur 3 tahun 8 bulan yang masuk ke

pav. Catelia dengan diagnosis suspek glomerulonefritis akut. Diagnosis pada kasus ini

ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yaitu pemeriksaan darah, urin dan serologis.

Gambar 1. Ginjal normal dan proses filtrasi di ginjal

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan pada ginjal dengan berbagai macam

mekanisme. Pada pasien anak, sebagian besar GNA berkaitan dengan infeksi Streptococcus

sebelumnya baik pada faring maupun pada kulit (pioderma). Tipe Streptococcus grup A tipe

M bersifat nefritogenik. Serotipe 12 paling sering berhubungan dengan GNA paska

Streptococcus akibat faringitis, disusul oleh serotipe 1,3,4,6,25 sedangkan GNA paska

Streptococcus akibat pioderma paling sering berhubungan dengan serotipe 49, diikuti oleh

serotipe 2,53,55,56,57,58 dan 60. Periode laten berkisar 1-3 minggu, periode 1-2 minggu

umumnya terjadi pada GNA paska Streptococcus yang didahului infeksi saluran nafas

sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit (pioderma). (4) Pada kasus ini, pasien

tidak mengeluhkan sakit pada tenggorokan maupun adanya infeksi pada kulit sebelumnya.

Namun adanya riwayat batuk beringus ringan yang berulang sebelum keluhan muncul dapat

memunculkan dugaan terhadap GNA paska Streptococcus yang dialami pasien.

Berdasarkan umur, awitan GNA paska streptococcus pada anak biasanya berkisar pada

anak umur 5 – 15 tahun. Sedangkan pada sindrom nefrotik kelainan minimal, awitannya

berkisar pada umur 2-7 tahun.(5) Infeksi Streptococcus β-hemolitikus grup A jarang pada usia

dibawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya Streptococcus β-hemolitikus grup A

melekat pada sel-sel epitel. (6) Pasien pada kasus ini berusia 3 tahun. Berdasarkan

kepustakaan, kecenderungan berdasarkan umur lebih mengarah ke sindrom nefrotik. Namun

dari anamnesis dan pemeriksaan, diagnosis lebih mengarah ke GNA. Hal ini dapat

dipengaruhi adanya infeksi yang mendahului anak ini sehingga antibody sudah terbentuk dan

bereaksi ddengan antigen pada membrane basalis glomerulus.

GNA paska Streptococcus termasuk golongan immune complex disease. Beberapa bukti

bahwa termasuk imunologik: (4)

- Adanya periode laten antara infeksi streptococcus dan gejala klinik

- Kadar immunoglobulin G (Ig G) menurun dalam darah

- Kadar komplemen C3 menurun dalam darah

- Adanya endapan Ig G dan C3 di glomerulus

- Titer anti streptolysin O (ASTO) meninggi dalam darah

Diduga antigen (fixed antigen) sudah terdapat di membrana basalis glomerulus (mbg)

sehingga antibodi yang terdapat dalam darah yang tidak diketahui dengan jelas bagaimana

terjadinya, akan bereaksi dengan antigen di mbg yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan

mbg. Pada imunofluoresensi tampak endapan linier Ig G dan C3 sepanjang kapiler

glomerulus. Antigen yang masuk dalam sirkulasi menyebabkan timbulnya antibodi yang

bereaksi dengan antigen tersebut dan membentuk kompleks imun yang larut dalam darah

sehingga disebut soluble antigen antibodi complex (SAAC). SAAC ini kemudian masuk ke

dalam sirkulasi, menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh ikut bereaksi sehingga

komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit dibawah epitel kapsula

bowman yang secara imunofluoresensi terlihat sebagai benjolan yang disebut humps. C3

yang ada dalam humps ini akan menarik sel PMN dan migrasi PMN menyebabkan gangguan

permeabilitas mbg sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg dan terdapat

dalam urin. Deposit yang mengendap di mesangium dan subendotelial diduga sebagai akibat

terperangkapnya di glomerulus SAAC yang terbentuk di darah. (4)

Hematuria terjadi akibat reaksi imun glomerulus sehingga terjadi penurunan angka filtrasi

glomerulus dan aliran plasma ginjal yang mengakibatkan dilatasi arteriol aferen sehingga

koefisien filtrasi kapiler glomerulus menurun dan terjadilah kerusakan glomerulus. Hematuria

yang terjadi pada GNA dapat berupa hematuria makroskopis dan mikroskopis. Hematuria

makroskopis atau gross hematuria ditemukan pada 30-70% kasus GNA, sedangkan

hematuria mikroskopis ditemukan pada hampir semua penderita GNA. Pada hematuria

makroskopis ditemukan urin yang berwarna seperti air cucian daging. Hematuria

makroskopis biasanya terjadi pada minggu 1 dan berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu. Hematuria biasanya timbul dalam beberapa minggu pertama dan berlangsung

beberapa hari. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lama, umumnya menghilang

setelah 6 bulan.(4) Pada kasus ini, pasien terutama mengalami hematuria makroskopik sejak 3

hari sebelum masuk RS. Hematuria menetap bahkan hingga pasien meminta pulang atas

permintaan sendiri. Hal ini dikarenakan hematuria merupakan gejala paling lama menghilang

bahkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun. (7)

Edema adalah gejala yang sering ditemukan pada GNA. Edema terjadi akibat retensi air

dan Na. Biasanya tampak jelas pada bagian wajah, kelopak mata dan ekstremitas. Mekanisme

terjadinya pada lokasi ini dipengaruhi oleh gravitasi dan tahanan jaringan lokal setempat.

Oleh karena itu, edema lebih jelas saat bangun pagi karena adanya jaringan longgar dan bila

penderita tegak edema ini menghilang.(4) Adanya bendungan pada sirkulasi yang

menyebabkan edema ini dapat berakibat edema paru akut. (7) Pada kasus ini, edema dialami

sebelum pasien masuk RS. 3 hari pertama edema terbatas pada kelopak mata dan wajah,

kemudian mengenai seluruh badan. Namun selama dirawat di RS, edema sudah menghilang.

Hipertensi terjadi pada 60-70% penderita GNA. Hipertensi terjadi oleh karena retensi Na

dan air sehingga terjadi hypervolemia dan karena vasospasme atau iskemia ginjal dan

berhubungan dengan gejala cerebrum dan kelainan jantung. Pada GNA paska Streptococcus,

hipertensi berlangsung sementara, timbul pada fase akut perjalanan penyakit. Pada umumnya,

hipertensi dalam derajat ringan sampai sedang. Walaupun demikian, hipertensi dapat menjadi

berat dan menimbulkan hipertensi ensefalopati. Manifestasi klinis hipertensi ensefalopati

dapat berupa sakit kepala, muntah-muntah, kejang, gangguan penglihatan, gangguan

pendengaran, dan kesadaran menurun. Umumnya hipertensi tidak terlalu berat, timbulnya

pada minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala

klinik.(2)(7) Pada kasus ini, hipertensi dialami pasien hanya pada saat hari pertama dan kedua

rawat inap. Adapun hipertensi yang dialami masih tergolong ringan.

Oliguria tidak sering dijumpai pada penderita GNA. Dalam kepustakaan, dikatakan hanya

5-10% penderita GNA yang mengalami oliguria. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami

oliguria. Volume kencing tidak mengalami penurunan.

Pemeriksaan penunjang umumnya laju endap darah meninggi pada fase akut dan

menurun sesudah gejala-gejala klinik menghilang. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah

urin mengurang, berat jenis meninggi.  Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 %

penderita.  Secara kulitatatif, proteinuri berkisar antara negatif sampai +2, jarang terjadi +3.

Hematuria mikroskopis merupakan kelainan yang hampir selalu ada. Albumin serum dapat

normal atau sedikit menurun, demikian juga komplemen serum C3. Ureum dan kreatinin

darah meningkat. Titer anti – streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi

Streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja.  Uji fungsi ginjal normal pada

50 % penderita.(8) Pada pasien ini, kadar albumin dan kolesterol total tergolong normal,

sehingga kemungkinan sindrom nefrotik dapat disingkirkan. Pada urinalisis didapatkan

eritrosit (+) penuh yang merupakan salah satu gejala khas pada GNA. Proteinuria juga

didapatkan pada urinalisis. Adanya infeksi Streptococcus dapat dilihat dengan pemeriksaan

ASTO, namun pada pasien ini ASTO negatif, namun kemungkinan infeksi Streptococcus

sebelumnya tidak dapat sepenuhnya disingkirkan karena titer ASTO meningkat pada sekitar

70-80% pasien.

Menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin, diagnosis GNA paska

Streptococcus dapat ditegakkan bila ditemukan 4 dari 5 gejala dan pemeriksaan penunjang

meliputi hipertensi, hematuria, edema, ASTO meningkat, dan C3 menurun.(4) Pada pasien ini,

hipertensi dan hematuria tampak nyata, edema dirasakan sebelum pasien masuk RS,

sedangkan ASTO negatif. Sementara itu, komplemen C3 tidak diperiksa pada pasien ini.

Penatalaksanaan pada pasien GNA terutama adalah istirahat dengan tirah baring selama

fase akut, dengan gejala-gejala klinik yang nyata. Adanya pembatasan asupan natrium juga

penting terutama berkaitan dengan retensi natrium yang terjadi pada pasien dengan GNA.

Pembatasan natrium harus dilakukan pada anak dengan hipertensi atau edema, bila terdapat

edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari, sedangkan bila

edema minimal dan hipertensi ringan dapat diberikan 1-2 gr/hari. Bila disertai oliguria, maka

pemberian kalium harus dibatasi. (7) Pemberian antibiotik bermaksud untuk mencegah

penyebarluasan kuman dan infeksi sekunder. Ampisilin/amoxycilin 50-100 mg/kg BB/hari.

Bila alergi diberikan eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari per oral selama 10 hari. Diuretik

berperan dalam mengeluarkan cairan dan natrium yang berlebihan yang menyebabkan edema

dan hipertensi. Furosemide merupakan obat yang efektif dalam menyebabkan diuresis. Obat

antihipertensi lainnya yang dapat digunakan adalah golongan ACE inhibitor, antagonis

kalsium dan vasodilator. Pada pasien dengan hipertensi ringan (130/90 mmHg) tidak

diberikan obat anti hipertensi. Pengobatan dengan kortikosteroid tidak dianjurkan kecuali

pada pemeriksaan histopatologi menemukan adanya Crescent Glomerulonephritis,

kortikosteroid cenderung dianjurkan. (7) Pada pasien ini, penatalaksanaan terutama tirah

baring, pembatasan asupan natrium, dan pemberian antibiotik berupa amoxycilin. Pasien

sempat mengalami hipertensi, namun obat antihipertensi tidak diberikan karena tekanan

darah pasien masih tergolong hipertensi ringan (130/90 mmHg).

Prognosis GNA untuk jangka pendek sangat baik oleh karena 95% penderita GNAPS

sembuh dalam waktu 3 minggu. Pada kasus-kasus tertentu, GNAPS dapat berlangsung kronik

baik secara laboratorik maupun secara histologik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus

masuk proses kronik sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik.

Dengan adanya hematuria mikroskopik dan proteinuria persisten, maka setiap penderita

GNAPS yang sembuh dianjurkan follow up yang dilakukan tiap 4-6 minggu pada 6 bulan

pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan proteinuria persisten,

follow up up diteruskan tiap 3-6 bulan selama 1 tahun. Bila sesudah 1 tahun masih terdapat

hematuria dan proteinuria, perlu dilakukan biopsi ginjal. Hematuria mikroskopik dan oliguria

menghilang dalam waktu 2-3 minggu, hipertensi 4 minggu, C3 turun selama 2 bulan,

proteinuria dapat menetap sampai 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik menetap

sampai 1 tahun. (4,9) Prognosis pada pasien ini tergolong baik karena pada GNAPS

kecenderungan sembuh mencapai 95% dalam waktu 3 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bergstein, JM. Keadaan-keadaan Yang Terutama Disertai

Dengan Hematuria, In: Nelson, WE (Ed.): Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume

3, Jakarta: EGC, 2000: 1813-14.

2. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6

Volume 2, Jakarta: EGC, 2012.

3. Goldman, L, Ausiello, D. Cecil Medicine 23rd Ed.

Philadelphia: Saunders, 2007.

4. Rauf, S, Albar, H, Adoe, TH, Hasanuddin, A, editors.

Naskah Lengkap Nefrologi, Kardiologi, dan Gizi. Simposium Nasional Nefrologi Anak

VII dan Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu Kesehatan Anak VIII FK UNHAS; 1998.

5. Schwartz, MW. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC, 2005.

6. Naning, R, Triasih, R, Setyati, A. Faringitis, Tonsilitis, dan Tonsilofaringitis Akut, in:

Rahajoe, NN, Supriyatno, B, Setyanto, DB (Eds.): Buku Ajar Respirologi Anak Edisi

Pertama. Jakarta: badan Penerbit IDAI, 2012: 288-95.

7. Aditiawati, Bahrun, D, Herman, E, Prambudi, Editors. IDAI Palembang, Naskah lengkap

sinas nefrologi anak VIII SINAS kardiologi anak V Tema: Mendekatkan pelayanan ginjal

dan jantung anak pada masyarakat.

8. Noer, MS. Glomerulonefritis, in: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO (Ed.):

Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2 Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2002: 345–

353.

9. Hay, WW, Levin, MJ, Sondheimer, JM, Deterding, RR, Editors. Current Diagnosis &

Treatment: Pediatrics 19th Edition, USA: Mc Graw-Hills, 2009.