Gizi Buruk

48
BAB I PENDAHULUAN Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sebanyak 13,9% berstatus gizi kurang, diantaranya 5,7% berstatus gizi buruk. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2010 dan 2011 prevalensi gizi berat-kurang terlihat meningkat. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. 1 Penyebab utama gizi buruk tidak hanya satu. Penyebab utama kasus gizi buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidak mampuan

description

gizi buruk

Transcript of Gizi Buruk

Page 1: Gizi Buruk

BAB I

PENDAHULUAN

Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan

kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,

sebanyak 13,9% berstatus gizi kurang, diantaranya 5,7% berstatus gizi buruk. Jika

dibandingkan dengan data pada tahun 2010 dan 2011 prevalensi gizi berat-kurang

terlihat meningkat. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian

bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi

kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan

tepat. 1

Penyebab utama gizi buruk tidak hanya satu. Penyebab utama kasus gizi

buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan.

Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidak mampuan orang tua

menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama

meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia, dan juga faktor  alam,

manusiawi, pemerintah, dan lain – lain.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk

adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap

kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan

teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani

Page 2: Gizi Buruk

dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat,

anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat

di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic

Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan

secara rawat jalan. 2

Dalam hal ini, puskesmas yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan

dan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya

tujuan tersebut.

2

Page 3: Gizi Buruk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Penyakit Gizi Buruk di Puskesmas Lembasada

Status gizi merupakan salah satu indicator derajat kesehatan masyarakat,

dimana status gizi seseorang berkaitan dengan pendapatan ekonomi keluarga, tetapi

tidak mutlak seseorang dengan pendapatan ekonomi yang baik, mempunyai status

gizi yang baik pula. Hal ini tergantung dari pengetahuan, pendidikan dan kesadaran

seseorang dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi. Dari data Puskesmas

Lembasada pada tahun 2013 terdata 11 orang yang menderita gizi buruk, dan 3 orang

dirujuk untuk mendapatkan perawatan di Therapeutic Feeding Centre.

2.2 Konsep Penyakit Gizi Buruk

2.2.1 Definisi dan Kriteria Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan

gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya

di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya

kekurangan gizi menahun. 2

Gizi Buruk Tanpa Komplikasi

a. BB/TB: < -3 SD dan atau;

b. Terlihat sangat kurus dan atau;

c. Adanya Edema dan atau;

3

Page 4: Gizi Buruk

d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

Gizi Buruk dengan Komplikasi

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih

dari tanda komplikasi medis berikut:

a. Anoreksia

b. Pneumonia berat

c. Anemia berat

d. Dehidrasi berat

e. Demam sangat tinggi

f. Penurunan kesadaran

2.2.2 Pengukuran Gizi Buruk

Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:

a. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita

tersebut gizi buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh

perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau mata.

b. Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam

pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar

lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.

Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan

4

Page 5: Gizi Buruk

umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat

merupakan kombinasi dari ketiganya.

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :

1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur Zscore < -3 SD.

2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur Zscore -3 SD sampai dengan < -2 SD.

3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD.

4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur Zscore > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang

badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :

1. Sangat pendek jika hasil ukur Zscore <-3 SD.

2. Pendek jika hasil ukur Zscore – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

3. Normal jika hasil ukur Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD.

4. Tinggi jika hasil ukur Zscore > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang

Badan:

1. Sangat kurus jika hasil ukur Zscore <-3 SD.

2. Kurus jika hasil ukur Zscore – 3 SD sampai dengan < -2 SD.

3. Normal jika hasil ukur Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD.

4. Gemuk jika hasil ukur Zscore > 2 SD.

5

Page 6: Gizi Buruk

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan

balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal. 2

2.2.3 Epidemiologi

WHO dalam berbagai publikasinya telah mengumumkan bahwa penyebab

kematian nomor satu di dunia termasuk di Asia dan Indonesia adalah PTM (Penyakit

Tidak Menular). Di Indonesia penyebab kematian karena penyakit menular menurun

dari 44,2 persen tahun 1995 menjadi 28,1 persen tahun 2007. Sedangkan pada periode

yang sama kematian karena PTM meningkat hampir 50 persen dari 41,7 persen

menjadi 59,5 persen.

Saat ini Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia dalam kasus gizi

buruk. Kemenkes memprioritaskan penanggulangan gizi buruk di enam provinsi yaitu

Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT karena masih

banyaknya kasus gizi buruk yang ditemukan.

Terdapat 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi kurang dan buruk diatas

prevalensi nasional. Masih ada 15 provinsi dimana prevalensi anak pendek di atas

angka nasional, dan untuk prevalensi anak kurus. Untuk prevalensi pendek pada

balita masih ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional, dan

untuk prevalensi anak kurus teridentifikasi 19 provinsi yang memiliki prevalensi

diatas prevalensi nasional. 1,2

6

Page 7: Gizi Buruk

2.2.4 Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :

2.2.4.1 Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering

ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi

buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang, kulit

keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang

tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy

pant, dan iga gambang.

7

Page 8: Gizi Buruk

2.2.4.2 Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan

oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.

Seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan

gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan

mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat,

gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering

dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering

ditemukan hiperpigmentasi, pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati

ditemukan perlemakan.

2.2.4.3 Marasmus-Kwashiorkor

Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa

gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut

umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak

mencolok.

2.2.5 Faktor risiko

Faktor risiko gizi buruk antara lain :

a. Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain

tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat

8

Page 9: Gizi Buruk

makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang

dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari

setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis

makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.

Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang

beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut

mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.

Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang

meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan

pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur

yaitu sayur dan buah.

b. Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi

adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai

kemakmuran hidup Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur

status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya

ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga

tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan

penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi

yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan

9

Page 10: Gizi Buruk

dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi

buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.

c. Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan

dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan

kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah

kurang gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah

pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan

seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam

kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam

keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan

yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.

d. Penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap

penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah

rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut antara lain diare persisten,

tuberculosis, AIDS. Penyakit tersebut dapat memperburuk keadaan gizi melalui

gangguan intake makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.

Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun

gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami

10

Page 11: Gizi Buruk

penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang

menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.

e. Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi

yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Pada BBLR zat anti kekebalan

kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.

Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang

masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.

f. Kelengkapan imunisasi

Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan

balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh

balita masih belum sebaik dengan orang dewasa. Apabila balita tidak melakukan

imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena

penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.

Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan

lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat

tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.

g. ASI

11

Page 12: Gizi Buruk

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif

kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI

eksklusif kurang dari dua bulan.

Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung

antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini

yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat

berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan

sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu

formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula

sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila

pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi protein, KEP

diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat

berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya

dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping

gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi

buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik

kwashiorkor, walaupun demikian penatalaksanaannya sama.

2.2.6 Tatalaksana

12

Page 13: Gizi Buruk

KEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi)

dengan 10 langkah tindakan seperti tabel di bawah ini :

Tabel 1. Sepuluh Langkah Tatalaksana KEP Berat

No Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi

Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1. Hipoglikemia

2. Hipotermia

3. Dehidrasi

4. Elektrolit

5. Infeksi

6. Mulai Pemberian

Makanan (F-75)

7. Pemberian

Makanan untuk

Tumbuh Kejar (F-

100)

8. Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe

9. Stimulasi

10. Tindak Lanjut

13

Page 14: Gizi Buruk

2.2.7 Kriteria Pemulangan Balita Gizi Buruk dari Ruang Rawat Inap

1. Balita:

a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

b. Ada perbaikan kondisi mental

c. Balita sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan,

sesuai dengan umurnya

d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,5 °C

e. Tidak ada muntah atau diare

f. Tidak ada edema

g. Terdapat kenaikan berat badan > 5 g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-

turut atau kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu

berturut-turut

h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (sudah tidak gizi buruk)

2. Ibu / Pengasuh:

a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar

di rumah

b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar

kepada balita

3. Institusi Lapangan:

Institusi lapangan telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.

14

Page 15: Gizi Buruk

2.2.8 Pemantauan

1. Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD

2. Tumbuh Kembang:

a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala

b. Memantau perkembangan psikomotor

3. Edukasi

Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:

a. Pengetahuan gizi

b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet

c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

2.2.9 Langkah Promotif/Preventif

Kekurangan energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.

Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka

kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya

masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara

lain:

a. Pola Makan

Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah

karbonhidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat

badan)

15

Page 16: Gizi Buruk

b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala

(sebulan sekali pada tahun pertama)

c. Faktor sosial

Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan

tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat

menyebabkan terjadinya KEP.

d. Faktor ekonomi

Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan

bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan

bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan

sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan

akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi

baik di samping kuantitasnya.

e. Faktor infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.

Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP,

walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap

infeksi. 3,7,8

16

Page 17: Gizi Buruk

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : By. E

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 bulan

BBL : 2800 gram

Tanggal Lahir : 17 Maret 2014

Alamat : Dusun IV, Desa Lumbumamara, Kec. Banawa Selatan

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Berat badan menurun

Riwayapat Penyakit Sekarang : Orang tua pasien mengeluhkan berat badan

anaknya semakin menurun sejak 3 bulan terakhir. Dua bulan yang lalu bayinya

pernah mengalami diare disertai dengan muntah. Bayi juga kehilangan nafsu

makannya, setalah dibawa berobat di Puskesmas kondisi nya membaik, namun berat

badan bayinya semakin turun. Orang tua pasien juga mengeluhkan bayinya gatal-

gatal sejak sebulan terakhir

17

Page 18: Gizi Buruk

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah dirawat di Puskesmas Lembasada dengan diare ± 2 bulan yang lalu.

Riwayat pneumonia (-)

Riwayat Sosial dan Lingkungan :

o Pasien tinggal dengan ibu, ayah dan 9 orang saudaranya.

o Rumah tinggal pasien terdiri dari 2 ruang tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1

dapur dan tidak memiliki kamar mandi sehingga pasien dan keluarganya

melakukan kegiatan MCK di sungai dekat rumahnya. Dinding rumah terbuat dari

papan, tidak terdapat plafon, ventilasi kurang dan lantai rumah terbuat dari semen.

o Rumah pasien berdekatan dengan kandang hewan, tidak ada pekarangan.

o Pendapatan keluarga berasal dari ayah dan anak-anaknya, dengan total 50.000-

60.000 rupiah per hari

18

Page 19: Gizi Buruk

19

Page 20: Gizi Buruk

20

Page 21: Gizi Buruk

21

Page 22: Gizi Buruk

22

Page 23: Gizi Buruk

Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:

o Semua anggota keluarga yang tinggal serumah memiliki keluhan gatal-gatal

seperti pasien utamanya dimalam hari.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :

23

Page 24: Gizi Buruk

o Pertumbuhan : Berat badan lahir 2800 gr, PB: -, lingkar kepala :-

Berat badan sekarang 5,3 kg, PB 65 cm, lingkar lengan 10,5 cm.

o Pasien belum bisa belajar duduk.

Riwayat Imunisasi:

Pasien melakukan imunisasi secara lengkap

24

Page 25: Gizi Buruk

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : composmentis

1. Tanda – Tanda Vital :

Suhu : 36,5 oC

HR : 104 x/menit

RR : 32 x/menit, reguler

CRT : < 3 detik.

2. Menilai Pertumbuhan :

Berat Badan : 5,3 kg

Panjang Badan : 65 cm

Lingkar Lengan : 10,5 cm

BB/U = <-3 SD (gizi buruk)

TB/U = >-2 SD (normal)

BB/TB = < -3 SD (gizi buruk)

25

Page 26: Gizi Buruk

3. Penampakan Umum :

Aktivitas : tidak aktif

Warna Kulit : kemerahan, kering, tampak papul, krusta

Cacat bawaan yang tampak : (-)

4. Kepala

Bentuk kepala : kesan normocephali, kelainan (-), fontanella datar, sutura

normal.

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-), pupil isokor, refleks

cahaya +/+, edema palpebra -/-

Telinga : dalam batas normal, otore (-)

Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rinore (-)

Mulut : Mukosa sianosis (-).

5. Leher

Pembesaran kel. Tiroid (-) dan KGB (-)

6. Thoraks

Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)

26

Page 27: Gizi Buruk

Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).

Pulmo: bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

7. Abdomen

Inspeksi : distensi (-), venektasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.

Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen

8. Uro- Genitalia

Normal

9. Anus dan rektum

Anus (+).

10. Ekstremitas

Atas : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/-

Bawah : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/-

27

Page 28: Gizi Buruk

11. Kulit

Ikterus (-), ruam (-), pustula (-), kering(+)

Turgor kulit normal

Kelainan kulit lainnya (-)

11. Vertebrae

Kelainan (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang : -

V. Diagnosis Kerja :

Marasmus + Skabies

VI. Rencana Terapi

Salep 2-4

Edukasi dan konseling keluarga pasien.

o Mencari tahu penyebab kekurangan gizi pada anak dan member

nasihat sesuai dengan penyebab tersebut.

o Mengajurkan perawatan di Therapeutic Feeding Centre.

28

Page 29: Gizi Buruk

o Edukasi tentang pengobatan skabies dalam keluarga.

BAB IV

PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor

utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup

sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor biologis

(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan

(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan

kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya gizi buruk adalah faktor

perilaku dan lingkungan . Gizi buruk menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh

karena faktor-faktor berikut :

1. Faktor Biologis

Sistem kekebalan tubuh pasien lebih lemah dibandingkan dengan anak usia

sebayanya karena status nutrisinya yang buruk. Hal ini mengakibatkan pasien

menjadi lebih rentan terhadap penyakit infeksi dan akan menyebabkan

penurunan status gizi yang lebih buruk lagi.

2. Faktor Lingkungan

Sosio-ekonomi rendah

29

Page 30: Gizi Buruk

Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang rendah. Status

sosial ekonomi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk dikarenakan

rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli makanan.

Rendahnya kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab langsung dari

gizi buruk pada balita. Status sosial ekonomi yang kurang sebenarnya dapat

diatasi jika keluarga tersebut mampu menggunakan sumber daya yang terbatas,

seperti kemampuan untuk memilih bahan yang murah tetapi bergizi dan

distribusi makanan yang merata dalam keluarga.

Pengetahuan dan pendidikan ibu/orang yang mengasuh

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang

dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih

tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki

menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan atau

kurang informasi tentang gizi yang memadai.

Ibu dari anak balita gizi buruk mempunyai pengetahuan gizi dan praktek

pemberian makanan bayi lebih rendah dibandingkan ibu dari anak balita gizi

baik. Demikian pula aktifitas dan kegiatan ibu dari anak dengan gizi buruk

lebih rendah dibandingkan dengan ibu dari anak gizi kurang maupun gizi baik.

Semakin rendah pendidikan ayah dan ibu status gizi anak semakin jelek.

Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan

keadaan gizi anak balita. Pertama, tingkat pendidikan kepala keluarga secara

30

Page 31: Gizi Buruk

langsung. Kedua, pendidikan ibu modal utama dalam menunjang

perekonomian rumah tangga, juga berperan dalam pola penyusunan makanan

rumah tangga maupun dalam pola pengasuhan anak.

Akses air bersih

Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan

lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air

bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga

terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, makin kecil resiko anak terkena

penyakit dan kekurangan gizi.

Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersama

sama akan memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan bila kedua

faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk

taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk

mengatasi penyakit.

3. Perilaku

Pola asuh anak

Kualitas pengasuhan balita yang buruk dan rendahnya pendidikan akan

mempengaruhi kualitas dan kuantitas asupan makanan balita yang

menyebabkan balita tersebut mengalami gizi buruk.

ASI eksklusif

31

Page 32: Gizi Buruk

Terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian gizi buruk. Pendeknya masa ASI eksklusif merupakan faktor risiko

kejadian gizi buruk. ASI mempengaruhi kejadian gizi buruk dikarenakan ASI

mengandung zat antibodi sehingga balita yang tidak diberikan ASI eksklusif

akan rentan terhadap penyakit dan akan berperan langsung terhadap status gizi

balita.

4. Pelayanan kesehatan

Kurangnya informasi mengenai gizi buruk

Masyarakat perlu diberikan informasi mengenai gizi balita karena seringkali

hal ini diabaikan oleh keluarga pasien. Hal ini tentu berkaitan dengan tingkat

pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga pasien sehingga akan

mempengaruhi tindakan yang akan diambil terhadap status gizi pasien yang

buruk.

32

Page 33: Gizi Buruk

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Terjadinya gizi buruk pada anak ini berkaitan dengan empat determinan

kesehatan yaitu faktor biologis, lingkungan perilaku dan faktor pelayanan kesehatan.

Namun faktor yang paling mempengaruhi pada keadaan pasien adalah faktor

lingkungan yang kurang memadai seperti social ekonomi yang kurang dan rendahnya

tingkat pendidikan orang yang mengasuh anak tersebut serta faktor perilaku seperti

pola asuh yang salah dan masa pemberian ASI ekslusif yang singkat.

Saran

Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, maka adanya anak gizi buruk

harus segera ditangani. Pemerintah dan petugas kesehatan mempunyai kewenangan

dan tanggung jawab yang besar sebagai pelaksana langsung program kesehatan

termasuk gizi buruk. Koordinasi antara bagian gizi dengan bagian promosi kesehatan

agar lebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan

yang berkaitan dengan cara pemberian makan yang benar untuk balita.

33

Page 34: Gizi Buruk

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan

Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Anak

Gizi Buruk. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

4. Tim Penyusun. 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Lembasada Tahun 2012.

Puskesmas Lembasada.

5. Tim Penyusun. 2013. Profil Kesehatan Puskesmas Lembasada Tahun 2013.

Puskesmas Lembasada.

6. WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan

Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.

7. WHO. 1999. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians

and Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization.

34