Gizi Buruk
-
Upload
indahyuliiarniputrinongtji -
Category
Documents
-
view
50 -
download
2
description
Transcript of Gizi Buruk
BAB I
PENDAHULUAN
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,
sebanyak 13,9% berstatus gizi kurang, diantaranya 5,7% berstatus gizi buruk. Jika
dibandingkan dengan data pada tahun 2010 dan 2011 prevalensi gizi berat-kurang
terlihat meningkat. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian
bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi
kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan
tepat. 1
Penyebab utama gizi buruk tidak hanya satu. Penyebab utama kasus gizi
buruk di Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan.
Kemiskinan memicu kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidak mampuan orang tua
menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama
meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia, dan juga faktor alam,
manusiawi, pemerintah, dan lain – lain.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk
adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap
kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani
dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat,
anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat
di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic
Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan
secara rawat jalan. 2
Dalam hal ini, puskesmas yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan
dan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya
tujuan tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Penyakit Gizi Buruk di Puskesmas Lembasada
Status gizi merupakan salah satu indicator derajat kesehatan masyarakat,
dimana status gizi seseorang berkaitan dengan pendapatan ekonomi keluarga, tetapi
tidak mutlak seseorang dengan pendapatan ekonomi yang baik, mempunyai status
gizi yang baik pula. Hal ini tergantung dari pengetahuan, pendidikan dan kesadaran
seseorang dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi. Dari data Puskesmas
Lembasada pada tahun 2013 terdata 11 orang yang menderita gizi buruk, dan 3 orang
dirujuk untuk mendapatkan perawatan di Therapeutic Feeding Centre.
2.2 Konsep Penyakit Gizi Buruk
2.2.1 Definisi dan Kriteria Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya
di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. 2
Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
3
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih
dari tanda komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
2.2.2 Pengukuran Gizi Buruk
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
a. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita
tersebut gizi buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh
perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau mata.
b. Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam
pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar
lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.
Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan
4
umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat
merupakan kombinasi dari ketiganya.
Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :
1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur Zscore < -3 SD.
2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur Zscore -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur Zscore > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang
badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :
1. Sangat pendek jika hasil ukur Zscore <-3 SD.
2. Pendek jika hasil ukur Zscore – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur Zscore > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang
Badan:
1. Sangat kurus jika hasil ukur Zscore <-3 SD.
2. Kurus jika hasil ukur Zscore – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur Zscore -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur Zscore > 2 SD.
5
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan
balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal. 2
2.2.3 Epidemiologi
WHO dalam berbagai publikasinya telah mengumumkan bahwa penyebab
kematian nomor satu di dunia termasuk di Asia dan Indonesia adalah PTM (Penyakit
Tidak Menular). Di Indonesia penyebab kematian karena penyakit menular menurun
dari 44,2 persen tahun 1995 menjadi 28,1 persen tahun 2007. Sedangkan pada periode
yang sama kematian karena PTM meningkat hampir 50 persen dari 41,7 persen
menjadi 59,5 persen.
Saat ini Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia dalam kasus gizi
buruk. Kemenkes memprioritaskan penanggulangan gizi buruk di enam provinsi yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB dan NTT karena masih
banyaknya kasus gizi buruk yang ditemukan.
Terdapat 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi kurang dan buruk diatas
prevalensi nasional. Masih ada 15 provinsi dimana prevalensi anak pendek di atas
angka nasional, dan untuk prevalensi anak kurus. Untuk prevalensi pendek pada
balita masih ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional, dan
untuk prevalensi anak kurus teridentifikasi 19 provinsi yang memiliki prevalensi
diatas prevalensi nasional. 1,2
6
2.2.4 Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :
2.2.4.1 Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering
ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi
buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang, kulit
keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang
tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy
pant, dan iga gambang.
7
2.2.4.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.
Seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan
gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan
mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat,
gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering
dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering
ditemukan hiperpigmentasi, pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati
ditemukan perlemakan.
2.2.4.3 Marasmus-Kwashiorkor
Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa
gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut
umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak
mencolok.
2.2.5 Faktor risiko
Faktor risiko gizi buruk antara lain :
a. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat
8
makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari
setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis
makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut
mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang
meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan
pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur
yaitu sayur dan buah.
b. Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi
adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai
kemakmuran hidup Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur
status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. Rendahnya
ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga
tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi
yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan
9
dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi
buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.
c. Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan
dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan
kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah
kurang gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah
pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan
seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam
keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan
yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.
d. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah
rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut antara lain diare persisten,
tuberculosis, AIDS. Penyakit tersebut dapat memperburuk keadaan gizi melalui
gangguan intake makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.
Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun
gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami
10
penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang
menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.
e. Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Pada BBLR zat anti kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang
masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.
f. Kelengkapan imunisasi
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan
balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh
balita masih belum sebaik dengan orang dewasa. Apabila balita tidak melakukan
imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena
penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.
Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan
lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat
tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit.
g. ASI
11
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif
kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI
eksklusif kurang dari dua bulan.
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung
antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini
yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat
berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan
sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu
formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula
sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila
pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi protein, KEP
diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat
berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya
dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping
gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi
buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik
kwashiorkor, walaupun demikian penatalaksanaannya sama.
2.2.6 Tatalaksana
12
KEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi)
dengan 10 langkah tindakan seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Sepuluh Langkah Tatalaksana KEP Berat
No Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1. Hipoglikemia
2. Hipotermia
3. Dehidrasi
4. Elektrolit
5. Infeksi
6. Mulai Pemberian
Makanan (F-75)
7. Pemberian
Makanan untuk
Tumbuh Kejar (F-
100)
8. Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe
9. Stimulasi
10. Tindak Lanjut
13
2.2.7 Kriteria Pemulangan Balita Gizi Buruk dari Ruang Rawat Inap
1. Balita:
a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan
b. Ada perbaikan kondisi mental
c. Balita sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan,
sesuai dengan umurnya
d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,5 °C
e. Tidak ada muntah atau diare
f. Tidak ada edema
g. Terdapat kenaikan berat badan > 5 g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-
turut atau kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut
h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (sudah tidak gizi buruk)
2. Ibu / Pengasuh:
a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar
di rumah
b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar
kepada balita
3. Institusi Lapangan:
Institusi lapangan telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.
14
2.2.8 Pemantauan
1. Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD
2. Tumbuh Kembang:
a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala
b. Memantau perkembangan psikomotor
3. Edukasi
Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
a. Pengetahuan gizi
b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
2.2.9 Langkah Promotif/Preventif
Kekurangan energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.
Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan angka
kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara
lain:
a. Pola Makan
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah
karbonhidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat
badan)
15
b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala
(sebulan sekali pada tahun pertama)
c. Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan
tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat
menyebabkan terjadinya KEP.
d. Faktor ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan
akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi
baik di samping kuantitasnya.
e. Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP,
walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi. 3,7,8
16
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : By. E
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 bulan
BBL : 2800 gram
Tanggal Lahir : 17 Maret 2014
Alamat : Dusun IV, Desa Lumbumamara, Kec. Banawa Selatan
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Berat badan menurun
Riwayapat Penyakit Sekarang : Orang tua pasien mengeluhkan berat badan
anaknya semakin menurun sejak 3 bulan terakhir. Dua bulan yang lalu bayinya
pernah mengalami diare disertai dengan muntah. Bayi juga kehilangan nafsu
makannya, setalah dibawa berobat di Puskesmas kondisi nya membaik, namun berat
badan bayinya semakin turun. Orang tua pasien juga mengeluhkan bayinya gatal-
gatal sejak sebulan terakhir
17
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah dirawat di Puskesmas Lembasada dengan diare ± 2 bulan yang lalu.
Riwayat pneumonia (-)
Riwayat Sosial dan Lingkungan :
o Pasien tinggal dengan ibu, ayah dan 9 orang saudaranya.
o Rumah tinggal pasien terdiri dari 2 ruang tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 1
dapur dan tidak memiliki kamar mandi sehingga pasien dan keluarganya
melakukan kegiatan MCK di sungai dekat rumahnya. Dinding rumah terbuat dari
papan, tidak terdapat plafon, ventilasi kurang dan lantai rumah terbuat dari semen.
o Rumah pasien berdekatan dengan kandang hewan, tidak ada pekarangan.
o Pendapatan keluarga berasal dari ayah dan anak-anaknya, dengan total 50.000-
60.000 rupiah per hari
18
19
20
21
22
Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:
o Semua anggota keluarga yang tinggal serumah memiliki keluhan gatal-gatal
seperti pasien utamanya dimalam hari.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
23
o Pertumbuhan : Berat badan lahir 2800 gr, PB: -, lingkar kepala :-
Berat badan sekarang 5,3 kg, PB 65 cm, lingkar lengan 10,5 cm.
o Pasien belum bisa belajar duduk.
Riwayat Imunisasi:
Pasien melakukan imunisasi secara lengkap
24
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
1. Tanda – Tanda Vital :
Suhu : 36,5 oC
HR : 104 x/menit
RR : 32 x/menit, reguler
CRT : < 3 detik.
2. Menilai Pertumbuhan :
Berat Badan : 5,3 kg
Panjang Badan : 65 cm
Lingkar Lengan : 10,5 cm
BB/U = <-3 SD (gizi buruk)
TB/U = >-2 SD (normal)
BB/TB = < -3 SD (gizi buruk)
25
3. Penampakan Umum :
Aktivitas : tidak aktif
Warna Kulit : kemerahan, kering, tampak papul, krusta
Cacat bawaan yang tampak : (-)
4. Kepala
Bentuk kepala : kesan normocephali, kelainan (-), fontanella datar, sutura
normal.
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (-), pupil isokor, refleks
cahaya +/+, edema palpebra -/-
Telinga : dalam batas normal, otore (-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-), rinore (-)
Mulut : Mukosa sianosis (-).
5. Leher
Pembesaran kel. Tiroid (-) dan KGB (-)
6. Thoraks
Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
26
Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo: bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
7. Abdomen
Inspeksi : distensi (-), venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen
8. Uro- Genitalia
Normal
9. Anus dan rektum
Anus (+).
10. Ekstremitas
Atas : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/-
Bawah : akral hangat: +/+, kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema -/-
27
11. Kulit
Ikterus (-), ruam (-), pustula (-), kering(+)
Turgor kulit normal
Kelainan kulit lainnya (-)
11. Vertebrae
Kelainan (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang : -
V. Diagnosis Kerja :
Marasmus + Skabies
VI. Rencana Terapi
Salep 2-4
Edukasi dan konseling keluarga pasien.
o Mencari tahu penyebab kekurangan gizi pada anak dan member
nasihat sesuai dengan penyebab tersebut.
o Mengajurkan perawatan di Therapeutic Feeding Centre.
28
o Edukasi tentang pengobatan skabies dalam keluarga.
BAB IV
PEMBAHASAN
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor biologis
(keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan
(sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan
kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya gizi buruk adalah faktor
perilaku dan lingkungan . Gizi buruk menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh
karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor Biologis
Sistem kekebalan tubuh pasien lebih lemah dibandingkan dengan anak usia
sebayanya karena status nutrisinya yang buruk. Hal ini mengakibatkan pasien
menjadi lebih rentan terhadap penyakit infeksi dan akan menyebabkan
penurunan status gizi yang lebih buruk lagi.
2. Faktor Lingkungan
Sosio-ekonomi rendah
29
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang rendah. Status
sosial ekonomi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk dikarenakan
rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli makanan.
Rendahnya kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab langsung dari
gizi buruk pada balita. Status sosial ekonomi yang kurang sebenarnya dapat
diatasi jika keluarga tersebut mampu menggunakan sumber daya yang terbatas,
seperti kemampuan untuk memilih bahan yang murah tetapi bergizi dan
distribusi makanan yang merata dalam keluarga.
Pengetahuan dan pendidikan ibu/orang yang mengasuh
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang lebih
tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki
menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan atau
kurang informasi tentang gizi yang memadai.
Ibu dari anak balita gizi buruk mempunyai pengetahuan gizi dan praktek
pemberian makanan bayi lebih rendah dibandingkan ibu dari anak balita gizi
baik. Demikian pula aktifitas dan kegiatan ibu dari anak dengan gizi buruk
lebih rendah dibandingkan dengan ibu dari anak gizi kurang maupun gizi baik.
Semakin rendah pendidikan ayah dan ibu status gizi anak semakin jelek.
Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan
keadaan gizi anak balita. Pertama, tingkat pendidikan kepala keluarga secara
30
langsung. Kedua, pendidikan ibu modal utama dalam menunjang
perekonomian rumah tangga, juga berperan dalam pola penyusunan makanan
rumah tangga maupun dalam pola pengasuhan anak.
Akses air bersih
Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan
lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga
terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, makin kecil resiko anak terkena
penyakit dan kekurangan gizi.
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersama
sama akan memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan bila kedua
faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk
taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk
mengatasi penyakit.
3. Perilaku
Pola asuh anak
Kualitas pengasuhan balita yang buruk dan rendahnya pendidikan akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas asupan makanan balita yang
menyebabkan balita tersebut mengalami gizi buruk.
ASI eksklusif
31
Terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian gizi buruk. Pendeknya masa ASI eksklusif merupakan faktor risiko
kejadian gizi buruk. ASI mempengaruhi kejadian gizi buruk dikarenakan ASI
mengandung zat antibodi sehingga balita yang tidak diberikan ASI eksklusif
akan rentan terhadap penyakit dan akan berperan langsung terhadap status gizi
balita.
4. Pelayanan kesehatan
Kurangnya informasi mengenai gizi buruk
Masyarakat perlu diberikan informasi mengenai gizi balita karena seringkali
hal ini diabaikan oleh keluarga pasien. Hal ini tentu berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga pasien sehingga akan
mempengaruhi tindakan yang akan diambil terhadap status gizi pasien yang
buruk.
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Terjadinya gizi buruk pada anak ini berkaitan dengan empat determinan
kesehatan yaitu faktor biologis, lingkungan perilaku dan faktor pelayanan kesehatan.
Namun faktor yang paling mempengaruhi pada keadaan pasien adalah faktor
lingkungan yang kurang memadai seperti social ekonomi yang kurang dan rendahnya
tingkat pendidikan orang yang mengasuh anak tersebut serta faktor perilaku seperti
pola asuh yang salah dan masa pemberian ASI ekslusif yang singkat.
Saran
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, maka adanya anak gizi buruk
harus segera ditangani. Pemerintah dan petugas kesehatan mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab yang besar sebagai pelaksana langsung program kesehatan
termasuk gizi buruk. Koordinasi antara bagian gizi dengan bagian promosi kesehatan
agar lebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan
yang berkaitan dengan cara pemberian makan yang benar untuk balita.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan
Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Anak
Gizi Buruk. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
4. Tim Penyusun. 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Lembasada Tahun 2012.
Puskesmas Lembasada.
5. Tim Penyusun. 2013. Profil Kesehatan Puskesmas Lembasada Tahun 2013.
Puskesmas Lembasada.
6. WHO Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.
7. WHO. 1999. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians
and Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization.
34