gawat darurat
-
Upload
martha-marpaung -
Category
Documents
-
view
97 -
download
5
description
Transcript of gawat darurat
I. Defenisi
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan
profesioanal keperawatan yang di berikan
pada pasien dengan kebutuhan urgen dan
kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan
sering di gunakan untuk masalah yang tidak
urgen. Yang kemudian filosopi tentang
keperawatan gawat darurat menjadi luas,
kedaruratan yaitu apapun yang di alami
pasien atau keluarga harus di pertimbangkan
sebagai hedaruratan
II. Sistem Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat tidak hanya
memberikan pelayanan untuk mengatasi
kondisi kedaruratan yang di alami pasien
tetapi juga memberikan asukan keperawatan
untuk mengatasi kecemasan pasien dan
keluarga.
Sistem pelayana bersifat darurat sehingga
perawat dan tenaga medis lainnya harus
memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik
serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kedaruratan kepeda
pesien.
III. Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat
Yaitu skenario pertolongan yang akan di
berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-
pasien yang terancam hidupnya harus di beri
prioritas utama. Triage dalam keperawatan
gawat derurat di gunakan untuk
mengklasifikasian keperahan penyakit atau
cidera dan menetapkan prioritas kebutuhan
penggunaan petugas perawatan kesehatan
yang efisien dan sumber-sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk
melakukan triase adalah 2-5 menit untuk
orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-
anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang
profesional (RN) yang sudah terlatih dalam
prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6
bulan di bagian UGD, dan memiliki
kualisifikasi:
- Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
- Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
- Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
- Pengetahuan tentang kebijakan
intradepartemen
- Keterampilan pengkajian yang tepat, dll
IV. Sistem Triase
Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat
mengkaji dan mengklasifikasikan pasien
dalam waktu 2-3 menit. Sisten ini
memungkinkan identifikasi segera.
Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di
gunakan. Dan di dukung oleh ENA (Emergenci
Nurse Association) meliputi:
A (Airway)
B (Breathing)
C (Circulation)
D (Dissability of Neurity)
E ( Ekspose)
F (Full-set of Vital sign)
Pulse Oximetry
Trise two-tier
Sistenm ini memetluhan orang kedua yang
bertindak sebagai penolong kedua yang
bertugas mensortirpasien untuk di lakukan
pengkajian lebih rinci.
Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem
komprohensif dan two-tier mencakup protokol
penanganan:
1. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat
luka)
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Pemberian obat
4. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan
triasenya, langsung di tangani oleh perawat
yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu
antri.
V. KATEGORI/ KLASIFIKASI TRIAS
61% menggunakan 4 kategori pengambilan
keputusan yaitu dengan menggunakan warna
hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu
Merah (Emergen), kuning (Urgen), hijau (non
Urgen), hitam (Expectant)
VI. Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan
stabilisasi segera. Yaitu kondisi yang
mengancam kehidupan dan memerlukan
perhatian segera.
Contoh:
- Syok oleh berbagai kausa
- Gangguan pernapasan
- Trauma kepala dengan pupil anisokor
- Perdarahan eksternal masif
Terimakasih atas kunjungannya, semoga
berkenan Untuk Iklandan Donasinya ke
Link ini
VII. Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan
ketat, tetapi perawatan dapat di tunda
sementara. Kondisi yang merupakan masalah
medisyang disignifikan dan memerlukan
penata laksanaan sesegera mungkin. Tanda-
tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh
Fraktur multiple
Fraktur femur/pelvis
Korban dengan resiko syok (korban dengan
gangguan jantung, trauma, obdomen berat)
Luka bakar luas
Gangguan kesadaran/trauma kepala
Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di
berikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi dan
berikan perawatan sesegera mungkin.
VIII. Hijau (Non urgent)
Yaitu kelompok korban yang tidak
memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat di tunda. Penyakit atau
cidera minor
Contoh
- Fektur minor
- Luka minor
- Luka bakar minor
IX. Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal bunia atau yang
berpotensi untuk meninggal dunia
- 6% memakai sistem empat kelas yaitu
1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa,
ekstremitas, penglihatan atau tindakan
segera)
2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang
signifikan, tindakan segera mungkin)
3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada
waktu yang tepat)
4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko
yang perlu segera di tangani)
- 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu
Tingkat contoh
1 Kritis Segera Henti jantung
2 Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3 Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri
abdomen
4 Stabil 1-2 jam Sinusitis
5 Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan
X. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Penghajian (PQRST)
- Provokes (pemicu)
- Quality (kualitas)
- Radiation (penyebaran)
- Severity (intensitas)
- Time (waktu)
- Treatment (penanganan)
Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan
terahir, imunisasi, haid terahir,setekah itu
baru diklasifikasikan.
Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni
menganjurkan OLD CART
- Onset of system (awitan gejala)
- Location of Problem (lokasi masalah)
- Duration of Symptoms (karakteristik gejala
yang di rasakan)
- Aggraviting Factor (faktor yang
memperberat)
- Relieving Factors (faktor yang meringankan)
- Treatment ( penanganan sebekumnya)
XI. Pertimbangan Pengambilan Keputusan
Triase
Menurut standart ENA (1999)
- Kebutuhan fisik
- Tumbuh kembang
- Psikososial
- Akses klien dalam institusi pelayanan kes
- Alur pasien dalam kedaruratan
XII. Alur Pasien UGD
- Pastikan keluhan klien (cocokkan apa yang
perawat lihat)
- Kaji segera yang penting (HR,jika ada luka
dep dengan segera)
- Kaji berdasarkan ABCD
- Kaji awitan yang baru timbul
- Pantau: setiap gejala cendrung berulang atau
intensitas meningkat
- Setiap gejala yang di sertai pebahan pasti
lainnya
- Kemunduran secara progresif
- Usia
- Awitan
- Misteri
- Kaharusak pasien berbaring
- Kontrol yang ketat
XIII. Diagnosa
Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah
masakah potensial dan aktual. Tetapi perawat
tetap harus mengkaji pasien secara berkala
karena kondisi pasien dapat berubah terus-
menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah
atau bertambah setiap waktu.
XIV. Intervensi/ Implementasi
Intervensi yang di lakukan sesuai dengan
pengkajian dan di agnosa yang sesuai dengan
keadaan pasien dan harus di laksanakan
berdasarkan skal prioritas. Prioritas di
tegakkan sesuai dengan tujuan umum dari
penata laksanaan kedaruratan yaitu untuk
mempertahankan hidup, mencegah keadaan
yang memburuk sebelum penanganan yang
pasti. Prioritas di tentukan oleh ancaman
terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang
mengganggu fungsi fisiologis vitallebih di
utamakan dari pada kondisi luar pasien. Luka
di wajah, leher dan dada yang
mengganggupertnapasan biasanya merupakan
prioritas tinggi.
XV. Prinsip Penatalaksanaan Keperawartan
Gawat Darurat
Memelihara jalan nafas dan menyediakan
ventilasi yang adekuat, melakukan resusitasi
pada saat dibutuhkan. Kaji cedera dan
obstruksi jalan nafas.
Kontrol pendarahan dan konsekuensinya.
Evaluasi dan pemulihan curah jantung
Mencegah dan menangani syok, memelihara
sirkulasi
Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus
menerus, keadaan cedera atau penyakit yang
serius dari pasien tidak statis
Menentukan apakah pasien dapat mengikuti
perintah, evaluasi, ukuran dan aktivitas pupil
dan respon motoriknya.
Mulai pantau EKG, jika diperlukan
Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan
fraktur cervikal dengan cedera kepala
Melindungi luka dengan balutan steril
Periksa apakah pasien menggunakan
kewaspadaan medik atau identitas mengenai
alergi dan masalah kesehatan lain.
Mulai mengisi alur tanda vital, TD dan status
neurologik untuk mendapatkan petunjuk
dalam mengambil keputusan,
XVI. Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital
signdievaluasi secara berkala, setelah itu
konsulkan dengan dokteratau bagian
diagnostik untuk prosedur berikutnya, jika
kondisi mulai stabil pindahkan keruangan
yang sesuai.
Pendahuluan
Baru saja kita dihebohkan dengan prediksi gempa
oleh Staf Ahli Presiden, padahal sudah jelas
gempa unpredictable, persoalnnya adalah bukan
prediksi-memprediksi. Perawat sebagi tenaga
kesehatan harus bisa berperan ketika bencana
terjadi. Bencana menjadi primadona sejak
Tsunami 2004. Mulailah orang berfikir dan
berbicara tentang bencana, karena itu perawat
terutama yang bekerja di bidang Emergency dan
Critical Nursing harus memahami apa peran yang
bisa dilakukan dalam keadaan bencana, sesaat
sebelum bencana dan pasca bencana.
Pembahasan
1. Siklus bencana
2. Peran dan Aktifitas Perawat dalam Bencana
Dalam konteks Kegawat Daruratan, maka peran
perawat adalah : Lifesaving/Emergency Care dan
Management of Corpses.
a. Lifesaving/Emergency Care
Perawat yang berpartisipasi dalam keadaan
bencana harus memiliki keterampilan yang
mumpuni dalam tindakan-tindakan penyelamatan
nyawa pasien, baik dalam konteks kedaruratan di
lapangan (lokasi kejadian), selama di transportasi
(ambulance service) maupun di Rumah Sakit (Unit
Gawat Darurat). Persoalannya adalah perawat
umumnya masih belum siap saat diterjunkan
langsung di daerah bencana, padahal sering sekali
evakuasi korban yang salah menyebabkan
kematian atau kecacatan permanen, apalagi
evakuasi dilakukan oleh masyarakat awam yang
menolong sesaat bencana terjadi.
Aktivitas berikut adalah apa yang harus dilakukan
perawat di tahapan ini :
1. RAPID NEED ASSESSMENT
Quick assessment of the facilities needed at
the time of disaster
2. RESOURCES MOBILISATION
Quick response to the area of disaster
Human, money, equipments, logistics
Medical team and support systems
3. DISASTER TRIAGE
4. LIFE SAFING ACTIVITIES
Medical management
Evacuation
5. SUB ACUTE
Intra-hospital management
Post trauma management
Penutup
Keperawatan Gawat Darurat termasuk didalamnya
Keperawatan Bencana pada dasarnya adalah
bagaimana upaya perawat mengintegrasikan ilmu
keperawatan dengan pengetahuan tentang
kebencanaan, termasuk didalamnya bagaimana
memberikan pertolongan pertama yang optimal
bagi korban massal yang sering terdapat saat
bencana terjadi. Semoga tulisan ini bermanfaat
bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wilayah negara Indonesia secara geografis,
geologis, hidrologis, dan demografis sangat
memungkinkan untuk terjadinya bencana,
baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor
non alam, maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, timbulnya kerugian harta
benda, dan dampak psikologis bagi manusia.
secara geografis dan geologis wilayah Indonesia
dapat digambarkan sebagai berikut:
merupakan negara kepulauan
yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik, yaitu:
lempeng Euroasia, Australia,
Pasifik, dan Filipina.
terdapat 130 gunung api aktif di
Indonesia yang terbagi dalam
Tipe A, Tipe B, dan Tipe C.
Gunung api yang pernah meletus
sekurangkurangnya satu kali
sesudah tahun 1600 dan masih
aktif digolongkan sebagai
gunung api tipe A, tipe B adalah
gunung api yang masih aktif
tetapi belum pernah meletus
sedangkan tipe C adalah gunung
api yang masih di indikasikan
sebagai gunung api aktif.
terdapat lebih dari 5.000 sungai
besar dan kecil yang 30% di
antaranya melewati kawasan
padat penduduk dan berpotensi
terjadinya banjir, banjir
bandang dan tanah longsor pada
saat musim penghujan. Bencana
dapat terjadi kapan saja di
hampir semua wilayah Negara
Republik Indonesia. Beberapa
kejadian bencana besar di
Indonesia antara lain:
1. Gempa bumi dan tsunami. Gempa bumi dan
tsunami terbesar terjadi pada tanggal 26
Desember 2004, melanda Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan sebagian wilayah
Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah
korban yang sangat besar, yaitu 120.000
orang meninggal, 93.088 orang hilang dan
4.632 orang lukaluka. Kemudian pada tanggal
17 Juli 2006, peristiwa yang sama kembali
melanda pantai Selatan Jawa (Pangandaran,
Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Banjar, Cilacap,
Kebumen, Gunung Kidul dan Tulung Agung)
yang menelan korban 684 orang meninggal
dunia, 82 orang orang hilang dan korban
dirawat inap sebanyak 477 orang dari 11.021
orang yang lukaluka. Empat tahun kemudian,
tepatnya pada 25 Oktober 2010, peristiwa
gempa bumi dan tsunami kembali terjadi di
Kabupaten Mentawai Provinsi Sumatera Barat
dengan jumlah korban sebanyak 509 orang.
2. Gempa bumi. Gempa bumi Nias, Sumatera
Utara terjadi pada 28 Maret 2005 dengan
jumlah korban meninggal 1745 orang, korban
hilang 25 orang dan korban lukaluka
sebanyak 1.987 orang. Setahun kemudian,
tepatnya pada 27 Mei 1976 gempa bumi
kembali mengguncang DI Yogyakarta dan
Jawa Tengah yang menelan korban sebanyak
5.778 orang meninggal, 26.013 orang rawat
inap dan 125.195 orang rawat jalan.
Kemudian pada 30 September 2009, gempa
bumi Sumatera Barat dengan kekuatan 7,6
Skala Richter kembali lagi terjadi di lepas
pantai Sumatera Barat pada pukul 17:16:10
WIB mengakibatkan korban meninggal dunia
sebanyak 1.117 orang, korban luka berat
sebanyak 788 orang, korban luka ringan
sebanyak 2.727 orang dan pengungsi sebanyak
2.845 orang. Selain itu, sebanyak 279.201
unit rumah mengalami kerusakan. Sarana
kesehatan yang rusak sebanyak 292 unit,
terdiri dari 10 rumah sakit, 53 puskesmas, 137
pustu, 6 kantor dinas, 15 polindes/poskesdes,
2 gudang farmasi dan 69 rumah dinas.
3. Ledakan bom. Ledakan bom Bali I 12 Oktober
2002, ledakan bom Bali II 1 Oktober 2005 dan
ledakan bom di wilayah Jakarta (bom Gereja
Santa Anna dan HKBP 22 Juli 2001, bom Plaza
Atrium Senen 23 September 2001, bom sekolah
Australia 6 November 2001, bom tahun baru
Bulungan 1 Januari 2002, bom kompleks Mabes
Polri Jakarta 3 Februari 2003, bom bandara
SoekarnoHatta Jakarta 27 April 2003, bom
JW Marriott 5 Agustus 2003, bom Pamulang
Tangerang 8 Juni 2005, bom di Hotel JW
Marriott dan RitzCarlton Jakarta 17 Juli
2009) mengakibatkan permasalahan
kesehatan yang juga berdampak kepada aspek
sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya di
Indonesia.
4. Letusan gunung berapi. Letusan Gunung
Merapi di Jawa Tengah 15 Mei 2006
mengakibatkan 4 orang meninggal, 5.674
orang pengungsian dengan permasalahan
kesehatannya. Meletusnya Gunung Merapi di
Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta 25
Oktober 2010, mengakibatkan korban
meningggal dunia sebanyak 347 orang yang
terdiri dari 249 orang di Provinsi DI
Yogyakarta dan 98 orang di Provinsi Jateng,
korban rawat inap sebanyak 258 orang,
korban yang tersebar di 550 titik. Adapun
fasilitas kesehatan yang rusak sebanyak 65
unit; rawat jalan sebanyak 52.272 orang dan
jumlah pengungsi sebanyak 61.154 jiwa
5. Banjir bandang. Banjir bandang di Kabupaten
Teluk Wondama Provinsi Papua Barat 4
Oktober 2010, mengakibatkan korban
meninggal dunia sebanyak 161 orang, korban
rawat inap 36 orang, pulang sembuh 129
orang, korban rawat jalan 5.154 orang, dan
pengungsi sebanyak 7.950 jiwa yang tersebar
di empat kabupaten/kota di Prov. Papua Barat
dan satu kabupaten di Provinsi Papua. Adapun
fasilitas kesehatan yang rusak tercatat
sebanyak 42 unit.
6. Konflik. Sejak awal tahun 1999 telah terjadi
konflik vertikal dan konflik horizontal di
Indonesia, ditandai dengan timbullnya
kerusuhan sosial, misalnya di Sampit Sambas,
Kalimantan Barat, Maluku, Aceh, Poso,
Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Papua,
Tarakan dan berbagai daerah lainnya yang
berdampak pada terjadinya pengungsian
penduduk secara besarbesaran.
Semua kejadian tersebut menimbulkan krisis
kesehatan, antara lain: korban meninggal
dengan jumlah yang tak sedikit, korban luka,
pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan
air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit
menular, gangguan kejiwaan dan gangguan
pelayanan kesehatan reproduksi. Disamping itu,
di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus
mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di
fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara
optimal yang berakibat masih banyaknya keluhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
khususnya di Instalasi Gawat Darurat.
Segera setelah bencana terjadi, problem yang
muncul adalah bagaimana cara untuk
menyelamatkan korban. Untuk itu diperlukan
ketrampilan teknis medis (Disaster Medicine)
yang berbasis pada ketrampilan penanggulangan
gawat darurat (Emergency Medicine) yang
didukung oleh sistim manajerial (Disaster
Management) yang baik.
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI
telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
memadukan penanganan gawat darurat mulai
dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat
rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit
dengan pendekatan lintas program dan
multisektoral. Penanggulangan gawat darurat
menekankan respon cepat dan tepat dengan
prinsip Time Saving is Life and Limb Saving.
Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak
safe community adalah sarana publik/masyarakat
yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan
ambulans gawat darurat, unsure pengamanan
(kepolisian) dan unsur penyelamatan. Sedangkan
Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan
gawat darurat meliputi suatu system terpadu
yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan
kamar jenazah serta rujukan antar RS
mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit
untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat)
disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit.
Manajemen bencana mencakup interdisiplin,
usaha tim kolaborasi, dan jaringan lembaga dan
individual untuk mengembangkan perencanaan
bencana yang meliputi elemen kebutuhan untuk
perencanaan yang efektif. Manajemen bencana
perlu dilakukan secara cepat dalam mengatasi
bencana. Manajemen yang dilakukan dapat
dilakukan sesuai fase. Manajemen yang cepat
dan tepat dapat meminimalisir masalah dan
kerugian yang terjadi akibat bencana. Peranan
pelayanan medis juga penting dalam manajemen
bencana. Perawat memilki peranan dan
kontribusi pada setiap fase dalam manajemen
bencana. Oleh karena itu, manajemen bencana
merupakan hal penting yang harus dilakukan
dalam mengatasi bencana.
B. TUJUAN
1. Tujuan
Umum
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah
konsep secara sederhana mengenai
penanggulangan bencana dikomunitas maupun
dirumah sakit sehingga memudahkan pembaca
untuk memahami konsep dasar dan
aplikasinya.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, penyajian makalah diuraikan
untuk menjelaskan mengenai:
1. Pengertian dan Konsep bencana
2. Tipe dan Karakteristik Bencana
3. Manajemen Penanggulangan Bencana
4. Dasar hukum penanggulangan Bencana
5. Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah
Sakit
6. Prinsip penanggulangan bencana di Rumah
Sakit
7. Peran perawat dalam penanggulangan
Bencana
Kali ini,,aq mau share bahan kuliah Nursing
Disaster..nih bahanQ ngajar di AKPER PemKab
Tapteng..
Sekedar buat nambah koleksiQ di blog and info tuk
para mahasiswa keperawatan di kawasan dunia
maya
check it out^^
Defenisi
Penanggulangan bencana adalah seluruh kegiatan
yang meliputi aspek perencanaan dan penanganan
bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana yang mencakup pencegahan,
pengurangan (mitigasi), kesiapsiagaan, tanggap
darurat dan pemulihan.
Tujuan
Melindungi masyarakat dari bencana alam dan
melindungi dari dampak yang ditimbulkannya
Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU
No.24 tahun 2007:
Cepat dan tepat
Prioritas
Koordinasi dan keterpaduan
Berdaya guna dan berhasil guna
Transparansi dan akuntabilitas
Kemitraan
Pemberdayaan
Nondiskriminatif
Nonproletisi
Tahapan Penanggulangan Bencana
Tahap Pencegahan & Mitigasi
Tahap Kesiapsiagaan
Tahap Tanggap Darurat
Tahap Pasca Darurat
Pencegahan
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau
mengurangi ancaman.
Contoh:
Pembuatan hujan buatan untuk mencegah
terjadinya kekeringan di suatu wilayah
Melarang atau menghentikan penebangan
hutan
Menanam tanaman bahan pangan pokok
alternatif
Menanam pepohonan di lereng gunung
Mitigasi
Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk
mengurangi atau meredam risiko.
Contoh :
Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk
mengendalikan banjir; pembangunan
tanggul sungai dan lainnya
Penetapan dan pelaksanaan peraturan,
sanksi; pemberian penghargaan mengenai
penggunaan lahan, tempat membangun
rumah, aturan bangunan
Penyediaan informasi, penyuluhan,
pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan
penanggulangan bencana
Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi
darurat serta mengenali berbagai sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini
bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang
lebih baik untuk menghadapi bencana
Contoh tindakan kesiapsiagaan:
Pembuatan sistem peringatan dini
Membuat sistem pemantauan ancaman
Membuat sistem penyebaran peringatan
ancaman
Pembuatan rencana evakuasi
Membuat tempat dan sarana evakuasi
Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba
Memasang rambu evakuasi dan peringatan
dini
Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan
segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi
dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan
harta benda.
Contoh tindakan tanggap darurat:
Evakuasi
Pencarian dan penyelamatan
Penanganan Penderita Gawat Darurat
(PPGD)
Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan
Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan
sanitasi, pangan, sandang, papan,
kesehatan, konseling
Pemulihan segera fasilitas dasar seperti
telekomunikasi, transportasi, listrik,
pasokan air untuk mendukung kelancaran
kegiatan tanggap darurat
Tahapan Pasca Darurat
Tahap rehabilitatif (pemulihan)
Contoh :
Memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar
fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan,
ekonomi, sosial, budaya, keamanan,
lingkungan, prasarana transportasi,
penyusunan kebijakan dan pembaharuan
struktur penanggulangan bencana di
pemerintahan.
Tahap rekonstruksi (pembangunan
berkelanjutan)
Contoh :
Membangun prasarana dan pelayanan dasar
fisik, pendidikan, kesehatan, ekonomi,
sosial, budaya, keamanan, lingkungan,
pembaharuan rencana tata ruang wilayah,
sistem pemerintahan dan lainnya yang
memperhitungkan faktor risiko bencana.
Defenisi Sistem Triase
Triase merupakan kegiatan pemilahan korban-
korban menurut kondisinya dalam kelompok untuk
mengutamakan perawatan bagi yang paling
membutuhkan.
Defenisi lain
Triase adalah proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami
perburukan klinis segera) untuk menentukan
prioritas perawatan gawat darurat medik serta
prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan
sarana untuk tindakan).
Tindakan ini berdasarkan Prioritas ABCDE yang
merupakan proses yang sinambung sepanjang
pengelolaan gawat darurat medik.
Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien)
yang dipakai oleh petugas triase untuk
mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan
tindakan medik terhadap korban. Triase dan
pengelompokan berdasarkan Tagging
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau
cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera
berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera
untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal, cedera kepala
atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien
memerlukan bantuan, namun dengan cedera
yang kurang berat dan dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Pasien mungkin mengalami cedera dalam
jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa
gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa
shok, cedera kepala atau tulang belakang
leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien dengan
cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan
pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan
lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan
nafas, serta gawat darurat psikologis).
Prioritas Keempat (Biru): Kelompok korban
dengan cedera atau penyakit kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak
memerlukan tindakan dan transportasi
Metode Triase
Sistem METTAG (Triage tagging system)
Sistem Triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation).
Sistem Kombinasi METTAG dan START
Triase Sistim METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk
memprioritasikan tindakan atas korban.
Resusitasi ditempat.
Triase Sistem Penuntun Lapangan START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan
mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental
(RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M
= status Mental) untuk memastikan kelompok
korban (lazimnya juga dengan tagging) yang
memerlukan transport segera atau tidak, atau
yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak
memerlukan transport segera. Resusitasi
diambulans.
Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START
Sistem METTAG atau sistem tagging dengan kode
warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian
dari Penuntun Lapangan START.Resusitasi di
ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai
keadaan.
Jenis2 bencana/ancaman
Gempa bumi
Tsunami
Banjir
Gunung meletus
Longsor
Kekeringan
Kebakaran hutan dan gedung
Cuaca ekstrim
Teroris
Organisasi terhadap Sistem Pertolongan Bencana
(dahulu)
Di tingkat nasional ada Badan
Koordinasi Nasional Penanganan Bencana
(Bakornas PB) sebagai lembaga antar
kementerian yang bertugas mengkoordinir
seluruh kegiatan penanggulangan bencana.
SATKORLAK PB (Satuan Koordinasi Pelaksana
PB) di tingkat propinsi merupakan lembaga
antar dinas propinsi yang mengkoordinir
kegiatan PB.
SATLAK PB (Satuan Pelaksana PB) pada
tingkat kabupaten;
SATGAS (Satuan Tugas) pada tingkat
kecamatan
LINMAS (Perlindungan Masyarakat) pada
tingkat desa.
Organisasi PB menurut UU No. 24 Tahun 2007
(sekarang)
Pada tingkat nasional, dibentuk Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
yang setingkat dengan menteri.
Untuk daerah, dibentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
baik ditingkatan propinsi maupun kabupaten/
kota.
Lembaga lain yang berperan penting dalam
penanggulangan bencana di Indonesia adalah
Lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB, misalnya UNICEF, UNESCO, WHO, UNDP,
UNHCR, UN-OCHA/UNORC, WFP), LSM lokal dan
internasional dan organisasi seperti PMI (Palang
Merah Indonesia), Yayasan IDEP, MPBI
(Masyarakat Penanggulangan Bencana
Indonesia), Oxfam,CARE.
SEMOGA BERMANFAAT..