Gangguan Tidur, Pernafasan, dan Neurologis - Christian Beta K
-
Upload
chrispeonk -
Category
Documents
-
view
356 -
download
12
Transcript of Gangguan Tidur, Pernafasan, dan Neurologis - Christian Beta K
GANGGUAN TIDUR, PERNAFASAN, DAN NEUROLOGIS
PENDAHULUAN
Untuk memahami efek kelainan neurologis pada siklus tidur dan keadaan tidur,
dan untuk memahami interaksi normal tidur dan pernafasan, penting untuk
memiliki pemahaman yang jelas tentang anatomi fungsional pernafasan dan tidur.
Sehingga pada bagian pertama bab ini, gambaran singkat tentang anatomi dan
fisiologi tidur disajikan. Bagian di mana anatomi fungsional tidur ini disertai
dengan diskusi singkat tentang kontrol pernafasan saat tidur. Untuk informasi
rinci, pembaca diharapkan untuk mengacu pada beberapa review yang sangat baik
dan monograf , serta Bab 4, 5 dan 7 dalam buku ini.
Sebagian besar struktur anatomi yang mengendalikan tidur dan pernafasan terletak
di sistem saraf pusat (SSP). Wilayah ini dipengaruhi tidak hanya oleh struktur
SSP yang lain tetapi juga oleh masukan dari sistem neuromuskular perifer dan
sistem tubuh lainnya. Hal ini sangat umum untuk menghadapi berbagai gangguan
neurologis yang mempengaruhi tidur dan pernafasan di dalam praktek sehari-
hari. Penting untuk memahami bahwa tidak hanya penyakit neurologis saja yang
mungkin mempengaruhi tidur dan pernafasan tetapi juga bahwa perubahan
tidur dan pernafasan dapat memperburuk riwayat gangguan neurologis yang
sudah ada sebelumnya. Sejumlah sumber yang sangat baik memberikan deskripsi
sistematis dari efek lesi neurologis pada pola dan pengendalian napas. Efek
gangguan neurologis akut dan kronis pada keadaan tidur dan interaksi yang
dihasilkan terhadap pernafasan telah mendapat sedikit perhatian. Pemahaman
terhadap beberapa interaksi ini penting dalam pengobatan dan tujuan
prognostik pada berbagai gangguan neurologis. Pada penyakit neurologis,
gangguan pernafasan dapat bermanifestasi sebagai Hypopnea, apnea, pernafasan
ireguler atau periodik, atau penghentian/berhentinya
nafas. Demikian pula, gangguan tidur mungkin terwujud sebagai hipersomnia,
hyposomnia (insomnia), Parasomnia, atau gangguan tidur irama sirkadian. Bagian
berikutnya setelah bagian anatomi fungsional dan fisiologi tidur dan pernafasan
ini membahas mengenai manifestasi klinis, penilaian hasil laboratorium, dan
pengobatan gangguan tidur dan pernafasan yang menyertai penyakit
neurologis. Diskusi dikelompokkan menjadi dua bagian utama: (1) gangguan tidur
dan pernafasan sekunder akibat penyakit neurologis somatik dan (2) gangguan
tidur dan pernafasan sekunder akibat kegagalan fungsi otonom. Gangguan
neurologis somatik dibagi menjadi gangguan SSP dan gangguan neuromuscular
perifer .
ANATOMI FUNGSIONAL TIDUR DAN TERJAGA
Substrat neuroanatomi dari terjaga, tidur dengan gerakan mata cepat
(Rapid Eye Movement/REM), dan tidur tanpa gerakan mata cepat
(Non Rapid Eye Movement/NREM) terletak di bagian terpisah dari
SSP. Tidak ada pusat tidur berhati-hati / mempermudah bangun, melainkan
keadaan ini dihasilkan oleh perubahan sistem neuron interkoneksi yang diatur
oleh neurotransmiter dan neuromodulators.
Substrat Neuroanatomi dari Terjaga
Sistem aktivasi reticular ascenderen (Ascendingreticular activating
system/ARAS), mengandung neuron glutamatergik, kolinergik, aminergik, dan
hypocretinergik, yang menentukan keadaan terjaga.
Aktivasi korteks cerebri selama terjaga dipertahankan oleh proyeksi dari ARAS
yang berakhir di talamus dan dengan proyeksi talamokortikal untuk area yang
luas di korteks serebril. Selain itu, ada proyeksi extrathalamik dari neuron
reticular batang otak yang berakhir di posterior hipotalamus dan daerah basal
otak depa; jalur terakhir ini pada gilirannya memproyeksikan impuls ke korteks
serebrri untuk membantu memelihara keadaan terjaga. Semua jalur ini mengatur
sistem terjaga dengan memanfaatkan neuron kolinergik,
noradrenergik, dopaminergik, dan histaminergic neuron. Neuron kolinergik
teraktivasi pada tingkat tertinggi selama terjaga dan tidur REM tapi mengalami
penurunan tingkat aktivitas mereka saat onset yang tidur NREM. neuron
aminergic yang membangkitkan bangun/terjaga termasuk neuron noradrenergik
dalam lokus seruleus (LC), neuron serotoninergic di raphe dorsalis batang otak,
neuron histaminergik di nukleus tuberomammillaris hypothalamus, dan mungkin
juga neuron dopaminergik di daerah tegmentum ventral, substantia nigra, dan
daerah periaqueductal ventral. Meskipun peran dopamin tidak pasti, penelitian
farmakologi, biokimia, dan fisiologi menunjukkan bahwa dopamin - mungkin
melalui D1 dan mungkin juga melalui D2 reseptor- bersama dengan sistem
noradrenergik membangkitkan keadaan terjaga. Neuron noradrenergik di LC
menunjukkan aktivitas tingkat tertinggi selama terjaga, terendah selama tidur
REM, dan tingkat menengah saat tidur NREM. Studi farmakologis menunjukkan
bahwa neuron histaminergik pada hipotalamus posterior juga penting dalam
mempertahankan keadaan terjaga.
Asam amino glutamat dan asam aspartat eksitatorik, bercampur dalam ARAS dan
terdapat pada banyak neuron yang memproyeksikan impuls ke korteks otak, otak
depan, dan batang otak, yang dilepaskan secara maksimal selama
terjaga.Penemuan neuron hypocretin pada hipotalamus dengan proyeksi luasnya
ke SSP mengarahkan perhatian kita terhadap peran sistem hypocretinergic dalam
mengendalikan regulasi tidur-bangun. De Lecea dan peneliti bersama lain
menjelaskan terdapat dua neuropeptida di hipotalamus lateral dan area perifornix
yang disebut hypocretin 1 dan hypocretin-2. Pada tahun yang sama, secara
independen, Sakuri dkk menjelaskan dua neuropeptida di area yang sama yang
mereka namakan orexin A (sesuai dengan hypocretin-1) dan orexin B (sesuai
dengan hypocretin-2). Hal tersebut kemudian dijelaskan bahwa sistem hypocretin
ini memiliki proyeksi asenderen dan desenderen yang luas ke LC, nukleus raphe
dorsal (DRN), daerah tagmental ventral, nukleus tuberomammillaris pada
hipotalamus posterior, nukleus laterodorsal tagmental (LDT) dan
pedunculopontine tagmental (PPT), nukleus ventrolateral preoptic (VLPO) di
hipotalamus, bagian basal otak depan, sistem limbik (Hipokampus dan amigdala),
korteks serebri, talamus (nukleus Intralaminar dan medianus), dan neuron
otonom (nukleus traktus solitarius, nuleus vagalis dorsalis, dan neuron
intermediolateral pada medula spinalis). Sistem hypocretin membangkitkan
keadaan terjaga terutama melalui eksitasi neuron histaminergic
tuberomammillaris, neuron noradrenergik LC , dan neuron serotoninergik dan
neuron dopaminergik pada raphe mediana. Rasa kantuk sebagian dapat
dirangsang oleh pengurangan aktivitas dari sistem hypocretin. Sistem ini juga
berpartisipasi dalam pengaturan tidur REM melalui aktivasi neuron aminergik
(REM-off), yang pada gilirannya akan menghambat neuron yang menghasilkan
REM padaLDT / PPT (REM-on) .
Substrat Neuroanatomik Tidur REM
Eksperimen transeksi atau potongan melintang pada kucing melalui berbagai
daerah dari mesensefalon, pons, dan medulla oblongata memperlihatkan adanya
neuron yang menghasilkan tidur REM di pons (Gbr. 29-1). Sebuah potongan
lintang pada pertemuan pons dan mesensefalon (tingkat A) menghasilkan semua
temuan fisiologis yang kompatibel dengan tidur REM di kaudal potongan ini
ini, sedangkan di bagian rostral, pada daerah otak depan, rekaman tidak
menunjukkan tanda-tanda tidur REM. Struktur di rostral dari bagian yang berada
di antara pons dan medula (tingkat B) menunjukkan tanda-tanda dari tidur REM,
tetapi struktur di kaudalnya tidak menunjukkan tanda-tanda tidur REM. Potongan
melintang pada pertemuan di medula spinalis dan medula (tingkat C), tanda-tanda
tidur REM tercatat di daerah rostral otak. Akhirnya, potongan melintang pada
daerah pertemuan pontomesencephalic (A) dan pontomedullary (B)
menghasilkan sebuah pons terisolasi yang menunjukkan semua tanda-tanda tidur
REM . Oleh karena itu, pons diperlukan dan cukup untuk menghasilkan semua
tanda-tanda dari tidur REM.
Untuk menjelaskan mekanisme tidur REM, tiga hewan model disediakan. Yang
pertama dan yang secara umum paling dikenal adalah model interaksi timbal
balik McCarley-Hobson (Gbr. 29-2) berdasarkan interaksi timbal balik neuron-
neuron REM-on dan REM-off (lihat juga Bab 4). Neuron kolinergik di dalam
nukleus PPT dan LDT di daerah pontomesencephalic adalah sel-sel REM-on yang
bertanggung jawab untuk terjadinya tidur REM, yang menunjukkan tingkat
aktivitas tertinggi pada kondisi ini. Neuron aminergik yang terletak di LC dan
DRN adalah sel-sel REM-off dan tidak aktif selama tidur REM.
Neuron histaminergik di area tuberomammillaris dari hipotalamus posterior juga
bisa dianggap sebagai sel REM-off. Dengan demikian, sel kolinergik REM-on dan
sel aminergik REM-off semuanya berlokasi di dalam semua potongan melintang
dari pons seperti yang dijelaskan sebelumnya. neuron kolinergik LDT-PPT yang
membangkitkan tidur REM melalui formasio retikularis pons(FRP), yang pada
gilirannya akan mengirimkan umpan balik ke LDT-PPT. Neuron kolinergik dari
PPT dan LDT berproyeksi ke talamus dan bagian basal otak depan daerah serta
FRP dan bertanggung jawab untuk aktivasi dan pembentukan dari tidur REM. Sel
aminergik memainkan peran permisif dalam pemeliharaan keadaan tidur
REM. Dalam modifikasi terbaru model interaksi timbal balik, McCarley
menjelaskan bahwa asam g-aminobutyric (GABA) juga memainkan peranan
dalam pembentukan tidur REM. Pada fase tidur REM, terdapat aktivasi neuron
GABA di pons yang menyebabkan penghambatan LC / DRN (neuron REM-off)
serta aktivasi (atau disinhibisi dari) neuron kolinergik di pons. Alasan untuk
aktivasi GABA ini tidak diketahui, dan sumber neuron GABAergic kemungkinan
bisa lokal (misalnya, sebuah subkelompok neuron GABA FRP) dan jauh
(misalnya, neuron GABAergic di substansia grisea
ventrolateral periaqueductal). Teori untuk hypotonia atau atonia otot selama tidur
REM menyatakan bahwa potensial post-sinaptik inhibitorik dihasilkan oleh
interneuron dorsal pons di daerah ventral alpha peri-LC ke LC yang berproyeksi
ke traktus tegmentoreticular lateral dan kemudian ke daerah medula bagian
medial (zona inhibisi Magoun dan Rhines di dalam dan di sekitar inti
magnocellularis dan gigantocellularis di paramedianus); traktus reticulospinal dari
daerah ini kemudian melakukan proyeksi diri ke untuk sel cornu anterior pada
medula spinalis, yang menyebabkan hyperpolarization dan atonia otot (Gbr. 29-3).
Suatu lesi eksperimental pada daerah peri-LC alpha serta daerah meduler medial
menghasilkan tidur REM tanpa atonia otot. Pada gangguan perilaku tidur REM
pada manusia, yang menyebabkan perilaku seperti mimpi yang terkait dengan
tidur REM tanpa atonia otot, sebuah perubahan struktural atau fungsional pada
jalur yang mempertahankan atonia otot selama tidur REM kemungkinan besar
adalah yang paling bertanggung jawab.
Dalam model yang diusulkan oleh kelompok penelitian Luppi's (Gambar 29-
4), neuron aktif saat tidur REM diidentifikasi di dalam area kecil pada tegmentum
pontine dorsolateral yang disebut nukleus sublaterodorsal (SLD) pada tikus
(sesuai dengan daerah subceruleus dorsal atau peri-LC alpha pada kucing). Onset
tidur REM dianggap karena aktivasi neuron glutamatergik REM-on
dari SLD. Selama tidur NREM dan terjaga, neuron-neuron ini di SLD akan
dihambat (hyperpolarized) oleh input tonus GABAergic dari neuron GABAergic
REM-off yang terletak di SLD, mesencephalic profunda dan nukleus retikularis
pons, dan substansi gricea ventrolateral periaqueductal (vlPAG) serta oleh neuron
monoaminergik REM-off. Neuron glutamatergik SLD REM-on ascenderen dapat
menyebabkan aktivasi kortikal melalui proyeksi ke neuron talamokortikal
bersama dengan neuron kolinergik dan neuron glutamatergik REM-on dari
nukleus LDT/PPT mesencephalon dan nukleus retikularis pons dan daerah basal
otak depan. Neuron glutamatergik SLD REM-on desenderen akan menyebabkan
atonia otot melalui proyeksi eksitatorik menuju neuron glycinergic premotor
pada yang nukleus magnocellularis dan nukleus retikularis parvocellularis di
medula, menyebabkan hyperpolarization motor neuron. Dalam model Luppi, oleh
karena itu, neuron GABAergic dan neuron glutamatergic memainkan peran
penting dalam pembentukan REM. Neuron GABAergic juga bertanggung
jawab pada inaktivasi neuron monoaminergik selama tidur REM , dan neuron
kolinergik tidak memainkan peran penting dalam mengaktifkan neuron REM
eksekutif dalam model ini.
Pada model ketiga, yang diusulkan oleh Lu dan kawan kawan (Gbr. 29-5),
terdapat interaksi tukar "flip-flop" antara neuron GABAergic REM-off di
mesencephalon bagian dalam, vlPAG, dan tegmentum pontine lateral (LPT) dan
neuron GABAergic REM-on di SLD, dan perpanjangan dorsal SLD yang
bernama preceruleus. Populasi neuronal yang saling melakukan inhibisi ini
(neuron GABA-ergic REM-on SLD dan neuron GABA-ergic REM-off
di mesencephalon bagian dalam - tegmentum pontine lateral) berfungsi sebagai
saklar flip flop. Proyeksi ascenderen glutamatergik dari neuron preceruleus ke
septum medial bertanggung jawab atas irama theta hippocampal pada
elektroensefalografik (EEG) selama tidur REM. Proyeksi glutamatergic
descenderen dari SLD ventral langsung ke interneuron medula spinalis,
tampaknya tanpa melakukan relay di medula oblongata bagian medial,
menghambat sel cornu ventralis medula spinalis dengan mekanisme glycerinergic
dan GABAergic. Neuron kolinergik dan aminergic memainkan peran modulasi
dan bukan bagian dari saklar flip-flop. McCarley menjelaskan bahwa model ini
hanya didasarkan pada pelabelan c-FOS tanpa rekaman
elektrofisiologik. Selanjutnya, model ini tidak menjelaskan bagaimana periodisitas
REM terjadi pada saklar flip-flop ini menggunakan dua populasi neuronal yang
saling menghambat. Akhirnya, model ini juga tidak menjelaskan peningkatan
bertahap dari durasi tidur REM sepanjang malam dan biasanya tidak ada tidur
REM selama tidur di siang hari. Perlu dicatat bahwa Brooks dan Peever
menantang mekanisme neurokimia glycinergic dan GABAergic dari atonia motor
REM berdasarkan bukti eksperimen pada tikus di mana atonia REM tetap ada
bahkan ketika reseptor glisin dan GABA diblok dan setelah pemberian agonis
glutamatergic secara simultan ke pusat motorik trigeminal. Beberapa jalur
biokimia bertanggung jawab untuk mengontrol tonus otot dalam tidur REM.
Substrat Neuroanatomi Tidur NREM
Studi neurofisiologi tidur benar-benar dimulai setelah observasi klinikopatologi
yang tajam oleh von Economo, yang memeriksa pasien dengan ensefalitis
lethargica pada awal abad 20. Telah dicatat bahwa lesi dari ensefalitis lethargica,
yang menyerang daerah hipotalamus posterior dengan hebat, dikaitkan dengan
manifestasi klinis berupa somnolen yang ekstrim, sedangkan perubahan
morfologi di daerah hipotalamus anterior dikait keadaan dengan tidak dapat
tidur. Observasi ini membuat para ilmuwan untuk percaya pada keberadaan
pusat tidur-bangun.
Sebelum pertengahan abad terakhir, penekanan fisiologi tidur adalah pada
teori tidur pasif. Dimulai pada 1950-an, pemikiran bergeser ke arah teori tidur
aktif theories. Teori pasif menyatakan bahwa tidur dihasilkan dari penarikan
stimulus aferen spesifik dan nonspesifik ke batang otak dan hemisfer
otak. Pendukung teori tidur aktif menunjukkan bahwa kegiatan neuron yang
membangkitkan tidur atau serabut dari pusat-pusat tersebut menentukan
onset tidur. Kemungkinan besar, para pendukung kedua teori aktif dan
pasif sebagian benar, sejauh fisiologi dan anatomi tidur berkaitan. Kesimpulan ini
didasarkan pada percobaan stimulasi, ablasi, atau lesi. Kemudian, penelitian ini
diperpanjang untuk mencakup rekaman ekstraselular serta intraseluler, dan injeksi
farmakologi bahan kimia ke daerah berlainan untuk menginduksi keadaan tidur
yang berbeda atau untuk menghambat tidur.
Teori pasif berasal dengan dua percobaan klasik pada kucing oleh Bremer:
cerveau isole dan encephale isole'. Bremer menemukan bahwa transeksi/potongan
melintang midcollicular (cerveau isole) menghasilkan somnolen pada tahap akut
dan bahwa transeksi pada tingkat vertebra C1, untuk memutuskan hubungan
seluruh otak dari medula spinalis (encephale isole '), menyebabkan rekaman EEG
berfluktuasi antara sadar dan tidur. Dari eksperimen ini, Bremer
menyimpulkan bahwa dalam percobaan cerveau isole semua stimulus aferen
sensorik spesifik telah ditarik sehingga keadaan tidur difasilitasi,
sedangkan beberapa stimulus mempertahankan aktivasi
otak pada percobaan encephale isole '. Kesimpulan ini, bagaimanapun juga, telah
dimodifikasi sejak penemuan oleh Moruzzi dan Magoun pada tahun 1949 dari
keberadaan kelompok neuron nonspesifik dan serabut saraf di pusat batang otak
yang disebut formasi reticularis. Moruzzi dan Magoun menyatakan bahwa ARAS
batang otak memberikan energi pada otak depan dan bahwa penarikan pengaruh
ini dalam percobaan cerveau isole 'mengakibatkan somnolen atau
koma. Pengamatan Moruzzi dan Magoun bahwa desinkronisasi EEG hasil dari
aktivasi neuron retikuler mesensefalon , yang secara langsung merangsang
proyeksi talamokortikal, telah dikonfirmasi dengan penelitian intraseluler terbaru .
Diperkirakan bahwa terjaga adalah hasil dari aktivasi ARAS dan proyeksi
talamokortikal difus. Setelah stimulasi terhadap struktur ini, EEG menunjukkan
desinkronisasi difus, sedangkan lesi pada struktur ini menghasilkan sinkronisasi
EEG atau pola tidur NREM pada EEG. Hal ini juga mendukung pendapat Steriade
et al, bahwa pada awal tidur NREM, ada deaferensiasi dari otak akibat
blokade informasi aferen pertama di tingkat thalamus, menyebabkan otak terbuka
terbangun untuk dikonversi menjadi otak tertutup yang dihasilkan dari inhibisi
talamokortikal (Lihat juga Bab 5). Hal ini telah ditunjukkan bahwa asal poros
tidur berhubungan dengan nukleus reticularis di thalamus. Stimulasi nukleus ini
menghasilkan aktivitas seperti poros, sedangkan destruksi pada daerah ini
menghilangkan poros unilateral dan destruksi bilateral menghilangkan poros
tersebut pada kedua sisi.
Teori-teori tidur pasif ini disanggah oleh temuan pada transeksi pretrigeminal
midpons batang otak pada kucing dalam keadaan bangun yang dilakukan oleh
Batini dan rekan kerjanya. Percobaan ini hanya beberapa milimeter di bawah
potongan yang dihasilkan pada percobaan cerveau isole '. Berlawanan dengan
keadaan somnolen akibat percobaan cerveau isole, potongan pretrigeminal
midpons menghasilkan EEG persisten dan tanda-tanda perilaku
kewaspadaan. Observasi ini menyiratkan bahwa struktur yang terletak di daerah
batang otak antara kedua percobaan (cerveau isole ' dan pretrigeminal midpons)
bertanggung jawab untuk keadaan terjaga. Data menunjukkan neuron
kolinergik dalam nukleus PPT dan dalam nukleus LDT di daerah dari pertemuan
mesensefalon-pons. Kelompok-kelompok neuron kolinergik telah terbukti
memiliki proyeksi thalamik dan bagian basal otak depan serta menuju FRP
medial. Neuron-neuron ini tampaknya bertanggung jawab untuk aktivasi dan
untuk pembentukan tidur REM (lihat Bab 4). Neuron kolinergik otak depan dari
nukleus basalis dari proyeksi Meynertke hemisfer otak, khususnya ke korteks
sensorimotor, dan lesi pada neuron ini mengganggu gelombang EEG dan
menghasilkan gelombang lambat difus. Temuan neuron kolinergik di pertemuan
mesopontine memastikan kesimpulan yang diambil oleh Batini, dan koleganya
setelah transeksi pretrigeminal midpons.
Neuron hypnogenic aktif untuk tidur NREM dianggap terletak di dua daerah: (1)
daerah nukleus traktus solitarius (NTS) di medula oblongata dan (2) area preoptic
dari hipotalamus dan bagian basal otak depan (lihat Bab 4). Bukti ini didasarkan
pada penelitian stimulasi, lesi, dan ablasi, serta rekaman ekstraseluler
dan interselular. Peran penghambatan aktif dari neuron hypnogenic batang otak
bagian bawah pada ARAS batang otak bagian atas telah didemonstrasikan dengan
jelas eksperimen pemotongan pretrigeminal midpontine oleh Batini
dkk. Demikian pula, stimulasi elektrik pada daerah preoptic, yang menghasilkan
sinkronisasi EEG dan keadaan perilaku tidur, mendukung ide adanya neuron
hypnogenic aktif dalam area preoptic. Percobaan Nauta's pada tahun 1946 yang
menunjukkan insomnia setelah lesi pada daerah preoptic juga didukung hipotesis
neuron hypnogenic aktif pada daerah preoptic otak depan. Percobaan oleh
McGinty dan Sterman pada tahun 1968 mengkonfirmasi pengamatan
Nauta's. Baru-baru ini, lesi ibotenic di daerah preoptic telah ditemukan dapat
menghasilkan insomnia, dan hasil ini mendukung peran aktif hypnogenic pada
preoptic area. Pada percobaan yang sama, bagaimanapun juga, suntikan dari
muscimol (sebuah agonis GABA) pada hipotalamus posterior secara transien
memulihkan tidur, menunjukkan bahwa peran membangkitkan tidur dari
hipotalamus anterior tergantung pada inhibisi neuron histaminergik pembangkit
keadaan bangun di hipotalamus posterior . Hal ini juga harus ditekankan bahwa
pada tahun 1934 Dikshit menginduksi tidur dengan melakukan injeksi asetilkolin
intrahypothalamik, yang menunjukkan bahwa adanya pusat tidur di
hipotalamus. Teori modern menyatakan bahwa neuron yang membangkitkan tidur
NREM ditemukan di daerah VLPO pada hipotalamus anterior
serta di daerah NTS di medula oblongata. Neuron VLPO terdiri dari dua sub-
kelompok - "bergerombol/berkelompok" dan "difus" atau diperpanjang-
tergantung pada pola distribusi. Neuron yang berelompok dengan erat melakukan
proyeksi ke nukleus tuberomammillaris, menghambat nukleus tersebut dan
membengkitkan tidur NREM, sedangkan neuron difus mendistribusikan
proyeksinya dan menghambat nukleus aminergic di LC dan daerah raphe dorsal
batang otak yang berpartisipasi dalam tidur REM. Neuron VLPO aktif selama
tidur NREM, dan lesi neuron tersebut menginduksi terjadinya insomnia. Neuron
VLPO yang mengandung GABA-dan galanin melakukan proyeksi menuju dan
menghambat LC, raphe dorsalis, dan nukleus aminergic tuberomammillaris, yang
pada gilirannya menghambat neuron VLPO.
Teori modern untuk mekanisme tidur NREM dengan demikian menunjukkan
interaksi timbal balik antara dua jenis neuron antagonis dalam VLPO pada
hipotalamus anterior dan neuron yang membangkitkan bangun
dalam nukleus tuberomammillaris pada hipotalamus posterior, serta LC, raphe
dorsalis, bagian basal otak depan, dan interaksi tagmentum mesopontines.
Interaksi timbal balik antara neuron pembangkit tidur di daerah NTS dan neuron
pembangkit bangun di dalam ARAS batang otak tidak tergantung dari interaksi
timbal balik neuron dari otak depan juga memainkan peran dalam pembentukan
tidur NREM, seperti yang dinyatakan sebelumnya. Secara ringkas, teori tidur aktif
dan pasif dapat dilihat sebagai sesuatu yang saling melengkapi daripada
mekanisme yang terpisah. Peran faktor tidur humoral (misalnya, prostaglandin
D2, faktor penglepas hormon pertumbuhan, peptida muramyl) masih belum
ditentukan karena tidak adanya percobaan untuk menguji peran mereka di tingkat
selular pada daerah otak yang kritis. Telah dikemukakan bahwa adenosin, suatu
neuromodulator, mungkin bertindak sebagai suatu faktor tidur fisiologis yang
memodulasi efek somnogenic dari keadaan terjaga yang lama Hal ini telah
ditetapkan setelah beberapa eksperimen pada kucing menunjukkan bahwa
konsentrasi adenosin ekstraselular di daerah kolinergik basal otak depan
meningkat secara progresif selama keadaan terjaga spontan berkepanjangan.
Banyak pertanyaan penting yang tetap tak terjawab tentang mekanisme
tidur. Mengapa aktivitas neuron VLPO muncul saat onset tidur? Apa yang
menginisiai kaskade disfasilitasi neuron pembangkit keadaan bangun di batang
otak? Apakah yang menginisiasi aktivasi neuron LDT-PPT saat onset REM?
Apakah yang menyebabkan aktivasi neuron GABAergic pons pada awal tidur
REM? Apa yang menyebabkan aktivasi neuron pembangkit keadaan bangun di
saat akhir tidur? Dan, akhirnya, apa yang mempertahankan siklus NREM-
REM? Kami di sini menyediakan ringkasan spekulatif untuk menjawab beberapa
pertanyaan. Eksitasi VLPO saat onset tidur NREM dimulai oleh akumulasi
adenosin yang progresif (faktor pembangkit tidur di daerah otak depan
terakumulasi selama keadaan terjaga berkepanjangan ) dan mungkin juga
rangsangan dari nukleus suprachiasmatic (SCN) serta inhibisi timbal balik neuron
aminergic dan orexin pembangkit keadaan bangun; penghambatan progresif
neuron aminergic REM -off menyebabkan disinhibisi dari neuron REM-on
dan menginisiasi tidur REM; dan kaskade simultan disfasilitas sistem terjaga
(arousal) batang otak dengan penurunan stimulus aferen dari lingkungan berujung
pada blokade di tingkat thalamus. Secara fisiologis, fasilitasi (atau
disinhibisi) setelah jangka waktu tertentu (mungkin ditentukan dalam kasus
regulasi tidur-bangun oleh neuron pengatur SCN
berhubungan secara anatomis dengan neuron tidur-bangun) akan diikuti oleh
inhibisi (atau disfasilitasi), dan dengan demikian siklus akan dimulai lagi. Untuk
diskusi tambahan pada anatomi fungsional tidur, pembaca ini diharapkan
membaca Bab 4 dan 5.
Penurunan yang nyata pada sistem terjaga dan kognitif dapat mengakibatkan
koma atau mengantuk berat. Mampu membaliknya atau tidak keadaan
kewaspadaan inilah yang membedakan tidur dengan koma. Ada juga perbedaan
fisiologis dan metabolik antara tidur dan koma. Koma adalah proses
pasif (hilangnya fungsi), sedangkan tidur adalah keadaan aktif yang
dihasilkan dari interaksi fisiologis dari berbagai sistem dalam batang otak dan
korteks serebri. Depresi metabolik pada korteks serebri dan batang otak
menandakan koma dan stupor, sedangkan pada tidur penggunaan oksigen dan
irama metabolik tetap utuh. Dengan mengganggu sistem terjaga/bangun dan
merangsang neuron pembangkit tidur, lesi neurologik fokal
juga dapat menyebabkan kantuk yang berlebihan. Sebagai contoh, lesi batang
otak, talamus, hipotalamus, dan daerah PAG dapat menghasilkan kantuk yang
berlebihan, stupor, dan koma. Lesi ini juga dapat mempengaruhi neuron
pembentuk REM di pons dan menyebabkan berbagai gangguan tidur
REM . Dengan demikian, lesi ini juga dapat menyebabkan narkolepsi simtomatik.
ANATOMI FUNGSIONAL PERNAFASAN DALAM TIDUR
DAN TERJAGA
Neuroanatomi respirasi, pengontrolannya, dan perubahan fisiologis selama tidur
pada individu sehat dijelaskan secara rinci dalam Bab 7. Secara singkat,
respirasi dikendalikan oleh sistem otomatis atau metabolik dan perilaku. Kedua
sistem ini dilengkapi oleh sistem ketiga yang dikenal sebagai sistem terjaga
(arousal), yang mungkin juga bisa disebut sistem untuk stimulus terjaga. Sistem
pernafasan ini bekerja bersama-sama dengan berbagai masukan perifer dan pusat
untuk mempertahankan regulasi asam-basa dan homeostasis pernafasan. Lokasi
neuron pernafasan membuat mereka rentan terhadap berbagai gangguan saraf
pusat dan perifer, gangguan saraf pusat khususnya yang melibatkan
batang otak. Banyak penyakit neurologis akut dan kronis yang dapat
mempengaruhi jalur pernafasan sentral atau perifer, menimbulkan kegagalan
pernafasan akut di pada keadaan bangun dan tidur. Beberapa kondisi dapat
mempengaruhi kontrol pernafasan hanya pada saat tidur. Kondisi ini dapat
menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, bahkan sering berbahaya, termasuk
kegagalan kardiorespirasi dan bahkan kematian mendadak.
DISRITMIA PERNAFASAN TERKAIT DENGAN TIDUR PADA
GANGGUAN NEUROLOGIS
Banyak jenis disritmia pernafasan terkait dengan tidur yang
telah dicatat dalam hubungan dengan penyakit penyakit neurologis.
(Gbr. 296). Yang paling umum adalah jenis apnea tidur dan hypopnea tidur .
Apnea Tidur
Tiga tipe apnea tidur telah dicatat: sentral, obstruksi saluran udara bagian
atas , dan campuran. Individu normal mungkin mengalami beberapa
episode apnea tidur, terutama apnea sentral, pada awal tidur NREM dan selama
tidur REM . Untuk menjadi signifikan secara patologis, apnea tidur harus
berlangsung minimal 10 detik dan indeks apnea (Jumlah kejadian apnea per jam
tidur) harus minimal 5. Dalam American Academy of Sleep Medicine (AASM)
kriteria penilaiannya, selain durasi 10 detik, apnea dinilai ketika amplitudo puncak
turun hingga 90% atau lebih dari nilai dasar, dan pengurangan amplitudo ini harus
berlangsung setidaknya 90% dari durasi kejadian tersebut.
Penghentian aliran udara tanpa usaha pernafasan merupakan tanda apnea
sentral. Selama periode ini tidak ada aktivitas diafragma dan otot interkostal atau
pertukaran udara melalui hidung atau mulut. Apnea tidur akibat obstruktsi saluran
udara bagian atas (OSA) ditunjukkan oleh tidak adanya pertukaran udara melalui
hidung atau mulut namun aktivitas otot diafragma dan interkostal masih ada.
Selama apnea campuran, pada awalnya aliran udara berhenti, seperti halnya
usaha pernafasan (apnea sentral), hal ini diikuti oleh periode OSA saluran udara
bagian atas. Pada kesempatan langka pola ini mungkin terbalik, sehingga dalam
periode awal OSA kemudian diikuti dengan apnea sentral (Gbr. 29-7).
Hypopnea Terkait Tidur
Hypopnea terkait tidur dimanifestasikan dengan penurunan aliran udara di mulut
dan hidung dan penurunan gerakan thoracoabdominal yang menyebabkan
penurunan volume tidal. Sampai baru-baru ini, tidak ada definisi standar
hypopnea dan peneliti memakai salah satu dari dua definisi: yang diajukan oleh
laporan konsensus 1999, AASM Task Force dan definisi AASM Clinical Practice
Review Comittee .Namun, pada kriteria skoring AASM definisi yang dianjurkan
untuk hypopnea adalah pengurangan sinyal tekanan hidung (atau dari sensor
aliran udara alternatif ) sebesar 30% atau lebih dari amplitudo nilai awal yang
berlangsung untuk jangka waktu minimal 10 detik dan disertai oleh desaturation
4% atau lebih dari nilai awal sebelum peristiwa. Selain itu, setidaknya 90% dari
durasi peristiwa tersebut harus memenuhi kriteria pengurangan amplitudo untuk
hypopnea. Sebuah pendapat alternatif dalam manual yang sama adalah
pengurangan dari perjalanan amplitudo pada sinyal tekanan hidung (atau dari
sensor aliran udara alternatif) sebesar 50% atau lebih dari nilai awal yang
berlangsung selama minimal 10 detik dan disertai
oleh desaturation oksigen 3% atau lebih dari nilai sadar sebelum peristiwa, atau
peristiwa tersebut dikaitkan dengan keadaan terbangun/terjaga. Penurunan
amplitudo harus ada untuk setidaknya 90% dari durasi peristiwa tersebut. Indeks
apnea-hypopnea (AHI, didefinisikan sebagai jumlah apnea ditambah
hypopnea per jam tidur) dari 5 atau kurang dianggap normal. Indeks gangguan
pernafasan (RDI), sebuah istilah yang sering salah digunakan secara bergantian
dengan AHI, termasuk usaha pernafasan yang terkait keadaan terbangun/terjaga
selain apnea dan hypopnea per jam tidur. Sebagian besar peneliti
berpendapat bahwa AHI atau RDI sebesar 10 atau lebih adalah signifikan secara
klinis. Apneas dan hypopneas yang terkait tidur pada penyakit neurologis adalah
sindrom apnea tidur sekunder, berbeda dengan sindrom OSA primer, di mana
dalam banyak kasus tanpa penyebab kecuali untuk penyimpangan minimal dari
konfigurasi anatomis saluran udara bagian atas ditemukan menjadi penjelasan
untuk munculnya apnea. Penyakit neurologis dapat diperburuk oleh apnea tidur
sekunder karena efek samping dari hipoksemia yang diinduksi tidur dan
hypercapnia, dan bangun berulang dengan tidur yang terputus-putus. Dalam kasus
yang berlangsung lama mungkin akan terjadi hipertensi pulmonal, gagal jantung
kongestif, dan manifestasi lain dari kurang tidur kronis.
Pernafasan Paradoksal
Dada dan perut bergerak dalam arah yang berlawanan selama pernafasan
paradoksal, menunjukkan peningkatan resistensi saluran napas atas . Pada
sindrom resistensi saluran napas bagian atas, hal ini dapat ditemui tanpa ada
perubahan pada aliran udara oronasal; pada OSA, bagaimanapun, pernafasan
paradoksal disertai dengan penurunan atau tidak adanya aliran udara oronasal.
Cheyne-Stokes dan Varian Pola Pernafasan Cheyne-Stokes
Pernafasan Cheyne-Stokes (CSB) adalah bentuk khusus dari apnea sentral
yang dimanifestasikan sebagai perubahan siklik dalam bernapas dengan
urutan crescendo-decrescendo yang dipisahkan oleh apnea sentral (lihat Gambar.
19-2). Varian pola pernafasan Cheyne-Stokes dibedakan oleh substitusi dari
hypopnea untuk apnea. Pada gangguan neurologis, jenis pernafasan Cheyne-
Stokes umumnya ditemukan pada lesi hemisfer otak bilateral, dan memburuk
selama tidur, sedangkan varian pola pernafasan Cheyne-Stokes dari juga dapat
ditemukan pada lesi batang otak, elain penyakit pada hemisfer otak
bilateral. Dalam manual skor AASM, CSB dinilai jika ada setidaknya 3 siklus
berturut-turut siklus- perubahan decrescendo crescendo dalam amplitudo
pernafasan disertai dengan setidaknya salah satu dari berikut: lima atau lebih
apnea sentral dan hypopnea per jam tidur; dan perubahan siklus crescendo
decrescendo pada amplitudo pernafasan dan durasi minimal 10 menit berturut-
turut. Panjang siklus pada umumnya di kisaran 60 detik tetapi harus setidaknya
dalam durasi 45 detik. Keadaan bangun biasanya
terjadi di tengah-tengah siklus hiperventilasi. Pola pernafasan ini yang paling
menonjol terlihat dalam tidur NREM , terutama tahap 1 dan 2, dan melemah atau
menghilang selama tidur REM. Selain lesi neurologis, pola pernafasan ini
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kongestif berat.
Pernafasan Disritmik
Pernafasan disritmik ditandai dengan oleh respirasi nonritmik dengan frekuensi,
irama, dan amplitudo yang tidak teratur selama terjaga dengan atau tanpa
desaturation O2 yang menjadi lebih buruk saat tidur. Pernafasan disritmik
mungkin merupakan hasil dari kelainan pada pembentuk pola pernafasan
otomatis di batang otak.
Pernafasan Apneustik
Pernafasan apneustik ditandai dengan inspirasi berkepanjangan dengan
peningkatan rasio dari waktu inspirasi terhadap ekspirasi. Jenis pernafasan ini
mungkin akibat dari lesi neurologis pada kaudal pons yang memutus
pusat apneustik pada pons bagian bawah dari pusat pneumotaksik
(nuklei parabrachial dan Ko ¨ lliker-Fuse) di pons bagian atas yang berkaitan
dengan vagotomy.
Gasping Inspiratorik
Gasping inspiratorik ditandai dengan waktu inspirasi singkat dan ekspirasi
berkepanjangan yang relatif lama (mengurangi rasio waktu inspirasi-expirasi) .
Pernafasan gasping (terengah-engah) atau tidak teratur telah ditemukan setelah
adanya lesi pada medulla.
Pernafasan Ataxic
Jenis pernafasan ini ditandai dengan sekelompok siklus pernafasan tidak teratur
yang diikuti dengan periode apnea berulang . Panjang apnea lebih besar daripada
fase pernafasan . Pernafasan ataxic sering ditemukan pada lesi meduler .
Biot's Breathing
Pernafasan Biot adalah tipe khusus dari pernafasan kluster (pernapasan ataxic)
ditandai dengan pernafasan dengan volume yang hampir sama dipisahkan dengan
periode apnea yang lama. Jenis pernafasan ini benar-benar sebuah varian dari
pernafasan ataxic atau kluster dan dapat ditemukan pada pasien dengan lesi
meduler.
Pola Pernafasan Abnormal Lainnya
Pola pernafasan abnormal berikut juga telah ditemukan dalam gangguan
neurologis, terutama di pasien dengan sindrom Shy-Drager (atrofi multi sistem
[MSA]):
Stridor nocturnal yang menyebabkan kesulitan inspirasi yang berat
Apnea sentral periodik pada posisi tegak disertai dengan turunnya tekanan
darah postural pada syndrome Shy-Drager
Periode apnea sentral berkepanjangan disertai desaturasi O2 ringan saat terjaga
dalam keadaan relaks, seolah-olah pusat pernafasan "lupa" untuk bernafas
Oklusi transien saluran udara bagian atas atau rangkaian sementara/transien
dari
aktivitas otot interkostalis dan diafragma
Kegagalan pernafasan transient mendadak
Catathrenia (disritmia pernafasan dengan bradypnea dan mengerang), ditandai
dengan ekspirasi berkepanjangan dengan karakteristik suara merintih. Ini
mungkin salah dianggap sebagai apnea sentral tetapi benar-benar bukan apnea,
dan tidak ada desaturation oksigen selama episode (Gbr. 29-8). Hal ini
dianggap sebagai parasomnia, dan etiologi dan mekanismenya pada saat ini
tidak diketahui.
Hipoventilasi Terkait Tidur
Akhirnya Hipoventilasi terkait tidur, jenis disritmia pernafasan tanpa apnea atau
hypopnea, pada umumnya ditemukan pada gangguan neuromuskuler dan intrinsik
paru dan gangguan restriktif thoraks, dan kadang-kadang lesi di batang
otak. Hipoventilasi terkait tidur ditandai dengan peningkatan tekanan parsial
karbon dioksida arterial (PaCO2) sebanyak 10 mm Hg selama tidur di atas
tekanan saat terjaga dalam posisi telentang. Kenaikan abnormal PaCO2 disertai
dengan hipoksemia berat terkait tidur yang bukan karena apnea atau hypopnea.
MEKANISME DISRITMIA PERNAFASAN
PADA PENYAKIT NEUROLOGIS
Beberapa mekanisme mungkin bertanggung jawab untuk kelainan pernafasan
dalam tidur yang terkait dengan gangguan neurologis :
1. Keterlibatan langsung menyebabkan perubahan struktural pada neuron
pernafasan meduler (sistem pengendalian pernafasan otomatis atau metabolik)
dapat mengakibatkan apnea atau hypopnea selama tidur NREM dan
REM . Selama tidur REM, masalah ini mungkin diperberat karena adanya
faktor penyulit tambahan dari otot orofaringeal atau hypotonia otot saluran
napas atas lainnya yang berkontribusi terhadap terjadinya OSA saluran udara
bagian atas.
2. Keterlibatan kontrol pernafasan volunter menyebabkan disfungsi sistem
pernafasan selama keadaan terjaga dan dapat menimbulkan apraxia pernafasan.
3. Perubahan fungsional atau neurokimia dari neuron pernafasan dapat
menyebabkan disritmia pernafasan.
4. Interferensi dengan input aferen ke neuron pernafasan meduler (misalnya,
kompromi dari kemoreseptor perifer yang terletak pada akhiran saraf vagal
dan glossopharyngeal), jalur supramedullar , dan kemoreseptor sentral pada
ventrolateral meduladapat menyebabkan pernafasan abnormal.
5. Keterlibatan langsung dari mekanisme eferen melalui kelemahan otot
pernafasan dapat dihasilkan dari keterlibatan langsung dari otot-otot, seperti di
myopati, atau keterlibatan dari lower motor neuron untuk otot-otot
pernafasan. Pada pasien dengan kelemahan otot pernafasan utama dan otot
pernafasan tambahan, neuron pernafasan pusat dapat meningkatkan tingkat
aktivitas mereka atau merekrut neuron pernafasan tambahan selama terjaga
untuk menjaga ventilasi pada tingkat yang memadai untuk menggerakkan otot
pernafasan yang lemah. Karena kerentanan normal dari neuron pernafasan
selama tidur, neuron pusat pernafasan mungkin tidak dapat berpartisipasi pada
beberapa mekanisme kompensasi selama tidur pada pasien dengan kelemahan
otot pernafasan. Masalah ventilasi dengan demikian dapat diperburuk,
menyebabkan hipoventilasi lebih parah
dan bahkan apnea saat tidur. Selain itu, kelemahan otot-otot saluran udara
bagian atas, yang sebenarnya adalah otot pernafasan dan menerima rangsangan
inspirasi fasik dari neuron pernafasan di batang otak, dapat menyebabkan
apnea obstruktif.
TIDUR DAN GANGGUAN PERNAFASAN SEKUNDER AKIBAT
PENYAKIT NEUROLOGIS SOMATIK
Gangguan neurologis dapat mempengaruhi neuron pembentuk tidur / bangun,
menyebabkan gangguan tidur mendalam yang mungkin termasuk insomnia,
hipersomnia, parasomnia, gangguan irama sirkadian , dan gerakan abnormal pada
saat tidur di malam hari. Terdapat sebuah interaksi yang merugikan antara
penyakit neurologis dan disfungsi tidur. Gangguan tidur mungkin mempengaruhi
perjalanan alami penyakit neurologis. Disfungsi tidur dapat dihasilkan dari
gangguan neurologis somatic sentral atau perifer atau otonom.
Sebuah keluhan insomnia mungkin terkait dengan onset tidur atau kesulitan
mempertahankan tidur. Tidur malam yang tidak mencukupi atau terputus dapat
menyebabkan tidur yang tidak menyegarkan, kelelahan, dan nyeri otot, dan
perhatian dan konsentrasi yang kurang serta mudah marah, cemas, depresi, dan
penurunan fungsi pada siang hari dengan mengantuk di siang hari. Sebagian besar
hipersomnia menyebabkan gangguan neurologis, tetapi kadang-kadang insomnia
adalah gejala dominan; sebuah contoh yang penting namun jarang, yaitu insomnia
familial fatal (FFI), dijelaskan kemudian dalam bab ini.
Hipersomnia umumnya ditemukan pada pasien dengan disritmia pernafasan yang
terkait tidur. Hipersomnia termasuk rasa kantuk berlebihan di siang hari (EDS)
dan serangan tidur tak tertahankan . Keluhan yang berhubungan mungkin
termasuk kelelahan pada siang hari , kurang konsentrasi, gangguan keterampilan
motorik, sakit kepala pada pagi hari, dan tidak adanya peringanan gejala dengan
menambah tidur. Pada gangguan neurologis akut, gambaran klinisnya disfungsi
neurologisnya dapat menutupi masalah tidur dan masalah pernafasan yang terkait
dengan tidur. Selanjutnya, banyak pasien dengan gangguan neurologis
akut sebenarnya dalam keadaan stupor atau koma. Lesi neurologis dapat
mengganggu arsitektur tidur, misalnya, mengubah persentase tahap tidur yang
berbeda, meningkatkan keadaan terjaga, atau menyebabkan pergeseran tahapan
tidur. Selain itu, apnea tidur (yang mungkin terjadi pada berbagai penyakit
neurologis), intrusi gerakan abnormal dalam tidur, dan kejang berulang dapat
mengganggu morfologi tahapan tidur dan tidur. Gangguan tidur dapat merusak
memori, kognitif, atau perilaku, atau menyebabkan perubahan kardiopulmoner
sekunder terhadap hipoksemia berulang. Efek ini, sekunder terhadap gangguan
tidur, dapat memperburuk kondisi neurologis primer. Gangguan
neurologis penyebab hipersomnia telah diuraikan dalam Bab 3.
Parasomnia (aktivitas motorik yang berlebihan dan perilaku abnormal yang
mengganggu saat tidur) yang paling sering ditemukan dalam penyakit neurologik
adalah gangguan perilaku tidur REM (RBD). Hal ini ditandai oleh aktivitas
motorik intens yang terkait dengan perilaku sepeti mimpi dan tidak adanya atonia
otot selama tidur REM (lihat Bab 35). Telah dijelaskan bahwa, dalam keadaan
demensia degeneratif atau parkinson, RBD merupakan manifestasi
berkembangnya synucleinopati (misalnya, penyakit Parkinson [PD], MSA,
penyakit badan Lewy difus [DLBD] dengan demensia) tetapi jarang pada tauopati
(misalnya, penyakit Alzheimer [AD]). Pasien dengan RBD umumnya tidak
mengeluh EDS, dan Multiple Sleep Latency Test (MSLT) jarang
dilaporkan meningkatkan somnolen. Terdapat potensi cedera pada diri sendiri dan
orang lain pada pasien dengan RBD dan, karenanya,
pengenalan dini dan pengobatan merupakan hal yang sangat penting. Gangguan
irama sirkadian tidur-bangun ditemukan pada beberapa gangguan neurologis;
paling menonjol, AD mungkin hadir sebagai sindrom agitasi siklik. Aktivitas
motorik nokturnal yang berlebihan mungkin terkait dengan penyakit neurologis
primer (misalnya, distonia pada pasien dengan distonia torsional dan epilepsi
lobus frontal nokturnal).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan tidur dan pernafasan pada penyakit neurologis kronis
dapat dibagi menjadi gambaran khusus dan umum. Manifestasi
spesifik tergantung pada sifat defisit neurologis. Gambaran umum yang relevan
dengan diagnosis hipoventilasi terkait tidur dan apnea termasuk EDS, kelelahan,
sakit kepala pagi hari, edema kaki yang tak dapat dijelaskan, terganggunya tidur
di malam hari, kerusakan intelektual, perubahan kepribadian, dan pada pria,
impotensi. Sesak napas umumnya bukan merupakan ciri penting dari gangguan
SSP kecuali yang penyakit yang mempengaruhi lower motor neuron otot-otot
pernafasan. Gejala umum kelelahan siang hari, mengantuk, dan sakit kepala pagi
hari mungkin berhubungan dengan keadaan sering terjaga pada malam hari,
sekunder akibat apnea atau hypopnea berulang dan retensi karbon dioksida. Pada
pasien dengan gangguan neurologis, maka sangat penting untuk mengenali
hipoventilasi alveolar selama tidur karena ventilasi bantuan pada malam hari
meningkatkan gejala dan melindungi pasien dari apnea fatal selama tidur. Selain
itu, perawatan tersebut dapat mencegah berkembangnya komplikasi serius akibat
dari hipoksemia episodik atau lama, hypercapnia, dan asidosis respiratorik dalam
tidur, komplikasi yang mungkin adalah termasuk hipertensi pulmonal, cor-
pulmonale, kegagalan jantung kongestif, dan kadang-kadang aritmia
jantung. Terkadang, gangguan neurologis dapat menyebabkan pembalikan irama
tidur-bangun yang dimanifestasikan dengan somnolen berlebihan pada siang hari
dan insomnia dengan agitasi selama malam hari.
Untuk membuat diagnosis klinis gangguan tidur atau gangguan pernafasan yang
berkaitan dengan tidur (SRBDs), anamnesis yang teliti tentang riwayat
-dari pasien dan perawat- dan pemeriksaan fisik sangatlah penting.
Mekanisme Gangguan Tidur
Gangguan neurologis dapat metabolik atau struktural (misalnya, cedera kepala,
tumor, infeksi, disfungsi otak akibat bahan metabolik toksik, vaskular dan
penyakit degeneratif SSP, sakit kepala akibat berbagai penyebab, neuropati perifer
yang menyakitkan, atau gangguan neuromuskuler lain). Berikut ini adalah
mekanisme gangguan tidur yang terkait dengan gangguan neurologis:
1. Keterlibatan langsung neuron hypnogenic. Hypofungsi dari neuron VLPO
hipotalamus atau neuron hypnogenic di batang otak bagian bawah di daerah
dari NTS dan disfungsi thalamus dapat mengubah keseimbangan otak antara
terjaga dan tidur, menyebabkan terjaga atau tidur. Demikian pula, gangguan
dari hipotalamus posterior, ARAS, atau daerah otak lain yang bertanggung
jawab untuk bangun dan kewaspadaan menyebabkan hypersomnolensi.
2. Mekanisme tidak langsung terkait dengan gangguan tersebut, seperti nyeri,
episode bingung, perubahan dalam sistem sensorimotorik, dan gangguan gerak,
dapat mengganggu tidur.
3. Obat yang dipakai untuk mengobati penyakit neurologis
(misalnya, antikonvulsan, antidepresan, agonis dopamin, antikolinergik,
hipnotik, sedatif) dapat memiliki efek langsung pada tidur dan pernafasan.
4. Penyakit neurologis (misalnya, gangguan gerakan hyperkinetic , sindrom Rett)
dapat mengubah