Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

5
Jurnal Kedokteran 2019, 8(3): 1-5 ISSN 2301-5977, e-ISSN 2527-7154 Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi Lobus Temporal: Laporan Kasus Herpan Syafii Harahap Abstrak Salah satu komplikasi penting dari penyakit epilepsi, terutama epilepsi lobus temporal, adalah ganggu- an kognitif. Kerentanan seorang pasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kognitif ditentukan oleh karakteristik demografik, karakteristik klinik, dan cognitive reserve pasien tersebut. Laporan kasus ini mendeskripsikan keluaran klinis fungsi kognitif dari dua kasus epilepsi lobus temporal dan ka- rakteristik demografik, klinik, dan cognitive reserve yang mendasarinya. Pada kasus pertama, seorang perempuan berusia 41 tahun, lulusan sarjana S1, terdiagnosis epilepsi lobus temporal sejak 18 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat cedera kepala 11 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsi karbamazepin 600mg/hari dan asam valproat 500mg/hari dan bebas bangkitan selama 3 bulan. Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluhkan adanya gangguan kognitif dan mudah khawatir dan marah, namun aktivitas sehari-hari masih normal. Tes neuropsikologi menunjukkan bahwa fungsi kognitif pasien tersebut normal, namun didapatkan adanya gangguan mood ringan. Pada kasus kedua, seorang laki-laki berusia 47 tahun, lulusan SLTA, terdiagnosis epilepsi lobus temporal sejak 14 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat cedera 20 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsi karbamazepin 800mg/hari dan asam valproat 1000mg/hari dan bebas bangkitan selama 8 bulan. Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mulai mengeluhkan adanya penurunan daya ingat yang menyebabkan aktivitas sehari-harinya menjadi terganggu. Pada kedua kasus tersebut, penentu adanya berbedaan keluaran klinis status kognitif adalah awitan epilepsi, lokasi fokus epileptogenik, dosis obat antiepilepsi, dan tingkat pendidikan. Katakunci epilepsi lobus temporal, gangguan kognitif, karakteristik demografik dan klinik, cognitive reserve 1 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram *e-mail: [email protected] 1. Pendahuluan Gangguan kognitif merupakan salah satu komplikasi serius dari penyakit epilepsi. Data mengenai prevalensi gangguan kognitif pada pasien epilepsi saat ini masih belum tersedia. Evaluasi fungsi kognitif global pada 45 pasien epilepsi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mutiara Suk- ma, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa seluruh pasien tersebut mengalami gangguan fungsi kognitif 1 . Karakteristik komplikasi gangguan kognitif pada pa- sien epilepsi memiliki spektrum yang luas, baik dalam hal derajat berat maupun awitannya. Gangguan kogni- tif pada pasien epilepsi dapat timbul mulai dari bentuk gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment) sampai dengan gangguan kognitif berat yang meme- nuhi kriteria diagnosis untuk demensia. Berdasarkan awitannya, gangguan kognitif tersebut dapat terdeteksi pada tahap awal penyakit epilepsi maupun setelah dalam jangka waktu yang lama setelah terdiagnosis epilepsi 2,3 . Secara umum, kerentanan seorang pasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kognitif ditentuk- an oleh 3 faktor utama, yaitu karakteristik demografik, karakteristik klinik, dan cognitive reserve dari pasien epilepsi tersebut. Karakteristik demografik yang me- nentukan kerentanan pasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kognitif adalah usia dan jenis kelamin 4 . Karakteristik klinik yang turut menentukan kerentanan pasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kog- nitif antara lain etiologi epilepsi, awitan pertama kali terdiagnosis epilepsi, frekuensi bangkitan, tipe bangkit- an dan sindrom epilepsi, obat antiepilepsi yang digu- nakan, dan lama pengobatan epilepsi 2 . Karakteristik pasien yang merepresentasikan cognitive reserve dari pasien epilepsi diantaranya adalah tingkat pendidikan dan pekerjaan 5 . Diantara berbagai sindrom epilepsi berdasarkan kla- sifikasi menurut ILAE tahun 1989, epilepsi lobus tempo- ral (temporal lobe epilepsy) merupakan sindrom epile- psi yang paling penting. Sebanyak 70% pasien epilepsi lobus temporal mengalami gangguan fungsi kognitif, terutama pada domain kognitif memori deklaratif 6 . Hal ini dapat dijelaskan melalui peran dari salah satu struk- tur lobus temporal sisi medial, yaitu hipokampus, da- lam proses konsolidasi memori deklaratif, baik memori jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang 7 .7 Berikut ini disajikan dua laporan kasus untuk membe- rikan gambaran gangguan kognitif pada epilepsi lobus temporal dalam praktik klinik.

Transcript of Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

Page 1: Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

Jurnal Kedokteran 2019, 8(3): 1-5ISSN 2301-5977, e-ISSN 2527-7154

Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi LobusTemporal: Laporan KasusHerpan Syafii Harahap

AbstrakSalah satu komplikasi penting dari penyakit epilepsi, terutama epilepsi lobus temporal, adalah ganggu-an kognitif. Kerentanan seorang pasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kognitif ditentukanoleh karakteristik demografik, karakteristik klinik, dan cognitive reserve pasien tersebut. Laporankasus ini mendeskripsikan keluaran klinis fungsi kognitif dari dua kasus epilepsi lobus temporal dan ka-rakteristik demografik, klinik, dan cognitive reserve yang mendasarinya. Pada kasus pertama, seorangperempuan berusia 41 tahun, lulusan sarjana S1, terdiagnosis epilepsi lobus temporal sejak 18 bulanyang lalu. Pasien memiliki riwayat cedera kepala 11 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsikarbamazepin 600mg/hari dan asam valproat 500mg/hari dan bebas bangkitan selama 3 bulan. Sejak6 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluhkan adanya gangguan kognitif dan mudah khawatir danmarah, namun aktivitas sehari-hari masih normal. Tes neuropsikologi menunjukkan bahwa fungsikognitif pasien tersebut normal, namun didapatkan adanya gangguan mood ringan. Pada kasuskedua, seorang laki-laki berusia 47 tahun, lulusan SLTA, terdiagnosis epilepsi lobus temporal sejak 14tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat cedera 20 tahun yang lalu. Pasien saat ini mengkonsumsikarbamazepin 800mg/hari dan asam valproat 1000mg/hari dan bebas bangkitan selama 8 bulan.Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mulai mengeluhkan adanya penurunan daya ingat yang menyebabkanaktivitas sehari-harinya menjadi terganggu. Pada kedua kasus tersebut, penentu adanya berbedaankeluaran klinis status kognitif adalah awitan epilepsi, lokasi fokus epileptogenik, dosis obat antiepilepsi,dan tingkat pendidikan.

Katakunciepilepsi lobus temporal, gangguan kognitif, karakteristik demografik dan klinik, cognitive reserve

1Fakultas Kedokteran Universitas Mataram*e-mail: [email protected]

1. Pendahuluan

Gangguan kognitif merupakan salah satu komplikasiserius dari penyakit epilepsi. Data mengenai prevalensigangguan kognitif pada pasien epilepsi saat ini masihbelum tersedia. Evaluasi fungsi kognitif global pada 45pasien epilepsi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mutiara Suk-ma, Nusa Tenggara Barat, menunjukkan bahwa seluruhpasien tersebut mengalami gangguan fungsi kognitif1.

Karakteristik komplikasi gangguan kognitif pada pa-sien epilepsi memiliki spektrum yang luas, baik dalamhal derajat berat maupun awitannya. Gangguan kogni-tif pada pasien epilepsi dapat timbul mulai dari bentukgangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment)sampai dengan gangguan kognitif berat yang meme-nuhi kriteria diagnosis untuk demensia. Berdasarkanawitannya, gangguan kognitif tersebut dapat terdeteksipada tahap awal penyakit epilepsi maupun setelah dalamjangka waktu yang lama setelah terdiagnosis epilepsi2,3.

Secara umum, kerentanan seorang pasien epilepsiuntuk mengalami gangguan fungsi kognitif ditentuk-an oleh 3 faktor utama, yaitu karakteristik demografik,karakteristik klinik, dan cognitive reserve dari pasienepilepsi tersebut. Karakteristik demografik yang me-

nentukan kerentanan pasien epilepsi untuk mengalamigangguan fungsi kognitif adalah usia dan jenis kelamin4.Karakteristik klinik yang turut menentukan kerentananpasien epilepsi untuk mengalami gangguan fungsi kog-nitif antara lain etiologi epilepsi, awitan pertama kaliterdiagnosis epilepsi, frekuensi bangkitan, tipe bangkit-an dan sindrom epilepsi, obat antiepilepsi yang digu-nakan, dan lama pengobatan epilepsi2. Karakteristikpasien yang merepresentasikan cognitive reserve daripasien epilepsi diantaranya adalah tingkat pendidikandan pekerjaan5.

Diantara berbagai sindrom epilepsi berdasarkan kla-sifikasi menurut ILAE tahun 1989, epilepsi lobus tempo-ral (temporal lobe epilepsy) merupakan sindrom epile-psi yang paling penting. Sebanyak 70% pasien epilepsilobus temporal mengalami gangguan fungsi kognitif,terutama pada domain kognitif memori deklaratif6. Halini dapat dijelaskan melalui peran dari salah satu struk-tur lobus temporal sisi medial, yaitu hipokampus, da-lam proses konsolidasi memori deklaratif, baik memorijangka pendek, menengah, maupun jangka panjang7.7Berikut ini disajikan dua laporan kasus untuk membe-rikan gambaran gangguan kognitif pada epilepsi lobustemporal dalam praktik klinik.

Page 2: Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

2 Harahap, dkk.

2. Kasus 1:Seorang perempuan berusia 41 tahun, kinan, lulusansarjana S1, status menikah dan memiliki 3 orang anak,bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), memilikiriwayat bangkitan berulang sejak 18 bulan yang lalu.Frekuensi bangkitan sebanyak 7 kali dalam kurun wak-tu tersebut. Tipe bangkitan adalah bangkitan parsialkompleks yang berkembang menjadi umum sekunder.Deskripsi dari bangkitan tersebut secara berturut-turutmeliputi bengong sesaat dan kehilangan respon denganlingkungan sekitar, disertai dengan mengecap dan me-nelan secara berulang-ulang selama 1 menit, dan diikutidengan bangkitan umum tipe tonik klonik dengan durasiselama 3-5 menit.

Pasien memiliki riwayat cedera kepala setelah ter-jatuh dari sepeda motor 11 tahun yang lalu. Pada saatkejadian, pasien diketahui memiliki riwayat kehilangankesadaran selama 15 menit dan mengalami jejas di regiofrontal kanan. Pasien tidak menjalani pemeriksaan me-dis, termasuk pemeriksaan pencitraan (imaging), baikrontgen maupun CT scan kepala.

Sejak 18 bulan yang lalu, pasien terdiagnosis de-ngan epilepsi kriptogenik dengan lokasi lobus temporal.Pasien mendapatkan pengobatan kombinasi karbamaze-pin 600mg/hari dan asam valproat 500mg/hari. Denganpenggunaan kombinasi obat antiepilepsi (OAE) tersebut,pasien bebas bangkitan selama 3 bulan berturut-turut.Pada pemeriksaan status neurologik, tidak didapatkanadanya defisit neurologik fokal.

Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mulai mengeluhkanadanya penurunan daya ingat yang semakin lama sema-kin berat. Pasien menjadi sulit untuk berkonsentrasi dantidak efektif dalam menyelesaikan tugas-tugas di tempatkerja. Menurut suami pasien, pasien dalam beberapawaktu terakhir menjadi mudah khawatir dan marah, baikdi tempat kerja maupun di rumah, namun tugas-tugasdi tempat kerja dan di rumah secara umum masih dapatdiselesaikan dengan baik. Berdasarkan informasi ter-sebut, terdapat ketidaksesuaian antara informasi yangdiberikan oleh pasien dan suami pasien.

Untuk mengkonfirmasi adanya gangguan fungsi kog-nitif, dilakukan pemeriksaan neuropsikologi yang meng-evaluasi fungsi kognitif global, yaitu mini-mental stateexamination (MMSE) dan Montreal cognitive assess-ment in Indonesia version (MoCA-INA), dan fungsikognitif spesifik, yang terdiri dari domain atensi (For-ward digit span, backward digit span, dan trailmakingtest A), memori (wordlist memory task, wordlist me-mory recall, wordlist memory recognition, dan recallof constructional praxis), bahasa (Boston naming testdan verbal fluency test), visuokonstruksi (constructionalpraxis), dan fungsi eksekutif (trailmaking test A, trail-making test B, dan verbal fluency test). Rincian hasilpemeriksaan neuropsikologi tersebut antara lain skorMMSE 30, skor MoCA-Ina 30, forward digit span 8angka, backward digit span 6 angka, Boston naming test12 kata, verbal fluency test 16 kata, wordlist memorytask 26 kata, wordlist memory recall 9 kata, wordlist

memory recognition 10 kata, trailmaking test A 29 detik,trailmaking test B 42 detik, constructional praxis 10poin, dan recall of constructional praxis 11 poin. Hasilpemeriksaan neuropsikologi tersebut menunjukkan bah-wa fungsi kognitif pasien dalam batas normal menurutusia dan tingkat pendidikan. Hasil pemeriksaan Beck’sdepression inventory didapatkan skor 10, menunjukkanbahwa pasien memiliki gangguan mood ringan.

Pasien selanjutnya menjalani pemeriksaan penun-jang magnetic resonance imaging (MRI) kepala dan ele-ctroencephalography (EEG). Hasil pemeriksaan MRIkepala menunjukkan adanya atrofi pada hipokampus sisikanan (gambar 1). Hasil pemeriksaan EEG mengkonfir-masi adanya fokus epileptogenik di regio mid-temporalkanan (gambar 2). Kedua hasil pemeriksaan penunjangtersebut berkorelasi dengan lokasi jejas yang pernahdialami pasca cedera kepala.

3. Kasus 2:Seorang laki-laki berusia 47 tahun, kinan, lulusan SL-TA, status menikah dan memiliki 1 orang anak, bekerjasebagai pedagang, memiliki riwayat bangkitan berulangsejak 14 tahun yang lalu. Tipe bangkitan yang dialamipasien adalah bangkitan parsial kompleks yang berkem-bang menjadi umum sekunder. Deskripsi dari bangkitantersebut secara berturut-turut meliputi bengong sesaatdan kehilangan respon dengan lingkungan sekitar, mulutmengecap dan menelan secara berulang-ulang selama 1menit dengan/tanpa berjalan mondar-mandir tanpa tuju-an yang jelas, dan diikuti dengan bangkitan umum tipetonik klonik dengan durasi selama 3-5 menit.

Pasien memiliki riwayat cedera kepala setelah ter-jatuh dari sepeda motor 20 tahun yang lalu. Pada saatkejadian, pasien dan keluarganya menyangkal adanya ri-wayat pingsan. Pasien menjalani pemeriksaan medis danmendapatkan pengobatan, namun tidak dilakukan peme-riksaan pencitraan (imaging), baik rontgen maupun CTscan kepala, karena alasan kendala biaya pemeriksaan.

Sejak 14 tahun yang lalu, pasien terdiagnosis de-ngan epilepsi kriptogenik dengan lokasi lobus temporal.Bangkitan pasien tidak terkontrol dengan baik sampaidengan 8 bulan yang lalu, dengan frekuensi bangkitan1-2 kali per bulan. Dengan penggunaan kombinasi obatantiepilepsi (OAE) karbamazepin 800mg/hari dan asamvalproat 1000mg/hari, pasien memiliki periode bebasbangkitan selama 8 bulan berturut-turut. Pada pemerik-saan status neurologik, tidak didapatkan adanya defisitneurologik fokal.

Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mulai mengeluhkanadanya penurunan daya ingat yang semakin lama se-makin berat. Menurut istri pasien, pasien mengalamikesulitan dalam mengatur keuangan untuk usahanya danmelayani pelanggan. Keluhan tersebut cukup berat hing-ga menyebabkan pekerjaan pasien sebagai pedagangtersebut diambil alih seluruhnya oleh istri pasien. Pasi-en dalam beberapa bulan terakhir juga menjadi mudahmarah.

Evaluasi fungsi kognitif yang dilakukan adalah pe-

Jurnal Kedokteran

Page 3: Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

Gangguan Kognitif terkait Epilepsi 3

meriksaan neuropsikologi untuk menilai status fungsikognitif global dan fungsi kognitif spesifik, seperti yangdideskripsikan pada kasus 1. Rincian hasil pemeriksaanneuropsikologi tersebut antara lain skor MMSE 20, skorMoCA-Ina 16, forward digit span 4 angka, backwarddigit span 2 angka, Boston naming test 6 kata, verbal flu-ency test 6 kata, wordlist memory task 10 kata, wordlistmemory recall 2 kata, wordlist memory recognition 6kata, trailmaking test A dan B gagal dilakukan, constru-ctional praxis 4 poin, dan recall of constructional praxis0 poin. Hasil pemeriksaan neuropsikologi tersebut me-nunjukkan adanya penurunan fungsi kognitif global danfungsi kognitif spesifik, terutama pada domain atensi,memori, dan fungsi eksekutif. Hasil pemeriksaan Beck’sdepression inventory didapatkan skor 8, menunjukkanbahwa pasien tidak sedang mengalami gangguan mood.Hasil pemeriksaan EEG mengkonfirmasi adanya fokusepileptogenik di regio temporal posterior kiri (gambar3). Pasien tidak menjalani pemeriksaan MRI kepalakarena kendala biaya pemeriksaan.

4. DiskusiLaporan kasus ini memberikan gambaran mengenai sta-tus fungsi kognitif pada pasien epilepsi. Pada kedua ka-sus tersebut bahwa dilihat bahwa meskipun sama-samamemiliki diagnosis epilepsi, namun keluaran klinis sta-tus kognitif kedua pasien tersebut berbeda. Berdasarkanhasil pemeriksaan neuropsikologi, pasien pada kasus 1memiliki status fungsi kognitif normal, sedangkan pa-sien pada kasus 2 memiliki gangguan fungsi kognitif,terutama pada domain memori, atensi, dan fungsi ek-sekutif. Seperti yang telah disampaikan sebelumnyabahwa kerentanan seorang pasien epilepsi untuk menga-lami penurunan status fungsi kognitif, dipengaruhi oleh3 faktor penting, antara lain karakteristik demografik,karakteristik klinik, dan cognitive reserve pasien terse-but. Dua kasus epilepsi yang disajikan dalam pasien inimemiliki karakteristik demografik usia yang hampir sa-ma, yaitu berada pada usia dekade empat. Kedua kasustersebut juga memiliki beberapa kesamaan karakteristikklinik, yaitu memiliki tipe bangkitan parsial kompleks,memiliki etiologi berupa riwayat cedera kepala, danmendapatkan obat antiepilepsi karbamazepin dan asamvalproat. Oleh karena itu, adanya perbedaan keluaranklinis status fungsi kognitif diantara kedua pasien terse-but, tidak dipengaruhi oleh beberapa karakteristik klinikdan demografik tersebut.

Beberapa parameter yang berpotensi menjadi penen-tu adanya berbedaan keluaran klinis status kognitif yangdapat diidentifikasi pada kedua kasus epilepsi dalamartikel ini adalah karakteristik klinik berupa awitan di-agnosis epilepsi, lokasi fokus epileptogenik, dan dosisobat antiepilepsi yang digunakan, serta cognitive reservepasien berupa tingkat pendidikan. Semakin lama dura-si waktu diagnosis epilepsi yang dimiliki oleh seorangpasien, maka risiko meningkatnya frekuensi kejang danterjadinya kerusakan neuronal di otak juga semakin be-sar, sehingga pasien tersebut memiliki kerentanan yang

tinggi untuk mengalami penurunan fungsi kognitif6.Lokasi fokus epileptogenik di lobus temporal sisi

kiri berkorelasi dengan terjadinya penurunan fungsi kog-nitif, terutama pada domain memori, selain juga meng-enai atensi dan fungsi eksekutif8. Seperti diketahui,hipokampus pada hemisfer kiri memiliki fungsi pentingdalam proses konsolidasi memori7. Pasien pada kasus2 memiliki bukti adanya fokus epileptogenik di lobustemporal kiri, suatu temuan yang berkorelasi dengangangguan fungsi kognitif yang dialami oleh pasien terse-but. Berbeda dengan kasus 2, pasien pada kasus 1 tidakmenunjukkan adanya atrofi hipokampus pada pemerik-saan MRI, meskipun pada pemeriksaan EEG ditemukanadanya fokus epileptogenik pada lobus temporal kanan.Fokus epileptogenik pada lobus temporal kanan secarafisiologi tidak berkorelasi dengan keluhan tersebut.

Pemberian obat antiepilepsi, terutama obat antie-pilepsi konvensional, seperti karbamazepin dan asamvalproat yang digunakan oleh kedua pasien dalam lapor-an kasus ini, memiliki dampak negatif terhadap fungsikognitif9. Secara teori, obat antiepilepsi konvensionaltersebut menginduksi terjadinya stres oksidatif di ja-ringan otak yang berpotensi menimbulkan kerusakanneuronal, proses neurodegenerasi, dan penurunan fung-si kognitif10. Dalam laporan kasus ini, kedua pasienmenggunakan jenis obat antiepilepsi yang sama, yaitukarbamazepin dan asam valproat, namun pasien padakasus 1 tidak mengalami penurunan fungsi kognitif, se-dangkan pasien kasus 2 mengalami penurunan fungsikognitif yang signifikan. Dalam hal ini, pemberian dosisobat antiepilepsi yang lebih tinggi pada kasus 2 dapatmenjadi faktor yng perlu dipertimbangkan dalam terja-dinya penurunan fungsi kognitif pada pasien tersebut.

Selain menimbulkan komplikasi berupa gangguanfungsi kognitif, epilepsi juga dapat menimbulkan kom-plikasi berupa gangguan mood, terutama pada pasienepilepsi lobus temporal11,12. Hasil pemeriksaan Beck’sdepression scale pada pasien kasus 1 menunjukkan bah-wa pasien memiliki gangguan mood ringan. Gangguanmood tersebut dapat berkorelasi dengan penurunan rasapercaya diri pada pasien tersebut, sehingga menimbulk-an keluhan subjektif berupa penurunan fungsi kognitif13.Namun demikian, pada pasien tersebut perlu dilakuk-an evaluasi fungsi kognitif berkala, mengingat keluhansubjektif tersebut bisa menjadi gejala awal dari prosesneurodegenerasi yang mengarah pada penurunan fungsikognitif pada pasien epilepsi14.

Jurnal Kedokteran

Page 4: Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

4 Harahap, dkk.

Gambar 1. Hasil pemeriksaan MRI kepala irisan koronaluntuk kasus 1. Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dilihatbahwa hipokampus tidak mengalami atrofi.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan MRI kepala irisan koronaluntuk kasus 1. Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dilihatbahwa hipokampus tidak mengalami atrofi.

5. Kesimpulan

Gangguan kognitif merupakan salah satu komplikasipenting dari epilepsi, terutama pada epilepsi lobus tem-poral. Laporan kasus dalam artikel ini menunjukkanbahwa gangguan kognitif pada pasien epilepsi dapatmerupakan keluhan subjektif pasien dengan/tanpa buktiobjektif dari hasil pemeriksaan neuropsikologik, ima-ging, dan/atau EEG. Domain fungsi kognitif yang rentanmengalami gangguan pada pasien epilepsi, antara lainadalah atensi, memori, dan fungsi eksekutif. Pasien epi-lepsi dengan keluhan kognitif subjektif perlu dievaluasisecara berkala, karena keluhan subjektif tersebut bisamenjadi gejala awal dari proses neurodegenerasi.

Daftar Pustaka1. Harahap HS, et al. Pola Pengobatan dan Fungsi

Kognitif Pasien Epilepsi di RSJ Mutiara Sukma.Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2017;29(4):335–340.

2. Piazzini A, Canevini MP, Turner K, Chifari R, Ca-nger R. Elderly People and Epilepsy: CognitiveFunction. Epilepsia. 2006;47(s5):82–84.

3. Witt JA, Helmstaedter C. Cognition in the earlystages of adult epilepsy. Seizure. 2015;26:65–68.

Gambar 3. Hasil pemeriksaan MRI kepala irisan koronaluntuk kasus 1. Pada hasil pemeriksaan tersebut dapat dilihatbahwa hipokampus tidak mengalami atrofi.

4. Shakirullah S, Ali N, khan A, Nabi M. ThePrevalence, Incidence and Etiology of Epilepsy.International Journal of Clinical and Experimen-tal Neurology. 2014 Dec;2(2):29–39. Availablefrom: http://www.sciepub.com/IJCEN/abstract/3538.

5. Pai MC, Tsai JJ. Is Cognitive Reserve Applica-ble to Epilepsy? The Effect of Educational Levelon the Cognitive Decline After Onset of Epilepsy.Epilepsia. 2005;46(s1):7–10.

6. Helmstaedter C, Kockelmann E. Cognitive Ou-tcomes in Patients with Chronic Temporal LobeEpilepsy. Epilepsia. 2006;47(s2):96–98.

7. Hall JE, Guyton AC. Behavioral and MotivationalMechanisms of the Brain – The Limbic System andthe Hypothalamus. In: Textbook of Medical Physio-logy. 11th edition. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2006.p. 728–738.

8. Haller Y, Trinka E. What do temporal lobe epilepsyand progressive mild cognitive impairment havein common? Frontiers in Systems Neuroscience.2014;8(58):1–6.

9. Eddy CM, Rickards HE, Cavanna AE. Thecognitive impact of antiepileptic drugs. The-rapeutic Advances in Neurological Disorders.2011;4(6):385–407.

10. Witt JA, Helmstaedter C. Monitoring the cognitiveeffects of antiepileptic pharmacotherapy — approa-ching the individual patient. Epilepsy & Behavior.2013;26(3):450–456.

11. Kanner AM. Mood disorder and epilepsy: a neuro-biologicperspective of their relationship. Dialoguesin Clinical Neuroscience. 2008;10(1):39–43. Avai-lable from: www.dialogues-cns.org.

12. Oliveira GNMD, Kummer A, Salgado JV, PortelaEJ, Sousa-Pereira SR, David AS, et al. Psychia-tric disorders in temporal lobe epilepsy: An ove-rview from a tertiary service in Brazil. Seizure.2010;19(8):479–484.

Jurnal Kedokteran

Page 5: Gangguan Kognitif Terkait Epilepsi ... - Jurnal Kedokteran

Gangguan Kognitif terkait Epilepsi 5

13. Kutlu A, Gokce G, Buyukburgaz l, Selekler M,Komsuoglu S. Epilepsili Hastalarda Benlik Saygısı,Sosyal Fobi ve Depresyon. Noro Psikiyatri Arsivi.2013;50(4):320–324.

14. Neto AS, Nitrini R. Subjective cognitive de-cline: The first clinical manifestation of Alzhe-imers disease? Dementia & Neuropsychologia.2016;10(3):170–177.

Jurnal Kedokteran