Gangguan Cemas Perpisahan
-
Upload
dsafitri55 -
Category
Documents
-
view
169 -
download
10
description
Transcript of Gangguan Cemas Perpisahan
REFERAT
Gangguan Cemas Perpisahan (Separation Anxiety Disorder)
Oleh :
Dian Nurhani Safitri
H1A 008 005
Pembimbing :
dr. Hj. Elly Rosila Wijaya, Sp.KJ
dr. Azhari C. Nurdin, Sp.KJ
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU
PENYAKIT JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA PROVINSI NTB
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sering terlihat anak-anak yang tidak mau ditinggal oleh ibunya ketika diantar ke sekolah,
mereka menempel pada ibunya dan menolak setiap upaya untuk menempatkan mereka ke
sekolah. Pemandangan itu telah begitu umum, bahwa banyak orang menganggap hal itu menjadi
bagian integral dari pertumbuhan anak. Tidak ada yang suka pergi ke sekolah dan perilaku ini
bisa dimengerti. Tapi ada beberapa anak-anak yang tidak tahan untuk melihat orang tua mereka
keluar dari pandangan. Adegan ini tidak hanya di depan sekolah, tetapi juga ketika orang tua
pergi untuk bekerja atau contoh-contoh seperti ketika anak itu ditinggalkan. Sementara
kebanyakan orang tua mengabaikan insiden tersebut sebagai bagian alami dari pertumbuhan
anak. Namun kasus ini penting untuk dinilai dan mempertimbangkannya.1,2
Meskipun kebanyakan anak-anak segera cenderung lupa bahwa orang tua mereka tidak
dekat mereka dan bergabung dengan lingkungan sekitar mereka, ada beberapa yang menderita
gangguan kecemasan pemisahan. Anak-anak seperti ini akan terus merenung dan menampilkan
rasa ketakutan untuk diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai. Jika kita memberikan
nasihat yang tapat kepada anak, anak dapat mengatasi rasa takut ini. Namun, jika kita
mengabaikannya, maka kondisi ini dapat memiliki efek pada perkembangan anak dan pandangan
masa depan. 1,2,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan
berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major
attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah. Diperkirakan bahwa beberapa
jenis gangguan kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia
sekolah.1,2
Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan
kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal ini
gejala yang muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut yang berlebihan yang dialami anak
ketika harus pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau
jauh dari rumah.2
Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap anak-anak,
khususnya pada anak yang sangat kecil. Sebaliknya, gangguan kecemasan berpisah adalah
kegelisahan berlebihan yang melebihi apa yang diharapkan untuk tingkat perkembangan anak.
Kecemasan berpisah dipertimbangkan sebagai gangguan jika berlangsung setidaknya sebulan
dan menyebabkan gangguan yang sangat berarti atau merusak fungsi. Durasi pada gangguan
tersebut menggambarkan keparahannya.1,2,3
Suatu tingkat cemas perpisahan (separation anxiety) adalah fenomena yang universal,
dan merupakan bagian yang diperkirakan pada perkembangan anak yang normal. Bayi
menunjukkan cemas perpisahan dalam bentuk cemas terhadap orang asing (stranger anxiety)
pada usia kurang dari 1 tahun jika bayi dan ibunya dipisahkan. Beberapa cemas perpisahan juga
normal pada anak-anak kecil yang masuk sekolah untuk pertama kalinya. Tetapi, gangguan
cemas perpisahan, ditemukan jika secara perkembangannya adalah tidak sesuai dan kecemasan
yang berlebihan timbul dalam hal perpisahan dari tokoh perlekatan yang utama. Penghindaran
sekolah (school avoidance) dapat terjadi. Menurut Diagnostik and Statistical Manual of Mental
Disorders edisi keempat (DSM-IV), gangguan cemas perpisahan memerlukan adanya
sekurangnya tiga gejala yang berhubungan dengan kekhawatiran berlebihan tentang perpisahan
dari tokoh perlekatan utama. Ketakutan mungkin mengambil bentuk penolakan sekolah,
3
ketakutan dan ketegangan akan perpisahan, keluhan berulang gejala fisik tertentu seperti nyeri
kepala dan nyeri perut jika akan dihadapi perpisahan, dan mimpi buruk tentang masalah
perpisahan. Kriteria diagnostic DSM-IV memasukkan durasi sekurangnya empat minggu dan
onset sebelum usia 18 tahun.2,3,4,5
Gangguan cemas perpisahan adalah gangguan kecemasan satu-satunya yang sekarang
dimasukkan dalam bagian anak-anak dan remaja dalam DSM-IV. Sebaliknya, bagian anak dan
remaja dalam DSM edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) memasukkan gangguan cemas
berlebihan (over-anxious disorder) dan gangguan menghindar (avoidant disorder) pada masa
anak-anak atau masa remaja sebagai tambahan gangguan cemas perpisahan. Dalam DSM-III-R,
gangguan cemas berlebihan ditandai oleh kecemasan yang berlebihan yang tidak berhubungan
dengan masalah perpisahan. Anak-anak dengan gejala yang konsisten dengan gangguan cemas
berlebihan sekarang dicakup oleh kategori dewasa gangguan kecemasan umum (generalized
anxiety disorder) dalam DSM-IV. Dalam kategori DSM-III-R gangguan menghindar masa anak-
anak atau remaja, anak menunjukkan hubungan yang hangat dan memuaskan dengan anggota
keluarga tetapi menghindari kontak dengan orang yang tidak dikenal; tidak ditemukan kategori
diagnostik yang sejajar dalam bagian masa anak-anak dari DSM-IV. Anak-anak dengan gejala
gangguan menghindar memenuhi kriteria diagnostic DSM-IV untuk fobia sosial, yang juga
digunakan untuk dewasa. Anak-anak dan remaja mungkin juga menunjukkan gangguan cemas
yang digambarkan dalam bagian dewasa DSM-IV, termasuk fobia spesifik, gangguan panik,
gangguan obsesif kompulsif, dan gangguan stress pascatraumatik.4,5,6,7,8
2. Epidemiologi
Gangguan cemas perpisahan adalah lebih sering terjadi pada anak kecil dibandingkan
remaja dan dilaporkan terjadi sama seringnya pada anak laki-laki dan anak perempuan. Onset
dapat terjadi pada tahun-tahun prasekolah tetapi yang tersering ditemukan pada usia 7 sampai 8
tahun. Prevalensi gangguan cemas perpisahan diperkirakan 3 sampai 4 persen dari semua anak
usia sekolah dan 1 persen dari semua remaja.7,8
4
3. Etiologi
Faktor Psikososial
Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah yang terutama rentan terhadap
kecemasan yang berhubungan dengan peprisahan. Karena anak mengalami urutan ketakutan
perkembangan – takut kehilangan ibu, takut kehilangan cinta ibu, takut cedera tubuh, takut akan
impulsnya, dan takut akan cemas hukuman (punishing anxiety) dari superego dan rasa bersalah –
sebagian besar anak mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih
ketakutan-ketakutan tersebut. Tetapi, gangguan cemas perpisahan terjadi jika anak memiliki
ketakutan yang tidak sesuai akan kehilangan ibu. Dinamika yang sering adalah penyangkalan
dan pengalihan perasaan kemarahan anak terhadap tokoh orangtua kepada lingkungan, yang
selanjutnya menjadi sangat mengancam. Rasa takut akan luka terhadap diri sendiri dan bahaya
pada salah satu orang tua adalah preokupasi yang menetap; anak dapat merasa aman dan yakin
hanya dengan kehadiran orang tua. Sindrom sering ditemukan pada masa anak-anak, terutama
dalam bentuk ringan yang tidak mencapai tempat periksa dokter. Hanya jika gejala menjadi
ditegakkan dan mengganggu adaptasi umum anak dalam kehidupan keluarga, teman sebaya, dan
sekolah, mereka datang untuk mendapatkan perhatian professional.8,9,10
Pola struktur karakter pada banyak anak dengan gangguan adalah berhati-hati, hasrat
untuk menyenangkan, dan kecenderungan ke arah kecocokan. Keluarga cenderung erat dan
mengasuh, dan anak sering tampak manja atau sasaran perhatian orang tua secara berlebihan.4,6
Stres kehidupan luar sering bersamaan dengan perkembangan gangguan. Kematian
seorang sanak saudara, penyakit pada anak, perubahan lingkungan anak, atau pindah ke rumah
baru atau sekolah baru sering kali ditemukan dalam riwayat anak dengan gangguan.4,5
Faktor Belajar
Kecemasan fobik dapat dikomunikasikan dari orangtua kepada anak-anak dengan
modeling langsung. Jika orangtua penuh ketakutan, anak kemungkinan memiliki adaptasi fobik
terhadap situasi baru, terutama pada lingkungan sekolah. Beberapa orangtua tampaknya
mengajari anak-anaknya untuk cemas dengan melindungi mereka secara berlebihan
(overprotecting) dari bahaya yang diharapkan atau dengan membesar-besarkan bahaya. Sebagai
contoh, orang tua yang ngeri di ruangan selama kilatan cahaya mengajarkan anaknya untuk
melakukan hal yang sama. Orangtua yang ketakutan terhadap tikus atau serangga menyampaikan
5
afek takut kepada anaknya. Sebaliknya, orangtua yang menjadi marah pada anak selama awal
permasalahan fobik tentang binatang dapat menanamkan permasalahan fobik pada anak-anak
dengan intensitas kemarahan yang diekspresikan.9,10,11
Faktor Genetik
Intensitas nama cemas perpisahan dialami oleh anak individual kemungkinan memiliki
dasar genetik. Penelitian keluarga telah menunjukkan bahwa keturunan biologis dari orang
dewasa dengan gangguan kecemasan adalah rentan terhadap gangguan cemas perpisahan pada
masa anak-anak. Orang tua yang memiliki gangguan panik dengan agorafobia tampaknya
memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan cemas perpisahan. Gangguan
cemas perpisahan dan depresi pada anak-anak adalah bertumpang tindih, dan beberapa klinisi
memandang gangguan cemas perpisahan sebagai varian dari gangguan depresif.10,11,12
Faktor Predisposisi
Beberapa tekanan hidup, seperti kematian seorang keluarga, teman, atau binatang
peliharaan atau pindah wilayah atau pindah sekolah, bisa memicu gangguan tersebut. Genetika
yang mudah terkena kegelisahan juga umumnya memainkan sebuah peranan kunci. Gangguan
ini bisa terjadi karena mungkin anak terlalu medapatkan perhatian lebih dari anda, sehingga ia
terlanjur merasa nyaman dalam “pelukan” dan perhatian. Sehingga saat anak harus menunjukkan
eksistensi dirinya di lingkungan, ia menjadi merasa tidak nyaman. Apalagi harus ditinggal oleh
orang tua. Selain memang diri si anak yang mungkin cenderung tidak "eksploratif," peran
pengasuhan orangtua memegang kontribusi yang luar biasa besar. Biasanya, anak dengan
gangguan kecemasan berpisah dibesarkan oleh orangtua dengan gangguan kecemasan yang
sama. Orangtua yang terlalu melindungi anaknya, orangtua yang terlalu overprotektif, atau
keluarga dengan budaya yang terlalu akrab biasanya rentan pada pengasuhan anak yang dapat
menimbulkan gangguan kecemasan berpisah. pada anak-anak dengan karakteristik seperti anak
tunggal, anak bungsu, anak laki-laki/perempuan satu-satunya di keluarga, anak pertama
meninggal sehingga anak kedua jadi harapan keluarga, anak yang lahir dengan susah payah
(misalnya bayi tabung) menyebabkan orangtua berpotensi menjadi "over".10,11,12,13,14
6
Faktor Presipitasi
Jika keluarga baru saja pindah ke lingkungan baru atau kota atau jika baru saja
mengalami perceraian, kecemasan pemisahan dapat dipicu pada anak bahkan jika ia tidak pernah
mengalaminya sebelumnya Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika
dipisahkan dari rumah atau dari orang yang mereka sayangi.13,14
4. Psikodinamika dan Patopsikologi
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang dilekatkan kepada
konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis
tradisional menyadarkan bahwa kecemasan merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri.
Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan energi untuk melakukan
represi. Dengan demikian ego dapat memberi perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih
kreatif dan memberi peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern
lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan sekarang daripada
hubungan masa lampau. Selain itu mereka mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku
yang lebih adaptif.14,15
Ketakutan itu mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang
berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal, atau tidak kembali karena satu
alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik,
disakiti, atau dibunuh). Karena alasan tersebut, anak itu enggan dipisahkan dari orang lain, dan
mungkin karena itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh
kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai orang lain. Dalam
beberapa kasus, anak mungkin mengeluh terhadap simtom-simtom fisik (misalnya, rasa mual,
sakit kepala, sakit perut, muntah-muntah, dsb) atau tidak mau pergi kesekolah semata-mata
karena takut akan terjadinya perpisahan bukan karena alasan lain, seperti kekhawatiran akan
peristiwa-peristiwa di sekolah. Selain masalah itu, gangguan rasa cemas akan perpisahan dapat
menganggu dan memperlambat perkembangan social anak karena ia tidak mengembangkan
independentsi atau belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selanjutnya bila anak
dipisahkan (ditinggalkan), ia tidak dapat berfungsi dengan baik karena ia tercekam oleh rasa
takut terhadap apa yang terjadi dengan dirinya atau terhadap orang-orang yang berpisah
dengannya. Meskipun ia berada bersama dengan orang-orang yang penting bagi dirinya, tetapi
7
fungsi anak itu bisa terganggu karena adanya kecemasan antisipatori terhadap kemungkinan
terjadinya perpisahan. Karena merasa sedih yang berlebihan, maka anak itu akan menangis,
mengadat, merana, apatis, atau mengundurkan diri secara social pada saat sebelum atau sesudah
berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang penting atau akrab dengannya.15,16,17,18
5. Manifestasi Klinis
Anak dengan gangguan ini mengalami gangguan hebat ketika dipisahkan dari rumah atau
dari orang yang mereka sayangi. Mereka seringkali perlu tahu dimana orang - orang dan terlalu
sibuk dengan rasa takut bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi baik terhadap mereka atau
terhadap orang yang mereka kasihi. Bepergian sendiri membuat mereka tidak nyaman dan
mereka bisa menolak untuk datang ke sekolah atau kemah atau untuk mengunjungi rumah teman.
Beberapa anak tidak bisa tinggal sendirian di dalam sebuah ruangan, melekat pada orang tua atau
membuntuti orangtua di sekitar rumah.4,5,8,
Kesulitan pada waktu tidur adalah sering terjadi. Anak dengan gangguan kecemasan
berpisah bisa mendesak seseorang tetap tinggal di ruangan sampai mereka tertidur. Mimpi buruk
bisa memperlihatkan ketakutan anak tersebut, seperti kerusakan pada keluarga melalui kebakaran
atau bencana alam.1,3
Gangguan kecemasan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
ekstrim kecemasan. Hal ini dapat memanifestasikan dirinya secara fisik dengan berkeringat,
mempercepat denyut jantung atau palpitasi, hiper-ventilasi, dan sejumlah gejala lain. Bisa
berakibat pula pada prestasi belajarnya atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya Anak yang
susah berpisah dengan pengasuh, anak takut atau enggan ke sekolah, atau anak yang tidak mau
keluar rumah.1,3,4
Anak- anak dengan gangguan ini cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti kemana
pun mereka berada di lingkungan rumahnya. Anak- anak itu dapat mengemukakan kecemasan
tentang kematian dan memaksa seseorang untuk menemani mereka saat mereka tidur. Ciri lain
dari gangguan ini mencakup mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi
perpisahan (seperti pada hari- hari sekolah, memohon agar orang tua tidak pergi bekerja, atau
temper trantum bila orang tua kan pergi. Anak- anak ini dapat menolak pergi ke sekolah karena
takut bahwa sesuatu akan terjadi pada orang tua ketika mereka pergi.1,4
8
Ciri penting dari gangguan cemas perpisahan adalah kecemasan yang ekstrem yang
dicetuskan oleh perpisahan dari orangtua, rumah, dan lingkungan yang dikenal. Kecemasan anak
dapat mendekati teror atau panik. Penderitaan lebih besar dibandingkan yang normalnya
diharapkan menurut tingkat perkembangan anak dan tidak dapat dijelaskan oleh adanya
gangguan lain. Pada banyak kasus gangguan adalah suatu jenis fobia, walaupun permasalahan
fobik merupakan sesuatu yang umum dan tidak berhubungan dengan objek simbolik tertentu.
Karena gangguan berhubungan dengan masa anak-anak, maka gangguan tidak dimasukkan
dalam fobia masa dewasa, yang memerlukan strukturalisasi kepribadian yang jauh lebih
besar.1,2,3,4
Ketakutan, preokupasi, dan ruminasi morbid adalah karakteristik dari gangguan cemas
perpisahan. Anak-anak dengan gangguan merasa ketakutan bahwa seseorang yang dekat
dengannya akan terluka atau bahwa sesuatu yang menakutkan akan terjadi pada mereka jika
mereka jauh dari tokoh penting yang mengasuh. Banyak anak takut bahwa mereka atau
orangtuanya akan mengalami kecelakaan atau menjadi takut. Rasa takut akan tentang kehilangan
dan akan diculik dan tidak pernah menemukan lagi orangtuanya adalah sering ditemukan.1,3
Remaja mungkin tidak secara langsung mengekspresikan kecemasan tentang perpisahan
dari tokoh ibu. Tetapi pola perilaku mereka masih sering mencerminkan cemas perpisahan di
mana mereka mengekspresikan ketidaknyamanan untuk meninggalkan rumah, terlibat dalam
aktivitas sendirian, dan terus menggunakan tokoh ibu sebagai penolong dalam membeli pakaian
dan memasuki aktivitas sosial dan rekreasional.1,3,4
Gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak sering dimanifestasikan pada pikiran
bepergian atau dalam perjalanan bepergian dari rumah. Anak-anak mungkin menolak pergi
berkemah, ke sekolah baru, atau bahkan ke rumah seorang teman. Seringkali, ada
kesinambungan antara kecemasan antisipatorik ringan dan kecemasan pervasif setelah terjadi
perpisahan dari tokoh yang penting dan kecemasan pervasif setelah terjadi perpisahan. Tanda
pramonitorik adalah iritabilitas, kesulitan makan, merengek, tinggal sendirian di ruangan,
menggendong ke orangtua, dan mengikuti orangtua kemana saja. Seringkali, jika keluarga
pindah, anak menunjukkan kecemasan perpisahan dengan menggendong terus kepada tokoh ibu.
Kadang-kadang cemas relokasi geografik (geographic relocation anxiety) diekspreikan dalam
perasaan kerinduan akan rumah yang akut atau gejala psikologis yang timbul jika anak jauh dari
rumah atau pergi ke tempat yang baru. Anak-anak ingin pulang ke rumah dan menjadi asyik
9
dengan khayalan tentang betapa lebih baiknya rumah yang lama. Integrasi ke dalam situasi hidup
yang baru menjadi sangat sulit.1,2,3,4,5
Kesulitan tidur sering ditemukan dan mungkin mengharuskan seseorang menemani anak-
anak sampai mereka tertidur. Anak-anak sering pergi ke tempat tidur orangtua atau bahkan tidur
di pintu orangtua jika ruang tidur terkunci bagi mereka. Mimpi buruk dan ketakutan morbid
adalah ekspresi lain dari kecemasan.2,3
Ciri penyerta adalah ketakutan akan kegelapan dan ketakutan yang dikhayalkan dan aneh.
Anak-anak mungkin melihat mata memandang pada diri mereka dan menjadi asyik dengan tokoh
atau monster mitos yang akan mengambil mereka dari tempat tidurnya.2
Kebanyakan anak menuntut dan mengganggu ke dalam hubungan orang dewasa dan
memerlukan perhatian terus-menerus untuk menghilangkan kecemasan mereka. Gejala timbul
jika perpisahan dari tokoh orang tua yang penting menjadi diperlukan. Jika perpisahan
diancamkan, banyak anak dengan gangguan tidak mengalami kesulitan interpersonal. Tetapi,
mereka mungkin terlihat sedih dan mudah menangis. Mereka kadang-kadang mengeluh bahwa
mereka tidak dicintai, mengekspresikan keinginan untuk mati, atau mengeluh bahwa sanak
saudara mereka adalah lebih disukai daripada mereka. Mereka seringkali menunjukkan gejala
gastrointestinal mual, muntah, dan nyeri perut dan mengalami rasa sakit pada berbagai bagian
tubuh, sakit tenggorok, dan gejala mirip flu. Pada anak-anak yang lebih besar, dilaporkan gejala
kardiovaskular dan respirasi yang tipikal berupa palpitasi, pusing, pingsan dan tercekik.2,3
Gangguan kecemasan yang paling sering bersamaan dengan gangguan cemas perpisahan
adalah fobia spesifik, yang terjadi pada kira-kira sepertiga dari semua kasus gangguan emas
perpisahan yang dirujuk.2
6. Diagnosis 1,2,3,4,5,6
Gangguan kecemasan akan perpisahan (separation anxiety disorder) didiagnosis jika
kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan anak. Jadi, anak usia 3 tahun seharusnya dapat mengikuti kegiatan prasekolah
tanpa merasa mual dan muntah karena cemas. Anak usia 6 tahun seharusnya dapat mengikuti
sekolah dasar tanpa rasa ketakutan yang terus- menerus bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
kepadanya atau orang tuanya
10
Untuk memenuhi kriteria diagnostik, menurut DSM-IV, gangguan harus ditandai oleh
tiga dari empat gejala berikut untuk sekurangnya empat minggu :
1. Ketakutan persisten dan berlebihan tentang kehilangan atau kemungkinan bahaya yang
jatuh pada tokoh perlekatan yang utama;
2. Ketakutan yang persisten dan berlebihan bahwa peristiwa yang tidak diharapkan akan
menyebabkan perpisahan dari tokoh perlekatan utama.
3. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk bersekolah atau tempat lain karena
takut akan perpisahan.
4. Ketakutan yang persisten dan berlebihan atau keengaganan untuk sendirian atau tanpa
tokoh perlekatan utama di rumah atau tanpa orang dewasa yang penting pada lingkungan
lain.
5. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk tidur tanpa dekat dengan tokoh
perlekatan yang utama atau tidur jauh dari rumah
6. Mimpi buruk berulang kali dengan tema perpisahan
7. Keluhan berulang gejala fisik, termasuk nyeri kepala dan nyeri perut, jika perpisahan dari
tokoh perlekatan utama dihadapi
8. Penderitaan yang berlebihan dan berulang jika perpisahan dari rumah atau tokoh
perlekatan utama dihadapi atau dilibatkan.
Menurut DSM-IV, gangguan harus juga menyebabkan penderitaan bermakna atau
gangguan dalam fungsi.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Cemas Perpisahan
A. Kecemasan yang berlebihan dan tidak sesuai menurut perkembangan terhadap perpisahan dari
rumah atau dari orang dengan siapa individu dekat, seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau
lebih) berikut:
1. Penderitaan yang berlebihan yang rekuren jika terjadi atau akan dihadapi perpisahan dari
rumah atau tokoh perlekatan utama
2. Ketakutan yang persisten dan berlebih tentang kehilangan, atau tentang kemungkinan
bahaya yang mengenai tokoh perlekatan utama
3. Kekhawatiran yang persisten dan berlebihan bahwa kejadian yang tidak diharapkan akan
menyebabkan perpisahan dari tokoh perlekatan utama (misalnya, hilang atau diculik)
11
4. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk pergi ke sekolah atau tempat lain
karena rasa takut akan perpisahan
5. Secara persisten dan berlebihan merasa takut atau enggan untuk sendirian atau tanpa
tokoh perlekatan utama di rumah atau tanpa orang dewasa yang penting dalam situasi lain
6. Keengganan atau penolakan yang persisten untuk pergi tidur tanpa dekat dengan tokoh
perlekatan utama atau untuk tidur jauh dari rumah
7. Mimpi buruk berulang kali dengan tema tentang perpisahan
8. Keluhan gejala fisik yang berulang kali (seperti nyeri kepala, nyeri perut, mual, atau
muntah) jika terjadi atau akan dihadapi perpisahan dari tokoh perlekatan utama
B. Lama gangguan sekurangnya 4 minggu
C. Onset adalah sebelum usia 18 tahun
D. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, akademik (pekerjaan) atau fungsi penting lain
E. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan, pada remaja dan dewasa, tidak diterangkan lebih
baik oleh gangguan panik dengan agorafobia.
Sebutkan jika:
Onset awal: jika onset terjadi sebelum usia 6 tahun
Riwayat pasien dapat mengungkapkan episode penting perpisahan pada kehidupan anak,
terutama karena penyakit dan perawatan di rumah sakit, penyakit orangtua, kehilangan salah satu
orangtua, atau pindah tempat. Klinisi harus memeriksa dengan cermat periode masa bayi untuk
adanya tanda-tanda gangguan separasi-individuasi atau adanya tokoh ibu yang adekuat.
Pemakaian khayalan, mimpi, dan material bermain dan pengawasan anak adalah sangat
membantu dalam membuat diagnosis. Klinisi harus memeriksa bukan saja isi pikiran tetapi juga
cara dengan mana pikiran diekspresikan. Sebagai contoh, anak-anak mungkin mengekspresikan
rasa takut bahwa orang tuanya akan meninggal, walaupun perilaku mereka tidak menunjukkan
bukti kecemasan motorik. Demikian juga, kesulitan mereka dalam menggambarkan peristiwa
atau penyangkalan mereka yang lunak tetang peristiwa pencetus kecemasan dapat menyatakan
adanya gangguan cemas perpisahan. Kesulitan mengingat dalam tema yang mengekspresikan
12
kecemasan dan pemutarbalikan orangtua dalam menceritakan tema tersebut dapat memberikan
petunjuk adanya gangguan.1,2,3,4
7. Diagnosis Banding1,2
Suatu tingkat cemas perpisahan adalah fenomena yang normal dan harus digunakan
pertimbangan klinis dalam membedakan kecemasan normal tersebut dari gangguan cemas
perpisahan. Pada gangguan kecemasan umum, kecemasan tidak dipusatkan pada perpisahan.
Pada gangguan perkembangan pervasif dan skizofrenia, kecemasan tentang perpisahan mungkin
terjadi tetapi dipandang disebabkan oleh kondisi tersebut, bukan suatu gangguan yang terpisah.
Pada gangguan depresif yang terjadi pada anak-anak, diagnosis gangguan cemas perpisahan
harus juga dibuat jika kriteria untuk kedua gangguan dipenuhi; dua diagnosis sering terjadi
bersamaan. Gangguan panik dengan agoraobia adalah jarang sebelum usia 18 tahun dan
ketakutan ditandai oleh serangan panik,bukannya perpisahan dari tokoh orangtua; tetapi pada
beberapa kasus dewasa, banyak gejala gangguan cemas perpisahan dapat ditemukan. Pada
gangguan konduksi, membolos adalah sering, tetapi anak pergi dari rumah dan tidak memiliki
kecemasn tentang perpisahan. Penolakan sekolah merupakan gejala yang sering ditemukan pada
gangguan cemas perpisahan tetapi bukan patognomonik untuk gangguan. anak – anak dengan
diagnosis lain, seperti fobia, dapat tampak dengan penolakan sekolah; pada gangguan tersebut,
usia onset mungkin lebih lambat dan penolakan sekolah adalah lebih parah dibandingkan
gangguan cemas perpisahan.
Karakteristik Umum Gangguan Kecemasan Tertentu yang Terjadi pada Anak-anak
Kriteria Gangguan Cemas Perpisahan Fobia SosialGangguan Kecemasan
Umum
Durasi minimal untuk
menegakkan diagnosisSekurangnya 4 minggu Tidak ada minimal Sekurangnya 6 bulan
Usia onset Prasekolah – 18 tahun Tidak ditentukan Tidak ditentukan
Stres pencetusPerpisahan dari tokoh parental,
kehilangan lain, bepergian
Tekanan untuk berperan
serta dengan teman sebaya
Tekanan yang tidak lazim
pada kinerja, kerusakan
harga diri, perasaan tidak
memiliki kecakapan
13
Hubungan teman sebaya Baik jika tidak ada perpisahan Tentatif, jelas terhambat
Keinginan yang jelas untuk
menyenangkan, teman
sebaya dicari dan hubungan
ketergantungan ditegakkan
Tidur
Enggan atau menolak pergi
tidur, takut terhadap gelap,
mimpi buruk
Kadang-kadang sulit
tertidurSulit tertidur
Gejala psikofisiologis
Keluhan nyeri perut, mual,
muntah, gejala mirip flu, nyeri
kepala, berdebar, pusing,
pingsan
Sedih, ketegangan tubuh
Nyeri perut, mual, muntah,
benjolan di tenggorok, napas
sesak, pusing, berdebar
Diagnosis banding
Gangguan kecemasan umum,
skizofrenia, gangguan depresif,
gangguan konduksi, gangguan
perkembangan pervasif,
gangguan depresif berat,
gangguan panik dengan
agorafobia
Gangguan penyesuaian
dengan mood terdepresi,
gangguan kecemasan
umum, gangguan cemas
perpisahan, gangguan
depresi berat, gangguan
distimik, gangguan
kepribadian menghindar,
gangguan kepribadian
menghindar, gangguan
kepribadian ambang
Gangguan cemas perpisahan,
gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas,
fobia sosial, gangguan
penyesuaian dengan
kecemasan, gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan
psikotik, gangguan mood
8. Terapi
Pendekatan terapi multimodal- termasuk psikoterapi individual, pendidikan keluarga, dan
terapi keluarga adalah dianjurkan untuk gangguan cemas perpisahan. Terapi keluarga membantu
orangtua mengerti kebutuhan akan cinta yang konsisten dan suportif dan kepentingnan
mempersiapkan tiap perubahan penting dalam kehidupan, seperti penyakit, pembedahan, atau
perpindahan tempat. Strategi kognitif tertentu dan latihan relaksasidapat membantu anak
14
mengendalikan kecemasan. Farmakoterapi juga berguna jika psikoterapi saja tidak
mencukupi.11,17
Penolakan sekolah yang berhubungan dengan gangguan cemas perpisahan dapat
dipandang sebagai kegawatdaruratan psikiatrik. Rencana terapi yang menyeluruh melibatkan
anak, orangtua, dan teman sebaya dan sekolah anak. Anak harus didorong untuk masuk sekolah,
tetapi, jika kembali ke hari sekolah yang penuh dirasakan berat, harus disusun program bagi anak
untuk secara progresif meningkatkan waktunya di sekolah. Kontak yang bertahap dengan objek
kecemasan adalah bentuk modifikasi perilaku yang dapat diterapkan pada tiap jenis cemas
perpisahan. Pada kasus penolakan sekolah yang parah, mungkin diperlukan perawatan di rumah
sakit.6,8,19
Seorang anak yang memiliki gangguan ini seringkali menghindari sekolah. Sebuah tujuan
segera pada pengobatan memungkinkan anak tersebut untuk kembali ke sekolah. Dokter,
orangtua, dan anggota sekolah harus bekerja sebagai tim untuk memastikan anak tersebut segera
kembali ke sekolah. Psikoterapi pribadi dan keluarga dan obat-obatan yang mengurangi
kegelisahan bisa memainkan sebuah peranan penting. Ketika permasalahan seperti ini terjadi,
maka jangan memaksakan anak untuk segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena
dapat menambah pengalaman negatif anak yang berdampak pada munculnya seri permasalahan
selanjutnya. Selain perlu mengetahui penyebab utamanya juga perlu segera melakukan sesuatu
sebelum permasalahan berikutnya muncul. 18,19
Bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang dilakukan
bersama anak ini dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain. Dengan terapi
bermain, anak memiliki kesempatan untuk ‘memainkan’ perasaan dan permasalahannya, anak
merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur situasi dan dirinya, tidak ada kritikan dan
aturan, dan dapat diterima secara penuh. Situasi seperti ini sangat kondusif untuk anak yang
sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi. 11,14
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam tahap terapi bermain dengan pendekatan
ini antara lain:2,4,5,8
Membangun rasa aman
Ketika anak mengalami kecemasan karena harus berelasi dengan dunia baru, hal yang
dibutuhkan anak adalah rasa aman, maka ciptakan rasa aman pada diri anak dengan
menungguinya di sekolah untuk beberapa saat.
15
Mengubah pemikiran yang salah
Anak yang mengalami kecemasan berpisah biasanya telah mengembangkan pemikiran
yang salah tentang dunia barunya, misalnya dengan menganggap teman-teman barunya
nakal, gurunya galak, pelajarannya sulit, atau hal-hal negatif lainnya. Pemikiran anak ini
perlu segera diubah dengan cara memperlihatkan fakta yang sebaliknya
Mengajak anak bermain bersama
Permainan yang digunakan tergantung pada pilihan anak. Yakinkan bahwa anak menjadi
aktor utama dalam permainan tersebut dan beri kesempatan untuk banyak bermain
peran. Melalui peran sebagai aktor utama ini, anak telah mengekspresikan secara bebas
apa yang sedang dialaminya. Manfaatkan ekspresi anak ini untuk menggali apa yang
sebenarnya menjadi penyebab utama kecemasan anak.
Hal-hal tersebut mengubah pemikiran keliru anak secara tidak langsung melalui
percakapan dengan aktor utama. Guna mendukung efektivitas terapi ini, lakukan terapi ini di
lingkungan sekolah bersama teman-teman sekelas, agar perasaan positif terhadap sekolah dapat
terbentuk
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan setiap orangtua untuk mengurangi rasa
cemas perpisahan tersebut, yaitu;
1. Membuat perpisahan singkat dan manis; hal tersebut menunjukan kepada anak bahwa
kita percaya ia mampu mengatasi perpisahan sementara ini.
2. Menciptakan ritual perpisahan; seperti memeluk 3 kali, mencium 5 kali
3. Memberikan pesan yang jelas bahwa anak harus tahu bahwa meskipun ia menagis,
menghentak-hentakan kakinya ke lantai, berteriak dsb, tetap dia harus masuk sekolah
atau berada di tempat penitipan anak
4. Jangan membawa anak pulang jika anak menangis karena akan memberi pesan bahwa
jika dia menangis sekeras kerasnya, dia tidak perlu berpisah dari tokoh perlekatan utama
5. Mengundang anak lain yang sekelas untuk datang ke rumah sehingga anak akan lebih
mudah membina persahabatan dan mengatasi perubahan dengan lebih mudah
6. Jangan menunjukkan sikap sedih saat berpisah. Dengan menujukan sikap yang ceria dan
positif tentang sekolahan, tempat penitipan anak, guru atau pembina dan teman - teman,
membantu anak merasa aman dan menikmati waktunya di sekolah atau tempat penitipan
anak
16
7. Meminta keluarga yang lain untuk mengantar atau menjemput dengan bergilir
8. Melibatkan guru atau pembina untuk menyambut anak anda dan mempermudah transisi
ini
Farmakoterapi berguna untuk gangguan cemas perpisahan. Obat trisiklik dan tetrasiklik,
seperti tricyclic imipramine (Trofanil), biasanya dimulai dengan dosis 25 mg sehari, ditingkatkan
dengan penambahan dosis 25 mg sampai total 150-200 mg sehari, kadar plasma imipramine dan
metabolit aktifnya, desmethylimipramine, harus diukur untuk menurunkan panik dan ketakutan
yang berhubungan dengan perpisahan. Diphenhydramine (Benadryl) dapat digunakan untuk
mengahncurkan siklus berbahaya gangguan tidur.19
9. Prognosis1,2,18
Perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas perpisahan adalah bervariasi dan
berhubungan dengan onset usia, lamanya gejala, dan perkembangan gangguan kecemasan dan
depresif komorbid. Anak-anak kecil yang mengalammi ganguan tetapi mampu mempertahankan
kehadirannya di sekolah biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan remaja
dengan gangguan yang menolak hadir di sekolah untuk periode waktu yang panjang. Laporan
telah menyatakan adanya tumpang tindih yang bermakna gangguan cemas perpisahan dan
gangguan depresif. Pada kasus yang sulit tersebut, prognosisnya adalah terbatas.
Sebagian besar penelitian follow-up meiliki masalah metodologis dan adalah anak-anak
fobik sekolah yang dirawat di rumah sakit, bukan anak dengan gangguan cemas perpisahan
sendiri. Sedikit yang dilaporkan tentang hasil akhir dari kasus yang ringan, apakah anak
ditemukan dalam terapi rawat jalan atau tidak mendapatkan terapi. Terlepas dari keterbatasan
penelitian, penelitian menyatakan bahwa beberapa anak dengan fobia sekolah yang parah terus
menolak masuk sekolah selama bertahun-tahun. Selama tahun 1970-an telah dilaporkan bahwa
banyak wanita dewasa agorafobik menderita gangguan cemas perpisahan pada masa anak-
anaknya. Walaupun penelitian menyatakan bahwa banyak anak dengan gangguan kecemasan
memiliki risiko tinggi untuk suatu gangguan kecemasan dewasa, hubungan spesifik antara
gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak dan agorafobia pada masa deawas belum
ditegakkan dengan jelas. Penelitian memang menyatakan bahwa orang tua yang penuh
kecemasan memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan kecemasan. Di samping
17
itu, pada tahun-tahun belakangan beberpa kasus telah melaporkan aak-anak yang datang dengan
gangguan panik dan gangguan cemas perpisahan.
18
BAB III
PENUTUP
Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah bentuk kecemasan
berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang yang dekat dengannya (major
attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh dari rumah.Diperkirakan bahwa beberapa jenis
gangguan kecemasan masa kanak-kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia sekolah.
Keengganan atau penolakan untuk pergi ke sekolah termasuk ke dalam gangguan kecemasan
berpisah (separation anxiety disorder) karena pada gangguan school refusal ini gejala yang
muncul adalah rasa khawatir, cemas dan takut yang berlebihan yang dialami anak ketika harus
pergi ke sekolah, karena ketika ia pergi ke sekolah berarti berpisah dari ibu atau jauh dari rumah.
Beberapa tahap kecemasan berpisah adalah normal dan dialami hampir setiap anak-anak,
khususnya pada anak yang sangat kecil.
Ketika permasalahan seperti ini terjadi pada anak, maka jangan paksakan anak untuk
segera beradaptasi dengan lingkungan barunya karena dapat menambah pengalaman negatif anak
yang berdampak pada munculnya seri permasalahan selanjutnya. Selain perlu mengetahui
penyebab utamanya juga perlu segera melakukan sesuatu sebelum permasalahan berikutnya
muncul. Bermain merupakan media alami bagi ekspresi diri anak. Permainan yang dilakukan
bersama anak dapat menjadi sebuah terapi, yang disebut terapi bermain.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen JL, Lavallee KL, Herren C, Ruhe K, Schneider S: DSM-IV criteria for childhood
separation anxiety disorder: informant, age, and sex differences. J Anxiety Disord 2010;
24:946–952
2. Sadock BJ, Sadock VA. Medical Health Skizofrenia. In: E-book Kaplan & Sadock’s
synopsis of psychiatry : Behavioral sciences/clinical psychiatry. Edition 9th.
Philadelphia : Lippincott Williams and WOLTERS Kluwer business. 2009. Pp.1574-82.
3. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE: Lifetime
prevalence and age-of-onset distributions of DSMIV disorders in the National
Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry 2005; 62:593–602
4. Shear K,Jin R,Ruscio AM, WaltersEE, Kessler RC: Prevalence and correlates of
estimated DSM-IV child and adult separation anxiety disorder in the National
Comorbidity Survey Replication. Am J Psychiatry 2006; 163:1074–1083
5. Beesdo K, Knappe S, Pine DS. Anxiety and anxiety disorders in children and
adolescents: developmental issues and implications for DSM-V. Psychiatr Clin North
Am. 2009;32(3):483-524
6. Beesdo K, Pine DS, Lieb R, et al. Incidence and risk patterns of anxiety and depressive
disorders and categorization of generalized anxiety disorder. Arch Gen Psychiatry.
2010;67(1):47-57
7. Lipsitz JD, Martin LY, Mannuzza S, Chapman TF, Liebowitz MR, Klein DF, Fyer AJ:
Childhood separation anxiety disorder in patients with adult anxiety disorders. Am J
Psychiatry 1994; 151:927–929
8. Aschenbrand SG, Kendall PC, Webb A, Safford SM, FlannerySchroeder E: Is childhood
separation anxiety disorder a predictor of adult panic disorder and agoraphobia? A
seven-year longitudinalstudy. JAm Acad Child Adolesc Psychiatry 2003; 42: 1478–1485
9. Lewinsohn PM, Holm-Denoma JM, Small JW, Seeley JR, Joiner TE Jr: Separation
anxiety disorder in childhood as a risk factor for future mental illness. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry 2008; 47:548–555
10. Manicavasagar V, Silove D, Hadzi-Pavlovic D: Subpopulations of early separation
anxiety: relevance to risk of adult anxiety disorders. J Affect Disord 1998; 48:181–190
20
11. Roberson-Nay R, Eaves LJ, Hettema JM, Kendler KS, Silberg JL: Childhood separation
anxiety disorder and adult onset panic attacks share a common genetic diathesis.
Depress Anxiety 2012; 29:320–327
12. Battaglia M, Pesenti-Gritti P, Medland SE, Ogliari A, Tambs K, Spatola CA: A
genetically informed study of the association between childhood separation anxiety,
sensitivity to CO(2), panic disorder, and the effect of childhood parental loss. Arch Gen
Psychiatry 2009; 66:64–71
13. Pini S, Abelli M, Mauri M, Muti M, Iazzetta P, Banti S, Cassano GB: Clinical correlates
and significance of separation anxiety in patients with bipolar disorder. Bipolar Disord
2005; 7: 370–376
14. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK Unika Atmajaya: Jakarta
15. Lavallee K, Herren C, Blatter-Meunier J, Adornetto C, In-Albon T, Schneider S: Early
predictors of separation anxiety disorder: early stranger anxiety, parental pathology and
prenatal factors. Psychopathology 2011; 44:354–361
16. Silove D, Manicavasagar V, O’Connell D, Blaszczynski A, Wagner R, Henry J: The
development of the Separation Anxiety Symptom Inventory (SASI). Aust N Z J Psychiatry
1993; 27:477–488
17. Topolski TD, Hewitt JK, Eaves LJ, Silberg JL, Meyer JM, Rutter M, Pickles A, Simonoff
E: Genetic and environmental influences on child reports of manifest anxiety and
symptoms of separation anxiety and overanxious disorders: a community-based twin
study. Behav Genet 1997; 27:15–28
18. Feigon SA, Waldman ID, Levy F, Hay DA: Genetic and environmental influences on
separation anxiety disorder symptoms and their moderation by age and sex. Behav
Genet2001; 31:403–411
19. Roberson-Nay R, Eaves LJ, Hettema JM, Kendler KS, Silberg JL: Childhood separation
anxiety disorder and adult onset panic attacks share a common genetic diathesis.
Depress Anxiety 2012; 29:320–327
21